You are on page 1of 32

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kejadian penyakit kanker usus besar ( kolon ) dan rektum cukup tinggi
di dunia termasuk di Indonesia. Sayangnya perhatian masyarakat awam terhadap
kanker ini masih minim. Karsinoma kolon merupakan kanker ketiga yang paling
umum pada laki-laki dan perempuan di Amerika Serikat. Menurut World Health
Organization pada April 2003 melaporkan terdapat lebih dari 940.000 kasus baru
karsinoma kolorektal dan hampir 500.000 kematian dilaporkan di seluruh dunia setiap
tahunnya.
Usus besar adalah bagian dari saluran cerna yang berfungsi untuk penyerapan
air. Usus ini berhubungan dengan rektum di bagian ujungnya yang berfungsi sebagai
tempat penyimpanan sementara dari feses ( tinja ) yang selanjutnya akan dibuang
melalui anus. Dibandingkan penyakit jantung koroner , penyakit keganasan atau
kanker usus besar ( kolon ) dan rektum kurang populer dan kurang menjadi perhatian
masyarakat awam. Padahal angka kejadiaanya cukup tinggi. Apalagi diikuti dengan
makin bertambahnya usia harapan hidup, penyakit-penyakit degeneratif seperti
kanker juga akan semakin meningkat.
Penderita karsinoma kolorektal biasanya datang pada dokter sudah dalam
keadaan lanjut, oleh karena itu sudah menjadi tugas dokter untuk mendeteksi
karsinoma kolon-rektum dalam stadium dini, sehingga prognosis penyakit ini menjadi
lebih baik. Manifestasi klinis dari keganasan kolorektal sangat bervariasi tergantung
dari tempat dimana lesi berada, apakah di kanan atau kiri kolon. Namun yang paling
sering terjadi adalah perubahan kebiasaan pola buang air besar. Karena banyak
kanker adalah asimptomatik sampai mencapai stadium yang lanjut, jelas bermanfaat
untuk mendiagnosis kanker tersebut dangan menggunakan pengujian diagnostik
skrining dan spesifik untuk pasien yang dicurigai menderita kanker kolon-rektum
atau mereka yang berada dalam risiko tinggi karena kondisi predisposisi atau riwayat
keluarga.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
KARSINOMA KOLON
A. DEFINISI
Karsinoma kolon adalah tumor ganas epitelial pada usus besar yang
memanjang dari sekum hingga rektum.

B. INSIDENSI
Karsinoma kolon merupakan kanker ketiga yang paling umum pada laki-laki
dan perempuan di Amerika Serikat. Menurut World Health Organization pada April
2003 melaporkan terdapat lebih dari 940.000 kasus baru karsinoma kolorektal dan
hampir 500.000 kematian dilaporkan di seluruh dunia setiap tahunnya. Angka
kejadian kanker kolorektal mulai meningkat pada umur 40 tahun dan puncaknya pada
umur 60-75 tahun. Faktor resikonya meliputi umur, diet tinggi lemak dan kolesterol,
inflamatory bowel disease (terutama kolitis ulseratif) dan genetik. Kanker kolon lebih
sering terjadi pada wanita, kanker rektum lebih sering ditemukan pada pria. Sekitar
5% penderita kanker kolon atau kanker rektum memiliki lebih dari satu kanker
kolorektum pada saat yang bersamaan.
Di Indonesia insidens pada pria sebanding dengan wanita dan lebih banyak
pada orang muda, 75% ditemukan di rektosigmoid. Di negara barat perbandingan
insidens laki-laki : perempuan adalah 3 : 1 dan kurang dari 50% ditemukan di
rektosigmoid dan merupakan penyakit usia lanjut.

C. ANATOMI
Kolon mempunyai panjang 1,5 meter dan terbentang dari ileum terminalis
sampai dengan anus. Diameter terbesarnya 8,5 cm dalam sekum, berkurang
menjadi 2,5 cm dalam kolon sigmoideum dan menjadi sedikit lebih berdilatasi
dalam rektum. Bagian asendens dan desendens terutama retroperitoneum,sedangkan

kolon sigmoideum dan transversum mempunyai mesenterium, sehingga terletak di


intraperitoneum.
Lapisan otot longitudinal kolon membentuk tiga buah pita yang disebut taenia
koli. Panjang taenia lebih pendek daripada usus, hal ini menyebabkan usus tertarik
dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil yang dinamakan haustra.
Secara embriologik kolon kanan berasal dari usus tengah, sedangkan kolon
kiri sampai rektum berasal dari usus belakang. Kolon dibagi menjadi kolon asendens,
transversum, dan sigmoid. Tempat di mana kolon membentuk kelokan tajam yaitu
pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan
fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu
lekukan berbentuk S.

Gambar : Anatomi kolon


Dalam perkembangan embriologi kadang terjadi gangguan rotasi usus
embrional sehingga kolon kanan dan sekum mempunyai mesenterium yang lengkap.
Keadaan ini memudahkan terjadinya putaran atau volvulus sebagian besar usus yang
sama halnya dapat terjadi dengan mesenterium yang panjang pada kolon sigmoid
dengan radiksnya yang sempit.

Dinding kolon terdiri dari empat lapisan histologi yang jelas, yaitu : tunika
serosa, tunika muskularis, tunika submukosa, dan tunika mukosa. Tunika serosa
membentuk apendises epiploika, sedangkan tunika mukosa yang terdiri dari epitel
selapis toraks dan tidak mempunyai vili serta banyak kriptus tubular, dalam sepertiga
bawahnya mempunyai sel goblet pensekresi mukus yang ada di keseluruhan kolon.
Pada tunika muskularis terdapat sel ganglion pleksus mienterikus (Auerbach)
terutama terletak sepanjang permukaan luar stratum sirkulasi.

Gambar : Lapisan dinding kolon


Suplai darah kolon terutama melalui arteria Mesenterika Superior dan Inferior
dan inferior. Arteria mesenterika superior ada tiga cabang utama :(1) arteri ileokolika,
(2) Kolika dekstra dan (3) kolila media. Arteria mesenterika inferior bercabang ke
arteria kolika sinistra, hemoroidalis superior (rektalis) dan sigmoidea. Masing-masing
mempunyai anatomis dengan arteria terdekat, yang membentuk pembuluh darah
kontinyu di sekeliling keselurahan kolon. Drainase vena kolon sejajar sistem arteria,
tetapi tidak memasuki sistem vena kava interior. Vena mesenterika superior dan
inferior bergabung dengan vena splenika untuk membentuk vena porta dan
berdrainase ke hati.

