You are on page 1of 6

REFERAT

PERBANDINGAN TERAPI ANTIBIOTIK PADA ULCUS KORNEA


Terbentuknya parut kornea adalah penyebab signifikan gangguan penglihatan dan kebutaan di
negara berkembang. Infeksi pada kornea bertanggung jawab untuk sebagian besar
pembentukan jaringan parut ini. Hampir setiap organisme dapat menyerang stroma kornea
jika mekanisme pertahanan normal pada kornea yaitu, tutup, air mata film dan epitel kornea
terganggu. Infeksi virus adalah penyebab utama ulkus kornea di negara-negara maju. Bakteri,
jamur dan acanthamoebae adalah agen etiologi ulkus kornea yang penting di negara
berkembang.3
Ada tanda-tanda khas untuk mengidentifikasi organisme penyebab, dengan pemeriksaan slit
lamp dapat menunjukkan arah kemungkinan diagnosis etiologi dalam beberapa kasus. Bakteri
gram positif coccus biasanya menyebabkan ulserasi lokal berbentuk bulat atau oval dengan
infiltrat stroma putih keabuan memiliki perbatasan yang berbeda dan kabut minimal di sekitar
stroma. Bakteri gram-negatif biasanya terjadi inflamasi cepat ditandai oleh stroma padat
nanah dan kabur di sekitar kornea dengan ground glass appearance. Jamur biasanya ditandai
dengan kering, infiltrat stroma dengan tepi berbulu, lesi satelit, dan endotel eksudat tebal.
Acanthamoeba ditandai oleh penyimpangan epitel dengan satu atau beberapa infiltrat stroma
dalam konfigurasi klasik berbentuk cincin. Acanthamoeba infeksi juga ditandai dengan nyeri
yang sangat hebat.3
Prosedur laboratorium yang digunakan dalam diagnosis yaitu dengan visualisasi langsung
organisme dan inokulasi bahan. Setelah pemeriksaan klinis rinci, kerokan kornea diambil dari
tepi dan dasar ulkus. Bahan ini juga diinokulasi pada berbagai media padat dan cair yang
memfasilitasi pertumbuhan bakteri, jamur, dan acanthamoeba. Pertumbuhan pada media
kemudian diidentifikasi dan jika perlu dilakukan tes kerentanan antimikroba. Mikroskop
menggunakan metode pewarnaan gramos dan kalium hidroksida (KOH) sering memberikan
informasi yang berguna untuk manajemen kesehatan awal.3
Ketika mengobati pasien ada 3 manajemen pilihan terapi awal berdasarkan hasil kerokan,
terapi empiris (berdasarkan pengalaman klinis sebelumnya) dengan satu atau lebih spektrum
antimikroba yang luas tersedia secara komersial dan ulkus parah dimana temuan klinis
menyarankan atipikal non-bakteri patogen.

Sebagian besar ulcus cornea disebabkan oleh bakteri (64%). Ulcus Kornea ec bakteri dapat
menyebabkan kerugian permanen jika tidak segera diobati dan tepat. Terapi antimikroba
topikal adalah landasan untuk keberhasilan pengobatan ulkus kornea itu sendiri. Mengingat
luasnya spektrum bakteri patogen penyebab, terapi harus dimulai dengan regimen spektrum
yang luas sampai diketahui organisme penyebabnya.1,3 Beberapa obat telah digunakan dalam
pengobatan ulkus kornea misalnya, amino-glikosida, sefalosporin, dan fluoroquinolones.
Namun, munculnya strain yang resisten merupakan perhatian utama ketika antibiotik seperti
sebagai fluoroquinolones digunakan sebagai monotherapy.1
Kombinasi polimiksin B, neomycin, dan gramicidin (Polyspectran, Alcon, Gorinchem,
Belanda) menawarkan aktivitas spektrum yang luas terhadap bakteri gram negatif serta
bakteri gram positif termasuk staphylococcus, streptococcus dan psudomonas aeruginosa.
Atas dasar yang luas aktivitas antibakteri, ditemukan kombinasi polimiksin B, gramicidin dan
neomycin pengobatan standar ulkus kornea ec bakteri. 1
Berdasarkan penelitian aplikasi topikal dari polimiksin B, neomycin, dan gramicidin
(Polyspectran) sangat efektif dalam pengobatan ulkus kornea ec bakteri. Hasilnya terjadi
epitelisasi yang cepat dan pemulihan ketajaman visual. Pilihan kombinasi polimiksin B,
neomycin, dan gramicidin merupakan pengobatan ulkus kornea dengan aktivitas antibakteri
spektrum luas yang meliputi semua patogen peyebab ulkus kornea. Suatu rumah sakit untuk
pencegahan resistensi antibiotik membutuhkan antibiotik lini kedua.1
Jika tanda-tanda dan gejala benar-benar mengarahkan pada ulkus kornea ec bakteri, maka
cepat indikasikan pengobatan antimikroba. Parameter yang mengarahkan pilihan pengobatan
antimikroba meliputi: (1) aktivitas obat terhadap mikroorganisme penyebab, (2)
kemungkinan untuk mencapai konsentrasi obat yang efektif, (3) toksisitas obat dan alergi
obat, (4) kesempatan munculnya resistensi antibiotik,(5) biaya dan kebijakan rumah sakit
mengenai penggunaan antibiotik. Untuk mendapatkan diagnosis mikrobiologi yang pasti,
harus dilakukan kerokan sebelum dimulainya antibiotik empiris. 1
Pasien dengan ulkus kornea yang menerima pengobatan topikal polimiksin B, neomycin,
dan gramicidin, ulkus rata-rata mengalami penyembuhan setelah 12 hari. Hal tersebut
menguntungkan dibandingkan dengan ulkus kornea ec bakteri yang diberikan ofloksasin dan
ciprofloxacin tetes mata. Waktu untuk penyembuhan ulkus kornea adalah 13 hari jika diobati

