You are on page 1of 13

A.

TINJAUAN PUSTAKA

I.PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu berinteraksi dengan bahan-bahan
yang mungkin dapat menimbulkan iritan maupun alergi bagi seseorang dan
belum tentu bagi individu lain. Bahan-bahan ini dapat menimbulkan kelainan
pada kulit sesuai dengan kontak yang terjadi. Kelainan ini disebut dermatitis
kontak. (1)
Penyebab dermatitis kadang-kadang tidak diketahui, sebagian besar
merupakan respon kulit terhadap agen eksogen maupun endogen. Dermatitis
kontak ini dibagi menjadi Dermatitis Kontak Iritan dan Dermatitis Kontak
Alergi. Dalam makalah ini akan dijelaskan tentang Dermatitis Kontak Iritan. (1)
Serangga (Insecta) merupakan kelas dari filum Arthropoda. Ordo yang
paling sering mengakibatkan masalah kulit adalah klas Lepidoptera (kupukupu), hemiptera (bed bug), Anoplura (Pediculus sp.), Diptera (nyamuk),
Coleoptera (blister beetle), Hymenoptera (lebah, tawon, semut), Shiponaptera
(flea). Kelas arthropoda lain yang bermakna secara dermatologis adalah
myriapoda (kelabang) dan arachnida (laba-laba, tick, mite, kalajengking).(2)

II.

DEFINISI
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons
terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan
kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel,
skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. (3)
Dermatitis Kontak Iritan adalah peradangan kulit yang disebabkan
terpaparnya kulit dengan bahan dari luar yang bersifat iritan yang menimbulkan
kelainan klinis efloresensi polimorfik berupa eritema, vesikula, edema, papul,
vesikel, dan keluhan gatal, perih serta panas. Tanda polimorfik tidak selalu
timbul bersamaan, bahkan hanya beberapa saja.
Dermatitis Venenata adalah Dermatitis Kontak Iritan yang disebabkan oleh
terpaparnya bahan iritan dari beberapa tanaman seperti rumput, bunga, pohon
mahoni, kopi, mangga, serta sayuran seperti tomat, wortel dan bawang. Bahan
aktif dari serangga juga dapat menjadi penyebab. (1)

III.

SINONIM
Plant dermatitis, contact dermatitis, flower eczema

IV.

EPIDEMIOLOGI
DKI adalah penyakit kulit akibat kerja yang paling sering ditemukan,
diperkirakan sekitar 70%-80% dari semua penyakit kulit akibat kerja. DKI dapat
diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras dan jenis kelamin.
Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang berhubungan
dengan pekerjaan (DKI akibat kerja). (3) Insiden dari penyakit kulit akibat kerja
di beberapa negara adalah sama, yaitu 50-70 kasus per 100.000 pekerja
pertahun. Pekerjaan dengan resiko besar untuk terpapar bahan iritan yaitu
pemborong, pekerja industri mebel, pekerja rumah sakit (perawat, cleaning
services, tukang masak), penata rambut, pekerja industri kimia, pekerja logam,
penanam bunga, pekerja di gedung.

V.

ETIOLOGI
Penyebab munculnya dermatitis jenis ini adalah bahan yang bersifat iritan,
misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk
kayu. (3) Bahan aktif dari serangga juga dapat menjadi penyebab. (1)

VI.

KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebab dan pengaruh faktor-faktor tersebut ada yang
mengklasifikasi DKI menjadi sepuluh macam, yaitu: DKI akut, lambat akut,
reaksi iritan, kumulatif, traumateratif, eksikasi ekzematik, pustular dan
akneformis, noneritematosa, dan subyektif. (3)

DKI Akut
Luka bakar oleh bahan kimia juga termasuk dermatitis kontak iritan akut.
Penyebab DKI akut adalah iritan kuat, misalnya larutan asal sulfat dan asam

hidroklorid atau basa kuat, misalnya natrium dan kalium hidroksida. Biasanya
terjadi karena kecelakaan, dan reaksi segera timbul. Intensitas reaksi sebanding
dengan konsentrasi dan lamanya kontak dengan iritan, terbatas pada tempat
kontak. Kulit terasa pedih, panas, rasa terbakar, kelainan yang terlihat berupa
eritema edema, bula, mungkin juga nekrosis. Pinggir kelainan kulit berbatas
tegas, dan pada umumnya asimetris.
DKI Akut Lambat
Gambaran klinis dan gejala sama dengan DKI akut, tetapi baru muncul 8
sampai 24 jam atau lebih setelah kontak. Bahan iritan dapat menyebabkan DKI
akut lambat, misalnya podofilin, antralin, tretinoin, etilen oksida, benzalkonium
klorida, asam hidrofluorat. Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan oleh
bulu serangga yang terbang pada malam hari (dermatitis venenata); penderita
baru merasa pedih esok harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sore harinya
sudah menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.
DKI Kumulatif
Dermatitis ini adalah jenis dermatitis yang paling sering terjadi; nama lain
ialah DKI kronis. Penyebabnya ialah kontak berulang-ulang dengan iritan lemah
(Faktor fisik, misalnya gesekan, trauma mikro, dan kelembaban rendah, panas
atau dingin; juga bahan, misalnya deterjen, sabun, pelarut, tanah, bahkan juga
air). DKI kumulatif mungkin terjadi karena kerjasama berbagai faktor. Bisa jadi
suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan,
tetapi baru mampu bila bergabung dengan faktor lain. Kelainan baru nyata
setelah kontak berminggu-minggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun
kemudian, sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor penting.
Dijumpai pula adanya reaksi iritan, DKI Traumatik, DKI Noneritematosa
dan DKI Subyektif. (1, 3, 4)

