You are on page 1of 42

STATUS PASIEN

I.

IDENTITAS
Nama

Ny. L

Tempat&Tanggal Lahir
Usia

:
:

Jakarta/11-09-1993
36 tahun

Pendidikan

S1

Pekerjaan

Ibu Rumah Tangga

Alamat

Komplek antariksa permai blok D3 No 21,


Gunung Putri Bogor

Nama Suami
Masuk RS tanggal

:
:

Asnawi
18 april 2015

Diagnosis saat masuk

Pre eklamsia Berat

No Rekam Medis

xx xx xx

Dokter Merawat

dr. Natsir Nugroho SpOG

II.

ANAMNESIS (Autoanamnesis 18-04-2015)


A. KELUHAN UTAMA
kepala pusing dan terasa semakin berat.
B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
os datang dengan kehamilan ketiga, usia kehamilan 32 minggu. Os mengeluh
kepalanya pusing dan terasa semakin memberat, pusing dirasakan os sejak 3 hari yang
lalu. Mata terasa sedikit berkunang kunang, dan kaki dirasakan semakin semakin
membengkang lagi. Nyeri ulu hati (-), keluar air-air (-), mules-mules (-), lender darah
(-). Sebelumnya os sempat dirawat pada tanggal 4 april 2015 dengan keluhan sakit
kepala, nyeri ulu hati, kaki bengkak dan tekanan darah tinggi saat itu. Os mengaku
bahwa tekanan darah sebelumnya normal dan tidak pernah tinggi, tekanan darah tinggi
dirasakan os saat usia kehamilan 7 bulan. Tekanan darah dirasakan os semakin lama
semakin meningkat.
C.

RIWAYAT HAID

Riwayat Haid : menarke pada usia 13 tahun, teratur, tidak sakit, dengan lama haid
7 hari, dan panjang siklus haid 30 hari.

D.

HPHT : 12-9-2014

Taksiran Persalinan : 19-06-2015

RIWAYAT PERNIKAHAN

Riwayat Perkawinan : perkawinan ke 1, sejak tahun 2002 dengan lama pernikahan


13 tahun.

E.

RIWAYAT PERSALINAN

Riwayat persalinan : Gravida 3, aterm 1, premature 1, abortus 0, anak hidup 2,


SC 0.

No

Tempat

bersalin
RSIJ

Cemput
RSIJ

Ponkop
Ini

Penolong
Dokter
Dokter

Tahun

Aterm

Jenis

penyulit

2003

8 bln

persalinan
Normal

Pr

2000

Sehat

2007

5 hari
aterm

Normal

lk

2900

Sehat

sex

Anak
BB Keadaan

F.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :


Kejadian yang sama dirasakan os saat kehamilan yang pertama, dimana sebelumnya os
merasa bahwa tekanan darahnya tidak pernah tinggi sebelum kehamilan, riwayat
kencing manis (-), Asma (-), os mengaku bahwa sebelumnya pernah menjalani operasi
ganglion.

G.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA :


Tekanan darah tinggi (+), kencing manis (-), asma (-)

H.

RIWAYAT ALERGI :
Makanan (-), Obat-obatan (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Baik
Tanda vital

: TD: 210/130 mmHg


RR: 21x/menit
HR: 92x/menit
SH: 36,7

Kepala :
Mata : pupil isokhor 3 mm/3mm, konjungtiva anemis-/- , sklera tidak ikterik
Hidung : Normonasi, sekret (-/-), deviasi septum nasi (-)
Telinga : Normotia, sekret (-/-), radang (-)
Mulut : Bibir kering (-), Tonsil T1/T1, Faring hiperemis (+).
Leher : hipertrofi kelenjar tiroid (-), Pembesaran KGB (-)
Thorax

Paru-paru:
Inspeksi : Pergerakan pengembangan dinding dada simetris
Palpasi : Nyeri tekan -/-, krepitasi -/ Perkusi : Sonor kedua lapangan paru
Auskultasi: Vesikuler, Ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung:

Inspeksi : Iktus Kordis tidak terlihat


Palpasi : Iktus kordis teraba disela iga 5-6
Perkusi : Batas jantung kanan; ICS IV linea parasternalis dekstra
Batas kiri; ICS IV linea midclavikularis sinistra
Auskultasi: S1-S2 Tunggal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Lihat di status obstetri
Ekstremitas
Atas : hangat, oedem -/ Bawah : hangat, oedem +/+
XI. PEMERIKSAAN OBSTETRI