Pembuluh vena kolon berjalan paralel dengan arterinya. Aliran darah vena
disalurkan melalui v. mesenterika superior untuk kolon asendens dan kolon
transversum, dan melalui v. mesenterika inferior untuk kolon desendens, sigmoid, dan
rektum. Keduanya bermuara ke dalam vena porta, tetapi v. mesenterika inferior
melalui v. lienalis. Aliran vena dari kanalis analis menuju ke v. kava inferior. Karena
itu anak sebar yang berasal dari keganasan rektum dan anus dapat ditemukan di paru,
sedangkan yang berasal dari kolon ditemukan di hati. Pada batas rektum dan anus
terdapat banyak kolateral arteri dan vena melalui peredaran hemoroidal antara sistem
pembuluh saluran cerna dan sistem arteri dan vena iliaka.
Aliran limfe kolon sejalan dengan aliran darahnya, mengikuti arteria regional ke
nodi limfatisi preaorta pada pangkal arteri mesenterika superior dan inferior. Hal ini
penting diketahui sehubungan dengan penyebaran keganasan dan kepentingannya
dalam reseksi keganasan kolon. Sumber aliran limfe terdapat pada muskularis
mukosa. Jadi selama suatu keganasan kolon belum mencapai lapisan muskularis
mukosa kemungkinan besar belum ada metastasis. Metastasis dari kolon sigmoid
ditemukan di kelenjar regional mesenterium dan retroperitoneal pada a. kolika
sinistra, sedangkan dari anus ditemukan di kelenjar regional di regio inguinalis.
Kolon dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari n. splanknikus dan
pleksus presakralis serta serabut parasimpatis yang berasal dari n. vagus. Karena
distribusi persarafan usus tengah dan usus belakang, nyeri alih pada kedua bagian
kolon kiri dan kanan berbeda. Lesi pada kolon bagian kanan yang berasal dari usus
tengah terasa mula-mula pada epigastrium atau di atas pusat. Nyeri pada apendisitis
akut mula-mula terasa pada epigastrium, kemudian berpindah ke perut kanan bawah.
Nyeri dari lesi pada kolon desendens atau sigmoid yang berasal dari usus belakang
terasa mula-mula di hipogastrium atau di bawah pusat dan nyeri perut.

D. FISIOLOGI
Fungsi usus besar ialah menyerap air, vitamin, dan elektrolit, ekskresi mukus,
serta menyimpan feses, dan kemudian mendorongnya keluar. Fisiologi usus besar
meliputi:

1.

penyerapan H2O (700-1000 ml menjadi 180-200)

2.

penyimpanan feses untuk sementara waktu

3.

ekskresi mukus

4.

aktivitas bakteria
Dari 700-1000 ml cairan usus halus yang diterima oleh kolon, 150-200 ml

sehari dikeluarkan sebagai feses. Absorbsi terutama terjadi di kolon asendens dan
kolon transversum. Kolon yang normal selama 24 jam dapat melakukan absorbsi 2,5
liter air, 403 m.Eq Na dan 462 m.Eq Cl. Sebaliknya kolon mengeluarkan sekresi 45
m.Eq K dan 259 m.Eq bikarbonat. Bila jumlah air melampaui batas misal karena ada
kiriman yang berlebihan dari ileum maka akan terjadi diare.
Bakteri usus besar mensintesis vitamin K dan beberapa vitamin B.
Pembusukan oleh bakteri dari sisa-sisa protein menjadi asam amino dan zat-zat yang
lebih sederhana seperti peptida, indol, skatol, fenol dan asam lemak. Pembentukan
berbagai gas seperti NH3, CO2, H2, H2S dan CH4 membantu pembentukan flatus di
kolon. Beberapa substansi ini dikeluarkan dalam feses, sedangkan zat lainnya
diabsorbsi dan diangkut ke hati di mana zat-zat ini akan diubah menjadi senyawa
yang kurang toksik dan diekskresikan melalui kemih.
Udara ditelan sewaktu makan, minum, atau menelan ludah. Oksigen dan CO2
di dalamnya diserap di usus sedangkan sedangkan nitrogen bersama dengan gas hasil
pencernaan dan peragian dikeluarkan sebagai flatus. Jumlah gas di dalam usus
mencapai 500 ml sehari. Pada infeksi usus produksi gas meningkat dan bila mendapat
obstruksi usus gas tertimbun di jalan cerna yang menimbulkan flatulensi (gembung
karena kelebihan gas di lambung dan usus). Makanan yang mudah membentuk gas
seperti kacang-kacangan mengandung karbohidrat yang tidak dapat dicerna.
Sekresi di kolon ialah cairan kental yang banyak, terjadi di dalam mukus
dengan PH 8,4. cairan mukus terdiri atas 98% air dan mengandung 85-93 mEq/l baik
bikarbonat maupun amilase, maltase, invertase, peptidase dan musin. Pada keadaan
normal tidak ada laktase, protease, dan enterokinase. Gunanya untuk pelicin dan
melindungi mukosa kolon.

Rangsangan untuk sekresi ialah rangsangan mekanik sisa makanan.


Rangsangan pada nervus pelvikus serta pemberian pilokarpin akan memperbesar
sekresi. Rangsangan simpatikus serta pemberian atropin akan mengurangi sekresi.
Usus besar juga mempunyai fungsi ekskresi mineral misal Ca, Mg, Hg, As, dan Fe.
Selain melakukan ekskresi mineral tersebut juga bahan makanan lain yang
tidak dapat dicernakan misalnya selulosa, sebagian zat lemak, sebagian kecil protein
dan lain-lainnya. Zat-zat tersebut berupa tinja yang dalam kolon asendens seperti
bubur. Pada kolon desendens mulai menjadi padat, kemudian dikumpulkan di kolon
sigmoideum dan sampai di ampula rekti sehingga pada suatu waktu terjadi
rangsangan pada rektum dan terjadilah defekasi. Berat akhir feses yang dikeluarkan
per hari sekitar 200 g, 75% diantaranya berupa air sisanya terdiri dari residu makanan
yang tidak diabsorbsi, bakteri, sel epitel yang mengelupas, dan mineral yang tidak
diabsorbsi.
Pada umumnya, pergerakan usus besar adalah lambat. Pergerakan usus besar
yang khas adalah gerakan mengaduk haustra. Kantong-kantong atau haustra teregang
dan dari waktu ke waktu otot sirkular akan berkontraksi untuk mengosongkannya.
Pergerakannya tidak progresif, tetapi menyebabkan isi usus bergerak bolak-balik dan
meremas-remas sehingga memberi cukup waktu untuk absorbsi. Terdapat dua jenis
peristaltik propulsif : (1) kontraksi lamban dan tidak teratur, berasal dari segmen
proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat beberapa haustra dan (2) peristaltik
massa, merupakan kontraksi yang melibatkan segmen kolon. Gerakan peristaltik ini
menggerakkan massa feses ke depan, akhirnya merangsang defekasi. Kejadian ini
timbul dua sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh refleks gastrokolik setelah
makan, khususnya setelah makan pertama masuk pada hari itu.

E. ETIOLOGI
Dari bukti-bukti eksperimental dan survei makanan, ditunjukkan bahwa faktor
berikut ini sangat berpengaruh terhadap timbulnya karsinoma kolon yaitu :
1.

Tingginya konsumsi daging sapi dan lemak hewani,

2.

Meningkatnya kuman-kuman anaerobik pada kolon,

3.

Tumor yang memproduksi asam empedu sekunder,

4.

Diet rendah serat, dan

5.

Kemungkinan defisiensi bahan makanan protektif (yang mencegah timbulnya


kanker) dalam diet.
Teori yang pernah dikemukakan adalah diet dengan tinggi lemak hewani akan

dapat meningkatkan pertumbuhan kuman-kuman anaerobik pada kolon, terutama


jenis clostridium dan bakteroides. Organisme ini bekerja pada lemak dan cairan
empedu sekunder, yang dapat merusak mukosa kolon dengan aktivitas replikasinya
dan secara simultan berperan sebagai promotor untuk senyawa-senyawa lain yang
potensial karsinogenik, dengan pembentukan nitrosamida (suatu bahan karsinogen)
dari amin dan amida yang dilepaskan oleh diet yang mengandung daging dan lemak
hewani. Sedangkan secara simultan, bahwa kurangnya serat dalam diet akan
memperkecil volume tinja dan memperlambat waktu pengosongan usus. Keadaan ini
mengurangi proses dilusi dan proses pengikatan bahan-bahan karsinogen. Diet rendah
serat sering disebabkan oleh rendahnya konsumsi buah-buahan serta sayur-sayuran
yang mengandung vitamin A, C, dan E, yang diduga mempunyai efek anti kanker.

