You are on page 1of 3

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.1.1 Definisi Masalah
Dengan bertambahnya usia harapan hidup orang Indonesia, maka jumlah manusia
lanjut usia di Republik ini akan bertambah banyak pula. Sehingga masalah penyakit akibat
ketuaan akan semakin banyak kita hadapi. Salah satu penyakit yang harus diantisipasi adalah
semakin banyaknya penyakit osteoporosis dan patah tulang yang diakibatkannya (Bayu
Santoso, 2001)
Osteoporosis atau pengeroposan tulang merupakan gangguan dalam keseimbangan
antara pembentukan dan perombakan tulang yang terjadi pada usia lanjut, khususnya pada
wanita dalam usia menopause. Keseimbangan tersebut dipengaruhi oleh vitamin
D3 (kalsitriol) yang menstimulasi sel-sel osteoblast (sel-sel pembangun tulang) dalam
pembentukan tulang. Kalsitriol merupakan bentuk vitamin D yang diaktifkan oleh ginjal
sehingga penurunan fungsi ginjal yang umumnya terjadi pada manula akan mempengaruhi
keberadaan kalsitriol tersebut. Disamping kalsitriol, nutrient seperti kalsium dan fosfor juga
dibutuhkan sebagai bahan baku dalam pembentukan tulang.
Osteoporosis adalah penyakit tulamg sisitemik yang ditandai oleh penurunan
mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Pada tahun
2001, National Institute of Health (NIH) mengajukan definisi baru osteoporosis sebagai
penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh compromised bone strength sehingga tulang
mudah patah ( Sudoyo, 2009 ).

1.1.2 Persentasi Masalah


Pada tahun 60 tahun ke depan akan terjadi perubahan demografik yang akan
meningkatkan populasi warga usia lanjut dan meningkatkan terjadinya patah tulang karena
osteoporosis. Jumlah penderita patah tulang akibat osteoporosis yang pada tahun 1990
mencapai 1,7 juta akan menjadi 6,3 juta pada tahun 2050, kecuali jika ada tindakan
pencegahan yang agresif (Joewono Soeroso, 2001).
Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka berbagai penyakit degeneratif dan
metabolik, termasuk osteoporosis akan menjadi problem muskuluskeletal yang memerlukan
perhatian khusus, terutama dinegara berkembang, termasuk indonesia. Pada tahun 1990,
ternyata jumlah penduduk yang berusia 55 tahun atau lebih mencapai 9,2%, meningkat 50%
dibandingkan survey tahun 1971. Dengan demikian, kasus osteoporosis dengan berbagai
akibat akan meningkat ( Sodoyo, 2009 )
Penelitian Roeshadi di Jawa Timur, mendapatkan bahwa puncak massa tulang dicapai
pada usia 30-34 tahun dan rata-rata kehilangan massa tulang pasca menopause adalah 1,4%
tahun. Penelitian yang dilakukan di klinik Reumatologi RSCM mendapatkan faktor resiko
osteoporosis yang meliputi umur, lamanya menopause dan kadar estrogen yang rendah,

sedangkan faktor proteksinya adalah kadar estrogen yang tinggi, riwayat berat badan
lebih/obesitas dan latihan yang teratur ( Sudoyo, 2009 ).
1.1.3 Kronologi Masalah
Osteoporosis adalah kelainan dimana terdapat reduksi atau penurunan dari massa total
tulang. Kecepatan resorpsi tulang lebih cepat daripada kecepatan pembentukan tulang. Tulang
menjadi keropos secara progresif,rapuh, mudah patah,dan mudah fraktur.(Bunner dan
Suddert,1996)
Salah satu penyebab osteoporosis adalah pengetahuan gizi yang rendah. Penyakit ini
dipengarui oleh beberapa faktor penyebab, diantaranya faktor resiko turunan, faktor makanan
dan hormon, faktor vitamin D.
Proses pembentukan dan penimbunan sel-sel tulang mencapai kepadatan maksimal berjalan
paling efisien sampai umur mencapai 30 tahun, dengan bertambahnya usia, semakin sedikit
jaringan tulang yang dibuat. Dengan usia yang lanjut, jaringan tulang yang hilang semakin
banyak. Penelitian memperlihatkan bahwa setalah mencapai usia 40 tahun, akan kehilangan
tulang sebesar 0,5% setiap tahunnya. Pada wanita dalam masa pascamenopause,
keseimbangan kalsium menjadi negatif dengan tingkat 2 kali lipat dibanding sebelum
menopause. Faktor hormonal menjadi sebab mengapa wanita dalam masa pascamenopause
mempunyai resiko lebih besar untuk menderita osteoporosis. Pada masa menopause, terjadi
penurunan kadar hormon estrogen. Estrogen memang merupakan salah satu faktor terpenting
dalam mencegah hilangnya kalsium tulang. Selain itu, estrogen juga merangsang aktivitas
osteoblas serta menghambat kerja hormon paratiroid dalam merangsang osteoklas.
1.1.4 Solusi Masalah
Diet bersama aktivitas fisik dan olahraga memainkan peranan yang utama dalam
pencegahan osteoporosis. Penyakit ini, yang akan timbul sendiri dalam usia 60 atau 70-an
tahun, dapat dicegah atau paling tidak diperlambat proses perjalanannya jika kecukupan
nutrient seperti kalsium, fosfor dan fluor sudah diperkirakan sejak dini, yaitu saat
perkembangan tulang pada masa embrio. Karena itu preparat kalsium perlu diberikan kepada
ibu yang hamil. Selanjutnya osteoporosis dapat dicegah hingga taraf yang bermakna jika
asupan kalsium dan vitamin D dalam makanan dapat dipertahankan pada tingkat yang
optimal disepanjang usia bayi, kanak-kanak, remaja dan awal usia dewasa. Masa puncak
tulang diperkirakan terjadi pada usia kurang-lebih 35 tahun, dengan demikian asupan kalsium
dan vitamin D harus dipertahankan sesuai dengan AKG sampai usia ini. Setelah usia 35
tahun, status kalsium dan vitamin D tidak begitu memberikan dampak terhadap kesehatan
tulang. Namun, karena penurunan kalsitriol dalam tubuh manula akan mengurangi absorpsi
kalsium dalam usus, maka asupan kalsium perrlu ditingkatkan sampai sekitar 1500mg/hari
(pada orang dewasa, AKG kalsium 800-1000mg/hari).
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana kebutuhan vitamin D pada lansia dengan Osteoporosis?
2.
Bagaimana proses pembentukan vitamin D pada osteoporosis?
3.
Apa akibat dari kekurangan vitamin D pada osteoporosis ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami hubungan antara kebutuhan vitamin D pada lansia dengan
osteoporosis.
1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu memahami bagaimana kebutuhan vitamin D pada lansia dengan


osteoporosis.
b. Mahasiswa mampu memahami proses pembentukan vitamin D pada osteoporosis.
c. Mahasiswa mampu memahami dampak dari kekurangan vitamin D pada lansia dengan
osteoporosis.

You might also like