Professional Documents
Culture Documents
KATA PENGANTAR
Bencana tanah longsor merupakan fenomena alam, yang terjadi karena dipicu oleh proses
alamiah dan aktivitas manusia yang tidak terkendali dalam mengeksploitasi alam. Proses
alamiah sangat tergantung pada kondisi curah hujan, tata air tanah (geohidrologi), struktur
geologi, jenis batuan, geomorfologi, dan topografi lahan. Sedangkan aktivitas manusia
terkait dengan perilaku dalam mengeksploitasi alam untuk kesejahteraan manusia, sehingga
akan cenderung merusak lingkungan, apabila dilakukan dengan intensitas tinggi dan kurang
terkendali.
Pemanfaatan ruang sebagai salah satu bentuk aktivitas manusia, dalam wujud penguasaan,
penggunaan, serta pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam lainnya. Dalam
Keppres No.32 Tahun 1990 kawasan rawan bencana longsor telah ditetapkan sebagai
kawasan lindung, namun dalam prakteknya telah terjadi pelanggaran dalam
pemanfaatannya, sehingga diperlukan upaya pengendalian terhadap pemanfaatan ruang
pada kawasan tersebut. Pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan rawan bencana
longsor, dilakukan dengan mencermati konsistensi, baik kesesuaian dan keselarasan antara
rencana tata ruang dengan pemanfaatan ruang.
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor,
merupakan produk yang diharapkan dapat dijadikan sebagai rujukan dan pegangan bagi
stakeholders pembangunan di wilayah provinsi/kabupaten/kota, dalam pengendalian
pemanfaatan ruang. Dikaitkan dengan kebijakan yang ada, secara umum pedoman ini
merupakan penjabaran dai UU No.24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang, serta petunjuk
teknis terhadap pengelolaan kawasan lindung dan budidaya, yang tertuang dalam PP No.47
tahun 1997 Tentang RTRWN.
Kedudukan pedoman adalah sebagai bagian dan pelengkap dari Kepmen KIMPRASWIL
No.327/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Penyusunan dan Peninjauan Kembali RTRW
Provinsi/Kabupaten/Kota, dan bersama-sama dengan pedoman lain dapat digunakan sebagai
petunjuk operasional awal bagi pemerintah daerah, dalam pengendalian pemanfaatan ruang
di wilayahnya. Selanjutnya untuk mendapatkan hasil yang lebih operasional dan tepat
sasaran, pedoman ini diharapkan dapat ditindaklanjuti dan dikembangkan oleh pemerintah
daerah, sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing.
Demikian pedoman ini disusun dengan harapan dapat bermanfaat dan dikembangkan lebih
lanjut.
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah
Direktorat Jenderal Penataan Ruang
Junius Hutabarat
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
........................................................................................
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
...........................................................................................
DAFTAR TABEL
..........................................................................................
i
ii
iv
v
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................
1.2 Tujuan dan Sasaran Pedoman .....................................................
1.3 Manfaat Pedoman
.....................................................................
1.4 Sistematika Pedoman ..................................................................
1-1
1-1
1-2
1-2
2-1
2-4
2-4
3-1
3-1
3-2
3-4
3-4
4-1
4-2
4-2
4-5
4-6
4-7
4-17
4-18
4-18
4-18
4-24
ii
4.7
4.8
LAMPIRAN
L.1
4-32
4-32
4-33
4-35
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Gambar 3.1
Gambar 4.1
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
4.2
L.1-1
L.1-2
L.1-3
L.1-4
L.1-5
L.1-6
L.1-7
L.1-8
L.1-9
Gamb. L.1-10
Gamb. L.1-11
Gamb. L.1-12
Gamb. L.1-13
Gamb. L.1-14
Gamb. L.1-15
Gamb. L.1-16
2-4
3-2
4-22
4-23
L.1-9
L.1-9
L.1-10
L.1-10
L.1-11
L.1-11
L.1-12
L.1-14
L.1-14
L.1-15
L.1-15
L.1-15
L.1-16
L.1-17
L.1-17
L.1-18
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1
..
4-6
Tabel 4.2
4-8
4-11
Tabel 4.4
4-14
Tabel 4.5
4-25
Tabel 4.6
4-27
Tabel 4.7
4-29
4-36
4-38
Tabel 4.3
Tabel 4.8
Tabel 4.9
BAB 1 PENDAHULUAN
1- 1
PANDAHULUAN
Memuat penjelasan tentang latar belakang penyusunan pedoman, tujuan
dan sasaran, manfaat pedoman, serta sistematika pedoman.
BAB 2
KETENTUAN UMUM
Pembahasan mencakup pengertian umum yang digunakan dalam
pedoman, kedudukan pedoman pengendalian pemanfaatan ruang di
kawasan rawan bencana longsor, serta dasar hukum yang menjelaskan
keterkaitan dengan kebijakan maupun pedoman yang ada.
BAB 3
BAB 4
1- 3
3.
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang
udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lainnya
hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya;
4.
Tata Ruang adalah wujud dari struktur dan pola pemanfaatan ruang, baik
direncanakan maupun tidak direncanakan;
5.
6.
7.
8.
Pola Pemanfaatan Ruang adalah tata guna tanah, air, udara, dan sumber
daya alam lainnya dalam wujud penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan
tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya;
9.
10. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya;
11. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup, yang mencakup sumber daya alam
dan sumber daya buatan;
12. Kawasan Budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,
sumber daya manusia, dan sumber daya buatan;
2- 1
13. Zona adalah kawasan dengan peruntukan khusus yang memiliki potensi atau
permasalahan yang mendesak untuk ditangani dalam mewujudkan tujuan
perencanaan dan pengembangan kawasan;
14. Area adalah bagian (sub-sistem) dari kawasan fungsional;
15. Tipologi Kawasan adalah penggolongan kawasan sesuai dengan karakter
dan kualitas kawasan, lingkungan, pemanfaatan ruang, penyediaan
prasarana dan sarana lingkungan, yang terdiri dari kawasan mantap,
dinamis, dan peralihan;
16. Bencana Alam adalah fenomena atau proses alamiah, yang sering
dipengaruhi oleh aktivitas manusia, yang mengakibatkan terjadinya korban
jiwa atau kerugian pada manusia;
17. Kawasan Rawan Bencana Alam adalah kawasan yang sering atau
berpotensi tinggi mengalami bencana alam;
18. Gerakan Tanah adalah suatu proses perpindahan massa tanah/batuan
dengan arah tegak, mendatar atau miring dari kedudukan semula, karena
pengaruh gravitasi, arus air dan beban luar. Dalam pengertian ini tidak
termasuk erosi, aliran lahar, amblesan, penurunan tanah karena konsolidasi,
dan pengembangan;
19. Longsoran adalah suatu proses perpindahan massa tanah/batuan dengan
arah miring dari kedudukan semula, sehingga terpisah dari massa yang
mantap, karena pengaruh gravitasi; dengan jenis gerakan berbentuk rotasi
dan translasi;
20. Daerah Berpotensi Longsor adalah daerah dengan kondisi terrain dan
geologi tidak menguntungkan, dan sangat peka terhadap gangguan luar,
baik yang bersifat alami maupun aktivitas manusia sebagai faktor pemicu
gerakan tanah;
21. Longsoran Setempat adalah longsoran lokal yang tidak mencakup daerah
luas, dan umumnya sederhana;
22. Satuan Wilayah Sungai (SWS) adalah kesatuan wilayah tata pengairan
sebagai pengembangan satu atau lebih daerah pengaliran sungai;
23. Daerah Pengaliran Sungai (DPS) adalah kesatuan wilayah tata air yang
terbentuk secara alamiah, dimana air meresap dan/atau mengalir ke
permukaan tanah melalui sungai, anak sungai dalam wilayah tersebut;
24. Sumber-sumber Air adalah tempat-tempat dan wadah-wadah tampungan
air, baik yang terdapat di atas maupun di bawah permukaan tanah;
2- 2
2- 3
6.
2- 4
7.
Gambar 2.1
Kedudukan Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan
Rawan Bencana Longsor Dalam Penataan Ruang
UNDANG-UNDANG
NO.24 TAHUN 1992
PP No.47 Tahun 1997
Keppres No.32 Tahun 1990
Peraturan Pemerintah
Terkait
Kepmen Kimpraswil
No.327/KPTS/M/2002
Pedoman
Penyusunan dan
Peninjauan Kembali RTRW
Provinsi/Kabupaten/Kota
4 3
2 1
1.4
1.3
1.2
1.1
Pedoman
Pengendalian Pemanfaatan
Ruang di Kawasan Rawan
Bencana Longsor
Rencana Tenis
Ruang (RTR)
2- 5
3- 1
Pegunungan/Perbukitan
Rawan Longsor
Dataran Tinggi
Dataran Rendah
Rawan Banjir
Gambar 3.1
Pembagian Ruang Kawasan Potensi Rawan Bencana Banjir dan Longsor
Berdasarkan gambaran tersebut terlihat adanya keterkaitan antara pola
penanganan kawasan rawan longsor dan rawan banjir, karena pola pengelolaan
kawasan rawan longsor di bagian hulu, mempunyai dampak besar terhadap
kawasan rawan banjir yang ada di bagian hilir.
