Professional Documents
Culture Documents
HIPEREMESIS GRAVIDARUM
Pembimbing:
dr. Moch. Maroef, Sp.OG
Disusun Oleh:
Ringenggo Haruming Putri (2013 2040 1011 124)
LAPORAN KASUS
Nama
:
Ringenggo Haruming Putri / 2013 2040 1011 124
Kelompok
:
I-21 / FK UMM
Pembimbing :
dr. Moch Maroef, Sp.OG
SMF ILMU KANDUNGAN dan KEBIDANAN RSU HAJI SURABAYA FK UMM
Nama
: Ny. TH
Nama Suami
: Tn. AM
Usia
: 22 thn
Usia
: 30 thn
Alamat
Alamat
Pekerjaan
: Karyawan
Pekerjaan
: Guru
Pendidikan
: D3 Teknik Komputer
Pendidikan
: S1
Agama
: Islam
Agama
: Islam
MRS
: 9 Mei 2015
POMR
SUMMARY OF
CLUE AND
DATABASE
CUE
PROBLE
M LIST
INITIAL
DIAGNOSI
DIAGNOSIS
THERAPY
PLANNING
MONITORING
EDUCATION
S
Keluhan Utama: Mualmuntah
Anamnesis :
RPS :
Mual muntah sejak 1
minggu ini. Awalnya px
NY.
TH, 22 tahun
Mualmuntah 1
minggu
1.Hipereme
1.G1P00000
sis
1.USG
- Infus
Keluhan
UK 11-12
RL:D5 1:2
Vital sign
Gravidaru
minggu+Hip
- Drip Neurobion 1
eremesis
Gravidarum
cc RL
keadaan px
oMenginformasikan mengenai tindakan
yang akan dilakukan
Memb
Stadium II
- Inj Ondansetron
erat sampai
3x1
tidak bisa
- As Folat 1x400
beraktivitas
mg
dan tidak
bisa makan
dan minum
gravida, UK
11-12
minggu
Menginformasikan kepada px
Primi
Malais
Pemeriksaan
Fisik
Tensi : 100/70
tidur.
Setiap kali muntah
sebanyak -1 gelas aqua,
mmHg
T ax: 37,0o C
RR : 22 x/
menit
Nadi :
102x/menit
(takikardi)
Mata cekung +/
sangat haus.
Turgor <<
- STATUS
bidan
OBSTETRI
TFU : di atas
symhisis
Riwayat Persalinan :
Pemeriksaan
(-)
Penunjang
Riwayat KB (-)
Riwayat Obstetri
USG
a.Riwayat Menstruasi :
DJJ (+),
gestational sac
(+)
DL
TL : 28-11-2015
Hb : 10,9
UK : 11/12 minggu
Hct : 35,7
b.Riwayat Menikah : 1x
Plt : 320.000
Leukosit :
pernah
10.000
SE
pernah
K : 3,7
Na : 135
Cl : 100
(-)
Abd : turgor <<
Ekstremitas : edema (-), akral
dingin
STATUS OBSTETRI
TFU : di ats symphisis
Pemeriksaan Penunjang
Plano test (+)
USG
DJJ (+), gestational sac (+),
fetal tone (+)
DL
Hb : 10,9
Hct : 35,7
Plt : 320.000
Leukosit : 10.000
SE
K : 3,7
Na : 135
Cl : 100
PEMBAHASAN
Pada laporan kasus ini akan dibahas px Ny. TH usia 22 tahun dengan GI P00000 hamil 11-12
minggu dengan hiperemesis gravidarum tingkat II. Pasien datang dengan keluhan Mual muntah sejak 1
minggu ini. Awalnya px hanya merasa mual setiap bangun tidur namun masih bisa makan minum serta
beraktivitas seperti biasa. Selanjutnya mual dirasakan semakin sering dan px hanya bisa makan nasi
lembek berkuah dengan lauk. 3 hari ini memberat sampai px tidak bisa makan dan minum. Setiap yang
dimakan dan diminum dimuntahkan. Selama 3 hari ini px cuti bekerja dan merasa badannya sangat lemas
sehingga hanya bisa berbaring di atas tempat tidur. Setiap kali muntah sebanyak -1 gelas aqua, dalam
sehari 5-7 kali muntah. Muntah berupa makanan, minuman yang dimakan, darah (-). Sejak mual-muntah
hebat ini, px mengaku merasa sangat haus. Px merasa hamil 3 bulan dan sudah pernah cek ke bidan. BAK
dirasakan berkurang sejak keluhan ini muncul.
Riwayat menarche usia 13 tahun, haid teratur dengan siklus 28 hari dan lama haid 5-7 hari. HPHT
21-02-2015, TL : 28-11-2015, UK : 11-12 minggu. Riwayat menikah 1x selama 1 tahun dan ini
kehamilan pertama tanpa menggunakan kontrsepsi sebelumnya serta sudah pernah cek ke bidan 2 kali.
Pada kasus ini, px diagnosis dengan gravida melihat dari gejalanya berupa amenore, mual-muntah,
perubahan uterus yakni di atas symphisis. Hal ini diperkuat dengan hasil tes plano (+) yang ditambah
dengan hasil pemeriksaan USG ditemukan DJJ (+), gestational sac (+), fetal tone (+). Selanjutnya pada
pasien ini didiagnosis sebagai hiperemesis gravidarum karena merupakan keadaan mual-muntah yang
terjadi pada awal kehamilan sampai usia kandungan 20 minggu. Secara klinis, terdapat tiga tingkat
hiperemesis gravidarum. Pada pasien ini memenuhi kriteria sebagai hiperemesis tingkat II dilihat dari
memuntahkan segala yang dimakan dan diminum, takikardi yakni 102x/menit, disertai tanda-tanda
dehidrasi seperti mata cekung, BAK berkurang, turgor menurun. Secara umum berdasarkan berbagai
teori, pada hiperemesis gravidarum terjadi mual, muntah dan penolakan semua makanan dan
minuman yang masuk, sehingga apabila terus-menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak
seimbangnya kadar elektrolit dalam darah. Selain itu hiperemesis gravidarum mengakibatkan
cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi karena energi yang
didapat dari makanan tidak cukup, lalu karena oksidasi lemak yang tidak sempurna, terjadilah
ketosis dengan tertimbunnya asam aseton-asetik, asam hidroksi butirik dan aseton dalam darah
sehingga menimbulkan asidosis.
