You are on page 1of 48

REHABILITASI MEDIK PADA

PENDERITA STROKE

dr. Siti Hanan Darodjah, Sp.RM

PENDAHULUAN

Stroke merupakan penyebab ketiga kematian


setelah penyakit jantung dan kanker, untuk
kelompok di bawah 70 tahun dan kedua
kelompok di atas 70 tahun.
Penanganan stroke akut telah menekan angka
kematian
Tujuan rehabilitasi adalah mengusahakan agar
penderita sejauh mungkin dapat memanfaatkan
kemampuan sisanya untuk mengisi kehidupan
secara fisik, emosional dan sosial ekonomi
dengan baik.

Tindakan rehabilitasi medik dilaksanakan oleh


satu tim yang terdiri dari dokter spesialis
rehabilitasi medik, fisiotherapist, okupasional
therapist, perawat rehabilitasi, pekerja sosial
medik, psikolog, speech therapist, orthotist
prosthetist.
Prognosis umum serangan pertama relatif baik,
yaitu 70-80% akan selamat jiwanya, 90% akan
terus hidup dalam 2 tahun, 50% akan hidup 10
tahun lagi atau lebih lama.
Dengan rehabilitasi yang tepat, 90% penderita
stroke dapat berjalan kembali, 70% bisa
mandiri, 30% dari usia kerja dapat kembali
bekerja

KLASIFIKASI
Secara klinis dibagi sebagai berikut:
1. Infark otak
Berdasarkan mekanisme terjadinya:
- Trombotik
- Embolik
- Hemodinamik
Berdasarkan kategori klinik:
- Aterotrombolik
- Kardioembolik
- Lakunar
- Lain-lain

Berdasarkan gejala dan tanda(sesuai lokasi):


- a.karotis interna
- a.serebri media
- a.serebri anterior
- sistem vertebrobasilar
2. Perdarahan otak
3. perdarahan subarachnoid
4. Perdarahan intrakranial oleh AVM

FAKTOR RISIKO
Masih tingginya angka mortalitas dan kecacatan
akibat stroke, perlu dilakukan upaya-upaya
pencegahan dan penanggulangan faktor risiko.

Faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan


terjadinya stroke yaitu:
- Pernah menderita stroke
- Kebiasaan hidup :
Nikotin
- TIA
Kopi
- Hipertensi
Hiperlipoproteinemia
- Riwayat Penyakit Jantung
Inaktifitas fisik
- Diabetes Mellitus
- Polisitemia
- Arteriosclerosis

GEJALA-GEJALA NEUROLOGIS
AKIBAT STROKE
Berbagai gejala neurologis dapat ditimbulkan akibat
stroke. Gejala tersebut tidak hanya tergantung pada
berat ringannya stroke tetapi jg tergantung pada
lokalisasinya.
Gejala-gejala tersebut yaitu:
o Gejala sentral :
- gangguan psikis
- gangguan emosi
- kesulitan bicara dan - inkontinentia
menelan
sindrom rasa nyeri
- gangguan penglihatan
- gangguan pendengaran

o Gejala ekstremitas:
- gangguan motorik
- spastisitas
- nyeri pada ekstrmitas
- rigiditas
- ataksi
- klonus
- astreognosis
- gangguan sensorik
- kontraktur

EVALUASI PENDERITA STROKE


DARI SEGI REHABILITASI MEDIK
Evaluasi rehabilitasi medik yg dilakukan oleh
tim berbeda dgn evaluasi medik umum bagi
penderita
Tujuan evaluasi rehabilitasi medik adalah untuk
tercapainya sasaran fungsional yang realistik
dan untuk menyusun suatu program rehabilitasi
yang sesuai dgn sasaran tersebut. Pemeriksaan
ini meliputi 4 bidang evaluasi, yaitu:

1. Evaluasi neuromuskuloskeletal:
Evaluasi ini harus mencakup evaluasi
neurologik secara umum dg perhatian khusus
terhadap kemampuan terhadap komunikasi
fungsi cerebral dan cerebellar, sensasi dan
penglihatan (terutama visus dan lapangan
penglihatan). Evaluasi sistem motorik meliputi:
pemeriksaan ROM, tonus otot dan kekuatan
otot.