3.3 Kebijakan Pokok Pemanfaatan Ruang
Rencana tata ruang berisi kebijakan pokok pemanfaatan ruang berupa struktur
dan pola pemanfaatan ruang dalam kurun waktu tertentu. Pola pemanfaatan
ruang disusun untuk mewujudkan keserasian dan keselarasan pemanfaatan ruang
bagi kegiatan budidaya dan non budidaya (lindung). Sedangkan struktur ruang
dibentuk untuk mewujudkan susunan dan tatanan pusat-pusat permukiman yang
secara hirarkis dan fungsional saling berhubungan.
Pemanfaatan ruang diwujudkan melalui program pembangunan, dan pola
pemanfaatan ruang yang mengacu pada rencana tata ruang akan menciptakan
terwujudnya kelestarian lingkungan. Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan
rawan bencana longsor dilakukan dengan mencermati konsistensi (kesesuaian dan
keselarasan) antara rencana tata ruang dengan pemanfaatan ruang.
3- 2
3- 3
3- 4
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
3- 5
Daerah Tekuk Lereng, yaitu peralihan antara lereng curam ke lereng landai,
4- 1
4- 2
5. Kegempaan.
Lereng pada daerah rawan gempa sering pula rawan terhadap gerakan tanah.
4- 3
4- 4
kondisi alam (dalam hal ini kemiringan lereng, lapisan tanah/batuan, struktur
geologi, curah hujan, dan geohidrologi lereng),
pemanfaatan lereng,
kepadatan penduduk dalam suatu kawasan, serta
kesiapan penduduk dalam mengantisipasi bencana longsor.
Pedoman ini disusun secara khusus untuk kawasan rawan bencana longsor, yaitu
mencakup kawasan yang rentan mengalami gerakan tanah, tetapi masih
dimanfaatkan untuk kegiatan atau kepentingan manusia, yang tingkat
kewaspadaan dan kesiapan untuk mengantisipasi terjadinya bencana longsor,
masih relatif rendah.
Variasi tingkat kerawanan suatu kawasan rawan bencana longsor, dibedakan
menjadi:
(1) Kawasan dengan Tingkat Kerawanan Tinggi
Merupakan kawasan dengan potensi yang tinggi untuk mengalami gerakan
tanah dan cukup padat pemukimannya, atau terdapat konstruksi bangunan
sangat mahal atau penting. Kawasan ini sering mengalami gerakan tanah
(longsoran), terutama pada musim hujan atau saat gempa bumi terjadi.
(2) Kawasan dengan Tingkat Kerawanan Menengah
Merupakan kawasan dengan potensi yang tinggi untuk mengalami gerakan
tanah, namun tidak ada permukiman serta konstruksi bangunan yang
terancam relatif tidak mahal dan tidak penting.
4- 5
Tingkat Kerawanan
Arahan
1.
2.
Dapat dibangun/dikembangkan
bersyarat
3.
Dapat dibangun/dikembangkan
dengan sederhana
4- 6
Penanaman vegetasi yang tepat sangat penting dalam mengendalikan laju air
yang mengalir ke arah hilir, atau kearah lereng bawah.
4- 8
4- 9
4 - 10
4 - 11
4 - 12
4 - 13
4 - 14
4 - 15
4 - 16
4 - 17
(4) Pertambangan
Dapat dimanfaatkan dengan syarat meliputi:
a. Memperhatikan kestabilan lereng dan lingkungan
b. Didukung dengan upaya reklamasi lereng
4.5.3
Umum
a)
dengan :
Fotocopy KTP pemohon;
Fotocopy tanda bukti kepemilikan tanah;
Gambar Rencana Bangunan;
Fotocopy tanda lunas PBB tahun terakhir;
Syarat-syarat lain yang ditentukan oleh Bupati/Walikota setempat.
dengan:
Fotocopy KTP pemaohon;
Fotocopy tanda bukti kepemilikan tanah;
Fotocopy tanda lunas PBB tahun terakhir;
Surat pernyataan ijin tetangga untuk bangunan dua lantai ke atas;
Ijin lokasi dan site plan;
Upaya pengelolaan lingkungan (AMDAL, UPL, UKL, SPPL, PIL Banjir);
Memperhatikan substansi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999
Tentang Jasa Konstruksi;
Syarat-syarat lain yang ditentukan oleh Bupati/Walikota setempat.
e. Permohonan ijin yang lengkap persyaratannya selanjutnya diproses olah
b)
kurang
lengkap
tersebut;
b. Permohonan ijin ditolak apabila:
4 - 19
d)
2.b.
a)
b)
kurang
lengkap
penolakan tersebut;
Kabupaten/Kota;
Pada Gambar 4.1 disajikan skema prosedur ijin lokasi, sedangkan pada Gambar
4.2 ditampilkan diagram prosedur umum pengurusan IMB di Kabupaten/Kota.
4 - 21
4 - 22
4 - 23
4.6.2
Berdasarkan Tipologi
Tipologi A
Tipologi B
Tipologi C
:
:
:
4 - 25
4 - 26
4 - 27
4 - 28
4 - 29
4 - 30
2.a.
Industri/Pabrik
Tidak diijinkan.
2.b.
2.c.
2.d.
Pertambangan
Persyaratan pendukung untuk mekanisme perijinan pemanfaatan kawasan
rawan bencana longsor untuk pertambangan, meliputi:
a. Memenuhi persyaratan sesuai dengan mekanisme perijinan umum, yang
dapat dilihat pada sub bab sebelumnya.
4 - 31
4 - 32
4 - 33
(3)
(4)
(5)
4 - 35
Tabel 4.8
Faktor Keamanan Minimum Kemantapan Lereng
(KepMen PU. No.378/KPTS/1987)
Resiko *)
Tinggi
Menengah
Rendah
Keterangan:
*)
**)
Kondisi Beban
Dengan Gempa
Tanpa Gempa
Dengan Gempa
Tanpa Gempa
Dengan Gempa
Tanpa Gempa
Teliti
1,50
1,80
1,30
1,50
1,10
1,25
Resiko tinggi bila ada konsekuensi terhadap manusia cukup besar (ada permukiman), dan atau
bangunan sangat mahal, dan atau sangat penting
Resiko menengah bila ada konsekuensi terhadap manusia tetapi sedikit (bukan permukiman),
dan atau bangunan tidak begitu mahal, dan atau tidak begitu penting
Resiko rendah bila tidak ada konsekuensi terhadap manusia dan terhadap bangunan (sangat
murah).
Kekuatan geser maksimum adalah harga puncak dan dipakai apabila massa tanah/batuan yang
berpotensi longsor tidak mempunyai bidang diskontinuitas (perlapisan, retakan/rekahan, sesar
dan sebagainya), dan belum pernah mengalami gerakan;
Kekuatan Geser Residual (Sisa) digunakan apabila
9 Massa tanah/batuan yang potensial bergerak mempunyai bidang diskontinuitas, dan atau
9 Pernah bergerak, walau tidak mempunyai bidang diskontinuitas
4 - 36
4 - 37
Kemiringan Lereng
Maksimum
20-25%
2-3%
15%
Kemiringan Lereng
Minimum
0%
0,05%
0%
Kemiringan
Optimum
2%
1%
0,05%
12%
10%
8%
7%
5%
4%
3%
3-4%
1%
0,05%
0%
1%
2%
pada lereng dengan kemiringan lebih dari 40o, dapat menambah pembebanan
pada lereng sehingga menambah gaya penggerak tanah pada lereng.
i. Perlu diterapkan sistem terasering dan drainase yang tepat pada lereng
Pengaturan sistem terasering bertujuan untuk melandaikan lereng, sedangkan
sistem drainase berfungsi untuk mengontrol air agar tidak membuat jenuh
massar tanah pada lereng. Hal ini mengingat kondisi air yang berlebihan pada
lereng akan mengakibatkan peningkatan bobot massa pada lereng, atau
tekanan air pori yang dapat memicu terjadinya longsoran.
Sistem drainase dapat berupa drainase permukaan untuk mengalirkan air
limpasan hujan menjauhi lereng, dan drainase bawah permukaan untuk
mengurangi kenaikan tekanan air pori dalam tanah.
j. Mengosongkan lereng dari kegiatan manusia
Apabila gejala awal terjadinya gerakan tanah/longsoran telah muncul,
terutama pada saat hujan lebat atau hujan tidak lebat tetapi berlangsung terus
menerus mulai pagi hingga siang dan sore/malam, segera kosongkan lereng
dari kegiatan manusia. Meskipun hujan telah reda, selama satu atau dua hari,
jangan kembali terlebih dahulu ke lereng yang sudah mulai menunjukkan
gejala akan longsor.