VII.

PATOGENESIS

Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan
iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. (1) Ada 4 mekanisme yang berhubungan
dengan DKI.
1. Hilangnya membran lemak (Lipid Membrane)
2. Kerusakan dari sel lemak
3. Denaturasi keratin epidermal
4. Efek sitotoksik secara langsung(4)
Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam
arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), platelet activating factor (PAF), dan
inositida (IP3). AA dirubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT). PG
dan LT menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskular
sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga
bertindak sebagai kemoaktraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta
mengaktifasi sel mas melepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga
memperkuat perubahan vaskular.
DAG dan second messengers lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis
protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte-macrophage colony
stimulating factor (GMCSF). IL-1 mengaktifkan sel T-helper mengeluarkan IL2 dan mengekspresi reseptor IL-2, yang menimbulkan stimulasi autokrin dan
proliferasi sel tersebut.
Keratinosit juga membuat molekul permukaan HLA-DR dan adesi intrasel1 (ICAM-1). Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNF,
suatu sitokin proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan
granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan pelepasan sitokin.
Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di
tempat terjadinya kontak di kulit berupa eritema, edema, panas, nyeri, bila iritan
kuat. Bahan iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali
kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang
menyebabkan

desikasi

dan

kehilangan

fungsi

sawarnya,

sehingga

mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan. (3)


VIII.

GEJALA KLINIS

Gejala klinis yang terjadi sangat beragam, bergantung pada sifat iritan.
Iritan kuat memberi gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis
meskipun faktor individu dan lingkungan sangat berpengaruh.
Kelainan kulit bergantung pada stadium penyakit, pada stadium akut
kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel, atau bula, erosi dan eksudasi,
sehingga tampak basah. Stadium sub akut, eritema berkurang, eksudat
mengering menjadi krusta, sedang pada stadium kronis tampak lesi kronis,
skuama, hiperpigmentasi, likenifikasi, papul, mungkin juga terdapat erosi atau
ekskoriasi karena garukan. Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja
sejak awal suatu dermatitis memberi gambaran klinis berupa kelainan kulit
stadium kronis demikian pula efloresensinya tidak selalu harus polimorfik.
Mungkin hanya oligomorfik. (1)

IX.

DIAGNOSA
Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan
gambaran klinis. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat
sehingga penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya.
Sebaliknya, DKI kronis timbulnya lambat serta mempunyai variasi gambaran
klinis yang luas, sehingga adakalanya sulit dibedakan dengan dermatitis kontak
alergik. Untuk ini diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai untuk
menyingkirkan diagnosa bandingnya. (1, 3)

X.

DIAGNOSA BANDING
Dermatitis atopik
Dermatitis seboroika
Dermatofitosis

XI.

PENATALAKSANAAN
Penanganan dermatitis kontak yang tersering adalah menghindari bahan
yang menjadi penyebab.
Pengobatan medikamentosa terdiri dari:
A. Pengobatan sistemik :
1. Kortikosteroid, hanya untuk kasus yang berat dan digunakan dalam
waktu singkat.
5

Prednisone
Dewasa : 5-10 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o
Anak
: 1 mg/KgBB/hari
Dexamethasone
Dewasa : 0,5-1 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o
Anak
: 0,1 mg/KgBB/hari
Triamcinolone
Dewasa : 4-8 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o
Anak
: 1 mg/KgBB/hari
2. Antihistamin
Chlorpheniramine maleat
Dewasa : 3-4 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o
Anak
: 0,09 mg/KgBB/dosis, sehari 3 kali
Diphenhydramine HCl
Dewasa : 10-20 mg/dosis i.m. sehari 1-2 kali
Anak
: 0,5 mg/KgBB/dosis, sehari 1-2 kali
Loratadine
Dewasa : 1 tablet sehari 1 kali
B. Pengobatan topikal :
1. Bentuk akut dan eksudatif diberi kompres larutan garam faali (NaCl
0,9%)
2. Bentuk kronis dan kering diberi krim hydrocortisone 1% atau
diflucortolone valerat 0,1% atau krim betamethasone valerat 0,0050,1%(5)

XII.