Pemeriksaan luar
inspeksi

: perut cembung, linea Nigra (+), striae gravid (+), bekas operasi (-)

palpasi

: TFU : 22 cm

LP I

: Bagian atas janin teraba bagian besar, bulat lunak ( Bokong )

LP II

: Teraba bagian keras memanjang sebelah kanan (punggung kanan),


dan teraba bagian kecil disebelah kiri

LP III

: bagian bawah janin teraba bulat keras dan melenting, masih bisa
digerakkan

LP IV

: bagian bawah janin belum masuk PAP

Kontraksi : (-)

Auskultasi : DJJ 140 x/mnt. teratur, kuat

Pemeriksaan Dalam : Tidak dilakukan

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


CTG
Terlihat adanya deselerasi tanpa disertai kontraksi.

Labotratorium
Urinalysis
Color
PH
Urobilnogen
Bilirubin
Albumin urin
Glukosa urin
Keton
Nitrit
Blood urine
Leukocyte
Bacteria
Hematology
Hb
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
LED
Hemostasis
Bleeding time
Cloating time
Chemistry
SGOT
SGPT
Urea
Kreatinin

Yellow
5.0
+3
Negative
Negative
Positive
13,1
35
7.4

VII. DIAGNOSIS
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Preeklamsia berat
Preeklamsi ringan
Hipertensi gestasional
DIAGNOSIS KERJA
Ibu : G3P2AO, H32 minggu, PEB
Janin : janin tunggal hidup Intrauterin

VIII. TERAPI

Tindakan yang dilakukan adalah terminasi dengan sectio sesarea. Sebelum sectio, os di
berikan 4mg MgSO4 40% (10cc) diberikan secara bolus IV dalam 5 menit dan 6 mg MgSO 4
40% (15 cc) dalam 500c, dihabiskan dalam waktuk 6 jam sebagai dosis pemeliharaan.
Kemudian 1 jam pre-op os diberikan adalah adalat oros 30 mg dan ceftriaxone 2 gr bolus
IV. Sectio sesareae dilaksanakan pada tanggal 18-4-2015 pada pukul 18.45 .
Laporan Pembedahan
Dokter ahli bedah
: dr H. M. Natsir Nugroho, Sp.OG
Tindakan
: SCTPP
Diagnosa
: G3P2AO, H32 minggu, PEB
Uraian Pembedahan
Irisan Pfannenstiel SBR lukoir kepala
Lahir bayi
o Jam : 19.18 wib
o JK
: laki laki
o BB
: 900 gram
o PB
: 35 cm
o A/s
: 6/7
Air Ketuban : jernih
Plasenta lengkap
Jahit dinding uterus, kontraksi kuat
Hitung alat lengkap
Tutup dinding abdomen
Intruksi pasca bedah
Bila kesakitan berikan fetik supp 1, pethidin i.m 50 mg
Bila mual/muntah berikan ondansentron 4 mg
Terapi lain sesuai resep
Pasien boleh langsung minum
Infus RL I/24 jam
O2 3 liter
Bed rest 12 jam dalam posisi duduk.
TTV dan observasi urin 2x24 jam
IX. FOLLOW UP
19 April 2015
S : Nyeri luka Operasi
O : KU

: baik

TD

: 150/97

RR

: 80x/menit

HR

: 21x/menit

: 36,6

Mata

: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Abdomen : ballotement (-), TFU 2 jari dibawah pusat.


Genitaia

: ppv (+)

Ekstermita : ekstermitas atas : -/Ekstermitas bawah : edema +/+


A : nifas post-sc
P : Observasi keadaan umum dan TTV
Observasi perdarahan
Obsevasi intake ouput
Menyiapkan terapi
20 April 2015
S : Nyeri luka Operasi
O : KU

: baik

TD

: 156/93

RR

: 84x/menit

HR

: 20x/menit

: 36,6

Mata

: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Abdomen : ballotement (-), TFU 2 jari dibawah pusat.


