Professional Documents
Culture Documents
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika
Badan Litbang SDM - Kementerian Komunikasi dan Informatika
2014
siapa
dengan
sengaja
dan
tanpa
hak
Editor:
Adi Indrayanto, PhD (Pusat Mikroelektronika ITB)
Editor:
Adi Indrayanto, PhD
Design Sampul:
Ronaldi Wijaya
Layout Isi:
Riza Azmi
Penerbit:
Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Kementerian Komunikasi dan Informatika
Gedung B Lantai 4, Medan Merdeka Barat 9, Jakarta, 10110
e-mail : puslitbang.sdppi@mail.kominfo.go.id
Telp./fax: +62 21 348 33640
Percetakan
Dicetak oleh PT. , isi diluar tanggung jawab Percetakan
Cetakan pertama, Desember 2014. Kota: Jakarta, Indonesia
Diterbitkan pertama kali oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Puslitbang SDPI Kementerian
Kementerian Komunikasi dan Informatika 2014
Ringkasan Eksekutif
Perkembangan telekomunikasi di Indonesia berkontribusi positif dan langsung
terhadap penerimaan negara baik dari sisi APBN maupun PNBP dengan ratarata 10 Triliun rupiah setiap tahun. Namun jika dilihat dari sisi lain,
perkembangan telekomunikasi menimbulkan defisit neraca perdagangan
yang disebabkan oleh impor perangkat telekomunikasi yang relatif besar
dibandingkan dengan penerimaan negara di sektor ini yaitu sekitar 24 Triliun
rupiah.
Studi
ini
bertujuan
memetakan
Industri
perangkat
handset
telekomunikasi seluler dilihat dari value-chain industri ini dan melihat potensi
industri lokal dalam rangka mengurangi defisit tersebut.
Dari hasil studi ini, Industri perangkat telekomunikasi Indonesia secara umum
dapat dibagi menjadi 3 entitas besar yaitu Industri Perangkat Customer
Premises Equipment (CPE) Telekomunikasi, Industri Jaringan Telekomunikasi
dan Industri Konten atau Over the Top. Secara elemen value-chain, Industri
CPE telekomunikasi Indonesia sudah tergolong lengkap namun masih bertipe
relational dimana ketergantungan kuat antara merk dan manufaktur. Untuk
mengurangi biaya produksi, pemerintah perlu mendorongnya ke tipe value
chain modular dengan mengintensifkan masing-masing value-chain.
modal asing. Dalam rangka mengurangi Degree of Asimetry untuk pasar ini
pemerintah dapat mendorong dari tipe Hierarcy ke Captive dengan cara
menarik industri berbasis R&D ke Indonesia. Indonesia sendiri juga memiliki
potensi untuk pembuatan perangkat jaringan telekomunikasi ini dilihat dari
portofolio yang ada.
Beberapa rekomendasi dari studi ini agar industri perangkat telekomunikasi
dapat berkembang yaitu dengan mendorong industri dari manufaktur ke
industri berbasis inovasi salah satunya dengan mengubah kebijakan TKDN
yang berbasis komponen menjadi TKDN berbasis inovasi. Selain itu, untuk
mencegah tingginya degree of asimetry dalam value-chain industri ini
pemerintah harus menggeser tipe value-chain di industri ini dengan
mendorong tumbuhnya value-network seperti mendorong industri kreatif.
Pemerintah juga perlu memberikan insentif melalui PNBP di sektor yang sama
dengan skema Carrot Incentive. Selain itu, pemerintah perlu mensiasati
barrier-to-entry dengan rekomendasi membuat konsorsium industri dan
memasukkannya ke dalam industri pertahanan di bidang telekomunikasi.
Kata Kunci: rantai nilai, modularitas produk, jaringan nillai, industri perangkat
handset telekomunikasi seluler
ii
melaksanakan
kegiatan
Pemetaan
Industri
Perangkat
Sunarno
iii
iv
vi
Daftar Isi
vii
viii
ix
Latar Belakang
Pertumbuhan industri telekomunikasi di Indonesia dari tahun ke tahun
semakin meningkat. Hal ini ditunjukkan dari pertumbuhan jumlah pelanggan
telekomunikasi terutama dari industri telekomunikasi bergerak seluler yang
terus bertambah sejak tahun 2006. Data dari Kementerian Komunikasi dan
Informatika menunjukkan bahwa jumlah pelanggan pada industri ini tahun
2006 sebesar 63 juta pelanggan dimana 5 tahun setelahnya meningkat
menjadi 211 juta pelanggan atau sebesar hampir 4 kali lipatnya [1].
Pertumbuhan industri telekomunikasi bergerak seluler ini juga berdampak
positif terhadap penerimaan negara. Menurut Direktorat Jenderal Sumber
Daya dan Perangkat Pos dan Informatika [2], kontribusi industri ini terhadap
pendapatan negara pada tahun 2013 sebesar 0.76% penerimaan total
negara atau sebesar 3.10% dari total PNBP ke negara. Peningkatan ini
sebagian besar dipengaruhi oleh permintaan terhadap akses data mobile,
sehingga sumbangan terhadap PNBP dari sektor permintaan lisensi frekuensi
meningkat tajam. Sejak tahun 2008 sampai dengan 2013 dapat dilihat bahwa
penerimaan dari PNBP frekuensi meningkat hampir 50% dimana pada tahun
2013 tercatat di sektor ini tercatat hampir 10,9 trilliun rupiah. Pada satu sisi
sumbangan di sektor ini cukup besar, namun di sisi lain dibandingkan dengan
penerimaan negara yang terkait dengan sektor ini, defisit perdagangan
telekomunikasi yang ditimbulkan terkait perangat telekomunikasi ini cukup
besar dikarenakan hampir sebagian besar Indonesia masih melakukan impor
perangkat untuk memenuhi kebutuhan perangkat ini. Data dari Kementerian
Perdagangan, nilai impor produk ini sebesar USD 2,09 milyar pada tahun 2012,
meningkat pada tahun 2013 sebesar USD 2,5 milyar dan sampai dengan
September 2014 sebesar USD 2,8 milyar.
Peningkatan industri telekomunikasi ini tidak lepas dari tingginya penetrasi
seluler di Indonesia yaitu pada tahun 2010 sebesar 211 juta pelanggan.
Dengan melihat asumsi bahwa pada tahun 2010 jumlah pelanggan sebesar
211 juta, maka diperkirakan jumlah handset untuk kategori industri ini paling
tidak sebesar 211 juta handset yang telah beredar di pasaran, jika 1
pelanggan tersebut setidaknya memiliki 1 handset. Menurut badan survey
GfK, sepanjang tahun 2012, Indonesia menempati posisi pertama di Asia
dalam penjualan pasar handset seluler, dimana 54 juta handset terjual hanya
dalam waktu satu tahun [3].
Pada satu sisi, hal tersebut dapat dinilai sebagai keuntungan tersendiri
dimana Indonesia merupakan salah satu pasar terbesar telekomunikasi di
Indonesia, namun di sisi lain, Industri Telekomunikasi di Indonesia terutama
industri manufaktur dapat dikatakan masih sangat rendah. Dari data [2]
komposisi sertifikasi untuk perangkat telekomunikasi yang masuk ke Indonesia
99,04% merupakan produk manufaktur dari luar negeri dengan komposisi
terbanyak 71.65% perangkat berasal dari negara Tiongkok sementara produk
sertifikasi asli dari Indonesia hanya berjumlah 29 dari 5.503 perangkat
telekomunikasi yang disertifikasi pada tahun tersebut.
