Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
kasus
diabetes
diperlukan
adanya
pelayanan
kesehatan,
mencakup pelayanan kefarmasian dalam proses pengobatan atau pencegahan penyakit diabetes
melitus. Oleh sebab itu, setiap tenaga medis terutama tenaga kefarmasian harus memiliki
pengetahuan yang cukup mengenai tata laksana terapi diabetes melitus, baik terapai secara
nonfarmakologis dan farmakologis, sehingga dapat memberikan pelayanan kesehatan yang
optimal kepada masyarakat
1.2. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengkaji lebih dalam mengenai terapi
diabetes
melitus,
meliputi algoritma
terapi diabetes
melitus,
terapi
non-farmakolgi,terapi
1
farmakologi, serta monitoring terapi diabetes melitus. Selain itu, melalui makalah ini penulis
berharap dapat meningkatkan pengetahuan dan perhatian pembaca mengenai terapi dan
pencegahan diabetes melitus, sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan pembaca terhadap
faktor- faktor penyebab diabetes melitus.
BAB 2
ISI
mengurangi
resiko
terjadinya
penyakit
komplikasi
mikrovaskular
(neuropati,
untuk
nefropati,
retinoparti) dan dan makrovaskular dan komplikasi akut lainnya, meminimalisir kemungkinan
terjadinya hipoglikemia, mengurangi mortalitas, dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Agar
tercapainya tujuan tersebut, pemerolehan kondisi yang sebisa mungkin mendekati normoglikemia
menjadi faktor yang sangat penting yang dapat dibantu dengan edukasi pasien dengan cara yang
tepat. Penentuan jenis terapi yang akan diterapkan pada pasien diabetes melitus bergantung pada
sasaran glikemia, tingkat Self-monitoring of blood glucose (SMBG), hasil uji hemoglobin
A1c, tekananan darah, level lipid, hasil pengecekan perkembangan komplikasi secara reguler, pola
makan dan olahraga, serta waktu penggunaan obat.
mellitus tipe 2 terjadi akibat adanya obesitas. Namun, kembali lagi aturan diet yang ditetapkan
bergantung dari body mass index (BMI).
Sementara dengan beraktivitas dengan olahraga dapat meningkatkan sensitivitas insulin
dan mengurangi faktor resiko kardiaovaskular karena berkaitan dengan penurunan berat badan.
Aktivitas yang dipilih hendaknya yang disukai oleh pasien tersebut sehingga bisa dilakukan secara
kontinu berkala. Namun, perlu diperhatikan bagi pasien-pasien tertentu seperti pasien yang sudah
tua, pasien yang tidak kuat bergerak banyak, pasien dengan faktor resiko kardiovaskular multipel,
pasien
komplikasi kelainan
mikrovaskular.
Untuk
pasien
yang
memiliki
arterosklerosis,
pengukuran evaluasi kardiovaskular dapat diukur untuk mengetahui batas aktivitas yang dapat
dilakukan oleh pasien tersebut. Di sisi lain, psikologis berkaitan dengan perasaan letih dari pasien
diabetes mellitus terhadap penyakit yang dimilikinya sehingga akan mempengaruhi dari segi
masalah kepatuhan obat.
2.1.2.2. Terapi farmakologi
Terapi farmakologi merupakan terapi dengan melibatkan pengobatan. Sampai tahun 1995
pengobatan secara farmakologis hanya terbatas pada penggunaan sulfonilurea dan metformin.
Pengobatan kemudian terus berkembang sehingga sekarang banyak jenis obat yang dapat
digunakan untuk pengobatan bagi pasien diabetes mellitus tipe 2 seperti -glikosidase inhibitor,
biguanida, meglitnides, reseptor , tiazolidindion,DPP-IV inhibitors dan sulfonilurea.
kali sehari. Sebagai dosis awal, pasien diabetes mellitus diberikan 0,6 unit/kg per hari. Dosis umum
pasien diabetes mellitus tipe 1 adalah 0,6-1unit/kg per hari.
Selain konsep basal-bolus, ada konsep lainnya yang disebut dengan continous
subcutaneous insulin infusion (CSII). Konsep CSII hanya menggunakan short-actinginsulin seperti
lispro atau aspart sebanyak tiga kali sehari 30 menit sebelum makan. Konsep ini lebih efektif untuk
mengontrol kadar gula di dalam darah.
Penderita diabetes mellitus tipe 2 berbeda dengan tipe 1 karena sel pankreas masih bisa
mengeluarkan insulin namun kurang sensitivitas. Dalam terapi diabetes mellitus 2, beberapa target
sasaran yang harus terpenuhi adalah:
A1c 6,5%
Kadar SMBG puasa 110 mg/dl
Kadar SMBG 2 jam setelah makan 140-180 mg/dl
Sebagai langkah awal, terapi non-farmakologi selalu diupayakan untuk mencapai target
tersebut. Bila dengan terapi non-farmakologi targetnya terpenuhi, maka kadar A1c harus dicek
selama 3-6 bulan. Bila target tidak terpenuhi, terapi farmakologi bisa digunakan dengan
menggunakan antidiabetik oral tunggal.
Gambar. Variasi kadar insulin dalam tubuh mengikuti variasi kadar glukosa
pasien akan memerlukan lebih dari satu injeksi insulin dalam sehari. Konsep basal-bolus adalah
konsep pemberian insulin sebagai usaha untuk meniru fisiologi normal insulin dengan kombinasi
intermediate insulin atau long acting insulin untuk memberikan komponen basal dan short-acting
insulin atau rapid acting insulin untuk memberikan komponen bolus. Intermediate acting insulin
contohnya adalah NPH, long acting insulin contohnya insulin glargine dan insulin detemir, short
acting insulin contohnya adalah insulin regular sedangkan rapid-acting insulin contohnya adalah
insulin lispro, insulin aspart, insulin glulisin dan insulin exubera. Berikut adalah contoh regimen
terapi insulin secara intensif.
