You are on page 1of 38

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang disebabkan
oleh defek genetik pada pembentukan rantai globin. Pertama kali ditemukan secara
bersamaan di Amerika Serikat dan Italia antara 1925-1927 oleh Thomas Cooley. Kata
thalassemia dimaksudkan untuk mengaitkan penyakit tersebut dengan penduduk
mediterania, dalam bahasa Yunani Thalassa berarti laut dan emia yang berarti darah.1,4
Thalassemia ditemukan tersebar di seluruh ras Mediterania, Timur Tengah, India,
sampai Asia Tenggara. Dalam 30 tahun terakhir ini, daerah tersebut telah mengalami
perubahan pola penyakit yang bermakna. Peningkatan kebersihan dan pelayanan dan
pelayanan kesehatan menyebabkan penyakit infeksi dan malnutrisi berkurang. Dulu, bayi
yang lahir dengan kelainan darah, meninggal pada usia kurang dari setahun. Tapi saat ini
sebagian besar berhasil selamat dan memerlukan diagnosis dan penatalaksanaan yang
lanjut. Karena penatalaksanaan thalassemia cukup mahal, perubahan ini akan
menghabiskan dana yang cukup besar di negara frekuensi thalassemia tinggi.
Talasemia dapat diklasifikasikan secara genetik menjadi -, -, -, atau
thalassemia sesuai dengan rantai globin yang berkurang produksinya. Pada beberapa
thalassemia sama sekali tidak terbentuk ranatai globin, yang disebut dengan o atau o
thalassemia, bila produksinya rendah + atau + thalassemia.
B. TUJUAN
Tujuan dilakukan penyusunan referat ini adalah untuk mengetahui penyakit
thalassemia, bagaimana cara mendiagnosisnya, penanganan yang dilakukan dengan
pencegahan terhadap komplikasi dan edukasi bagi penderita yang memiliki gen bawaan
Thalassemia.

BAB II
THALASSEMIA
DEFINISI 1
Thalassemia adalah sekelompok heterogen penyakit anemia hipokromik herediter dengan
berbagai derajat keparahan. Defek genetik yang mendasari meliputi delesi total atau parsial gen
1

globin dan substitusi, delesi, atau insersi nukleotida. Akibat dari berbagai perubahan ini adalah
penurunan atau tidak adanya mRNA bagi satu atau lebih rantai globin atau pembentukan mRNA
yang cacat secara fungsional. Akibatnya adalah penurunan dan supresi total sintesis rantai
polipeptida Hb. Kira-kira 100 mutasi yang berbeda telah ditemukan mengakibatkan fenotip
thalassemia; banyak di antara mutasi ini adalah unik untuk daerah geografi setempat. Pada
umumnya, rantai globin yang disintesis dalam eritrosit thalassemia secara struktural adalah
normal. Pada bentuk thalassemia- yang berat, terbentuk hemoglobin hemotetramer abnormal ( 4
atau 4) tetapi komponen polipeptida globin mempunyai struktur normal. Sebaliknya, sejumlah
Hb abnormal juga menyebabkan perubahan hemotologi mirip thalassemia.
EPIDEMIOLOGI
Di seluruh dunia, 15 juta orang memiliki presentasi klinis dari thalassemia. Fakta ini
mendukung thalassemia sebagai salah satu penyakit turunan yang terbanyak; menyerang hampir
semua golongan etnik dan terdapat pada hampir seluruh negara di dunia.2
Beberapa tipe thalassemia lebih umum terdapat pada area tertentu di dunia. Talasemia o
ditemukan terutama di Asia Tenggara dan kepulauan Mediterania, talasemia + tersebar di
Afrika, Mediterania, Timor Tengah, India dan Asia Tenggara. Angka kariernya mencapai 4080%.
Thalassemia memiliki distribusi sama dengan thalassemia . Dengan pengeecualian di
beberapa negara, frekuensinya rendah di Afrika, tinggi di negara Mediterania dan bervariasi di
Timor Tengah, India dan Asia Tenggara. Indonesia termasuk dalam sabuk thalassemia sehingga
prevalensi gen pembawa cukup tinggi yaitu 5-10%. Kurang lebih 3% dari penduduk dunia
mempunyai gen thalassemia dimana angka kejadian tertinggi sampai dengan 40% kasus adalah
di Asia. HbE yang merupakan varian thalassemia sangat banyak dijumpai di India, Birma dan
beberapa negara Asia Tenggara. Adanya interaksi HbE dan thalassemia menyebabkan
thalassemia HbE sangat tinggi di wilayah ini.
Yayasan Thalassemia Indonesia menyebutkan bahwa setidaknya 100.000 anak lahir di
dunia dengan Thalassemia mayor. Di Indonesia sendiri, tidak kurang dari 1.000 anak kecil
menderita penyakit ini. Sedang mereka yang tergolong thalassemia trait jumlahnya mencapai
sekitar 200.000 orang. Di Indonesia thalassemia merupakan penyakit terbanyak diantara
2

golongan anemia hemolitik dengan penyebab intrakorpuskuler. Jenis thalassemia terbanyak yang
ditemukan di Indonesia adalah thalassemia beta mayor sebanyak 50% dan thalassemia HbE
sebanyak 45%. Rekuensi pembawa sifat thalassemia untuk Indonesia ditemukan berkisar antara
3-10%. Bila frekuensi gen thalassemia 5% dengan angka kelahiran 23 dan jumlah populasi
penduduk Indonesia sebanyak 240 juta, diperkirakan akan lahir 3000 bayi pembawa gen
thalassemia setiap tahunnya.4
Di RSCM sampai dengan akhir tahun 2008 terdapat 1442 pasien thalassemia mayor yang
berobat jalan di Pusat Thalassemia Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM yang terdiri
dari 52% pasien thalassemia homozigot, 46,5 % pasien thalassemia HbE, serta 1,3% pasien
thalassemia . Sekitar 70-100% pasien baru, datang tiap tahunnya. 4

Gambar 1. Daerah Penyebaran Thalassemia/Sabuk Thalassemia.2


Mortalitas dan Morbiditas2
Thalassemia- mayor adalah penyakit yang mematikan, dan semua janin yang terkena
akan lahir dalam keadaan hydrops fetalis akibat anemia berat. Beberapa laporan pernah
mendeskripsikan adanya neonatus dengan thalassemia- mayor yang bertahan setelah mendapat
transfusi intrauterin. Penderita seperti ini membutuhkan perawatan medis yang ekstensif
setelahnya, termasuk transfusi darah teratur dan terapi khelasi, sama dengan penderita
thalassemia- mayor. Terdapat juga laporan kasus yang lebih jarang mengenai neonatus dengan
thalassemia- mayor yang lahir tanpa hydrops fetalis yang bertahan tanpa transfusi intrauterin.
Pada kasus ini, tingginya level Hb Portland, yang merupakan Hb fungsional embrionik,
diperkirakan sebagai penyebab kondisi klinis yang jarang tersebut.
Pada pasien dengan berbagai tipe thalassemia-, mortalitas dan morbiditas bervariasi
sesuai tingkat keparahan dan kualitas perawatan. Thalassemia- mayor yang berat akan berakibat
fatal bila tidak diterapi. Gagal jantung akibat anemia berat atau iron overload adalah penyebab
3

tersering kematian pada penderita. Penyakit hati, infeksi fulminan, atau komplikasi lainnya yang
dicetuskan oleh penyakit ini atau terapinya termasuk merupakan penyebab mortalitas dan
morbiditas pada bentuk thalassemia yang berat.
Mortalitas dan morbiditas tidak terbatas hanya pada penderita yang tidak diterapi; mereka
yang mendapat terapi yang dirancang dengan baik tetap berisiko mengalami bermacam-macam
komplikasi. Kerusakan organ akibat iron overload, infeksi berat yang kronis yang dicetuskan
transfusi darah, atau komplikasi dari terapi khelasi, seperti katarak, tuli, atau infeksi, merupakan
komplikasi yang potensial.
Ras 2
Meskipun thalassemia ditemukan pada semua ras dan etnik grup, ada beberapa tipe
thalassemia yang sering ditemukan pada grup tertentu dibanding dengan yang lain. thalassemia
biasa ditemukan di Eropa Selatan, Timur Tengah, India, dan Africa. thalassemia biasa
ditemukan di Asia Tenggara; meskipun juga ditemukan di bagian dunia yang lain. Mutasi
spesifik pada thalassemia sudah dapat discrenning dan didiagnostik kelainannya. thalassemia
trait di Afrika is biasanya bukan dari cis-delesi dari kromosom 16, berbeda dengan di Asia
Tenggara, dimana terjadi komplit absence dari gene pada salah satu kromosom. Pada kedua
orang tua yang memiliki cis-delesi, bayinya bisa saja mengalami hydrops fetalis. Karena alasan
ini, hydrops fetalis tidak beresiko tinggi pada orang Afrika tetapi beresiko tinggi pada Asia
Tenggara.
Sex 2
Baik pria maupun wanita,keduanya memiliki kemungkinan yang sama.
Usia 2
Meskipun thalassemia merupakan penyakit turunan (genetik), usia saat timbulnya gejala
bervariasi secara signifikan. Dalam talasemia, kelainan klinis pada pasien dengan kasus-kasus
yang parah dan temuan hematologik pada pembawa (carrier) tampak jelas pada saat lahir.
Ditemukannya hipokromia dan mikrositosis yang tidak jelas penyebabnya pada neonatus,
digambarkan di bawah ini, sangat mendukung diagnosis.