Genitaia

: ppv (+)

Ekstermita : ekstermitas atas : -/Ekstermitas bawah : edema +/+


A : nifas post-sc
P : Observasi keadaan umum dan TTV
Observasi perdarahan
Obsevasi intake ouput
Menyiapkan terapi
21 April 2015
S : Nyeri luka Operasi

O : KU

: baik

TD

: 150/100

RR

: 76x/menit

HR

: 20x/menit

: 36,3

Mata

: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Abdomen : ballotement (-), TFU 2 jari dibawah pusat.


Genitaia

: ppv (+)

Ekstermita : ekstermitas atas : -/Ekstermitas bawah : edema +/+


A : nifas post-sc
P : Observasi keadaan umum dan TTV
Observasi perdarahan
Obsevasi intake ouput
Menyiapkan terapi

TINJAUAN PUSTAKA
HIPERTENSI dalam KEHAMILAN
HDK - Hipertensi dalam Kehamilan adalah penyebab kematian utama ketiga pada ibu hamil
setelah perdarahan dan infeksi. Bagaimana suatu peristiwa kehamilan dapat memicu atau
memperberat hipertensi merupakan pertanyaan yang masih belum memperoleh jawaban yang
memuaskan. Angka kejadian Hipertensi dalam Kehamilan kira-kira 3.7 % seluruh kehamilan.
TERMINOLOGI dan KLASIFIKASI
HG-Hipertensi Gestasional adalah terminologi untuk menggambarkan adanya hipertensi
berkaitan dengan kehamilan yang sifatnya new-onset. Klasifikasi berdasarkan National High
Blood Pressure Education Program (NHBPEP) tahun 2000.
1. HG-Hipertensi

Gestasional ( istilah sebelumnya adalah pregnancy induced

hypertension yang mencakup pula hipertensi transien)


2. PE-Pre Eklampsia
3. E-Eklampsia
4. Pre Eklampsia super imposed pada Hipertensi Kronis
5. HK-Hipertensi Kronis
Dari : Cunningham FG et al : Hypertensive Disorder In Pregnancy in Williams Obstetrics ,
22nd ed, McGraw-Hill, 2005

DIAGNOSIS
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah istirahat 140/90 mmHg. Kriteria edema
pada PE sudah tidak digunakan lagi oleh karena selain subjektif dan juga tidak mempengaruhi
out-come perinatal.

Diagnosis Hipertensi Dalam Kehamilan


1. HG-Hipertensi Gestasional

TD-Tekanan darah 140/90 mmHg terjadi pertama kali dalam kehamilan.

Tidak terdapat Proteinuria, Tekanan darah kembali normal dalam waktu < 12 minggu
pasca persalinan.

Diagnosa akhir hanya dapat ditegakkan pasca persalinan.

Dapat disertai dengan gejala PE Berat : nyeri epgastrium atau trombositopenia.

2. PE-Preeclampsia
KRITERIA MINIMUM

TD 140/90 mmHg pada kehamilan > 20 minggu

Proteinuria 300 mg/24 jam atau 1+ dispstick

PRE-EKLAMPSIA BERAT ( PE disertai dengan satu atau lebih gejala berikut dibawah ini) :
1. TD 160/110 mmHg pada kehamilan > 20 minggu
2. Proteinuria 2.0 g/24 jam 2+ (dispstick)
3. Serum Creatinine > 1.2 mg/dL (kecuali bila sebelumnya sudah abnormal )
4. Trombosit < 100.0000 / mm3

5. Microangiopathic hemolysis ( increase LDH )


6. Peningkatan ALT atau AST
7. Nyeri kepala atau gangguan visual persisten
8. Nyeri epigastrium
3. Eklampsia

Kejang yang tidak diakibatkan oleh sebab lain pada penderita pre eklampsia

4. Superimposed Preeklampsia ( pada hipertensi kronik )

Proteinuria new onset 300 mg / 24 jam pada penderita hipertensi yang tidak
menunjukkan adanya proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu.
atau

Peningkatan TD atau kadar proteinuria secara tiba tiba atau trombositopenia <
100.000/mm3 pada penderita hipertensi dan proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu.

5. Hipertensi Kronis

TD 140 / 90 mmHg sebelum kehamilan atau sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak
terkait dengan penyakit trofoblas gestasional

HT terdiagnosa pertama kali setelah kehamilan 20 minggu dan menetap sampai > 12
minggu pasca persalinan.

