Professional Documents
Culture Documents
Nov 18
Posted by Hendri, SKed
Rate This
Oleh. Dr. Kusnu Goesniadhie, S.H., M.Hum
Pengertian
Dalam Terminologi Hukum (Rahuhandoko, 1996: 67), istilah argument diartikan sebagai berusaha
mempercayakan orang lain dengan mengajukan alasan-alasan. Dalam Kamus Filasafat (Rakhmad,
1995: 22-23), argument dari bahasa Latin arguere yang berarti menjelaskan. Alasan-alasan
(bukti) yang ditawarkan untuk mendukung atau menyangkal sesuatu. Dalam logika, diartikan
sebagai serangkaian pernyataan yang disebut premis-premis yang secara logis berkaitan dengan
pernyataan berikutnya yang disebut konklusi. Argumen-argumen dibagi menjadi dua kategori
umum, yaitu deduktif dan induktif.
Dalam Blaks Law Dictionary (Garner, 1999:102), istilah argument diartikan a statement that
attempts to persuase; esp., the remarks of counsel in alalyzing and pointing out or repudiating a
desired inference, for the assistance of decision-maker. The act or process of attempting to
persuade. Sedangkan argumentative, diartikan sebagai of or relating to argument or
persuasion, stating not only facts, but also inferances and conclusions drawn from facts (the judge
sustained the prosecutors objection to the argumentative question).
Dalam Kamus Hukum (Sudarsono, 1992: 36), istilah argumen diberikan arti sebagai alasan yang
dapat dipakai untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian, atau gagasan.
Berargumen, berarti berdebat dengan saling mempertahankan atau menolak alasan masing-masing.
Istilah argumentasi, diartikan sebagai pemberian alasan untuk memperkuat atau menolak suatu
pendapat, pendirian atau gagasan. Berargumentasi berarti memberikan alasan untuk memperkuat
atau menolak suatu pendapat, pendirian atau gagasan.
Dalam Kamus Belanda-Indonesia (Wojowasito, 2001: 45), istilah argument diartikan bukti
sanggahan, alasan, perbantahan, dan argumentatie diartikan sebagai hal memberikan alasan
dengan cara tertentu, debat, pembahasan. Dalam Kamus Inggris-Indonesia ditemukan istilah
argument yang diberikan arti alasan, perdebatan, bukti, perbantahan, dan argumentation
diberikan arti sebagai pemberian alasan dengan cara tertentu, debat, pembahasan. Dalam Kamus
Bahasa Indonesia, argumen diartikan sebagai alasan berupa uraian penjelasan, dan argumentasi
diartikan sebagai pemberian alasan yang diuraikan secara jelas untuk memperkuat suatu pendapat.
Dari pengertian-pengertian di atas, diambil simpulan pengertian argumentasi diartikan sebagai,
mengajukan alasan berupa uraian penjelasan yang diuraikan secara jelas, berupa serangkaian
pernyataan yang secara logis berkaitan dengan pernyataan berikutnya yang disebut konklusi, untuk
memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian atau gagasan.
Istilah hukum dalam makalah ini dimaksudkan sebagai norma, yang lazimnya diartikan sebagai
aturan, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang mengatur bagaimana seyogianya berbuat atau tidak
Perlindungan Konstitusional;
2)
3)
4)
5)
6)
Pendidikan kewarganegaraan.
Dari syarat-syarat tersebut jelas bahwa independensi kekuasaan kehakiman merupakan salah satu
pilar yang pokok, yang apabila komponen tersebut tidak ada maka kita tidak bisa berbicara lagi
tentang Negara Hukum.
Negara Hukum
Negara Hukum adalah negara yang penyelenggaraan pemerintahannya dijalankan
berdasarkan dan bersaranakan hukum yang berakar dalam seperangkat titik tolak normatif,
berupa asas dasar sebagai asas yang menjadi pedoman dan kriteria penilai pemerintahan dan
perilaku pejabat pemerintah.