4 - 39
Gambar 4.1
Prosedur Ijin Lokasi (PMNA/KBPN No.2 tahun 1999)
PMA
PEMOHON
UU
NO.11/1970
PEMBANGUNAN
LAINNYA
PMDN
UU
NO.12/1970
RTR
KAB/KOTA
KANTOR
PERTANAHAN/
SEKRETARIAT
SURVEI
IDENTIFIKASI
LAPANGAN
BUPATI/
WALIKOTA
RAKOR
1. Walikota/Bupati
2. BPN
3. Bappeda
4. Instansi Terkait
5. Camat/Lurah/Kades
PEMOHON INVESTOR
1. KTP Pemohon
2. Akte Pertanahan
3. Proposal
4. NPWP
5. Peta/Sket Lokasi
6. Pernyataan bersedia
membebaskan/ganti
rugi tanah
7. Data persyaratan lain
yang ditetapkan oleh
Pemerintah Kab/Kota
IZIN LOKASI
(IL)
TANPA MELALUI IL
1. Tanah sendiri
2. Sudah dikuasai
3. Kawasan industri
4. Otorita
5. Perluasan usaha
6. Kurang 15 Ha Ru
7. Kurang 1 Ha Ur
8. Tanah pemegang
saham
9. Surat keterangan
perolehan dan
penggunaan tanah
oleh Kepala Kantor
Pertanahan setempat
Tanah mana
Milik siapa
Ukuran
Luas
Harga pasar
Penggunaan
Kualitas
Status tanah
Adat istiadat
Budaya
Data lain
SURAT PERNYATAAN
PERSETUJUAN LOKASI
PEMOHON DAN
INSTANSI TERKAIT
MASYARAKAT DESA
KELURAHAN/KEC.
PENGIRIMAN SK
IJIN LOKASI (IL)
PROSES SK
IJIN LOKASI (IL)
PENERTIBAN SK
IJIN LOKASI (IL)
Gambar 4.2
Digram Prosedur Pengurusan IMB di Kabupaten/Kota
PENELITIAN
PERSYARATAN
TIDAK
LENGKAP
PEMOHON
DINAS TEKNIS
TERKAIT
LENGKAP
RTRW
Kabupaten/
Kota
PROSES
Advis
Planning
MEMENUHI
MEMBAYAR
RETRIBUSI
IMB
SURVEI
IDENTIFIKASI
LAPANGAN
DITOLAK DAN
DIKEMBALIKAN
No
1
1.
Tipologi
Tabel 4.2
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA LONGSOR
(TIPOLOGI A - DAERAH LERENG BUKIT/PERBUKITAN DAN GUNUNG/PEGUNUNGAN)
Karakteristik
Kawasan Rawan
Bencana Longsor *)
Tingkat
Kerawanan
Daerah lereng
bukit, lereng
perbukitan,
lereng gunung,
dan lereng
pegunungan
Hutan Kota
Hutan Rakyat
Pertanian Sawah
Pertanian Semusim
Perkebunan
Peternakan
10
11
A.1. Tinggi
(potensi terjadi
longsoran tinggi,
serta ada resiko
korban jiwa dan
atau kerusakan
bangunan
penting/mahal)
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Dipilih jenis dan
pola tanam yang
tepat
- Pemotongan
dan penggalian
lereng harus
dihindari
A.2. Menengah
s.d. Rendah
(potensi terjadi
longsoran tinggi
namun kecil
resiko atau tidak
beresiko
mengakibatkan
korban jiwa dan
atau kerusakan
bangunan;
atau potensi
terjadi longsoran
rendah namun
ada resiko korban
jiwa dan atau
kerusakan
bangunan)
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Dipilih jenis dan
pola tanam yang
tepat
- Menggunakan
sistem terasering
dan drainase
lahan yang tepat
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Dipilih jenis dan
pola tanam yang
tepat
- Menggunakan
sistem terasering
dan drainase
lahan yang tepat
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Dipilih jenis dan
pola tanam yang
tepat
- Menggunakan
sistem terasering
dan drainase
lahan yang tepat
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Dipilih jenis dan
pola tanam yang
tepat
- Menggunakan
sistem terasering
dan drainase
lahan yang tepat
- Transportasi
untuk kendaraan
roda 4
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Dipilih jenis dan
pola tanam yang
tepat
- Menggunakan
sistem terasering
dan drainase
lahan yang tepat
- Transportasi
untuk kendaraan
roda 4
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Dipilih jenis dan
pola tanam yang
tepat
- Menggunakan
sistem terasering
dan drainase
lahan yang tepat
- Transportasi
untuk kendaraan
roda 4
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Menggunakan
sistem terasering
- Transportasi
untuk kendaraan
roda 4
- Ternak dengan
sistem kandang
19
Diutamakan
untuk
kawasan
hutan lindung
Tabel 4.2
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA LONGSOR
(TIPOLOGI A - DAERAH LERENG BUKIT/PERBUKITAN DAN GUNUNG/PEGUNUNGAN)
No
1
1.
Tipologi
Lanjutan ..
Karakteristik
Kawasan Rawan
Bencana Longsor *)
Tingkat
Kerawanan
Daerah lereng
bukit, lereng
perbukitan,
lereng gunung,
dan lereng
pegunungan
Pertambangan
Peruntukan Industri
Industri
Pariwisata
Permukiman
Transportasi
10
11
A.1. Tinggi
(potensi terjadi
longsoran tinggi,
serta ada resiko
korban jiwa dan
atau kerusakan
bangunan
penting/mahal)
- Dapat dibangun
sebagai Hutan Wisata
- Pemotongan dan
penggalian lereng harus
dihindari
- Transportasi bagi
pejalan kaki dan
dilengkapi dengan
prasarana yang
memadai
- Tidak mengganggu
kestabilan lereng
dan lingkungan
A.2. Menengah
s.d. Rendah
(potensi terjadi
longsoran tinggi
namun kecil
resiko atau tidak
beresiko
mengakibatkan
korban jiwa dan
atau kerusakan
bangunan;
atau potensi
terjadi longsoran
rendah namun
ada resiko korban
jiwa dan atau
kerusakan
bangunan)
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Menggunakan
sistem terasering
dan drainase
lahan yang tepat
- Transportasi
untuk kendaraan
roda 4
- Dipilih konstruksi
kolam dan
sistem drainase
yang tepat untuk
meminimalkan
penjenuhan pada
lereng
Dapat ditambang
dengan syarat:
- Tidak
mengganggu
kestabilan lereng
dan lingkungan
- Didukung dengan
upaya reklamasi
lereng
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Tidak
mengganggu
kestabilan lereng
dan lingkungan
- Dilengkapi
dengan sistem
drainase yang
tepat untuk
meminimalkan
penjenuhan pada
lereng
- Diperlukan
perkuatan lereng/
tebing dan atau
sistem terasiring
- Bangunan tidak
boleh > 2 lantai
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Telah dilakukan
penyelidikan geologi
teknik, analisis
kestabilan lereng
dan daya dukung
tanah/lereng
- Dilengkapi dengan
sistem drainase yang
tepat untuk
meminimalkan
penjenuhan pada
lereng
- Diperlukan
perkuatan lereng/
tebing dan atau
sistem terasiring
- Bangunan tidak
boleh > 2 lantai
19
Diutamakan
untuk
kawasan
hutan lindung
Tipologi
Tabel 4.3
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA LONGSOR
(TIPOLOGI B - DAERAH KAKI BUKIT/PERBUKITAN DAN GUNUNG/PEGUNUNGAN)
Karakteristik
Kawasan Rawan
Bencana Longsor *)
2.
No
Daerah kaki
bukit, kaki
perbukitan,
kaki gunung,
dan kaki
pegunungan
Tingkat
Kerawanan
4
Hutan Kota
Hutan Rakyat
Pertanian Sawah
Pertanian Semusim
Perkebunan
Peternakan
10
11
B.1. Tinggi
(potensi terjadi
longsoran tinggi,
serta ada resiko
korban jiwa dan
atau kerusakan
bangunan
penting/mahal)
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Dipilih jenis dan
pola tanam yang
tepat
- Pemotongan
dan penggalian
lereng harus
dihindari
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Dipilih jenis dan
pola tanam yang
tepat
- Pemotongan
dan penggalian
lereng harus
dihindari
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Dipilih jenis dan
pola tanam yang
tepat
- Pemotongan
dan penggalian
lereng harus
dihindari
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Dipilih jenis dan
pola tanam yang
tepat
- Menggunakan
sistem terasering
dan drainase
lahan yang tepat
- Transportasi
untuk pejalan
kaki
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Dipilih jenis dan
pola tanam yang
tepat
- Menggunakan
sistem terasering
dan drainase
lahan yang tepat
- Transportasi
untuk pejalan
kaki
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Dipilih jenis dan
pola tanam yang
tepat
- Menggunakan
sistem terasering
dan drainase
lahan yang tepat
- Transportasi
untuk pejalan
kaki
B.2. Menengah
s.d. Rendah
(potensi terjadi
longsoran tinggi
namun kecil
resiko atau tidak
beresiko
mengakibatkan
korban jiwa dan
atau kerusakan
bangunan;
atau potensi
terjadi longsoran
rendah namun
ada resiko korban
jiwa dan atau
kerusakan
bangunan)
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Dipilih jenis dan
pola tanam yang
tepat
- Pemotongan
dan penggalian
lereng harus
dihindari
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Dipilih jenis dan
pola tanam yang
tepat
- Pemotongan
dan penggalian
lereng harus
dihindari
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Dipilih jenis dan
pola tanam yang
tepat
- Pemotongan
dan penggalian
lereng harus
dihindari
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Dipilih jenis dan
pola tanam yang
tepat
- Menggunakan
sistem terasering
dan drainase
lahan yang tepat
- Transportasi
untuk kendaraan
roda 4
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Dipilih jenis dan
pola tanam yang
tepat
- Menggunakan
sistem terasering
dan drainase
lahan yang tepat
- Transportasi
untuk kendaraan
roda 4
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Dipilih jenis dan
pola tanam yang
tepat
- Menggunakan
sistem terasering
dan drainase
lahan yang tepat
- Transportasi
untuk kendaraan
roda 4
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Menggunakan
sistem terasering
- Transportasi
untuk kendaraan
roda 4
- Ternak dengan
sistem kandang
19
Diutamakan
untuk kawasan
pertanian dan
pariwisata
terbatas
Tabel 4.3
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA LONGSOR
(TIPOLOGI B - DAERAH KAKI BUKIT/PERBUKITAN DAN GUNUNG/PEGUNUNGAN)
Tipologi
Lanjutan ..
