Professional Documents
Culture Documents
KERACUNAN MAKANAN
Sebanyak 65 karyawan dari perusahaan X kemarin terserang diare, muntah, dan
pusing setelah makan siang, sehingga harus dibawa ke rumah sakit. Berdasarkan
anamnesa para karyawan tersebut sebanyak 60 orang menyatakan telah makan siang
dengan menu B dan 5 orang lainnya makan siang dengan menu A.
Data tambahan :
Perusahaan X adalah perusahaan dengan 250 0rang tenaga kerja, yang terdiri
dari 50 orang staf administrasi, 150 orang karyawan tetap dan 50 orang karyawan
harian. Perusahaan memberikan fasilitas 5 kamar mandi, 4 tempat cuci tangan, 2 ruang
makan. Perusahaan memberikan makan siang untuk karyawan tetap dan staf
administrasi, sedangkan karyawan harian tidak diberi makan siang. 60 orang tenaga
kerja yang terkena diare merupakan karyawan tetap yang menyantap menu B yang
terdiri dari nasi, perkedel kornet, tahu atau tempe goring, sayur sop, dan semangka, 90
orang karyawan tetap lainnya menyantap menu yang sama tanpa perkedel kornet.
Sedangkan staf administrasi menyantap menu A yang terdiri dari nasi, ayam goreng,
tahu atau tempe goreng, sayur sop, dan pisang. Kelima staf administrasi yang terkena
diare juga mendapatkan perkedel kornet sebagai tambahan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sebagai negara berkembang dengan sistem kesehatan yang masih berkembang
pula, tentu saja Indonesia masih memiliki banyak masalah kesehatan yang harus
diperbaiki salah satunya adalah diare. Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan
tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih
banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai
kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar
encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah. Penyebab diare bermacam-macam
ada yang disebabkan oleh infeksi, malabsorpsi, alergi, keracunan, imunisasi defisiensi
dan lai-lain. Di Indonesia dari 2.812 pasien diare yang disebabkan bakteri yang datang
kerumah sakit dari beberapa provinsi
Pontianak, Makasar dan Batam yang dianalisa dari 1995 s/d 2001 penyebab terbanyak
adalah Vibrio cholerae, diikuti dengan Shigella spp, Salmonella spp, Vibrio
parahaemoliticus, Salmonella typhii, Campylobacter jejuni, dan Salmonella paratyphii
(Zein, 2004).
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa salah satu penyebab diare adalah
keracunan makanan. Keracunan makanan dapat timbul akibat makanan yang telah
terpapar virus, bakteri dan juga racun. Pada skenario kali ini, para karyawan menderita
diare yang penyebabnya belum dapat diketahui. Oleh karena itu, makalah ini akan
menganalisis dan membahas penyebab diare yang diderita oleh para karyawan
perusahaan yang ada di scenario.
1.2
Rumusan Masalah
1.
2.
1.3
Tujuan
1.
2.
dan pusing
1.4
Manfaat Penyelidikan
1.
Khusus
Sebagai pengetahuan mengenai diare, penatalaksanaan dan penyebab
yang menimbulkannya serta sebagai syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah
IKkom Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
2.
Umum
Sebagai
ilmu
pengetahuan
mengenai
penyebab
diare
dan
penatalaksanaannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
pencernaan, inhalasi atau kontak langsung yang menimbulkan tanda dan gejala klinis
khas. Pada dasarnya semua zat kimia dapat menimbulkan keracunan tergantung pada
jumlah dan caranya masuk kedalam tubuh. Gejala klinis yang timbul sesuai dengan
pengaruh zat racun yang terkandung pada system tubuh. Umumnya pada penyakit
akibat keracunan makanan, gejala-gejala terjadi tak lama setelah menelan bahan
peracun tersebut, bahkan dapat segera setelah menelan bahan beracun itu dan tidak
melebihi 24 jam setelah tertelannya racun. Salah satu penyebab keracunan bisa
disebabkan pengkonsumsian suatu makanan yang mengandung bahan yang bersifat
racun bagi tubuh.
Keracunan makanan adalah istilah yang diberikan kepada infeksi dengan bakteri,
parasit, virus, atau racun dari kuman yang mempengaruhi manusia melalui
terkontaminasi makanan atau air. Organisme kausatif yang paling umum adalah
Staphylococcus atau Escherechia coli.