F. PATOFISIOLOGI
Penyakit kanker mengenai sel sebagai unit dasar kehidupan. Sel akan tumbuh
dan membelah untuk mempertahankan fungsi normalnya, tetapi kadang-kadang
pertumbuhan ini diluar kontrol sehingga sel terus membelah meskipun sel-sel baru
tersebut tidak diperlukan. Pertumbuhan yang berlebihan ini dapat merupakan suatu
keadaan prekanker, contohnya adalah polip di daerah usus besar. Setelah melalui
periode panjang, polip ini dapat menjadi ganas. Pada keadaan lanjut, kanker ini dapat
menembus dinding usus besar dan menyebar melalui saluran pembuluh getah bening.
Hampir semua karsinoma kolon rektum berasal dari polip, terutama polip
adenomatus. Ini disebut adenoma-carsinoma sequence. Menurut P. Deyle,
perkembangannya dibagi atas 3 fase. Fase pertama yaitu fase karsinogen yang
bersifat rangsangan. Fase kedua adalah fase pertumbuhan tumor, fase ini tidak
menimbulkan keluhan atau fase tumor asimtomatis. Kemudian fase ketiga dengan

timbulnya keluhan dan gejala yang nyata, karena keluhan dan gejala yang nyata.
Karena keluhan tersebut timbulnya perlahan-lahan dan tidak sering, biasanya
penderita merasa terbiasa dan baru memeriksakan dirinya ke dokter setelah memasuki
stadium lanjut.

Gambar : Patogenesis karsinoma kolon

G. PATOLOGI
Secara makroskopik karsinoma kolon dapat dibagi atas 4 tipe, yaitu:
1.

Tipe nodular
Bentuk nodular berupa suatu massa yang keras dan menonjol ke dalam lumen,
dengan permukaan noduler. Biasanya tidak bertangkai dan meluas ke dinding
kolon. Sering juga terjadi ulserasi, dengan dasar ulkus yang nekrotik dengan tepi
yang meninggi, mengalami indurasi dan noduler. Di daerah sekum, bentuk tumor
ini kemungkinan tumbuh menjadi suatu massa yang besar, tumbuh menjadi
fungoid atau tipe ensefaloid. Permukaan ulkus akan mengeluarkan pus dan darah.

2.

Tipe Koloid
Tipe koloid ini tumbuhnya mengalami degenerasi mukoid.

3.

Skirous (Schirrous)
Pada tipe ini reaksi fibrous sangat banyak sehingga terjadi pertumbuhan yang
keras serta melingkari dinding kolon sehingga terjadi konstriksi kolon untuk
membentuk napkin ring.

4.

Papilary atau polipoid


Tipe ini merupakan pertumbuhan yang sering berasal dari papiloma simple atau
adenoma.
Secara histologis, hampir semua kanker usus besar adalah adenokarsinoma

yang berasal dari epitel kolon. Bentuk dan diferensiasinya sempurna mempunyai
struktur glandula dan kelenjar-kelenjarnya sendiri membesar, terjadi pembengkakan
sel kolumna dengan nuklei hipokromasi dengan sel yang mengalami mitosis. Pada
bentuk yang kurang berdifirensiasi sel-sel epitel terlihat didalam kolumna atau massa.
Desar sel barvariasi dan mungkin terdapat invasi dari pembuluh darah dan
pembuluh limfe. Pada pertumbuhan anplastik kadang terlihat signet ring cell (inti
mendesak ke arah sel).

H. KLASIFIKASI
Derajat keganasan karsinoma kolon berdasarkan gambaran histolik dibagi
menurut klasifikasi Dukes, berdasarkan dalamnya infiltrasi karsinoma di dinding
usus, yaitu :
Dukes A

: dalamnya infiltrasi; terbatas pada dinding usus atau mukosa.

Dukes B

: dalam infiltrasi; menembus lapisan muskularis mukosa.

Dukes C

: dalamnya infiltrasi metastasi kelenjar limfe dengan :

C1 : beberapa kelenjar limfe dekat tumor primer.


C2 : dalam kelenjar limfe jauh.
Dukes D

: sudah metastasis jauh

Berdasarkan besar diferensiasi sel, terdapat klasifikasi yang terdiri dari 4


tingkat, yaitu :
Grade I

: Sel-sel anaplastik tidak melebihi 25%

Grade II

: Sel-sel anaplastik tidak melebihi 25-50%

Grade III

: Sel-sel anaplastik tidak melebihi 50-75%

Grade IV : Sel-sel anaplastik lebih dari 75%

Klasifikasi karsinoma kolon menurut DUKES:


Klasifikasi TNM
Stage 0
Stage I

Karsinoma in situ
tidak ada penyebaran pada

Klasifikasi Dukes
Modifikasi

Harapan Hidup
(%)

90-100

75-85

30-40

<5

limfonodi, tidak ada


metastasis, tumor hanya
terbatas pada submukosa
(T1, N0, M0); tumor
menembus muscularis
Stage II

propria (T2, N0, M0)


tidak ada penyebaran pada
limfonodi, tidak ada
metastasis, tumor
menembus lapisan
subserosa (T3, N0, M0);
tumor sudah penetrasi ke
luar dinding kolon tetapi
belum metastasis ke
kelenjar limfe (T4, N0,

Stage III

M0)
Tumor invasi ke limfonodi

regional (Tx, N1, M0)


Stage IV Metastasis jauh
BMJ 2000;321:886-889 (7 Oktober 2001)

Tumor dapat menyebar secara infiltratif langsung ke struktur yang berdekatan,


seperti pada kedalam kandung kemih, melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe
perikolon dan mesokolon dan melalui aliran darah, biasanya ke hati karena kolon
mengalirkan darah ke sistem portal.
Karsinoma kolon dan rektum mulai berkembang pada mukosa dan tumbuh
sambil menembus dinding dan memperluas secara sirkuler ke arah oral dan aboral. Di
daerah rektum penyebaran ke arah anal jarang melebihi 2 cm. penyebaran per

kontinuitatum menembus jaringan sekitar atau organ sekitarnya misalnya ureter, bulibuli, uterus, vagina atau prostat. Penyebaran limfogen ke kelenjar parailliaka,
mesenterium, dan paraaorta. Penyebaran peritoneal menyebabkan paritonitis
karsinomatosa dengan atau tanpa asites.
I.