Keberadaan negara hukum menurut J. Van der Hoeven memprasyaratkan:
a)
Prediktabilitas perilaku, khususnya perilaku pemerintah, yang mengimplikasikan ketertiban
demi keamanan dan ketenteraman bagi setiap orang.
b)
Terpenuhinya kebutuhan materiil minimun bagi kehidupan manusia yang menjamin
keberadaan manusia yang bermartabat manusiawi.
Konsep Negara Hukum di Eropah Kontinental dikembangkan antara lain oleh Immanuel Kant, Paul
Laband, Julius Stahl, Fichte, dan lain-lain dengan menggunakan istilah Jerman, yaitu rechtsstaat.
Sedangkan dalam tradisi Anglo Amerika, konsep Negara Hukum dikembangkan atas kepeloporan
A.V. Dicey dengan sebutan The Rule of Law.
Menurut Julius Stahl, konsep Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah rechtsstaat itu
mencakup empat elemen penting, yaitu :
Pembagian kekuasaan;
Sedangkan A.V. Dicey menguraikan adanya tiga ciri penting dalam setiap Negara Hukum yang
disebutnya dengan istilah The Rule of Law, yaitu :
Equality before the law, kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum, dalil ini berlaku
baik untuk orang biasa maupun pejabat;
Due process of law, terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang, serta keputusankeputusan pengadilan.
Keempat prinsip rechtsstaat yang dikembangkan oleh Julius Stahl tersebut di atas pada pokoknya
dapat digabungkan dengan ketiga prinsip Rule of Law yang dikembangkan oleh A.V. Dicey untuk
menandai ciri-ciri Negara Hukum modern.
Friedman (Sunarjati,1976: 28), bahwa kata rule of law dapat dipakai dalam arti formal (in the
formal sense) dan dalam arti material (ideological sense). Dalam arti formal maka rule of law itu
tidak lain artinya sebagai organized public power atau kekuasaan umum yang terorganisir. Dalam
pengertian ini setiap organisasi hukum (termasuk organisasi yang dinamakan negara) mempunyai
rule of law, sehingga kita dapat berbicara tentang rule of law dari RRC, Perancis, Jerman,
Cekoslovakia, dan sebagainya. Sudah barang tentu bukan dalam arti formal ini kita pakai rule of
law itu, tetapi dalam arti material. Artinya, dalam arti yang materiel inilah yang menyangkut
ukuran-ukuran tentang hukum yang baik dan hukum yang buruk. Dalam arti ini, kita dapat
berbicara tentang just atau unjust law.
Dari penjelasan di atas, dapat diambil pemahaman bahwa konsep rule of law melahirkan konsep
negara kesejahteraan (Welfare State) yang menggambarkan, bahwa hak-hak kebebasan politik,
haruslah disertai dengan hak-hak kebebasan di bidang ekonomi, sosial dan kebudayaan. Ia tidak
menghendaki Negara Hukum formil dan demokrasi formil, tetapi juga kesejahteraan seluruh rakyat.
hukum yang melandasinya dengan melibatkan juga berbagai metode interpretasi lainnya
(gramatikal, historikal, sistematikal, sosiologikal). Banyak contoh kasus hukum yang
menggambarkan bahwa cara penalaran hukum yang melibatkan asas hukum dan tujuan
kemasyarakatan aturan hukum terkait sering diabaikan.
2)
2)
Apakah tindakan dokter merupakan perbuatan melanggar hukum? Apa kriteria melanggar
hukum?
3)
4)
Selanjutnya masing-masing isu tersebut dibahas dengan mendasarkan pada fakta (hubungan dokterpasien) dikaitkan dengan hukum dan teori serta asas hukum yang berlaku. Terhadap setiap isu yang
diajukan harus diadakan pembahasan secara cermat. Pada akhirnya ditarik simpulan (opini)
terhadap setiap isu. Berdasarkan simpulan (opini) atas setiap isu, ditarik simpulan atas pokok
masalah, yaitu ada tidaknya wanprestasi dan/atau perbuatan melanggar hukum dalam hubungan
dokter-pasien.
Dalam pola civil law system, hukum utamanya adalah legislasi. Oleh karena itu langkah dasar
pola nalar yang dikenal sebagai reasoning based on rules adalah penelusuran peraturan
perundang-undangan. Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 Pasal 1
angka 2, bahwa peraturan perundang-undang adalah produk hukum tertulis yang dibuat oleh
lembaga negara atau pejabat yang berwenang, yang isinya mengikat umum. Langkah ini
merupakan langkah pertama yang dikenal sebagai statute approach.