Keracunan makanan ini bisa diakibatkan karena adanya bentuk kerusakan bahan
pangan oleh mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme pada bahan pangan
ataupun makanan dapat menyebabkan berbagai perubahan fisik dan kimiawi. Apabila
perubahan tersebut tidak diinginkan atau tidak dapat diterima konsumen maka bahan
pangan tersebut dinyatakan telah rusak. Bentuk kerusakan bahan pangan ataupun
makanan oleh karena mikroorganisme adalah sebagai berikut:
1. Berjamur, disebabkan oleh kapang aerobik, banyak tumbuh pada
permukaan bahan
2. Pembusukan (rots), bahan menjadi lunak dan berair
3. Berlendir, pertumbuhan bakteri di permukaan yang basah akan dapat
menyebabkan flavor dan bau yang menyimpang serta pembusukan bahan
pangan dengan pembentukan lendir.
4. Perubahan warna, beberapa mikroorganisme menghasilkan koloni-koloni
yang berwarna atau mempunyai pigmen yang memberi warna pada
bahan yang tercemar
5. Berlendir kental seperti tali
6. Kerusakan fermentative
7. Pembusukan bahan berprotein
Makanan yang pada dasarnya telah mengandung zat berbahaya, tetapi tetap
dikonsumsi manusia karena ketidaktahuan mereka dapat dibagi menjadi 3 golongan :
a) Secara alami makanan itu memang telah mengandung zat kimia beracun,
misalnya, singkong yang mengandung HCN, ikan dan kerang yang
mengandung unsur toksik tertentu (logam berat, misalnya Hg dan Cd) yang
dapat melumpuhkan sistem saraf dan napas.
b) Makanan dijadikan sebagai media perkembangbiakan sehingga dapat
menghasilkan toksin yang berbahaya bagi manusia, misalnya dalam kasus
keracunan makanan akibat bakteri (bacterial food poisoning).
c) Makanan sebagai perantara. Jika suatu makanan yang terkontaminasi
dikonsumsi manusia, di dalam tubuh manusia agent penyakit pada makanan
5
itu memerlukan masa inkubasi untuk berkembang biak dan setelah beberapa
hari dapat mengakibatkan munculnya gejala penyakit. Contoh penyakitnya
antara lain typhoid abdominalis dan disentri basiler
Semua
bagian
tanaman
tersebut
mengandung
obat
10
12
13
c. Dehidrasi
Dehidrasi disebabkan kekurangan cairan tubuh dan elektrolit.
Dehidrasi adalah gejala lanjutan dari muntah dan diare. Apabila
terlalu parah perlu diberikan cairan pengganti langsung seperti infus.
Adapun gejala-gejala lainnya yang dapat ditimbulkan oleh keracunan
makanan antara lain :
2.1.4
Demam
Sesak nafas
Koma
Sakit otot
penatalaksanaan
keracunan
makanan,
ada
baiknya
kita
14
Selain itu perlu juga untuk mengetahui gambaran klinis dari pasien
meliputi :
a. Kesadaran
Komposmentis
Apatis
Somnolen
Soporus
Koma
b. Vital Sign
Tekanan darah
Nadi
Suhu
Pernapasan
Urine
15
Penatalaksanaannya meliputi :
a. Korban Sadar
Tentukan derajat dehidrasi pasien.
Berikan rehidrasi sesuai dengan derajat dehidrasi pasien.
Berikan obat golongan absorben guna menyerap racun yanga ada
didalam usus , jangan menghentikan diarenya kecuali jika pasien
dalam keadaan dehidrasi parah.
Jangan berikan antiemtik sebab muntah merupakan mekanisme
pengeluaran benda asing yang ada ditubuh. Berikan hanya jika
pasien dehidrasi parah.
Tidak diperkenankan melakukan rangsang muntah jika pasien
berada dalam kondisi tidak sadar atau karena keracunan zat
korotf.
Pantau selalu kondisi pasien hingga pasien membaik.
2.2
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari
200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air
besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai
lendir dan darah. Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung
kurang dari 14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.
Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang
terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan virus, bakteri, dan
parasit.
2.2.1
Patofisiologi
Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis
menjadi diare non inflamasi dan diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan
invasi bakteri dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri
dengan diare yang disertai lendir dan darah. Gejala klinis yang menyertai
keluhan abdomen seperti mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah,
demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin
secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati
sel leukosit polimorfonuklear. Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh
enterotoksin yang mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar tanpa
lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya minimal atau tidak ada sama
sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang
tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak
ditemukan leukosit. Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik
dapat dibagi menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan
17
motilitas. Diare osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap
meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga
terjadi diare. Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase
atau akibat garam magnesium. Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport
elektrolit baik absorbsi yang berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini
dapat terjadi akibat toksin yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau
pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek, atau laksantif non osmotik.