Target terapi untuk diabetes adalah HbA1c 6,5%, Fasting SMBG 110 mg/dL, dan Post
Prandial SMBG 140-180 mg/dL. Terapi pertama untuk pasien diabetes adalah terapi non
farmakologi atau gaya hidup yaitu edukasi diabetes, modifikasi pada nutrisi dan olahraga. Untuk
pasien dengan HbA1c 6,5-7%, perubahan gaya hidup diperkirakan cukup untuk menurunkan kadar
HbA1c 6,5%. Pasien dengan HbA1c awal 7% tetapi 8% dapat diobati dengan antidiabetik oral
tunggal atau kombinasi dengan dosis rendah. Pasien dengan HbA1c awal 8% dapat diberikan
terapi awal dengan kombinasi 2 antidiabetik oral atau dengan insulin. Pasien dengan HbA1c 9%10% biasanya membutuhkan lebih dari 2 kombinasi antidiabetik untuk mencapai target.
Terapi awal untuk pasien diabetes dengan obesitas adalah dengan metformin yang dititrasi
dosisnya sampai 2000 mg/hari. Sedangkan pasien dengan berat badan normal dapat diterapi
dengan sulfonylurea. Jika terjadi kegagalan terapi awal dalam mencapai target, maka obat dapat
ditambah dengan obat diabetes lain yang mekanismenya berbeda. Terapi awal pasien dengan
HbA1c 9-10% dilakukan dengan kombinasi antidiabetik oral, biasanya kombinasi metformin
dengan
sulfonylurea.
Tiazolidindion
dapat
menggantikan
metformin
jika
pasien
memiliki
intoleransi pada metformin, tetapi penggunaan TZD harus hati-hati pada penderita gagal jantung.
Ketika penurunan glukosa pasien masih kurang adekuat untuk mencapai target, dapat digunakan
kombinasi 3 antidiabetik oral, dengan penambahan TZD, exenatide, DPP IV inhibitor, insulin
basal.
Terapi harus disesuaikan dengan kadar HbA1c, FPG, biaya, keuntungan tambahan (seperti
penurunan berat badan), kontraindikasi dan efek samping. Jika dengan kombinasi antidiabetik oral
kadar HbA1c masih 8,5-9%, maka harus diberikan terapi insulin dengan penghentian penggunaan
sulfonylurea ketika terapi insulin sudah diberikan. Jika pasien mengalami obesitas dan HbA1c
8,5%, untuk kombinasi antidiabetik oral ketiga dapat menggunakan exenatide atau inhibitor DPP
IV.
Dalam
penatalaksanaan DM, langkah pertama yang harus dilakukan adalah penatalaksanaan non
farmakologis berupa pengaturan diet dan olah raga. Jika pada langkah pertama tujuan
penatalaksanaan belum tercapai, dapat dikombinasikan dengan langkah farmakologis berupa
terapi insulin atau terapi obat hipoglikemik oral (OHO), atau kombinasi keduanya (Holt, R.I.,
Cockram, C.S., Flyvbjerg, Allan., Goldstein, B.J., 2010).
puncak
plasma post-pranidal
Kadar HBA1C
<7%
Kadar HDL
Kadar LDL
Kadar Trigliserida
Tekanan darah
Pada penderita DM tipe 1, difokuskan pada regulasi administrasi insulin dengan diet
seimbang untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Diet yang dianjurkan yaitu diet
karbohidrat dalam jumlah cukup dan rendah lemak, dengan gizi seimbang. Pada penderita DM
tipe 2, diet rendah kalori harus dilakukan untuk mencapai penurunan berat badan (DiPiro, J.T., et
al., 2005).
2.3.2. Olahraga
Olah raga teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar glukosa darah tetap normal. Jenis dan
porsi olah raga harus disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan pasien DM. Beberapa contoh
olah raga yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain
sebagainya. Olahraga aerobik ini paling tidak dilakukan selama total 30-40 menit per hari
didahului dengan pemanasan 5-10 menit dan diakhiri pendinginan antara 5-10 menit. Olah raga
akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga
meningkatkan penggunaan glukosa (DiPiro, J.T., et al., 2005).
10
2.4.1.1.Mekanisme Insulin
Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan luas dalam pengendalian metabolisme.
Insulin yang disekresikan oleh sel-sel pancreas akan langsung diinfusikan ke dalam hati melalui
vena porta, yang kemudian akan didistribusikan ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Efek
kerja insulin yang sudah sangat dikenal adalah membantu transport glukosa dari darah ke dalam
sel.
Insulin membantu masuknya glukosa ke sel otot rangka dan adiposa dengan merangsang
fosforilase intrasel yang kompleks dan berakhir dengan pembentukan transporter glukosa
(GLUT4). GLUT4 ditranslokasi ke dinding sel, glukosa plasma masuk ke sel melelIU GLUT4.
Kekurangan insulin menyebabkan glukosa darah tidak dapat atau terhambat masuk ke
dalam sel. Akibatnya, glukosa darah akan meningkat, dan sebaliknya sel-sel tubuh kekurangan
bahan sumber energi sehingga tidak dapat memproduksi energy sebagaimana seharusnya.
Disamping fungsinya membantu transport glukosa masuk ke dalam sel, insulin mempunyai
pengaruh yang sangat luas terhadap metabolisme, baik metabolisme karbohidrat dan lipid, maupun
metabolisme protein dan mineral.insulin akan meningkatkan lipogenesis, menekan lipolisis, serta
meningkatkan transport asam amino masuk ke dalam sel. Insulin juga mempunyai peran dalam
modulasi transkripsi, sintesis DNA dan replikasi sel. Itu sebabnya, gangguan fungsi insulin dapat
menyebabkan pengaruh negative dan komplikasi yang sangat luas pada berbagai organ dan
jaringan tubuh
2.4.1.2.Klasifikasi Insulin
Insulin dapat diklasifikasikan berdasarkan asal insulin serta berdasarkan lama kerjanya.
Adapun klasifikasinya yaitu:
a. Berdasarkan asalnya
Insulin Babi
Insulin babi memiliki perbedaan 1 asam amino dengan insulin manusia yaitu treonin, asam
amino ke-30 pada rantai A disubstitusi dengan alanin.substitusi ini hanya memiliki efek
minimal pada struktur
molekul protein,
sedikit
Insulin Sapi
11
Insulin sapi memiliki perbedaan 3 asam amino dengan insulin manusia, yaitu pada rantai
A treonin asam amino ke-30 dan ke-8 disubstitusi dengan alanin, dan isoleusin asam amino 10
disubstitusi dengan valin.
