Professional Documents
Culture Documents
Pendahuluan
Istilah somatoform berasal dari bahasa yunani soma yang artinya tubuh. Gangguan ini
merupakan kelompok besar berbagai gangguan yang komponen utama dari tanda dan gejala
adalah tubuh. Revisi teks edisi ke empat the Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder (DSM-IV-TR) memasukkan lima gangguan somatoform spesifik : (1) gangguan
somatisasi, yang di tandai dengan banyak keluhan fisik yang mengenai banyak system organ
(2) gangguan konversi, ditandai dengan satu atau dua keluhan neurologis (3) hipokondriasis,
ditandai dengan lebih sedikit focus gejala daripada keyakinan pasien bahwa mereka memiliki
keyakinan suatu penyakit spesifik (4) gangguan dismorfik tubuh, ditandai dengan keyakinan
yang salah satu atau persepsi yang berlebihan bahwa suatu bagian tubuh cacat dan (5)
gangguan nyeri, ditandai dengan gejala nyeri yang hanya disebabkan, atau secara signifikan
diperberat factor psikologis. DSM-IV-TR juga memiliki dua kategori diagnostic sisa
somatoform (1) gangguan somatoform yang tidak terperinci, mencaput gangguan somatorom
yang tidak dapat dijelaskan, telah ada selama 6 bulan atau lebih (2) gangguan somatoform
yang tidak tergolongkan, merupakan kategori untuk keadaan yang tidak memenuhi diagnostic
gangguan somatofom yang telah disebut diatas.1,2
Gangguan ini harus dipertimbangkan awal dalam evaluasi pasien dengan gejala yang tidak
jelas untuk mencegah intervensi yang tidak perlu dan pengujian. Keberhasilan pengobatan
dapat ditingkatkan dengan membahas kemungkinan gangguan somatoform dengan pasien di
awal proses evaluasi, membatasi perawatan diagnostik dan medis yang tidak perlu, dengan
fokus pada pengelolaan gangguan daripada mengobati nya, menggunakan obat-obatan yang
tepat dan psikoterapi untuk komorbiditas, menjaga hubungan psychoeducational dan
kolaboratif dengan pasien, dan pasien mengacu pada profesional kesehatan mental saat yang
tepat. 1,2
BAB II
1
ISI
2.1Gangguan Somatisasi
Gangguan somatoform (somatoform disorder) adalah suatu kelompok gangguan ditandai
oleh keluhan tentang masalah atau simptom fisik yang tidak dapat dijelaskan oleh penyebab
kerusakan fisik. Pada gangguan somatoform, orang memiliki simtom fisik yang
mengingatkan pada gangguan fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang dapat
ditemukan sebagai penyebabnya. Gejala dan keluhan somatik menyebabkan penderitaan
emosional/gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau
pekerjaan. Gangguan somatoform tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau
gangguan buatan.1,2
Gangguan somatisasi ditandai banyak gejala somatik yang tidak dapat dijelaskan dengan
adekuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium. Gangguan ini biasanya dimulai
sebelumnya usia 30, dapat berlanjut hingga tahnan, dan dikenali menurut DSM-IV-TR
sebagai kombinasi gejala nyeri, gastrointestinal, seksual, serta pseudoneurologis
Gangguan somatisasi berbeda dengan gangguan somatoform lainnya karena banyaknya
berbeda dengan gangguan somatoform lainnya karena banyaknya keluhan dan banyaknya
pasien organ yang terlibat ( contohnya gastrointestinal dan neurologis). Gangguan ini
bersifat kronis dan disertai pendertitaan psikologis yang signifikan, hendayafungsi sosial
dan pekerjaan, serta perilaku mencari bantuan medis yang berlebihan. 1,2
2.1.1 Epidemiologi
Prevalensi seumur hidup gangguan somatisasi dalam populasi umum diperkirakan 0,1
sampai 0,2 persen walaupun beberapa kelompok riset yakni bahwa. Angka sebenarnya dapat
lebih mendekati 0,5 persen. Perempuan dengan gangguan somatisasi jumlahnya melebihi