Selanjutnya, dehidrasi yang telah terjadi menyebabkan aliran darah ke jaringan berkurang,
hal tersebut menyebabkan pasokan zat makanan dan oksigen berkurang dan juga mengakibatkan
penimbunan zat metabolik yang bersifat toksik didalam darah. Kemudian, hiperemesis
gravidarum juga dapat menyebabkan kekurangan kalium akibat dari muntah dan ekskresi lewat
ginjal, yang menambah frekuensi muntah yang lebih banyak, dan membuat lingkaran setan yang
sulit untuk dipatahkan.
Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena muntah menyebabkan
dehidrasi, sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium dan klorida darah turun,
demikian pula klorida air kemih. Selain itu dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga
aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan oksigen ke
jaringan berkurang pula dan tertimbunnya zat metabolik yang toksik.
Pada pemeriksaan kadar elektrolit pada pasien ini semua masih dalam batas normal
meskipun cenderung mengalami mulai penurunan sehingga perlu diberikan terapi yang adekuat
7
agar tidak jatuh dalam kondisi yang lebih berat yang dapat membahayakan tidak hanya pada px
namun juga pada janin. Px perlu diedukasi bahwa keadaan ini merupakan hal yang wajar dan px
tidak perlu merasa terlalu tertekan selama mengikuti semua anjuran dari klinisi yang merawat.
Karena pada px ini tidak toleran terhadap asupan makanan per oral, maka diputuskan untuk
diberi cairan intravena berupa infus RL:D5 1:2. Hal ini sesuai teori bahwa Berikan cairan
parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan glukose 5 % dalam cairan
garam fisiologik sebanyak 2-3 liter sehari. Bila perlu dapat ditambah kalium, dan vitamin. Pada
pasien ini juga diberikan Neurobion yang terdiri dari vitamin B1, B6, dan B12. Hal ini sesuai
dengan obat-obatan yang digunakan antara lain adalah vitamin B6 (piridoksin), antihistamin dan
agen-agen prokinetik. American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG)
merekomendasikan 10 mg piridoksin ditambah 12,5 mg doxylamine per oral setiap 8 jam sebagai
farmakoterapi lini pertama yang aman dan efektif. Dalam sebuah randomized trial, kombinasi
piridoksin dan doxylamine terbukti menurunkan 70% mual dan muntah dalam kehamilan.
Suplementasi dengan tiamin dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi berat
hiperemesis, yaitu Wernickes encephalopathy. Komplikasi ini jarang terjadi, tetapi perlu
diwaspadai jika terdapat muntah berat yang disertai dengan gejala okular, seperti perdarahan
retina atau hambatan gerakan ekstraokular.
Untuk obat anti muntah digunakan Ondansetron karena Antagonis reseptor 5hydroxytryptamine (5HT3) seperti ondansetron mulai sering digunakan, tetapi informasi
mengenai penggunaannya dalam kehamilan masih terbatas. Seperti metoklopramid, ondansetron
memiliki efektivitas yang sama dengan prometazin, tetapi efek samping sedasi ondansetron lebih
kecil. Ondansetron tidak meningkatkan risiko malformasi mayor pada penggunaannya dalam
trimester pertama kehamilan.
Dibuat daftar kontrol cairan yang masuk dan yang dikeluarkan. Untuk mempertahankan
keseimbangan cairan. Air kencing perlu diperiksa sehari-hari terhadap protein, aseton, khlorida
dan bilirubin. Suhu dan nadi diperiksa setiap 4 jam dan tekanan darah 3 kali sehari.
Dilakukan pemeriksaan hematokrit pada permulaan dan seterusnya menurut keperluan.
Bila selama 24 jam penderita tidak muntah dan keadaan umum bertambah baik dapat dicoba
untuk memberikan minuman, dan lambat laun minuman dapat ditambah dengan makanan yang
tidak cair. Dengan penanganan di atas, pada umumnya gejala-gejala akan berkurang dan keadaan
akan bertambah baik.
BAB 1
PENDAHULUAN
Selama masa kehamilan sekitar lebih dari 80% wanita hamil mengalami mual dan
muntah. The International Statistical Classification of Disease and Related Health Problems,
Revisi Kesepuluh, menjelaskan hiperemesis gravidarum (HG) sebagai muntah yang terusmenerus sebelum usia kehamilan 22 minggu yang terbagi dalam gejala ringan dan berat, gejala
berat berhubungan dengan kelainan metabolik seperti berkurangnya nutrisi, dehidrasi maupun
gangguan keseimbangan eletrolit. Hiperemesis gravidarum adalah penyebab utama ibu hamil
dirawat dirumah sakit pada trimester awal kehamilan.
Mual dan muntah pada kehamilan biasanya dimulai pada kehamilan minggu ke-9 sampai
ke-10, memberat pada minggu ke-11 sampai ke-13 dan berakhir pada minggu ke-12 sampai ke14. Hanya pada 1-10% kehamilan gejala berlanjut melewati minggu ke-20 sampai ke-22. Pada
0,3-2% kehamilan terjadi hiperemesis gravidarum yang menyebabkan ibu harus ditata laksana
dengan rawat inap.
Mual dan muntah sering terjadi pada pada minggu pertama kehamilan, dan hal tersebut
merupakan hal yang normal yang biasa disebut dengan emesis gravidarum. Mual dan muntah
yang biasa dapat berlanjut menjadi suatu keadaan menolak semua makanan dan minuman yang
masuk, hal tersebut dapat menyebabkan dehidrasi, kelaparan dengan ketosis, kehilangan berat
badan lebih dari 5% bahkan sampai kematian.