Karakteristik
Kawasan Rawan
Bencana Longsor *)
2.
No
Daerah kaki
bukit, kaki
perbukitan,
kaki gunung,
dan kaki
pegunungan
Tingkat
Kerawanan
4
Pertambangan
Peruntukan Industri
Industri
Pariwisata
Permukiman
Transportasi
10
11
B.1. Tinggi
(potensi terjadi
longsoran tinggi,
serta ada resiko
korban jiwa dan
atau kerusakan
bangunan
penting/mahal)
- Dapat dibangun
sebagai Hutan Wisata
- Pemotongan dan
penggalian lereng
harus dihindari
- Transportasi bagi
pejalan kaki dan
dilengkapi dengan
prasarana yang
memadai
- Tidak mengganggu
kestabilan lereng
dan lingkungan
B.2. Menengah
s.d. Rendah
(potensi terjadi
longsoran tinggi
namun kecil
resiko atau tidak
beresiko
mengakibatkan
korban jiwa dan
atau kerusakan
bangunan;
atau potensi
terjadi longsoran
rendah namun
ada resiko korban
jiwa dan atau
kerusakan
bangunan)
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Menggunakan
sistem terasering
dan drainase
lahan yang tepat
- Transportasi
untuk kendaraan
roda 4
- Dipilih konstruksi
kolam dan
sistem drainase
yang tepat untuk
meminimalkan
penjenuhan pada
lereng
Dapat ditambang
dengan syarat:
- Tidak
mengganggu
kestabilan lereng
dan lingkungan
- Didukung dengan
upaya reklamasi
lereng
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Tidak
mengganggu
kestabilan lereng
dan lingkungan
- Dilengkapi
dengan sistem
drainase yang
tepat untuk
meminimalkan
penjenuhan pada
lereng
- Diperlukan
perkuatan lereng/
tebing dan atau
sistem terasiring
- Bangunan tidak
boleh > 2 lantai
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Telah dilakukan
penyelidikan
geologi teknik,
analisis
kestabilan lereng
dan daya dukung
tanah/lereng
- Dilengkapi
dengan sistem
drainase yang
tepat untuk
meminimalkan
penjenuhan pada
lereng
- Diperlukan
perkuatan lereng/
tebing dan atau
sistem terasiring
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Telah dilakukan
penyelidikan
geologi teknik,
analisis
kestabilan lereng
dan daya dukung
tanah/lereng
- Dilengkapi
dengan sistem
drainase yang
tepat untuk
meminimalkan
penjenuhan pada
lereng
- Diperlukan
perkuatan lereng/
tebing dan atau
sistem terasiring
- Lintasan jalan
mengikuti pola
kontur lereng
19
Diutamakan
untuk kawasan
pertanian dan
pariwisata
terbatas
No
Tipologi
Tabel 4.4
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA LONGSOR
(TIPOLOGI C - DAERAH TEBING SUNGAI)
Karakteristik
Kawasan Rawan
Bencana Longsor *)
Tingkat
Kerawanan
Hutan Kota
Hutan Rakyat
Pertanian Sawah
Pertanian Semusim
Perkebunan
Peternakan
3.
Daerah Tebing
Sungai
10
11
C.1. Tinggi
(potensi terjadi
longsoran tinggi,
serta ada resiko
korban jiwa dan
atau kerusakan
bangunan
penting/mahal)
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Dipilih jenis dan
pola tanam yang
tepat
- Pemotongan
dan penggalian
lereng harus
dihindari
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Dipilih jenis dan
pola tanam yang
tepat
- Pemotongan
dan penggalian
lereng harus
dihindari
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Dipilih jenis dan
pola tanam yang
tepat
- Pemotongan
dan penggalian
lereng harus
dihindari
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Dipilih jenis dan
pola tanam yang
tepat
- Menggunakan
sistem terasering
dan drainase
lahan yang tepat
- Transportasi
untuk pejalan
kaki
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Dipilih jenis dan
pola tanam yang
tepat
- Menggunakan
sistem terasering
dan drainase
lahan yang tepat
- Transportasi
untuk pejalan
kaki
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Dipilih jenis dan
pola tanam yang
tepat
- Menggunakan
sistem terasering
dan drainase
lahan yang tepat
- Transportasi
untuk pejalan
kaki
C.2. Menengah
s.d. Rendah
(potensi terjadi
longsoran tinggi
namun kecil
resiko atau tidak
beresiko
mengakibatkan
korban jiwa dan
atau kerusakan
bangunan;
atau potensi
terjadi longsoran
rendah namun
ada resiko korban
jiwa dan atau
kerusakan
bangunan)
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Dipilih jenis dan
pola tanam yang
tepat
- Pemotongan
dan penggalian
lereng harus
dihindari
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Dipilih jenis dan
pola tanam yang
tepat
- Pemotongan
dan penggalian
lereng harus
dihindari
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Dipilih jenis dan
pola tanam yang
tepat
- Pemotongan
dan penggalian
lereng harus
dihindari
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Dipilih jenis dan
pola tanam yang
tepat
- Menggunakan
sistem terasering
dan drainase
lahan yang tepat
- Transportasi
untuk kendaraan
roda 4
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Dipilih jenis dan
pola tanam yang
tepat
- Menggunakan
sistem terasering
dan drainase
lahan yang tepat
- Transportasi
untuk kendaraan
roda 4
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Dipilih jenis dan
pola tanam yang
tepat
- Menggunakan
sistem terasering
dan drainase
lahan yang tepat
- Transportasi
untuk kendaraan
roda 4
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Menggunakan
sistem terasering
- Transportasi
untuk kendaraan
roda 4
- Ternak dengan
sistem kandang
19
Diutamakan
untuk kawasan
hutan lindung
atau kawasan
pertanian
terbatas
Tabel 4.4
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA LONGSOR
(TIPOLOGI C - DAERAH TEBING SUNGAI)
Tipologi
Lanjutan ..
Karakteristik
Kawasan Rawan
Bencana Longsor *)
3.
No
Daerah Tebing
Sungai
Tingkat
Kerawanan
4
Pertambangan
Peruntukan Industri
Industri
Pariwisata
Permukiman
Transportasi
10
11
C.1. Tinggi
(potensi terjadi
longsoran tinggi,
serta ada resiko
korban jiwa dan
atau kerusakan
bangunan
penting/mahal)
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Menggunakan
sistem terasering
dan drainase
lahan yang tepat
- Dipilih konstruksi
kolam dan
sistem drainase
yang tepat untuk
meminimalkan
penjenuhan pada
lereng
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Tidak mengganggu
kestabilan lereng
dan lingkungan
- Dilengkapi dengan
sistem drainase yang
tepat untuk penjenuhan
pada lereng
- Diperlukan
perkuatan lereng/
tebing dan atau
sistem terasiring
C.2. Menengah
s.d. Rendah
(potensi terjadi
longsoran tinggi
namun kecil
resiko atau tidak
beresiko
mengakibatkan
korban jiwa dan
atau kerusakan
bangunan;
atau potensi
terjadi longsoran
rendah namun
ada resiko korban
jiwa dan atau
kerusakan
bangunan)
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Menggunakan
sistem terasering
dan drainase
lahan yang tepat
- Transportasi
untuk kendaraan
roda 4
- Dipilih konstruksi
kolam dan
sistem drainase
yang tepat untuk
meminimalkan
penjenuhan pada
lereng
Dapat ditambang
dengan syarat:
- Tidak
mengganggu
kestabilan lereng
dan lingkungan
- Didukung dengan
upaya reklamasi
lereng
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Tidak
mengganggu
kestabilan lereng
dan lingkungan
- Dilengkapi
dengan sistem
drainase yang
tepat untuk
meminimalkan
penjenuhan pada
lereng
- Diperlukan
perkuatan lereng/
tebing dan atau
sistem terasiring
- Bangunan tidak
boleh > 2 lantai
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Telah dilakukan
penyelidikan
geologi teknik,
analisis
kestabilan lereng
dan daya dukung
tanah/lereng
- Dilengkapi
dengan sistem
drainase yang
tepat untuk
meminimalkan
penjenuhan pada
lereng
- Diperlukan
perkuatan lereng/
tebing dan atau
sistem terasiring
Dapat dibangun
dengan syarat:
- Telah dilakukan
penyelidikan geologi
teknik, analisis
kestabilan lereng
dan daya dukung
tanah/lereng
- Dilengkapi dengan
sistem drainase yang
tepat untuk
meminimalkan
penjenuhan pada
lereng
- Diperlukan perkuatan
lereng/tebing dan atau
sistem terasiring
- Lintasan jalan
mengikuti pola
kontur lereng
19
Diutamakan
untuk kawasan
hutan lindung
atau kawasan
pertanian
terbatas
Tabel 4.2
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA LONGSOR
(TIPOLOGI A - DAERAH LERENG BUKIT/PERBUKITAN DAN GUNUNG/PEGUNUNGAN)
Tipologi
Lanjutan .