2. Evaluasi medik umum


Banyak penderita stroke adalah mereka yang
berusia lanjut dan mungkin mempunyai problem
medik sebelumnya.
Evaluasi tentang sistem kardiovaskular, sistem
pernafasan serta sistem saluran kencing dan
genital adalah penting.
Diperkirakan 12% penderita stroke disertai dengan
penyakit jantung symptomatik.
Bila terdapat hipertensi diabetes mellitus,
kontrol yang baik adalah sangat perlu

3. Evaluasi fungsional:
Kemampuan fungsional yang dievaluasi
meliputi aktivitas kegiatan hidup sehari-hari
(ADL): makan, mencuci, berpakaian, kebersihan
diri, transfer dan ambulasi.
Untuk setiap jenis aktivitas tersebut, ditentukan
derajat kemandirian atas ketergantungan
penderita, juga kebutuhan alat bantu.

Derajat kemandirian tersebut adalah:


a. Mandiri (independent)
Penderita dapat melaksanakan aktivitas tanpa
bantuan, baik berupa instruksi (lisan) maupun bantuan
fisik
b. Perlu supervisi
Penderita mungkin memerlukan bantuan instruksi
lisan atau bantuan seorang pendamping untuk mewujudkan
aktivitas fungsional

c.Perlu bantuan
Penderita
memerlukan
bantuan
untuk
mewujudkan aktivitas fungsional tertentu, yang bisa
berderajat minimal (ringan), sedang atau maksimal
d.Tergantung (dependent)
Penderita tidak dapat melaksanakan aktivitas meskipun
dengan bantuan alat dan semua aktivitas harus
dilakukan dengan bantuan orang lain

4. Evaluasi psikososial dan vokasional


Evaluasi psikososial dan vokasional adalah
perlu oleh karena rehabilitasi medik tergantung tidak
hanya pada fungsi cerebral intrinsik, tetapi juga
tergantung faktor psikologik, misal motivasi
penderita. Vokasional dan aktivitas rekreasi,
hubungan dengan keluarga, sumber daya ekonomi
dan sumber daya lingkungan juga harus dievaluasi.
Evaluasi psikososial dapat dilakukan dengan
menyuruh penderita mengerjakan suatu hal yang
sederhana yg dapat dipakai untuk penilaian tentang
kemampuan mengeluarkan pendapat, kemampuan
daya ingat, daya pikir dan orientasi

PROGRAM REHABILITASI MEDIK


Program dapat dimulai sedini mungkin. Pada
progressing stroke lebih aman menunggu sampai
mencapai completed stroke baru dimulai program
latihan, meskipun pasif.
Jika Gangguan Pembuluh Darah Otak (GPDO)
berasal dari aliran sistem carotis, tunggu sampai 1824 jam. Jika tidak ada gejala neurologik berarti telah
komplit. pertambahan
Sedangkan GPDO dari sistem vertebrobasiler
diperlukan observasi selama 72 jam.
GPDO karena trombose dan emboli tanpa
komplikasi, mobilisasi dapat dimulai 2-3 hari setelah
onset.

GPDO karena trombose / emboli pada penderita


infark miokardial tanpa komplikasi dimulai setelah
3 minggu. Jika stabil, tidak ada aritmia, mobilisasi
hati-hati dimulai pada hari ke 10.
Swenson menyebutkan lama program rehabilitasi
medik direncanakan 6-12 minggu (rata-rata 8
minggu) sebagai waktu yang diperlukan penderita
rawat tinggal sebelum diperbolehkan pulang. Pada
kasus ringan 1-2 minggu. Lama waktu keseluruhan
program rehabilitasi pada umumnya 6-12 bulan

FASE AWAL
Pada fase ini mungkin kesadaran penderita masih
menurun, pemeriksaan-pemeriksaan masih banyak
dilakukan dan penderita masih diinfus.Pengobatan
dan perawatan pada fase ini ditujukan untuk
menyelamatkan jiwa dan mencegah komplikasi.
Segera setelah keadaan umum memungkinkan
rehabilitasi dimulai, biasanya pada hari ke 2-3.
Untuk stroke akibat perdarahan biasanya setelah hari
ke-14
Pekerja sosial medik dapat mulai bekerja dengan
wawancara keluarga penderita, mencari keterangan
tentang pekerjaan, kegemaran, sosial ekonomi dan
lingkungan hidup serta keadaan rumah penderita