MANIFESTASI KLINIK
Gejala dan tanda dini karsinoma kolon rektal tidak ada. Umumnya gejala

pertama timbul karena penyulit yaitu gangguan faal usus, obstruksi, perdarahan atau
akibat penyebaran.
Pasien karsinoma kolorektal umumnya memberikan keluhan gangguan proses
defekasi. Keluhan yang diajukan bermacam-macam berlainan pada pasien yang satu
dengan yang lain bergantung pada lokasinya. Dari 291 penderita karsinoma
kolorektal yang diteliti keluhan utama pada waktu datang berobat ialah: 58,8%
perdarahan segar per anal, 31,6% buang air besar darah berlendir, dan 9,6 % obstruksi
saluran makan.
Karsinoma kolon jarang ditemukan dalam skrining dan biasanya asimtomatik.
Sekitar 50% pasien mengeluh nyeri perut, 35% dengan perubahan pola defekasi, 30%
perdarahan samar dan 15% gejala obstruksi usus. Gejala klinis karsinoma pada kolon
kiri berbeda dengan kolon yang kanan. Karsinoma kolon kiri sering bersifat skirotik,
sehingga lebih banyak menimbulkan stenosis dan obstruksi, terlebih karena feses
sudah menjadi padat. Pada karsinoma kolon kanan jarang terjadi stenosis dan feses
masih cair sehingga tidak ada faktor obstruksi.
Nyeri pada kolon kiri lebih nyata dari pada kolon kanan. Tempat yang
dirasakan sakit berbeda karena asal embriologenik yang berlainan, yaitu dari usus
tengah dan usus belakang. Nyeri dari kolon kiri bermula dibawah umbilikus
sedangkan dari kolon kanan di epigastrium. Gejala umum yang dikeluhkan pasien
adalah:
1. Perdarahan segar peranal (hematokezia)
Sebagian besar pasien karsinoma kolorektal yang terletak di di bagian distal
sering mempunyai keluhan buang besar berdarah segar. Sumber perdarahan segar

yang terbanyak dari kanker terletak di bagian distal kolon dari kanker, terutama
di rektum 89 dari 137 penderita (64,9%), menyusul dari sigmoid 62,7%,
rektosigmoid 60,3% dan dari kolon descendens 28,6%. Dari mereka yang
mengalami perdarahan segar, ditemukan 7 pasien mengalami perdarahan masif,
yaitu yang lokasinya di rektum 4, rektosigmoid 1, dan sigmoid 2. Ketujuh
penderita dengan perdarahan masif mengalami renjatan hipovolemik, dan
dilakukan pembedahan segera.
2. Buang air besar lendir darah
Seseorang yang mempunyai keluhan buang air besar darah lendir, perlu
dipikirkan adanya infeksi misal disentri basiler atau amoeba, kolitis ulseratif,
selain disebabkan oleh keganasan. Dari 291 pasien yang diteliti ditemukan 92
pasien (31,6%) mempunyai keluhan buang air besar darah lendir. Dari hasil
penelitian bahwa letak karsinoma kolorektal dibagian proksimal lebih sering
menimbulkan buang air besar darah lendir. Hal ini disebabkan karena darah yang
dikeluarkan oleh kanker tersebut sudah bercampur dengan tinja.
3. Obstruksi Saluran Cerna
Gejala klinis pasien karsinoma kolorektal sering menimbulkan gangguan
kebiasaan buang air besar, diantaranya dapat menimbulkan tanda obstruksi, baik
sebagian (parsial) maupn obstruksi total sehingga timbul tanda-tanda ileus, buang
air besar darah lendir atau obstipasi beberapa hari. Dari penelitian ditemukan 28
pasien (9,6%) dengan tanda-tanda obstruksi, yaitu perut kembung yang makin
kembung dan makin lama makin tegang, tidak dapat buang air besar dan tidak
dapat flatus. Hal ini juga dikuatkan dengan hasil rontgen polos abdomen
terlentang dan berdiri yang menunjukkan pelebaran usus halus dan kolon.
Sebagai penyebab obstruksi ditemukan kanker yang terletak di rektum 16
(11,7%) , rektosigmoid 4 (6,3%), sigmoid 7 (10,4%) dan kolon ascendens 1
(14,2%). Yang menimbulkan tanda-tanda obstruksi umumnya kanker berbentuk
sirkular dan anular yang menyebabkan terjadi penyempitan lumen usus. Bentuk
striktura merupakan tumor yang sering menonjol dan mengisi seluruh lumen usus
sehingga menyebabkan sumbatan total.

4. Pasien karsinoma kolorektal mempunyai keluhan lain seperti pasien kanker


umumnya, yaitu anoreksia, berat badan menurun, rasa nyeri perut ditempat
kanker, buang air besar tidak teratur, walaupun sudah buang air besar yang
berupa tinja dengan darah lendir tetapi masih meraskan banyak kotoran didalam
perut yang sukar keluar seperti ada sumbatan. Selain itu juga timbul tenesmus.
Manifestasi dari karsinoma kolon dapat dibagi menjadi (Kodner et al, 1999) :

Manifestasi Subakut
Tumor-tumor pada kolon ascendens tidak menimbulkan perubahan kebiasaan
defekasi (walaupun besar, tumor yang sekresi mukus menyebabkan diare).
Pasien mungkin mengeluh feses berwarna hitam dan seperti ter, tetapi tumor
tersebut sering mengakibatkan occult bleeding, yang sering tidak terdeteksi oleh
pasien. Perdarahan kronis dapat menyebabkan anemia defesiensi besi, yang
menimbulkan gejala fatigue, dizzines, atau palpitasi. Perdarahan kerena
karsinoma colon sering intermitten, hasil negatif occult bleeding tes pada feses
tidak menyingkirkan kecurigaan kanker pada usus besar.
Nyeri perut bagian bawah lebih sering berhubungan dengan tumor-tumor yang
terletak di colon descendens. Nyeri perut berupa kram dan mereda dengan
pergerakan usus. Karsinoma kolon kiri dan rektum menyebabkan perubahan
perubahan pola defekasi seperti konstipasi atau defekasi dengan tenesmi. Makin
ke distal letak tumor, feses makin menipis atau seperti kotoran kambing atau
lebih cair disertai darah atau lendir. Tenesmus merupakan gejala yang biasa
didapat pada karsinoma kolon. Perdarahan akut jarang dialami, demikian juga
nyeri di daerah panggul berupa tanda penyakit lanjut. Bila pada obstruksi
penderita flatus terasa lega di perut.
Gejala umum karsinoma kolon non akut lainnya adalah termasuk kehilangan
berat badan dan demam. Sekitar 50% pasien mengeluh penurunan berat badan,
namun hal tersebut bukan manifestasi khas pada karsinoma kolon. Demam gejala
yang jarang dikeluhkan. Septikemia jarang terjadi tetapi bisa terjadi pada setiap
derajat tumor colon. Pada orang dewasa apabila ditemukan obstruksi atau

obstruksi partial yang disebabkan intusepsi, dilakukan colonoskopi atau airkontras barium enema untuk menyingkirkan ca colon.

Manifestasi Akut
Gejala yang signifikan pada gejala akut adalah obstruksi atau perforasi pada usus
besar. Obstruksi kolon dapat memberikan kesan kanker, terutama pada orang tua.
Pasien dengan obstruksi komplit mengeluh tidak bisa flatus dan BAB, kram dan
distensi perut. Pada pemeriksaan fisik ditemukan perut distended, tympani pada
perkusi, biasanya pada tumor ditemukan masa abdominal pada palpasi.
Jika obstruksi tidak berkurang dan kolon terus distensi, tekanan pada dinding
intestinal dapat melebihi tekanan kapiler, dan darah yang membawa O 2 tidak
mencapai dinding usus, yang akan mengakibatkan iskemia dan nekrosis. Pada
situasi ini pasien akan mengeluhkan nyeri perut hebat dan pada pemeriksaan fisik
ditemukan rebound tenderness dan menurunnya atau menghilangnya suara usus.
Jika tidak di terapi segera, nekrosis akan berkembang menjadi peritonitis dengan
fecal peritonitis dan sepsis.
Usus besar dapat terjadi perforasi pada sisi tumor, mungkin disebabkan tumor
transmural kehilangan suplai darah dan menjadi nekrotik. Kasus seperti ini
mudah salah pada akut divertikulitis dan proses inflamasi dapat terbatas pada sisi
yang perforasi, akan tetapi pada beberapa kasus perforasi tidak dapat diketahui,
yang mengakibatkan peritonitis generalisata.
Tabel : gambaran klinis karsinoma kolorektal lanjut

Aspek klinis

Kolon Kanan
Kolitis

Kolon Kiri
Obstruksi

Rektum
Proktitis

Nyeri

Karena penyusupan

Karena Obstruksi

Tenesmi

Defekasi

Diare atau diare berkala Konstipasi progresif

Tenesmi terus
menerus

Obstruksi

Jarang

Hampir selalu

Tidak jarang

Darah pada

Samar

Samat atau

Makroskopik

feses
Feses

makroskopik
Normal (diare)

Normal

Perubahan bentuk

Jarang
Dispepsia

Sering

Jarang

Keadaan

Hampir selalu

Lambat

Lambat

umum
memburuk
Anemia
J.