Karakteristik
Kawasan Rawan
Bencana Longsor
*)
1.
No
Tipologi Kerawanan
Tinggi
Menengah
Rendah
Tinggi
Menengah
Rendah
Daerah lereng
- Hutan Produksi
- Hutan Kota
bukit, lereng
- Pertanian Sawah
- Pariwisata
perbukitan,
- Pertanian Semusim
lereng gunung,
- Peternakan
dan lereng
- Perikanan
pegunungan
- Pertambangan
a. Rekayasa teknis
- Peruntukan Industri
gunung
- Industri
(Hutan Lindung)
dengan syarat:
kolom 4
a. Rekayasa teknis
pemanfaatan ruang
10
- Jika fungsi tidak berubah sebagai kawasan hutan
lindung, maka akan diberikan insentif dan disinsentif
bagi kawasan lindung dan sekitarnya, melalui pola
bagi hasil
- Perlu dirumuskan pola dan mekanisme kerjasama
antar wilayah administrasi, yang tercakup dalam
kesatuan fisik SWS
- Dirumuskannya konsep insentif bagi pendukung
- Permukiman
- Transportasi
gunung
a. Rekayasa teknis
- Hutan Rakyat
- Perkebunan
a. Rekayasa teknis
pelanggar ketentuan
- Sosialisasi kepada stakeholder terkait dengan
arah pengendalian pemanfaatan ruang dan
kawasan rawan bencana longsor
Tabel 4.3
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA LONGSOR
(TIPOLOGI B - DAERAH KAKI BUKIT/PERBUKITAN DAN GUNUNG/PEGUNUNGAN)
Tipologi
Lanjutan .
Karakteristik
Kawasan Rawan
Bencana Longsor
*)
2.
No
Tipologi Kerawanan
Tinggi
Menengah
Rendah
Tinggi
Menengah
Rendah
Daerah kaki
- Peternakan
- Hutan Produksi
bukit, kaki
- Perikanan
- Hutan Kota
perbukitan,
- Pertambangan
- Hutan Rakyat
kaki gunung,
- Peruntukan Industri
- Pertanian Sawah
dan kaki
- Industri
- Pertanian Semusim
pegunungan
- Permukiman
- Perkebunan
a. Rekayasa teknis
- Transportasi
- Pariwisata
gunung
(Hutan Lindung)
dengan syarat:
kolom 4
a. Rekayasa teknis
10
- Jika fungsi tidak berubah sebagai kawasan hutan
lindung, maka akan diberikan insentif dan disinsentif
bagi kawasan lindung dan sekitarnya, melalui pola
bagi hasil
- Perlu dirumuskan pola dan mekanisme kerjasama
antar wilayah administrasi, yang tercakup dalam
kesatuan fisik SWS
- Dirumuskannya konsep insentif bagi pendukung
gunung
a. Rekayasa teknis
pelanggar ketentuan
- Dukungan rekayasa teknik sebagai standar/kriteria
pemanfaatan ruang
a. Rekayasa teknis
dengan syarat:
a. Rekayasa teknis
Tabel 4.4
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA LONGSOR
(TIPOLOGI C - DAERAH TEBING SUNGAI)
Tipologi
Lanjutan .
Karakteristik
Kawasan Rawan
Bencana Longsor
*)
3.
No
Tipologi Kerawanan
Tinggi
Menengah
Rendah
Tinggi
Menengah
Rendah
Daerah Tebing
- Peternakan
- Hutan Produksi
Sungai
- Pertambangan
- Hutan Kota
- Peruntukan Industri
- Hutan Rakyat
- Industri
- Pertanian Sawah
- Permukiman
- Pertanian Semusim
- Transportasi
dengan syarat:
kolom 4
a. Rekayasa teknik
- Perkebunan
dengan syarat:
- Perikanan
a. Rekayasa teknik
a. Rekayasa teknik
- Pariwisata
a. Rekayasa teknik
hingga sedang
c. Menjaga kelestarian lingkungan
- Diijinkan untuk transportasi dengan
dengan syarat:
syarat:
a. Rekayasa teknis
a. Rekayasa teknis
10
- Jika fungsi tidak berubah sebagai kawasan hutan
lindung, maka akan diberikan insentif dan disinsentif
bagi kawasan lindung dan sekitarnya, melalui pola
bagi hasil
- Perlu dirumuskan pola dan mekanisme kerjasama
antar wilayah administrasi, yang tercakup dalam
kesatuan fisik SWS
- Dirumuskannya konsep insentif bagi pendukung
upaya pengendalian pemanfaatan ruang kawasan
rawan bencana, serta desinsentif kepada para
pelanggar ketentuan
- Dukungan rekayasa teknik sebagai standar/kriteria
pemanfaatan ruang
- Sosialisasi kepada stakeholder terkait dengan
arah pengendalian pemanfaatan ruang dan
kawasan rawan bencana longsor
No
1
1.
Tipologi
Tabel 4.5
MEKANISME PERIJINAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA LONGSOR
(TIPOLOGI A - DAERAH LERENG BUKIT/PERBUKITAN DAN GUNUNG/PEGUNUNGAN)
Karakteristik
Kawasan Rawan
Bencana Longsor *)
Tingkat Kerawanan
Daerah lereng
bukit, lereng
perbukitan,
lereng gunung,
dan lereng
pegunungan
Hutan Kota
Hutan Rakyat
Pertanian Sawah
Pertanian Semusim
Perkebunan
Peternakan
10
11
A.1. Tinggi
(potensi terjadi
longsoran tinggi,
serta ada resiko
korban jiwa dan
atau kerusakan
bangunan
penting/mahal)
Tidak diijinkan
- Memenuhi
persyaratan
sesuai dengan
mekanisme
perijinan umum
- Dilengkapi
dengan AMDAL
Tidak diijinkan
Tidak diijinkan
Tidak diijinkan
Tidak diijinkan
Tidak diijinkan
A.2. Menengah
s.d. Rendah
(potensi terjadi
longsoran tinggi
namun kecil
resiko atau tidak
beresiko
mengakibatkan
korban jiwa dan
atau kerusakan
bangunan;
atau potensi
terjadi longsoran
rendah namun
ada resiko korban
jiwa dan atau
kerusakan
bangunan)
- Memenuhi
persyaratan
sesuai dengan
mekanisme
perijinan umum
- Dilengkapi
dengan AMDAL
- Dilengkapi
rencana perkuatan lereng, sistem
drainase dan
pembuatan
terasering
- Memenuhi
persyaratan
sesuai dengan
mekanisme
perijinan umum
- Dilengkapi
dengan AMDAL
- Dilengkapi
rencana perkuatan lereng, sistem
drainase dan
pembuatan
terasering
- Memenuhi
persyaratan
sesuai dengan
mekanisme
perijinan umum
- Dilengkapi
dengan AMDAL
- Dilengkapi
rencana perkuatan lereng, sistem
drainase dan
pembuatan
terasering
- Memenuhi
persyaratan
sesuai dengan
mekanisme
perijinan umum
- Dilengkapi
rencana perkuatan lereng, sistem
drainase dan
pembuatan
terasering
- Jenis tanaman
dan pola tanam
sesuai dengan
peruntukan
lahan
- Dilengkapi dgn
rencana jalan
yang mengikuti
pola kontur
- Memenuhi
persyaratan
sesuai dengan
mekanisme
perijinan umum
- Dilengkapi
rencana perkuatan lereng, sistem
drainase dan
pembuatan
terasering
- Jenis tanaman
dan pola tanam
sesuai dengan
peruntukan
lahan
- Dilengkapi dgn
rencana jalan
yang mengikuti
pola kontur
- Memenuhi
persyaratan
sesuai dengan
mekanisme
perijinan umum
- Dilengkapi
rencana perkuatan lereng, sistem
drainase dan
pembuatan
terasering
- Jenis tanaman
dan pola tanam
sesuai dengan
peruntukan
lahan
- Dilengkapi dgn
rencana jalan
yang mengikuti
pola kontur
- Memenuhi
persyaratan
sesuai dengan
mekanisme
perijinan umum
- Dilengkapi
rencana perkuatan lereng, sistem
drainase dan
pembuatan
terasering
- Dilengkapi dgn
rencana jalan
yang mengikuti
pola kontur
12
- Pengawasan ketat
dengan melibatkan
persyaratan teknik
yang lebih ketat
- Untuk kemudahan
dalam monitoring,
perlu dilakukan
pembaharuan ijin
secara periodik (1 th)
dengan biaya
retribusi yang
meningkat
Tabel 4.5
MEKANISME PERIJINAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA LONGSOR
(TIPOLOGI A - DAERAH LERENG BUKIT/PERBUKITAN DAN GUNUNG/PEGUNUNGAN)
Lanjutan .
1.