Perkembangan industri telekomunikasi seluler ini selain sebagai pasar dari sisi
handset telekomunikasi juga merupakan pasar besar dari perangkat jaringan
telekomunikasi seperti Base Station Seluler. Hal ini dikarenakan selain pasar
potensial dari sisi konsumen yang cukup besar juga luasnya wilayah Indonesia
yang harus dicakup Operator Seluler. Jika dilihat komposisinya, pemain
perangkat jaringan ini seluler ini sebagian besar terdiri dari luar negeri seperti
Huawei,
Nokia
Solution
Network,
Ericson,
ZTE,
dan
Samsung
Telecommunication.
Dari hal tersebut, pada satu sisi industri telekomunikasi tumbuh sangat pesat
di Indonesia namun di sisi lain, jumlah perangkat telekomunikasi lebih banyak
dari
itu, data
dan
informasi
mengenai
Industri
Kompleksitas
Transaksi
Kodifikasi
Transaksi
Kapabilitas
Supply
Market
Modular
Relasional
Captive
Hierarki
Rendah
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Rendah
Tinggi
Rendah
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Rendah
Rendah
Derajat
koordinasi
dan
kemampuan
asimetris
Rendah
Tinggi
Menurut teori tata kelola value-chain [4], struktur value-chain dapat dilihat
dari 3 faktor utama yaitu:
1. Kompleksitas Transaksi, yaitu informasi dan pengetahuan tentang proses
dan spesifikasi produk
2. Kodifikasi Transaksi, yaitu informasi dan pengetahuan yang dapat
diklasifikasikan secara jelas tugas dan fungsinya
3. Kapabilitas Supply, yaitu supplier potensial terkait permintaan kebutuhan
Jika ketiga faktor tersebut dinilai dengan kategori Tinggi dan Rendah, maka
akan terdapat delapan kategori value-chain, dimana 5 diantaranya dapat
dijelaskan dan secara umum terjadi saat ini (Tabel 1) yaitu Market, Modular,
Relasional, Captive dan Hierarki. Jika dijelaskan lebih lanjut derajat koordinasi
dan kemampuan bervariasi antara tipe Market (rendah) ke tipe hierarki
(tinggi) sebagaimana pada Gambar 1, dimana hubungan antarelemen
tersebut dijelaskan.
lainnya yang
lain,
dikarenakan
tingginya
permintaan
terhadap
produk
ini
dalam
rantai
supply
ini
di
industri
perangkat
jaringan
oleh
marketing
(Marketing
Push)
menjadi
keinginan
Design
Vendor 1
Vendor 2
Operating System
Vendor 3
Manufacturing
Vendor 4
Marketing
Vendor 1
Vendor 2
yang dibuat oleh Elgazzar (2012) [11], dimana hubungan ini dilihat dari hasil
evaluasi matriks dalam model dengan pendekatan Analytical Hierarcical
Proces. Dengan arsitektur yang sesuai, Products Modularity juga akan
meningkatkan products reusability dan meminimalkan hal-hal yang tidak
diperlukan sehingga berdampak pada Green Supply Chain atau rantai
supply yang efektif dan efisien [12].
Perusahaan-perusahaan yang melakukan pemisahaan fungsi ini diantaranya
Apple, Microsoft dan HP [9]. Dalam prakteknya, produk iPhone dari Apple,
tidak dimanufaktur oleh Apple sendiri. Dalam konteks ini, Apple hanya
melakukan design house dan merancang tampilan produknya. Perusahaan
yang melakukan manufaktur adalah Foxconn. Di negara-negara yang
menjadi basis pasar Apple, pemasaran dilakukan oleh perusahaan lokal,
sebagai contoh di Indonesia seperti PT. Global Teleshop, PT. Trikomsel atau PT.
Erajaya selaku distributor.
Framework
(Enhanced
Telecommunication
Operation
Map)
Polytron.
2. Industri Perangkat Jaringan Telekomunikasi: PT Hariff Daya Tunggal
Engineering, PT LEN Industri (Persero), PT Industri Telekomunikasi
Indonesia, PT Xirka Silicon Technology, PT Compact Microwave
Indonesia, Versatile Silicon, PT Teknologi Riset Global dan PT. Fusi
Global Teknologi
3. Industri Eksisting yaitu Industri Perangkat Jaringan Telekomunikasi yang
meliputi PT. Huawei Investment Indonesia, Nokia-Solution Network,
dan Samsung Telecommunication.
Pemilihan kriteria informan yaitu mengetahui secara teknis pengembangan
produk
dan
menduduki
jabatan
tertentu
disuatu
instansi
yang
10
Telekomunikasi
Jaringan
Industri
Konsep
Sumber
[7]
Billing Platform
[7], [13]
Network Solution
[13]
Service Management
Sub
[13]
sistem
yang
menyediakan
dukungan
layanan
pengguna
Sub sistem sebagai pemegang merk dan lisensi
[7], [5]
Design House
Arsitektur handset
[9]
System Integrator
[14]
Component Suppliers
Penyedia komponen
[15]
Manufacturing
Assembly produk
[9]
Brand Owner
Pemilik merk
[9]
Investor penjual
[14], [15]
Service Provider
CPE
Chipset
Retailer
11
Gangnes
Model
Generik
(2011) [9]
Penelitian
Design House
Keterangan
Chipset
Design House
Sub sistem pada value chain yang menguasai arsitektur produk yang berhubungan dengan chipset. [9]
ODM
Sub sistem pada value chain yang berhubungan dengan design tampilan suatu produk. Dengan asumsi sistem operasi
mengalami pengerucutan pada sistem operasi tertentu yaitu iOS, Android dan WindowsPhone [16], maka pada
Operating
System
penelitian ini definisi Operating System diganti dengan definisi system integrator. Hal ini dikarenakan Operating System
System
Integrator
yang digunakan tidak dibuat sendiri oleh Sub-System sendiri namun telah disediakan dan dengan menitik beratkan
vendor atau sub-system yang menguasai penggabungan sub-component dalam mendesign tampilan produk. System
Integrator menggabungkan platform, software dan sistem. [14]
Sub-system yang membuat komponen perangkat[15]. Komponen ini mencakup supply material (plastik, logam, gelas),
Suppliers
supply komponen (memory, baterai, core chip, display dan periferal) [17].
Manufacturing
Manufacturing
Marketing
Brand Owner
Marketing
OEM
CM
Component
Sub-elemen yang membeli produk dalam skala besar untuk menjualnya kembali [15]. Walaupun dalam rantai supply
Retailer
sub-elemen ini tidak terlibat dalam proses produksi, namun keberadaannya sebagai pemegang modal berperan
sangat penting dalam skala ekonomi. Sub elemen ini juga didefinisikan sebagai marketing, penjualan dan layanan
purna jual pengguna. [14]
12
0,5
0,5
1
13
10
12
16
0,5
0,5
1
4
21
0,5
0,5
1
4
28
0,5
1
1,5
3
4
35
SMARTPHONE OTHERS
SMARTPHONE WINDOWS PHONE
SMARTPHONE IOS
SMARTPHONE A40 ASA TOUCH
SMARTPHONE BLACKBERRY
SMARTPHONE ANDROID
71
68
MOBILE PHONE
64
59
OCT12DEC12
JAN13 MAR13
AP RL13 JUN13
JUL13-SEP13
55
OCT13DEC13
13
4,7
1,5
1,6
2,3
3,7
8,4
7,7
8,5
8,3
10,9
7,8
>4000000IDR
>3500000IDR - 4000000IDR
>3000000IDR - 3500000IDR
13,6
14,3
>2500000IDR - 3000000IDR
>2000000IDR - 2500000IDR
>1500000IDR - 2000000IDR
>1000000IDR - 1500000IDR
>750000IDR - 1000000IDR
33,5
>500000IDR - 750000IDR
>250000IDR - 500000IDR
33,2
<=250000 IDR
12,1
YTD11
15,3
YTD12
14
2013 sampai
dengan
September
2014.