Beberapa hormon intestinal seperti Gastrin Vasoactive Intestinal Polypeptide
(VIP) juga dapat menyebabkan diare sekretorik.
Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik
usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat
infeksi bakteri atau bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy,
Inflamatory Bowel Disease (IBD) atau akibat radiasi. Kelompok lain adalah
akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu tansit usus menjadi lebih
cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus irritabel atau
diabetes mellitus.
Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri
paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan
penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan
mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang
invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses.
Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen
meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan
mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri
18
dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi
pertahanan mukosa usus.
2.2.2
Manifestasi Klinis
Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan atau
demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang
berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat
menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan
renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis
metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat
badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol,
turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini
disebabkan deplesi air yang isotonik. Karena kehilangan bikarbonas,
perbandingan bikarbonas berkurang, yang mengakibatkan penurunan pH darah.
Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga frekwensi nafas
lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk
mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan
asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah,
pCO2 normal dan base excess sangat negatif.
Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa
renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun
sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas
dingin dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare akut juga
dapat timbul aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan menyebabkan
perfusi ginjal menurun dan akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera
19
diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti
pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis
metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah
dengan pemusatan yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini
penting karena dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima
rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.
2.2.3
Pemeriksaan Laboratorium
Evaluasi laboratorium pasien tersangka diare infeksi dimulai dari
20
2.2.4
Bacillus cereus
Bacillus cereus adalah bakteri batang gram positif, bersifat
aerobik, dan membentuk spora. Enterotoksin dari Bacillus cereus
menyebabkan gejala muntah dan diare, dengan gejala muntah lebih
dominan. Gejala dapat ditemukan pada 1-6 jam setelah asupan makanan
terkontaminasi, dan masa berlangsungnya penyakit kurang dari 24 jam.
Gejala akut mual, muntah, dan nyeri abdomen, yang seringkali berakhir
setelah 10 jam. Gejala diare terjadi pada 8-16 jam setelah asupan
makanan terkontaminasi dengan gejala diare cair dan kejang abdomen.
Mual dan muntah jarang terjadi. Terapi dengan rehidrasi oral dan
antiemetik.
Clostridium botulinum
Bakteri Clostridium botulinum menghasilkan racun yang
mencegah transmisi impuls saraf ke otot . Mual, muntah dan kram
perut adalah gejala umum yang ditimbulkannya. Efek dimulai pada
syaraf di kepala sehingga menyebabkan penglihatan kabur/ganda dan
kesulitan menelan,
menyebabkan
kemudian
kelumpuhan
menyebar
otot
lengan,
ke
punggung
otot
sehingga
pernapasan,
dan
mungkin juga otot kaki. Gejala ini biasanya muncul 4-36 jam setelah
menelan toksin, tetapi bisa memakan waktu hingga delapan hari.
Makanan kaleng adalah sumber utama botulisme (keracunan
botulinum). Selain itu, botulisme juga dapat bersumber dari makanan
bayi, yang dapat berakibat fatal bagi kelompok usia ini. Cara terbaik
22
perawatan.
Dengan
tersedianya
antitoksin,
90%
Clostridium perfringens
Clostridium perfringens adalah bakteri batang gram positif,
bersifat anaerob, dan membentuk spora. Bakteri ini sering menyebabkan
keracunan makanan akibat dari enterotoksin dan biasanya sembuh
sendiri. Gejala berlangsung setelah 8-24 jam setelah asupan produkproduk daging yang terkontaminasi, diare cair dan nyeri epigastrium,
kemudian diikuti dengan mual, dan muntah dan demam jarang terjadi.
Gejala ini akan berakhir dalam waktu 24 jam. Pemeriksaan
mikrobiologis bahan makanan dengan isolasi lebih dari 105 organisme
per gram makanan, menegakkan diagnosa keracunan makanan karena
Clostridium perfringens. Pulasan cairan fekal menunjukkan tidak adanya
sel
polimorfonuklear,
pemeriksaan
laboratorium
lainnya
tidak
Vibrio cholerae
Vibrio cholerae adalah bakteri batang gram negative yang dapat
menyebabkan diare dengan menimbulkan dehidrasi berat, kematian
23
dapat terjadi setelah 3-4 jam pada pasien yang tidak dirawat. Toksin
kolera dapat mempengaruhi transport cairan pada usus halus dengan
meningkatkan cAMP, sekresi, dan menghambat absorpsi cairan.