Hiperemesis gravidarum merupakan kasus yang memerlukan perawatan di rumah sakit.
Hiperemesis gravidarum ini penyebabnya masih belum diketahui, namun beberapa penelitian
menyebutkan beberapa teori tentang hal yang dapat menyebabkan hiperemesis gravidarum
seperti kadar hormon korionik gonadotropin, hormon estrogen, infeksi H.pylori dan juga faktor
psikologis.
Usia ibu merupakan faktor risiko dari hiperemesis gravidarum. Hal tersebut berhubungan
dengan kondisi psikologis ibu hamil. Literatur menyebutkan bahwa ibu dengan usia kurang dari
20 tahun atau lebih dari 35 tahun lebih sering mengalami hiperemesis gravidarum. Usia gestasi
juga merupakan faktor risiko hiperemesis gravidarum, hal tersebut berhubungan dengan kadar
hormon korionik gonadotropin, estrogen dan progesteron di dalam darah ibu. Kadar hormon
korionik gonadotropin merupakan salah satu etiologi yang dapat menyebabkan hiperemesis
gravidarum. Kadar hormon gonadotropin dalam darah mencapai puncaknya pada trimester
pertama, oleh karena itu, mual dan muntah lebih sering terjadi pada trimester pertama.
Faktor risiko lain adalah jumlah gravida. Hal tersebut berhubungan dengan kondisi
psikologis ibu hamil dimana ibu hamil yang baru pertama kali hamil akan mengalami stres yang
lebih besar dari ibu yang sudah pernah melahirkan dan dapat menyebabkan
hiperemesis
gravidarum, ibu primigravida juga belum mampu beradaptasi terhadap hormon estrogen dan
korionik gonadotropin, hal tersebut menyebabkan ibu yang baru pertama kali hamil lebih sering
mengalami hiperemesis gravidarum. Pekerjaan juga merupakan faktor risiko penyakit
hiperemesis gravidarum. Pekerjaan berhubungan dengan kondisi sosial ekonomi yang juga
mempengaruhi pola makan, aktifitas dan stres pada ibu, pada ibu hamil.
10
Diagnosis dan penatalaksanaan mual dan muntah dalam kehamilan yang tepat dapat
mencegah komplikasi hiperemesis gravidarum yang membahayakan ibu dan janin. Ketepatan
diagnosis sangat penting, karena terdapat sejumlah kondisi lain yang dapat menyebabkan mual
dan muntah dalam kehamilan. Tata laksana komprehensif dimulai dari istirahat, modifikasi diet
dan menjaga asupan cairan. Jika terjadi komplikasi hiperemesis gravidarum, penatalaksanaan
utama adalah pemberian cairan rehidrasi dan perbaikan elektrolit. Terapi farmakologi dapat
diberikan jika dibutuhkan, seperti piridoksin, doxylamine, prometazin, dan metoklopramin
dengan memperhatikan kontraindikasi dan efek sampingnya. Beberapa terapi alternatif sudah
mulai diteliti untuk penatalaksanaan hiperemesis gravidarum, seperti ekstrak jahe dan akupuntur,
dengan hasil yang bervariasi.
11
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian
Mual dan muntah sering terjadi pada pada minggu-pertama kehamilan, dan hal tersebut
merupakan hal yang normal yang biasa disebut dengan emesis gravidarum. Mual dan muntah
yang biasa dapat berlanjut menjadi suatu keadaan yang jarang terjadi, yaitu menolak semua
makanan dan minuman yang masuk, hal tersebut dapat menyebabkan dehidrasi, kelaparan
dengan ketosis bahkan sampai kematian.
Hiperemesis gravidarum adalah suatu penyakit dimana wanita hamil memuntahkan
segala apa yang dimakan dan diminum hingga berat badannya sangat turun, turgor kulit
berkurang, diuresis berkurang dan timbul asetonuria. Sedangkan dari literatur lain menyebutkan
bahwa hiperemesis gravidarum adalah muntah yang cukup parah sehingga menyebabkan
kehilangan berat badan, dehidrasi, asidosis dari kelaparan, alkalosis dari kehilangan asam
hidroklorid saat muntah dan hipokalemia.
Tabel 2.1 Definisi-definisi mual dan muntah dalam kehamilan 2
Emesis gravidarum
Mual dan muntah dikeluhkan terus
melewati
20
minggu
pertama
kehamilan
Hiperemesis gravidarum
Mual dan muntah mengganggu aktivitas
sehari-hari
Mual dan muntah tidak menimbulkan
komplikasi
(ketonuria,
dehidrasi,
menimbulkan
komplikasi
patologis
2.2 Batasan
Mual : merupakan suatu perasaan tidak enak yang berhubungan dengan saluran pencernaan
bagian atas yang sering didahului dengan suatu dorongan untuk muntah.
Retching :suatu gerakan yang ritmik hilang timbul, spasmodik dari diafragma dan otot
dinding perut yang biasa terjadi bersamaan dengan rasa mual.
Muntah : merupakan suatu dorongan tenaga yang kuat untuk mengeluarkan isi lambung atau
usus halus melalui rongga mulut.
Emesis gravidarum yang tidak responsif dengan obat-obatan
Muntah-muntah yang sampai menimbulkan penurunan berat badan, dehidrasi, acidosis akibat
kelaparan, alkalosis akibat hilangnya hcl saat muntah dan hipokalemia
Morning sickness = salah oleh karena 80 % berlangsung sepanjang hari
Pada muntah biasanya diikuti tanda-tanda dan gejala :
a) takhikardi menjelang muntah.
b) bradikardi selama muntah.
c) penurunan tekanan darah.
d) kelemahan atau perasaan mengawang.