Gambar 2. Sapuan apus darah tepi Penyakit Hb H pada neonatus


Namun, pada thalassemia- berat, gejala mungkin tidak jelas sampai paruh kedua tahun
pertama kehidupan; sampai waktu itu, produksi rantai globin dan penggabungannya ke Hb
Fetal dapat menutupi gejala untuk sementara.
Bentuk thalassemia ringan sering ditemukan secara kebetulan pada berbagai usia. Banyak
pasien dengan kondisi thalassemia- homozigot yang jelas (yaitu, hipokromasia, mikrositosis,
elektroforesis negatif untuk Hb A, bukti bahwa kedua orang tua terpengaruh) mungkin tidak
menunjukkan gejala atau anemia yang signifikan selama beberapa tahun. Hampir semua pasien
dengan kondisi tersebut dikategorikan sebagai thalassemia- intermedia. Situasi ini biasanya
terjadi jika pasien mengalami mutasi yang lebih ringan, yaitu gabungan heterozygote for B+ dan
B-0 thalssemia, atau gabungan dengan heterozygote yang lain.
FISIOLOGI HEMATOPOESIS
Maximow (1924) mengemukakan suatu dalil bahwa sel darah berasal dari satu sel induk.
Hal ini kemudian dikembangkan oleh Downey (1938) yang membuat hipotesa dengan konsep
hirarki dari sel pluripoten dan selanjutnya Till dan Mc Culloch (1961) menyimpulkan bahwa satu
sel induk merupakan koloni yang memperlihatkan diferensiasi multilineage atau pluripoten
menjadi eritroid, mieloid serta megakariosit. Dari penelitian-penelitian tersebut ditetapkan bahwa
sel stem ada pada hematopoisis. Sistem hematopoitik mempunyai karakteristik berupa pergantian
sel yang konstan untuk mempertahankan populasi leukosit, trombosit dan eritrosit.3
Sistem hematopoetik dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Sel Stem (progenitor awal) yang menyokong hematopoiesis.
5

2. Colony forming unit (CFU) sebagai pelopor yang selanjutnya berkembang dan
berdiferensiasi dalam memproduksi sel.
3. Faktor regulator yang mengatur agar Sistem berlangsung beraturan.
Sel Stem merupakan satu sel induk (klonal) yang mempunyai kemampuan berdiferensiasi
menjadi beberapa turunan, membelah diri dan memperbaharui populasi sel stem sendiri di
bawah pengaruh faktor pertumbuhan hematopoitik.Hematopoitik membutuhkan perangsang
untuk pertumbuhan koloni granulosit dan makrofag yang disebut "Colony Stimulating
Factor" (CSF) yang merupakan glikoprotein.
Dalam proses selanjutnya diketahui regulasi hematopoisis sangat kompleks dan faktor
pertumbuhan yang berfungsi tumpang tindih serta banyak tempat untuk memproduksi faktorfaktor tersebut, termasuk organ hematopoetik. 3
Dikenal sejumlah sitokin yang mempunyai peranan dalam meningkatkan aktifitas
hematopoitik (Tabel 1.1 Faktor pertumbuhan hematopoiesis serta karakterisitiknya)
Faktor

CS1 (M-CSF)

Sel Stimulasi

Monosit

Sumber

Lokasi

Produksi

Kromosom

Sel

endotel, 5q33-1

monosit,
fibroblast
GM-CSF

Granulosit,

megakariosit Sel

eritrosit,sel

stem,

sel

5q23-31

blas endotel,

leukemik
G-CSF

T,

fibroblast

Granulosit, makrofag, sel Sel

endotel, 17q11-22

endotelial, fibroblas, blas plasenta,


leukemia
IL-3

Granulosit,
progenitor,

monosit
sel

eritroid Sel T

5q23-31

multipoten,

blas leukemia
IL-4

Sel B, T

Sel T

5q31
6

IL-5

Sel B, CFU-Eo

Sel T

IL-6

Sel B, CFU-GEMM, CFU Fibroblas,


GM, BFU-E, makrofag, leukosit,

5q31
7p15
sel

sel sel saraf, hepatosit

epitel

IL-7

Sel B

Leukosit

8q-12-13

IL-8

Sel T, neutrofil

Leukosit

IL-9

BFU-E, CFU-GEMM

Limfosit

5q31

IL=11

Sel B, T,

Makrofag

7q11-22

CFU-GEMM,

Makrofag
Eritropoietin

CFU-E, BFU-E

Ginjal, hepar

7q11-22

c-kit

Progenitor primitif

NI

NI

"stem

figand
cell

factor"
GM-CSF = granulocyte macrophage colony stimulating factor, G-CSF= granulocyte colony
stimulating factor, IL=interleukin, BFU-E=burst forming unit erithrocyte, CFU -E= colony
forming unit erythrocyte, CFU-GEMM= colony forming unit granulocyte, erythrocyte,
macrophage monocyte, CFU-GM= colony forming unit netrophil-macrophage3
Pembentukan dan asal darah
Perkembangan sistem vaskuler dan hematopoisis dimulai pada awal kehidupan embrio
dan berlangsung secara paralel/bersamaan sampai masa dewasa mempunyai hubungan dengan
lokasi anatomi yang menyokong hematopoesis tersebut.3
Secara garis besar perkembangan hematopoisis dibagi dalam 3 periode:
1. Hematopoisis yolk sac (mesoblastik atau primitif)
2. Hematopoisis hati (definitif)
3. Hematopoisis medular

Gambar 3. Hematopoiesis prenatal dan postnatal


Hematopoisis Yolk Sac (mesoblastik atau primitif)
Sel darah dibuat dari jaringan mesenkim 2-3 minggu setelah fertilisasi. Mula-mula
terbentuk dalam blood island yang merupakan pelopor dari sistem vaskuler dan
hematopoesis. Selanjutnya eritrosit dan megakariosit dapat diidentifikasi dalam yolk sac pada
masa gestasi 16 hari.
Sel induk primitif hematopoisis berasal dari mesoderm mempunyai respons terhadap
faktor pertumbuhan antara lain eritropoetin, IL-3, IL-6 dan faktor sel stem. Sel induk
hematopoisis mulai berkelompok dalam hati janin pada masa gestasi 5-6 minggu dan pada masa
gestasi 8 minggu blood island mengalami regresi.3
Hematopoisis hati (Definitif)
Hematopoisis hati berasal dari sel stem pluripoten yang berpindah dari yolk sac.
Perubahan empat hematopoisis dari yolk sac ke hati dan kemudian sumsum tulang mempunyai
hubungan dengan regulasi perkembangan oleh lingkungan mikro, produksi sitokin dan
komponen merangsang adhesi dari matrik ekstraseluler dan ekspresi pada reseptor.
Pada masa gestasi 9 minggu, hematopoisis sudah terbentuk dalam hati.
Hematopoisis dalam hati yang terutama adalah eritropoesis, walaupun masih ditemukan
sirkulasi granulosit dan trombosit. Hematopoisis hati mencapai puncaknya pada masa gestasi 45 bulan kemudian mengalami regresi perlahan-lahan. Pada masa pertengahan kehamilan, tampak
pelopor hematopoetik terdapat di limpa, thymus, kelenjar limfe dan ginjal.3

