Professional Documents
Culture Documents
Riwayat penyakit
Keluhan utama yang menyebabkan pasien dibawa berobat. Keluhan utama tidak
harus sejalan dengan diagnosis utama.
Pada anamnesis pasien didapat hasil sebagai berikut : seorang anak laki-laki
usia 1 tahun, datang dengan keluhan berupa bercak, beruntus kemerahan yang
terasa gatal pada badan, kedua tungkai atas dan bawah sejak 2 minggu yang
lalu. Kelainan kulit pertama kali timbul saat berusia 6 bulan, pasien pernah
diobati kedokter penyakit kulit dan kelamin diberi salep kortikosteroid
terdapat perbaikan. Kedua orang tua pasien memiliki riwayat asma.
3.2.2 Pemeriksaan
3.2.2.1 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dermatitis atopik dilakukan dalam bentuk pemeriksaan
kulit, yang dibagi menjadi dua berdasarkan lokalisasi dan efloresensinya. Lokalisasi pada bayi
2
adalah pada kedua pipi, kepala, badan, lipat siku, lipat lutut manakala pada anak, adalah di
tengkuk, lipat siku, lipat lutut dan pada dewasa adalah di tengkuk, lipat lutut, lipat siku,
punggung kaki.1
Berdasarkan efloresensi atau sifat-sifatnya, pada bayi terjadi eritema
berbatas tegas, papula atau vesikel miliar disertai erosi dan eksudasi serta krusta. Manakala pada
anak, terjadi papula-papula miliar, likenifikasi, tidak eksudatif dan pada dewasa biasanya terjadi
hiperpigmentasi, kering dan likenifikasi.1
Pada pemeriksaan fisik pasien terdapat bercak dan beruntus kemerahan
yang terasa gatal pada badan, kedua tungkai atas dan bawah.
3.2.2.2 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan darah
tepi untuk melihat adakah adanya eosinofilia. Kadar serum dapat ditemukan
dalam serum penderita dermatitis atopik. Berbagai media berperan sebagai
kemudahan terhadap eosinofil untuk menuju ke tempat peradangan dan kemudian
mengeluarkan berbagai zat antara lain Major Basic Protein (MBP). Peninggian
kadar eosinofil dalam darah terutama pada MBP.2
Dapat juga dilakukan pemeriksaan imunologi untuk melihat kadar IgE
serum. IgE serum dapat diperiksa dengan metode ELISA. Ditemukan 80% pada
penderita dermatitis atopik menunjukkan peningkatan kadar IgE dalam serum
terutama bila disertai gejala atopi ( alergi ). 2 Konsentrasi plasma TNF-a
meningkat pada penderita dermatitis atopik dibandingkan penderita asma
bronkhial. Limfosit T di daerah tepi pada penderita dermatitis atopik mempunyai
jumlah absolut yang normal atau berkurang. Dapat diperiksa dengan pemeriksaan
imunofluouresensi terlihat aktifitas sel T-helper menyebabkan pelepasan sitokin
yang berperan pada patogenesis dermatitis atopik.
Uji tusuk boleh dilakukan. Pajanan alergen udara (100 kali konsentrasi)
yang dipergunakan untuk tes intradermal yang dapat memacu terjadinya hasil
positif. Pemeriksaan biakan dan resistensi kuman dilakukan bila ada infeksi
sekunder untuk menentukan jenis mikroorganisme patogen serta antibiotika yang
sesuai. Sampel pemeriksaan diambil dari pus tempat lesi penderita.2
Dermatografisme putih yaitu penggoresan pada kulit normal akan
menimbulkan 3 respon, yakni akan tampak garis merah di lokasi penggoresan
selama 15 menit, selanjutnya mennyebar ke daerah sekitar, kemudian timbul
edema setelah beberapa menit. Namun, pada penderita atopik bereaksi lain, garis
merah tidak disusul warna kemerahan, tetapi timbul kepucatan dan tidak timbul
edema.3
3
3.2.5 Epidemiologi
Oleh karena definisi secara klinis tidak ada yang tepat, maka untuk
menginterpretasi hasil penelitian epidemiologik harus berhati-hati. Berbagai penelitian
menyatakan bahwa prevalensi DA makin meningkat sehingga merupakan masalah kesehatan
besar. Berbagai faktor lingkungan berpengaruh terhadap prevalensi DA.