Hal
tersebut
15
High-End;
20,20%
High-End;
11,58%
High-End;
24,65%
High-End;
47,59%
Middle-End;
51,29%
Middle-End;
70,69%
Middle-End;
45,76%
Middle-End;
30,99%
Low-End;
21,42%
2012
Low-End;
28,50%
2013
Low-End;
17,72%
2014
Low-End;
29,59%
J AN - 1 3 SD SE P - 1 4
16
ADVAN
OPPO
1,04%
4,81%
1,56%
0,95%
MITO
3,05%
SONY
3,25%
0,76%
11,13%
4,24%
CROSS
LENOVO
SMARTFREN
APPLE
BLACKBERRY
19,79%
2,91%
1,49%
4,40%
2,98%
6,63%
0,82%
14,13%
3,09%
15,60%
19,09%
NOKIA
31,92%
SAMSUNG
12,35%
11,28%
OTHERS
0,00%
Jumlah Handset
22,76%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%
35,00%
40,00%
45,00%
17
jumlah dan Market share (nilai impor) beberapa merk ini, dimana merk
dengan kualitas high-end dari sisi jumlah lebih sedikit namun lebih besar dari
sisi Market-Share (Tabel 4).
#N/A
VIET NAM
0,00%
29,341%
0,00%
0,000%
0,000%
THAILAND
0,00%
0,016%
0,000%
0,00%
0,000%
0,032%
ROMANIA
0,41%
0,000%
0,001%
MALAYSIA
KOREA, REPUBLIC OF
INDIA
HUNGARY
HONG KONG
0,269%
4,858%
16,03%
4,20%
0,000%
0,003%
0,99%
0,679%
0,550%
7,59%
0,000%
1,121%
3,37%
0,054%
1,065%
0,05%
0,048%
0,000%
56,47%
59,646%
57,753%
CHINA
CANADA
38,373%
10,82%
0,555%
5,020%
SINGAPORE
MEXICO
2013
0,00%
0,361%
0,000%
UNITED STATES
2014
0,07%
0,000%
0,257%
0,000%
18
19
VIET NAM
2012; 0,000%
2014; 0,060%
2013; 0,000%
2012; 0,000%
2014; 22,304%
2013; 10,716%
UNITED STATES
2012; 0,000%
2014; 0,000%
2013; 0,000%
THAILAND
2012; 0,000%
2014; 0,003%
2013; 0,000%
2012; 2,331%
2014; 0,271%
2013; 1,353%
SINGAPORE
2012; 0,000%
2014; 0,000%
2013; 0,003%
ROMANIA
2012; 0,095%
2014; 0,000%
2013; 0,000%
MEXICO
2012; 2,772%
2014; 0,061%
2013; 0,539%
MALAYSIA
2012; 0,698%
2014; 0,000%
2013; 0,000%
KOREA, REPUBLIC OF
2012; 0,183%
2014; 0,130%
2013; 0,091%
INDIA
2012; 9,899%
2014; 0,000%
2013; 1,866%
HUNGARY
2012; 0,348%
2014; 0,028%
2013; 0,173%
HONG KONG
2012; 0,131%
2014; 0,059%
2013; 0,000%
2012; 83,537%
2014; 77,082%
2013; 85,225%
CHINA
CANADA
2012; 0,006%
2014; 0,000%
2013; 0,033%
0,000% 10,000% 20,000% 30,000% 40,000% 50,000% 60,000% 70,000% 80,000% 90,000%
20
21
dimana
penerimaan dari
harga
perangkat
tersebut
dioptimalkan
dengan
sehingga
sangat
memudahkan
untuk
pemasangan
dan
maintenance.
Dengan penguasaan Market-Sahre begitu besar perusahaan ini dapat
menerapkan Locking-Market dimana perpindahan merk perangkat sangat
membebani operator dari sisi migrasi ke perangkat baru dan juga dampak
ke pelanggan, sehingga user cenderung akan tetap memakai satu merk
yang memiliki kompatibilitas yang sama. Dengan harga perangkat akan
jenuh ke satu titik, sehingga keuntungan Huawei adalah, mereka sudah
menguasai pangsa pasar di bidang ini namun dengan harga yang relatif
sama.
22
NSN sendiri memiliki strategi dalam persaingan usaha di bidang ini yaitu
dengan technologi-leading dengan menginvestasikan sebesar 14% untuk
biaya R&D. Strategi ini ditempuh agar mereka mendapatkan user-based
yang besar pada saat technology-deploy pertama seperti di LTE dan 5G.
Dengan cara ini, mereka dapat mengunci user untuk menggunakan produk
mereka selama 5 tahun dengan cara Managed Service dan penggantian
alat. Strategi lain NSN ke depan dengan melihat tren Software Defined Radio
dibandingkan Hardware-Based yang dapat menghemat biaya produksi.
Tantangan NSN dimana mereka mengusai pangsa pasar untuk daerah
dengan infrastruktur transportasi yang sulit seperti di Kalimantan dan Papua,
sehingga biaya transportasi dan sumber daya manusia yang besar.
anak
perusahaan
dari
Telefonaktiebolaget
LM
Ericsson
23
CDMA sebagai teknologi dasar mereka dan pemain lainnya seperti NSN dan
Ericson fokus pada infrastruktur 2G dan 3G.
Sejak masuknya Huawei dan ZTE yang juga ikut bermain pada pasar ini,
Samsung hanya mendapatkan market-share sebesar 30%. Lini bisnis Samsung
sekarang
untuk
mensupport
perangkat
pada
operator
Smart-Fren.
Dikarenakan locking-user, maka sangat sulit untuk merebut kembali marketshare yang ada dikarenakan migrasi merk perangkat membutuhkan effort
yang lebih. Selain itu, Samsung tidak memiliki lini Managed Services
dikarenakan pangsa pasarnya yang sangat kecil
Kelebihan Samsung fokus kepada kualitas perangkat, namun dari satu sisi
mempengaruhi harga jual sehingga berimbas kepada kurang bersaingnya
harga dengan perangkat Huawei dan ZTE. Saat ini Samsung menguasai pasar
infrastruktur untuk wilayah Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi untuk
perangkat CDMA.