12
e) pucat
f) kenaikan frekwensi dan dalamnya pernafasan.
Patofisiologi dan mekanisme terjadinya muntah
1. Mual dan muntah dikontrol oleh pusat muntah di formatio retikularis di daerah medula.
2. Muntah akan dirangsang bila input dari area yang lain mencapai pusat muntah, yaitu ctz
(dilantai ventrikel iv dari otak).
3. Rangsangan muntah pada pusat muntah dapat melalui beberapa jalur dan neuro transmitor.
4. Reseptor muntah terdapat pada sel enterochromafin mukosa lambung, saluran pencernaan,
sebagian dinding pembuluh darah, dan lain-lain.
Rangsangan muntah dapat terjadi karena :
1. Gangguan viscera
a. Iritasi lambung karena nsaid, antibiotika, alkohol, zat besi, dan lain-lain.
b. Kanker lambung, tumor abdomen, desakan dari luar, peritonitis.
c. Distensi lambung karena narkotik.
2. Gangguan kimiawi
a. Obat-obatan seperti opiat digitalis, estrogen kemoterapi.
b. Bahan
Etiologi
Penyebab pasti mual dan muntah yang dirasakan ibu hamil belum diketahui, tetapi
terdapat beberapa teori yang mengajukan keterlibatan faktor-faktor biologis, sosial dan
psikologis. Faktor biologis yang paling berperan adalah perubahan kadar hormon selama
13
kehamilan. Menurut teori terbaru, peningkatan kadar human Chorionic gonadotropin (hCG)
akan menginduksi ovarium untuk memproduksi estrogen, yang dapat merangsang mual dan
muntah. Perempuan dengan kehamilan ganda atau mola hidatidosa yang diketahui memiliki
kadar hCG lebih tinggi daripada perempuan hamil lain mengalami keluhan mual dan muntah
yang lebih berat. Progesteron juga diduga menyebabkan mual dan muntah dengan cara
menghambat motilitas lambung dan irama kontraksi otot-otot polos lambung. Penurunan kadar
thyrotropin-stimulating hormone (TSH) pada awal kehamilan juga berhubungan dengan
hiperemesis gravidarum meskipun mekanismenya belum jelas. Hiperemesis gravidarum
merefleksikan perubahan hormonal yang lebih drastis dibandingkan kehamilan biasa.
Ada beberapa faktor prodisposisi yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
a.
Pada waktu hamil yang kekurangan darah lebih sering terjadi Hiperemesis Gravidarum
dapat dimasukkan dalam ruang lingkup faktor adaptasi adalah wanita hamil dengan
anemia, wanita primigravida, kehamilan ganda dan hamil mola hidatidosa. Sebagai
kecil primigravida belum mampu beradaptasi terhadap hormon estrogen dan korionik
gonadotropin , sedangkan pada hamil ganda dan mola hidatidosa jumlah hormon yang
dikeluarkan terlalu tinggi dan menyebabkan terjadinya Hiperemesis Gravidarum.
b.
Faktor Organik
Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat
hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan ini.
c.
Faktor Psikologis
Faktor Alergi
Pada kehamilan, dimana diduga terjadi invasi jaringan vili khorialis yang masuk
kedalam peredaran darah ibu, maka faktor alergi dianggap dapat menyebabkan
terjadinya Hiperemesis Gravidarum.
Bedah mayat pada wanita yang meninggal dunia akibat hiperemesis gravidarum
menunjukkan kelainan-kelainan pada berbagai alat dalam tubuh, yang juga dapat ditemukan pada
malnutrisi oleh bermacam sebab.
1. Hati
Pada hiperemesis gravidarum tanpa komplikasi hanya ditemukan degenerasi lemak tanpa
nekrosis, degenerasi lemak tersebut terletak sentrilobuler. Kelainan lemak ini nampaknya
tidak menyebabkan kematian dan dianggap sebagai akibat muntah yang terus menerus. Dapat
ditambahkan bahwa separuh penderita yang meninggal karena hiperemesis gravidarum
menunjukkan gambaran mikroskopik hati yang normal.
2. Jantung
14
Jantung menjadi lebih kecil dari pada biasa dan beratnya atrofi, ini sejalan dengan lamanya
penyakit, kadang-kadang ditemukan perdarahan sub-endokardial.
3. Otak
Adakalanya terdapat bercak-bercak perdarahan pada otak dan kelainan seperti pada
encefalopathi Wernicke dapat dijumpai (dilatasi kapiler dan perdarahan kecil-kecil di daerah
korpora mamilaria ventrikel ketiga dan keempat).
4. Ginjal
Ginjal tampak pucat dan degenerasi lemak dapat ditemukan pada tubuli kontorti.
2.4
Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko penyakit hiperemesis gravdarum antara lain adalah usia ibu, usia
gestasi, jumlah gravida, tingkat sosial ekonomi, kehamilan ganda, kehamilan mola, kondisi
psikologis ibu dan adanya infeksi H.pilory. Usia ibu merupakan faktor risiko dari hiperemesis
gravidarum yang berhubungan dengan kondisi psikologis ibu hamil. Literatur menyebutkan
bahwa ibu dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun lebih sering mengalami
hiperemesis gravidarum. Usia gestasi atau usia kehamilan juga merupakan faktor risiko
hiperemesis gravidarum, hal tersebut berhubungan dengan kadar hormon korionik gonadotropin,
estrogen dan progesteron di dalam darah ibu. Kadar hormon korionik gonadotropin merupakan
salah satu etiologi yang dapat menyebabkan hiperemesis gravidarum. Kadar hormon
gonadotropin dalam darah mencapai puncaknya pada trimester pertama, tepatnya sekitar minggu
ke 14-16. Oleh karena itu, mual dan muntah lebih sering terjadi pada trimester pertama.
Peningkatan kadar hCG mengakibatkan perubahan atau gangguan (dismotilitas) sistem
pencernaan serta gangguan sistem imun humoral yang diduga sebagai pencetus infeksi H.pilory
selama kehamilan.
