Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Atas dasar itu, kami melaporkan kasus leptospirosis ini dan akan dibahas
diagnosis dan tatalaksana leptospirosis sebagai bahan pembelajaran bersama.
BAB II
LAPORAN KASUS
Laki-laki usia 40 tahun masuk rumah sakit pada tanggal 12 April 2015
dengan keluhan kejang, kejang satu kali di rumah dan kejang dua kali di IGD.
Laporan Kasus Leptospirosis | 2
Mata merah kemudian menguning sebelum masuk rumah sakit. Awalnya mata
merah sedikit, lama-lama menutupi seluruh bagian putih mata. Selain merah, mata
rasanya perih agak gatal, tidak keluar cairan maupun kotoran. Pasien mengeluh
demam sebelumnya, mendadak, merasa mual, dan muntah berisi makanan dan
cairan selama 5 hari lalu, tidak didapatkan darah. Pasien mengeluh nyeri pada
semua bagian perut. Pasien juga mengeluh nyeri pada betis, terutama saat ditekan.
Betis nampak tegang. BAK tidak keluar sejak 3 hari lalu. BAB setiap hari,
konsistensi lunak warna kuning tidak ada lendir maupun darah. Pasien
menyangkal sakit kepala, batuk,dan sesak.
Pada riwayat penyakit dahulu, pasien menyangkal mempunyai penyakit
diabetes melitus, jantung, ginjal, ataupun kejang sebelumnya. Pasien sebelumnya
tidak pernah sakit maupun dirawat di rumah sakit.
Pada keluarga didapatkan riwayat penyakit liver dari ayah pasien yang
telah meninggal karena penyakit tersebut, penyakit yang lain disangkal.
Pasien seorang pengrajin batu bata, selalu memakai sandal dan tidak
memakai sepatu bot saat bekerja. Kondisi rumah dan lingkungan sekitar rumah
tidak banjir sebelumnya, tidak terdapat tikus di sekitarnya, dan mengaku selalu
terjaga kebersihan di rumahnya. Kondisi tempat bekerja dekat dengan sawah dan
banyak tikus di sawah-sawah tersebut. Pasien suka minum jamu setiap kali merasa
sakit. Pasien juga suka minum minuman bersoda. Pasien juga telah pijat seluruh
tubuh sebelum dibawa ke IGD sebanyak 2 kali.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak lemah,
kesadaran umum compos mentis (GCS 456). Pada pemeriksaan tanda vital
tekanan darah 130/90 mmHg, frekuensi nadi 68x/mnt, frekuensi nafas 20x/ mnt,
suhu 36 OC. Pada pemeriksaan mata didapatkan konjungtiva normal, sclera
merah, konjungtiva bleeding, dan ikterus. Pada leher tidak didapatkan pembesaran
kelenjar getah bening dan tidak ada peningkatan JVP. Pada pemeriksaan paru,
suara dasar paru vesikuler, tidak didapatkan ronki dan wheezing. Bunyi jantung
S1-S2 Tunggal Regular, tidak ada murmur maupun gallop. Pada abdomen, supel,
nyeri tekan pada semua lapang abdomen, tidak
didapatkan bising usus normal. Pemeriksaan Flank test positif pada kedua
costovertebrae. Pada ekstremitas didapatkan akral hangat pada empat ekstremitas,
nyeri tekan gastrocnemius, dan tidak ada edema.
Dari pemeriksaan penunjang (12-04-2015) didapatkan Hb 11,9 g/dl, Ht 29
%, lekosit 13.510/ul, trombosit 55.000 jt/ul, eritrosit 5,8 jt/ul, netrofil 80 %,
limfosit 12%, monosit 18%, Bilirubin total 10,42 , Bilirubin direk 8,15, Alkali
Phosphat 211, Kreatinin 11,4 mg/dl, BUN 189, Asam Urat 19,7.
Dari data tersebut ditegakkan diagnosis Leptospirosis Icterohemorragica,
Acute Kidney Injury, Riwayat kejang, Subkonjunctival bleeding bilateral
Berdasarkan masalah diatas, dilakukan penatalaksanaan bedrest, O2 nasal
4 liter/menit, IVFD NaCL 0,9 % 1500 cc/24jam, diet Tinggi Kalori Rendah
Protein, Ceftriaxon 2x1 gr, Omeprazole 2x1 gr, Diazepam 2x10 mg, vit B 12 3x1.