Strategi dalam menghadapi persaingan ke depan adalah dengan 2 cara
yaitu dengan menambah pangsa pasar dan penjualan dan menambah
variasi produk seperti infrastruktur akses sehingga bisa melakukan crosssubsidy untuk harga perangkat infrastruktur telekomunikasi yang mereka jual
Dengan adanya roadmap dari Kementerian Kominfo untuk memigrasi
SmartFren dan WCDMA850 ke teknoogi netral yang mengarah ke LTE,
Samsung pada dasarnya akan mengikuti pola tersebut, namun jika
persaingan di ranah LTE ini sangat ketat, maka dipastikan akan keluar dari
pasar Indonesia dikarenakan harga pasar yang kurang sehat
24
penggunaan
produk
dalam
dan
perekayasaan
yang
diproduksi
atau
dikerjakan
oleh
dari dan
bahan
material langsung
berdasarkan
negara
asal
barang;
25
berdasarkan
kepemilikan
dan
asal;
Menteri
Perdagangan
Republik
Indonesia
Nomor
82/M-
Keamanan,
Keselamatan
dan
Lingkungan
(K3L),
serta
26
1. Syarat pelabelan serta manual dan kartu garansi purna jual dalam
bahasa Indonesia yang dikeluarkan oleh
Standardisasi
dan
Perlindungan
Direktorat Jenderal
Konsumen
Kementerian
Perindustrian, dan
Sertifikat
Alat
dan
Perangkat
27
dan
Sertifikat
Alat
dan
Perangkat
Telekomunikasi
dari
Peratuan
Kementerian
Perdagangan
ini,
perusahaan
yang
Genggam
(handheld)
dan
Komputer
Tablet
juga
harus
28
penetapan
sebagai
Importer
Terdaftar
Telepon
Selular,
Pasal 8A;
memperdagangkan
dan/atau
memindahtangankan
29
di
pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu
lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai. (ayat 5).
Kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas dan
pelabuhan bebas, yang selanjutnya disebut sebagai Kawasan Bebas,
adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari
pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas
Barang Mewah, dan cukai. (ayat 6).
Makna pasal 1 ayat 4, 5 dan 6 dapat dijelaskan bahwa kawasan pabean
merupakan tempat lalulintas barang yang dikenakan bea masuk dan pajak.
30
Interpretasi
Ketiga
Peraturan
Perdagangan dan Keuangan
Peraturan
Menteri
Perdagangan
Menteri
Republik
Perindustrian,
Indonesia
Nomor
82/M-
Atas
Peraturan
Menteri
Perdagangan
Nomor
82/M-
31
1. Peraturan
Menteri
Perindustrian
Nomor
16/M-IND/PER/2/2011
Tentang
Ketentuan
Impor
Telepon
Seluler,
tentang
Perubahan
Atas
Peraturan
Menteri
(Handheld), dan
Komputer Tablet.
4. Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 123/MDAG/KEP/2/2013 tentang Penetapan Surveyor Sebagai Pelaksana
Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor Telepon Seluler, Komputer
Genggam (handheld), dan Komputer Tablet.
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 47/PMK.04/2012 Tentang Tata
Laksana Pemasukan Dan Pengeluaran Barang Ke Dan Dari Kawasan
Yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas Dan
Pelabuhan Bebas Dan Pembebasan Cukai.
32
PT. INTI
Pada awal-awal tahun pendiriannya, PT. INTI merupakan laboratorium Pos,
Telepon dan Telegraf (PTT) serta Laboratorium Tadio dan Pusat Perlengkapan
Radio yang bernaung di bawah Jawatan Pos, Telepon, dan Telegraf.
Berdasarkan PP N0. 241 Tahun 1961 Jawatan Pos, Telepon dan Telegraf (PTT)
diubah status hukumnya menjadi Perusahaan Pos dan Telekomunikasi (PN
POSTEL). Dari PN Postel ini, dengan PP No. 300 tahun 1965 didirikan PN
Telekomunikasi. Bagian Penelitian dan Bagian Perlengkapan yang semual
terdapat pada PN POSTEL, digabungkan dan berganti nama menjadi
Lembaga Administrasi, Bagian Penelitian dan Bagian Industri[21].
Pada tanggal 25 Mei 1966, PN Telekomunikasi mulai mengadakan kerjasama
dengan perusahaan asing, yaitu Siemens AG dan pelaksanaannya
dibebankan kepada Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pos dan
Telekomunikasi (LPP Postel). Untuk merealisasikan kerjasama tersebut maka
pada tanggal 17 Februari 1968 dibentuk suatu bagian pabrik telepon dalam
organisasi LPP Postel dan LPP Postel diubah menjadi Lembaga Penelitian
Pengembangan
Industri
Pos
dan
Telekomunikasi
(LPPI
Postel)
yang
33
berakhir pada tahun 2002, dimana PT. BPIS dibubarkan pada bulan Maret
2002 sesuai Peraturan Pemerintah Nomor: 52 Tahun 2002. Selanjutnya
pengelolaan INTI beralih kembali ke Kementerian Negara Pendayagunaan
BUMN[22].
34
Home gateway
Device
Transportation
Energy
Smart Med
Smart Meter
Phone
Smart TV
Controller
Smart OTT
M2M
FTTH
M2M
FTTH
WiFi
Smart OBU
Smart Clinic
PLC
M2M
M2M
Smart WAVE*
Management
Prepaid Meter
BBM
Consumer
Smart
Smart Meeting
ICT
Smart Track
TITO
OTT Application
Defense
Smart Fuel
Fleet
Application
Health
Smart
Smart Track
Smart City
OTT
STB
Network
Government
Smart Clinic
Smart
Meeting
Smart Hospital
Management
Telecom
FTTH
Smart home
Smart Fleet
IPP
Service
OTT Service
Renewable
Resources
with
Smart Parking
Smart
Smart Clinic
IPP
Smart Edu
Toll
Collection
35
Dalam menjalankan usahanya, saat ini PT. INTI bermitra dengan beberapa
perusahaan diberbagai bidang terkait telekomunikasi dan informasi
diantaranya Fixed Network (NSN, Alcatel Lucent, Huawei, Krone, 3M, Konet,
NWC,
Siegers,
WRI,
UT
Starcom),
Wireless
Network
(Sagem
pekerjaan
dilingkungan
penerbangan
(aviasi)dimana
36
memproduksi
berbagai
microwave
assembly
untuk
keperluan suku cadang Ground base Radar maupun Air Borne Radar.
Dalam waktu dekat CMI Teknologi akan menerbitkan produk radar
system yang murni buatan Indonesia.
4. Dibidang Control dan Pengendalian, PT CMI Teknologi belum secara
intensive menekuninya namun bidang ini yang memiliki kompetensi
yang sama dengan bidang lainya yang sedang ditekuni CMI
Teknologi, akan mulai ditekuni secara intensive dalam beberapa
tahun mendatang.
37
di
Jepang
atau
Singapura
dikarenakan
alat
untuk
38
Elektronika
Transportasi (ELTRANS). Di bidang ICT sendiri produk yang dihasilkan oleh PT.
LEN Industri, disajikan pada Tabel 5.
TABEL 7 P RODUK PT. LEN INDUSTRI DI BIDANG INFORMATION & COMMUNICATION
T ECHNOLOGY (ICT)
Smart Card
Broadcasting
KTP
Elektronik
Paspor
Elektronik
DVB T/T2
BPJS
Kesehatan
Pemancar
TV
IT
Computing
Database
Kearsipan
Toll System
OBU
(On
Board Unit
Contact
Center
Fixed
Access
TITO
Wireless
Access
Wimax
OSP-FO
Akses
LTE
39
Versatile Silicon
2006
2007
2009
iBurst FPGA
implementation
WiMax 802.16d
WiMax 802.16e
Car navigation software
2010
2011
2012
Radiation-counter LSI
GPS module
BTS monitoring system
Contactless-LSI
Card Reader
Security Motor
2013
2014
Wireless-LSI
E-Voting
UAV Controller
40
Versatile Silicon didirikan pada tahun 2006 dengan fokus perusahaan pada
layanan IC-design sampai, design System on Chip (SOC), Embedded
programming, PCB design sampai dengan 24 layer, Antenna Design, dan
FPGA Prototyping Electronics Module Development. Perusahaan ini juga
berpengalaman dalam membuat chip berbasis OFDM/OFDMA dan Crypto
processor. Adapun portofolio Versatile Silicon (Gambar 4-9).