Gambar 4.
Perkembangan

embrional
dan fetal serta ontogeni hematopoesis

Hematopoisis medular
Merupakan periode terakhir pembentukan sistem hematopoesis dan dimulai sejak masa
gestasi 5 bulan. Ruang medular terbentuk dalam tulang rawan dan tulang panjang dengan
proses reabsorpsi.
Pada masa gestasi 32 minggu sampai lahir, semua rongga sumsum tulang diisi jaringan
hematopoitik yang aktif dan sumsum tulang penuh berisi sel darah. Dalam perkembangan
selanjutnya fungsi pembuatan sel darah diambil alih oleh sumsum tulang, sedangkan hepar
tidak berfungsi membuat sel darah lagi.3
Sel mesenkim yang mempunyai kemampuan untuk membentuk sel darah menjadi
kurang, tetapi tetap ada dalam sumsum tulang, hati, limpa, kelenjar getah bening dan
dinding sus, dikenal sebagai sistem retikuloendotelial.
Pada bayi dan anak, hematopoisis yang aktif terutama pada sumsum tulang
termasuk bagian distal tulang panjang. Hal ini berbeda dengan dewasa normal di mana
hematopoisis terbatas pada vertebra (tulang belakang), tulang iga, tulang dada (sternum),
pelvis, skapula, skull (tulang tengkorak kepala) dan jarang yang berlokasi pada humerus dan
femur.
Selama masa intra uterin, hematopoisis terdapat pada tulang (skeletal) dan
ekstraskeletal dan pada waktu lahir hematopoisis terutama pada skeletal. Secara umum
hematopoisis ekstra medular terutama pada organ perut, terjadi akibat penyakit yang
9

menyebabkan gangguan produksi satu atau lebih tipe sel darah, seperti eritroblastosis
fetalis, anemia pernisiosa, talasemia, sickel cell anemia, sferositosis herediter dan variasi
leukemia.
Perpindahan lokasi anatomi hematopoisis disertai perpindahan populasi sel sampai ini
belum dapat diketahui mekanismenya.3

Gambar 5. Pembentukan sel darah


Hemoglobin4
Merupakan kompleks protein yang terdiri dari heme yang mengandung besi dan globin
dengan interaksi dianatar heme dan globin menyebabkan hemoglobin (Hb) merupakan perangkat
yang ireversibel untuk mengangkut oksigen. Sesuai dengan rangkaian hematopoisis yang dimulai
dari yolk sac, limpa, hati dan sumsum tulang diikuti juga dengan variasi sintesis hemoglobin.
Sejak masa embrio, janin, anak dan dewasa sel darah merah mempunyai 6 hemoglobin antara
lain:
Hemoglobin embrional : Gower-1, Gower-2, Portland
Hemoglobin fetal : Hb-F
Hemoglobin dewasa : Hb-A1 dan Hb-A2
Hemoglobin embrional 4
Selama masa gestasi 2 minggu pertama, eritroblas primitif dalam yolk sac membentuk
rantai globin-epsilon () dan zeta (Z) yang akan membentuk hemoglobin primitive Gower-1
(Z22). Selanjutnya mulai sintesis rantai mengganti rantai zeta; rantai mengganti rantai di
10

yolk sac, yang akan membentuk Hb-Portland (Z22) dan Gower-2 (22)
Hemoglobin yang ditemukan terutama pada masa gestasi 4-8 minggu adalah Hb-Gower-1
dan Gower-2 yaitu kira-kira 75% dan merupakan hemoglobin yang disintesis di yolk sac, tetapi
akan menghilang pada masa gestasi 3 bulan.
Hemoglobin fetal 4
Migrasi pluripoten stem cell dari yolk sac ke hati, diikuti dengan sintesis hemoglobin
fetal dan awal sintesis rantai . Setelah masa gestasi 8 minggu Hb-F paling dominan dan setelah
janin berusia 6 bulan merupakan 90% dari keseluruhan hemoglobin, kemudian berkurang
bertahap dan pada saat lahir ditemukan kira-kira 70% Hb-F. sintesis Hb-F menuurun secara cepat
setelah bayi lahir dan setelah usia 6-12 bulan hanya sedikit ditemukan.
Hemoglobin dewasa 4
Pada masa embrio telah dapat dideteksi HbA (22) karena telah terjadi perubahan
sintesis rantai menjadi dan selanjutnya globin meningkat pada masa gestasi 6 bulan
ditemukan 5-10% HbA, pada waktu lahir mencapai 30% dan pada usia 6-12 bulan sudah
memperlihatkan gambaran hemoglobin dewasa.
Hemoglobin dewasa minor (HbA2) ditemukan kira-kira 1% pada saat lahir dan pada usia
12 bulan mencapai 2-3,4%, dengan rasio normal antara HbA dan HbA 2 adalah 30:1. Perubahan
hemoglobin janin ke dewasa merupakan proses biologi berupa diferensiasi sel induk eritroid, sel
stem pluripoten, gen dan reseptor yang mempengaruhi eritroid dan dikontrol oleh faktor
humoral.

Gambar 6.
Sintesis rantai globin primitive
dan definitif selama periode
embrional, fetal dan pascanatal
dalam hubungannya dengan
perubahan tempat eritropoesis.
11

PATOFISIOLOGI
Hemoglobin (Hb) tersusun atas heme yang merupakan cincin porfirin dalam ikatan
dengan Fe dan globulin yang merupakan protein pendukung. Satu molekul hemoglobin
mengandung 4 sub-unit. Masing-masing sub-unit tersusun atas satu molekul globin dan satu
molekul heme.
Globulin terdiri atas 2 pasang rantai polipeptida, yaitu sepasang rantai dan sepasang
rantai non alpha (,,). Kombinasi rantai polipeptida tersebut akan menentukan jenis
hemoglobin. Hb A (22) merupakan lebih dari 96 % Hb total, Hb F (22) kurang dari 2% dan
Hb A2 (22) kurang dari 3%. Pada janin trisemester III kehamilan hampir 100% Hb adalah Hb
F.

Setelah

lahir,

sintesis

globin

makin

menurun

digantikan

oleh

globin

Gambar 7. Struktur hemoglobin


Rantai polipeptida tersusun atas 141 asam amino, sedangkan rantai non tersusun atas
146 asam amino. Sintesis rantai disandi oleh gen 1 dan gen 2 di kromosom 16, sedangkan
gen yang mensintesis rantai , rantai dan rantai terletak di kromosom 11. Pada orang normal
sintesis rantai sama dengan rantai non alpha. Thalassemia akan terjadi bila sintesis salah satu
rantai polipeptida menurun.

12

Gambar

Struktur kimia hemoglobin memungkinkan molekul hemoglobin memiliki kemampuan


untuk mengikat oksigen secara reversible. Zat besi dalam molekul heme secara langsung
berfungsi sebagai pengikat oksigen. Hemoglobin memiliki struktur kuartener empat rantai
polipeptida, masing-masing dengan satu tempat pegikatan oksigen. Sehingga satu molekul
hemoglobin dapat mengikat 4 molekul oksigen. Hemoglobin yang merupakan suatu protein,
disintesis berdasarkan informasi genetik. Masing-masing polipeptida penyusun Hb berbeda
dalam urutan asam aminonya.

Dengan demikian ada beberapa lokus gen terpisah dalam

kromosom yang mengatur sintesis rantai polipeptida dari hemoglobin.2


Lokus

Genotip

Polipetida yang terbentuk

Hb yang terbentuk

22

22

22

Untuk pembentukan dan sebenarnya terdapat 2 lokus gen untuk masing-masing,


sedangkan dan hanya memilki satu lokus gen. Lokus gen untuk terletak pada kromosom 16
sedangkan lainnya (,,) terletak pada kromosom 11.

13

Sintesis rantai bersama dengan sintesis rantai menonjol selama masa kehidupan janin.
Rantai akan terus disintesis sampai usia dewasa sedangkan rantai mulai menurun pada
trimester akhir dan dengan cepat menurun setelah kelahiran.
Thalassemia merupakan salah satu bentuk kelainan genetik hemoglobin yang ditandai
dengan kurangnya atau tidak adanya sintesis satu rantai globin atau lebih, sehingga terjadi
ketidakseimbangan jumlah rantai globin yang terbentuk.
Secara genetik, gangguan pembentukan protein globin dapat disebabkan karena
kerusakan gen yang terdapat pada kromosom 11 atau 16 yang ditempati lokus gen globin.
Sebagian besar kelainan hemoglobin dan jenis thalassemia merupakan hasil kelainan mutasi pada
gamet yang terjadi pada replikasi DNA. Pada replikasi DNA dapat terjadi pergantian urutan asam
basa dalam DNA, dan perubahan kode genetik akan diteruskan pada penurunan genetik
berikutnya. Mutasi ini dapat memperpendek rantai asam amino maupun memperpanjangnya.
Kelainan mutasi dapat pula terjadi pada kesalahan berpasangan kromosom pada proses miosis
yang mengakibatkan perubahan susunan material genetik. Bila terjadi crossing over pada
kesalahan berpasangan itu, sebagai hasil akhir peristiwa tadi akan terjadi apa yang disebut
duplikasi, delesi, translokasi dan inversi. Kerusakan pada salah satu kromosom homolog
menimbulkan terjadinya keadaan heterozigot, sedangkan kerusakan pada kedua kromosom
homolog menimbulkan keadaan homozigot.
Pada thalassemia homozigot sintesis rantai menurun atau tidak ada sintesis sama sekali.
Ketidakseimbangan sintesis rantai alpha atau rantai non alpha, khususnya kekurangan sintesis
rantai akan menyebabkan kurangnya pembentukan Hb.
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam
pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan. Untuk menderita
penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang
diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala
dari penyakit ini.2
Secara biokimia kelainan yang paling mendasar adalah menurunnya biosintesis dari unit
globin pada Hb A. pada thalasemia heterozigot, sintesis globin kurang lebih separuh dari
nilai normalnya. Pada thalasemia homozigot, sintesis globin dapat mencapai nol.
14

