You are on page 1of 14

BAB I

PENDAHULUAN
Dalam menjalani kehidupannya sejak kecil, remaja, dewasa
hingga lanjut usia, seseorang mempunyai kecenderungan atau
kebiasaan menggunakan suatu pola yang relatif serupa dalam
menyikapi masalah yang dihadapi. Bila diperhatikan, cara atau
metode penyelesaian itu tampak sebagai sesuatu yang terpola
tertentu dan dapat ditengarai sebagai ciri atau tanda untuk
mengenali orang tersebut. Fenomena ini dikenal sebagai karakter
atau kepribadian.1
Kepribadian adalah

totalitas dari ciri perilaku dan emosi

yang merupakan karakter atau ciri seseorang dalam kehidupan


sehari-hari dalam kondisi yang biasa. Sifatnya stabil dan dapat
diprediksi. Kepribadian tiap individu mempengaruhi tingkah laku
dan

keputusan

dalam

kehidupan

sehari-hari.

Kepribadian

menurut Lukas Mangindaan bersifat stabil dan dapat diprediksi.


Namun, ada kalanya kepribadian yang mulanya stabil dapat
bersifat labil dan terganggu yang mengakibatkan distress dan
disabilitas.1
Gangguan kepribadian adalah ciri kepribadian yang bersifat
tidak fleksibel dan maladaptif yang menyebabkan disfungsi yang
bermakna dan penderitaan subjektif. Orang dengan gangguan
kepribadian menunjukkan pola relasi dan persepsi terhadap
lingkungan dan diri sendiri yang bersifat maladaptif. Dengan kata
lain,

kepribadian

yang

terganggu

akan

menyerupai

pola

kepribadian tertentu dan bersifat kaku. Hal ini menyebabkan


perubahan perilaku yang berdampak pada kehidupan seharihari.1
Gangguan kepribadian cukup sulit untuk dibedakan dari ciri
kepribadian.

Ciri

kepribadian

masih

bersifat

fleksibel,

dan

gambaran klinisnya tidak memenuhi kriteria atau pedoman


diagnostik, bersifat lebih ringan daripada gangguan kepribadian.
Sementara gangguan kepribadian menunjukkan ciri kepribadian

yang kehilangan fleksibilitasnya dan memenuhi kriteria diagnotik


gangguan kepribadian.1
Pada

seorang

individu

dengan

tindakan

kriminal,

penyalahgunaan zat, pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan,


perceraian, problem pemeliharaan anak, sering datang ke klinik
gawat

darurat.

Terkadang

gangguan

kepribadian

berkaitan

dengan gangguan jiwa yang lain antara depresi, panik, dll.1


Gangguan kepribadian menurut PPDGJ III berdasarkan ciri
khasnya, diklasifikasikan menjadi sepuluh yakni:2
F60.0 Gangguan kepribadian paranoid
F60.1 Gangguan kepribadian skizoid
F60.2 Gangguan kepribadian dissosial
F60.3 Gangguan kepribadian emosional tidak stabil
.30 Tipe impulsif
.31 Tipe ambang
F60.4 Gangguan kepribadian histrionik
F60.5 Gangguan kepribadian anankastik
F60.6 Gangguan kepribadian cemas (menghindar)
F60.7 Gangguan kepribadian dependen
F60.8 Gangguan kepribadian khas lainnya
F60.9 Gangguan kepribadian YTT
Dalam referat ini

akan dibahas gangguan kepribadian

anankastik yang merupakan salah satu gangguan kepribadian


khas yang cukup banyak dijumpai di klinik.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Gangguan kepribadian anankastik adalah pola perilaku
berupa

preokupasi

dengan

keteraturan,

peraturan,

perfeksionisme, bersifat ngotot, keras kepala, kontrol mental,


mengenyampingkan : fleksibilitas, keterbukaan, efisiensi ; sering
pula tidak dapat mengambil keputusan. Bersifat pervasif, awitan
sejak dewasa muda, nyata dalam pelbagai konteks. Gambaran
inti