Insulin Manusia
Kebanyakan insulin manusia diproduksi menggunakan modifikaasi genetik. Proses ini
dimana 2 asam amino pada rantai B dimodifikasi yaitu proline pada B28 dipindah ke B29 dan
lisin pada B29 dipindah ke B28. Insulin Aspart adalah insulin dimana terdapat asam aspartat
pada rantai B28. Insulin glulisin adalah
dimodifikasi yaitu lisin B29 dipindah ke B3 dan glutamat pada B3 dipindah ke B29. Ketika
disuntikkan secara subkutan, insulin Lispro dan Aspart diabsorpsi dengan cepat dan mencapai
kadar maksimum dalam darah setelah 1-2 jam. Insulin Lispro dan Aspart diadministrasi 20-60
menit sebelum makan, memiliki onset 15-30 menit dan durasi kerja sekitar 3-4 jam.
Insulin Lispro dan Aspart merupakan sediaan insulin yang jernih. Insulin jenis ini dapat
diberikan secara intravena pada keadaan hiperglikemia yang sangat parah untuk mendapatkan
efek hipoglikemia yang cepat. Namun durasi kerja insulin yang diberikan secara intravena
hanya berlangsung selama 30 menit.
Gambar 1.
Contoh Rapid
Acting
Insulin
Contohnya insulin regular (Kristal zink insulin, CZI). CZI merupakan suatu larutan
mengandung zink yang diperlukan dalam proses pemurnian dan kristalisasi. Bentuk asam
mempunyai titik isoelektris (pH dimana daya larut minimal) 5,3 dan bentuk netral mempunyai
pH 7,4, karena itu insulin jenis ini mudah larut dalam cairan tubuh dan dapat diabsorpsi dengan
cepat dari tempat suntikan
Insulin regular memiliki onset 30 menit 1 jam setelah pemberian secara subkutan. Kadar
maksimum diperoleh setelah 2-3 jam. Durasi insulin regular adalah 3-6 jam. Pada injeksi
subkutan, regular insulin membentuk gumpalan kecil yang disebut dengan hexamer yang
kemudian mengalami konversi menjadi dimer yang diikuti menjadi monomer sebelum
absorbsi sistemik terjadi. Oleh karena itu, pasien harus diberitahukan untuk menyuntikan
regular insulin secara subkutan 30 menit sebelum makan. Insulin regular dapat diberikan secara
intravena pada keadaan hiperglikemia yang parah dan diabetes ketoasidosis. Regular insulin
adalah satu-satunya insulin yang dapat diberikan secara intravena.
Insulin
campuran antara PZI (Protamina Zink Insuline) dan CZI. Dapat diberikan sebagai dosis
tunggal.
13
Insulin Semilente adalah insulin zinc amorf. Insulin Lente adalah campuran 30% insulin
zinc amorf dan 70% kristal zinc insulin. Isophane atau Neutral Protamine Hagedorn (NPH)
merupakan kompleks insulin zinc kristalin dan insulin zinc protamin. Ketiganya terdapat
dalam bentuk suspensi.
setelah 6-12 jam setelah pemberian. Durasi kerja insulin Lente adalah 12-18 jam. NPH
memiliki onset 2-4 jam. Kadar maksimum dicapai setelah 4-6 jam setelah pemberian. Durasi
kerja insulin Lente adalah 8-12 jam
memiliki onset 6-10 jam. Kadar maksimum dicapai setelah 10-16 jam. Durasi kerja insulin
Ultralente adalah 18-20 jam. Kerja insulin Ultralente yang terlalu lama dapat menyebabkan
akumulasi insulin dan hipoglikemia yang berbahaya pada pasien. Ada 2 macam insulin dengan
kerja panjang yang disetujui digunakan di US. Glargine dan detemir didesain sebagai dosis
tunggal insulin. Insulin glargine beda 3 asam amino dengan regular insulin, menyebabkan
kelarutannya rendah pada pH 4, yang akan mengendap pada pemberian subkutan. Glargine
tidak dapat diberikan secara intravena atau dicampur dengan produk insulin lainnya. Baik
glargine maupun detemir tidak memberikan konsentrasi puncak pada serum dan dapat
diberikan tanpa menghiraukan waktu atau adanya makanan. Selain itu jenis insulin yang
mempunyai kerja panjang adalah ultralente, yaitu suspense dari insulin zinc Kristal yang
kelarutannya buruk dengan durasi sampai dengan 35 jam.
14
Insulin Campuran
Beberapa kombinasi insulin telah tersedia secara komersial. NPH tersedia dalam
kombinasi 70/30 dan 50/30 dengan insulin regular. Campuran dua macam insulin dengan masa
kerja pendek juga telah tersedia. Campuran dua macam insulin dengan masa kerja pendek juga
telah tersedia. Campuran Humalog 75/25 yang terdiri dari 75% suspensI insulin lispro
protamine dan 25% insulin lispro. Camouran Novolog 70/30 yang terdiri dari 70% insulin
aspart protamine dan 30% insulin aspart. Suspensi insulin lispro dan aspart dikembangkan
secara khusus pada produk campuran dan tidak tersedia secara komersial dalam keadaan
terpisah (sediaan tunggal).
15
2.4.1.4.Dosis Insulin
Dalam tipe 1 DM, kebutuhan harian rata-rata untuk insulin adalah 0,5-0,6 unit / kg, dengan
sekitar 50% yang diberikan sebagai insulin basal, dan 50% sisanya diberikan untuk mencukupi
kebutuhan insulin setelah makan. Selama penyakit akut atau dengan ketosis atau keadaan resistensi
insulin relatif, diperlukan insulin dosis tinggi. Pada tipe 2 DM dosis yang lebih tinggi diperlukan
untuk pasien dengan resistensi insulin yang signifikan. Dosis bervariasi tergantung pada resistensi
insulin yang mendasari dan bersamaan penggunaan obat oral.
2.4.1.5.Efek Samping
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia merupakan efek samping yang paling umum dari penggunaan insulin, lebih
sering terjadi pada pasien DM tipe 1. Perlu dilakukan monitoring kadar gula darah, mengurangi
17
dosis insulin, memberikan glukosa, glukagon. Apabila terjadi hipoglikemi maka cara
penanganannya adalah:
-
Glukosa (10-15 g) yang diberikan secara oral direkomendasikan untuk diberikan pada
pasien yang sadar.