laki-laki 5 sampai 20 kali tetapi perkiraan tertinggi dapat disebabkan adanya tendensi dini
tidak mendiagnosis gangguan ini adalah gangguan yang lazim ditemukan. Dengan rasio
perempuan dan laki-laki 5 banding 1, prevalensi seumur hidup gangguan somatisas pada
perempuan di populasi umum mungkin 1 dan 2 persen. Diantaranya pasien yang ditemui di
tempat praktek dokter umum dan dokter keluarga, sebanyak 5 sampai 10 persen dapat
memenuhi kriteria diagnostik gangguan somatisasi. Gangguan somatisasi dimulai 30 tahun
dan paling sering di mulai masa remaja seseorang. 3,4
2.1.2Etiologi
Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikologis di bawah sadar yang mempunyai
tujuan tertentu. Pada beberapa kasus ditemukan faktor genetik dalam transmisi gangguan
ini. Selain itu, dihubungkan pula dengan adanya penurunan metabolism (hipometabolisme)
suatu zat tertentu di lobus frontalis dan hemisfer non dominan. 1
Faktor Psikososial
Formulasi psikososial melibatkan interpretasi gejala sebagai komunikasi sosial, akibatnya
adalah menghindari kewajiban (contohnya harus pergi ke tempat kerja yang tidak disukai),
mengekspresikan emosi (contohnya marah kepada pasangan), atau meyimbolkan suatu
perasaan atau keyakinan (contoh nyeri usus). Interpreatsi gejala psikoanalitik yang
kakubertumpu pada hipotesis bahwa gejala-gejala tersebut mengantikan impuls berdasarkan
insting yang ditekan. 1
Prospektif perilaku pada gangguan somatisasi menekankan bahwa pengajaran orang tua,
contohnya dari orang tua, dan adat istiadat dapat mengajarkan beberapa anak untuk lebih
melakukan somatisasi daripada orang lain. Di samping itu, sejumlah pasien dengan
gangguan somatisasi datang dari keluarga yang tidak stabildan mengalami peyiksaan fisik. 1
Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang
berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti
hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada kelainan yang
mendasari keluhannya Beberapa orang biasanya mengeluhkan masalah dalam bernafas atau
menelan, atau ada yang menekan di dalam tenggorokan. Masalah-masalah seperti ini dapat
merefleksikan aktivitas yang berlebihan dari cabang simpatis sistem saraf otonomik, yang
dapat dihubungkan dengan kecemasan. Kadang kala, sejumlah simptom muncul dalam
bentuk yang lebih tidak biasa, seperti kelumpuhan pada tangan atau kaki yang tidak
konsisten dengan kerja sistem saraf. Dalam kasus-kasus lain, juga dapat ditemukan
manifestasi dimana seseorang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit
yang serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan. 2,5,6
Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik),
terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima
bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang
lebih lanjut. Dalam kasus-kasus lain, orang berfokus pada keyakinan bahwa mereka
menderita penyakit serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan.
Gambaran keluhan gejala somatoform: 5
Neuropsikiatri:
-
Kedua bagian dari otak saya tidak dapat berfungsi dengan baik ;
Kardiopulmonal:
-
Jantung saya terasa berdebar debar. Saya kira saya akan mati
Gastrointestinal:
-
Saya pernah dirawat karena sakit maag dan kandung empedu dan belum ada dokter
yang dapat menyembuhkannya
Genitourinaria:
-
Musculoskeletal
-
Saya telah belajar untuk hidup dalam kelemahan dan kelelahan sepanjang waktu
Sensoris:
-
Pandangan saya kabur seperti berkabut, tetapi dokter mengatakan kacamata tidak akan
membantu
keadaan medis, tetapi tidak memenuhi kriteria diagnosis gangguan somatoform spesifik.