dari

kepribadian

jenis

ini

adalah

pola

pervasif

dari

perfeksionisme dan bersifat kaku (tidak fleksibel).1


B. Epidemiologi.
Prevalensi diperkirakan sekitar 2,1% - 7,9% dari populasi
manusia.

Lebih

banyak

pada

laki-laki

dibandingkan

pada

perempuan, seringkali ditemukan pada anak yang tertua. Banyak


juga ditemukan dalam keluarga derajat pertama. Seringkali
dilatarbelakangi oleh pendidikan yang berdisiplin keras semasa
kecil. Teori Freud bahwa gangguan ini timbul karena kesulitan
semasa fase anal (umumnya sekitar usia 2 tahun) tidak terbukti
oleh banyak penelitian. Pada beberapa kasus dapat timbul
Gangguan Obsesuf-Kompulsif .Mereka sering berprestasi baik bila
pekerjaannya bersifat metodologik deduktif atau yang rinci, akan
tetapi bila terjadi perubahan mendadak, ia sangat rentan.
Kehidupan pribadinya seringkali gersang, dapat timbul gangguan
depresi menjelang usia tua.1,2
C. Etiologi
1. Faktor Genetika
Satu buktinya berasal dari penelitian gangguan psikiatrik pada 15.000
pasangan kembar di Amerika Serikat. Diantara kembar monozigotik, angka
3

kesesuaian untuk gangguan kepribadian adalah beberapa kali lebih tinggi


dibandingkan kembar dizigotik. Selain itu menurut suatu penelitian, tentang
penilaian multiple kepribadian dan temperamen, minat okupasional dan waktu
luang, dan sikap social, kembar monozigotikyang dibesarkan terpisah adalah kirakira sama dengan kembar monozigotik yang dibesarkan bersama-sama.3
2. Faktor Temperamental
Faktor temperamental yang diidentifikasi pada masa anak-anak mungkin
berhubungan dengan gangguan kepribadian pada masa dewasa. Contohnya, anakanak yang secara temperamental ketakutan mungkin mengalami kepribadian
menghindar.3
3. Faktor Biologis
- Hormon
Orang yang menunjukkan sifat impulsive seringkali juga menunjukkan
peningkatan kadar testosterone, 17-estradiol dan estrone.3
-

Neurotransmitter

Penilaian sifat kepribadian dan system dopaminergik dan serotonergik,


menyatakaan suatu fungsi mengaktivasi kesadaran dari neurotransmitter tersebut.
Meningkatkan

kadaar

serotonin

dengan

obat

seretonergik

tertentu

seperti fluoxetine dapat menghasilkan perubahan dramatik pada beberapa


karakteristik kepribadian. Serotonin menurunkan depresi, impulsivitas3
-

Elektrofisiologi

Perubahan

konduktansi

elektrik

pada

elektroensefalogram

telah

ditemukaan pada beberaapa pasien dengan gangguan kepribadian, paling sering


pada tipe antisosial dan ambang, dimana ditemukan aktivitas gelombang lambat3
4. Faktor Psikoanalitik
Sigmund Freud menyatakan bahwa sifat kepribadian berhubungan dengan
fiksasi pada salah satu stadium perkembangan psikoseksual. Fiksasi pada stadium
anal, yaitu anakyang berlebihan atau kurang pada pemuasan anal dapat
menimbulkan sifat keras kepala, kikir dan sangat teliti.3
D. Diagnosis

a. Anamnesis
Diagnosis gangguan kepribadian anankastik atau obsesif
kompulsif

ditetapkan dalam PPDGJ III. Melalui anamnesis,

seorang klinikus dapat menegakkan diagnosis dengan menggali


kebiasaan dan kecenderungan perilaku pasien terhadap hal-hal
tertentu

yang

anankastik.

berkaitan

Selain

itu,

dengan

gangguan

anamnesis

juga

kepribadian

dilakukan

untuk

mengeliminasi diagnosis banding yang ada. Diagnosis gangguan


kepribadian anankastik ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
klinis,

termasuk

pemeriksaan

status

mental,

dan

melalui

informasi dari pasien, keluarga, teman dan teman sekerja.


Penegakan diagnosis penyakit ini, perlu dilakukan terlebih
dahulu penegakan diagnosis gangguan kepribadian yang khas.
Hal

ini

dikarenakan

oleh

sulitnya

membedakan

gangguan

kepribadian yang khas dengan kebiasaan atau pola tingkah laku


individu.