ALT = Alanin aminotranferase AST = Aspartate aminotranferase


LDH = Lactate Dehydrogenase

Diadaptasi dari National High Blood Presssure in Pregnancy (2000)


Dari : Cunningham FG et al : Hypertensive Disorder In Pregnancy in Williams Obstetrics ,
22nd ed, McGraw-Hill, 2005

1. HIPERTENSI GESTASIONAL
o

Sering disebut sebagai hipertensi transien.

Proteinuria pada keadaan ini adalah pertanda semakin memburuknya penyakit.

Proteinuria persisten yang bermakna dapat meningkatkan resiko maternal dan


fetus.

2. PRE-EKLAMPSIA

Sindroma khusus dalam kehamilan yang berupa hipertensi yang disertai dengan
vasospasme generalisata (menyebabkan gangguan perfusi organ vital) dan aktivasi
endotelial.

Hipertensi dan Proteinuria adalah kriteria PE. Proteinuria adalah protein dalam urine
>300 mg/24 jam ; atau 30 mg/dL (dipstick 1+)

Derajat proteinuria bervariasi selama 24 jam, sehingga hasil kadar protein sesaat tidak
merefleksikan keadaan sebenarnya.

Nyeri epigastrium diakibatkan oleh nekrosis hepatoseluler, iskemia dan edema hepar
yang meneybabkan regangan kapsule Glisson. Nyeri epigastrium sering disertai dengan
kenaikan kadar serum hepatik transaminase (indikasi untuk melakukan terminasi
kehamilan)

Trombositopenia adalah tanda memburuknya PE dan disebabkan oleh aktivasi dan


agregasi platelet akibat vasospasme yang merangsang hemolisis mikroangiopatik.

Gross hemolisis yang dengan adanya hemoglobinuria atau hiperbilirubinemia


menunjukkan beratnya penyakit.

Faktor lain yang menunjukkan beratnya penyakit adalah disfungsi jantung dan edema
paru serta PJT

Derajat preeklampsia
Derajat beratnya PE dinilai dari frekuensi dan intensitas masing-masing abnormalitas seperti
yang terlihat pada tabel dibawah. Penyimpangan dari nilai normal yang semakin banyak
merupakan indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan semakin kuat. Pemisahan PE ringan
dan PE Berat secara tegas dapat menimbulkan kesulitan oleh karena penyakit ringan
dapat dengan cepat berubah menjadi penyakit yang berat. Perlu diperhatikan bahwa
tingginya tekanan darah bukan merupakan penentu utama klasifikasi berat atau ringannya PE.

Dari : Cunningham FG et al : Hypertensive Disorder In Pregnancy in Williams Obstetrics ,


22nd ed, McGraw-Hill, 2005
3. EKLAMPSIA

Pre-eklampsia yang disertai dengan kejang dan kejang tersebut tidak disebabkan oleh faktorfaktor lainnya. Kejang bersifat menyeluruh dan dapat terjadi sebelum, selama atau sesudah
persalinan. Pada nulipara, kejang kadang-kadang dapat terjadi sampai 48 jam Pasca Persalinan.
Chames dkk (2002) : dengan memperbaiki kualitas perawatan prenatal, sejumlah kasus
eklampsia intrapartum atau antepartum dapat dicegah.
4. HIPERTENSI KRONIS SUPERIMPOSED PREEKLAMPSIA
Semua penyakit HK apapun penyebabnya memiliki predisposisi untuk berkembang menjadi PE
atau E selama kehamilan.
Diagnosa adanya latar belakang HK dibuat bila :
1. Hipertensi tercatat sebelum kehamilan.
2. Hipertensi terdeteksi pada kehamilan < 20 minggu.
3. Hipertensi menetap > 6 minggu pasca persalinan.