Faktor risiko lain adalah jumlah gravida. Hal tersebut berhubungan dengan kondisi
psikologis ibu hamil dimana ibu hamil yang baru pertama kali hamil akan mengalami stress yang
lebih besar dari ibu yang sudah pernah melahirkan dan dapat menyebabkan hiperemesis
gravidarum, ibu primigravida juga belum mampu beradaptasi terhadap perubahan korionik
gonadotropin, hal tersebut menyebabkan
Patofisiologi
Ada teori yang menyebutkan bahwa perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya
kadar korionik gonadotropin, estrogen dan progesteron karena keluhan ini mucul pada 6 minggu
pertama kehamilan yang dimulai dari hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama 10
minggu. Pengaruh fisiologis hormon korionik gonadotropin, estrogen dan progesteron ini masih
belum jelas, mungkin berasal dari sistem saraf pusat akibat berkurangnya sistem pengosongan
lambung.
Secara umum berdasarkan berbagai teori, pada hiperemesis gravidarum terjadi mual,
muntah dan penolakan semua makanan dan minuman yang masuk, sehingga apabila terusmenerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak seimbangnya kadar elektrolit dalam darah.
Selain itu hiperemesis gravidarum mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis
15
terpakai untuk keperluan energi karena energi yang didapat dari makanan tidak cukup, lalu
karena oksidasi lemak yang tidak sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam asetonasetik, asam hidroksi butirik dan aseton dalam darah sehingga menimbulkan asidosis.
Selanjutnya, dehidrasi yang telah terjadi menyebabkan aliran darah ke jaringan
berkurang, hal tersebut menyebabkan pasokan zat makanan dan oksigen berkurang dan juga
mengakibatkan penimbunan zat metabolik yang bersifat toksik didalam darah. Kemudian,
hiperemesis gravidarum juga dapat menyebabkan kekurangan kalium akibat dari muntah dan
ekskresi lewat ginjal, yang menambah frekuensi muntah yang lebih banyak, dan membuat
lingkaran setan yang sulit untuk dipatahkan.
Ada yang menyatakan bahwa perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya kadar
estrogen, oleh karena keluhan ini terjadi pada trimester pertama.
Pengaruh fisiologik hormon estrogen ini tidak jelas, mungkin berasal dari sistem syaraf
pusat atau akibat berkurangnya pengosongan lambung. Penyesuaian terjadi pada kebanyakan
wanita hamil, meskipun demikian mual dan muntah dapat berlangsung berbulan-bulan.
Hiperemesis gravidarum yang merupakan komplikasi mual dan muntah pada hamil
muda (trimester pertama), bila terjadi terus-menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak
seimbangnya elektrolit dengan alkalosis hipokloremik. Belum jelas mengapa gejala-gejala ini
hanya terjadi pada sebagian kecil wanita, tetapi faktor psikologik merupakan faktor utama, di
samping pengaruh hormonal. Yang jelas wanita yang sebelum kehamilan sudah menderita
lambung spastik dengan gejala tak suka makan dan mual, akan mengalami emesis gravidarum
yang lebih berat.
Hiperemesis gravidarum ini akan mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak
habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tak sempurna, terjadilah
ketosis dengan tertimbunnya asam aseton-asetik, asam hidroksi butirik dan aseton dalam darah.
Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena muntah menyebabkan
dehidrasi, sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium dan klorida darah turun,
demikian pula klorida air kemih. Selain itu dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga
aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan oksigen ke
jaringan berkurang pula dan tertimbunnya zat metabolik yang toksik.
Di samping dehidrasi dan terganggunya keseimbangan elektrolit, dapat terjadi robekan
pada selaput lendir oesophagus dan lambung (Sindroma Mallory-Weiss), dengan akibat
16
perdarahan gastrointestinal. Pada umumnya robekan ini ringan dan perdarahan dapat berhenti
sendiri. Jarang sampai diperlukan transfusi atau tindakan operatif.
2.6
Klasifikasi
Hiperemesis gravidarum dapat diklasifikasikan secara klinis menjadi hiperemesis
gravidarum tingkat I, II dan III. Hiperemesis gravidarum tingkat I ditandai oleh muntah yang
terus-menerus disertai dengan penurunan nafsu makan dan minum. Terdapat penurunan berat
badan dan nyeri epigastrium. Pertama-tama isi muntahan adalah makanan, kemudian lendir
beserta sedikit cairan empedu, dan dapat keluar darah jika keluhan muntah terus berlanjut.
Frekuensi nadi meningkat sampai 100 kali per menit dan tekanan darah sistolik menurun. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan mata cekung, lidah kering, penurunan turgor kulit dan penurunan
jumlah urin.
Pada hiperemesis gravidarum tingkat II, pasien memuntahkan semua yang dimakan dan
diminum, berat badan cepat menurun, dan ada rasa haus yang hebat. Frekuensi nadi berada pada
rentang 100-140 kali/menit dan tekanan darah sistolik kurang dari 80 mmHg. Pasien terlihat
apatis, pucat, lidah kotor, kadang ikterus, dan ditemukan aseton serta bilirubin dalam urin.
Hiperemesis gravidarum tingkat III sangat jarang terjadi. Keadaan ini merupakan
kelanjutan dari hiperemesis gravidarum tingkat II yang ditandai dengan muntah yang berkurang
atau bahkan berhenti, tetapi kesadaran pasien menurun (delirium sampai koma). Pasien dapat
mengalami ikterus, sianosis, nistagmus, gangguan jantung dan dalam urin ditemukan bilirubin
dan protein.