Di

dalam

PPDGJ

III

terdapat

kepribadian yang khas sebagai berikut:4


1. Kondisi tersebut tidak berkaitan

kriteria

gangguan

langsung

dengan

kerusakan atau penyakit otak berat (gross brain damage or


disease) atau gangguan jiwa yang lain;
2. Disharmoni sikap dan perilaku yang cukup berat, biasany
meliputi beberapa bidang fungsi, misalnya afek, kesiagaan,
pengendalian impuls, cara memandang dan berpikir, serta
gaya yang berhubungan dengan orang lain;
3. Pola perilaku abnormal berlangsung lama,

berjangka

panjang, dan tidak terbatas pada episode gangguan jiwa;


4. Pola perilaku abnormalnya bersifat pervasif (mendalam)
dasn maladaptif yang jelas terhadap berbagai kehidupan
pribadi dan sosial yang luas;
5. Manifestasi di atas selalu muncul pada masa kanak-kanak
atau remaja dan berlangsung hingga usia dewasa;

6. Gangguan ini menyebabkan penderitaan pribadi (personal


distress) yang cukup berarti, tetapi baru menjadi nyata
setelah perjalanan yang lanjut;
7. Gangguan ini bisanya berkaitan secara bermakna dengan
masalah-masalah dalam pekerjaan dan kinerja sosial.
Setelah

dipastikan

seseorang

menderita

gangguan

kepribadian yang khas, maka diagnosis gangguan kepribadian


anankastik

dapat

ditegakkan

apabila

orang

tersebut

memperlihatkan setidak-tidaknya tiga ciri dari ciri-ciri anankastik


di bawah ini:4
1. Perasaan ragu-ragu dan hati-hati yang berlebihan;
2. Preokupasi dengan hal-hal yang rinci (detail). Peraturan,
daftar, urutan, organisasi, atau jadwal;
3. Perfeksionisme yang mempengaruhi penyelesaian tugas;
4. Ketelitian yang berlebihan, terlalu hati-hati, dan keterikatan
yang

tidak

semestinya

pada

produktifitas

sampai

menghabiskan kepuasan dan hubungan interpersonal;


5. Keterpakuan dan keterikatan yang berlebihan pada
kebiasaan sosial;
6. Kaku dan keras kepala;
7. Pemaksaan yang tak beralasan agar orang lain mengikuti
persis caranya mengerjakan sesuatu, atau keengganan
yang

tak

beralasan

untuk

mengizinkan

orang

lain

mengerjakan sesuatu;
8. Mecampur-adukkan pikiran atau dorongan yang memaksa
dan yang enggan.
Adapun

kriteria

diagnosis

dari

gangguan

kepribadian

obsesif kompulsif menurut DSM-V- adalah sebuah pola yang


meresap

pada

terpusatnya

perhatian

pada

keteraturan,

perfeksionisme, dan kontrol mental dan interpersonal, dengan


mengorbankan fleksibilitas, keterbukaan, dan efisiensi, dimulai
dengan awal masa dewasa dan hadir dalam berbagai konteks,
seperti yang ditunjukkan oleh empat (atau lebih) dari berikut:,5

1. sibuk dengan rincian, peraturan, daftar, urutan, organisasi,


atau jadwal sejauh bahwa poin utama dari aktivitas ini
hilang
2.

menunjukkan

perfeksionisme

yang

mengganggu

penyelesaian tugas (misalnya, tidak dapat menyelesaikan


proyek karena standar yang terlalu ketat kepada dirinya
sendiri yang tidak dapat dipenuhi)
3. kerja secara berlebihan yang ditujukan untuk produktivitas
dengan

mengesampingkan

persahabatan

(tidak

kegiatan

diperhitungkan

rekreasi
oleh

dan

kebutuhan

ekonomi yang jelas)


4. terlalu teliti, cermat, dan tidak fleksibel tentang masalah
moralitas, etika, atau nilai-nilai (tidak diperhitungkan oleh
identifikasi budaya atau agama)
5. tidak dapat membuang benda yang sudah usang atau
benda tak berharga bahkan ketika mereka tidak memiliki
nilai yang sentimental
6. enggan untuk mendelegasikan tugas atau bekerja dengan
orang lain kecuali mereka tunduk persis kepada dirinya
caranya dalam melakukan sesuatu
7. mengadopsi gaya belanja kikir baik terhadap diri dan orang
lain, uang dipandang sebagai sesuatu yang harus ditimbun
untuk bencana di masa depan
8. menunjukkan kekakuan dan keras kepala.
E. Diagnosis Banding
Gangguan Obsesif-kompulsif
Gangguan ini digambarkan sebagai pikiran dan tindakan
yang berulang yang menghabiskan waktu atau menyebabkan
distress dan hendaya yang bermakna. Gangguan ini memiliki

banyak kesamaan dengan gangguan kepribadian anankastik.


