Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Urethra masculine panjangnya sekitar 8 inci (20 cm) dan terbentang dari
collum vesicae urinaria sampai ostium uretra eksternum pada glans penis.
Uretra masculine dibagi menjadi tiga bagian yaitu pars prostatica, pars
membranacea dan pars cavernosa (Snell, 2006).
Sedangkan panjang urethra feminine kurang lebih 1,5 inci (3,8 cm). uretra
terbentang dari collum vesicae urinaria sampai ostium urethane externum yang
bermuara kedalam vestibulum sekitar 1 inci (2,5 cm) distal dari clitoris. Urethra
menembus sphincter urethrae dan terletak tepat didepan vagina. Disamping
ostium urethrae externum terdapat muara kecil dari ductus glandula
paraurethralis. Urethra dapat dilebarkan dengan mudah (Snell, 2006).
Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika dan uretra pars
membranacea. Urethra pars prostatica panjangnya 3 cm (1 inci), sesuai
namanya berada/melewati prostat. Pada dinding posterior urethra pars
prostatica terdapat peninggian longitudinal yang dinamakan crista urethralis,
pada tiap-tiap sisi terdapat celah sempit dinamakan sinus prostaticus yang
terdiri dari 15-20 muara kelenjar prostat. Pada kira-kira pertengah crista
urethralis terdapat tonjolan disebut colliculus seminalis (verumontanum) yang
membuka ke arah utriculus prostaticus. Colliculus seminalis merupakan saluran
yang tak tampak, panjangnya sekitar 5 mm, berjalan turun dari lobus medius
prostat. Bagian ini diyakini ekuivalen dengan vagina pada wanita. Pada sisi lain
orificium dari utriculus prostaticus terdapat pembukaan ductus ejaculatorius,
yang dibentuk dari gabungan ductus vesicula seminalis dengan ujung vas
deferens. Sedangkan Urethra pars membranacea panjangnya sekitar 1,25 cm
(0,5 inci), menembus sphincter externa urethra (sphincter volunter vesica
urinaria) dan membrana fascia perinealis yang menutupi bagian superficial
sphincter. Bagian ini merupakan bagian urethra yang paling tidak bisa
dilebarkan (Snell, 2006).
Uretra anterior pada pria merupakan bagian uretra yang dibungkus oleh
korpus spongiosum penis. Uretra pasr spongiosa terdiri atas : (1) pars bulbosa,
(2) pars pendularis, (3) fossa navikularis dan (4) metaus uretra eksterna. Urethra
3
Trauma tumpul ke uretra anterior paling sering terjadi pada pukulan ke segmen
bulbar seperti terjadi ketika mengangkangi suatu objek atau dari serangan
langsung atau tendangan ke perineum..Trauma uretra anterior tumpul kadangkadang diobservasi jika terdapat fraktur penis (Cummings, 2013)
2.4 Gambaran klinis
Kecurigaan adanya trauma uretra adalah jika didapatkan perdarahan
peruretram, yaitu terdapat darah yang keluar dari meatus uretra eksternum
setelah mengalami trauma. Perdarahan peruretram ini harus dibedakan dengan
hematuria yaitu urine bercampur darah. Pada trauma uretra yang berat,
seringkali mengalami retensi urine. Pada keadaan ini tidak boleh dilakukan
pemasangan kateter, karena tindakan pemasangan kateter dapat menyebabkan
kerusakan uretra yang lebih parah. (Purnomo, 2010).
Sedangkan menurut Cummings (2013), diagnosis
cedera
uretra
Gambar 3. Gambaran Teardrop atau pie in the sky pada pasien fraktur pelvis
Diagnosis trauma uretra dibuat dengan dengan urethrography retrograde,
yang harus dilakukan sebelum pemasangan kateter uretra untuk menghindari
cedera lebih lanjut pada uretra. Ekstravasasi kontras menunjukkan lokasi
kerusakan. Pengelolaan selanjutnya didasarkan pada temuan urethrography
dalam kombinasi dengan kondisi umum pasien (Cummings, 2013).
Gejala klinis yang sering terjadi menurut Purnomo, Daryanto dan Seputra
(2010) adalah sebagai berikut :
1. Riwayat trauma yang khas: ruptur uretra anterior/straddle injury,
ruptur uretra posterior, patah tulang panggul (os pubis/simpisis
pubis).