Penyebaran kolera dari makanan dan air yang terkontaminasi. Gejala
awal adalah distensi abdomen dan muntah, yang secara cepat menjadi
diare berat, diare seperti air cucian beras. Pasien kekurangan elektrolit
dan volume darah. Demam ringan dapat terjadi. Kimia darah terjadi
penurunan elektrolit dan cairan dan harus segera digantikan yang sesuai.
Kalium dan bikarbonat hilang dalam jumlah yang signifikan, dan
penggantian yang tepat harus diperhatikan. Biakan feses dapat ditemukan
Vibrio cholerae. Target utama terapi adalah penggantian cairan dan
elektrolit yang agresif. Kebanyakan kasus dapat diterapi dengan cairan
oral. Kasus yang parah memerlukan cairan intravena. Antibiotik dapat
mengurangi volume dan masa berlangsungnya diare. Tetrasiklin 500 mg
tiga kali sehari selama 3 hari, atau doksisiklin 300 mg sebagai dosis
tunggal, merupakan pilihan pengobatan. Perbaikan yang agresif pada
kehilangan cairan menurunkan angka kematian (biasanya < 1 %). Vaksin
kolera oral memberikan efikasi lebih tinggi dibandingkan dengan vaksin
parenteral.
Escherechia coli
Escherechia coli yang bersifat patogen adalah penyebab utama
diare pada pelancong. Mekanisme patogen yang melalui enterotoksin dan
invasi mukosa. Ada beberapa agen penting, yaitu :
1. Enterotoxigenic E. coli (ETEC)
24
b. Infeksi Invasif
Shigella spp.
Organisme Shigella spp. menyebabkan disentri basiler dan
menghasilkan respons inflamasi pada kolon melalui enterotoksin dan
invasi bakterinya.
25
penyebaran
bakteri.
Trimetoprim-sulfametoksazole
atau
Salmonella nontyphoid
Salmonella nontyphoid adalah penyebab utama keracunan
makanan di Amerika Serikat. Salmonella enteriditis dan Salmonella
typhimurium merupakan penyebabnya. Awal penyakit dengan gejala
26
demam, menggigil, dan diare, diikuti dengan mual, muntah, dan kejang
abdomen. Lamanya berlangsung biasanya kurang dari 7 hari.
Pulasan kotoran menunjukkan sel darah merah dan sel darah
putih se. Kultur darah positip pada 5-10 % pasien kasus dan sering
ditemukan pada pasien terinfeksi HIV.
Terapi pada Salmonella nonthypoid tanpa komplikasi dengan
hidrasi adekuat. Penggunaan antibiotik rutin tidak disarankan, karena
dapat meningkatan resistensi bakteri. Antibiotik diberikan jika terjadi
komplikasi salmonellosis, usia ekstrem (bayi dan berusia > 50 tahun),
immunodefisiensi, tanda atau gejala sepsis, atau infeksi fokal
(osteomilitis,
abses).
Pilihan
antibiotik
adalah
trimetoprim-
Salmonella typhi
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi adalah penyebab
demam tiphoid. Demam tiphoid dikarakteristikkan dengan demam
panjang, splenomegali, delirium, nyeri abdomen, dan manifestasi
sistemik lainnya. Penyakit tiphoid adalah suatu penyakit sistemik dan
memberikan
gejala
primer
yang
berhubungan
dengan
traktus
Yersinia
28
Spesies
Yersinia
adalah
coccobacill,
gram-negatif.
29
BAB III
METODE PENYELIDIKAN
(EPIDEMIOLOGI)
Metode yang dipakai itu ialah metode Cross Sectional Study yakni yang
memiliki pengertian secara definitif, peneliti mencari hubungan antara variabel bebas
(faktor resiko) dengan variabel tergantung (efek) dengan melakukan pengukuran sesaat.
Langkah-langkah dalam Cross Sectional Study itu terdapat 5 langkah, yakni:
1. Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis yang sesuai
Di dalam kasus skenario ini mungkin dapat kami asumsikan
pertanyaan yang dikemukakan adalah berkaitan dengan waktu anamnesis
yang dilakukan sama dokter yang memeriksa, beberapa pertanyaan
mungkin bisa diajukan seperti:
a. Apa menu makanan yang anda konsumsi tadi?
b. Apa saja makanan yang telah dikonsumsi tadi?
c. Apakah setelah mengkonsumsi makanan itu terjadi gangguan
pencernaaan?