Oleh karena itu gangguan kepribadian anankastik disebut juga
gangguan obsesif-kompulsif. Tetapi gangguan obsesif kompulsif
merupakan fase lanjut dari gangguan kepribadian anankastik.1,3
Obsesi adalah aktifitas mental seperti pikiran, perasaan,
ide, impuls yang berulang dan intrusif. Kompulsi adalah pola
perilaku tertentu yang berulang dan disadari seperti menghitung,
memeriksa, dan menghindar. Tindakan kompulsi merupakan
usaha untuk meredakan kecemasan yang berhubungan dengan
obsesi

dan

kompulsi

tidak

beralasan

sehingga

bersifat

egodistonik.1,3
Prevalensi gangguan obsesi kompulsi sebesar 2-2,4%.
Sebagian besar gangguan dimulai pada saat remaja atau dewasa
muda (umur 18 24 tahun), tetapi bisa terjadi pada masa kanakkanak. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan sama.1,5,6
Pada umumnya obsesi dan kompulsi mempunyai gambaran
tertentu seperti:1,5,6
1. Adanya ide atau impuls yang terus-menerus menekan ke
dalam kesadaran individu
2. Perasaan cemas/takut akan ide atau impuls yang aneh
3. Obsesi dan kompulsi egoalien
4. Pasien mengenali obsesi dan kompulsi merupakan sesuatu
yang abstrak dan irasional
5. Individu yang menderita obsesi kompulsi merasa adanya
keinginan kuat untuk melawan
Ada empat pola gejala utama gangguan obsesi kompulsi
yaitu:1,3
1. Kontaminasi
Pola

yang

paling

sering

adalah

obsesi

tentang

kontaminasi, yang diikuti oleh perilaku mencuci dan


membersihkan atau menghindari objek yang dicurigai
terkontaminasi.
8

2. Sikap ragu-ragu yang patologik


Pola kedua yang sering terjadi adalah obsesi tentang
ragu-ragu

yang

diikuti

mengecek/memeriksa.

dengan

Tema

obsesi

perilaku

kompulsi

tentang

situasi

berbahaya atau kekerasan (seperti lupa mematikan kompor


atau tidak mengunci pintu rumah).
3. Pikiran yang intrusif
Pola yang jarang adalah pikiran yang intrusif tidak
disertai

kompulsi,

biasanya

pikiran

berulang

tentang

seksual atau tindakan yang bersifat agresif.


4. Simetri
Obsesi yang temanya kebutuhan untuk

simetri,

ketepatan sehingga bertindak lamban, misalnya makan


bisa memerlukan waktu berjam-jam, atau mencukur kumis
dan janggut. Pola yang lain adalah obsesi yang bertemakan
keagamaan, trichotilomania, dan menggigit-gigit jari.
F. Penatalaksanaan
a. Farmakoterapi
Pengobatan yang diberikan pada pasien dengan gangguan
kepribadian anankastik adalah obat anti-obsesif kompulsif sbb:3,7
1. Obat
Anti-obsesif
kompulsif
trisiklik
misalnya
Clomipramine 60-80mg yang memberkan efek sedative
dan sebagai anti kolinergik.
2. Obat Anti-obsesif kompulsif SSRI (Serotonin Reuptake
inhibitors.) e.g.Sertraline, Paroxetine, Fluvoxamine, Fluoxetine,
Citalopram.
Respons

penderita

gangguan

kepribadian

anankastik

terhadap farmakoterapi seringkali hanya mencapai pengurangan


gejala sekitar 30%-60%, dan kebanyakan masih menunjukkan
gejala secara menahun. Namun demikian, umumnya penderita
sudah merasa sangat tertolong. Untuk mendapatkan hasil
pengobatan yang lebih baik, perlu disertai dengan terapi perilaku
(behavior therapy).7,8
9

Adapun efek samping yang dapat dirimbulkan oleh obatobat di atas adalah sebagai berikut:7
- Efek samping Obat Anti_Obsesif kompulsif, sama seperti
obat Antidepresi trisiklik, dapat berupa :
- Efek
anti-histaminergik
(sedasi,
rasa

mengantuk,

kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun,


kemampuan kognitif menurun, dll)
- Efek anti-kolinergik (mulut kering, keluhan lambun, retensi
urin, disuria, penglihatan kabur, konstipasi, gangguan
fungsi seksual,sinus takikardia,dll)
- Efek anti-adrenergik alfa (perubahan
ortostatik)
- Efek
neurotoksis

(tremor

EKG,hipotensi

halus,

kejang-

epileptik,agitasi,insomnia)
b. Terapi non-farmakologi
Terapi non-farmakologik adalah psikoterapi yakni terapi
kelompok

atau

terapi

menyetop

perilaku

perilaku.