Dermatitis atopik cenderung diturunkan. Lebih dari seperempat anak dari seorang
ibu yang menderita atopi akan mengalami dermatitis atopik pada masa kehidupan 3 bulan
pertama. Bila salah satu orang tua menderita atopi, lebih separuh jumlah anak akan mengalami
gejala alergi sampai usia 2 tahun dan meningkat sampai 79% bila kedua orang tua menderita
atopi. Risiko mewarisi dermatitis atopik lebih tinggi bila ibu yang menderita dermatitis atopik
dibandingkan dengan ayah. Tetapi, bila dermatitis atopik yang dialami berlanjut hingga masa
dewasa, maka risiko untuk mewariskan kepada anaknya sama saja yaitu kira-kira 50%.4
Berdasarkan rekapulitasi yang dilakukan oleh Kelompok Studi Dermatologi Anak
(KSDA) dari lima kota besar di Indonesia pada tahun 2000, DA masih menempati tempat
pertama (23,67%)dari 10 penyakit kulit besar anak.
3.2.6 Patofisiologi
Pada DA sistem imun memiliki peran yang penting dan terdapat tiga komponen
utama yang berperan, yaitu respons sel T, antigen presenting cell (APC), dan keratinosit. Berikut
ini akan dijelaskan lebih dalam tentang peran masing masing komponen tersebut terhadap
terjadinya dermatitis atopik.
Respons sel T
Pada saat lahir, efektor sel T yang predominan merespons terhadap infeksi adalah
sel Th-2. Seiring bertambahnya usia, maka respons Th-2 akan digantikan oleh Th-1 yang lebih
predominan. Pada dermatitis atopik episode akut, sel Th-2 tetap berperan sebagai respons utama
terhadap pajanan antigen. Peningkatan kadar sel Th-2 yang terdapat pada pasien dermatitis
atopik baik yang lesional dan non-lesional menandakan bahwa bagian kulit yang tidak terlibat
juga mengalami respons hipersensitivitas terhadap alergen. Sel Th-2 memproduksi sitokin
sitokin seperti IL-4, IL-5, dan IL-13 yang menginduksi diferensiasi sel Th-2 dari prekursor sel
CD4+ naive, meningkatkan produksi IgE dari sel B dan menekan produksi dari antimikroba
peptida (AMP) oleh keratinosit. AMP berperan dalam mekanisme imunitas alamiah dengan cara
melindungi kulit dari infeksi mikroorganisme patogen. Kegagalan sistem imun untuk berpindah
dari respons Th-2 ke Th-1 dinamakan missing immune deviation.5
APC akan berinteraksi dengan antigen dan mempresentasikan mereka kepada sel
T. Pada kulit penderita dermatitis atopik baik yang lesional dan non-lesional, APC lebih
mengekspresikan jumlah reseptor IgE afinitas tinggi (high-affinity) daripada kulit yang nonatopik.2 Setelah mengikat IgE, sel Langerhans mempresentasikan antigen kepada sel T naive,
menstimulasi diferensiasi mereka menjadi sel efektor Th-2 dan menginduksi sensitisasi terhadap
antigen. Begitu juga ketika antigen terikat kepada IgE pada permukaan sel dendritik, maka akan
dilepaskan sitokin sitokin proinflamasi dalam jumlah yang besar, menstimulasi sel T dan
mengamplifikasi respons inflamasi alergi.
Keratinosit
Terdapat dua mekanisme yang sudah diketahui mengenai keratinosit yang
berperan terhadap progresivitas dan keparahan dari dermatitis atopik. Yang pertama, keratinosit
epidermal dari penderita dermatitis atopik memproduksi kemokin dan sitokin yang unik setelah
terjadi kerusakan mekanik atau interaksi dengan sitokin sitokin inflamasi. Peningkatan ekspresi
GM-CSF, IL-1, IL-18, dan TNF- oleh keratinosit menyebabkan diferensiasi sel dendritik dari
prekursor monosit dan aktivasi sel T yang berkontribusi untuk pelepasan sitokin proinflamasi,
aktivasi sel B, dan pelepasan histamin.2 Mekanisme yang kedua, keratinosit dari pasien dengan
dermatitis atopik mengekspresikan jumlah AMP yang lebih sedikit dari individu normal. Hal ini
meningkatkan kolonisasi mikroba dalam kulit, oleh karena itu biasanya terdapat infeksi kulit
yang berulang pada pasien pasien dengan dermatitis atopik.
terutama bagian ekstensor. Pada usia 2 tahun, sebagian besar penderita sembuh, sebagian
berlanjut menjadi bentuk anak.5
3.2.10 Penatalaksanaan
Pengobatan DA tidak bersifat menghilangkan penyakit tapi untuk menghilangkan
gejala dan mencegah kekambuhan. Pasien dengan DA lebih sensitif terhadap bahan-bahan iritan.