Dekstrosa secara intravena mungkin dibutuhkan oleh pasien yang hilang kesadaran.
b. Alergi
Setidaknya terdapat 5 jenis antibodi insulin ketika melakukan terapi insulin, yaitu IgA, IgD,
IgE, IgG, IgM. Alergi insulin atau hipersensitivitas adalah kondisi yang jarang ditemukan
dimana terjadi urtikaria lokal atau sistemik akibat pelepasan histamin dari jaringan sel mast
yang diinduksi oleh antibodi anti insulin IgE. Pada beberapa kasus, risiko anafilaksis juga
terjadi. Alergi yang dapat terjadi berupa gatal, ruam merah sekitar situs injeksi, mual, muntah.
c. Penambahan berat badan
Berat badan pasien yang bertambah umum terjadi bila terapi insulin dilakukan secara intensif.
Penambahan berat badan ini kurang baik bila terjadi pada penderita DM tipe 2 karena dapat
meningkatkan resistensi insulin. Bagi penderita DM tipe 1 yang pada umumnya berberat badan
rendah, penambahan berat badan tidak berdampak buruk. Oleh sebab itu, pasien DM tipe 2
perlu berolahraga secara teratur untuk menjaga berat badannya.
d. Lipodistrofi pada tempat penyuntikan
Terdapat 2 bentuk lipodistrofi, yaitu lipohipertrofi dan lipoatrofi. Lipohipertrofi disebabkan
injeksi yang dilakukan pada satu area injeksi secara berulang-ulang. Aksi anabolik insulin
akan meningkatkan massa lemak yang dapat terlihat pada area injeksi. Lipoatrofi, disebabkan
reaksi imun antibodi insulin, ditandai oleh destruksi lemak yang terdapat di area injeksi. Injeksi
yang jauh dari area sebelumya dengan insulin yang dimurnikan direkomendasikan. Oleh
karena itu, rotasi tempat penyuntikan dapat dilakukan untuk mencegah lipodistrofi.
18
Mekanisme/Komentar
ACE inhibitor
Sedikit mengurangi
Alkohol
Mengurangi
Interferon alfa
Meningkatkan
Tidak jelas
Diazoksid
Meningkatkan
Mengurangi
mengurangi
sekresi
insulin,
penggunaan
glukosa
perifer
Diuretik
Meningkatkan
Dapat
meningkatkan
resistensi
insulin
Glukokortikoid
Meningkatkan
Asam nikotinat
Meningkatkan
Kontrasepsi oral
Meningkatkan
Tidak jelas
Pentamidin
Menurunkan,
kemudian
meningkatkan
Fenitoin
Meningkatkan
Beta bloker
Mungkin
meningkatkan
Salisilat
Menurunkan
Simpatomimetik
Sedikit meningkatkan
Meningkatkan
glikogenolisis
dan
glukoneogenesis
Klozapin
dan Meningkatkan
olanzapin
19
20
Secara urutan, area proses penyerapan paling cepat adalah dari perut, lengan atas, paha dan
bokong. Penyuntikkan insulin pada satu daerah yang sama dapat mengurangi variasi
penyerapan dan dapat merangsang terjadinya perlemakan sehingga menyebabkan gangguan
penyerapan insulin. Daerah suntikkan sebaiknya berjarak 1inchi (+ 2,5cm) dari daerah
sebelumnya. Lakukanlah rotasi di dalam satu daerah selama satu minggu, lalu baru pindah ke
daerah yang lain.
Hal lain yang Perlu Diperhatikan Saat Penyuntikan Insulin :
Penyuntikan tidak boleh terkena pembuluh darah karena insulin yang diharapkan bekerja
lambat akan masuk dengan cepat ke sirkulasi sistemik sehingga menimbulkan efek
hipoglikemia yang cepat
mendapatkan
asupan makanan
Kegiatan fisik yang dilakukan segera setelah penyuntikan akan mempercepat waktu mula
kerja (onset) dan juga mempersingkat masa kerja
b. Intravena
Insulin yang diberikan secara intravena akan bekerja cepat, 2-5 menit setelah penyuntikan
akan tampak efek penurunan glukosa darah. Insulin yang diberikan secara intravena
merupakan sediaan insulin yang berupa larutan, yairu insulin kerja cepat. Pemberian secara
intravena umumnya dilakukan pada keadaan darurat seperti ketoasidosis diabetikum dan
hiperglikemia hiperosmolar.
21
Persiapkan penyuntikan insulin dengan mencuci tangan terlebih dahulu kemudian homogenkan
catrige insulin sebelum dimasukkan ke pen insulin
22
Putar pengatur dosis 1-2 unit untuk mengetes apakah insulin dapat keluar, Bila insulin keluar,
putar kembali pengatur dosis sesuai dosis yang akan digunakan
c. Pompa insulin
Berupa alat elektronik yang dapat mengatur jumlah insulin yang disuntikkan ke dalam tubuh
pada waktu tertentu. Kateter dimasukkan ke tubuh. Penggunaannya agak tidak nyaman karena
alat yang digunakan cukup besar. Alat ini sudah tidak digunakan lagi di pasaran.
23
2.4.1.9.Penyimpanan
Insulin harus disimpan sesuai dengan anjuran produsen obat yang bersangkutan. Berikut
beberapa hal yang perlu diperhatikan:
Insulin harus disimpan di lemari es pada temperatur 2-8o C. Insulin vial Eli Lily yang sudah
dipakai dapat disimpan selama 6 bulan atau sampai 200 suntikan bila dimasukkan dalam lemari
es. Vial Novo Nordisk insulin yang sudah dibuka, dapat disimpan selama 90 hari bila
dimasukkan lemari es.
Insulin dapat disimpan pada suhu kamar dengan penyejuk 15-20o C bila seluruh isi vial akan
digunakan dalam satu bulan. Penelitian menunjukkan bahwa insulin yang disimpan pada suhu
kamar lebih dari 30 C akan lebih cepat kehilangan potensinya. Penderita dianjurkan untuk
memberi tanggal pada vial ketika pertama kali memakai dan sesudah satu bulan bila masih
tersisa sebaiknya tidak digunakan lagi.
Penfill dan pen yang disposable berbeda masa simpannya. Penfill regular dapat disimpan pada
temperatur kamar selama 30 hari sesudah tutupnya ditusuk. Penfill 30/70 dan NPH dapat
disimpan pada temperatur kamar selama 7 hari sesudah tutupnya ditusuk.