41
42
Premises
Chipset
Design House
System
Integrator
Manufacturing
Brand Owner
Retailer
Equipment
Component
Suppliers
43
SPC, PT. Tiphone Mobile Indonesia dengan merk dagang TI-Phone, PT.
Teletama Artha Mandiri dengan merk dagang Venera, PT. Zhou Internasional
dengan merk dagang Asiafone, PT Arga Mas Lestari dengan merk dagang
AdvanDigital. Adapun, industri lokal yang sudah mampu melakkan
manufaktur perangkat ini yaitu Polytron, PT. Panggung dan SatNusa.
Jika dilihat nilai estimasi market-share pasar produk telekomunikasi di dalam
negeri masih sangat jauh dibandingkan merk dari luar negeri. Hal ini
dikarenakan belum terintegrasinya sistem value-chain yang ada di Indonesia.
Jika melihat kategori supply chain secara lokal [4], industri di Indonesia masih
bersifat relasional, dimana dalam hal ini SatNusa, Panggung dan Polytron
yang sudah mampu memproduksi, bertindak sebagai lead-firm dalam
industri ini dan relasional supplier adalah pemilik brand lokal di dalam negeri.
Namun, jika dilihat secara global value-chain, sebagaimana matriks pada
Tabel 4-3, Indonesia secara umum sudah lengkap memiliki rantai supply
secara keseluruhan. Dalam diskusi sebelumnya [10], [9] dan [12] memberikan
argumen bahwa Product Modularity merupakan salah satu solusi dalam
efisiensi dan efektivitas industri suatu negara. Namun di sisi lain industri
komponen perangkat seperti perangkat peripheral seperti kamera, baterai,
display dan lain sebagainya masih memiliki ketergantungan terhadap rantai
supply global, sehingga impor perangkat peripheral ini cenderung lebih besar
dikarenakan belum adanya industri manufaktur ini di Indonesia.
TABEL 8 MATRIKS PETA S UPPLY CHAIN MODULARITY INDUSTRI CPE TELEKOMUNIKASI
I NDUSTRI L OKAL
Vendor
TSM
Design
House
System
Integrator
Brand Owner
SatNusa
Polytron
Manufaktur
Advan
MITO
SPC
EverCross
AsiaFone
TI-Phone
Panggung
44
Design House
Di Indonesia baru terdapat 1 perusahaan Design House yang terlisensi oleh
Qualcomm selaku vendor chipset utama dunia yaitu PT. Tata Sarana Mandiri
(TSM) yang berwadah dalam 1 group IDEA International Development
Limited, LtD yang berbasis di Tiongkok. Perusahaan ini juga merupakan satusatunya design house yang berada di Asia Tenggara. Perusahan ini terlisensi
untuk mendesign chipset Qualcomm 8260, 8960, 8064, 8926, 8974, dan 8916
yang tersegmentasi dari produk low-end sampai dengan high-end. Dengan
bekerja sama dengan PT. SatNusa Persada (SatNusa), TSM memproduksi IVIO,
yaitu ponsel 4G TD-LTE pertama yang Semi Knocked Down di Indonesia [23],
[24] dengan kisaran harga 2 juta.
System Integrator
Di Indonesia, sampai dengan saat ini, hanya TSM dan Polytron yang dapat
dikategorikan sebagai System Integrator. Pada prinsipnya, System Integrator
berperan sebagai sub-system yang melakukan design tampilan, membuat
dan
menentukan
komponen
apa
saja
yang
akan
dipakai,
serta
Manufaktur
Sampai dengan saat ini, SatNusa, Polytron dan Panggung berpran sebagai
manufaktur perangkat CPE telekomunikasi. Sub-Elemen ini bertindak dalam
melakukan perakitan komponen dan melakukan testing produk.
SatNusa sendiri berlokasi di Batam dan didirikan pada tahun 1990.
Perusahaan ini sendiri memulai lini Electronics Manufacturing Services (EMS)
untuk perangkat telekomunikasi sejak Juni 2014. Perusahaan ini merupakan
perusahaan perangkat telekomunikasi pertama yang menyediakan solusi
semi-paripurna (Semi Knocked-Down) untuk perangkat telekomunikasi dari
surface-mount technology (SMT), sampai dengan assembly perangkat.
Dengan kemampuan tersebut, SatNusa dapat meraih TKDN sebesar 30%.
Selain itu, dengan lokasi di wilayah Free Trade Zone, Batam mengurangi biaya
pajak.
45
SatNusa memiliki 2 line produksi yang memiliki kapasitas 80.000 100.000 buah
per bulan untuk kategori perangkat telekomunikasi low-end dan 80.000
100.000 buah per bulan untuk kategori smartphone. Produksi tersebut dapat
ditingkat pada kapasitas 1.000.000 buah per bulan jika terdapat supply
dengan penambahan pada area manufaktur seluas 3.000m2.
Politron sendiri didirikan pada 16 Mei 1975 di Kudus dengan nama PT.
Indonesian Electronic & Engineering, dan berubah nama menjadi PT. Hartono
Istana Electronic pada 18 September 1976, dan menjadi PT. Hartono Istana
Teknologi. Polytron sendiri menghasilkan produk-produk Audio, Video dan
Home Aplliances dan baru memulai lini bisnis untuk perangkat telekomunikasi
sejak awal tahun tahun 2011 melalui anak perusahaannya PT. Sarana
Kencana Mulya dengan merk dagang handphone POLYTRON.
Polytron memiliki 3 pabrik di Kudus Krapyak Krapyak seluas 109.000M2,
109.000M2, Sidorekso Sidorekso-Kudus seluas 130.000M2 130.000M2 dan di
Sayung-Semarang seluas 300.000M2 dengan total karyawan lebih dari 9.000
orang. Polytron
sendiri
baru
memproduksi
perangkat
telekomunikasi
komponen,
secara
umum
Polytron
menyediakan
solusi
46
Panggung
sendiri
merupakan
perusahaan
yang
dikenal
dan
Brand Owner
Sejak meningkatnya kebutuhan perangkat telekomunikasi, terdapat banyak
sekali produk dengan brand-owner dari dalam negeri, namun proses produksi
hampir sebagian besar masih dilakukan di negara luar terutama Tiongkok.
Tercatat tidak kurang 80 merk yang merupakan brand dalam negeri
(Lampiran 2). Adapun beberapa brand yang masif beredar di pasaran yaitu
Polytron, Advan, MITO, SPC, EverCross, AsiaFone dan TI-Phone.
Secara umum, hampir semua brand tersebut hanya melakukan stamping
brand yang proses design dan produksinya dilakukan di luar negeri. Hal
tersebut dikarenakan Indonesia mengikuti kebijakan ICT Trade Aggrement
yang mewajibkan biaya impor produk sebesar 0% [19]. Dibandingkan
dengan memanufakturnya di dalam negeri, dimana biaya komponen
dikenakan pajak 5-7%, maka akan lebih menguntungkan jika pemilik brand
tersebut mengimpornya secara langsung. Tercatat hanya Polytron yang
memanufakturnya di dalam negeri, namun dengan komponen yang
sebagian besar sampai dengan saat ini masih dari luar negeri.