Karena adanya defisiensi yang berat pada rantai , sintesis Hb A total menurun dengan
sangat jelas atau bahkan tidak ada, sehingga pasien dengan thalasemia homozigot mengalami
anemia berat. Sebagai respon kompensasi, maka sintesis rantai menjadi teraktifasi sehingga
hemoglobin pasien mengandung proporsi Hb F yang meningkat. Namun sintesis rantai ini tidak
efektif dan secara kuantitas tidak mencukupi.7
Pada thalasemia homozigot, sintesis rantai tidak mengalami perubahan. Ketidakseimbangan sintesis dari rantai polipeptida ini mengakibatkan kelebihan adanya rantai bebas di
dalam sel darah merah yang berinti dan retikulosit. Rantai bebas ini mudah teroksidasi. Mereka
dapat beragregasi menjadi suatu inklusi protein (heinz bodies), menyebabkan kerusakan
membran pada sel darah merah dan destruksi dari sel darah merah imatur dalam sumsum tulang
sehingga jumlah sel darah merah matur yang diproduksi menjadi berkurang. Sel darah merah
yang beredar kecil, terdistorsi, dipenuhi oleh inklusi globin, dan mengandung komplemen
hemoglobin yang menurun. Hal yang telah disebutkan diatas adalah gambaran dari Anemia
Cooley: hipokromik, mikrositik dan poikilositik.
Sel darah merah yang sudah rusak tersebut akan dihancurkan oleh limpa, hepar, dan
sumsum tulang, menggambarkan komponen hemolitik dari penyakit ini. Sel darah merah yang
mengandung jumlah Hb F yang lebih tinggi mempunyai umur yang lebih panjang.
Anemia yang berat terjadi akibat adanya penurunan oxigen carrying capacity dari setiap
eritrosit dan tendensi dari sel darah merah matur (yang jumlahnya sedikit) mengalami hemolisa
secara prematur.
Eritropoetin meningkat sebagai respon adanya anemia, sehingga sumsum-sumsum tulang
dipacu untuk memproduksi eritroid prekusor yang lebih banyak. Namun mekanisme kompensasi
ini tidak efektif karena adanya kematian yang prematur dari eritroblas. Hasilnya adalah suatu
ekspansi sumsum tulang yang masif yang memproduksi sel darah merah baru.
Sumsum tulang mengalami ekspansi secara masif, menginvasi bagian kortikal dari
tulang, menghabiskan sumber kalori yang sangat besar pada umur-umur yang kritis pada
pertumbuhan dan perkembangan, mengalihkan sumber-sumber biokimia yang vital dari tempattempat yang membutuhkannya dan menempatkan suatu stress yang sangat besar pada jantung.
Secara klinis terlihat sebagai kegagalan dari pertumbuhan dan perkembangan, kegagalan jantung
15

high output, kerentanan terhadap infeksi, deformitas dari tulang, fraktur patologis, dan kematian
di usia muda tanpa adanya terapi transfusi.8
Dengan pemberian transfusi darah, eritropoesis yang inefektif dapat diperbaiki, dan
terjadi peningkatan jumlah hormon hepcidin; sehingga penyerapan besi akan berkurang dan
makrofag akan mempertahankan kadar besi.
Pada pasien dengan iron overload (misalnya hemokromatosis), absorpsi besi menurun
akibat meningkatnya jumlah hepsidin. Namun, hal ini tidak terjadi pada penderita thalassemia-
berat karena diduga faktor plasma menggantikan mekanisme tersebut dan mencegah terjadinya
produksi hepsidin sehingga absorpsi besi terus berlangsung meskipun penderita dalam keadaan
iron overload.
Efek hepsidin terhadap siklus besi dilakukan melalui kerja hormon lain bernama
ferroportin, yang mentransportasikan besi dari enterosit dan makrofag menuju plasma dan
menghantarkan besi dari plasenta menuju fetus. Ferroportin diregulasi oleh jumlah penyimpanan
besi dan jumlah hepsidin. Hubungan ini juga menjelaskan mengapa penderita dengan
thalassemia- yang memiliki jumlah besi yang sama memiliki jumlah ferritin yang berbeda
sesuai dengan apakah mereka mendapat transfusi darah teratur atau tidak. Sebagai contoh,
penderita thalassemia- intermedia yang tidak mendapatkan transfusi darah memiliki jumlah
ferritin yang lebih rendah dibandngkan dengan penderita yang mendapatkan transfusi darah
secara teratur, meskipun keduanya memiliki jumlah besi yang sama.
Kebanyakan besi non-heme pada individu yang sehat berikatan kuat dengan protein
pembawanya, transferrin. Pada keadaan iron overload, seperti pada thalassemia berat, transferrin
tersaturasi, dan besi bebas ditemukan di plasma. Besi ini cukup berbahaya karena memiliki
material untuk memproduksi hidroksil radikal dan akhirnya akan terakumulasi pada organ-organ,
seperti jantung, kelenjar endokrin, dan hati, mengakibatkan terjadinya kerusakan pada organorgan tersebut (organ damage).2
KLASIFIKASI
Thalassemia adalah grup kelainan sintesis hemoglobin yang heterogen akibat
pengurangan

produksi

satu

atau

lebih

rantai

globin.

Hal

ini

menyebabkan

ketidakseimbangan produksi rantai globin.

16

Sebagaimana telah disebutkan di atas, secara garis besar terdapat dua tipe utama
thalassemia yaitu thalassemia dan thalassemia. Selain itu juga terdapat tipe thalassemia lain
seperti thalassemia intermediate.
Tabel 2. Perbedaan Thalassemia dan Thalassemia
Abnormalitas genetic

Sindroma klinik

Thalassemia
Penghapusan 4 gen- hydrops fetalis

Kematian in utero

Penghapusan 3 gen- penyakit Hb H

Anemia hemolitik

Penghapusan 2 gen ( trait thalasemia )

Sediaan darah mikrositik hipokrom tetapi

Penghapusan 1 gen ( trait thalasemia + )

biasanya tanpa anemia

Thalassemia
Homozigot thalassemia mayor

Anemia berat perlu transfusi darah

Heterzigot- trait thalassemia

Sediaan darah mikrositik hipokrom tetapi


biasanya dengan atau tanpa anemia

Thalassemia intermediate
Sindroma klinik yang disebabkan oleh Anemia hipokrom mikrositik, hepatosejenis lesi genetik

splenomegali, kelebihan beban besi.

Thalassemia diturunkan berdasarkan hukum Mendel, resesif atau ko-dominan.


Heterozigot biasanya tanpa gejala homozigot atau gabungan heterozigot gejalanya lebih berat dari
talasemia atau .2

17

Gambar 9. Persilangan gen orang tua dengan karier Thalassemia

Thalassemia-7
Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis globin- banyak ditemukan
di Afrika, negara di daerah Mediterania, dan sebagian besar Asia. Delesi gen globin-
menyebabkan sebagian besar kelainan ini. Terdapat empat gen globin- pada individu normal,
dan empat bentuk thalassemia- yang berbeda telah diketahui sesuai dengan delesi satu, dua,
tiga, dan semua empat gen ini.
Tabel 3. Thalassemia-
Genotip

Jumlah gen

/
4
-/
3
--/ atau 2

Presentasi Klinis Hemoglobin Elektroforesis


Saat Lahir
> 6 bulan
Normal
N
N
Silent carrier
0-3 % Hb Barts N
Trait thal-
2-10% Hb Barts N

/-
--/-
1
Penyakit Hb H
15-30% Hb Bart
--/-0
Hydrops fetalis
>75% Hb Bart
Ket : N = hasil normal, Hb = hemoglobin, Hb Barts = 4, HbH = 4

Hb H
-

a. Silent carrier thalassemia-


- Merupakan tipe thalassemia subklinik yang paling umum, biasanya ditemukan secara
kebetulan diantara populasi, seringnya pada etnik Afro-Amerika. Seperti telah dijelaskan
-

sebelumnya, terdapat 2 gen yang terletak pada kromosom 16.


Pada tipe silent carrier, salah satu gen pada kromosom 16 menghilang, menyisakan
hanya 3 dari 4 gen tersebut. Penderita sehat secara hematologis, hanya ditemukan adanya

jumlah eritrosit (sel darah merah) yang rendah dalam beberapa pemeriksaan.
Pada tipe ini, diagnosis tidak dapat dipastikan dengan pemeriksaan elektroforesis Hb,
sehingga harus dilakukan tes lain yang lebih canggih. Bisa juga dicari akan adanya
kelainan hematologi pada anggota keluarga (misalnya orangtua) untuk mendukung
18

diagnosis. Pemeriksaan darah lengkap pada salah satu orangtua yang menunjukkan
adanya hipokromia dan mikrositosis tanpa penyebab yang jelas merupakan bukti yang
cukup kuat menuju diagnosis thalasemia.7
b. Trait thalassemia-
- Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah merah yang rendah.
Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen pada satu kromosom 16 atau satu gen
pada masing-masing kromosom. Kelainan ini sering ditemukan di Asia Tenggara,
-

subbenua India, dan Timur Tengah.


Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts ( 4) dapat ditemukan pada
elektroforesis Hb. Lewat umur satu bulan, Hb Barts tidak terlihat lagi, dan kadar Hb A 2
dan HbF secara khas normal.7

Gambar 10. Thalassemia alpha menurut hukum Mendel6

c. Penyakit Hb H
Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin , merepresentasikan thalassemia-
intermedia, dengan anemia sedang sampai berat, splenomegali, ikterus, dan jumlah sel
darah merah yang abnormal. Pada sediaan apus darah tepi yang diwarnai dengan
pewarnaan supravital akan tampak sel-sel darah merah yang diinklusi oleh rantai tetramer
(Hb H) yang tidak stabil dan terpresipitasi di dalam eritrosit, sehingga menampilkan
gambaran golf ball. Badan inklusi ini dinamakan sebagai Heinz bodies.7

19

Gambar 11. Pewarnaan supravital pada sapuan apus darah tepi Penyakit Hb H yang
menunjukkan Heinz-Bodies
d. Thalassemia- mayor
- Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen globin-,
-

disertai dengan tidak ada sintesis rantai sama sekali.


Karena Hb F, Hb A, dan Hb A2 semuanya mengandung rantai , maka tidak satupun dari
Hb ini terbentuk. Hb Barts (4) mendominasi pada bayi yang menderita, dan karena 4
memiliki afinitas oksigen yang tinggi, maka bayi-bayi itu mengalami hipoksia berat.
Eritrositnya juga mengandung sejumlah kecil Hb embrional normal (Hb Portland = 22),

yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen.


Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi yang lahir hidup
meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat hidropik, dengan gagal jantung
kongestif dan edema anasarka berat. Yang dapat hidup dengan manajemen neonatus
agresif juga nantinya akan sangat bergantung dengan transfusi.7

Thalassemia- 8
Sama dengan thalassemia-, dikenal beberapa bentuk klinis dari thalassemia-; antara
lain :
a. Trait thalassemia+ heterozigot (Thalassemia minor)
-

Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan elektroforesis Hb

abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah Hb A2, Hb F, atau keduanya.


Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi
besi dan mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan preparat besi selama waktu yang
panjang. Lebih dari 90% individu dengan trait thalassemia- mempunyai peningkatan
20

Hb-A2 yang berarti (3,4%-7%). Kira-kira 50% individu ini juga mempunyai sedikit
kenaikan HbF, sekitar 2-6%. Pada sekelompok kecil kasus, yang benar-benar khas,
dijumpai Hb A2 normal dengan kadar HbF berkisar dari 5% sampai 15%, yang mewakili
thalassemia tipe .8

Gambar 12. Thalassemia beta menurut Hukum Mendel

Gambar 13. Sapuan darah tepi tampak sel target


b. Thalassemia- homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)
- Keadaan ini rata-rata terjadi pada 1 dari 4 anak bila kedua orang tuanya merupakan
pembawa sifat thalassemia- (tidak ada rantai atau sedikit rantai yang disintesis).
Rantai berlebihan berpresipitasi dalam eritroblas dan eritrosit matur menyebabkan
eritropoiesis inefektif dan hemolisis berat khas untuk penyakit ini. Produksi rantai
-

membantu membersihkan rantai yang berlebih dan memperbaiki keadaan anemia.12


Bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan kedua
kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada penderita ini untuk mencegah
21

kelemahan yang amat sangat dan gagal jantung yang disebabkan oleh anemia. Tanpa
-

transfusi, 80% penderita meninggal pada 5 tahun pertama kehidupan.


Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang menerima transfusi pada
waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan eritropoetik disumsum tulang maupun di
luar sumsum tulang. Tulang-tulang menjadi tipis dan fraktur patologis mungkin terjadi.
Ekspansi masif sumsum tulang di wajah dan tengkorak menghasilkan bentuk wajah yang
khas.

Gambar 14. Deformitas tulang pada thalassemia beta mayor (Facies Cooley)
-

Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan coklat kekuningan. Limpa
dan hati membesar karena hematopoesis ekstrameduler dan hemosiderosis. Pada
penderita yang lebih tua, limpa mungkin sedemikian besarnya sehingga menimbulkan
ketidaknyamanan mekanis dan hipersplenisme sekunder.

Gambar 15. Splenomegali pada thalassemia


-

Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas terlambat atau tidak terjadi
karena kelainan endokrin sekunder. Diabetes mellitus yang disebabkan oleh siderosis
22

pankreas mungkin terjadi. Komplikasi jantung, termasuk aritmia dan gagal jantung
kongestif kronis yang disebabkan oleh siderosis miokardium sering merupakan kejadian
-

terminal.
Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia- homozigot yang tidak
ditransfusi adalah ekstrem. Disamping hipokromia dan mikrositosis berat, banyak
ditemukan poikilosit yang terfragmentasi, aneh (sel bizarre) dan sel target. Sejumlah
besar eritrosit yang berinti ada di darah tepi, terutama setelah splenektomi. Inklusi
intraeritrositik, yang merupakan presipitasi kelebihan rantai , juga terlihat pasca
splenektomi. Kadar Hb turun secara cepat menjadi < 5 gr/dL kecuali mendapat transfusi.
Kadar serum besi tinggi dengan saturasi kapasitas pengikat besi (iron binding capacity).
Gambaran biokimiawi yang nyata adalah adanya kadar HbF yang sangat tinggi dalam
eritrosit.8

c. Karier Thalassemia
Hampir tanpa gejala, dengan anemia ringan, dan jarang didapatkan splenomegali.
Didapatkan penurunan ringan kadar Hb, dengan penurunan MCH dan MCV yang
bermakna. Apusan darah memperlihatkan hipokromik, mikrositik, dan basophillic
stippling dalam berbagai tingkatan. Pada 4-6% kasus, HbA2 meningkat 2 kali normal,
50% kasus memperlihatkan peningkatan HbF.3,4
d. Thalassemia Intermedia
Individu dengan thalassemia intermedia menunjukkan gejala klinis lebih lama dibanding
thalassemia mayor, mengalami anemia yang lebih ringan, dan secara definisi tidak
membutuhkan transfusi. Istilah thalassemia beta intermedia dipakai mulai kondisi yang
hampir seberat thalassemia beta, dengan anemiaberat dan gangguan pertumbuhan sampai
kondisi yang hampir seringan karier thalassemia yang hanya bisa diketahui dari
pemeriksaan rutin hematologi. Pada varian yang lebih berat didapatkan gangguan
pertumbuhan, perubahan tulang, dan gagal tumbuh sejak awal, penatalaksanaannya tidak
dibedakan dengan thalassemia yang bergantung transfusi. Pada kasus lain didapatkan
pasien dengan tumbuh kembangyang baik, keadaan yang hampir stabil dan splenomegali
ringan maupun sedang disertai anemia ringan. Pada pasien ini komplikasi bisa timbul
seiring bertambahnya umur. Hipertrofi sumsum eritroid dengan kemungkinan
eritropoiesis ekstrameduler yang merupakan mekanisme kompensasi dari anemia kronik
23

umumnya ditemukan. Konsekuensi dari hal ini diantaranya adalah perubahan tulang,
osteoporosis progresif, sampai fraktur spontan, luka di kaki, defisiensi folat,
hipersplenisme, anemia progresif, dan efek penimbunan zat besi karena peningkatan
absorbsi di saluran cerna.3
e. Thalassemia dengan varian structural globin
GEJALA KLINIS (STADIUM THALASSEMIA)9
Gejala klinis pada thalassemia hampir semua sama, yang membedakan adalah tingkat
keparahannya, dari ringan (asimptomatik) sampai parahnya gejala. Gejala klinis biasa berupa
tanda-tanda anemia seperti pucat, lemah, letih, lesu, tidak aktif beraktifitas atau jarang bermain
dengan teman seusianya, sesak nafas kurang konsentrasi, sering pula disertai dengan kesulitan
makan, gagal tumbuh, infeksi berulang dan perubahan tulang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
facies Cooley, konjungtiva anemis, bentuk tulang yang abnormal, pembesaran lien dan atau
hepar.
Terdapat suatu sistem pembagian stadium thalassemia berdasarkan jumlah kumulatif
transfusi darah yang diberikan pada penderita untuk menentukan tingkat gejala yang melibatkan
kardiovaskuler dan untuk memutuskan kapan untuk memulai terapi khelasi pada pasien dengan
thalassemia- mayor atau intermedia. Pada sistem ini, pasien dibagi menjadi tiga kelompok,
yaitu :
1. Stadium I
Merupakan mereka yang mendapat transfusi kurang dari 100 unit Packed Red Cells
(PRC). Penderita biasanya asimtomatik, pada echokardiogram (ECG) hanya ditemukan
sedikit penebalan pada dinding ventrikel kiri, dan elektrokardiogram (EKG) dalam 24
jam normal.
2. Stadium II
Merupakan mereka yang mendapat transfusi antara 100-400 unit PRC dan memiliki
keluhan lemah-lesu. Pada ECG ditemukan penebalan dan dilatasi pada dinding ventrikel
kiri. Dapat ditemukan pulsasi atrial dan ventrikular abnormal pada EKG dalam 24 jam.
3. Stadium III
Gejala berkisar dari palpitasi hingga gagal jantung kongestif, menurunnya fraksi ejeksi
pada ECG. Pada EKG dalam 24 jam ditemukan pulsasi prematur dari atrial dan
ventrikular.