2. Pada umunya didapatkan perdarahan uretra, baik pada ruptur
anterior maupun posterior.
3. Pada ruptur uretra posterior biasanya tidak dapat melakukan
miksi, sedangkan pada ruptur uretra anterior didapatkan
hematoma atau pembengkakan di daerah kantong buah zakar,
kadang-kadang disertai pula dengan pembengkakan perineum dan
batang penis, disebut sebagai hematoma kupu-kupu.
4. Pada patah tulang panggul dan ruptur uretra posterior,
kemungkinan besar terjadi kerusakan organ ganda (multipel).
Keluarnya darah dari ostium uretra eksterna merupakan tanda yang paling
penting dari kerusakan uretra. Pada kerusakan uretra tidak diperbolehkan
melakukan pemasangan kateter, karena dapat menyebabkan infeksi pada
periprostatik dan perivesical dan konversi dari incomplete laserasi menjadi
complete
laserasi.
Cedera
uretra
karena
pemasangan
kateter
dapat
menyebabkan obstuksi karena edema dan bekuan darah. Abses periuretral atau
sepsis dapat mengakibatkan demam. Ekstravasasi urin dengan atau tanpa darah
dapat meluas jauh tergantung fascia yang rusak. Pada ekstravasasi ini mudah
timbul infiltrat urin yang mengakibatkan selulitis dan septisemia, bila terjadi
infeksi. Adanya darah pada ostium uretra eksterna mengindikasikan pentingnya
uretrografi untuk menegakkan diagnosis
2.5 Pemeriksaan Radiologi
Urethrography retrograde
dinamis
adalah
standar
emas
untuk
dan
untuk
menyingkirkan
trauma
leher
kandung
kemih
untuk menilai tempat, tingkat keparahan dan lamanya cedera dan fungsi dari
leher kandung kemih (Pieneiro, dkk, 2010).
Cystography statis memungkinkan untuk cedera kandung kemih yang
terjadi secara bersamaan, untuk dikecualikan dalam penatalaksanaan akut.
Ketika mempertimbangkan untuk perbaikan, voiding cystography (dilakukan
melalui kateter suprapubik) menunjukkan leher kandung kemih dan anatomi
uretra pars prostatika dan memungkinkan untuk perencanaan bedah yang tepat
(Cummings, 2013).
Ketika uretra proksimal tidak dapat divisualisasikan menggunakan
cystogram dan uretrogram, maka dapat digunakan MRI pada uretra posterior
dan endoskopi melalui saluran suprapubik (Pieneiro dkk, 2010).
Pemeriksaan endoskopi (Urethroscopy) tidak digunakan dalam diagnosis
awal trauma uretra posterior pada laki-laki. Namun endoskopi diperlukan untuk
informasi gangguan parsial dari urtra anterior distal. Pada wanita uteroskopi
merupakan tambahan penting untuk identifikasi dan derajata trauma uretra
(Pieneiro, 2010).
2.6 Ruptur Uretra Posterior
Trauma uretra posterior (uretra pars membranosa dan prostatika)
merupakan cedera yang klasik menyertai fraktur pelvis (Eliastam, Sternbach
dan Michael, 1998).
Ruptura uretra posterior paling sering disebabkan oleh fraktur tulang
pelvis. Fraktur yang mengenai ramus atau simfisis pubis dan menimbulkan
kerusakan pada cincin pelvis, menyebabkan robekan uretra prostatomembranasea. Fraktur pelvis dan robekan pembuluh darah yang berada di
dalam kavum pelvis menyebabkan hematoma yang luas di kavum retzius
sehingga jika ligamentum pubo-prostatikum ikut terobek, prostat beserta bulibuli akan terangkat ke parsial (Purnomo, 2010).
a. Klasifikasi Ruptur Uretra Posterior
Melalui gambaran uretrogram, Colapinto dan McCollum (1976)
membagi derajat cedera uretra dalam 3 jenis :
10
11
untuk mengetahui ada tidaknya jejas pada rektal yang dapat dihubungkan
dengan fraktur pelvis. Darah yang ditemukan pada jari pemeriksa
menunjukkan adanya suatu jejas pada lokasi yang diperiksa
c. Tindakan
Ruptur uretra posterior biasanya diikuti oleh trauma mayor pada organ
lain (abdomen dan fraktur pelvis) dengan disertai ancaman jiwa berupa
perdarahan. Oleh karena itu sebaiknya dibidang urologi perlu melakukan
tindakan yang invasive pada uretra. Tindakan yang berlebihan akan
menyebabkan timbulnya perdarahan yang lebih banyak pada kavum pelvis
dan prostat serta menambah kerusakan pada uretra dan struktur
neurovascular
di
sekitarnya.