Retailer
Sub-System Retailer merupakan elemen yang sangat penting dikarenakan
pemegang modal utama dan menjadi penentu pasar. Retailer menyediakan
dana dalam jumlah besar dan memegang risiko untuk menjual semua
perangkat yang diberlinya. Menurut data dari Kementerian Perdagangan,
sampai dengan 2014, terdapat 160 perusahaan yang dapat dikategorikan
sebagai pemegang modal utama atau importir (Lampiran 2.3). Dari 160
perusahaan tersebut 10 importir menguasai 80% modal dimana samsung
sebagai importir terbesar di Indonesia sebesar 30% dari seluruh pasar atau
senilah 28 Triliun rupiah selama 3 tahun (Gambar 4-10).
Importir lokal yang juga menguasai modal di Indonesia yaitu Erajaya
Swasembada Tbk (12%), Trikomsel Oke Tbk (9,68%) dan Teletama Artha
Mandiri (6,12%). Sementara itu, jika dilihat dari banyaknya jumlah barang
yang diimpor, Aries Indo Global dan Maju Express Indonesia merupakan
47
Lainnya
0,40%
2,02%
Lenovo Indonesia
1,20%
2,29%
Market Share
11,45%
3,20%
0,37%
3,45%
20,30%
4,29%
2,95%
4,46%
6,12%
5,21%
2,35%
6,12%
7,41%
9,68%
9,28%
12,00%
11,64%
30,18%
(SUMBER :
KEMENTERIAN
48
proses produksi dapat dilakukan secara paralel jika diperlukan produksi yang
masif kepada manufaktur. Proses selanjutnya adalah proses advertensi dan
marketing yang diserahkan kepada pemegang modal yaitu distributordistributor pemilik gerai di Indonesia.
Design
House
Tata Sarana
Mandiri
System
Integrator
SatNusa
Polytron
Manufaktur
SatNusa
Polytron
Panggung
Brand
Owner
IVIO
Polytron
Advan
MITO
SPC
EverCross
AsiaFone
TI-Phone
Retailer
Erajaya
Trikomsel
Teletama Artha
Mandiri
Parastar
Penyedia Eksisting
Huawei,
NSN,
ZTE,
Samsung
Telecomunication,
Ericsson
Billing
Platform
Network
Solution
Amdocs, Acision
Service
Management
dan SIM-Card
Huawei,
NSN,
ZTE,
Samsung
Telecomunication,
Ericsson
Huawei,
NSN,
ZTE,
Ericsson, PT. LEN, Xirca
Chipset
49
Billing Platform
Billing Platform merupakan hal krusial dalam industri telekomunikasi seluler
yang mencatata dan merekam proses pembayaran dan penagihan ke
konsumen sekaligus menyediakan solusi paripurna dalam pendapatan
operator. Sampai dengan saat ini, platform pembayaran yang dipakai
dalam industri telekomunikasi seluler seperti Amdocs dan Acision. Untuk
industri lokal, dilihat dari portofolionya PT. INTI pada prinsipnya mampu
membuat platform untuk billing tersebut. Kesulitan untuk masuk ke dalam
pasar ini dikarenakan barrier-entry dari pemain lama seperti technologylocking dan legacy system yang membuatnya sulit untuk berubah.
Network Solution
Saat ini, Network Solution menjadi satu dengan vendor industri jaringan
telekomunikasi seperti Huawei, NSN, ZTE, Samsung Telecomunication, Ericsson.
Berdasarkan protofolionya PT. LEN memiliki kemampuan dalam hal ini seperti
perancangan jaringan, network dimensioning, dan solusi jaringan lainnya.
Service
biasanya
terintegrasi
dengan
industri
jaringan
50
51
52
53
Strength
Secara Produk
Modularity,
Indonesia sudah
lengkap memiliki
vendor yang
memiliki subsystem yang
ada
Indonesia
memiliki DesignHouse yang
merupakan
satu-satunya di
Asia-Tenggara
Jumlah
pelanggan
yang sangat
besar dengan
pasar potensial
(captive
market) sekitar
300 juta
pelanggan
seluler
Weakness
Masih belum
terintegrasinya
supply-chain
yang ada
Belum masifnya
manufaktur
dalam negeri
dikarenakan
lebih banyak
melakukan
impor
(rendahnya
economic
scale)
Fokus industri
hanya pada di
sisi manufaktur
dan marketing,
sementara dari
sisi design house,
dan system
integrator masih
kurang (ODM).
Opportunity
Pasar handset
telekomunikasi
cukup besar
senilai 54 milyar
selama 1 tahun
dengan usia
handset ratarata selama 1
tahun
Pertumbuhan
jumlah
pelanggan
yang cukup
signifikan dari
tahun ke tahun
Perubahan
teknologi 3G ke
4G memberikan
Life-cycle baru
untuk industri
telekomunikasi.
Thread
Serbuan produk
impor dalam
negeri
Ancaman merk
yang lebih
terkenal secara
internasional
Perjanjian ITA
yang lebih
menguntungkan
impor, dari
pada
manufaktur di
dalam negeri
Belum kuatnya
regulasi untuk
mendukung
pertumbuhan
industri ini
Pengembangan
industri di
Indonesia masih
mindset
traditional
manufaktur
Belum banyak
industri
komponen di
dalam negeri
54
Atas
Peraturan
Menteri
Perdagangan
Nomor
82/M-
TABEL
0-11
S TRATEGI
SWOT
INDUSTRI
PERANGKAT
HANDSET
TELEKOMUNIKASI
SELULER INDONESIA
Strategi
Strength
Weakness
55
Opportunity
Penguatan brand lokal dan
menciptakan variasi brand
sasaran pasar
Penguatan posisi pasar untuk
tren terbesar dari sisi harga
yaitu dengan rentang mid-end
device
Thread
Menerapkan TKDN yang dapat
melindungi pasar dalam negeri
terutama porsi TKDN untuk R&D
seperti design house dan
system-integrator
Penguatan supply-chain
dalam negeri dengan insentif
untuk komponen perangkat
56
Weakness
Opportunity
Pertumbuhan
jumlah
pelanggan
yang cukup
signifikan dari
tahun ke tahun,
sehingga
menjamin pasar
telekomunikasi
dapat tumbuh
Masih belum
terintegrasinya
kemampuan
industri yang
ada untuk
membuat
produk jaringan
telekomunikasi
Perubahan
teknologi 3G ke
4G memberikan
Life-cycle baru
untuk industri
telekomunikasi.
Thread
Barrier-to-entry
vendor industri
eksisting
Indonesia
memiliki potensi
industri lokal
untuk membuat
perangkat
jaringan
telekomunikasi
57
Strength
Weakness
Penguatan supply-chain
dalam negeri dengan insentif
untuk komponen perangkat
Opportunity
Thread
mendorong
tumbuhnya
economic
scale
perusahaan
dengan
dalam
mengembangkan
produk
telekomunikasi.
Setelah
58
Hal yang dapat dilakukan selanjutnya yaitu dengan mewajibkan brand luar
memiliki salah satu sub-system supply chain di Indonesia, terutama bidang
riset dan design perangkat. Hal ini dilakukan agar proses transfer knowledge
untuk industri ini dapat berjalan, selain itu hal ini dimaksudkan untuk
memindahkan industri berbasis knowledge ke Indonesia yang memiliki nilai
tambah besar.
Kebijakan lainnya yang dapat diambil dengan menerapkan TKDN yang
dapat melindungi pasar dalam negeri terutama porsi TKDN yang berbasis
inovasi
seperti
R&D
dan
memberikan
insentif
bagi
operator
yang
menggunakan produk dengan TKDN yang tinggi serta penguatan supplychain dalam negeri dengan insentif untuk komponen perangkat. Hal ini
dilakukan agar efek insentif tersebut menjadi efek domino untuk peningkatan
industri di Indonesia.