Seseorang fisiotherapist mengatur posisi


penderita sejak dini, dengan tujuan mencegah
dekubitus, kontraktur sendi, nyeri bahu,
pneumonia ortostatik, juga bermanfaat untuk
melawan dominasi synergi pattern dan
memudahkan nursing care. Posisi ini terdiri
dari:

Posisi baring terlentang:

Ekstremitas atas diletakkan di atas bantal


sehingga bahu sedikit abduksi dan ke depan, siku
dalam ekstensi lengan dalam rotasi keluar,
pergelangan tangan dan tangan dalam ekstensi.
Ekstremitas bawah, sendi paha agak ekstensi
dengan meletakkan bantal di bawah paha dan sendi
paha, lutut dalam fleksi, tungkai atas dalam internal
rotasi ringan.

Posisi: miring pada bagian yang sehat

Posisi: miring pada bagian yang sakit

Perhatikan posisi ekstremitas atas. Bahu yang


sakit jangan sampai tertindih kebelakang, tetapi
dalam posisi ke depan

Posisi: bridging

Penderita diubah posisinya setiap 2 jam


untuk mencegah terjadinya ulkus dekubitus.
Kemudian diberikan latihan luas gerak sendi
(ROM)

Pada ekstremitas yang sakit dilakukan latihan


luas gerak sendi sepenuh gerakan secara pasif.
Perhatian khusus ditujukan tehadap sendi bahu,
tangan dan pergelangan kaki. Latihan luas gerak
sendi membantu mencegah kekakuan sendi, yang
dapat menghambat fungsi bila pemulihan
neurologik terjadi.
Begitu penderita sadar penanganan masalah
emosional dimulai. Karena setelah tahu ada
gangguan fungsi gerak pada dirinya penderita
biasanya menjadi sangat kecewa, emosi labil,
ketakutan, frustasi dapat terjadi.

FASE LANJUTAN
Penekanan fase ini adalah untuk mencapai
kemandirian fungsional dalam mobilisasi dan
ADL. Fase ini dimulai pada waktu penderita
secara medik telah stabil.
Aktivitas mobilisasi mulai dengan aktivitas di
tempat tidur, berlanjut ke duduk, berdiri dan
ambulasi.
Perhatian selama fase ini ditujukan untuk
memelihara ROM dan meningkat dari latihan
ROM secara pasif ke aktif

Latihan penguatan otot dilakukan pada sisi yang


sehat maupun yang sakit, terutama untuk otototot yang dipakai untuk transfer dan ambulasi.
Latihan
penguatan otot ini dimulai dari latihan secara
aktif-assistif sampai kemudian progresifresistif, bila kekuatan telah pulih kembali.
Latihan koordinasi dan keseimbangan juga
diperlukan

MOBILISASI
Mobilisasi meliputi program latihan posisi tegak
secara bertahap mulai dari duduk sampai
berdiri dan akhirnya mobilisasi
Mobilisasi dini untuk mencegah terjadinya
orthostatic postural hypotension

Latihan duduk
Tahap pertama latihan duduk dilakukan
secara pasif. Jika penderita sebelumnya di
imobilisasi 2 minggu atau lebih untuk adaptasi
kardiovaskular perlu latihan dengan tilt-table.
Latihan duduk dimulai dengan mendudukkan
penderita selama 5-10 menit, monitor tanda-tanda
vital. Lama waktu duduk (toleransi) dapat
dinaikkan. Latihan dilakukan minimal 2 kali sehari
tiap pagi dan sore. Toleransi dianggap baik jika
dapat bertahan lebih dari 30 menit. Latihan aktif
dimulai setelah toleransi baik

Posisi duduk dipinggir tempat tidur ditingkatkan


keduduk di kursi roda.
Bila toleransi
terhadap posisi duduk telah tercapai, suatu program latihan
transfer pada posisi berdiri dan latihan toleransi pada posisi
berdiri dimulai.
Penderita dengan hemiparese biasanya dilatih transfer pada
posisi berdiri dengan mempergunakan tungkai yang sehat
untuk menahan berat badan serta mempergunakan lengan
yang sehat untuk mendorong badan ke atas sampai dapat
berdiri tegak. Untuk menyelesaikan transfer ini, penderita
bertumpu pada kaki yang sehat, lalu memindahkan lengan
yang sehat ke sandaran tangan kursi roda dan kemudian
merendahkan tubuh sampai duduk di kursi roda. Transfer
harus selalu dilakukan dengan meletakkan kursi roda pada
sisi yang sehat dari tubuh (lihat gambar)

Gambar Transfer dari tempat tidur ke kursi roda

Gambar Transfer dari kursi roda ke tempat tidur

Bersamaan dengan prosedur transfer dimulai,


program latihan berdiri dan ambulasi juga
dimulai. Awalnya bantuan dari therapist
diperlukan untuk membantu penderita berdiri di
antara paralel bar.
Kemudian dimulai latihan
keseimbangan dan toleransi berdiri.
Jika dianggap perlu dapat
memakai knee back slab yaitu semacam
posterior splint untuk menstabilkan lutut yang
sakit dalam posisi ekstensi.