Pemeriksaan lain yang direncanakan untuk dilakukan adalah pemeriksaan
USG abdomen, Leptotec, Urin Lengkap dengan Dark Field Microscop. Konsul
neurologi dan konsul mata.
Monitoring
pasien,
kontrol
tanda-tanda
vitalnya,
keluhannya,
kesadarannya.
Pada perawatan hari kedua, ketiga, kondisi pasien lemah. Pada pasien ini
dipikirkan leptospirosis karena ada riwayat demam, subkonjunctival bleeding,
Acute Kidney Injury. Diduga Acute Kidney Injury disebabkan infeksi
leptospirosis. Antibiotik ceftriakson tetap diberikan 2x1 gr. Cairan infus diganti
asering 14 tpm, Omeprazole 2x1 gr dan lasik 3x1 ampul. Pasang DC untuk
kontrol output cairan (produksi urine). Diet tetap Tinggi Kalori Rendah Protein.
Hasil USG Abdomen, semua masih dalam batas normal. Monitoring tanda-tanda
vital, produksi urine, dan keluhan pasien.
Pada perawatan hari ke-4 dan hari ke-5
gastrocnemius, dan pasien cegukan setiap saat. Produksi urine hari ke-4 5700
cc/24 jam, cairan infus RL yang masuk 1500 cc/24 jam. Jadi pasien harusnya
minum air sebanyak 4700 cc namun pasien hanya minum sebanyak separuh botol
air 1500 cc yakni sebanyak 700 cc saja, jadi pasien jatuh dalam keadaan dehidrasi.
Hari ke-5 produksi urine 4300 cc/24 jam, cairan infus yang masuk 3000 cc/24
jam, harusnya pasien minum air 1800 cc/24 jam, namun pasien hanya minum
1500 cc/24 jam, jadi kondisi pasien tetap dalam dehidrasi. Cairan infus yang
awalnya asering diganti RL, Terapi lainnya tetap. Monitoring pasien, tanda-tanda
vital, keluhan, produksi urine, dan konsumsi cairan.
Pada perawatan hari ke-6, Pasien tetap kondisi umumnya lemas, compos
mentis, nyeri gastrocnemius tetap ada, masih cegukan sewaktu-waktu. Tensi darah
90/60 mmHg. Dilakukan pemeriksaan penunjang (17-04-2015) didapatkan Hb
11,1 g/dl, Ht 27 %, trombosit 132.000 jt/ul, monosit 19%, Bilirubin total 10,20,
Bilirubin direk 8,24, Alkali Phosphat 234, Kreatinin 6,3 mg/dl, BUN 146,1, Asam
Urat 11,7. Produksi urine 4300cc/24 jam, infus yang masuk 1000 cc/24 jam,
harusnya pasien minum air 3800 cc/24 jam tetapi pasien hanya minum 400 cc/24
jam kondisi pasien jatuh pada kondisi dehidrasi. Pada hari ke-6 pasien
memutuskan pulang paksa karena merasa kondisinya tidak kunjung membaik
setelah dirawat hampir seminggu di rumah sakit.
BAB III
DISKUSI
perkebunan, peternakan.6,7 Pada kasus ini, pasien bekerja di dekat persawahan dan
dicurigai banyak didapatkan tikus. Sehingga pasien merupakan pekerja dengan
resiko terkena leptospirosis.
Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui abrasi kulit atau mukosa yang
intak, khususnya konjungtiva dan mukosa oronasofaring.8 Meminum air yang
terkontaminasi bisa membuat leptospira masuk melalui mulut, tenggorokan dan
esofagus.9 Setelah masuk ke dalam tubuh, leptospirosis berkembang dan
menyebar ke seluruh organ. Multiplikasi terjadi di darah dan cairan serebrospinal
dalam waktu 4-10 hari pertama. Semua bentuk leptospira dapat merusak
pembuluh darah kapiler yang menyebabkan vaskulitis. Vaskulitis ini akan
menyebabkan kebocoran dan ekstravasasi sel termasuk perdarahan. Pathogenesis
terjadinya leptospirosis adalah adesi pada permukaan sel dan toksisitas. 10,11,12
Vaskulitis merusak pembuluh darah dan meningkatkan permeabilitas kapiler,
menyebabkan kebocoran plasma dan hipovolemia. Hal ini akan menyebabkan
gagal ginjal. Selain itu juga leptospira dapat bergerak di interstisium, tubulus
ginjal, dan lumen tubulus, yang akan mengakibatkan nefritis dan nekrosis tubuler.
Selain di ginjal, organ yang dapat terlibat adalah liver, otot, dan paru. Pada otot,
leptospira akan menembus otot mengakibatkan kaki bengkak, vakuolisasi
myofibril dan nekrosis.13
Weil sindrom adalah bentuk leptospirosis yang berat. Di tandai adanya
ikterik, kelainan ginjal dan diathesis hemoragik. Keterlibatan paru terjadi pada
banyak kasus, dengan tingkat kematian 5-15%. Di Eropa, serovar yang banyak
didapatkan pada sindrom ini adalah icterohemorrhagik/copenhagi. Onset
leptospirosis jenis ini sama dengan yang lain yaitu hari ke 4-9. Ikterik, kelainan
ginjal dan perdarahan terjadi. Hepatomegali dan kaku pada quadran kanan atas
biasa didapatkan. Splenomegali ditemukan pada 20 % kasus.14,15
Gagal ginjal dapat terjadi pada sekitar minggu kedua. Hipovolemia dan
penurunan perfusi fungsi ginjal turut berperan terjadinya tubuler akut sindrom
dengan oliguri atau anuri. Dialysis kadang dibutuhkan. Fungsi ginjal mungkin
dapat dipulihkan.16
Paru dapat terlibat dengan keluhan batuk, sesak nafas, nyeri dada dan
hemoptisis.
1.
Perjalanan penyakit
leptospirosis
anikterik maupun
ikterik
splenomegali,
hepatomegali
dan
ruam
2.
Demam dapat persisten dan fase imun menjadi tidak jelas atau
nampak tumpang tindih dengan fase septikemia.
hipotensi,
ronkhi
basah
paru,
sesak
nafas,
PEMERIKSAAN PENUNJANG21,22
1.
Pemeriksaan
bakteriologis
dilakukan
dengan
bahan
12). Dugaan diagnosis leptospirosis didapatkan jika titer antibodi > 1:100
dengan gejala klinis yang mendukung.
Ig M ELISA merupakan tes yang berguna untuk mendiagnosis
secara dini, tes akan positif pada hari ke-2 sakit ketika manifestasi klinis
mungkin tidak khas. Tes ini sangat sensitif dan efektif (93%).
Tes
Suspek
bila ada gejala klinis tapi tanpa dukungan tes laboratorium.
Probable
bila gejala klinis sesuai leptospirosis dan hasil tes serologi penyaring
yaitu dipstick, lateral flow, atau dri dot positif.
Definitif
bila hasil pemeriksaan laboratorium secara langsung positif, atau
gejala klinis sesuai dengan leptospirosis dan hasil MAT / ELISA
serial menunjukkan adanya serokonversi atau peningkatan titer 4
kali atau lebih
A . PENCEGAHAN 2,6,7
Pencegahan penularan kuman leptospira dapat dilakukan melalui tiga jalur
intervensi yang meliputi intervensi sumber infeksi, intervensi pada jalur penularan
dan intervensi pada penjamu manusia.
Kuman leptospira mampu bertahan hidup bulanan di air dan tanah, dan
mati oleh desinfektans seperti lisol. Maka upaya Lisolisasi upaya "lisolisasi"
seluruh permukaan lantai , dinding, dan bagian rumah yang diperkirakan tercemar
air kotor banjir yang mungkin sudah berkuman leptospira, dianggap cara mudah
dan murah mencegah "mewabah"-nya leptospirosis.