59
60
mengembangkan
industri
perangkat
telekomunikasi
tersebut,
penerimaan
melalui
industri
berbasis
inovasi
dan
61
pengenaan
pajak
terhadap
komponen
ini
justru
akan
memperlambat industri.
Dari sisi perangkat jaringan telekomunikasi, pemerintah perlu mendorong dan
memberikan insentif untuk perusahaan-perusahaan Penanam Modal Asing
untuk bekerja sama dalam bidang R&D. Selain itu, perlunya memisahkan
62
63
ekonomis
produk
yang
dihasilkan
pada
prinsipnya
untuk
teknologi, memindahkan
industri berbasis
knowledge
ke
Indonesia yang memiliki nilai tambah besar, dan mendorong proses inovasi
dibandingkan manufaktur/tenaga buruh. Selain itu dengan mewajibkan
64
Menciptakan Value
Telekomunikasi
Network
dalam
Industri
Perangkat
65
melakukan
penggelaran
infrastruktur
telekomunikasi
dengan
memperbanyak value chain dalam negeri, baik dari sisi konten dengan
menumbuhkan value-network maupun dengan mengubah struktur value
chain dalam negeri dengan mengembangkan industri komponen perangkat
telekomunikasi dalam negeri.
Untuk menumbuhkan hal tersebut, pemerintah dapat memberikan insentif.
Insentif tersebut dapat berupa Carrot (penghargaan) atau Stick (hukuman)
dimana hal yang perlu diperhatikan bahwa kedua jenis insentif tersebut
merupakan sistem yang saling bersubtitusi bukan saling melengkapi [33],
sehingga pemberian carrot incentive lebih efisien tanpa diabungkan dengan
dengan Stick.
Salah satu skema insentif yang dapat diberikan dengan menggunakan
instrumen Biaya Hak Penggunaan Frekuensi (BHP). Pengurangan BHP ini
dapat
dilakukan
dengan
syarat
Operator
Telekomunikasi
telah
to
entry
merupakan
pencegahan
industri
incumbent
untuk
mendapatkan profit normal tanpa adanya entry baru [34]. Pencegahan ini
merupakan berupa biaya yang dikeluarkan oleh incumbent untuk menjegah
pemain baru. Biasanya barrier to entry berbentuk keuntungan incumbent
dalam Scale of Economic sehingga membuat proses produksi lebih efisien.
Namun disisi lain selain hal tersebut [35] berpendapat bahwa loyalitas
terhadap brand membantu dalam mengurangi barrier-to-entry.
Jika dilihat industri perangkat telekomunikasi Indonesia, baik Industri CPE
Telekomunikasi maupun industri jaringan telekomunikasi, pemain-pemain
incumbent memiliki skala keekonomian yang sudah cukup untuk mencegah
industri lokal masuk. Di satu sisi, pemerintah melalui kebijakan [28] mewajibkan
importir membangun industri perangkat CPE dengan maksud untuk
66
mengurangi defisit impor di dalam negeri, namun di sisi lain kebijakan untuk
menumbuhkan Economic of Scale industri dalam negeri belum dibangun.
Industri-industri jaringan incumben seperti Huawei, NSN, Ericson, Samsung dan
ZTE juga melakukan hal serupa. Dalam hal ini sebagai contoh, untuk Huawei
sebagai incumben terbesar pada industri ini menerapkan harga hampir gratis
atau Rp.1 untuk setiap radio infrastruktur mereka, biaya didapatkan dari
managed-service dan upgrade produk.
Di lini value-chain industri telekomunikasi seperti Chipset telekomunikasi juga
mengalami tekanan terhadap ini. Industri luar negeri seperti Samsung,
Tsinghua Tongfang, EM Micro Electronic terindikasi menekan margin sampai
dengan margin minus untuk mematikan industri dalam negeri. Dalam skala
keekonomisan, industri seperti Xirka sulit berkembangdan bersaing pada
pasar seperti ini. Sehingga, jika industri-industri lokal pada semua lini value
chain ini masuk pada pasar yang sama, hanya akan membuang modal
perusahaan tersebut.
Barrier-to-entry ini menyebabkan industri lokal tidak bisa mengembangkan
produk dan berekspansi dengan produk dengan nilai tambah tinggi, selain
itu dikarenakan kecenderungan nilai import yang besar sehingga tenaga
kerja terdidik tidak termanfaatkan dan tidak terbentuknya ekosistem industri
di Indonesia.
Untuk mengatasi hal ini, pemerintah dapat memisahkan industri perangkat
telekomunikasi lokal yang baru tumbuh dengan pasar yang ada, salah
satunya dengan melibatkan industri perangkat telekomunikasi ini sebagai
industri pertahanan. Dalam Bagian Keenam Undang-Undang tersebut
dijelaskan untuk Perluasan Usaha dan Peningkatan Kapasitas Produksi [36] ,
pemerintah dapat menunjuk dan melindungi industri ini.
Hal ini untuk menumbuhkan kepercayaan diri produsen lokal dan melindungi
industri lokal yang baru tumbuh terutama dari sektor telekomunkasi ini.
Pemerintah
dapat
membentuk
konsorsium
industri
pertahanan
mempunyai
portofolio
dan
pasar
yang
terlindungi
dalam
67
68
Penutup
Simpulan
Industri perangkat telekomunikasi Indonesia secara umum dapat dibagi
menjadi 3 entitas besar yaitu Industri Perangkat Customer Premises Equipment
Telekomunikasi, Industri Jaringan Telekomunikasi dan Industri Konten atau
Over the Top. Secara elemen value-chain, Industri CPE telekomunikasi
Indonesia sudah tergolong lengkap namun masih bertipe relational dimana
ketergantungan kuat antara merk dan manufaktur. Untuk mengurangi biaya,
pemerintah perlu mendorongnya ke tipe value chain modular dengan
mengintensifkan masing-masing value-chain.
Industri perangkat jaringan telekomunikasi Indonesia bersifat hierarcy karena
dikerjakan dari hulu ke hilir (vertically integrated) dan pasar 100% dikuasai
oleh penanam modal asing. Dalam rangka mengurangi Degree of Asimetry
untuk pasar ini pemerintah dapat mendorong dari tipe Hierarcy ke Captive
dengan cara menarik industri berbasis R&D ke Indonesia. Indonesia sendiri
juga memiliki potensi untuk pembuatan perangkat jaringan telekomunikasi ini
dilihat dari portofolio yang ada.