2.7
Diagnosis
Pada diagnosis harus ditentukan adanya kehamilan dan muntah yang terus menerus,
Pemeriksaan fisik pada pasien hiperemesis gravidarum biasanya tidak memberikan tanda-tanda
yang khusus. Lakukan pemeriksaan tanda vital, keadaan membran mukosa, turgor kulit, nutrisi
dan berat badan. Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai dehidrasi, turgor kulit yang menurun,
perubahan tekanan darah dan nadi. Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan antara lain,
pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan kadar elektrolit, keton urin, tes fungsi hati, dan
urinalisa untuk menyingkirkan penyebab lain. Pada pemeriksaan laboratorium pasien dengan
hiperemesis gravidarum dapat diperoleh peningkatan relatif hemoglobin dan hematokrit,
hiponatremia dan hipokalemia, badan keton dalam darah dan proteinuria. Bila hyperthyroidism
dicurigai, dilakukan pemeriksaan T3 dan T4. Lakukan pemeriksaan ultrasonografi untuk
menyingkirkan kehamilan mola.
Beberapa pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis
hiperemesis gravidarum adalah:
a) Urinalisis untuk cek keton dan yang lebih spesifik. Tanda-tanda starvasi, keton sangatlah
berbahaya bagi perkembangan fetus. Bisa juga disertai dengan deplesi volum
b) Serum elektrolit dan keton. Penilaian kadar elektrolit untuk evaluasi rendahnya kadar
sodium atau potassium, identifikasi alkalosis atau asidosis hiperkloremik, serta evaluasi
fungsi renal dan status volume.
17
c) Enzim liver dan bilirubin. Peningkatan enzim hati dapat terjadi pada >50% pasien dengan
hiperemesis gravidarum. Transaminitis ringan dapat membaik segera setelah mualmuntah teratasi. Secara signifikan, kenaikan kadar enzim hati dapat dijadikan tanda
adanya penyakit hati yang mendasari seperti hepatitis (virus, iskemik, autoimmun) atau
etiologi lain dari trauma hepar.
d) Amilase/Lipase yang meningkat pada kurang lebih 10% pasien dengan hiperemesis
gravidarum. Peningkatan kadar lipase dan amilase dapat dijadikan acuan untuk curiga
adanya pankreatitis sebagai etiologi.
e) Kultur urin dapat diperiksa karena infeksi saluran kencing merupakan hal yang sering
terjadi pada pasien hamil dan dapat dihubungkan dengan kejadian hiperemesis
gravidarum.
f) Pertimbangkan untuk memeriksa kadar kalsium. Beberapa kasus yang walaupun jarang
pernah dilaporkan kejadian hiperkalsemia yang dihubungkan dengan hiperemesis
gravidarum sebagai akibat keadaan hiperparatiroid.
g) Hematokrit juga dapat mengalami kenaikan karena adanya konstriksi volume.
h) Pemeriksaan penunjang tambahan umumnya tidak dibutuhkan kecuali pada keadaan
dengan manifestasi klinis yang tidak khas/atipikal (mual dan atau muntah yang dimulai
saat usia kehamilan 9-10 minggu, mual dan atau muntah yang menetap setelah usia 20-22
minggu, eksaserbasi akut yang parah)atau penyakit lain berdasarkan riwayat penyakit
dahulu ataupun pemeriksaan fisik.
i) Ketika ada indikasi klinis, dapat dilakukan USG abdomen atas untuk evaluasi pankreas
dan atau duktus bilier
j) Pada kasus yang jarang CT scan abdomen atau MRI dapat diperiksakan bila curiga
appendisitis sebagai penyebab mual-muntah saat kehamilan.
k) Pada pasien dengan nyeri abdomen atau perdarahan saluran cerna bagian atas dapat
dipertimbangkan untuk dilakukan pemeriksaan endoskopi, begitu pula saat keadaan hamil
dengan monitor ketat
2.8
Penatalaksanaan
2.8.1
Non Farmakologi
Tata laksana awal dan utama untuk mual dan muntah tanpa komplikasi adalah istirahat
dan menghindari makanan yang merangsang, seperti makanan pedas, makanan berlemak, atau
suplemen besi. Perubahan pola diet yang sederhana, yaitu mengkonsumsi makanan dan minuman
dalam porsi yang kecil namun sering cukup efektif untuk mengatasi mual dan muntah derajat
ringan.1
produk susu, kacang panjang, dan biskuit kering. Minuman elektrolit dan suplemen nutrisi
peroral disarankan sebagai tambahan untuk memastikan terjaganya keseimbangan elektrolit dan
pemenuhan kebutuhan kalori. Menu makanan yang banyak mengandung protein juga memiliki
18
efek positif karena bersifat eupeptic dan efektif meredakan mual. Manajemen stres juga dapat
berperan dalam menurunkan gejala mual.
Perlu diyakinkan kepada penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan, hilangkan rasa
takut oleh karena kehamilan, kurangi pekerjaan serta menghilangkan masalah dan konflik, yang
kiranya dapat menjadi latar belakang penyakit ini seperti keadaan sosial ekonomi, pekerjaan
serta lingkungan. Diberikan pengertian bahwa kehamilan adalah suatu hal yang wajar, normal
dan fisiologis, jadi tidak perlu takut dan khawatir.
2.8.2
Farmakologi
kasus-kasus
refrakter,
metilprednisolon
dapat
menjadi
obat
pilihan.
Metilprednisolon lebih efektif daripada promethazine untuk penatalaksanaan mual dan muntah
dalam kehamilan. Efek samping metilprednisolon sebagai sebuah glukokortikoid juga patut
diperhatikan. Dalam sebuah metaanalisis dari empat studi, penggunaan glukokortikoid sebelum
usia gestasi 10 minggu berhubungan dengan risiko bibir sumbing dan tergantung dosis yang
diberikan. Oleh karena itu, penggunaan glukokortikoid direkomendasikan hanya pada usia
gestasi lebih dari 10 minggu.