Langkah berikutnya (langkah kedua) adalah mengidentifikasi norma. Rumusan norma
merupakan suatu proposisi. Dengan demikian, sesuai dengan hakekat proposisi, norma
terdiri atas rangkaian konsep. Untuk memahami norma harus diawali dengan memahami
konsep. Inilah langkah ketiga yang dikenal dengan conceptual approach.
Misalnya norma Pasal 1365 BW, setiap perbuatan melanggar hukum yang menimbulkan kerugian,
mewajibkan yang menimbulkan kerugian itu untuk membayar ganti kerugian. Dalam norma
tersebut, konsep-konsep utama yang harus dijelaskan, adalah :
Konsep perbuatan
Kalau konsep ini tidak dijelaskan akan menimbulkan kesulitan, misalnya apakah kerugian yang
ditimbulkan oleh gempa bumi dapat digugat berdasarkan ketentuan Pasal 1365 BW.
Pertanyaan hukum yang muncul adalah apakah gempa bumi termasuk konsep perbuatan.
Pertanyaan menyusul adalah hal itu perbuatan siapa, dan pada akhirnya pertanyaan tentang siapa
yang bertanggungjawab.
melanggar kepatutan;
melanggar kesusilaan.
Konsep kerugian
Unsur-unsur kerugian meliputi :
.
Dengan contoh di atas, bahwa tidak cukup hanya dengan berdasarkan norma hukum yang tertulis
langsung diterapkan pada fakta hukum. Rumusan norma bersifat abstrak dan konsep pendukungnya
dalam banyak hal merupakan konsep terbuka atau konsep yang kabur. Dengan kondisi yang
demikian, langkah ketiga seperti dijelaskan di muka, adalah merupakan langkah penemuan hukum.
Penerapan Hukum
Setelah rnenemukan norma konkret, langkah berikutnya adalah penerapan pada fakta
hukum. Seperti contoh di atas setelah menemukan norma konkret dari perbuatan dalam
konteks Pasal 1365 BW dapat dijadikan parameter untuk menjawab pertanyaan hukum,
apakah gempa bumi merupakan perbuatan?
Contoh lain, berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pejabat. Unsur pertama
adalah penyalahgunaan wewenang. Tanpa kejelasan konsep penyalahgunaan wewenang, dengan
sendirinya sulit dijadikan parameter untuk mengukur apakah suatu perbuatan atau tindakan
merupakan tindakan penyalahgunaan wewenang. Salah konsep mengakibatkan kesalahan
mengambil kesimpulan.
Dalam logika dikenal rumus Ex Falso Quo Libet. Artinya, dari yang palsu (salah), bisa benar bisa
salah. Faktor kebetulan berperan dalam hukum, bisa terjadi kesewenang-wenangan dan bahkan
muncul penyalahgunaan wewenang baru, misal oleh Jaksa atau, Hakim atau pun Pengacara.
setiap saat manusia dalam masyarakat berperilaku, berbuat atau berkarya, oleh karena itu hukumnya
sudah ada, tinggal menggali, mencari atau menemukannya.
b)
c)
jika hukum menolak memberi kompensasi, apakah hal demikian tidak adil dan jika
dianggap tidak adil, haruskah Hakim mengabaikan hukum demikian dan mengabulkan
permohonan ganti rugi tersebut (hubungan antara modal politik dan ketaatan hukum)?
Antara penegak hukum (Hakim, Jaksa dan Pengacara) kadangkala berselisih paham tentang
patokan apa yang harus dipergunakan untuk menentukan hukum apa yang relevan bagi
suatu kasus. Mereka kadangkala tidak sepakat tentang apakah dasar hukum dalam suatu kasus
tertentu telah terpenuhi atau tidak. Perselisihan ini disebut ketidaksepakatan teoritis tentang hukum
dan perbedaan pendapat tentang apa yang sesungguhnya menjadi konsep hukum berkenaan dengan
kompensasi itu, karena mereka tidak sepakat apakah undang-undang atau putusan Hakim telah
secara tuntas menelaah dasar hukum yang relevan. Perselisihan ini disebut perselisihan empiris
tentang hukum, yaitu perbedaan pendapat tentang kata-kata apa yang sebenarnya tercantum
dalam undang-undang dengan cara sama mereka tidak sepakat tentang jumlah fakta lain.