Dari : Cunningham FG et al : Hypertensive Disorder In Pregnancy in Williams Obstetrics ,


22nd ed, McGraw-Hill, 2005

Faktor anamnesa tambahan yang dapat membantu menegakkan diagnosis hipertensi kronis
adalah :
1. Multipara
2. Riwayat HT pada kehamilan sebelumnya. Keadaan ini sering pula disertai dengan
kecenderungan
3. Menurun dalam keluarga.
Diagnosa HK menjadi sulit ditegakkan bila kunjungan antenatal pertama kali dilakukan setelah
lewat dari pertengahan kehamilan. Tergantung lamanya penyakit, komplikasi hipertensi kronis
dapat berupa hipertrofi ventrikular, dekompensasi jantung, CVA-cerebro vascular accident atau
kerusakan ginjal.25% kasus hipertensi kronis akan berkembang menjadi superimposed PE Pada
hipertensi kronis superimposed PE sering kali disertai dengan solusio plasenta.
Janin pada penderita Hipertensi Kronis sering mengalami :

PJT pertumbuhan janin terhambat

Persalinan preterm

IUFD intra uterine fetal death

Pada penderita HK, terjadi peningkatan tekanan darah pada kehamilan > 24 minggu. Bila disertai
dengan proteinuria maka disebut hipertensi kronis superimposed PE. Superimposed PE muncul
lebih dini dibandingkan jenis PE murni dan cenderung lebih parah serta seringkali disertai
dengan PJT.
ANGKA KEJADIAN DAN FAKTOR RESIKO
Angka kejadian HDK pada umumnya sekitar 5% dari seluruh kehamilan.
Faktor resiko :
1. Usia
o

HG sering terjadi pada pasien nullipara dan usia tua (> 35 tahun)

2. Kehamilan kembar
3. Paritas
4. Ras : sering terjadi pada afro-america
5. Predisposisi genetik
6. Faktor lingkungan : kebiasaan hidup
ETIOLOGI
Teori yang dianggap dapat menjelaskan etiologi dan patofisiologi PE harus dapat menjelaskan
kenyataan bahwa HDK seringkali terjadi pada :
1. Mereka yang terpapar pada villi chorialis untuk pertama kalinya ( pada nulipara )
2. Mereka yang terpapar dengan villi chorialis yang berlimpah ( pada kehamilan kembar
atau mola )
3. Mereka yang sudah menderita penyakit vaskular sebelum kehamilan.
4. Penderita dengan predisposisi genetik Hipertensi .
Menurut Sibai (2003), faktor-faktor yang berpotensi sebagai etiologi :
1. Invasi trofoblastik abnormal kedalam vasa uterina.
2. Intoleransi imonologi antara maternal dengan jaringan feto-maternal .
3. Maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskular atau inflamasi selama
kehamilan.
4. Defisiensi bahan makanan tertentu ( nutrisi ).
5. Pengaruh genetik.
1. INVASI TROFOBLAST ABNORMAL

Implantasi plasenta yang normal


Terlihat proliferasi trofoblas ekstravillous membentuk kolom sel didekat anchoring villous
Trofoblas ekstravilous melakukan invasi desidua dan kearah bawah kedalam arteri spiralis.
Akibatnya, terjadi penggantian endotel dan dinding otot dari pembuluh darah serta pembesaran
dari pembuluh darah Pada proses implantasi normal : arteri spiralis mengalami remodeling
secara ekstensif akibat invasi oleh trofoblast endovaskular (gambar atas)
Pada PE : invasi trofoblastik berlangsung secara tak sempurna. Pembuluh darah desidua ( bukan
pembuluh darah miometrium ) terbungkus dengan trofoblas endovaskular. Besarnya gangguan
invasi trofoblas pada arteri spiralis berhubungan dengan beratnya HT yang terjadi.
Perubahan dini pada PE :

Kerusakan endothelium.

Insudasi bahan dalam plasma kedalam dinding pembuluh darah.

Proliferasi sel miointima dan nekrosis bagian medial.

Terdapat akumulasi lipid pada sel miointima dan makrofag, sel yang mengandung lipid tersebut
disebut artherosis (gambar bawah)

