You are on page 1of 8

KEALPAAN

MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah : Hukum Pidana
Dosen pengampu A.Turmudi,SH.M.Ag

Disusun Oleh:
M. Fadli Khoirina

(122211053)

Muhammad kholiq

(122211054)

Tribuna Citra N.A.J.T

(1222110

FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
WALISONGO SEMARANG
2013

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam KUHP telah di atur berbagai jenis tindak pidana, yang salah satunya
adalah tindak pidana karena kealpaan. Dengan demikian tindak pidana karena kealpaan
yang

menyebabkan

orang

meninggal

atau

merugikan

kepentingan

seseorang,merupakan bentuk kesalahan yang dapat dimintai pertanggung jawaban,


seperti yang tercantum dalam KUHP pasal 359 yang berbunyi:
kealpaan mengandung dua syarat, yaitu tidak mengadakan penduga-duga
sebagaimana

diharuskan

hokum,

tidak

mengadakan

penghati-hati

sebagaimana diharuskan hokum.


Syarat utama untuk dapat dipidananya seseorang ialah adanya kesalahan pada
orang itu. Kesalahan disini mempunyai arti seluas-luasnya, ialah dapat dicelanya
pembuat tersebut. Ini meliputi adanya perbuatan yang bersifat melawan hukum,
kemampuan bertanggung jawab dari sipembuat serta hubungan batin antara pembuat
dengan perbuatannya yang berupa kesengajaan ataupun kealpaan.
Hubungan batin atau sikap batin yang berupa kesengajaan itu ada, apabila
sipembuat menghendaki perbuatan yang dilarang itu atau mengetahui/membayangkan
akibat perbuatan yang dilarang itu. Di samping sikap batin berupa kesengajaan ada
pula sikap yang berupa kealpaan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Kealpaan atau Culpa?
2. Bagaimana Menetapkan Kealpaan pada Seseorang?
3. Apa saja Kealpaan yang Disadari dan Tidak Disadari?
4. Bagaimana Kesalahan pada Tindak Pidana Berupa Kealpaan?
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Kealpaan atau culpa
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), kelalaian biasanya
disebut juga dengan kesalahan, kurang hati-hati, atau kealpaan.
Pasal 359 KUHP:
Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling
lama satu tahun.1
KUHP tidak memberi definisi seperti halnya pada kesengajaan. Menurut M.v.T
kealpaan di satu pihak berlawanan benar-benar dengan kesengajaan dan fihak lain

1Ebook KUHP dan KUHAP

dengan hal yang kebetulan. Kealpaan merupakan bentuk kesalahan yang lebih ringan
dari pada kesengajaan akan tetapi bukanya kesengajaan yang lebih ringan.
Beberapa penulis menyebut beberapa syarat untuk adanya kealpaan:
1. Hazewinkel-Suringa
Ilmu pengetahuan hokum dan jurisprudensi mengartikan kealpaan sebagai:
a. Kekurangan penduga-duga
b. Kekurangan penghati-hati
2. Van Hamel
Kealpaan mengandung dua syarat:
a. Tidak mengadakan penduga-duga sebagaimana diharuskan oleh hokum.
b. Tidak mengadakan pengahati-hati sebagaimana diharuskan oleh hokum.
3. Simons
Pada umumnya kealpaan mempunyai dua unsur:
a. Tidak adanya pengahti-hati, disamping
b. Dapat diduganya akibat.
4. Pompe
Ada iga macam yang masuk kealpaan :
a. Dapat mengirakan.
b. Mengetahui adanya kemungkinan.
c. Dapat mengetaahui adanya kemungkinan.
Tetapi nomor 2 dan 3 hanya apabila mengetahui atau dapat mengetahui itu
menygkut juga kewajiban untuk menghindari perbuatannya(untuk tidak melakukan
perbuatan).
Arti kata culpa ialah kesalahan pada umumnya, tetapi dalam ilmu pengetahuan
hukum mempunyai arti teknis, yaitu suatu macam kesalahan si pelaku tindak pidana
yang tidak disengajaan, yaitu kurang berhati-hati, sehingga akibat yang tidak seberat
seperti kesengajaan, yaitu kurang berhati-hati, sehingga akibat yang tidak disengaja
terjadi.
Seperti di atas telah dikatakan, biasanya tindak pidana berunsur kesengajaan.
Tetapi ada kalanya suatu akibat suatu tindak pidana begitu berat merugikan
kepentingan seseorang, seperti kematian seseorang manusia, sehingga disarankan tidak
adil, terutama oleh keluarga yang meninggal, bahwa si pelaku yang kurang berhati-hati
menyebabkan kematian itu, tidak di apa-apakan. Ini misalnya dalam praktek nampak
apabila sering terjadi sesorang pengendara mobil yang menabrak orang sehingga
meninggal. Maka timbul adanya beberapa culpose delicten, yaitu tindak-tindak pidana
yang berungsur culpa atau kurang berhati-hati ini. Tetapi hukumannya tidak seberat
seperti hukuman terhadap deleuze delicten, yaitu tindak pidana yang berungsur
kesengajaan.