PROGNOSIS
Prognosis dari DKI akut baik jika penyebab iritasi dapat dikenali dan
dihilangkan. Prognosis untuk DKI kumulatif atau kronis tidak pasti dan bahkan
lebih buruk dari Dermatitis Kontak Alergi. Latar belakang pasien atopi,
kurangnya

pengetahuan

mengenai

penyakit,

dan

atau

diagnosis

dan

penatalaksanaan adalah faktor-faktor yang membawa ke perburukan dari


prognosis. (4)

DAFTAR PUSTAKA
1. Abdullah B., Dermatologi Pengetahuan Dasar dan Kasus di Rumah Sakit,
Indonesia: Pusat Penerbitan Universitas Airlangga., 2009, hal 94-96.
2. James WD., Berger TG., Elston DM., Andrews Diseases of The Skin: Clinical
Dermatology, 10th ed, Canada: Elsevier Inc., 2006, pg 421-427.
3. Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., editor. Djuanda S., Sularsito SA., penulis.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Kelima, Jakarta Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2007, hal 129-138.
4. Wolff K., Goldsmith LA., Katz SI., Gilchrest BA., Paller AS., Leffell DJ.,
Fitzpatricks DERMATOLOGY IN GENERAL MEDICINE, 7 th ed, USA:
McGraw-Hill Companies., 2008, pg 395-401.

5. Pohan SS., Hutomo MM., Sukanto H., Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Indonesia: Pusat Penerbitan Universitas
Airlangga., hal 5-8.

B. TINJAUAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama
: An. M
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 3 tahun 8 bulan 15 hari
Berat Badan
: 13 Kg
Agama
: Islam
Suku bangsa
: Jawa
Pekerjaan Ayah : Karyawan swasta
Pekerjaan Ibu
: Ibu rumah tangga
Alamat
: Lebak Arum I / 35, Surabaya
Datang ke poli : 29 Juli 2011

II. ANAMNESA
Keluhan Utama
:
Bercak merah pada paha kanan
Keluhan Tambahan
:
Gatal dan sakit
Riwayat Penyakit Sekarang:
Penderita datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSU Haji Surabaya pada
tanggal 29 Juli 2011 diantar oleh ibunya. Ibu penderita mengeluh anaknya
timbul bercak merah di paha sebelah kanan, disertai gatal dan rasa nyeri.
Bercak ini muncul + 1 minggu yang lalu. Ibu penderita mengaku ini
pertama kalinya penderita mengalami bercak yang gatal dan nyeri di tubuh
penderita. Ibu penderita memberi salep namun ibu penderita lupa nama

salep tersebut. Penderita suka bermain dan berlarian di taman dekat rumah.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Asma ()
Alergi unggas (+), telur (+)
Riwayat Penyakit Keluarga :
Ayah penderita sering bersin di pagi hari
Riwayat Psikososial
:
- Penderita tinggal bersama ayah dan ibu kandung.
- Penderita tinggal di rumah pribadi dan satu rumah tidak ada yang
-

mengalami hal seperti ini.


Penderita suka main dan berlarian di taman dekat rumah.
Penderita tidur menggunakan kasur kapuk, sprei baru diganti beberapa
hari sebelum keluhan timbul, kasur penderita tidak pernah dijemur
ataupun dibalik.

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. Status Generalis
Keadaan Umum
Kesadaran
Kepala
Leher
Dada
Punggung
Abdomen
Ekstrimitas atas
Ekstrimitas bawah
2. Status Dermatologis

: Baik
: Compos Mentis
: Dalam Batas Normal
: Dalam Batas Normal
: Dalam Batas Normal
: Dalam Batas Normal
: Dalam Batas Normal
: Dalam Batas Normal
: Lihat status dermatologis

Pada regio femur dextra didapatkan makula dan papul-papul


eritematous dengan batas tidak tegas dengan bula soliter.
9

IV. RESUME
Penderita seorang anak berusia 3 tahun, dengan keluhan munculnya
bercak kemerahan pada paha sebelah kanan disertai gatal dan nyeri. Pada
pemeriksaan di regio femur dextra didapatkan makula dan papula-papula
eritematous dengan batas tidak tegas dengan bula soliter.

V. DIAGNOSA
Dermatitis Venenata
VI. DIAGNOSA BANDING
Dermatitis Alergi
VII. PLANNING
Planning Terapi
A. Medikamentosa
Topikal
Diprogenta cream
B. Non medikamentosa
Menjaga kebersihan badan dengan mandi bersih lebih dari dua kali

sehari
Segera gati baju bila berkeringat
Jangan digosok dengan minyak-minyak oles lainnya
Untuk sementara waktu hindari bermain di taman dekat rumah
Kontrol seminggu lagi

VIII. PROGNOSA
Prognosa baik selama pengobatan sesuai dan teratur seperti anjuran dan
penderita menjalankan terapi non medikamentosa.

10

11

FOTO KASUS

12

13

You might also like