Untuk mengurangi terjadinya iritasi lokal pada daerah penyuntikan yang sering terjadi bila
insulin dingin disuntikkan, dianjurkan untuk mengguling-gulingkan alat suntik di antara
telapak tangan atau menempatkan botol insulin pada suhu kamar, sebelum disuntikkan.
Struktur umum
Ar dan R bagian dari struktur umum ini memberikan karakter lipofilik sedangkan -SO2NH - CO - NH- bagian hidrofilik . Semua kelompok fungsional ini diperlukan untuk aktivitas,
tetapi yang lipofilik kelompok Ar dan R digunakan dalam memperhitungkan perbedaan potensi (
pengikatan reseptor SU) , metabolisme, durasi, dan rute eliminasi. Arylsulfonylureas adalah asam
organik lemah ( pKas = 5-6 ) dan sebagian besar terionisasi di pH fisiologis. Ionisasi ini
memberikan kontribusi signifikan terhadap potensi afinitas obat terhadap reseptor SU, berikatan
dengan protein plasma > 95 %. Alkalinisasi urin meningkatkan ionisasi dan eliminasi sehingga
waktu paruh lebih pendek.
depolarisasi pada membran. Hal ini akan mmbuka kanal Ca 2+ sehingga terjadi efluks kalsium yang
akan meningkatkan pengeluaran insulin.
2.4.2.2. Metabolisme
Berikata dengan protein serum 90-99% dan dimetabolisme di hati oleh enzym
Cytochrome P450 (CYP450) 2C9. Hasil metabolisme diekskresikan melalui ginjal. Kewaspadaan
tinggi pada penggunaan Chlorpropamide pada pasien geriatri dan pasien yang mengalami
penurunan fungsi ginjal karena efeknya yang panjang dan potensi akumulasi
yang dapat
mengakibatkan hipoglikemia.
25
2.4.2.3. Efikasi
Pada penggunaan obat golongan sulfonylurea dapat menurunkan HbA1c sebesar 1,5-2 % dan
menurunkan
fasting plasma glucose 60 to 70 mg/dL. Respon positif pada pasien dengan kadar
fasting plasma glucose < 250 mg/dL dan kadar C- peptide yang tinggi.
2.4.2.4. Klasifikasi
Sulfonylurea di kalsifikasikan menjadi dua yaitu generasi pertama (first generation) dan
generasi
ke
dua
(second
generation).
Generasi
pertama
terdiri
dari
acetohexamide,
chlorpropamide, tolazamide, tolbutamide dan generasi kedua erdiri dari glimepiride, glipizide,
glyburide. Perbedaan klasifikasi didasarkan pada perbedaan dalam potensi relatif dan pengikatan
serum protein plasma.
Generasi pertama
1. Tolbutamide
Durasi kerja obat singkat, dikarenakan inaktivasi metabolisme dari oksidasi metabolisme
p-methyl (benzylic), hydroxymethylene alkohol primer dan inaktivasi asam.
: 1 jam
Durasi
: 6-24 jam
Distribusi
Metabolisme
Metabolit
:carboxytolbutamide, hydroxymethyltolbutamide.
Ekresi
: urine 75-85%
2. Tolazamide
Waktu paruh
: 7 jam
Durasi
: 14-24 jam
Onset
: 20 menit
Ikatan protein
: 94%
Metabolisme
: di hati
Ekskresi
3. Acetohexamide
27
4. Chlorpropamide
Waktu paruh
: 25-48 jam
Ikatan protein
: 60-90%
Vd
: 0,13-0,23 L/Kg
Metabolisme
Metabolit
: Hydroxychlorpropamide
28
Ekskresi
: urine 80-90%
Generasi kedua
1. Glyburide /glibenclamide
Onset
: 15-60 menit
Durasi
:< 24 jam
Vd
: 9-10 L
Ikatan protein
: 99%
Metabolisme
: di hati
Metabolit
Ekskresi
2. Glipizide
Durasi
: 12-24 jam
Waktu paruh
: 2-5 jam
Vd
: 10-11 L
Ikatan plasma
: 98-99%
Metabolisme
Metabolit
: derivat hydroxycyclohexyl
3. Glimepiride
29
Durasi
: 24 jam
Waktu paruh
: 5-9 jam
Vd
: 8,8 L
Ikatan protein
: 99,5 %
Metabolisme
Metabolit
(M2)
Ekskresi
Metabolisme glimepiride
Efek samping
Hipoglikemia
Reaksi alergi (ruam kulit, purpura, pruritus)
Gangguan pencernaan
Cholestastic jaundice (jarang terjadi)
30
Anemia hemolitik
Kontra indikasi:
Pasien dengan gangguan hati dan ginjal
Ibu hamil
Interaksi obat
Obat
Mekanisme
Efek
Hipoglikemia
senyawa lain
Sulfonamida
protein
-berkompetisi terhadap enzim oksidatif di
hati
Salisilat
-menggantikan
sulfonilurea
dari
ikatan
Hipoglikemia
Hipoglikemia
protein.
Fenilbutazon
hati
Allopurinol
Hipoglikemia
Menginhibisi
metabolisme
Hipoglikemia
Derivat
Hipoglikemia
pirazolon
protein
Probenesid
Kloramfenicol
enzim
sulfonilurea di hati
Ca
bloker
chanel
Hiperglikemia
pelepasan insulin
31
2.4.3.2.Farmakokinetik
Nateglinid dan repaglinid mempunyai kerja cepat dan diabsorbsi secara cepat (0,5-1 jam)
dan mempunyai mempunyai waktu paruh (1-1,5 jam). Nateglinid mempunyai ikatan protein yang
tinggi,
terutama
dengan
albumin,
tetapi
juga
dengan
1-acid
glycoprotein.Nateglinid
dimetabolisme oleh CYP2C9 (70%) dan CYP3A4 (30%) menjadi metabolit yang kurang aktif.
Konjugasi glukoronid membuat nateglinid dieliminasi dengan cepat melalui ginjal. Repaglinid
dimetabolisme oleh sistem CYP3A4 menjadi metabolit inaktif yang disekresi melalui empedu.