24

Tabel 4. Perbedaan Klinis Thalassemia

DIAGNOSIS BANDING
Thalassemia sering kali didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi Fe, hal ini
disebabkan oleh karena kemiripan gejala yang ditimbulkan, dan gambaran eritrosit mikrositik
hipokrom. Namun kedua penyakit ini dapat dibedakan, karena pada anemia defisiensi Fe
didapatkan : 10
-

Pucat tanpa organomegali

SI rendah

TIBC meningkat

Tidak tedapat besi dalam sumsum tulang

Bereaksi baik dengan pengobatan dengan preparat besi

25

Gambar 16. Apusan darah tepi defisiensi besi


Anemia sideroblastik dimana didapatkan pula gambaran apusan darah tepi mikrositik
hipokrom dan gejala-gejala anemia, yang membedakan dengan thalassemia adalah kadar besi
dalam darah tinggi, kadar TIBC (Total Iron Binding Capacity) normal atau meningkat sedangkan
pada thalassemia kadar besi dan TIBC normal.
Dapat juga dibandingkan dengan anemia defisiensi G6PD, dimana enzim ini bekerja
untuk mencegah kerusakan eritrosit akibat oksidasi. Merupakan salah satu anemia hemolitik
juga. Dapat dibedakan dengan thalassemia dengan gambaran apusan darah tepi dimana pada
defisiensi G6PD nomositik-normokrom dan pemeriksaan enzim G6PD.
Thalassemia juga didiagnosis banding dengan jenis thalassemia lainnya, yang memberi
gambaran klinis yang sama. Namun pada pemeriksaan elektroforesis hemoglobin dapat diketahui
jenis thalassemia atau thalassemia . Pada thalassemia dengan HbH ditemukan jaundice,
kecenderungan terjadinya batu empedu dan splenomegali.9 HbH disease dapat dibedakan
berdasarkan analisis hemoglobin menunjukkan beberapa HbA dan pita spesifik HbH (tetramer
dari 4 rantai globin).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium yang perlu untuk menegakkan diagnosis thalassemia ialah:
1.

Darah2

Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita thalasemia adalah:
26

Darah rutin
Kadar hemoglobin menurun. Dapat ditemukan penurunan jumlah eritrosit, peningkatan
jumlah lekosit, ditemukan pula peningkatan dari sel PMN. Bila terjadi hipersplenisme
akan terjadi penurunan dari jumlah trombosit.
Hitung retikulosit
Hitung retikulosit meningkat antara 2-8 %.
Gambaran darah tepi
Anemia pada thalassemia mayor mempunyai sifat mikrositik hipokrom. Pada gambaran
sediaan darah tepi akan ditemukan retikulosit, poikilositosis, tear drops sel dan target
sel.

Gambar 17. Sapuan darah tepi pada thalassemia


Serum Iron & Total Iron Binding Capacity
Kedua pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan anemia terjadi
karena defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi SI akan menurun, sedangkan TIBC
akan meningkat.
Tes Fungsi Hepar
Kadar unconjugated bilirubin akan meningkat sampai 2-4 mg%. bila angka tersebut
sudah terlampaui maka harus dipikir adanya kemungkinan hepatitis, obstruksi batu
empedu dan cholangitis. Serum SGOT dan SGPT akan meningkat dan menandakan
adanya kerusakan hepar. Akibat dari kerusakan ini akan berakibat juga terjadi kelainan
dalam faktor pembekuan darah.
2. Elektroforesis Hb2
Diagnosis

definitif

ditegakkan

dengan

pemeriksaan

eleltroforesis

hemoglobin.

Pemeriksaan ini tidak hanya ditujukan pada penderita thalassemia saja, namun juga pada orang
27

tua, dan saudara sekandung jika ada. Pemeriksaan ini untuk melihat jenis hemoglobin dan kadar
HbA2. Petunjuk adanya thalassemia adalah ditemukannya Hb Barts dan Hb H. Pada
thalassemia kadar Hb F bervariasi antara 10-90%, sedangkan dalam keadaan normal kadarnya
tidak melebihi 1%.
3. Pemeriksaan sumsum tulang2
Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang sangat aktif sekali.
Ratio rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8. pada keadaan normal biasanya nilai
perbandingannya 10 : 3.

Gambar 18. Sapuan sumsum tulang


May-Giemsa stain, x100

4. Pemeriksaan rontgen5
Ada hubungan erat antara metabolisme tulang dan eritropoesis. Bila tidak mendapat
tranfusi dijumpai osteopeni, resorbsi tulang meningkat, mineralisasi berkurang, dan dapat
diperbaiki dengan pemberian tranfusi darah secara berkala. Apabila tranfusi tidak optimal
terjadi ekspansi rongga sumsum dan penipisan dari korteknya. Trabekulasi memberi gambaran
mozaik pada tulang. Tulang terngkorak memberikan gambaran yang khas, disebut dengan
hair on end yaitu menyerupai rambut berdiri potongan pendek pada anak besar.

28

Gambar 19. Gambar rontgen kepala Hair on end dan tulang panjang yang terjadi
penipisan korteks.
5. EKG dan echocardiography untuk mengetahui dan memonitor keadaan jantungnya. Kadang
ditemukan jantung yang kardiomegali akibat anemianya.
6. HLA typing untuk pasien yang akan di transplantasi sumsum tulang.
7. Pemeriksaan mata, pendengaran, fungsi ginjal dan test darah rutin untuk memonitor efek
terapi desferioksamin (DFO) dan shelating agent.9
KOMPLIKASI
Splenomegali. Limpa sebagai tempat perombakan eritrosit yang telah terdestruksi bekerja
lebih keras sehingga menyebabkan pembesaran limpa yang makin memburuk. Hal ini
kemudian dapat menyebabkan terjadinya hipersplenisme dimana fungsi limpa tidak
terkontrol dengan baik, sehingga dapat mendestruksi sel darah yang lain seperti leukosit dan
trombosit yang berujung pada terjadinya pansitopenia.
Anak dengan thalassemia mayor dengan transfusi yang tidak adekuat dapat menyebabkan
pertumbuhan terhambat (eritropoiesis inefektif menyebabkan metabolic rate meningkat) dan
mudah terinfeksi, hepatosplenomegali, penipisan cortex tulang dan mudah fraktur.
Hemosiderosis akibat pemberian transfusi, sehingga kadar serum besi yang berlebihan. Hal
tersebut dikarenakan eritropoiesis yang terjadi pada thalassemia menyebabkan peningkatan
absorpsi besi karena adanya downregulation (menurunkan fungsi) HAMP gen, yang
memproduksi hormon dari hepar yaitu hepcidin. Hepcidin merupakan regulator utama bagi
zat besi. Hepcidin meregulasi absorpsi besi dari diet, konsentrasi besi plasma dan distribusi
29

besi ke jaringan. Hepcidin bekerja dengan cara mendegradasi reseptor untuk eksporter besi
seluler yaitu ferroportin. Jika ferroportin terdegradasi, aliran zat besi dari mukosal intestine
menuju plasma menjadi berkurang. Dari makrofag dan hepatosit mempengaruhi kadar ion
besi yang rendah. Sehingga apabila terjadi defisiensi hepcidin, absorpsi besi meningkat dan
terdeposit didalam makrofag.12
Deposit besi yang berlebihan dapat tertimbun di banyak jaringan tubuh seperti hati (fatty
liver, sirosis hepatis), organ endokrin (dengan kegagalan pertumbuhan, pubertas terhambat
atau tidak terjadi, diabetes melitus, hipotiroidisme, hipoparatiroidisme, osteoporosis), pada
otot jantung (menimbulkan kegagalan jantung), sendi (nyeri sendi), kulit (hiperpigmentasi).
Congestive heart failure dan cardiac aritmia pada transfusi tanpa chelating agent.
Limpa sebagai tempat perombakan eritrosit yang telah terdestruksi bekerja lebih keras
sehingga menyebabkan pembesaran limpa yang makin memburuk. Hal ini kemudian dapat
menyebabkan terjadinya hipersplenisme dimana fungsi limpa tidak terkontrol dengan baik,
sehingga dapat mendestruksi sel darah yang lain seperti leukosit dan trombosit yang
berujung pada terjadinya pansitopenia.
Wanita dengan fetus -thalassemia meningkatkan komplikasi pada kehamilan karena
toksikemia dan peradarahan post partum.10