Pada sebagian kecil kasus keadaan tidak menjadi baik, bahkan mundur. Usahakan
mengadakan pemeriksaan medik dan psikiatrik bila keadaan memburuk. Delirium, kebutaan,
takhikardi, ikterus, anuria dan perdarahan merupakan manifestasi komplikasi organik. Dalam
keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk
melakukan abortus terapeutik sering sulit diambil, oleh karena di satu pihak tidak boleh
dilakukan terlalu cepat, tetapi dilain pihak tidak boleh menunggu sampai terjadi gejala
ireversibel pada organ vital.
20
21
Gambar 2.1 Algoritme terapi farmakologi untuk mual dan muntah dalam kehamilan
Gambar 2.2 Obat-obatan untuk tata laksana mual dan muntah dalam kehamilan
2.8.2.2 Terapi alternative
a) Terapi alternatif seperti akupunktur dan jahe telah diteliti untuk penatalaksanaan mual
dan muntah dalam kehamilan. Akar jahe (Zingiber officinale Roscoe) adalah salah satu
pilihan nonfarmakologik dengan efek yang cukup baik. Bahan aktifnya, gingerol, dapat
menghambat pertumbuhan seluruh galur H. pylori, terutama galur Cytotoxin associated
gene (Cag) A+ yang sering menyebabkan infeksi. Empat randomized trials menunjukkan
bahwa ekstrak jahe lebih efektif daripada plasebo dan efektivitasnya sama dengan
vitamin B6. Efek samping berupa refluks gastroesofageal dilaporkan pada beberapa
penelitian, tetapi tidak ditemukan efek samping signifikan terhadap keluaran kehamilan
Dosisnya adalah 250 mg kapsul akar jahe bubuk per oral, empat kali sehari. Terapi
akupunktur untuk meredakan gejala mual dan muntah masih menjadi kontroversi.
Penggunaan acupressure pada titik akupuntur Neiguan P6 di pergelangan lengan
menunjukkan hasil yang tidak konsisten dan penelitiannya masih terbatas karena
kurangnya uji yang tersamar. Dalam sebuah studi yang besar didapatkan tidak terdapat
efek yang menguntungkan dari penggunaan acupressure, namun The Systematic
Cochrane Review mendukung penggunaan stimulasi akupunktur P6 pada pasien tanpa
profilaksis antiemetik. Stimulasi ini dapat mengurangi risiko mual. Terapi stimulasi saraf
tingkat rendah pada aspek volar pergelangan tangan juga dapat menurunkan mual dan
muntah serta merangsang kenaikan berat badan.
22
b.) Diet
o Diet hiperemesis 1 : diberikan pada hiperemesis tingkat III. Makanan hanya
berupa roti kering dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan
tetapi 1-2 jam sesudahnya. Makanan ini kurang dalam zat-zat gizi kecuali vitamin
C karena itu hanya diberikan selama beberapa hari.
o Diet hiperemesis 2 : diberikan bila rasa mual dan muntah berkurang. Secara
berangsur mulai diberikan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi. Minuman
tidak diberikan bersama makanan. Makanan ini rendah dalam semua zat-zat gizi
kecuali vitamin A dan D.
o Diet hiperemesis 3 : diberikan kepada penderita dengan hiperemesis ringan.
Menurut kesanggupan penderita minuman boleh diberikan bersama makanan.
Makanan ini cukup dalam semua zat gizi kecuali kalsium.
c.) Isolasi di Rumah Sakit pada pasien hiperemesis tingkat II dan III
Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, tetapi cerah dan peredaran
udara yang baik. Catat cairan yang keluar dan masuk. Hanya dokter dan perawat yang
boleh masuk ke dalam kamar penderita, sampai muntah berhenti dan penderita mau
makan. Tidak diberikan makanan atau minuman selama 24 jam. Kadang-kadang
dengan isolasi saja gejala-gejala akan berkurang atau hilang tanpa pengobatan.
2.9
Komplikasi
Muntah yang terus-menerus disertai dengan kurang minum yang berkepanjangan dapat
menyebabkan dehidrasi. Jika terus berlanjut, pasien dapat mengalami syok. Dehidrasi yang
berkepanjangan juga menghambat tumbuh kembang janin.11 Oleh karena itu, pada pemeriksaan
fisik harus dicari apakah terdapat abnormalitas tanda-tanda vital, seperti peningkatan frekuensi
nadi (>100 kali per menit), penurunan tekanan darah, kondisi subfebris, dan penurunan
kesadaran. Selanjutnya dalam pemeriksaan fisis lengkap dapat dicari tanda-tanda dehidrasi, kulit
tampak pucat dan sianosis, serta penurunan berat badan.
Selain dehidrasi, akibat lain muntah yang persisten adalah gangguan keseimbangan
elektrolit seperti penurunan kadar natrium, klor dan kalium, sehingga terjadi keadaan alkalosis
metabolik hipokloremik disertai hiponatremia dan hipokalemia. Hiperemesis gravidarum yang
berat juga dapat membuat pasien tidak dapat makan atau minum sama sekali, sehingga cadangan
karbohidrat dalam tubuh ibu akan habis terpakai untuk pemenuhan kebutuhan energi jaringan.
Akibatnya, lemak akan dioksidasi. Namun, lemak tidak dapat dioksidasi dengan sempurna dan
terjadi penumpukan asam aseton-asetik, asam hidroksibutirik, dan aseton, sehingga
menyebabkan ketosis. Salah satu gejalanya adalah bau aseton (buah-buahan) pada napas. Pada
pemeriksaan laboratorium pasien dengan hiperemesis gravidarum dapat diperoleh peningkatan
relatif hemoglobin dan hematokrit, hiponatremia dan hipokalemia, badan keton dalam darah dan
proteinuria.
Robekan pada selaput jaringan esofagus dan lambung dapat terjadi bila muntah terlalu
sering. Pada umumnya robekan yang terjadi kecil dan ringan, dan perdarahan yang muncul dapat
berhenti sendiri. Tindakan operatif atau transfusi darah biasanya tidak diperlukan.