Tipologi
No
Karakteristik
Kawasan Rawan
Bencana Longsor *)
Tingkat Kerawanan
Daerah lereng
bukit, lereng
perbukitan,
lereng gunung,
dan lereng
pegunungan
Keterangan
Perikanan
Pertambangan
Peruntukan Industri
Industri
Pariwisata
Permukiman
Transportasi
10
11
A.1. Tinggi
(potensi terjadi
longsoran tinggi,
serta ada resiko
korban jiwa dan
atau kerusakan
bangunan
penting/mahal)
Tidak diijinkan
Tidak diijinkan
Tidak diijinkan
Tidak diijinkan
- Memenuhi
persyaratan sesuai
dengan mekanisme
perijinan umum
- Dilengkapi
dengan AMDAL
- Dilengkapi dgn
laporan hasil
penyelidikan
geologi teknik,
analisa kestabilan
lereng dan daya
dukung tanah
Tidak diijinkan
Tidak diijinkan
A.2. Menengah
s.d. Rendah
(potensi terjadi
longsoran tinggi
namun kecil
resiko atau tidak
beresiko
mengakibatkan
korban jiwa dan
atau kerusakan
bangunan;
atau potensi
terjadi longsoran
rendah namun
ada resiko korban
jiwa dan atau
kerusakan
bangunan)
- Memenuhi
persyaratan
sesuai dengan
mekanisme
perijinan umum
- Dilengkapi
rencana perkuatan lereng, sistem
drainase dan
pembuatan
terasering
- Dilengkapi dgn
rencana jalan
yang mengikuti
pola kontur
- Memenuhi
persyaratan sesuai
dengan mekanisme
perijinan umum
- Dilengkapi rencana
perkuatan lereng,
sistem drainase
- Dilengkapi dengan
laporan hasil
penyelidikan
geologi teknik, analisis
kestabilan lereng dan
daya dukung lereng
- Data rencana
reklamasi lereng
- Estimasi volume
galian dan timbunan
- Rencana
penanggulangan
lahan longsor
Tidak diijinkan
Tidak diijinkan
- Memenuhi
persyaratan
sesuai dengan
mekanisme
perijinan umum
- Dilengkapi dgn
laporan hasil
penyelidikan
geologi teknik,
analis kestabilan
lereng dan daya
dukung lereng
- Dilengkapi
rencana perkuatan lereng, sistem
drainase, dan
gambar
bangunan > 2 lt
serta fasilitas
lainnya
- Memenuhi
persyaratan
sesuai dengan
mekanisme
perijinan umum
- Dilengkapi dgn
laporan hasil
penyelidikan
geologi teknik,
analis kestabilan
lereng dan daya
dukung lereng
- Dilengkapi
rencana perkuatan lereng, sistem
drainase, dan
gambar
bangunan > 2 lt
- Memenuhi
persyaratan
sesuai dengan
mekanisme
perijinan umum
- Dilengkapi dgn
laporan hasil
penyelidikan
geologi teknik,
analis kestabilan
lereng dan daya
dukung lereng
- Dilengkapi
rencana perkuatan lereng, sistem
drainase
- Dilengkapi
rencana lintasan
(alinemen) jalan
12
- Pengawasan ketat
dengan melibatkan
persyaratan teknik
yang lebih ketat
- Untuk kemudahan
dalam monitoring,
perlu dilakukan
pembaharuan ijin
secara periodik (1 th)
dengan biaya
retribusi yang
meningkat
No
Tipologi
Tabel 4.6
MEKANISME PERIJINAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA LONGSOR
(TIPOLOGI B - DAERAH KAKI BUKIT/PERBUKITAN DAN GUNUNG/PEGUNUNGAN)
2.
Karakteristik
Kawasan Rawan
Bencana Longsor *)
3
Daerah kaki
bukit, kaki
perbukitan,
kaki gunung,
dan kaki
pegunungan
Keterangan
Hutan Produksi
Hutan Kota
Hutan Rakyat
B.1. Tinggi
(potensi terjadi
longsoran tinggi,
serta ada resiko
korban jiwa dan
atau kerusakan
bangunan
penting/mahal)
- Memenuhi persyaratan
sesuai dengan
mekanisme
perijinan umum
- Dilengkapi dengan
AMDAL
- Dilengkapi rencana
perkuatan lereng,
sistem drainase dan
pembuatan terasering
- Dilengkapi dengan
rencana jalan yang
mengikuti pola kontur
khusus pejalan kaki
- Memenuhi persyaratan
sesuai dengan
mekanisme
perijinan umum
- Dilengkapi dengan
AMDAL
- Dilengkapi rencana
perkuatan lereng,
sistem drainase dan
pembuatan terasering
- Dilengkapi dengan
rencana jalan yang
mengikuti pola kontur
khusus pejalan kaki
- Memenuhi persyaratan
sesuai dengan
mekanisme
perijinan umum
- Dilengkapi dengan
AMDAL
- Dilengkapi rencana
perkuatan lereng,
sistem drainase dan
pembuatan terasering
- Dilengkapi dengan
rencana jalan yang
mengikuti pola kontur
khusus pejalan kaki
B.2. Menengah
s.d. Rendah
(potensi terjadi
longsoran tinggi
namun kecil
resiko atau tidak
beresiko
mengakibatkan
korban jiwa dan
atau kerusakan
bangunan;
atau potensi
terjadi longsoran
rendah namun
ada resiko korban
jiwa dan atau
kerusakan
bangunan)
- Memenuhi persyaratan
sesuai dengan
mekanisme
perijinan umum
- Dilengkapi dengan
AMDAL
- Dilengkapi rencana
perkuatan lereng,
sistem drainase dan
pembuatan terasering
- Dilengkapi dengan
rencana jalan yang
mengikuti pola kontur
- Memenuhi persyaratan
sesuai dengan
mekanisme
perijinan umum
- Dilengkapi dengan
AMDAL
- Dilengkapi rencana
perkuatan lereng,
sistem drainase dan
pembuatan terasering
- Dilengkapi dengan
rencana jalan yang
mengikuti pola kontur
- Memenuhi persyaratan
sesuai dengan
mekanisme
perijinan umum
- Dilengkapi dengan
AMDAL
- Dilengkapi rencana
perkuatan lereng,
sistem drainase dan
pembuatan terasering
- Dilengkapi dengan
rencana jalan yang
mengikuti pola kontur
Pertanian Sawah
Pertanian Semusim
Perkebunan
Peternakan
10
11
- Dilengkapi rencana
perkuatan lereng,
sistem drainase dan
pembuatan terasering
- Jenis tanaman dan
pola tanam sesuai
dengan peruntukan
lahan
- Dilengkapi dengan
rencana jalan yang
mengikuti pola kontur
khusus pejalan kaki
- Dilengkapi rencana
perkuatan lereng,
sistem drainase dan
pembuatan terasering
- Jenis tanaman dan
pola tanam sesuai
dengan peruntukan
lahan
- Dilengkapi dengan
rencana jalan yang
mengikuti pola kontur
khusus pejalan kaki
- Memenuhi persyaratan
sesuai dengan
mekanisme
perijinan umum
- Dilengkapi rencana
perkuatan lereng,
sistem drainase dan
pembuatan terasering
- Jenis tanaman dan
pola tanam sesuai
dengan peruntukan
lahan
- Dilengkapi dengan
rencana jalan yang
mengikuti pola kontur
- Memenuhi persyaratan
sesuai dengan
mekanisme
perijinan umum
- Dilengkapi rencana
perkuatan lereng,
sistem drainase dan
pembuatan terasering
- Jenis tanaman dan
pola tanam sesuai
dengan peruntukan
lahan
- Dilengkapi dengan
rencana jalan yang
mengikuti pola kontur
12
- Diutamakan untuk
kawasan pertanian
- Pengawasan
ketat
Tabel 4.6
MEKANISME PERIJINAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA LONGSOR
(TIPOLOGI B - DAERAH KAKI BUKIT/PERBUKITAN DAN GUNUNG/PEGUNUNGAN)
Tipologi
Lanjutan .
Karakteristik
Kawasan Rawan
Bencana Longsor *)
2.
No
Daerah kaki
bukit, kaki
perbukitan,
kaki gunung,
dan kaki
pegunungan
Keterangan
Perikanan
Pertambangan
Peruntukan Industri
Industri
Pariwisata
Permukiman
Transportasi
10
11
B.1. Tinggi
(potensi terjadi
longsoran tinggi,
serta ada resiko
korban jiwa dan
atau kerusakan
bangunan
penting/mahal)
Tidak diijinkan
Tidak diijinkan
Tidak diijinkan
Tidak diijinkan
Tidak diijinkan
B.2. Menengah
s.d. Rendah
(potensi terjadi
longsoran tinggi
namun kecil
resiko atau tidak
beresiko
mengakibatkan
korban jiwa dan
atau kerusakan
bangunan;
atau potensi
terjadi longsoran
rendah namun
ada resiko korban
jiwa dan atau
kerusakan
bangunan)
- Memenuhi
persyaratan
sesuai dengan
mekanisme
perijinan umum
- Dilengkapi
rencana perkuatan lereng, sistem
drainase dan
pembuatan
terasering
- Dilengkapi dgn
rencana jalan
yang mengikuti
pola kontur
Tidak diijinkan
- Memenuhi persyaratan
sesuai dengan
mekanisme
perijinan umum
- Dilengkapi dengan
laporan hasil
penyelidikan geologi
teknik, analisis
kestabilan lereng dan
daya dukung lereng
- Dilengkapi rencana
perkutan lereng,
sistem drainase
- Dilengkapi rencana
lintasasn (alinemen)
jalan
- Lintasan jalan
mengikuti pola kontur
lereng
12
- Diutamakan untuk
kawasan pertanian
- Pengawasan
ketat
No
Tipologi
Tabel 4.7
MEKANISME PERIJINAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA LONGSOR
(TIPOLOGI C - DAERAH TEBING SUNGAI)
Karakteristik
Kawasan Rawan
Bencana Longsor *)
Tingkat Kerawanan
Hutan Produksi
Hutan Kota
Hutan Rakyat
Pertanian Sawah
Pertanian Semusim
Perkebunan
Peternakan
Bencana Longsor )
3.