Selain sanitasi sekitar rumah dan lingkungan, higiene perorangannya
dilakukan dengan menjaga tangan selalu bersih. Selain terkena air kotor, tangan
tercemar kuman dari hewan piaraan yang sudah terjangkit penyakit dari tikus atau
hewan liar. Hindari berkontak dengan kencing hewan piaraan.
Biasakan memakai pelindung, seperti sarung tangan karet sewaktu
berkontak dengan air kotor, pakaian pelindung kulit, beralas kaki, memakiai
sepatu bot, terutama jika kulit ada luka, borok, atau eksim. Biasakan membasuh
tangan sehabis menangani hewan, ternak, atau membersihkan gudang, dapur, dan
tempat-tempat kotor.
Hewan piaraan yang terserang leptospirosis langsung diobati , dan yang
masih sehat diberi vaksinasi. Vaksinasi leptospirosis disarankan untuk manusia
yang memiliki risiko tinggi terjangkit, dan pemberiannya harus diulang setiap
tahun. Di AS sejak Desember 2000 lalu, ada anjuran bagi orang yang berisiko
tinggi terjangkit leptospirosis diberikan terapi profilaksis dengan doksisiklin 200
mg 1 x seminggu.
2.
Regimen
Doksisiklin 2 x 100 mg/oral atau
Ampisillin 4 x 500-750 mg/oral atau
Amoxicillin 4 x 500 mg/oral
Kemoprofilaksis
Antipiretik
Pemberian antibiotik
Pada kasus yang berat atau sesudah hari ke-4 dapat diberikan
sampai 12 juta unit (sheena A Waitkins, 1997). Lama pemberian
penisilin bervariasi, bahkan ada yang memberikan selama 10 hari.
Penelitian terakhir : AB gol. fluoroquinolone dan beta laktam
(sefalosporin,
ceftriaxone)
>
baik
dibanding
antibiotik
plasma
(normal
bila
ratio
<1).
Juga
dengan
melihat
Penanganan khusus
1.
2.
3.
4.
5.
Kejang
Dapat terjadi karena hiponatremia, hipokalsemia, hipertensi
ensefalopati dan uremia. Penting untuk menangani kausa
ptimernya, mempertahankan oksigenasi / sirkulasi darah ke otak,
dan pemberian obat anti konvulsi.
6.
Perdarahan transfusi
Merupakan komplikasi penting pada leptospirosis, dan sering
mnakutkan. Manifestasi perdarahan dapat dari ringan sampai
berat.
Perdarahan
kadang0-kadang
terjadi
pada
waktu
7.
Prognosis21
Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan ikterus,
angka kematian 5 % pada umur di bawah 30 tahun, dan pada usia lanjut menjadi
30-40 %
Faktor-faktor sebagai indikator prognosis mortalitas, yaitu : Leptospirosis
yang terjadi pada masa kehamilan menyebabkan mortalitas janin yang tinggi.17
Pada pasien ini diagnosis leptospirosis ditegakkan atas dasar adanya demam,
nyeri pada betis disertai nyeri tekan, mata merah, lemas, mual, muntah, ada
keluhan BAK sedikit atau oliguri, perdarahan saluran cerna, dan kejang disertai
penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan fisik terdapat conjungtiva bleeding dan
nyeri tekan pada otot gastrocnemius. Pada pemeriksaan lab didapatkan
trombositopeni, leukositosis, dan oligouri. Hal ini menunjukkan adanya
keterlibatan ginjal. Pada pasien ini proses ginjal yang terjadi adalah proses akut
pada chronic kidney disease, hal ini diketahui dengan pemeriksaan tambahan
ditemukan Kreatinin 11,4 mg/dl, BUN 189, Asam Urat 19,7, namun sebelum
pasien ini demam dan timbul keluhan yang mengarah ke infeksi leptospirosis
pasien tidak mengeluhkan suatu gejala apa pun.
Diagnosis pasti leptospirosis berdasarkan ditemukannya leptospira dari
pasien atau serokonversi atau peningkatan titer antibody pada test aglutinasi
mikroskopik (MAT). Pada kasus-kasus dengan bukti klinis yang kuat akan infeksi,
titer antibody 1200-1800 dibutuhkan. Dan peningkatan empat kali atau lebih pada
titer akan lebih menguatkan. Antibodi umumnya tidak akan terdeteksi sampai
minggu kedua. Respon antibodi juga akan dipengaruhi oleh terapi yang cepat.