Gejala harus menimbulkan distress emosi yang signifikan atau mengganggu fungsi sosial
maupun pekerjaan mereka. 1
2.2.1Kriteria Diagnosis
Tabel 2. Kriteria Diagnosis DSM-IV-TR Gangguan somatoform yang Tidak Terperinci
A. Satu atau lebih keluhan fisik (cth lelah, hilang nafsu makan, keluhan gastrointestinal
atau saluran kemih)
B. Baik (1) dan (2) :
(1) Seteah pemeriksaan yang sesuai, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh
keadaan medis yang diketahui atau efeknya langsung suatu zat (cth
penyalahgunaan obat, pengobatan)
(2) Jika terdapat keadaan medis umum terkait keluhan fisik atau hendaya sosial
pekerjaan yang diakibatkan melebihi yang diperkirakan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik atau penurunan laboratorium
C. Gejala menimbulkan distres yang secara klinis bermakna atau hendaya fungsi sosial,
pekerjaan, dan area fungsi penting lainnya
D. Durasi gangguan sedikitnya 6 bulan
E. Gangguan tidak lebih mungkin disebabkan oleh gangguan jiwa lain (contohnya,
gangguan somatoform lain, disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan ansietas,
gangguan tidur atau gangguan psikotik)
F. Gejala tidak dibuat dengan sengaja atau dibuat-buat (seperti malingering)
Dari American Psychiatric Association Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder. 4th ed. Text Rev. Washinton, DC American Psychiatric Association;
copyright 2000, dengan izin
Dua jenis pola gejala yang dapat dilihat pada pasien dengan gangguan somatoform yang
tidak terinci : yaitu melibatkan sistem saraf otonom dan melibatkan sensasi lemah dan lelah.
Dalam gangguan bangkitan otonom, beberapa pasien dengan gangguan somatoform yang
terbatas pada fungsi tubuh yang dipersarafi sistem saraf otonom. Pasien tersebut memiliki
keluhan yang melibatkan sistem kardiovaskuler, respirasi, gastrointestinal, urogenital, dan
dermatologi. Pasien lain mengeluh adanya keluhan banyak aktivitas sehari-hari karena
gejalanya.
Sejumlah klinis mendiagnosis sindrom ini sebagai neurostenia, suatu pengambaran yang
terutama digunakan di Eropa dan Asia. Sindrom ini juga dapat tumpah tindih dengan
sindrom kelelahan kronis, yang telah di dalikan melibatkan faktor psikiatri, virologi, dan
imunologis. Kedua gangguan ini didiskusikan di bagian berikut.
7
Sebagai
contoh, seseorang yang secara normal mempresertasikan sebagai rasa kembung, oleh
pasien hipokondriasis dirasakan sebagai sakit perut. Pasien menambahkan dan
memperbesar sensadi somatic yang dialaminya, karena rasa tidak nyaman secara fisik
mempunyai ambang dan toleransi rendah. Menurut teori psikodinamik hipokondriasis
terjadi karena permusuhan dan agresi dipindahkan ke dalam bentuk somatik melalui
mekanisme repression dan displacement. Kemarahan yang dimaksud berasal dari
9
kejadian penolakan dan ketidakpuasan di masa lalu. Selain kemarahan, dapat juga
penyebabnya adalah rasa bersalah dan gejala timbul karena pasien ingin menebus
kesalahannya melalui penderitaan somatik. 1,2
Teori psikoanalisis
Disebabkan ketika seseorang mengalami peristiwa yang menimbulkan peningkatan
emosi yang besar, namun afeknya tidak dapat diekspresikan dan ingatan tentang
peristiwa tersebut dihilangkan dari kesadaran.
Teori behavioral
terjadi karena individu mengadopsi simtom untuk mencapai suatu tujuan. Individu
berusaha untuk berperilaku sesuai dengan pandangan mereka mengenai bagaimana
seseorang dengan penyakit yang mempengaruhi kemampuan motorik atau sensorik, akan
bereaksi.