Artherosis dalam pembuluh darah


Gambar bawah adalah gambar skematik dari struktur artherosis
Obstruksi lumen arteri spiralis akibat artherosis menyebabkan terganggunya aliran darah.
Redman dan Sargent (2003) : gangguan perfusi plasenta akibat artherosis arteri spiralis adalah
awal kejadian sindroma PE.
2. FAKTOR IMUNOLOGI
Terdapat sejumlah bukti yang menyatakan bahwa PE adalah penyakit dengan mediasi imunologi.
Resiko PE meningkat pada keadaan dimana pembentukan blocking antibody terhadap
placental site terganggu. Dekker dan Sibai (1998) meneliti peranan maladaptasi imunologis
dalam patofisiologi PE. Dimulai sejak trimester kedua, pasien yang akan menderita PE
mempunyai helper T cell (Th1) yang rendah dibandingkan mereka yang tidak akan menderita
PE. Ketidak seimbangan Th1/Th2 ( Th2 yang lebih dominan) tersebut dipengaruhi oleh
adenosin. Yoneyama dkk (2002) kadar adenosin pada penderita PE lebih besar dibandingkan
yang normotensif. Helper cell T lympocyte menghasilkan cytokine spesifik yang memudahkan
implantasi dan disfungsi dari helper cell lymphocyte dan keadaan ini akan menyebabkan
terjadinya PE. Pada penderita dengan antibodi anticardiolipin, lebih sering terjadi kelainan
plasenta dan PE.
3. VASKULOPATI dan INFLAMASI

Melalui berbagai macam cara, perubahan inflamasi merupakan kelanjutan dari perubahan yang
terjadi plasenta. Sebagai respon terhadap faktor plasenta yang dilepaskan akibat adanya reaksi
iskemik terjadi sebuah rangkaian proses seperti yang terlihat pada gambar skematik dibawah.

Pada desidua terdapat banyak sel yang bila diaktivasi akan mengeluarkan bahan bahan tertentu
yang dapat merusak sel endotel. Disfungsi sel endotel berhubungan dengan PE melalui proses
adaptasi inflamasi intravaskular.
PE dianggap sebagai keadaan ekstrem dari aktivasi leukosit dalam sirkulasi maternal. Manten
dkk (2005) : Cytokine ( tumor necrosis factor ) dan interleukin berperan sebagai stressor
oksidatif yang berkaitan dengan PE. Stresor oksidatif memiliki karakter bagi spesies tertentu dan
adanya radikal bebas penting bagi pembentukan peroksidase lipid yang dapat berlipat ganda
dengan sendirinya (self propagation ).
Bahan yang bersifat radikal bebas tersebut mempunyai sifat :

Mampu mencederai sel endothel pembuluh darah.

Modikasi produksi nitric oxide.

Mengganggu keseimbangan prostaglandin.

Pengetahuan mengenai peran stresor oksidatif dalam kejadian PE meningkatkan perhatian pada
keuntungan pemberian antioksidan dalam pencegahan PE .Antioksidan penting antara lain :
Vitamin E atau -tocopherol, Vitamin C dan Vitamin A -carotene

4. FAKTOR NUTRISI
Berbagai faktor defiensi nutrisi diperkirakan berperan sebagai penyebab Eklampsia. Banyak
saran yang diberikan untuk menghindarkan hipertensi misalnya dengan menghindari konsumsi
daging berlebihan, protein, purine, lemak, hidangan siap saji (snack), dan produk-produk
makanan instan lain. John dkk (2002) : diet buah dan sayur banyak mengandung aktivitas nonoksidan yang dapat menurunkan tekanan darah. Zhang dkk (2002) : kejadian PE pada pasien
dengan asupan vitamin C harian kurang dari 85 mg dapat meningkat menjadi 2 kali lipat.
Obesitas adalah faktor resiko yang berpotensi untuk menyebabkan terjadinya PE. Obesitas pada
ibu tidak hamil dapat menyebabkan aktivasi endotel dan respon inflamasi sistemik yang
berhubungan dengan arterosklerosis. Kadar C-reactive protein (inlamatory marker) meningkat
pada obesitas yang seringkali berkaitan dengan PE.
5. FAKTOR GENETIK
Ness Dkk (2003) : predisposisi hipertensi secara herediter sangat berkait dengan kejadian PE dan
E. Chesley dan Cooper (1986) : menyimpulkan bahwa PE dan E menurun diantara saudara
sekandung perempuan, anak perempuan, cucu perempuan.