dengan ofloksasin dan 14 hari jika diobati dengan ciprofloxacin. Efek samping yang
ditimbulkan pun sedikit, tidak satupun dari mereka mengalami komplikasi yang serius, dan
tingkat perforasi kornea atau hilangnya ketajaman visual lebih baik. Kombinasi dari
polimiksin B, neomycin, dan gramicidin efektif dan aman dalam pengobatan ulkus kornea.1
Selain itu, pengobatan yang sering diterima untuk ulkus kornea ec bakteri yaitu agen
antibakteri mata topikal (biasanya cephalosporin dan aminoglikosida) yang digunakan
bersama-sama untuk menutupi spektrum maksimum bakteri. Ada beberapa kekurangan dari
ini rejimen. Beberapa antibiotik secara bersamaan dapat menghasilkan peningkatan toksisitas
dan kerusakan pada permukaan mata epithelium. Selain itu, membutuhkan apoteker khusus
pencampuran obat yang menambah biaya dan meningkatkan risiko contamination sehingga
umur obat tidak tahan lama.2
Ofloxacin dan ciprofloxacin adalah antibiotik fluorokuinolon dengan spektrum yang luas
aktivitas antibakteri terhadap sebagian gram positif dan gram negatif aerob mycobacteria,
mycoplasma, dan klamidia termasuk methicillin resistant staphylococcus aureus dan
pseudomonas aeruginosa. Namun, ada risiko dari perkembangan resistensi terutama dengan
ciprofloxacin. 2,3
Sebelum April 1995 protokol pengobatan ulkus kornea dengan antibiotik topikal (Cefazolin
5% dan tobramycin 1,3%) diberikan selama 1 jam dikombinasikan bersama-sama setelah
kerokan kornea untuk mengetahui mikrobiologi penyebab. Pada Bulan April 1995 protokol
diubah

yaitu

dengan

menggunakan

tetes

mata

fluorokuinolon

selama

jam.2

Studi klinis menunjukkan bahwa pengobatan hasil-hasil dengan monoterapi fluorokuinolon


(Baik ciprofloxacin atau ofloxacin) lebih menguntungkan daripada terapi konvensional
kombinasi antibiotics. Pada pasien yang diobati dengan fluorokuinolon tetes didapatkan
durasi terapi yang lebih singkat (4 hari - 6 hari) dan tinggal di rumah sakit (7 hari 10 hari).
Beberapa studi menunjukkan bahwa terjadi penurunan kejadian ketidaknyamanan okular dan
bukti

obyektif

toksisitas

berkurang

signifikan

terkait

dengan

pemberian

terapi

fluorokuinolon.2
Efek samping dengan pengobatan ciprofloxacin adalah dengan ditemukannya endapan putih.
Tidak seperti ciprofloxacin, ofloxacin belum dilaporkan menyebabkan endapan kornea

selama penggunaan intensif. Terapi fluororkuinolon menunjukkan peningkatan tajam


penglihatan.