habitualnya

Salah

satu

sehingga

ia

teknik

adalah

lebih

mudah

memelajari perilaku adaptif baru, juga dalam terapi kelompok


pemberian reward lebih efektif. Dalam kamar praktek, psikiater akan
menjalankan psikoterapi untuk gangguan ini, yang modelnya bisa suportifekspresif, kognitif terapi atau bahkan psikoanalitik bila perlu. Selain itu bisa juga
terapi kognitif-periaku (CBT) dijalankan1. Terapi kognitif-perilaku dilakukan
untuk mengarahkan perilaku tidak rasional seperti moralisme, perfeksionisme,
pengabdian yang disertai dengan keras kepala dalam bekerja6,8
Individu harus merubah mindset, paradigma, atau pola pikirnya dalam
mengerjakan dan memandang sesuatu. Ia harus menyadari bahwa hidup ini penuh
ketidaksempurnaan, penuh noda dan kotoran. Ia harus bisa menerima dan
menikmati ketidaksempurnaan itu bersama orang-orang lain. Ia boleh berusaha
maksimal tapi harus bisa menerima bila kesempurnaan total tidak tercapai. Ia
harus bisa berempati bahwa orang-orang lain disekitarnya mempunyai hak untuk
mengerjakan sesuatu dengan cara dan kemampuan mereka sendiri. Ia harus bisa

10

bekerja sama, bantu membantu dan bertoleransi dengan mereka itu. Dan bersamasama menikmati hasil kerja mereka3,6
B. Prognosis
Prognosis gangguan kepribadian anankastik secara umum
baik. Namun terapi yang diberikan kurang lebih memberikan
perbaikan simtomatis 30-60%. Bagi seorang penderita gangguan
ini, farmakoterapi sangat membantu untuk memperbaiki kualitas
hidup walaupun tidak sepenuhnya bebas dari gejala. Untuk
perbaikan secara menyeluruh dapat diterapkan terapi perilaku
atau behavior therapy.

11

BAB III
KESIMPULAN

Gangguan kepribadian anankastik adalah pola perilaku


berupa

preokupasi

dengan

keteraturan,

peraturan,

perfeksionisme, bersifat ngotot, keras kepala, kontrol


mental, mengenyampingkan : fleksibilitas, keterbukaan,
efisiensi ; sering pula tidak dapat mengambil keputusan.
Bersifat pervasif, awitan sejak dewasa muda, nyata dalam
pelbagai konteks. Gambaran inti dari kepribadian jenis ini
adalah pola pervasif dari perfeksionisme dan bersifat kaku

(tidak fleksibel).
Gejala klinis yang menjadi kriteria diagnostik gangguan
kepribadian anankastik adalah sebagai berikut:
a. Perasaan ragu dan hati-hati berlebihan
b. Terpaku pada rincian, peraturan, daftar,perintah,
organisasi, jadwal.
c. Perfeksionisme yang menghambat penyelesaian tugas
d. Teliti, berhati-hati berlebihan dan lebih mengutamakan
produktivitas sehingga

mengenyampingkan kesenangan

dan hubungan interpersonal


e. Terpaku dan terikat secara berlebih pada norma sosial
f. Kaku dan keras kepala
g. Memaksakan kehendak agar orang lain melakukan

sesuatu menurut caranya


h. Intrusi pikiran / impuls yang tidak dikehendaki
Diagnosis gangguan kepribadian anankastik ditetapkan
dalam DSM-V
dan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa

di Indonesia III.
Pemberian obat untuk ganguan kepribadian anankastik

adalah dengan obat anti-obsesif kompulsif


Prognosis gangguan kepribadian anankastik umumnya baik
walaupun farmakoterapi hanya memberikan perbaikan

12

gejala 30-60%. Hasil maksimal dapat dicapai dengan terapi


perilaku atau behavior therapy.

13

DAFTAR PUSTAKA
1. Sylvia, E dkk. Buku Ajar Psikiatri Edisi Kedua. 2010. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI.
2. Kay J, Tasman A. Essentials of Psychiatry. England: John Wiley & Sons
Ltd; 2006.
3. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry:
Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 10th ed: Lippincott Williams &
Wilkins; 2007
4. Maslim, R. Buku saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan
Ringkas dari PPDGJ III. 2001. Jakarta: PT Nuh Jaya.
5. Frances, A, dkk. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder Fifth Edition. 2013. Washington DC: American
Psychiatric Association
6. Michael B,dkk. Clinical Guide to the Diagnostic and Treatment of Mental
Disorder. 2006. New York: British Library
7. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan

Klinis

Obat

Psikotropik. 2007. Jakarta: PT Nuh Jaya.


8. Tanto C, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. 2014. Jakarta:
Media Aesculapius FKUI.

14

You might also like