MAT yang menggunakan strain leptospira hidup dan ELISA yang
menggunakan antigen adalah standar serologi prosedur. Tes ini biasanya hanya
tersedia di lab khusus dan digunakan untuk mengetahui titer antibodi dan
Laporan Kasus Leptospirosis | 20
identifikasi serogrup dan serovar, dimana hal ini penting untuk gambaran
prevalensi antigen serovar pada area geografi tertentu.Namun serologi tes tidak
bisa digunakan sebagai dasar untuk memulai terapi. Selain MAT dan ELISA
terdapat rapid test. Leptospirosis bisa diisolasi dari darah dan cairan
serebrospinalis pada 10 hari pertama sakit dan dari urin pada beberapa minggu
dimulai pada minggu pertama. Kultur biasanya positif setelah 2-4 minggu dengan
kisaran 1 minggu hingga 6 bulan. Kadang-kadang urin kultur dapat positif setelah
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun setelah sakit. Untuk isolasi leptospirosis
dari cairan tubuh dan jaringan, digunakan medium Ellinghausen-McCulloughJohnson-Harris (EMJH). Selain itu Fletcher medium and Korthof medium juga
bisa digunakan. Isolasi leptospirosis penting sejak cara itu yang hanya bisa
mengidentifikasi serovar yang menginfeksi. Pemeriksaan medan gelap dari darah
dan urin biasanya misdiagnosis dan sebaiknya tidak digunakan. Hasil serologi
pada pasien ini negatif, Hal ini dapat terjadi karena belum terbentuk antibodi
dalam tubuh karena dilakukan pemeriksaan pada minggu pertama, sehingga
direncanakan untuk mengulang tes serologi tersebut pada minggu berikutnya.
Namun atas pertimbangan biaya pemeriksaan tersebut tidak dilakukan. Hasil
serologi yang negatif juga bisa dikarenakan terapi antibiotik diawal perjalanan
penyakit sehingga mempengaruhi terbentuknya antibodi. Selain itu juga
dikarenakan banyaknya serovar pada leptospira sehingga bisa saja terjadi
ketidaksesuaian serovar .
BAB IV
KESIMPULAN
terlambat
mendapat
pengobatan.
Diagnosis
dini
yang
tepat
dan
DAFTAR PUSTAKA
Simposium
Leptospirosis.
Badan
Penerbit
Universitas
Diponegoro. Semarang.
12. Niwattayakul K, Homvijitkul J, Khow O, Sitprija V. Leptospirosis in
northeastern Thailand: hypotention and complications. Southeast Asean J
Trop Med Public Health 2002; 33: 155-60
13. Riyanto B, Gasem MH, Pujianto B, Smits H. Leptospira sevoars in
patients with severe leptospirosis admitted to hospitals of Semarang. Buku
Abstrak Konas VIII PETRI, Malang, Juli 2002.
14. Setyawan Budiharta, 2002. Epidemiologi Leptospirosis. Seminar Nasional
Bahaya Dan Ancman Leptospirosis, Yogyakarta, 3 Juni 2002.
15. Sion ML et al. Acute renal failure caused by leptospirosis and hantavirus
infection in an urban hospital. European Journal of Internal Medicine 13.
2002. 264-8
16. Speelman, Peter. (2005). Leptospirosis, Harrisons Principles of
Internal Medicine, 16th ed, vol I. McGraw Hill : USA. Pg.988-991.
17. Vinetz JM: Leptospirosis. Curr Opin Infect Dis 14:527, 2001 [PMID:
11964872]
18. Widarso, Ganefa S. pedoman diagnosis dan penatalaksanaan kasus
penanggulangan leptospirosis di Indonesia. Sub Direktorat Zoonosis,
Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan Depkes,2004 http://pusdiknakes.or.id/persinew/?
show=detailnews&kode=881&tbl=kesling
19. Widarso, Yatim.F, 2000. Leptospirosis dan Ancamannya, Majalah
Kesehatan No. 15 Tahun 2000. Departemen Kesahatan, Jakarta.