Latihan ini termasuk stand-up exercise berguna


untuk penguatan tungkai yang sehat sehingga kuat
mengangkat tubuh juga merangsang kembalinya
refleks serta fungsi motorik tungkai yang sakit dan
juga menguatkan tungkai yang sehat. Mulai
dengan kursi tinggi, tiap kali latihan 10 kali
standa-up. Kemudian kursi direndahkan 1 atau 2
inci sampai setinggi kursi umum.

Seterusnya penderita dilatih berjalan diantara


paralel bar, pertama dengan bantuan selanjutnya
tanpa bantuan.
Tahap berikutnya penderita dilatih jalan diluar
paralel bar, bila perlu dengan bantuan tongkat yang
bisa berupa tongkat kaki 4, kaki 3, atau kaki
tunggal, untuk diteruskan dengan jalan tanpa alat
bantu bila telah ada kemajuan. Penderita juga
dilatih untuk menaiki tangga rumah. Pertama kali
penderita menaiki tangga rumah setapak demi
setapak untuk tiap tingkat.
Pada
waktu naik tungkai sehat melangkah lebih dulu,
sewaktu turun tungkai sakit terlebih dulu

Untuk membantu program ambulasi


diperlukan:

Brace
Foot drop: short leg brace dengan 90 post.
Stop genu recurvatum: long leg brace
Sepatu untuk menambah stabilitasi pergelangan kaki
=> pemberian tumit lebar atau penambahan pada sole sebelah
samping
Sling
=> untuk ekstremitas atas yang mengalami paralyse berat untuk
mengurangi tarikan pada bahu dan mencegah terjadinya
sindroma nyeri bahu. Juga sling akan mencegah efek ekstremitas
atas yang non fungsional terhadap keseimbangan penderita waktu
jalan
Kursi roda
=> jika tim rehabilitasi memutuskan bahwa kemampuan
berjalannya memang sudah tidak dapat mencapai tingkat yang
fungsional

AKTIVITAS KEHIDUPAN SEHARI-HARI


(ACTIVITY OF DAILY LIVING = ADL)
Sebagian besar penderita dapat mencapai
kemandirian dalam ADL, meskipun pemulihan
fungsi neurologis pada ekstremitas atas yang
terkena belum tentu baik. Dengan peralatan
bantu yang telah disesuaikan, aktivitas ADL
dengan menggunakan satu tangan secara
mandiri dapat dikerjakan. ADL ini meliputi:
makan, minum, personal hygiene, berpakaian,
serta aktivitas tambahan seperti membuka
pintu, memegang buku bacaan, menelepon dll.

Kemadirian dalam makan dapat dipermudah dengan


pemakaian alat-alat yang telah disesuaikan, misal
sendok/garpu dengan pegangan yang besar, sedotan
untuk minum. Pemasangan batang pegangan pada
dinding kamar mandi dan kamar kecil akan
menambah kemadirian sewaktu mandi.
Sedang pakaian yang lebih longgar, dengan kancing
di
depan,
dikombinasikan
dengan
teknik
mengenakan pakaian dengan memasukkan sisi yang
sakit lebih dulu ke lengan kemeja, celana
panjang/pendek maupun pakaian dalam akan
menambah kemandirian dalam berpakaian

GANGGUAN BICARA ATAU


KOMUNIKASI

Ditangani oleh speech therapist dengan cara:


1. Latihan pernafasan (pre-speech training) berupa
latihan nafas, menelan, meniup, latihan gerak bibir,
lidah dan tenggorokan
2. Latihan di depan cermin utk latihan gerakan lidah,
bibir dan mengucapkan kata-kata. Untuk afasia
motorik: contoh gerakan dan instruksi secara tertulis
dan utk afasia sensorik rangsangan suara lebih
ditekankan, bicara perlahan-lahan serta jelas.
3. Latihan bagi penderita disartri lebih ditekankan ke
artikulasi, pengucapan kata-kata
4. Pelaksanaan terapi : tim medik dan keluarga
5. Memerlukan waktu 3 bulan