Daerah Tebing
Sungai
Hutan Produksi
Hutan Kota
Hutan Rakyat
Pertanian Sawah
Pertanian Semusim
Perkebunan
Peternakan
10
11
C.1. Tinggi
(potensi terjadi
longsoran tinggi,
serta ada resiko
korban jiwa dan
atau kerusakan
bangunan
penting/mahal)
- Memenuhi persyaratan
sesuai dengan
mekanisme
perijinan umum
- Dilengkapi
dengan AMDAL
- Dilengkapi rencana
perkuatan lereng,
sistem drainase dan
pembuatan terasering
- Dilengkapi dengan
rencana jalan yang
mengikuti pola kontur
khusus pejalan kaki
- Memenuhi persyaratan
sesuai dengan
mekanisme
perijinan umum
- Dilengkapi
dengan AMDAL
- Dilengkapi rencana
perkuatan lereng,
sistem drainase dan
pembuatan terasering
- Dilengkapi dengan
rencana jalan yang
mengikuti pola kontur
khusus pejalan kaki
- Memenuhi persyaratan
sesuai dengan
mekanisme
perijinan umum
- Dilengkapi
dengan AMDAL
- Dilengkapi rencana
perkuatan lereng,
sistem drainase dan
pembuatan terasering
- Dilengkapi dengan
rencana jalan yang
mengikuti pola kontur
khusus pejalan kaki
- Memenuhi persyaratan
sesuai dengan
mekanisme
perijinan umum
- Dilengkapi rencana
perkuatan lereng,
sistem drainase dan
pembuatan terasering
- Jenis tanaman dan
pola tanam sesuai
dengan peruntukan
lahan
- Dilengkapi dengan
rencana jalan yang
mengikuti pola kontur
khusus pejalan kaki
- Memenuhi persyaratan
sesuai dengan
mekanisme
perijinan umum
- Dilengkapi rencana
perkuatan lereng,
sistem drainase dan
pembuatan terasering
- Jenis tanaman dan
pola tanam sesuai
dengan peruntukan
lahan
- Dilengkapi dengan
rencana jalan yang
mengikuti pola kontur
khusus pejalan kaki
C.2. Menengah
s.d. Rendah
(potensi terjadi
longsoran tinggi
namun kecil
resiko atau tidak
beresiko
mengakibatkan
korban jiwa dan
atau kerusakan
bangunan;
atau potensi
terjadi longsoran
rendah namun
ada resiko korban
jiwa dan atau
kerusakan
bangunan)
- Memenuhi persyaratan
sesuai dengan
mekanisme
perijinan umum
- Dilengkapi
dengan AMDAL
- Dilengkapi rencana
perkuatan lereng,
sistem drainase dan
pembuatan terasering
- Dilengkapi dengan
rencana jalan yang
mengikuti pola kontur
khusus untuk
pejalan kaki
- Memenuhi persyaratan
sesuai dengan
mekanisme
perijinan umum
- Dilengkapi
dengan AMDAL
- Dilengkapi rencana
perkuatan lereng,
sistem drainase dan
pembuatan terasering
- Dilengkapi dengan
rencana jalan yang
mengikuti pola kontur
khusus untuk
pejalan kaki
- Memenuhi persyaratan
sesuai dengan
mekanisme
perijinan umum
- Dilengkapi
dengan AMDAL
- Dilengkapi rencana
perkuatan lereng,
sistem drainase dan
pembuatan terasering
- Dilengkapi dengan
rencana jalan yang
mengikuti pola kontur
khusus untuk
pejalan kaki
- Memenuhi persyaratan
sesuai dengan
mekanisme
perijinan umum
- Dilengkapi rencana
perkuatan lereng,
sistem drainase dan
pembuatan terasering
- Jenis tanaman dan
pola tanam sesuai
dengan peruntukan
lahan
- Dilengkapi dengan
rencana jalan yang
mengikuti pola kontur
- Memenuhi persyaratan
sesuai dengan
mekanisme
perijinan umum
- Dilengkapi rencana
perkuatan lereng,
sistem drainase dan
pembuatan terasering
- Jenis tanaman dan
pola tanam sesuai
dengan peruntukan
lahan
- Dilengkapi dengan
rencana jalan yang
mengikuti pola kontur
12
- Diutamakan
untuk
kawasan
hutan lindung
atau
kawasan
pertanian
terbatas
- Pengawasan
ketat
Tabel 4.7
MEKANISME PERIJINAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA LONGSOR
(TIPOLOGI C - DAERAH TEBING SUNGAI)
Tipologi
Lanjutan .
Karakteristik
Kawasan Rawan
Bencana Longsor *)
3.
No
Daerah Tebing
Sungai
Keterangan
Perikanan
Pertambangan
Peruntukan Industri
Industri
Pariwisata
Permukiman
Transportasi
10
11
C.1. Tinggi
(potensi terjadi
longsoran tinggi,
serta ada resiko
korban jiwa dan
atau kerusakan
bangunan
penting/mahal)
Tidak diijinkan
Tidak diijinkan
Tidak diijinkan
C.2. Menengah
s.d. Rendah
(potensi terjadi
longsoran tinggi
namun kecil
resiko atau tidak
beresiko
mengakibatkan
korban jiwa dan
atau kerusakan
bangunan;
atau potensi
terjadi longsoran
rendah namun
ada resiko korban
jiwa dan atau
kerusakan
bangunan)
- Memenuhi
persyaratan
sesuai dengan
mekanisme
perijinan umum
- Dilengkapi
rencana perkuatan lereng, sistem
drainase dan
pembuatan
terasering
- Dilengkapi dgn
rencana jalan
yang mengikuti
pola kontur
Tidak diijinkan
- Memenuhi persyaratan
sesuai dengan
mekanisme
perijinan umum
- Dilengkapi dengan
laporan hasil
penyelidikan geologi
teknik, analisis
kestabilan lereng dan
daya dukung lereng
- Dilengkapi rencana
perkuatan lereng,
sistem drainase
- Dilengkapi rencana
lintasan (alinemen)
jalan yang mengikuti
pola kontur lereng
12
- Diutamakan
untuk
kawasan
hutan lindung
atau
kawasan
pertanian
terbatas
- Pengawasan
ketat
LAMPIRAN L.1
KLASIFIKASI DAN FAKTOR PENYEBAB
BENCANA LONGSOR
L.1
1.
Klasifikasi
1.1 Runtuhan
Runtuhan merupakan gerakan tanah yang disebabkan keruntuhan tarik yang
diikuti dengan tipe gerakan jatuh bebas akibat gravitasi. Pada tipe runtuhan ini
massa tanah atau batuan lepas dari suatu lereng atau tebing curam dengan
sedikit atau tanpa terjadi pergeseran (tanpa bidang longsoran) kemudian
meluncur sebagian besar di udara seperti jatuh bebas, loncat atau
menggelundung. (Lihat Gambar L.1-1).
Runtuhan batuan adalah runtuhan massa batuan yang lepas dari batuan induknya.
Runtuhan bahan rombakan adalah runtuhan yang terdiri dari fragmen-fragmen
lepas sebelum runtuh.
Termasuk pada tipe runtuhan ini adalah runtuhan kerikil (ukuran kurang dari 20
mm), runtuhan kerakal (ukuran dari 20 mm - 200 mm), dan runtuhan bongkah
(ukuran lebih dari 200 mm).
Runtuhan tanah dapat terjadi bila material yang di bawah lebih lemah (antara lain
karena tererosi, penggalian) dari pada lapisan di atasnya. Runtuhan batuan dapat
terjadi antara lain karena adanya perbedaan pelapukan, tekanan hidrostatis
karena masuknya air ke dalam retakan, serta karena perlemahan akibat struktur
geologi (antara lain kekar, sesar, perlapisan).
L1 - 2
1.2 Jungkiran
Jungkiran adalah jenis gerakan memutar ke depan dari satu atau beberapa blok
tanah/batuan terhadap titik pusat putaran di bawah massa batuan oleh gaya
gravitasi dan atau gaya dorong dari massa batuan di belakangnya atau gaya yang
ditimbulkan oleh tekanan air yang mengisi rekahan batuan (lihat Gambar L.1-2).
Jungkiran ini biasanya terjadi pada tebing-tebing yang curam dan tidak
mempunyai bidang longsoran.
1.3 Longsoran
Longsoran adalah gerakan yang terdiri dari regangan geser dan perpindahan
sepanjang bidang longsoran di mana massa berpindah melongsor dari tempat
semula dan terpisah dari massa tanah yang mantap.
Dalam hal ini, keruntuhan geser tidak selalu terjadi secara serentak pada suatu
bidang longsoran, tapi dapat berkembang dari keruntuhan geser set em pat. Jenis
longsoran dibedakan menurut bentuk bidang longsoran yaitu rotasi (nendatan)
dan translasi, dan dapat dibagi lagi : (a) material yang bergerak relatif utuh dan
terdiri dari satu atau beberapa blok dan (b) material yang bergerak dan sangat
berubah bentuknya atau terdiri dari banyak blok yang berdiri sendiri. (Lihat
Gambar L.1-3 dan L.1-4).