Simpulan
Argumentasi hukum, adalah alasan berupa uraian penjelasan yang diuraikan secara jelas,
berupa serangkaian pernyataan secara logis, untuk memperkuat atau menolak suatu
pendapat, pendirian atau gagasan, berkaitan dengan asas hukum, norma hukum dan
peraturan hukum konkret, serta sistem hukum dan penemuan hukum.
Suatu argumentasi bermakna, hanya dibangun atas dasar logika, adalah suatu conditio sine
qua non agar suatu keputusan dapat diterima, yakni apabila didasarkan pada proses nalar,
sesuai dengan sistem logika formal yang merupakan syarat mutlak dalam berargumentasi.
Tidak ada Hakim atau pun Pengacara, yang mulai berargumentasi dari suatu keadaan
hampa. Argumentasi hukum selalu dimulai dari hukum positif. Hukum positif bukan
merupakan suatu keadaan yang tertutup ataupun statis, akan tetapi merupakan satu
perkembangan yang berlanjut. Dari suatu ketentuan hukum positif, yurisprudensi akan
menentukan norma-norma baru. Orang dapat bernalar dari ketentuan hukum positif dari
asas yang terdapat dalam hukum positif untuk mengambil keputusan-keputusan baru.
Konsep rule of law melahirkan konsep negara kesejahteraan (welfare state) yang menggambarkan,
bahwa hak-hak kebebasan politik, harus disertai dengan hak-hak kebebasan di bidang ekonomi,
sosial dan budaya. Ia tidak menghendaki Negara Hukum formil dan demokrasi formil, tetapi juga
kesejahteraan seluruh rakyat. Negara Hukum mempunyai sifat di mana alat perlengkapannya hanya
dapat bertindak menurut dan terikat kepada aturan-aturan yang telah ditentukan lebih dahulu oleh
alat perlengkapannya.
Dr. Kusnu Goesniadhie, S.H., M.Hum. adalah Dosen Fakultas Hukum Univ. Wisnuwardhana
Malang.
Referensi :
Benditt, Theodore M., 1978, Law as Rule and Principle (Problems of Legal Philosophy),
California: Stanford University.
Brouwer, P.W., A. Soeteman, 1982, Logica en Recht, WEJ. Tjeenk Willink, Zwolle.
Budiardjo, Miriam, 1977, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia.
Feteris, E.T., 1994, Redelijkheid in Jurisdische Argumentatie, Een Overzicht van Theorieen Over
Het Rechtvaardigen van Juridische Beslissingen, W.E.J. Tjeenk Willink, Zwolle.
Friedmann, W., 1996, Filsafat Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Garner, Bryan A., 1999, Blaks Law Dictionary, Sevent Editions, St. Paul Min.: West Group.
Golding, Martin P., 1984, Legal Reasoning, New York: Alfreda A. Knoff Inc.
Hartono, CFG Sunaryati, 1976, Apakah Rule of Law itu ?, Bandung: Alumni.
Rakhmad, Jalaluddin, 1995, Kamus Filsafat, Jakarta: Rosda Karya.
Ranuhandoko, IPM,1996, Terminologi Hukum, Jakarta: Sinar Grafika.
Rumokoy, Donald A, dalam SF Marbun, et.al., 2001, Dimensi-dimensi Pemikiran Hukum
Administrasi Negara, Yogyakarta: UII-Press.
Soekadijo, RG., 1985, Logika Dasar, Tradisional; Simbolik dan Induktif, Jakarta: Gramedia.
Sudarsono, Kamus Hukum, 1992, Jakarta: Rineka Cipta.
Velden, WG. Van der, 1988, De ontwikkeling van de wetgevingswetenschap, Lelystad: Koninklijke
Vermande.
Wojowasito, S., 2001, Kamus Umum Belanda-Indonesia, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.