Contoh lain dari suatu culpoos deict ialah yang termuat dalam pasal KUHP, yaitu
menyebabkan kebakaran, peledakan, atau banjir dengan kurang berhati-hati.2
B. Menetapkan Kealpaan pada Seseorang
Bagaimanakah menetapkan adanya kealpaan pada seseorang sehingga ia dapat
dinyatakan bersalah atau dicela?
Kealpaan orang tersebut harus ditentukan secara normatif, tidak secara fisik atau
psychis. Tidaklah mungkin diketahui bagaimana sikap batin seseorang yang
sesungguh-sungguhnya, maka haruslah ditetapkan dari luar bagaimana seharusnya ia
berbuat dengan mengambil ukuran sikap batin orang pada umumnya apabila ada dalam
situasi yang sama dengan si pembuat itu. Untuk menentukan adanya kealpaan ini harus
dilihat peristiwa demi peristiwa. Yang harus memegang ukuran normatif dari kealpaan
itu adalah hakim. Hakimlah yang harus menilai sesuatu perbuatan in concreto dengan
ukuran norma penghati-hati atau penduga-duga, seraya memperhitungkan didalamnya
segala keadaan dan keadaan pribadi si-pembuat. Jadi segala keadaan yang objektif dan
yang mennyangkut si-pembuat sendiri harus diteliti dengan seksama.3
Mengenai kealpaan ini keterangan resmi dari pihak pembentuk Weet Boek
Van Straffright yang di singkat dengan W.v.S. (Smidt 1-825) adalah sebagai berikut:
pada umumnya bagi kejahatan-kejahatan wet mengharuskan kehendak
seseorang ditujukan pada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana.
Kecuali itu keadaan yang dilarang mungkin sebagian besarberbahayanya terhadap
keamanan umum mengenai orang atau barang dan jika terjadi menimbulkan
banyak kerugian, sehingga wet harus bertindak pula terhadap mereka yang tidak
berhati-hati, yang teledor yang menimbulkan keadaan itu karena kealpaaannya.
Disini sikap batin orang yang menimbulkan keadaan yang dilarang itu bukanlah
menentang larangan-larangan tersebut, dia tidak menghendaki atau menyetujui
timbulnya hal terlarang, tetapi kesalahannya, kekelirihannya dalam batin suwaktu ia
berbuat sehingga menimbulkan hal yang dilarang ialah bahwa ia kurang mengindahkan
larangan itu.
Jadi bukanlah

semata-mata

menentang

larangan

tersebut dengan justru

melakukan yang dilarang itu. Tetapi dia tidak begitu mengindahkan larangan. Ini
2 Wirjono Projodikoro,Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia,
(Bandung:Eresco,1989).hlm.67-68
3 Sudarto,Hukum Pidana 1,(Semarang:UNDIP,1998),hlm123-126

ternyata dari perbuatannya dia alpa, lalai, teledor dalam melakukan perbuatannya
tersebut,

sebab

jika dia

mengindahkan

adanya

larangan

waktu

melakukan

perbuatan yang secara obyektif kausal menimbulkan hal yang dilarang dia tentu
tidak alpa atau kurang berhati-hati agar jangan sampai mengakibatkan hal yang
dilarang tadi. Oleh karena bentuk kesalahan ini juga disebut dalam rumusan
delik, maka juga harus dibuktikan.4
C. Kealpaan yang disadari dan tidak disadari
Pada waktu Wet Boek Van Straffright yang disingkat dengan W.v.S.,
dibentuk, maka corok yang lebih berat dari pada kealpaan yang tidak
disadari. Hal ini ternyata dalam ucapan Modderman yang mengatakan: corak
kealpaan yang paling ringan ialah bahwa orang menggunakan pelanggaran hukum
dengan tidak
Pada dasarnya orang berfikir dan berbuat secara sadar. Pada delik culpoos
kesadaran si-pembuat tidak berjalan secara tepat. Dan apabila akibatnya berupa hal
yang tidak dikehendaki oleh pembentuk Undang-undang, maka dapat terjadi apa
yang disebut:
1. Kealpaan yang disadari
2. Kealpaan yang tidak disadari
Di sini sipembuat dapat menyadari tentang apa yang dilakukan beserta
akibatnya, akan tetapi ia percaya dan mengharap-harap bahwa akibatnya

tidak akan terjadi.