Lambat
Hampir selalu

Lambat

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta

pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosis karsinoma kolon.


Anamnesis
Dari anamnesis kita dapat menduga seseorang menderita karsinoma
kolorektal, pada mereka yang usia lanjut yang mempunyai keluhan fungsi buang air
besar terganggu yaitu bila sulir buang air besar disertai darah lendir, atau buang air
besar disertai darah segar.
Dapat juga untuk menggali riwayat :

Perubahan kebiasaan defekasi seperti diarea, konstipasi

Perdarahan rectal atau occult bleeding(meskipun demikian, feses sering normal)

Kram atau nyeri perut

Kelelahan dan fatigue

Riwayat kanker kolorektal pada keluarga

Riwayat menderita polip kolorektal

Riwayat menderita Chronic Inflammatory Bowel Desease

Diet kurang serat

Pemeriksaan fisik
Karsinoma kolon disebelah kanan, kadang-kadang teraba suatu massa. Tumor
sigmoid sedikit dapat diraba diperut kiri bawah. Bila tumor sudah metastase ke hati,

akan teraba hati yang nodular dengan bagian yang keras dan yang kenyal. Dapat
ditemukan massa di abdomen, apabila ada gejala-gejala obstruksi dari inspeksi dapat
ditemukan dinding abdomen distensi, dumb countur, dumb steifung. Dari palpasi
ditemukan massa abdomen, dan hipertympani pada perkusi abdomen, auskultasi usus
bisa ditemukan peningkatan peristaltik yang kemudian diikuti dengan burburigmi,
metalik sound dan penurunan serta menghilangnya peristaltik Bisa juga ditemukan
nyeri tekan pada seluruh dinding abdomen apabila terjadi perforasi usus.
Pemeriksaan Digital Rectal Examination (DRE) bisa ditemukan massa
maligna (massa berbenjol-benjol dengan striktura) direktum dan rektosigmoid teraba
keras kenyal dan lendir darah pada sarung tangan.
Tabel : Ringkasan diagnosis karsinoma kolorektal
Kolon Kanan :
- Anemia dan kelemahan
- Darah okul di feses
- Dispepsia
- Perasaan kurang enak di perut kanan bawah
- Massa di perut kanan bawah
- Foto rontgen perut khas
- Penemuan kolonoskopi
Kolon Kiri :
- Perubahan pola defekasi
- Darah di feses
- Gejala dan tanda obstruksi
- Foto rontgen khas
- Penemuan kolonoskopi
Rektum :
- Perdarahan rektum
- Darah di feses
- Perubahan pola defekasi
- Pasca defekasi perasaan tidak puas atau rasa penuh
- Penemuan tumor pada colok dubur
- Penemuan tumor rektosigmoid

Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien dengan gejala-gejala yang dicurigai karsinoma kolon, diagnosis
definitif biasanya ditegakkan dengan endoskopi (fleksibel sigmoidoskopi dan

colonoscopy) atau barium enema. Pemeriksaan lain diperlukan untuk pemeriksaan


derajat penyakit dan mencari metastase. Ada berbagai pilihan penyaringan tersedia
mencakup Fecal occult bleeding (FOBT), fleksibel sigmoidoskopi (FS), sinar-x
enema barium, dan kolonoskopi dan fecal immunochemical test (FIT).

Fecal Occult Bleeding Test


FOBT menawarkan beberapa keuntungan sebagai alat screening yang telah
terbukti efektif dalam percobaan secara random, yang non-invasive, dan hemat
biaya. Akan tetapi, penurunan angka kematian termasuk rendah (1533%).

Fecal Immunochemical Test (FIT)


Merupakan

pemeriksaan

feses-darah

terbaru,

dikenal

sebagai

fecal

immunochemical test (FIT), mendeteksi porsi spesifik dari protein darah


manusia. Test ini dilakukan sama seperti FOBT yang konvensional, tetapi lebih
spesifik dan dapat mengurangi hasil positif palsu. Vitamin atau makanan tidak
mempengaruhi fecal immunochemical test, dan formatnya hanya memerlukan 2
spesimen feses (FOBT konvensional membutuhkan 3), jadi lebih mudah untuk
digunakan. Fecal immunochemical test mempunyai beberapa kelemahan sama
seperti FOBT konvensional, seperti tidak bisa untuk mendeteksi tumor yang
tidak berdarah.

Flexible Sigmoidoscopy (FS)


Flexible Sigmoidoscopy (FS) dapat juga digunakan sebagai alat penyaringan.
Prosedur bisa dilakukan dalam kantor tanpa pemberian obat penenang, hemat
biaya dan murah, dapat untuk mengurangi angka kematian kanker colon sekitar
6070%, dan persiapan pasien lebih mudah dibandingkan dengan kolonoskopi.
Akan tetapi, FS mendeteksi hanya separuh adenomas dan 40% kanker dari
proximal sampai splenic flexure. Dapat mengedintifikasi sampai 75% lesi
proximal dan tidak dapat mendeteksi lesi distal. Pemeriksaannya sering dibatasi
oleh ketidaknyamanan pasien dan kurang persiapan.
Dengan melakukan pemeriksaan FOBT setiap tahun dan FS setiap lima 5 tahun.
Metode ini memberikan gambaran pada kolon descenden dan memberikan

sensitifitas yang baik pada FOBT untuk proximal kanker yang tidak bisa dicapai
oleh FS. Suatu penelitian terbaru menunjukkan bahwa penambahan sekali FOBT
dengan FS meningkatkan tingkat pendeteksian neoplasia dari 70% dengan FS
sendiri, menjadi 76%.

Penyinaran Enema barium


Pemeriksaan sinar-x enema barium (BE) mempunyai manfaat cost effective dan
memeriksa keseluruhan kolon. Barium enema sebaiknya menggunakan kontras
ganda dan usahakan melakukan pemotretan pada berbagai posisi bila ditemukan
kelainan. Pada foto kolnon dapat terlihat suatu filling defect pada suatu tempat
atau suatu striktura. Selain itu dapat ditemukan lokasi tempat kelainan tersebut.

Gambar : Pemeriksaan kontras barium enema radiograf

Kolonoskopi
Kolonoskopi dapat membantu mencegah kanker colon dengan pendeteksian
polyp adenomatosa dan polypectomy. Kolonoskopi memberikan gambaran
keseluruhan colon yang dapat mengidentifikasi dari lesi yang proximal dan lesi
distal. Kolonoskopi mempunyai sensitifitas terbaik pada metoda screening yang
ada saat ini. Kerugian kolonoskopi adalah biaya, resiko yang ditingkatkan seperti
pendarahan dan perforasi, persiapan pasien yang sulit, dan membutuhkan
pemberian obat sedasi.
Secara endoskopi umumnya bentuk kanker kolorektal ialah polipoid yang
ireguler, anular seperti bunga kool yang ulseratif, striktura, sirkular, dan dapat
menemukan letak obstruksi. Apabila dibandingkan, kolonoskopi menjadi suatu

metoda surveilen yang lebih efektif dibanding dengan kontras barium enema
ganda.