Kerusakan
neurovascular
menambah
13
14
15
16
17
Namun jika timbul striktur uretra, dilakukan reparasi uretra atau sachse
(Purnomo, 2010).
Tidak jarang ruptur uretra anterior disertai dengan ekstravasasi urine
dan hematom yang luas sehinga diperlukan debridement dan insisi
hematoma untuk mencegah infeksi. Reparasi uretra dilakukan
Sedangkan tatalaksana trauma uretra anterior menurut Tanagho dkk
(2008) dialkukan beberapa tindakan sebagai berikut :
1. Tindakan Umum
Kehilangan banyak darah biasanya tidak terjadi. Jika pendarahan berat
tidak terjadi, maka tekanan lokal untuk pengendalian dan diikuti oleh
resusitasi diperlukan.
2. Tindakan Spesifik
a. Urethral Contusion
Pasien dengan luka memar uretra menunjukkan tidak ada bukti
pengeluaran darah, dan uretra tetap utuh. Setelah urethrography,
pasien diperbolehkan untuk buang air; dan jika buang air terjadi
seperti biasanya, tanpa rasa sakit atau pendarahan, tidak ada
perlakuan tambahan diperlukan. Jika pendarahan terus berlanjut,
drainase kateter uretra dapat dilakukan.
b. Urethral Laceration
Sebuah irisan kecil garis tengah di daerah suprapubik dengan
mudah mengekspose kubah kandung kemih sehingga tabung
suprapubik cystostomy dapat disisipkan, sehingga memungkinkan
pengalihan
kemih
lengkap
dimana
sementara
itu
terjadi
18
20
BAB III
KESIMPULAN
Trauma uretra terjadi akibat cedera yang berasal dari luar (eksternal) dan cedera
iatrogenic akibat instrumentasi pada uretra. Trauma tersebut harus didiagnosis efisien
dan efektif diobati agar mencegah gejala sisa jangka panjang yang serius.
Trauma uretra secara klinis dibedakan menjadi trauma uretra anterior dan
trauma uretra posterior. Trauma tumpul yang menimbulkan fraktur tulang pelvis
menyebabkan ruptur uretra pars membranasea (Uretra pars posterior), sedangkan
trauma tumpul pada selangkangan atau straddle injury dapat menyebabkan ruptur
uretra pars bulbosa (uretra pars anterior).
Uretrography retrograde dinamis adalah standar emas untuk mengevaluasi
trauma uretra. Gambaran radiology uretra memungkinkan untuk klasifikasi cedera
dan manajemen selanjutnya.
Tatalaksana trauma uretra berbeda-beda, tergantung dari berapa derajat
kerusakanya.
21
DAFTAR PUSTAKA
University
of
Missouri
School
of
Medicine.
2006.
The
Blader
and
Urethral
Male.
(http://www.ivyroses.com/HumanBody/Urinary/Urinary_Bladder_Urethra_Male.
php), diakses 4 juli 2015.
Pienero Luis M., et all. 2010. EAU Guidelines on Urethral Trauma. European
Association Of Urology (http://uroweb.org/wp-content/uploads/2010-UrethralTrauma.pdf ), diakses 4 juli 2015.
Purnomo B. 2010. Dasar-dasar urologi. Edisi 3. Jakarta : Sagung Seto. Hal .188-192
Purnomo B., Daryanto B., Seputra P. Kenta. 2010. Pedoman Diagnosis dan Terapi
(SMF Urologi Laboratorium Ilmu Bedah). RSU Dr. Saiful Anwar:Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya Malang.
Sjamsuhidajat R. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-De Jong. Edisi 3.
Jakarta : EGC
Snell, Richard. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. ed : Hartanto,
Huriawati, dkk. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
22
Tanagho EA, et all. 2008. Injuries to the genitourinary tract. In : McAninch, editor.
Smiths general urology. 17th Edition. United States of America : Mc Graw Hill
Radiopedia.
Urtehral
Injuries.
(http://radiopaedia.org/articles/urethral-injuries),
23