2.4.3.3.Efikasi
Dalam monoterapi, keduanya secara signifikan menurunkan glukosa postprandial dan
menurunkan level HbA1c. Dosis repaglinid 4 mg 3xsehari. Dosis nateglinid 120 mg 3xsehari pada
populasi yang sama dapat menurunkan nilai HbA1c sebesar 0,8 %. Obat ini dapat digunakan untuk
meningkatkan sekresi insulin ketika makan.
32
2.4.3.5.Interaksi Obat
Kontrol glikemik dan hipoglikemia harus dimonitoring secara seksama ketika inducer atau
inhibitor CYP3A4 diberikan bersama repaglinid. Gemfibrozil merupakan obat yang sering dipakai
untuk pengobatan hipertrigliseridemia pada DM, lebih dari 2 kali waktu paruh repaglinid dan
menyebabkan perpanjangan reaksi hipoglikemik. Nateglinid menunjukkan inhibitor yang lemah
pada CYP2C9 terutama metabolism tolbutamid.
Merek
Dosi
Rekomendasi
Ekivale
Generik
Dagan
Dosis awal
n Dosis Maksimu
Dewa
Geriat
Terapet
sa
ri
ik
(mg/hari)
60
120
120
120
mg,
mg
mg
3xsehari
120
denga
denga
mg
makan
makan
Dosis
Duras
Metabolisme
i Aksi
Shortacting
insulin
secretagogu
es
Nateglinid
Starlix
mg Samp
ai
jam
Dimetabolis
4 me
oleh
sitokrom
P450
33
(CYP450),
CYP2C9,
dan
CYP3A4
menjadi
metabolit
kurang aktif,
dieliminasi
melalui
ginjal
Repaglinid
Prandi
0,5
0,5-1
0,5-1
16 mg
Samp
mg,
denga
denga
ai
1,2
jam
mg
makan
makan
Dimetabolis
4 me
oleh
CYP3A4
menjadi
metabolit
inaktif
dan
diekskresi
melalui
empedu
2.4.3.7.Kekuatan Sediaan
Repaglinid (Novonorm) 0,5 mg dan Nateglinid (Starlix) 60 mg, 120 mg
34
2.4.4.2.Farmakologi
Metformin
merupakan
meningkatkan sensitivitas
satu-satunya
reseptor
insulin
biguanid
pada
yang
hepatic
ada
dan
di
pasaran.
jaringan
Metformin
peripheral (otot).
2.4.4.3.Farmakokinetik
Bioavailabilitas oral metformin sekitar 50%-60%, kelarutan dalam lipid rendah. Metformin
tidak dimetabolisme dan tidak berikatan dengan protein plasma. Metformin dieliminasi melalui
sekresi tubulus ginjal dan filtrasi glomerulus. Waktu paruh metformin 6 jam meskipun secara
farmakodinamik efek antihiperglikemik metformin > 24 jam.
2.4.4.4.Efikasi
Metformin secara konsisten menurunkan level HbA1c 1,5%-2%, menurunkan level FPG
(Fasting Plasma Glucosa) 60-80 mg/dL, menurunkan level FPG ketika sangat tinggi (>300
mg/dL). Metformin dapat menurunkan trigliserida plasma dan LDL-C 8%-15% dan meningkatkan
HDL-C 2%. Metformin menurunkan plasminogen activator inhibitor-1 sehingga menyebabkan
penurunan berat badan 2-3 kg.
2.4.4.5.Komplikasi
Tidak ada perbedaan yang signifikan antara terapi dengan metformin dengan insulin dan
sulfonilurea untuk
Pada
komplikasi makrovaskular
metformin secara signifikan mengurangi penyebab kematian dan risiko stroke dibandingkan
perawatan intensif dengan sulfonilurea atau insulin. Metformin juga mengurangi kematian terkait
diabetes dan miokard infark. Metformin merupakan satu-satunya obat antihiperglikemik yang
terbukti mengurangi risiko mortalitas total.
35
Metformin dikontraindikasikan
dengan nilai serum kreatinin 1,4 mg/dL pada wanita dan 1,5 mg/dL pada pria karena metformin
dieliminasi melalui ginjal. Pada geriatric yang telah terjadi penurunan massa otot, harus diketahui
berapa kecepatan filtrasi glomerulus dengan pengumpulan kreatin urin 24 jam. Jika filtrasi
glomerulusnya < 60 mL/menit, metformin tidak boleh diberikan karena resiko gagal ginjal akut
selama prosedur terapi.
2.4.4.7.Interaksi Obat
Simetidin dengan metformin menyebabkan persaingan dalam proses sekresi di tubulus
ginjal sehingga akan meningkatkan konsentrasi Metformin dalam serum. Obat Kationik dapat
berinteraksi seperti procainamide, digoksin, quinidine, trimethropin, dan vancomisin. Obat-obat
yang dapat meningkatkan efek/toksisitas metformin : cephalexin, cimetidine. Obat yang dapat
menurunkan efek metformin : kortikosteroid sistemik, luteinizing hormone relasing hormon,
somatropin.
36
750 mg dapat
Merek
Generik
Dagang
awal
Dosis
n Dosis Maksimu
Dewas
Geriatri
Terapet
ik
(mg/hari)
Duras
Metabolism
i Aksi
Samp
Tidak
Biguani
d
Metform
Gluchopa
500
500
Berdasark
2550 mg
in
ge
mg,
mg 2x an Fungsi
ai 24 dimetabolis
850
sehari
jam
ginjal
mg
me,
disekresi dan
diekskresi
melalui
ginjal
Metform
Glucopag
500
500
in
e SR
mg,
mg
Extende
850
1000
mg
mg
Release
Berdasark
- an Fungsi
ginjal
2550 mg
Samp
Digunakan
ai 24 setelah
jam
makan
malam
1xseha
ri
setelah
makan
malam
37
2.4.4.9.Kekuatan Sediaan
500 mg, 850 mg. Nama Dagang : Benofomin, Diabex, Glikos, Glufor, Gradiab, Heskopaq,
Metformin HCL OGB Dexa, Nevox/Nevox SR, dll.
38
2.4.5.2. Farmakokinetik
Acarbose terdegradasi oleh amilase di usus kecil dan usus oleh bakteri dan sebagian besar
dieliminasi lewat urin dalam waktu 24 jam. Miglitol hampir sepenuhnya diserap dan dieliminasi
lewat urin (Holt, et al. 2010).