Setelah

melakukan

pemeriksaan

kolonoskopi

dengan

disertai

polypectomy, 580 pasien dilakukan surveilen dengan kolonoskopi dan kontrol


barium enema ganda (DCBE). Hasil kolonoskopi menemukan 392 polyp, DCBE
menemukan polyp sebanyak 139 (35%) pada kasus yang sama.

Pemeriksaan penunjang lainnya


-

Radiografi thorak : digunakan untuk mendeteksi kanker yang telah metastase


ke paru-paru.

Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi sangat sulit untuk mendeteksi kanker kolorektal. Alat ini baru
bermanfaat untuk mendeteksi ada tidaknya metastase kanker ke kelenjar
getah bening di abdomen dan di hati. Jika ada pembesaran kelenjar getah
bening para-aortal patut dicurigai suatu metastase dari kanker.

CT-Scan : digunakan untuk mendeteksi metastase ke nodus limfatikus, hati


atau paru-paru

Gambar : CT Scan abdomen bagian atas menunjukkan multipel tumor dalam


limpa dan hati yang sudah menyebar (metastase) berasal dari kanker usus
(karsinoma).
Laboratorium
Setiap pasien yang mengalami perdarahan perlu diperiksa Hb, biasanya
terjadi penurunan Hb. Tumor marker (petanda tumor) yang biasa dipakai

adalah CEA, kadar CEA lebih dari ng\ml biasanya ditemukan pada
karsinoma kolorektal yang lanjut. Berdasarkan penelitian CEA tidak biasa
digunakan untuk mendeteksi secara dini karsinoma kolorektal, sebab
ditemukan kenaikan titer lebih dari 5 ng\ml pada sepertiga kasus.
K. TERAPI
Farmakologi
Penelitian di Eropa dan Amertika Serikat melaporkan bahwa respon terhadap
kombinasi dari 5-fluorouracil (5-FU), leucovorin, dan irinotecan (CPT11) lebih baik
bila dibandingkan dengan 5-FU/leucovorin atau CPT11 secara tunggal. Terapi standar
untuk carsinoma kolon yang telah bermetastase adalah CPT11 dengan kombinasi 5FU/LV dikenal sebagai Saltz Regimen. Obat ini digunakan secara kombinasi dalam
pengobatan carsinoma colorektal.
Terapi dasar 5-FU diberikan secara infuse setiap hari selama 5 hari dalam 4
minggu (mayo klinik regimen) dan diteruskan secara infuse setiap minggu untuk 6
minggu dengan 2 minggu off ( Roswell Park regimen).
Kategori obat: Antineoplastic agents, merupakan standar terapi dalam pengobatan ca
kolon termasuk terapi kombinasi. Diare merupakan efek samping yang biasa terjadi
dalam pengobatan ini. Efek samping lain termasuk mucositis, neutropenia,
kerontokan rambut, dan reaksi hipersensitivitas.

Nama Obat

Fluorouracil (Adrucil)
Digunakan terutama dalam pengobatan carsinoma kolon pada
penderita yang berusia lebih dari 40 tahun. Dapat digunakan
sebagai agen tunggal atau kombinasi untuk terapi jangka panjang
dengan leucovorin sebagai modulator biokimia.
Sebagai antimetabolit (obat anti kanker dengan struktur kimia yang
hampir sama dengan faktor endogen intermediate atau memblok
sintesis DNA atau RNA). 5-FU menghambat pertumbuhan sel
tumor melalui tiga mekanisme berbeda yang berhubungan dengan
aktivitas sintesis DNA atau kemampuan selular. Efek ini tergantung
pada konversi intraseluler dari 5-FU menjadi 5-FdUMP, 5-FUTP,
dan 5-FdUTP. 5-FdUMP menghambat thymidylate synthase (enzim
kunci dalam sintesis DNA) . 5-FUTP dihubungkan dengan proses
sintesis RNA dan 5-FdUTP berhubungan dengan DNA.

Dosis Dewasa

Standar pengobatan: 500 mg/m2 IV setiap minggu selama 4-6


minggu.
Terapi tambahan:
Regimen Mayo Klinik: 425 mg/m2/d IV bolus pada hari ke 1-5
setelah pemberian LV untuk 5 hari setiap 4 minggu.
Roswell Park regimen: infuse dilanjutkan setiap minggu selama 6
minggu

Kontraindikasi

Hipersensitivitas; supresi sumsum tulang belakang, infeksi berat,


adenokarsinoma unresponsive atau progressive, kehamilan

Interaksi

Meningkatkan resiko perdarahan dengan antikoagulan, NSAIDs,


platelet inhibitor, agen trombolitik, agen imunosupresif; leucovorin
menurunkan kadar folat. Kombinasi dengan 5-FU lebih efektif
dalam memblok sintesis thymidylate (meningkatkan respon terapi).

Kehamilan

Tidak aman untuk kehamilan

Precautions

Mual, oral dan GI ulcers, depresi system imun, kegagalan


hematopoiesis (supresi sumsum tulang belakang)

Nama obat

Irinotecan (Camptosar)
Menghambat topoisomerase I, menghambat replikasi DNA. Efektif
dalam pengobatan carsinoma colorektal. Standar terapi untuk
carsinoma kolon yang mengalami metastase termasuk kombinasi
kemoterapi 5-FU/LV/CPT11 karena terjadinya toksisitas
dihubungkan dengan Saltz Regimen (5-FU/LV/CPT11), saat ini
standar terapi ca kolon yang mengalami metastase maksimal 5-FU
400 mg/m2 dan CPT11 100 mg/m2 sebagai dosis awal.

Dosis dewasa

125 mg/m2 IV > 90 minimal setiap minggu dalam 4-6 minggu.

Kontraindikasi

Hipersensitifitas;
diarrhea
akut;
demam,
adenokarsinoma anresponsif atau progresif.

Interaksi

Pemberian dengan antineoplastik lain dapat menyebabkan


neutropenia memanjang dan trombositpenia yang dapat
meningkatkan resiko morbiditas maupun mortalitas.

Kehamilan

Tidak aman untuk kehamilan

Perhatian

Efek samping termasuk myelosuppresi, alopecia, mual, muntah,


dan diare, awasi fungsi sumsum tulang belakang.

Nama obat

Leucovorin (Wellcovorin)
Standard therapy untuk ca kolon dan termasuk dalam terapi
kiombinasi

Dosis dewasa

neutropenia;

Standard therapy: 20 mg/m2 IV setiap minggu untuk 4-6 minggu


Terapi tambahan: 20 mg/m2 IV sebelum pemberian 5-FU pada hari

ke 1-5 selama 4 minggu (Mayo Clinic regimen).


Kontraindikasi hypersensitivity; anemia pernisiosa; anemias megaloblastic
Nama obat

Oxaliplatin (Eloxatin)
Agent antineoplastik yang digunakan sebagai kombinasi dengan 5FU dan leucovorin untuk pengobatan ca kolon dengan metastasis
yang mengalami kekambuhan atau progressi.

Dosis dewasa

Hari 1: 85 mg/m2 IV > 2 jam; diberikan secara simultan dengan


leucovorin 200 mg/m2; diikuti 5-FU 400 mg/m2 IV bolus > 2-4 min,
kemudian 5-FU 600 mg/m2 IV dalam larutan D5W 500 ml > 22
jam.
Hari 2: Leucovorin 200 mg/m2 IV > 2 jam, diikuti 5-FU 400 mg/m2
IV bolus > 2-4 min, kemudian 5-FU 600 mg/m 2 IV dalam larutan
D5W 500 Ml > 22 jam.