Setelah melakukan anamnesis nantinya bisa mempermudah untuk
pemeriksaan fisiknya juga. Setelah kami anamnesis, berdasarkan
skenario ini kami membuat hipotesis bahwasanya karyawan yang
mengkonsumsi menu A yang ditambah perkedel kornet serta karyawan
yang mengkonsumsi menu B dapat menderita diare, muntah, dan pusing
(keracunan).
2. Mengidentifikasi variabel bebas dan tergantungnya
Variabel yang berdasarkan skenario ini, kami membuat bahwa
variabel bebasnya (faktor resiko) yakni mengkonsumsi makan siang
menu A dan mengkonsumsi makan siang menu B. Sedangkan untuk
variabel terikatnya, kami membuat menjadi diare dan tidak diare,
sehingga kami memutuskan membuatnya menjadi table 2 x 2 untuk hal
tersebut.
30
Efek
Faktor
Resiko
Menu A
Menu B
Jumlah
Diare
Tidak Diare
Jumlah
A=5
C = 60
(A+C) = 65
B = 45
D = 90
(B+D) = 135
(A+B) = 50
(C+D) = 150
(A+B+C+D) = 200
Keterangan :
A : Karyawan yang mengkonsumsi menu A + perkedel kornet dan diare
B : Karyawan yang mengkonsumsi menu A tanpa perkedel kornet dan
tidak diare
C : Karyawan yang mengkonsumsi menu B secara utuh dan diare
D : Karyawan yang mengkonsumsi menu b tidak utuh atau tanpa
perkedel kornet dan tidak diare
3. Menetapkan subyek penelitian
Subyek penelitiannya ialah karyawan perusahaan X yang dapat
jatah makan siang sebagai populasinya dan karyawan yang terkena diare
(keracunan) itu sebagai sampelnya.
4. Melaksanakan pengukuran
Pengukurannya
dilaksanakan
secara
wawancara
dan
bisa dilakukan
pada
saaat
anamnesisnya
serta
perlunya
31
BAB IV
HASIL PENYELIDIKAN
4.1
Deskripsi Pasien
Pasien merupakan karyawan dari perusahaan X yang telah memakan
menu yang mengandung kornet yang di duga menjadi penyebab keracunan
makanan sehingga pasien mengalami diare, mual, muntah yang merupakan
gejala yang terjadi akibat keracunan makanan tersebut.
4.2
4.3
4.4
Berikan 1-2 gelas air sedikit demi sedikit untuk mengencerkan racun
Berikan norit yasng telah dilarutkan dalam 1 gelas air (dosis 1gr/kg BB)
Pasien ditidurkan
upaya mencari pengobatan lebih baik. Pemantauan kondisi dehidrasi adalah hal
yang utama bila terjadi keracunan berat karena apabila dehidrasi ini tidak
ditangani akan menyebabkan kematian. Apabila dehidrasi berat ditemukan pada
pasien segera lakukan rehidrasi secepat mungkin.
4.5
4.6
Tindak Lanjut
Setelah dilakukuan pemeriksaan pada sampel untuk mengetahui
kebenarannya, dilanjutkan dengan meneliti keadaan tempat catering atau took
tempat memesan makanan yang dicurigai menjadi sumber kontaminasi makanan
tersebut. Setelah itu apabila positif sumber pencemaran berasal dari tempat
tersebut maka hal yang terpenting dilakukan ialah memperbaiki higienisitas
tempat, cara membuat makanan dan tentunya adalah orang-orang yang
mengkonsumsi harus bisa menjaga kebersihan agar tidak menjadi sumber
pencemaran bagi makanan yang dikonsumsinya.
4.7
34
35
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
5.1
5.2
Sesudah
ke
WC,
sebelum
makan
atau
menyiapkan
Pemantauan suhu
38
5.3
Penatalaksanaan
5.4
BAB VI
39
KESIMPULAN
Gejala diare, mual, dan muntah yang diderita para karyawan merupakan akibat
dari keracunan makanan
Keracunan yang terjadi akibat makanan yang dimakan oleh para karyawan
khususnya kornet telah terkontaminasi oleh bakteri pathogen.
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah tetap menjaga kebersihan baik itu di
tempat cathering maupun di perusahaan
DAFTAR PUSTAKA
41