TERAPI
Penderita trait thalassemia tidak memerlukan terapi ataupun perawatan lanjut setelah
diagnosis awal dibuat. Terapi preparat besi sebaiknya tidak diberikan kecuali memang dipastikan
terdapat defisiensi besi dan harus segera dihentikan apabila nilai Hb yang potensial pada
penderita tersebut telah tercapai. Diperlukan konseling pada semua penderita dengan kelainan
genetik, khususnya mereka yang memiliki anggota keluarga yang berisiko untuk terkena
penyakit thalassemia berat.
Penderita thalassemia berat membutuhkan terapi medis, dan regimen transfusi darah
merupakan terapi awal untuk memperpanjang masa hidup. Transfusi darah harus dimulai pada
usia dini ketika anak mulai mengalami gejala dan setelah periode pengamatan awal untuk
menilai apakah anak dapat mempertahankan nilai Hb dalam batas normal tanpa transfusi.
a. Transfusi Darah 4
30

Transfusi darah bertujuan untuk mengoreksi anemis, menekan eritropoesis, dan


menghambat absorpsi besi di saluran gastrointestinal, dimana agar mempertahankan

nilai Hb tetap pada level 9-9.5 gr/dL sepanjang waktu.


Indikasi untuk memberikan transfusi transfusi pada pasien thalassemia adalah bila
ditemukan anemia berat (Hb <7 g/ dL selama > 2 minggu, menghilangkan faktor
penyebab lain, misalnya infeksi). Pada pasien dengan Hb 7g/ dL juga tetap dapat
diberikan

transfusi

melihat

keadaan

lainnya,

misalnya

perubahan

wajah,

pertumbuhan yang terhambat, splenomegali yang semakin bertambah. Bila


memungkinkan, keputusan untuk memulai transfusi regular tidak ditunda sampai
tahun kedua ketiga kehidupan mengingat adanya resiko terbentuknya antibodi
multipel terhadap sel darah merah sehingga sulit untuk mencari donor yang sesuai.
Hb post transfusi diharapkan mencapai 13-14 g/dL. Hb pada kadar ini
menghindarkan terjadinya kegagalan tumbuh, kerusakan organ, dan deformitas

tulang.
Pada pasien yang membutuhkan transfusi darah reguler, maka dibutuhkan suatu studi
lengkap untuk keperluan pretransfusi. Pemeriksaan tersebut meliputi fenotip sel

darah merah, vaksinasi hepatitis B (bila perlu), dan pemeriksaan hepatitis.


Darah yang akan ditransfusikan harus rendah leukosit; 10-15 mL/kg PRC dengan
kecepatan 5 mL/kg/jam setiap 3-5 minggu (sekitar 2-4 minggu sekali) biasanya

merupakan regimen yang adekuat untuk mempertahankan nilai Hb yang diinginkan.


Pertimbangkan pemberikan asetaminofen dan difenhidramin sebelum transfusi untuk
mencegah demam dan reaksi alergi.

Komplikasi Transfusi Darah 4


Komplikasi utama dari transfusi adalah yang berkaitan dengan transmisi bahan infeksius
ataupun terjadinya iron overload. Penderita thalassemia mayor biasanya lebih mudah untuk
terkena infeksi dibanding anak normal, bahkan tanpa diberikan transfusi. Beberapa tahun lalu,
25% pasien yang menerima transfusi terekspose virus hepatitis B. Saat ini, dengan adanya
imunisasi, insidens tersebut sudah jauh berkurang. Virus Hepatitis C (HCV) merupakan
penyebab utama hepatitis pada remaja usia di atas 15 tahun dengan thalassemia. Infeksi oleh
organisme opurtunistik dapat menyebabkan demam dan enteriris pada penderita dengan iron
overload, khususnya mereka yang mendapat terapi khelasi dengan Desferioksamin (DFO).
31

Demam yang tidak jelas penyebabnya, sebaiknya diterapi dengan Gentamisin dan TrimetoprimSulfametoksazol.
b. Terapi Khelasi (Pengikat Besi) 4

Apabila diberikan sebagai kombinasi dengan transfusi, terapi khelasi digunakan


untuk mengatasi kelebihan besi akibat hemolisis berlebihan, Dimana 400 ml darah
yang ditranfusikan mengandung sekitar 200 mg zat besi. Zat besi ini tidak bisa
dikeluarkan dari darah karena merupakan bagian dari hemoglobin yang diperlukan
tubuh, hanya dapat mengeluarkan sedikit jumlah zat besi dengan kemampuan tubuh
sendiri, sehingga jika mendapat transfusi teratur, zat besi akan menumpuk dalam
tubuh dan tersimpan dalam organ tertentu, khususnya hati, jantung dan kelenjar
endokrin. Dengan terapi kelasi dapat menunda onset dari kelainan jantung pada

beberapa pasien, bahkan dapat mencegah kelainan jantung tersebut.


Terapi kelasi besi secara umum harus dimulai setelah kadar feritin serum mencapai
1000 g/L, yaitu kira-kira 10-20 kali transfusi ( 1 tahun).
Terdapat beberapa obat kelasi besi yang bisa digunakan secara teratur, yaitu:
1. Deferoksamin (DFO). Dosis standar adalah 40 mg/kgBB melalui infus subkutan
dalam 8-12 jam dengan menggunakan pompa portabel kecil selama 5 atau 6
malam/minggu. Lokasi infus yang umum adalah di abdomen, daerah deltoid,
maupun

paha

lateral.

Penderita

yang

menerima

regimen

ini

dapat

mempertahankan kadar feritin serum < 1000 g/L. Efek samping yang mungkin
terjadi adalah toksisitas retina, pendengaran, gangguan tulang dan pertumbuhan,
reaksi lokal dan infeksi. DOF dapat diberikan melalui kantung infus sebanyak
1-2 gram untuk tiap unit darah yang ditransfusikan, melalui infus subkutan
dengan dosis 20-40mg/kg/hari selama 8-12 jam saat pasien tidur selama 5-7
hari/minggu.12
2. Deferipron (L1). Terapi standar biasanya menggunakan dosis 75 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 3 dosis. Kelebihan deferipron dibanding deferoksamin adalah efek
proteksinya terhadap jantung. Anderson dkk menemukan bahwa pasien
thalassemia yang menggunakan deferipron memiliki insiden penyakit jantung
dan kandungan besi jantung yang lebih rendah daripada mereka yang
menggunakan deferoksamin. Meskipun begitu, masih terdapat kontroversi
32

mengenai keamanan dan toksisitas deferipron sebab deferipron dilaporkan


dapat menyebabkan agranulositosis, artralgia, kelainan imunologi, dan fibrosis
hati. Saat ini deferipron tidak tersedia lagi di Amerika Serikat
3. Deferasirox (ICL-670). Deferasirox adalah obat kelasi besi oral yang baru saja
mendapatkan izin pemasaran di Amerika Serikat pada bulan November 2005.
Terapi standar yang dianjurkan adalah 20-30 mg/kgBB/hari dosis tunggal.
Deferasirox menunjukkan potensi 4-5 kali lebih besar dibanding deferoksamin
dalam memobilisasi besi jaringan hepatoseluler, dan efektif dalam mengatasi
hepatotoksisitas. Efek samping yang mungkin terjadi adalah sakit kepala, mual,
diare, dan ruam kulit