2.4.3 Epidemiologi
Satu studi melaporkan prevalensi 6 bulan hipokondriais sebanyak 4 hingga 6 persen di
populasi klinis medis umum, tetapi mungkin dapat setinggi 15 persen. Laki-laki dan
perempuan secara setara dapat mengalami hipokondriasis. Walaupun awitan gejala
dapat timbul pada usia berapapun, gangguan ini paling lazim timbul pada orang berusia
20-30 tahun. Sejumlah bukti menunjukkan bahwa diagnosis hipokondriasis lebih lazim
pada orang kulit hitam daripada orang kulit putih, tetapi posisi sosial, tingkat edukasi,
dan status perkawinan tidak tampak mempengaruhi diagnosis. Keluhan hipokondriasis
dilaporkan terjadi pada kira-kira 3 persen mahasiswa kedokteran biasanya 2 tahun
pertama, tetapi umumnya hanya terjadi sementara singkat. 2,3
diagnosis
DSM-IV-TR
hipokondriasis
mengharuskan
pasien
memiliki
prekinanoupasi dengan keyakinan yang salah bahwa mereka mengalami penyakit berat
dan keyakinan yang salah bahwa mereka mengalami penyakit berat dan keyakinan yang
salah tersebut didasarkan pada kesalahan interpretasi tanda dan sensasi fisik tabel 3
keyakinan tersebut harus ada selama sedikitnya 6 bulan walaupun tanda adanya temuan
patologis pada pemeriksaan neurologis atau medis. Kriteria diagnosr=tik juga
mengharuskan bahwa keyakinan tersebut tidak memiliki intensitas waham ( lebih tepat
diagnosis sebagai gangguan waham ) dan bahwa keyakinan teresbut tidak boleh terbatas
10
terkena penyakit
( contohnya penyakit jantung), tetapi dapat dibedakan dengan gejala klasik panik.
Hipokondria dibedakan dengan gangguan buatan dengan gejala fisik dan dibedakan
malingering atau pasien dengan hipokondria yang benar-benar mengalami dan tidak
membuat-buat gejala yang mereka laporkan. 1
2.4.6 Terapi
Pasien hipokondriasis biasanya menolak terapi psikiatrik. Bebrapa bersedia menerima terapi
psikiatrik apabila dilakukan setting medi dengan fokus menghadapi penyakit kronis.
Psikoterapi kelompok bermanfaat bagi pasien hipokondria karena memberikan dukungan
sosial dan interaksi sosial sehingga menurunkan kecemasan. Bentuk psikoterapi individual
berorientasi tilikan, terapi individual, terapi kognitif dan hipnosis. 2
12
Pemeriksaan fisik terjadwal juga dapat menenangkan pasien, bahwa dokternya tidak akan
meninggalkannya dan ditanggani dengan serius. Namun pemeriksaan invasive hanya bila ada
bukti objektif untuk dilakuakn tindakan tersebut. 2
Farmako terapi diberikan pada pasien hipokondria yang komorbiditas dengan gangguan lain
seperti gangguan cemas dan depresi atau hipokondria merupakan kondisi sekunder terhdap
gangguan mental primer lainnya. Apabila merupakan reaksi situasional sesaat, maka pasien
harus dibantu untuk mengatasi stress tanpa memperkuat perilaku sakitnya dan pemanfaatan
peran sakitnya sebagai solusi terhadap masalahnya. 2
1,2
vaginismus mengeluarkan gejala tersebut untuk melindungi pasien dari konflik akibat
hasrat seksual yang terlarang. Jadi dapat disimpulkan pada gangguan somatoform
gejala-gejalanya bersifat simbolik.
b. Faktor Pembelajaran
Ada teori yang menyebutkan gejala konversi dapat dilihat sebagai perilaku yang dapat
dipelajari secara classic conditioning.
c. Faktor Biologis
Terjadi
hipometabolisme
pada
area
hemisfer
serebri
yang
dominan
dan
Gejala Sensorik
Pada gangguan konversi gejala yang sering timbul adalah anestesi dan parestesi, terutama
pada ekstremitas semua modalitas sensorik dapat terkena dan distribusinya tidak sesuai
dengan penyakit saraf pusat maupun tepi. Gejala yang khas misalnya anestesi kaus kaki pada,
anestesi sarung tangan, atau hemianestesia dari garis tengah tubuh. 1
Gejala gangguan konversi dapat melibatkan organ sensorik khusus dan menimbukan ketulian,
kebutaan, dan penglihatan terowongan (tunnel visioon) gejalanya dapat unilateral maupun
bilateral, namun evaluasi neurologis menunjukkan jaras sensorik yang intak. Pada gangguan
konversi dengan kebutaan, pasien berjalan tanpa menabrak atau mencederai diri, pupil
bereaksi terhadap cahaya, dan bangkitan potensial kortikal juga normal. 1
Gejala Motorik
Gejala motor terdiri atas gerak abnormal, dangguan gaya berjalan, kelemahan dan paralisis.