Longsoran rotasi adalah longsoran yang mempunyai bidang longsor berbentuk :
setengah lingkaran, log spiral, hiperbola atau bentuk lengkung tidak teratur
lainnya. Contoh yang paling umum dari tipe ini adalah nendatan yang sepanjang
bidang longsoran yang berbentuk cekung ke atas. Retakan-retakannya berbentuk
konsentris dan cekung ke arah gerakan dan dilihat dari atas berbentuk sendok.
Rotasi bisa terjadi tunggal, ganda atau berantai. Untuk longsoran translasi massa
yang longsor bergerak sepanjang permukaan yang datar atau agak bergelombang
tanpa atau sedikit gerakan memutar/miring.
Longsoran translasi umumnya ditentukan oleh bidang lemah seperti sesar, kekar
perlapisan dan adanya perbedaan kuat geser antar lapisan atau bidang kontak
antara batuan dasar dengan bahan rombakan di atasnya.
Untuk translasi berantai gerakannya menjalar secara bertahap, ke atas lereng
akibat tanah di belakang gawk sedikit demi sedikit diperlemah oleh air yang
mengisi retakan-retakan.
1.4
Penyebaran Lateral
L1 - 3
b.
Gerakan yang mencakup retakan dan penyebaran material yang relatif utuh
(batuan dasar atau tanah), akibat pencairan (liquefaction) atau almn plastis
material di bawahnya. Blok di atasnya dapat ambles, melongaor, memutar,
hancur me~air daD mengalir. Mekanisme gerakan ini ~idak saja rotasi dan
translasi tetapi juga aliran. Karena itu penyebaran lateral ini dapat bersifat
majemuk (Iihat gambar L.1-6.2).
1.5
Aliran
Aliran adalah jenis gerakan tanah di mana kuat geser tanah kecil sekali atau boleh
dikatakan tidak ada, dan material yang bergerak berupa material kental. Termasuk
dalam tipe ini adalah gerakan yang lambat, berupa rayapan pada massa tanah
plastis yang menimbulkan retakan tarik tanpa bidang longsoran.
Rayapan di sini dianggap sama dengan arti rayapan pada mekanika bahan yaitu
deformasi yang terjadi terus menerus di bawah tegangan yang konstan. Pada
material yang tidak terkonsolidasi, gerakan ini umumnya berbentuk aliran, baik
cepat atau lambat, kering at au basah. Aliran pada batuan sangat sulit dikenali
karena gerakannya sangat lambat dengan retakan.retakan yang rapat dan tidak
saling berhubungan yang menimbulkan lipatan, lenturan atau tonjolan. Aliran
dapat dibedakan dalam dua tipe menu rut materialnya yaitu aliran tanah
(termasuk bahan rombakan) dan aliran batuan (lihat Gambar L.1-7).
1.6
Majemuk
Majemuk merupakan gabungan dua atau lebih tipe gerakan tanah seperti
diterangkan di atas (lihat Gambar L.1-8).
2.
Gerakantanah untuk tipe runtuhan, longsoran, dan aliran dapat dikenali secara
visual di lapangan dengan memperhatikan ciri-ciri dari masing-masing tipe seperti
yang tercantum dalam Tabel L1-1.
Setiap tipe gerakan tanah mempunyai mekanisme yang berbeda satu terhadap
lainnya, sehingga setiap tipe gerakanpun menampakkan cirinya yang khusus.
Gerakan pada massa tanah menunjukkan ciri yang berbeda dengan gerakan
massa batuan, walaupun tipe gerakannya sama, karena perbedaan sifat fisik dan
L1 - 4
teknik antara massa tanah dan batuan. Oleh karena itu dalam mempelajari tipe
gerakan pertama kali harus dikenali dahulu jenis materialnya, yaitu : tanah atau
batuan.
Setelah mengenali betul jenis materialnya selanjutnya harus diamati secara teliti
massa yang ber. gerak dan massa yang stabil di sekelilingnya. Setiap bagian dari
kedua massa tersebut menampakkan ciri yang berbeda. Massa yang bergerak
perlu diamati dan dicatat tenting segala kenampakan di bagian kepala, badan,
kaki, dan ujung kaki; sedangkan massa yang stabil perlu diamati di bagian
mahkota, gawir utama, dan sayapnya.
Dengan mengenali jenis material massa gerakan dan ciri-ciri yang nampak di
setiap bagian tersebut di atas, maka dapatlah diperkirakan tipe gerakan tanah
yang terjadi.
3.
Faktor Penyebab
3.1
(2) Naiknya berat massa tanah batuan : masuknya air ke dalam tanah menyebabkan terisinya rongga antarbutir sehingga massa tanah bertambah.
(3) Pelindian bahan perekat, air mampu melarutkan bahan pengikat butir yang
membentuk batuan sedimen. Misalnya perekat dalam batu pasir yang
dilarutkan air sehingga ikatannya hilang.
(4) Naiknya muka air tanah : muka air dapat naik karena rembesan yang masuk
pada pori antar butir tanah. Tekanan air pori naik sehingga kekuatan
gesernya turun.
(5) Pengembangan tanah : rembesan air dapat menyebabkan tanah
mengembang terutama untuk tanah lempung tertentu,jika lempung
semacam itu terdapat di bawah lapisan lain.
(6) Surut cepat ; jika air dalam sungai atau waduk menurun terlalu cepat, maka
muka air tanah tidak dapat mengikuti kecepatan menurunnya muka air.
(7) Pencairan sendiri dapat terjadi pada beberapa jenis tanah yang jenuh air,
seperti pasir halus lepas hila terkena getaran (dikarenakan gempa bumi,
kereta api dan sebagainya).
3.2
L1 - 6
Pada keadaan semula tegangan yang bekerja pada elemen adalah sebesar
h dan h = Ko V0 dengan FK = q1 /qf1. Setelah penggerusan, galian atau
pembongkaran tembok penahan maka tegangan horisontal berubah. menjadi h - h, sedangkan - FK2 = q2/qf2 yang lebih kecil dari FK. Ini berarti
kemantapan akan terganggu, lihat Gambar L.1-10.
(2) Tegangan vertikal meningkat; - kondisi ini terjadi hila air hujan tertahan di
atas lereng, timbunan, bangunan dan lain-lain. Gambar L.1-11 memperlihatkan suatu lereng slam yang diatasnya ditimbun. Pada keadaan semula
tegangan yang bekerja pada elemen A adalah v dan h = Ko h. Setelah
penimbunan tegangan menjadi v + v dan h + h. . Bila perubahan ini
digambarkan dengan "stress path" dari keadaan 3 sampai 4, maka terlihat
bahwa FK3 = q3/qf3 lebih besar bila dibanding dengan FK4 = q4/qf4 yang
menunjukkan bahwa faktor keamanan menurun setelah pembebanan.
(3) Tekanan horizontal meningkat; kondisi ini terjadi karena adanya pengisian air
pada retakan (Gambar L.1-12).
(4) Tegangan siklik, kondisi ini terutama akibat gaya gempa dan gaya vibrasi
ledakan mesiu. Pada keadaan gcmpa bumi, 2 (dua) bush gelombang naik
daTi bawah ke at as permukaan tanah. Sebelum mencapai permukaan tanah,
rambatan gelombang melewati berbagai lapisan sehingga menimbulkan
perubahan pada sistem tegangan semula.
Kedua gelombang tersebut di atas adalah :
"body waves" terdiri atas gelombang primer atau longitudinal (P-waves)
dan gelombang transversal atau geser (S-waves).
"Surface waves" terdiri atas gelombang "Rayleigh" dan "Love".
Gelombang yang sangat menentukan dalam kemantapan lereng adalah
gelombang geser (S-waves) yang meningkatkan tegangan geser tanah
secara acak, sehingga kemantapan lereng terganggu (Gambar L.1-13.a).
Bila perubahan tegangan digambar dengan lintasan tegangan (Gambar L.113.d) maka terlihat bahwa lintasannya bergerak ke kanan sehingga FK
menurun tergantung dari waktu.
(5) Gerakan tektonik; dapat mengubah keadaan geometri lereng. Pelandaian
lereng berarti menambah kemantapan, dan sebaliknya penegakan lereng
berarti mengurangi kemantapan.
3.2.2 Gangguan Dalam
Faktor penyebab menurunnya kuat geser tanah (S):
(1) Sifat bawaan; meliputl komposisi, struktur geologi dan geometri lereng.
Komposisi, kondisi material dapat menjadi lemah (weak) pada pening katan kadar air. Hal ini teljadi pada tanah lempung terkonsolidasi lebih
(OC) dan terkonsolidasi sangat lebih (HOC) dan tanah lempung organik.
L1 - 7
L1 - 8
L1 - 9
L1 - 10
L1 - 11
L1 - 12
L1 - 13
L1 - 14
L1 - 15
L1 - 16
Gambar L.1-15 Perubahan Kekuatan Geser Tanah Pada Waktu Hujan Akibat
Peningkatan Muka Air Tanah & Penjenuhan Perlapisan Tanah
L1 - 17
Gambar L.1-16 Peningkatan Tekanan Air Pori Pada Bidang Longsoran Karena
Perubahan Muka Air Tanah Bebas Waktu Pengisian Air Waduk
L1 - 18