39
goksin
2. Acarbose + preparat enzim akan menurunkan efek acarbose sehingga penggunaan bersama
harus dihindari
3. Acarbose + neomisin/kolestiramin menyebabkan peningkatan efek acarbose sehingga perlu
penurunan dosis
4.
5.
(Sweetman, 2009)
yang cepat oleh DPP IV pada situs pengenalan pada ujung N. Hal itu menyebabkan GLP-1
memiliki t yang sangat singkat (<2 menit). Oleh karena itu, pada analog GLP-1 dilakukan
modifikasi struktur untuk memperpanjang durasi kerjanya. Contoh dari analog GLP-1 adalah
exenatide dan liraglutide.
2.4.6.1.Exenatide
Exenatide merupakan analog dari exendin-4, yaitu peptida yang diisolasi dari saliva kadal
Gila (Heloderma suspectum). Exenatide berikatan dengan reseptor GLP-1, terutama reseptor di
otak dan pancreas. Exenatide tidak memiliki situs pengenalan oleh DPP-4 sehingga t lebih
panjang.
a. Farmakokinetika:
Exenatide dapat dideteksi dalam darah 10-15 menit setelah injeksi subkutan. Memiliki T 3,3
4 jam dan dieliminasi oleh filtrasi glomerulus
b. Efektivitas:
Exenatide menurunkan HbA1c 0,9% bergantung nilai HbA1c sebelumnya. Obat ini secara
signifikan menurukan glukosa postprandial, tapi efeknya sedikit pada FPG sehingga pasien
diabetes dengan peningkatan FPG harus dikoreksi dengan obat lain dengan penambahan exenatide
c. Efek samping:
o Pada saluran pencernaan: muntah dan diare
o ES berhubungan dengan dosis dimulai dengan 5 mcg 2x sehari dan dititrasi sampai 10 mcg
2x sehari
o Muntah disebabkan rasa penuh pada lambung pasien diinstruksikan agar makan dengan
lambat dan berhenti makan setelah merasa kenyang
o Hipoglikemia ketika dikombinasikan dengan sulfonylurea atau insulin
d. Interaksi obat:
Exetanide menunda pengosongan lambung sehingga menunda absorbsi obat-obatan lain
e. Dosis dan pemberian:
41
Dosis awal 5 mcg 2x sehari dan dititrasi 10 mcg 2x sehari dalam 1 bulan. Exenatide harus
diinjeksikan 0-60 menit sebelum sarapan dan makan malam. Jika pasien tidak sarapan, maka
injeksi pertama dapat diberikan pada saat makan siang
f.
2.4.6.2.Liraglutide
Liraglutide merupakan analog GLP-1 yang mengalami asilasi. Liraglutide memiliki t 914 jam dan dimetabolisme oleh DPP-4 dan endopeptidase. Liraglutide dapat menurunkan HbA1c
sebanyak 1,6% dari kadar awal dan menurunkan berat badan 2,5 kg selama 30 minggu. Obat ini
memiliki efek samping mual dan muntah.
Dosis awal Liraglutide 0,6 mg/hari selama 1 minggu dan kemudian ditingkatkan sampai
1,2 mg/hari. Jika kontrol glikemik belum tercapai maka dosis dapat ditingkatkan menjadi 1,8
mg/hari. Pemberian secara subkutan pada perut, paha dan lengan atas dan dapat diberikan
kapanpun, tidak bergantung pada makanan. Berikut adalah contoh sediaan yang beredar
42
Otak,
pada otak GLP akan mengirimkan sinyal rasa kenyang ke lambung dan
pengosongan lambung melalui via vagus, sehingga dapat mempengaruhi berat badan,
tetapi efeknya tidak terlalu besar, hanya sedikit yang mempengaruhinya.
3. Tetapi, GLP 1 akan didegradasi cepat oleh DPP IV sehingga t GLP 1 menjadi singkat (<
2 menit)
4. Sehingga dibutuhkan obat penghambat kerja DPP IV untuk mencegah percepatan
degradasi GLP 1 sehingga t tidak menjadi singkat.
43
44
Obat
HbA 1c
Efek samping
Sitaglipin
0.7 - 1%
Infeksi
(Dipiro
7th
Ed,
Hal.1226)
Intekasi
sal.
nafas Tidak
Kontra indikasi
memiliki riwayat
yang hipersensitifitas
signifikan.
Rekasi
Digoxin
: cyclosporine:
hipersensitifitas
anaphylaxis,
AUC
angioedema,
urticaria,
rash,
sindrom
dan
Stevens-
Johnson
(martindale 36th
Ed,
hal 460)
Vildagliptin
Disfungsi
Edema
(martindale
perifer,
konstipasi,
hati
36th
nasopharyngitis,
infeksi saluran
nafas
atas, arthralgia.
(martindale 36th
Ed,
hal 464)
45
Sitagliptin
Vildagliptin
T max
1-4 jam
< 2 jam
Ikatan plasma
38 %
9%
8-14 Jam
1,5-4,5 jam
Metabolisme
Renal CYP450
Eksresi
79 % urin
85 % urin
Dosis
50-100 mg
50-100 mg
Aktivitas
penghambatan DPP IV
IV selama 12 jam
12 jam
mg dapat menginhibisi
IV selama 24 jam
selama 12 jam
46
penggunaan glukosa dan membatasi ketersediaan asam lemak sebagai sumber energi untuk
glukoneogenesis hepatik. Dengan mengurangi asam lemak yang beredar, deposisi lipid ektopik
dalam otot dan hati berkurang yang selanjutnya memberikan kontribusi untuk perbaikan
metabolisme glukosa.
Tiazolidindion juga meningkatkan penyerapan glukosa ke dalam jaringan adiposa dan otot
rangka melalui peningkatan ketersediaan GLUT 4 glukosa transporter. Perbaikan sensitivitas
insulin kemungkinan akan dibantu dengan berkurangnya produksi beberapa adiposit - berasal dari
pro- inflammatory cytokines, yang telah terlibat dalam resistensi insulin di otot. Tiazolidindion
juga meningkatkan produksi adiponektin, yang meningkatkan aksi insulin. Karena PPAR-
diekspresikan dalam sebagian kecil di jaringan, tiazolidindion dapat mempengaruhi gen responsif
di lokasi tersebut, dan meningkatkan "efek pleotropic" (Holt, et al. 2010).