Tabel 5. Efek samping Terapi Kelasi


c. Transplantasi Sel Stem Hematopoetik (TSSH) 4
TSSH merupakan satu-satunya yang terapi kuratif untuk thalassemia yang saat ini
diketahui. Prognosis yang buruk pasca TSSH berhubungan dengan adanya hepatomegali, fibrosis
portal, dan terapi khelasi yang inefektif sebelum transplantasi dilakukan. Prognosis bagi
penderita yang memiliki ketiga karakteristik ini adalah 59%, sedangkan pada penderita yang
tidak memiliki ketiganya adalah 90%. Meskipun transfusi darah tidak diperlukan setelah
transplantasi sukses dilakukan, individu tertentu perlu terus mendapat terapi khelasi untuk
menghilangkan zat besi yang berlebihan. Waktu yang optimal untuk memulai pengobatan
tersebut adalah setahun setelah TSSH. Prognosis jangka panjang pasca transplantasi , termasuk
fertilitas, tidak diketahui. Biaya jangka panjang terapi standar diketahui lebih tinggi daripada
biaya transplantasi. Kemungkinan kanker setelah TSSH juga harus dipertimbangkan.
d. Terapi Bedah 4
Splenektomi merupakan prosedur pembedahan utama yang digunakan pada pasien
dengan thalassemia. Limpa diketahui mengandung sejumlah besar besi nontoksik (yaitu, fungsi
33

penyimpanan). Limpa juga meningkatkan perusakan sel darah merah dan distribusi besi. Faktafakta ini harus selalu dipertimbangkan sebelum memutuskan melakukan splenektomi. Limpa
berfungsi sebagai penyimpanan untuk besi nontoksik, sehingga melindungi seluruh tubuh dari
besi tersebut. Pengangkatan limpa yang terlalu dini dapat membahayakan.
Sebaliknya, splenektomi dibenarkan apabila limpa menjadi hiperaktif, menyebabkan
penghancuran sel darah merah yang berlebihan dan dengan demikian meningkatkan kebutuhan
transfusi darah, menghasilkan lebih banyak akumulasi besi.
Splenektomi dapat bermanfaat pada pasien yang membutuhkan lebih dari 200-250 mL/kg
PRC per tahun untuk mempertahankan tingkat Hb 10 gr/dL karena dapat menurunkan kebutuhan
sel darah merah sampai 30%.
Risiko yang terkait dengan splenektomi minimal, dan banyak prosedur sekarang
dilakukan dengan laparoskopi. Biasanya, prosedur ditunda bila memungkinkan sampai anak
berusia 4-5 tahun atau lebih. Pengobatan agresif dengan antibiotik harus selalu diberikan untuk
setiap keluhan demam sambil menunggu hasil kultur. Dosis rendah Aspirin setiap hari juga
bermanfaat jika platelet meningkat menjadi lebih dari 600.000 / L pasca splenektomi.
e. Transplantasi sumsum tulang 4
Transplantasi sumsum tulang untuk talasemia pertama kali dilakukan tahun 1982.
Transplantasi sumsum tulang merupakan satu-satunya terapi definitive untuk talasemia. Jarang
dilakukan karena mahal dan sulit.
f. Diet thalasemia 11,12
Pasien dianjurkan menjalani diet normal, dengan suplemen sebagai berikut :
-

Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian khelasi besi. Dibutuhkan untuk

dapat membantu meningkatkan ekskresi besi yang disebabkan oleh DFO.


Asam Folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat. Asam folat
merupakan vitamin B yang dapat membantu pembentukan sel darah merah yang

sehat.
Vitamin E 200-400 IU setiap hari.
34

Sebaiknya zat besi tidak diberikan, dan makanan yang kaya akan zat besi juga dihindari
karena absorpsi besi dari makanan meningkat pada Thalasemia. Kopi dan teh diketahui dapat
membantu mengurangi penyerapan zat besi di usus.

Gambar 20. Terapi dan Komplikasi Pada Thalassemia.

35

PENCEGAHAN
Ada 2 pendekatan untuk menghindari thalassemia:
o Karena karier thalassemia bisa diketahui dengan mudah, skrinning populasi dan
konseling tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot menikah, 1 dari 4 anak
mereka bisa menjadi homozigot atau gabungan heterozigot.
o Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangannya bisa diperiksa dan bila
termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis prenatal dan terminasi kehamilan
pada fetus dengan thalassemia berat.
o Bila populasi tersebut menghendaki pemilihan pasangan, dilakukan skrinning premarital
yang bisa dilakukan di sekolah anak. Penting menyediakan program konseling verbal
maupun tertulis mengenai skrinning.
Alternatif lain bisa juga dilakukan pemeriksaan terhadap setiap wanita hamil berdasar ras,
melalui ukuran eritrosit, kadar Hb A2 (meningkat pada thalassemia-). Bila kadarnya normal,
pasien dikirim ke pusat yang bisa menganalisis rantai .4

PROGNOSIS
Prognosis bergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari thalassemia. Seperti dijelaskan
sebelumnya, kondisi klinis penderita thalassemia sangat bervariasi dari ringan bahkan
asimptomatik hingga berat dan mengancam jiwa, tergantung pula pada terapi dan komplikasi
yang terjadi. Bayi dengan thalassemia mayor kebanyakan lahir mati atau lahir hidup dan
meninggal dalam beberapa jam. Anak dengan thalassemia dengan transfusi darah biasanya hanya
bertahan sampai usia 20 tahun, biasanya meninggal karena penimbunan besi.9

BAB III
KESIMPULAN
36

Thalassemia adalah gangguan pembuatan hemoglobin yang diturunkan.


Thalassemia ditemukan tersebar di seluruh ras di Mediterania, Timur Tengah, India sampai Asia
Tenggara. Thalassemia memiliki dua tipe utama berdasarkan rantai globin yang hilang pada
hemoglobin individu yaitu Thalassemia- dan thalassemia-, yang nantinya akan dibagi lagi
menjadi beberapa subtipe berdasarkan derajat mutasi (secara genetik) ataupun berat ringannya
gejala. Thalassemia diturunkan berdasarkan hukum Mendel, resesif atau ko-dominan.
Heterozigot biasanya tanpa gejala, sedangkan homozigot atau gabungan heterozigot gejalanya
lebih berat dari thalassemia dan . Gejala klinis biasa berupa tanda-tanda anemia seperti pucat,
lemah,letih,lesu, tidak aktif beraktifitas atau jarang bermain dengan teman seusianya, sesak nafas
kurang konsentrasi, sering pula disertai dengan kesulitan makan, gagal tumbuh, infeksi berulang
dan perubahan tulang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan facies Cooley, conjungtiva anemis,
bentuk tulang yang abnormal, pembesarah lien dan atau hepar. Terapi thalassemia antara lain
adalah terapi transfusi, terapi pengikat besi (khelasi), splenektomi, dan transplantasi sumsum
tulang. Masing-masing terapi memiliki kriteria dan efek samping tertentu sehingga perlu
dipertimbangkan secara seksama. Konseling mengenai thalassemia sangat diperlukan untuk
skrining dan pemahaman terhadap penderita. Sampai saat ini, penderita thalassemia yang berat
biasanya tidak dapat bertahan hingga mencapai usia dewasa normal meskipun kemungkinan ini
tidak tertutup sama sekali.

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman Richard E., Kliegman Robert, Arvin Ann M., et al. Kelainan Hemoglobin:
Sindrom Thalassemia. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Volume 2. Edisi ke-15. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001. Hal 1708-1712.
37

2. Yaish

Hassan

M.

Thalassemia.

April

30,

2010.

Available

at

http://emedicine.medscape.com/article/958850-overview. Accessed on: July 05, 2014.

3. Permono, Bambang H., Sutaryo, Ugrasena, IDG. Sel darah merah: Eritropoisis. Buku Ajar
Hematologi- Onkologi Anak. Cetakan ketiga. Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta : 2010. Hal
1-6, 16-23.
4. Permono, Bambang H., Sutaryo, Ugrasena, IDG. Hemoglobin Abnormal: Talasemia. Buku
Ajar Hematologi- Onkologi Anak.. Cetakan ketiga. Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta : 2010.
Hal 64-84.
5. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Hematologi. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universita
Indonesia: Bagian Ilmu Kesehatan Anak.
6. U.S Department of Health & Human

Services.

Thalassemias. Available

http://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/Thalassemia/Thalassemia_Causes.html.

on: July 05, 2014.


7. Bleibel, SA. Thalassemia

Alpha.

August

26,

2009.

at:

Accessed

Available

at

at

http://emedicine.medscape.com/article/206397-overview Accessed on: July 07, 2014.

8. Takeshita,

K.

Thalassemia

Beta.

September

27,

2010.

Available

http://emedicine.medscape.com/article/206490-overview Accessed on: July 07, 2014.


9. Yaish Hassan M. Thalassemia: Differential diagnoses & Workup. April 30, 2010. Available

at : http://emedicine.medscape.com/article/958850-diagnosis
10. Hay WW, Levin MJ. Hematologic Disorders. Current Diagnosis and Treatment in
Pediatrics. 18th Edition. New York : Lange Medical Books/ McGraw Hill Publishing
Division ; 2007. Hal 841-845.
11. Haut, A., Wintrobe MM. The hemoglobinopathies and thalassemias. Forfar and Arneils
Textbook of Paediatrics. Edisi 7. Chruchill Livingstone. 2010. Hal 1621-1632.
12. Hoffbrand A.V., Pettit J.E., Moss P.A.H., Kelainan Genetik Pada Hemoglobin. In: Kapita

Selekta Hematologi. Edisi 4. Jakarta: EGC,2005. p.72-3

38

You might also like