23
Perempuan hamil dengan hiperemesis gravidarum dan kenaikan berat badan dalam
kehamilan yang kurang (<7 kg) memiliki risiko yang lebih tinggi untuk melahirkan bayi dengan
berat badan lahir rendah, kecil untuk masa kehamilan, prematur, dan nilai APGAR lima menit
kurang dari tujuh.
Hiperemesis gravidarum yang merupakan komplikasi mual dan muntah pada hamil
muda, bila terjadi terus menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak imbangnya elektrrolit
dengan alkalosis hiperkloremik. Selain oleh karena faktor hormonal, faktor psikologik
memegang pernana penting terjadinya hiperemesis gravidarum. Apalagi wanita yang sebelum
hamil sudah menderita lambung spastik dengan gejala tak suka makan dan mual, akan
mengalami emesis gravidarum yang lebih berat.
Hiperemesis gravidarum dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis
terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tak sempurna , terjadilah ketosis
dengan tertimbunnya asam aseton-asetik, asam hidroksi butirik dan aseton dalam darah.
Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena muntah memyebabkan
dehidrasi, sehingga cairan ekstraselular dan plasma berkurang. Elektrolit darah juga akan turun.
Selain itu dehidarsi menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan berkurang.
Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan oksigen ke jaringan berkurang pula serta
tertimbunnya zat metabolic yang toksis. Kekurangan kalium sebagai akibat mual dan muntah
serta bertambahnya ekskresi melalui ginjal, menambah frekwensi muntah-muntah yang lebih
banyak, dapat merusak hati, dan terjadilah lingkaran setan yang sulit untuk diputuskan.
24
2.10 Prognosis
Tujuan terapi emesis atau hiperemesis gravidarum adalah untuk mencegah komplikasi
seperti ketonuria, dehidrasi, hipokalemia dan penurunan berat badan lebih dari 3 kg atau 5%
berat badan. Penilaian keberhasilan terapi dilakukan secara klinis dan laboratoris. Secara klinis,
keberhasilan terapi dapat dinilai dari penurunan frekuensi mual dan muntah, frekuensi dan
intensitas mual, serta perbaikan tanda-tanda vital dan dehidrasi. Parameter laboratorium yang
perlu dinilai adalah perbaikan keseimbangan asam-basa dan elektrolit.
Dengan penanganan yang baik prognosis hiperemesis gravidarum sangat memuaskan.
Literatur lain menyebutkan, prognosis hiperemesis gravidarum umumnya baik, namun dapat
menjadi fatal bila terjadi deplesi elektrolit dan ketoasidosis yang tidak dikoreksi dengan tepat
dan cepat.
2.11 Pencegahan
Prinsip pencegahan adalah mengubah emesis agar tidak terjadi hiperemesis :
a.
b.
Makan sedikit-sedikit tetapi sering, berikan makanan selingan super biskuit, roti kering
dengan teh hangat saat bangun pagi dan sebelum tidur.
c.
Jangan berikan makanan dalam jumlah atau porsi besar karena akan membuat pasien
bertambah mual
d.
Banyak mengkonsumsi buah, sayuran dan makanan yang tinggi karbohidrat seperti roti,
kentang, biscuit, dll
e.
Minum yang cukup untuk menghindari dehidrasi akibat muntah. Minum dengan air putih,
ataupun juice. Hindari minuman yang mengandung kafein dan karbonat.
f.
Hindari makanan berminyak dan berbau, makanan sebaiknya disajikan dalam keadaan
hangat.
g.
Jangan tiba-tiba berdiri waktu bangun pagi, akan terasa oyong, mual
dan muntah, defekasi hendaknya diusahakan terakhir.
h.
Istirahat dan relax akan sangat membantu untuk mengatasi rasa mual
muntah. Karena bila pasien stress maka akan memperburuk rasa mual. Dilakukan istirahat
yang cukup dan santai, mendengarkan musik, membaca buku bayi atau majalah, dll.
25
BAB 3
KESIMPULAN
Hiperemesis gravidarum adalah muntah yang cukup parah (>10 kali dalam 24 jam)
sebelum usia kehamilan 22 minggu sehingga menyebabkan kehilangan berat badan, dehidrasi,
asidosis dari kelaparan, alkalosis dari kehilangan asam hidroklorid saat muntah dan hipokalemia.
Beberapa penelitian menyebutkan beberapa teori tentang hal yang dapat menyebabkan
hiperemesis gravidarum seperti kadar hormon korionik gonadotropin, hormon estrogen, infeksi
H.pylori dan juga faktor psikologis.
Diagnosis dan penatalaksanaan mual dan muntah dalam kehamilan yang tepat dapat
mencegah komplikasi hiperemesis gravidarum yang membahayakan ibu dan janin. Ketepatan
diagnosis sangat penting, karena terdapat sejumlah kondisi lain yang dapat menyebabkan mual
dan muntah dalam kehamilan. Tata laksana komprehensif dimulai dari istirahat, modifikasi diet
dan menjaga asupan cairan. Jika terjadi komplikasi hiperemesis gravidarum, penatalaksanaan
utama adalah pemberian cairan rehidrasi dan perbaikan elektrolit.
Terapi farmakologi dapat diberikan jika dibutuhkan, seperti piridoksin, doxylamine,
prometazin, dan metoklopramin dengan memperhatikan kontraindikasi dan efek sampingnya.
Beberapa terapi alternatif sudah mulai diteliti untuk penatalaksanaan hiperemesis gravidarum,
seperti ekstrak jahe dan akupuntur, dengan hasil yang bervariasi.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Jueckstock,J.K.,
2013,
Hyperemesis
Gravidarum:
Multimodal
Challenge.
2015.
2. Lord,L.M.,
2013,
Management
of
Hyperemesis
Gravidarum
with
Enteral
Nutrition
L.J.,
2012,
Treatment
of
Hyperemesis
Gravidarum,
27