47
Dosis
Durasi
Metabolit
Eliminasi
Pioglitazon
15-45 mg
~24 jam
Aktif
Rosiglitazon
4-8
~24 jam
Inaktif
Urin ~64%
48
Efek samping pioglitazon dan rosiglitazon yang terpenting adalah terjadinya retensi cairan.
Penyebab terjadinya retensi cairan in belum terlalu jelas, tetapi mungkin berkaitan dengan
vasodilasi perifer dan atau peningkatan sensitisasi insulin yang menyebabkan terjadinya
peningkatan sodium ginjal dan retensi air. Peningkatan berat badan juga dapat terjadi pada
penggunaan pioglitazon dan rosiglitazon, karena terjadinya retensi cairan dan penumpukan lemak.
Selain itu, ternyata di samping menstimulasi diferensiasi sel lemak, Thiazolidinediones juga
menurunkan kadar leptin yang berperan dalam mengatur nafsu makan (Dipiro, 2008).
2.4.8.5.Interaksi obat
Tidak ada interaksi obat yang signifikan. Penggunaan bersama antara Rosiglitazon atau
Pioglitazon dengan obat yang merupakan induser atau inhibitor kuat enzim CYP2C8 dan CYP2C9
serta CYP3A4 dan CYP2C8 (seperti Gemfibrozil dan Rifampin) memerlukan pemantauan ketat
sebab Rosiglitazon dan Pioglitazon merupakan induser atau inhibitor enzim tersebut (Dipiro,
2008).
2.4.8.6.Dosis dan Contoh Sediaan yang Beredar
Dosis awal untuk rosiglitazon adalah 4 mg per hari (sebagai dosis tunggal atau dua kali
sehari). Jika dalam 8-12 minggu tidak memberikan respon yang baik, maka dosis dapat dinaikkan
menjadi 8 mg per hari (dosis maksimum), baik sebagai dosis tunggal maupun dua kali sehari (Lacy,
et al, 2006). Di Indonesia kekuatan sediaan rosiglitazon yang tersedia adalah 4 dan 8 mg (Avandia
)
memberikan respon yang baik, maka dosis dapat dinaikkan menjadi 45 mg per hari (dosis
maksimum), sebagai dosis tunggal. Untuk pasien CHF, dosis awal yang diberikan adalah 15 mg
per hari (sebagai dosis tunggal) dan dapat dinaikkan setelah beberapa bulan.
Di Indonesia
kekuatan sediaan pioglitazon yang tersedia adalah 15 dan 30 mg (Actos , Deculin, dan Pionix)
dan dalam bentuk kombinasi 15 mg pioglitazon + 850 mg metformin (Actosmet dan Pionix).
49
BAB 3
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelainan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemia (kadar glukosa dalam darah terlampau tinggi), berhubungan dengan ketidak
normalan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh resistensi insulin,
gangguan pada sekresi insulin, atau disebabkan oleh keduanya. Banyak komplikasi yang dapat
ditimbulkan dari penyakit DM, oleh sebab itu diperlukan terapi pengobatan yang tepat untuk
mengobatinya. Terapi untuk DM terdiri dari terapi nonfarmakologi dan terapi farmakologi. Terapi
nonfarmakologi dapat dilakukan dengan pengaturan pola makan dan berolah raga. Sedangkan
terapi farmakologi dapat dilakukan dengan terapi insulin dan terapi dengan obat-obat antidiabetik
oral yang terdiri dari obat golongan sulfonilurea, non-sulfonilurea, biguanida, inhibitor glukosidase,inhibitor dipeptidil peptidase-IV (DPP-IV), dan thiazolidindion. Selain itu, untuk
mengetahui efektifitas dari terapi yang dijalankan maka perlu adanya monitoring terapi yang
dilakukan secara rutin, terutama pengontrolan kadar glukosa darah dengan Self-Moniotoring Blood
Gucose (SMBG) dan pengecekan HbA1c.
50
DAFTAR PUSTAKA
Alldredge, B.K., Corelli, R.L., dan Ernst, M.E., 2009. Koda-Kimble and Youngs
Applied Therapeutics: The Clinical Use of Drugs. Lippincott Williams &Wilkins.
Aquilante, C. L. (2010). Sulfonylurea pharmacogenomics in type 2 diabetes : the influence of drug
target and diabetes risk polymorphisms, Expert Rev Cardiovasc Ther., 8(3): 359372. doi:10.1586/erc.09.154
Brunton L., Parker, K., Blumenthal D., and Buxton I. (2008). Goodman &
Gilmans Manual of Pharmacology and Therapeutics. The McGraw-HillCompanies, Inc., United
States, p. 1050-1052.
Chisholm-Burns, M. A., et al. (2008). Pharmacotherapy Principles & Practice. TheMcGrawHill Companies, Inc., United States of America, p. 653-656.
Departemen Farmakologi dan Terapetik Fakultas Kedokteran Universitas
(2009). Farmakologi dan Terapi. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, p. 490-491.
Indonesia.
51
Panda, B. B., Ray, B., Gardia, D., and Sahu, P. K. (2013). Inhibition of glucose lowering effect of
sitagliptin on concurrent use with amlodipine on adrenaline induced hyperglycemic cardiotoxic
rat. Asian J Pharm Clin Res, 6(3),128-131.
Pastromas,S., Koulouris,S. 2006. Thiazolidinediones: Antidiabetic Drug With Cardiovaskular
Effect. Helenic J Cardiolol 47:352-360
Proks, P., Reimann, F., Green, N., Gribble, F., and Ashcroft F. (2002). Sulfonylurea Stimulation
of Insulin Secretion, Diabetes, 51(3), S368- S376.
Smith, C. J., Fisher, M., and McKay, G. A. (2010). Drugs for diabetes : part 2 sulphonylureas, Br.
J. Cardiol., 17(6): 279-282
Sukandar, E. Y., et al. (2009). ISO Farmakoterapi. PT. ISFI Penerbitan, Jakarta.
Tan Hoan Tjay dan Rahardja, K. (2008). Obat-obat Penting. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta,
p. 748.
Triplitt, C. (2006). Drug Interactions of Medications Commonly Used in Diabetes.
Diabetes Spectrum, 19(4).
52