Oleh sebab itu, penting untuk mengenalpasti faktor-faktor pemicu DA pada pasien misalnya
sabun dan detergen, pajanan terhadap suhu yang ekstrem.
Pengobatan secara farmakologis pula terbagi kepada dua yaitu secara topikal atau
sistemik. Pengobatan secara topikal adalah dengan:
1. Hidrasi kulit: kulit penderita dermatitis atopik kering dan fungsi sawarnya berkurang,
mudah retak sehingga mempermudah masuknya mikroorganisme patogen, bahan iritan
dan alergen. Pada kulit yang demikian perlu pelembab.
2. Kotikosteroid topikal; pengobatan dermatiti atopik dengan kortikosteroid topikal adalah
yang paling sering digunakan sebagai anti-inflamasi lesi kulit. Namun demikian harus
waspada karena dapat terjadi efek samping yang tidak diinginkan. Pada bayi digunakan
salap steroid. Pada anak dan dewasa dipakai steroid berpotensi menengah, misalnya
triamisolon. Kotikosteroid berpotensi rendah juga dipakai di daerah genitalia dan
intertriginosa, jangan digunakan yang berpotensi kuat misalnya fluorinated
glucocorticoid. Bila aktivitas penyakit telah terkontrol, dipakai secara intermiten,
umumnya 2 kali seminggu, untuk menjaga agar tidak cepat kambuh; sebaiknya dengan
kortikosterois yang potensinya paling rendah. Pada lesi akut yang basah dikompres
dahulu sebelum digunakan steroid, misalnya dengan larutan burowi, atau dengan larutan
permanganas kalikus 1:5000.
3. Imunomodulator topikal: takrolimus adalah suatu penghambat calcineurin, menghambat
aktivitasi sel yang terlibat dalam DA yaitu: sel langerhans, sel T, sel mast, dan keratinosit.
Takrolimus dapat digunakan untuk anak (salep 0,03%) maupun dewasa (salep 0,03% dan
0,1%). Pimekrolimus, suatu senyawa askomisin yaitu imunomodulator golongan
makrolaktam. Cara pemakaian keduanya adalah dioleskan 2 kali sehari.
4. Preparat ter: preparat ter mempunyai efek anti puritus dan anti inflamasi pada kulit,
misalnya yang mengandung likuor karbonis detergen 2-5%
Manakala pengobatan secara sistemik pula digunakan:
1. Kortikosteroid : digunakan untuk mengendalikan eksaserbasi akut dalam jangka pendek,
dan dosis rendah, diberikan berselang-seling, atau diberikan bertahap (tapering),
kemudian segera diganti dengan kortikosteroid topikal
2. Antihistamin: digunakan untuk membantu mengurangi rasa gatal yang hebat, terutama
malam hari, sehingga mengganggu tidur. Oleh karena itu anti histamin yang dipakai ialah
yang mempunyai efek sedatif, misalnya hidroksisin atau difenhidramin.
3. Antimikroba: bila ada indikasi.
10
3.2.11 Prognosis
Tujuh puluh lima persen DA tipe infantil dan anak akan sembuh spontan pada
umur 10-14 tahun. Sebagian akan berkesinambungan dengan kulit yang sensitif dan cenderung
terjadi DA akibat iritan primer yang mudah terkontrol.
3.3 Kesimpulan
Kesimpulannya, dermatitis atopik adalah penyakit kulit yang sering terdapat
dirumah sakit dan tidak diketahui penyebabnya. Jadi, untuk menanganinya, haruslah mengetahui
faktor-faktor pemicu dan yang memberatkannya. Setelah diketahui, diusahakan untuk
mengeridikasi faktor-faktor tersebut. Dermatitis atopik mempunyai prognosis yang baik dan
mudah terkontrol.
4.0 Daftar Pustaka
1. Klauss W, Richard J. Fitzpatricks color atlas and synopsis of clinical dermatology.
7th ed. New York: McGraw Hill Professional; 2013.p.33-5
2. William D.J, Timothy G.B, Dirk M.E. Andrews' diseases of the skin. 11st ed.
United States; Saunders Elsevier; 2011.p.142-6
3. Paul K.B, Rachael M. ABC of dermatology, 5 ed. : John Wiley & Sons; 2013
4. Thomas P., Md. Habif, Thomas P. Habif. Clinical dermatology: A color guide to
diagnosis and therapy. 4th ed. England. Mosby, Inc.; 2003
5. David G., Michael R.A. Dermatology: An Illustrated Colour Text. 5th ed.
England.
Elsevier
Health
Sciences;
2012
11