Interaksi

Meningkatkan konsentrasi 5-FU dalam serum hampir 20%

Kehamilan

Tidak aman untuk kehamilan

Perhatian

Reaksi Anaphylaxis, neuropati, fibrosis pulmoner, supresi sumsum


tulang belakang, gejala system gastrointestinal (mual, muntah,
stomatitis), toksisitas ren atau hepar, tromboembolisme

Nama obat

Cetuximab (Erbitux)
Rekombinan antibody moniklonal dari manusia/tikus yang secara
spesifik berikatan dengan komponen ekstraseluler dari reseptor
factor pertumbuhan epidermal (EGFR, HER1, c-ErbB-1). Reseptor
Cetuximab-bound EGF menghambat aktivasi reseptor kinase,
sehingga menghambat pertumbuhan sel, menginduksi apoptosis,
dan menurunkan produksi matriks metalloproteinase dan vascular
endothelial growth factor (VEGF). Diindikasikan untuk terapi
irinotecan-refractory, EGFR-expressed, colorectal carcinoma yang
telah mengalami metastase. Terapi lebih baik dengan kombinasi
irinotecan

Dosis dewasa

Dosis
awal:
400
mg/m2
IV
(infuse
>
2
jam)
2
dosis pemeliharaan setiap minggu: 250 mg/m IV (infus > 1 jam).

Kontraindikasi Karsinoma kolorectal tanpa metastasis


Perhatian

Hipersensitifitas, termasuk alergi terhadap protein murine;


hipotensi, distress jalan nafas ( bronkospasme, stridor, hoarseness),

Nama obat

Bevacizumab (Avastin)
Diindikasikan sebagai terapi lini pertama pada metastatic colorectal
cancer. Murine-derived monoclonal antibody menghambat
angiogenesis. Menghambat pembentukan pembuluh darah baru
yang mengangkut oksigen dan nutrisis yang dibutuhkan dalam
pertumbuhan sel tumor.

Dosis dewasa

5 mg/kg IV 4 kali dalam 2 minggu

Interaksi

Pemberian dengan 5-fluorouracil dapat meningkatkan terjadinya


kejadian tromboembolik yang serius dan fatal (CVA, MI, TIAs,
angina)

Perhatian

Hipertensi, fatigue, thrombosis, diarrhea, leukopenia, proteinuria,


sakit kepala, anorexia, dan stomatitis; mungkin menyebabkan
keadaan serius atau fatal tetapi hal ini jarang terjadi, yaitu perforasi
gastrointestinal, infeksi intraabdominal, kegagalan penyembuhan
luka, hemoptysis (secara partikuler berhubungan dengan ca pulmo),
dan perdarahan internal, meningkatkan resiko yang serius maupun
fatal terhadap terjadinya trombotik arterial dengan pemberian 5fluorouracil.

Kemoterapi
Kemoterapi Intrahepatic untuk carcinoma colon dengan metastase ke hepar adalah
intraarterial floxuridine (FUDR).

Diikuti reseksi karsinoma kolon primer dan nodus limfatikus, dengan pilihan
kemoterapi: kemoterapi sistemik menggunakan regimen 5-FU/leucovorin/CPT11
atau kemoterapi intrahepatic (intraarterial) dengan FUDR.

Pilihan kedua untuk pasien dengan lesi hepar yang luas atau multiple sehingga
membutuhkan kemoterap dosis yang lebih tinggi. Prinsip terapi ini adalah
metastase ke hepar menerima suplai darah terutama melalui sirkulasi arteri
hepatica, dinama hepar secara normal menerima darah melalui vena porta. Efek
samping utama pada intraarterial FUDR adalah kolangitis sclerosis.

Terapi FUDR intraarterial biasanya diberikan melalui pompa yang ditanam di


daerah subcutan, yang diganti secara periodik. Efek samping utama yang bisa
terjadi adalah sclerosing cholangitis.

Pembedahan
Pengobatan utama pada kanker kolorektal adalah pengangkatan bagian usus
yang terkena dan sistem getah beningnya. 30% penderita tidak dapat mentoleransi
pembedahan karena kesehatan yang buruk, sehingga beberapa tumor diangkat melalui
elektrokoagulasi. Cara ini bisa meringankan gejala dan memperpanjang usia, tapi

tidak menyembuhkan tumornya. Pada kebanyakan kasus kanker kolon, bagian usus
yang ganas diangkat dengan pembedahan dan bagian yang tersisa disambungkan lagi.
Untuk kanker rektum, jenis operasinya tergantung pada seberapa jauh jarak
kanker ini dari anus dan seberapa dalam tumbuh ke dalam dinding rektum.
Pengangkatan seluruh rektum dan anus mengharuskan penderita menjalani kolostomi
menetap (pembuatan hubungan antara dinding perut dengan kolon). Dengan
kolostomi, isi usus besar dikosongkan melalui lubang di dinding perut ke dalam suatu
kantung, yang disebut kantong kolostomi. Bila memungkinkan, rektum yang diangkat
hanya sebagian, dan menyisakan ujung rektum dan anus. Kemudian ujung rektum
disambungkan ke bagian akhir dari kolon.

Gambar : Colostomy
Prosedur pembedahan klasik untuk carcinoma kolon adalah reseksi anterior.
Abdomen dieksplorasi untuk menentukan letak tumor yang akan direseksi, dan
kemudian reseksi dilakukan secara segmental (hemikolectomy kanan atau kiri)
dengan end-to-end anastomosis. Reseksi kolon total dilakukan terhadap pasien
dengan polyposis familial dan polip colon multiple.

Laparoscopic colon resection: menggunakan teknik laparoscopic untuk


melakukan reseksi kolon.

Penggantian sphincter secara elektrik untuk menstimulasi musculus neosphincter


dan penambahan anal sphincter untuk pasien dengan inkontinensia fecal stadium
akhir.

Hepatectomy partial untuk carcinoma kolon yang terbatas pada hepar merupakan
terapi pilihan untuk pasien dengan carsinoma colorektal berulang. Factor yang
ikut menentukan keberhasilan terapi ini termasuk metastase tunggal, kadar CEA
lebih dari 200 ng/mL, diameter tumor < 5 cm, dan penanda negative setelah
reseksi. Deteksi dini terhadap carsinoma colorektal recuren termasuk dengan
menggunakan CT atau MRI. Kadar CEA juga penting untuk mendeteksi
rekurensi, walaupun positive palsu dan negativ palsu bisa saja terjadi.

Terapi lain pada metastasis liver adalah termasuk cryoablation (tekhnik tertentu
dalam bedah abdomen) dan hepatic arterial infusion (HAI) dari agent
chemotherapi seperti FUDR. HAI FUDR adjuvant biasanya diikuti dengan
hepatectomy parsial.

Konsultasi

Konsultasi bedah
o

Cancer colorectal, terutama stadium dini, dapat diterapi secara bedah.


Setelah dilakukan diagnosis dan ditentukan stadiumnya maka bisa
ditentukan untuk kemungkinan dilakukan pembedahan.

Pada pasien dengan carsinoma colorektal dan metastase liver, konsultasi


bedah sebagai pilihan untuk memperkenalkan intrahepatic intraarterial
chemotherapy melalui penanaman pompa.