Ditemukan

bahwa

semua

isolat

Streptococcus

sp

sensitif

terhadap

fluorokuinolon, tobramisin, dan cefazolin. Namun, penggunaan terus antibiotik menimbulkan


masalah yaitu resistensi.2
Namun pengobatan fluorokuinolon memiliki komplikasi serius (perforasi atau enukleasi dan
pengeluaran isi. Komplikasi serius berhubungan dengan adanya penyakit sistemik, obat
steroid atau kekebalan tubuh. Fluorokuinolon memiliki 8,9 kali lipat peningkatan risiko serius
komplikasi. Perlu dilakukan pengendalian penyakit sistemik (arthritis) dan obat steroid selain
usia (lansia) dan tajam penglihatan, untuk pemberian terapi fluorokuinolon untuk mencegah
peningkatan risiko komplikasi serius. Terjadi perubahan kolagen stroma sebagai akibat dari
pengobatan fluorokuinolon bisa mengurangi kekuatan tektonik dari kornea dan meningkatkan
risiko perforasi. Atas dasar hasil ini, penggunaan gabungan antibiotik yang diperkaya
fluoroquinolones dapat dipertimbangkan dalam kasus berisiko lebih tinggi perforasi.
Manajemen akut dari ulkus kornea ec bakteri membutuhkan pemberian terapi yang cepat dan
tepat. Selain itu, biaya dan toksisitas terapi harus diperhatikan.2
Setelah melakukan tes sensitivitas antibiotik ditegaskan bahwa gatifloksasin generasi
keempat fluorokuinolon terbukti sangat efektif (87,65%) dan unggul dibandingkan
fluoroquinolones lain. Tajam penglihatan sangat penting untuk menilai keberhasilan
pengobatan pasien mulai menunjukkan pemulihan apabila ada peningkatan yang luar biasa
tajam penglihatan. Dari pemeriksaan sensitivitas kerokan kornea mengungkapkan gram
positif coccus dengan dominan staphylococcus aureus sebagai penyebab organisme
mayoritas. Sedangkan Gram negatif yang paling sering ditemui adalah Pseudomonas
aeruginosa. Sebagian besar kasus menunjukkan respon yang cepat dengan awal pengobatan
dan tidak memerlukan kepekaan budayadan investigasi mikrobiologi lainnya.4
Pengobatan dini dengan antibiotik topikal intensif berangsur-angsur cukup bermanfaat. Di
antara kelompok fluorokuinolon dari agen antimikroba, gatifloksasin diperoleh sedikit
modifikasi dari generasi sebelumnya. Gatifloxacin spektrum yang luas mampu menginduksi
ampuh aktivitas anti-bakteri dibandingkan dengan kuinolon. Gatifloxacin telah terbukti ideal
dalam memerangi dengan baik gram positif dan gram negatif mikroba karena kemampuan
resistensi bakteri rendah. Setelah dibandingkan efek dari gatifloxacin 0,3% larutan tetes mata
topikal dengan ciprofloxacin 0,3%, generasi kedua fluorokuinolon, dari analisis mikrobiologi

mengungkapkan bahwa gatifloxacin sangat bertindak melawan gram positif dan bakteri gram
negatif (92,9%) dibandingkan dengan ciprofloxacin. Dalam penelitian ini bakteri isolat
menunjukkan resistansi rendah terhadap gatifloksasin. Gatifloksasin memiliki nilai besar dan
menunjukkan aktivitas anti-mikroba yang lebih baik dibandingkan fluoroquinolones lain
dalam pengobatan.4
Pengobatan tambahan agen cycloplegic seperti atropin sulfat 1%, homatropin 1% atau
cyclopentolate 1% tiga kali sehari mengurangi kejang silia dan menghasilkan midriasis,
sehingga mengurangi rasa sakit dan mencegah sinekia formation. Agen anti-glaucoma
digunakan ketika tekanan intraokular tinggi. Jika diperlukan, analgesik oral untuk nyeri
mungkin digunakan.3
Debridement sederhana puing nekrotik dapat membantu memfasilitasi penetrasi obat
terutama agen anti-jamur. Tissue perekat menggunakan N-butil cyanoacrylate dengan lensa
kontak perban berguna dalam kasus yang ditandai dengan penipisan atau perforasi kurang
dari 2mm. Keratoplasty dilakukan di kasus dengan penyakit lanjut pada presentasi di mana
tidak ada respon terapi atau ketika terjadi perforasi besar.3

DAFTAR PUSTAKA
1. Bosscha MI,Van Dissel JT, Kuijper EJ, Swart W, Jager MJ. The efficacy and safety of
topical polymyxin B, neomycin and gramicidin for treatment of presumed bacterial
corneal ulceration. J Ophthalmol. 2004; 88:2528.
2. Nibaran G, Mark D, Leann W, Hugh RT. Fluoroquinolone and fortified antibiotics for
treating bacterial corneal ulcers. J Ophthalmol. 2000; 84:378384
3. Prashant GMS, Gullapalli NRMD. Corneal ulcer: diagnosis and management.
Community Eye Health. 1999; 12 (30): 21-3.
4. Sameen AJ, Arshad AL, Munawar A, Mahesh K, Mustafa K, Murtaza. Efficacy of
gatifloxacin in acute bacterial corneal ulcer. J Med Sci. 2013; 29(6):1375-80.

You might also like