Dalam hal ini si-pembuat melakukan sesuatu yang tidak menyadari
kemungkinan akan timbulnya sesuatu akibat, padahal seharusnya ia dapat
menduga sebelumnya.

Pembedaan tersebut tidak banyak artinya, kealpaan merupakan pengertian yang


normative bukan suatu pengertian yang menyatakan keadaan. Penentuan kealpaan
seseorang harus dilakukan dari luar, harus disimpulkan dari situasi tertentu, bagaimana
seharusnya si-pembuat itu berbuat.5
D. Kesalahan Tindak Pidana pada Kealpaa

4 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta:Rineka Cipta,2000),hlm.201


5 Ibid,hlm.131

Pasal-pasal KUHP mengenai tindak-tindak pidana yang masuk golongan kejahatan


termuat dalam buku II KUHP selalu mengandung unsur kesalahandari pihak pelaku
tindak pidana, yaitu kesengajaan atau culpa.
Lain halnya dengan tindak-tindak pidana yang masuk golongan pelanggaran termuat
dalam buku III KUHP, di situ tidak ada suatu penyebutan unsur kesalahan, baik
kesengajaan maupun culpa. Ada beberapa pasal yang mempergunakan kata kerja
yangdalam arti kata mengandung unsur kesengajaan, seperti missal:
a. Menghasut hewan terhadap orang atau terhadap hewan yang sedang ditunggangi,
atau dipasang di muka kereta atau kendaraan, atau sedang memikul muatan.(pasal
490 ke-1 KUHP)
b. Mengemis di muka umum, diancam karena melakukan pengemisan dengan pidana
kurungan paling lama enam minggu.(pasal 504 KUHP)
c. berjalan atau berkendaraan di atas tanah yang oleh pemiliknya dengan cara jelas
dilarang memasukinya, diancam dengan pidana denda paling banyak dua ratus dua
puluh lima rupiah.(pasal 551 KUHP)
d. Membakar bangunan miliknya sendiri tanpa izin penguasa setempat.(pasal 496
KUHP)
Juga ada beberapa pasal yang menyebutkan unsur culpa, misalnya pasal 490 ke-3
KUHP yang mengancam dengan hukuman pidana seseorang yang tidak menjaga
sepantasnya agar suatu hewan galak, yang ada di bawah pengawasannya, tidak
membahayakan.6
Pada tindak pidana berupa kejahatan diperlukan adanya kesengajaan atau kealpaan.
Dalam Undang-Undang unsur-unsur dinyatakan dengan tegas atau dapat tersimpul dari
kata kerja dalam rumusan tindak pidana itu. Dalam rumusan tindak pidana berupa
pelanggaran pada dasarnya tidak ada penyebutan tenang kesengajaan atau kealpaan,
artinya tidak disebut apakah perbuatan dilakukan dengan sengaja atau alpa. Hal ini
penting untuk hukum acara pidana, sebab kalau tidak tercantum dalam surat tuduhan
dalam rumusan Undang-undang, maka tidak perlu di catumkan dalam surat tuduhan
dan juga tidak perlu dibuktikan.7
III.

KESIMPULAN
Dari materi diatas setidaknya ada beberapa poin yang dapat disarikan dalam tema singkat
tentang Kealpaan ini:
6 Op.Cit, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia,hlm.70
7 Op.Cit, Asas-asas Hukum Pidana ,hlm.134

1. Kealpaan yaitu suatu macam kesalahan si pelaku tindak pidana yang tidak disengajaan,
yaitu kurang berhati-hati, sehingga akibat yang tidak seberat seperti kesengajaan, yaitu
kurang berhati-hati, sehingga akibat yang tidak disengaja terjadi.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), kelalaian biasanya
disebut juga dengan kesalahan, kurang hati-hati, atau kealpaan.
Pasal 359 KUHP:
Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain
mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana
kurungan paling lama satu tahun.
2. Untuk menetapkan adanya kealpaan pada seseorang sehingga ia dapat dinyatakan
bersalah atau dicela harus ditentukan secara normatif, tidak secara fisik atau psychis.
3. Kealpaan ada dua yaitu kealpaan yang disadari dan tidak disadari.

IV.

PENUTUP
Demikian makalah ini kami susun. Punulis menyadari dalam makalah ini masih
banyak sekali kekurangan dan jauh dari kesan sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang kontruktif sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah saya
selanjutnya. Akhirnya semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi siapa saja yang
membcanya. Amien.

DAFTAR ISI
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta:Rineka Cipta, 2000
Projodikoro,Wirjono,Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia,Bandung:Eresco,1989
Sudarto,Hukum Pidana 1,Semarang:UNDIP,1998
Ebook KUHP dan KUHAP

You might also like