40% penderita stroke dengan kelumpuhan


sebelah kanan akan terdapat gangguan bahasa.
Kelainan ini bersifat sementara dan menetap.
Bila fungsi gerak mengalami peningkatan
biasanya fungsi bahasa juga, walaupun tidak
pasti sejalan

FAKTOR PSIKOLOGI
Semua penderita dengan gangguan fungsional
yang akut akan melampaui suatu serial fase
psikologi.
Semua anggota tim harus mengetahui fenomena
ini serta harus memberikan dukungan dan
dorongan semangat bagi penderita.

Fase-fase psikologis tersebut adalah:


1.Fase shock
Waktu : segera setelah serangan
Gejala : panik, cemas, putus asa
Program : memberi keyakinan dan dukungan
semangat, konsultasi dengan
keluarga.
2. Fase penolakan
Waktu : fase akut
Gejala : agak panik
Program : dorongan semangat bagi penderita
untuk melakukan aktivitas yang dapat dikerjakan,
pemberian hadiah atas usaha yang dapat dikerjakan

3. Fase penyesuaian
Waktu
: fase pemulihan awal
Gejala
: cemas, rasa kepahitan hidup, depresi
Program : secara bertahap memberikan
aktivitas baru yang bersifat tantangan
4. Fase penerimaan
Waktu
: fase pemulihan lanjut
Gejala
: kenaikkan terhadap gairah hidup
Program : paksa penderita untuk mencapai
sasaran yang telah ditetapkan

Sebagian penderita mengalami fase-fase


tersebut secara cepat, sedang sebagian lagi
mengalaminya secara lambat, berhenti pada
salah satu fase atau bahkan kembali ke fase yang
sudah lewat. Rehabilitasi memerlukan
pendidikan dan motivasi.
Penderita harus berada pada fase
psikologi yang sesuai untuk dapat menerima
rehabilitasi

PROGNOSIS
Newman dalam studinya mencatat pada penderita
hemiplegi, kesembuhan motorik terlihat terdini pada
minggu pertama dan paling terlambat pada minggu ke-7.
sesudah minggu ke-14, kemajuan neurologis hanya pelan.
Waktu rata-rata untuk mencapai 80% kesembuhan akhir:
6 minggu.
Frank H. Krusen memberi kesimpulan bahwa dengan
rehabilitasi yang tepat, 90% dari pasien stroke dapat
berjalan kembali, 70% dapat mandiri dan 30% dari usia
kerja dapat kembali ke pekerjaan semula.
Prognosis umum bagi penderita stroke serangan I adalah
relatif baik, yaitu 70-80% akan selamat jiwanya, 90%
diantaranya akan terus hidup untuk 2 tahun lagi dan 50%
diantaranya tetap hidup 10 tahun lagi atau bahkan lebih
lama

RINGKASAN
Stroke merupakan kejadian mendadak dan
mengejutkan bagi penderita dan keluarganya,
serta menimbulkan problem emosional dan
ekonomi
Gejala neurologis yang timbul akibat stroke
tidak hanya tergantung pada berat ringannya
stroke tetapi juga tergantung pada lokasinya
Evaluasi penderita stroke dari segi rehabilitasi
medik meliputi: evaluasi neuromuskuloskeletal,
evaluasi medik umum, evaluasi kemampuan
fungsional, evaluasi prikososial-vokasional

Program rehabilitasi medik dimulai sedini


mungkin. Untuk stroke akibat trombose/emboli
biasanya dimulai pada hari ke- 2-3 dan stroke
akibat perdarahan dimulai setelah hari ke-14.
Lama program rehabilitasi yang direncanakan
rata-rata 8 minggu sebagai waktu yang
diperlukan untuk penderita rawat tinggal. Lama
keseluruhan program 6-12 bulan.
Prognosis penderita stroke: dengan rehabilitasi
yang tepat, 90% dari pasien stroke dapat
berjalan kembali, 70% dapat mandiri dan 30%
dari usia kerja dapat kembali ke pekerjaan
semula

WASSALAMUALAIKUM WR
WB

You might also like