Konsultasi sangat penting untuk screening terhadap individu resiko tinggi


(individu dengan riwayat keluarga carsinoma colorektal atau polyposis
syndromes).

Konsultasi gastroenterologi
o

Konsultasi

gastroenterologi

juga

memudahkan

dalam

melakukan

pemantauan pasien dengan carsinoma colorektal yang telah dilakukan


reseksi dan diberikan kemoterapi tambahan. Dilakukan screening terhadap
terjadinya rekurensi dengan melakukan pemeriksaan colonoscopic secara
periodic. Karena neoplasma colon tumbuh secara perlahan, maka perlu

dilakukan kolonoskopi 1 kali per tahun selama 2-3 tahun dan sesudahnya
setiap 2-3 tahun.

Radiasi onkologi
o

Pasien dengan carsinoma rektal perlu dilakukam konsultasi radiasi onkologi.


Radiasi bertujuan untuk mengurangi resiko kekambuhan dari carsinoma
rektal.

Radiasi bermanfaat juga sebagai terapi paliatif (mengurangi pertumbuhan


tumor pada lokasi spesifik yang merupakan hasil metastase dari carsinoma
colorektal). Terapi ini juga bisa untuk meningkatkan kualitas hidup
(membantu mengontrol nyeri atau kompresi medula spinalis atau sindrom
vena cava.
Terapi

penyinaran

setelah

pengangkatan

tumor,

bisa

membantu

mengendalikan pertumbuhan tumor yang tersisa, memperlambat kekambuhan dan


meningkatkan harapan hidup. Pengangkatan tumor dan terapi penyinaran, efektif
untuk penderita kanker rektum yang disertai 1-4 kanker kelenjar getah bening. Tetapi
kurang efektif pada penderita kanker rektum yang memiliki lebih dari 4 kanker
kelenjar getah bening.
L. PROGNOSIS
Lebih dari 90% pasien dengan keganasan kolorektal yang dilakukan operasi
reseksi secara kuratif atau paliatif, angka kematiannya sekitar 3-6%. Persentase
jangka hidup 5 tahun sesudah reseksi tergantung dari stadium lesi.

Dukes A (terbatas pada dinding usus) : 90-100 %

Dukes B (melalui seluruh dinding) : 75-85 %

Dukes C (kelenjar getah bening positif) : 30-40 %

Dukes D (metastasis ke tempat yang jauh atau penyebaran lokal tidak dapat
direseksi lagi) : <5 %
Insiden atau kejadian kekambuhan lokal dapat dikurangi jika saat operasi

dilakukan tindakan pencegahan semaksimal mungkin untuk menghindari implantasi

dari sel-sel ganas. Sekitar 5 % pasien dengan kanker kolorektal penyakitnya akan
berkembang ke arah keganasan.
Diperlukan tindakan lanjut (follow up) yang lama agar dapat mengetahui
apakah kanker itu rekuren dan metakromatik. Dilakukan sigmoidoskopi, pemeriksaan
feses untuk mengetahui adanya darah, barium enema, kolonoskopi fiiber optik dan
serangkaian nilai CEA sebagai marker untuk deteksi dari kekambuhan tumor. Bila
kadar CEA tetap normal sesudah dilakukan reseksi kuratif, maka peningkatan
dikemudian hari dengan sendirinya merupakan bukti kemungkinan adanya rekurensi.

BAB III
KESIMPULAN

1.

Karsinoma kolon adalah tumor ganas epitelial pada usus besar yang memanjang
dari sekum hingga rektum.

2.

Menurut World Health Organization pada April 2003 melaporkan terdapat lebih
dari 940.000 kasus baru karsinoma kolorektal dan hampir 500.000 kematian
dilaporkan di seluruh dunia setiap tahunnya.

3.

Faktor resikonya meliputi umur, diet tinggi lemak dan kolesterol, inflamatory
bowel disease (terutama kolitis ulseratif) dan genetik.

4.

Fungsi usus besar ialah menyerap air, vitamin, dan elektrolit, ekskresi mukus,
serta menyimpan feses, dan kemudian mendorongnya keluar.

6.

faktor berikut ini sangat berpengaruh terhadap timbulnya karsinoma kolon antara
lain: tingginya konsumsi daging sapi dan lemak hewani, meningkatnya kumankuman anaerobik pada kolon, tumor yang memproduksi asam empedu sekunder,
diet rendah serat, dan kemungkinan defisiensi bahan makanan protektif (yang
mencegah timbulnya kanker) dalam diet.

7.

Pertumbuhan sel diluar kontrol dapat merupakan suatu keadaan prekanker,


contohnya adalah polip di daerah usus besar. Setelah melalui periode panjang
dapat menjadi ganas.

8.

Secara makroskopik karsinoma kolon dapat dibagi atas 4 tipe, yaitu: nodular,
koloid, skirous, papilar.

9.

Derajat keganasan karsinoma kolon berdasarkan gambaran histolik dibagi


menurut klasifikasi Dukes, berdasarkan infiltrasi karsinoma di dinding usus.

10. Gejala umum yang dikeluhkan pasien adalah: perdarahan segar peranal
(hematokezia), buang air besar lendir darah atau tidak teratur, obstruksi saluran
cerna, anoreksia, berat badan menurun, rasa nyeri perut ditempat kanker dan
tenesmus.
11. Pemeriksaan penunjang antara lain: Fecal occult bleeding (FOBT), fleksibel
sigmoidoskopi (FS), sinar-x enema barium, dan kolonoskopi dan fecal
immunochemical test (FIT), radiologi thorax, USG, CT Scan dan Laboratorium.

12. Terapi farmakologi yang dapat diberikan adalah kombinasi dari 5-fluorouracil
(5-FU), leucovorin, dan irinotecan (CPT11). Terapi standar untuk carsinoma
kolon yang telah bermetastase adalah CPT11 dengan kombinasi 5-FU/LV dikenal
sebagai Saltz Regimen.
13. Kemoterapi Intrahepatic untuk carcinoma colon dengan metastase ke hepar
adalah intraarterial floxuridine (FUDR).
14. Pengobatan utama pada kanker kolorektal adalah pengangkatan bagian usus yang
terkena dan sistem getah beningnya (laparoscopic colon resection). Pengangkatan
seluruh rektum dan anus mengharuskan penderita menjalani kolostomi.
15. Lebih dari 90% pasien dengan keganasan kolorektal yang dilakukan operasi
reseksi secara kuratif atau paliatif, angka kematiannya sekitar 3-6%. Persentase
jangka hidup 5 tahun sesudah reseksi tergantung dari stadium lesi.

DAFTAR PUSTAKA

Deiry,

El-Wafik

S.

2006.

E-Medicine:

Colon

Carcinoma.

Diakses

dari:

http://emedicine.medscape.com/article/277496 tanggal 20 Maret 2009.


Newman, Dorland W. A. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. EGC: Jakarta.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit
Jilid II. EGC : Jakarta.
Robbins, S.L., M.D. dan Kumar, V., M.D. 1995. Traktus Gastrointestinal dalam Buku
Ajar Patologi II, ed. 4. EGC: Jakarta.
Standar Pelayanan Medis. 1997. Karsinoma Kolon-rektum.
Sabiston, D.C.Jr., M.D. 1994. Buku Ajar Bedah Jilid 2. EGC: Jakarta.
Tjokronegoro, Arjatmo dan Hendra Utama. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Gaya Baru: Jakarta.
Wim de Jong. 2002. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II. EGC: Jakarta.
http://www.medicastore.com/kanker+kolorektal.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/encyclopedia.html

You might also like