Mungkin terdapat tremor ritmik kasar, gerak koreoform, tik, dan menghentak-hentak.
14
Gerakan tersebut memburuk bila pasien mendapatkan perhatian. Gangguan gaya berjalan
yang tampak pada gangguan konversi adalah atasia-abasia, yaitu gerak batang tubuh berupa
atasia hebat, terhuyung-huyung, kasar tak beraturan dengan sentakan-sentakan, disertai gerak
lengan seperti membanting dan melambai. Pasien dengan gejala ini jarang jatuh, dan
kalaupun jatuh tidak terluka. 1
Gangguan motor yang sering adalah paralisis dan paresis yang mengenai satu, dua, atau
seluruh anggota tubuh, meskipun demikian distribusi dari otot yang terlibat tak sesuai dengan
jaras persarafan. Refleks refleks tetap normal. Tidak terdapat faikulasi maupun atrofi otot,
kecuali setelah paralisis konversinya terjadi sudah lama. Elektromiografi normal. 1
Gejala Bangkitan
Pseudo-seizures merupakan gejala yang mungkin didapat pada gangguan konversi. Dokter
yang merawat mungkin akan menemui kesulitan membandingkan. 1
Gambaran Klinis Terakait Lain Pseudo-seizures adalah dari bangkitan yang sebenarnya bila
hanya berdasarkan observasi klinis. Namun sekitar 1/3 pasien dengan Pseudo-seizures juga
disertai dengan gangguan epilepsi. Pada Pseudosezure, pasien dapat tergigit lidahnya,
inkontinensia urin dan cedera karena terjatuh, meskipun gejala ini jarang sekali ditemui.
Refleks tercekik dan pupil tetap bertahan setelah pseudoseizure dan tak terjadi peningkatan
konsentrasi prolaktin pasca bangkitan. 1
2.5.4 Gambaran klinis lainnya
Beberapa gejala psikologis yang berkaitan dengan gangguan konversi : 1
Keuntungan primer (primary gain)
Pasien memperoleh keuntungan primer dengan mempertahankan konflik internal di luar
kesadarannya. Gejala memiliki nilai simbolik, yang mencerminkan konflik pskilogis di
bawah sadar.
Keuntungan sekunder (secondary gain)
Pasien akan memperoleh keuntungan nyata dengan menajdi sakit, misalnya: dibebaskan
dari kewajiban dalam situasi kehidupan yang sulit, mendapatkan dukungan dan bimbingan
15
yang dalam situasi normal dan tidak akan di dapatkannya, dapat mengontrol perilaku orang
lain.
La belle indifference
La belle indifference adalah sikap angkuh yang tak sesuai terhadap gejala serius yang
dialaminya. Pasien tampak tidak peduli dengan apa yang enjadi gangguan utama. Pada
beberapa pasien, ketidakacuhan yang tersamar dapat tidak ditemukan, hal ini juga terlihat
pada pasien dengan penyakit medis yang serius yang memiliki perilaku menahan diri. Ada
atau tidaknya la belle indifference adalah ukuran tidak akurat seorang pasien yang
memiliki gangguan konversi.
Indentifikasi
Pasien dengan gangguan konversi secara tidak sadar dapat meniru gejala mereka dari
seesorang yang penting bagi mereka. Sebagai contoh, seseorang atau orang tua yang baru
meninggal dapat berfungsi sebagai model bagi gangguan konversi. Selama reaksi
berkabung yang patologis, orang yang berkabung lazim memiliki gejala dari orang yang
meninggal.
Kriteria Diagnosis.1
Kriteria diagnosis menurut DSM-IV adalah :1,2
a. Satu atau lebih gejala atau defisit motorik volunter atau sensorik yang diperkirakan
sebagai suatu kondisi neurologis atau kondisi medik umum lainnya
b. Faktor psikologis dinilai berkaitan dengan gejala dan defisit karena permulaan atau
eksaserbasi gejala dan defisit didahului stressor psikologis
c. Gejala atau defisit tidak dengan sengaja dibuat atau berpura-pura
d. Gejala atau defisit setelah cukup penelusuran tidak dapat dijelaskan secara penuh
sebagai kondisi medik umum atau sebagai akibat langsung dari zat, atau secara kultural
sebagai perilaku atau pengalaman penebusan.
e. Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan atau hendaya yang bermakna secara klinis
di bidang sosial, pekerjaan atau fungsi lain atau menuntut evaluasi medis
16
f. Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak terjadi sematamata selama perjalanan gangguan somatisasi, dan bukan karena gangguan mental
lainnya.