Saran
Walaupun perkembangan telekomunikasi berkontribusi positif dan langsung
terhadap APBN negara, di satu sisi, pemerintah perlu mempertimbangkan
untuk membangun industri lokal. Hal ini dikarenakan defisit neraca impor
yang diakibatkan dari sektor ini cukup besar. Beberapa rekomendasi dari
studi ini agar industri perangkat telekomunikasi dapat berkembang yaitu
dengan mendorong industri dari manufaktur ke industri berbasis inovasi salah
satunya dengan mengubah kebijakan TKDN yang berbasis komponen
menjadi TKDN berbasis inovasi. Selain itu, untuk mencegah tingginya degree
of asimetry dalam value-chain industri ini pemerintah harus menggeser tipe
value-chain di industri ini dengan mendorong tumbuhnya value-network
seperti mendorong industri kreatif. Pemerintah juga perlu memberikan insentif
melalui PNBP di sektor yang sama dengan skema Carrot Incentive. Selain itu,
69
70
Lampiran
Merk dan Market Share Produk di Indonesia (Sumber: Kementerian
Perdagangan, 2012 sd. September 2014)
MERK
ACER
ACS
ADVAN
AEDUPAC
AIRTEC
ALCATEL
ALDO
ALFALINK
APPLE
ASIAFONE
ASUS
AXIOO
BEYOND
BLACKBERRY
BLACKFOX
BLACKJELLY
BLUEBERRY
CERRY
CHERRY
CITYCALL
CROSS
CYRUS
DGTEL
DTC
EAGLE
EPAD
EXTREME
FORME
G STAR
G.PLUS
GOSCO
GSTAR
GT
GVON
HAIER
MAXX
HIMAX
HISENSE
HONEYWELL
HP
Market
Share
0,483%
0,001%
1,035%
0,003%
0,006%
0,077%
0,050%
0,006%
6,634%
0,635%
1,206%
0,269%
0,108%
14,129%
0,010%
0,008%
0,016%
0,006%
0,219%
0,003%
4,243%
0,236%
0,005%
0,004%
0,000%
0,026%
0,021%
0,002%
0,000%
0,022%
0,008%
0,178%
0,004%
0,042%
0,011%
MERK
MERK
HTC
HUAWEI
IFONE
IMO
INI
INTERMEC
IT MOBILE
ITU
IVIO
JJ MOBILE
K-FONE
KHAR
KINGBERRY
K-TOUCH
LENOVO
LEXUS
LG
MAXIS
MAXTRON
MICRON
MITO
MIXCON
MMC
MOTOROLA
MOVI
MYFON
MYPHONE
N/A
NEXCOM
NEXIAN
NINETOLOGY
NOKIA
OLIVE
ONECLICK
OPPO
Market
Share
0,368%
0,164%
0,004%
0,194%
0,497%
0,011%
0,019%
0,020%
0,007%
0,003%
0,051%
0,002%
0,026%
0,011%
2,912%
0,007%
1,078%
0,032%
0,757%
0,012%
3,045%
0,000%
0,277%
0,193%
0,165%
0,001%
0,000%
0,236%
0,106%
0,645%
0,014%
15,599%
0,006%
0,005%
1,555%
PIDION
PIXCOM
POINT
POLYTRON
PRINCE
SAMSUNG
SIMTOP
SKY
SMARTFREN
SONY
SPC
SPEED
STEELE
STRAWBERRY
SUNBERRY
TIGER
TI-PHONE
TITAN
TORI
TREQ
VENERA
VERTU
VGEN
V-GEN
VION
VIRTUV
VISIO
VITELL
VIVO
WINMATE
XCOM
XEVIAN
XIAOMI
XPERIA
XTAB
Market
Share
0,012%
0,058%
0,015%
0,586%
0,025%
31,924%
0,004%
0,087%
4,396%
3,246%
0,194%
0,070%
0,072%
0,004%
0,035%
0,056%
0,067%
0,374%
0,001%
0,028%
0,445%
0,000%
0,008%
0,009%
0,013%
0,004%
0,017%
0,062%
0,014%
0,002%
0,011%
0,006%
0,059%
0,010%
0,001%
0,024%
0,076%
0,002%
0,107%
O-RING
PHICOMM
PHICOMN
PHILIPS
0,000%
0,011%
0,010%
0,000%
ZOID
ZTE
ZUPER
ZYREX
0,011%
0,060%
0,020%
0,039%
71
A
1.
Acer Indonesia
2.
Acer Manufacturing
Indonesia
3.
4.
5.
Alvotel
6.
7.
8.
9.
B
15. Bali Indo Comunication
16. Bangun Persada Tata Makmur
17. Bejana Nusa Agung
18. Berca Cakra Teknologi
19. Berkah Mandiri Sukses
20. Beyond Asia Technology
21. Bina Niaga Multiusaha
22. Bintang Cemerlang
D
30. Daftar Harga Eksim
31. Damai Sejati
32. Data Citra Mandiri
33. Datacomindo Mitrausaha
34. Datascrip
35. Dharma Kumala Utama
36. Dian Graha Elektrika
37. Dini Nusa Kusuma
38. Dua Rajawali
39. Duta Kalingga Pratama
40. Duta Sarana Sukses
41. Dwi Utama Perkasa
42. Dwiprana Ridhojaya
43. Dynatama Internusa
E
44. Ecs Indo Jaya
45. Emax Fortune International
46. Ensco Sarida Offshore
47. Erajaya Swasembada Tbk
48. Esolusindo Kencana
72
Indonesia
Solusindo
61. I Cherry Selular Indonesia
89. Mentari
Indonesia
91. Mikro Teknologi Indonesia
Indonesia
68. Ingram Micro Indonesia
N
97. Naga Mas Kreasi Mandiri
98. Nec Indonesia
99. Nexco Jaya
100. Nipress Tbk
101. Nokia Indonesia
L
77. Lasindo Sakti Indonesia
78. Lenovo Indonesia
79. Lg Electronics Indonesia
O
102. Oaktech Nusantara
P
103. Palliser Indonesia
104. Parastar Echorindo
105. Pasifik Satelit Nusantara
106. Pazia Pillar Mercycom
107. Pelangimas Indonesia
73
U
148. Untung Anugrah Sejahtera
V
149. Vagus Multi Technology
150. Venus Inti Jaya
151. Vitell Mobile Indonesia
152. Vizta Telesindo Prakarsa
Z
157. Zellda Unilands
158. Zhou Internasional
159. Zte Indonesia
160. Zyrexindo Mandiri Buana
74
Daftar Pustaka
[1]
[2]
[3]
GfK Asia, GfK Press Release: Southeast Asias Mobile Phones Market
Grew, Singapore, 2012.
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
[11]
75
[12]
[13]
[14]
[15]
[16]
[17]
[18]
[Online].
Available:
http://finance.detik.com/read/2014/04/07/081258/2547223/4/1/impor
-ponsel-turun-sampai-rp-800-miliar-di-februari. [Accessed: 07-Oct-2014].
[19]
1997.
[Online].
Available:
http://www.wto.org/english/tratop_e/inftec_e/itaintro_e.htm#2.
[Accessed: 29-Sep-2014].
[20]
An. Priskilla and N. Artini, Evaluasi Sistem Informasi Distribusi pada PT.
Ericsson Indonesia, Universitas Bina Nusantara, 2007.
[21]
[22]
[23]
Ponsel
Pintar,
2014.
[Online].
Available:
76
2014.
[Online].
Available:
2013.
[Online].
Available:
Elektrologi,
[Online].
Available:
[28]
Tingkat
Komponen
Dalam
Negeri.
Indonesia:
Komponen
Dalam
Negeri
pada
Penyelenggaraan
Telekomunikasi. 2009.
[30]
Perdagangan
Nomor
82/M-DAG/PER/12/2012
tentang
[32]
Social,
2014.
[Online].
Available:
http://dailysocial.net/post/pendanaan-masif-yang-diperoleh-
77
tokopedia-menepis-semua-keraguan-terhadap-investasi-teknologiindonesia.
[33]
[34]
[35]
[36]
78
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika
Kementerian Komunikasi dan Informatika
Gedung B Lantai 4, Medan Merdeka Barat 9, Jakarta, 10110
e-mail : puslitbang.sdppi@mail.kominfo.go.id
Telp./fax: +62 21 348 33640