2.5.5 Perjalanan Penyakit
Hampir semua gejala awal (90-100%) dari pasien dengan gangguan konversi membaik
dalam waktu beberapa hari sampai kurang dari sebulan. Sebanyak 75% pasien tidak pernah
mengalami gangguan ini lagi, namun 25% mengalami episode tambahan saat stresor psikis
muncul kembali. 1,2
2.5.6 Tatalaksana
Sebelum memulai tatalaksana kita perlu kembali pada pemahaman teori gangguan
konversi bahwa gejala merupakan suatu bentuk perlindungan pasien terhadap kecemasan
akibat konflik intrapsikik. Menghilangkan mekanisme defense ini (misal melalui hypnosis)
akan membuat pasien merasa rentan dan tak berdaya, sehingga penanganan haruslah
memperhatikan stresor psikologis yang mendasari munculnya gejala konversi.2
Terapi non farmakologis
Sugesti yang kuat serta pendidikan yang empatik sangat penting. Mirip dengan
gangguan somatisasi pasien perlu diajarkan hubungan erat antara pikiran, otak, dan
tubuh. Dokter perlu berbicara secara apa adanya tentang definsi dan pemahaman medis
terkini mengenai gangguan konversi serta berbicara dengan yakin bahwa gejala ini akan
sembuh dengan cepat
Wawancara pasien dibawah pengaruh amobarbital atau hypnosis2
Ketika sugesti dan edukasi tidak berhasil dilakukan, maka teknik amobarbital dan
hypnosis dapat dicoba. Penggunaan teknik ini membutuhkan pelatihan dan pengalaman,
dapat membantu praktisi untuk memasuki wilayah konflik intrapsikis yang sebelumnya
ditutup oleh pasien. Selama masa altered-state pasien dapat mengalami penurunan
gejala karena efek relaksasi. Amobarbital sendiri perlu diingat adalah obat anti kejang
sehingga ia dapat mengurangi gejala kejang akibat real-seizure.
Indikasi terapi ini : 5,6
Kecanduan barbiturate
Minimal 12 jam sesudah minum alkohol terakhir bila ada kecurigaan keracunan
alkohol
Pasien paranoid
Risiko utama adalah gangguan pernapasan yang dapat mengarah kepada apneu,
khususnya jika pemberian terlalu cepat (>50mg/min) atau dosis terlalu besar
(>500 mg)
Regresi psikotik
18
Faktor-faktor yang membuat prognosis lebih baik antara lain onset yang akut, stresor yang
teridentifikasi, durasi gejala singkat, level kecerdasan pasien, gejala kelumpuhan, gejala
kebutaan. Pasien dengan gejala kejang atau tremor biasanya memiliki prognosis lebih
buruk. 1
Daftar Pustaka
1. Kaplan, H.l dan Saddock B.J. 1993. Comprehensive Textbook of Psychiatry vol.2 6th
edition. USA: Williams and Wilikins Baltimore.
2. Kusumawardhani AAAA, et al. Buku ajar Psikiatri. Jakarta : FKUI. 2010. Hal 265-8,
275-80.
3. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. 2001. Media Aesculapicus : Fakultas Kedokteran Universitas
Tanjungpura.
5. Maramis, W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa cetakan kesembilan. Airlangga
University Press : Surabaya
6. Nevid, J.S., dkk. 2005. Psikologi Abnormal Jilid I.Edisi 5. PenerbitErlangga : Jakarta
7. Pardamean E. 2007. Simposium Sehari Kesehatan Jiwa Dalam Rangka Menyambut Hari
Kesehatan Jiwa Sedunia : Gangguan Somatoform. Ikatan Dokter Indonesia Cabang
Jakarta Barat.
19