PATOGENESIS
Perubahan utama yang terjadi pada HDK adalah VASOSPASME dan AKTIVASI SEL
ENDOTHELIUM
1. VASOSPASME
Konsep vasospame didasarkan pada pengamatan langsung terhadap pembuluh darah kecil pada
kuku, fundus oculi dan konjuntiva. Konstriksi vaskular menyebabkan peningkatan tahanan
perifer dan TD. Pada saat yang sama, kerusakan sel endotel menyebabkan kebocoran interstitisial
yang meliputi bahan dalam darah a.l trombosit, fibrinogen dan deposit subendotelial lain.
Berdasarkan pemeriksaan USG, terlihat adanya perubahan tahanan arterial pada penderita PE.
Penurunan aliran darah akibat gangguan distribusi, iskemia dan perdarahan jaringan

menyebabkan terjadinya serangkaian gejala PE Fischer dkk (2000) : vasospasme pada penderita
PE jauh lebih berat dibandingkan dengan yang terjadi pada pasien dengan sindroma HELLP.
2. AKTIVASI SEL ENDOTEL
Pada gambar diagram faktor plasenta yang tak dapat di identifikasi dengan jelas masuk kedalam
sirkulasi ibu dan merangsang aktivasi dan disfungsi sel endotel. Sindroma klinis PE adalah
manifestasi umum dari terjadinya perubahan sel endotel tersebut. Endotel yang utuh memiliki
sifat antikogulan dan dapat menurunkan respon otot polos terhadap agonis melalui pengeluaran
nitric oxide. Sedangkan kerusakan atau aktivasi sel endotel akan menyebabkan keluarnya bahanbahan yang merangsang koagulasi dan meningkatkan sensitivitas terhadap vasopresor.
Perubahan-perubahan lain sebagai akibat proses aktivasi endotel adalah:
1. Perubahanan khas pada morfologi endotel kapiler glomerulus.
2. Peningkatan permeabilitas kapiler.
3. Peningkatan kadar bahan-bahan yang terkait dengan aktivasi tersebut.
Peningkatan repon terhadap bahan pressor
Dalam keadaan normal, wanita hamil refrakter terhadap pemberian vasopressor. Pada awal
kejadian PE, terdapat peningkatan reaktivitas vaskular terhadap pemberian nor-epinephrine dan
angisotensin II.
Prostaglandin
Beberapa prostanoid berperan penting dalam patofisiologi sindroma PE. Secara spesifik, respon
terhadap pressor yang menurun pada kehamilan normal adalah berupa penurunan respon
vaskular yang terjadi melalui sintesa prostaglandin endotelial vaskular. Pada penderita PE,
produksi prostacyclin endotelial [PGI2] lebih rendah dibandingkan kehamilan normal ; tetapi
sekresi thromboxane A2 dari trombosit meningkat. Perbandingan antara PGI2 : TXA2 yang
menurun tersebut akan meningkatkan sensitivitas terhadap angiostension II sehingga terjadi
vasokonstriksi.

Nitric oxide
Vasodilator sangat kuat ini dibentuk dari L-arginine oleh sel endotel. Bila nitric oxide ini diambil
maka timbul gejala-gejala yang menyerupai PE .
Pencegahan sintesa nitric oxide akan menyebabkan :
o

Peningkatan nilai MAP-mean arterial pressure.

Penurunan frekuensi denyut jantung.

Kepekaan terhadap vasopresor meningkat.

Pada PE, terjadi penurunan synthase nitric oxide endotel sehingga permeabilitas sel meningkat.
Kenaikan kadar Nitric Oxide dalam serum pada penderita PE tersebut adalah sebuah akibat
bukan sebuah sebab.
Endothelin
Endothelin adalah 21amino acid peptide yang merupakan vasokonstriktor kuat, dan endothelin1 (ET-1) adalah isoform primer yang dihasilkan oleh endotel manusia. Kadar endothelin dalam
plasma wanita hamil normal memang meningkat, tetapi pada penderita PE kadar endothelin jauh
lebih meningkat. Pemberian MgSO4 pada penderita PE terbukti menurunkan kadar ET-1.
PATOFISIOLOGI
1. SISTEM KARDIOVASKULAR
Gangguan fungsi kardiovaskular yang normal pada PE dan E Peningkatan after-load jantung
akibat HT.
1. Gangguan pre-load jantung akibat akibat terganggunya proses hipervolemia dalam
kehamilan.
2. Aktivasi endotelial dengan akibat ekstravasasi kedalam ruang ekstraseluler terutama
kedalam paru.

Perubahan hemodinamika
Perubahan kardiovaskular pada HDK tergantung sejumlah faktor :

Derajat HT

Latar belakang penyakit kronis.

Apakah telah terjadi PE.

Saat kapan pemeriksaan dikerjakan.

Pada PE terjadi penurunan curah jantung dan kenaikan tahanan perifer. Pada Hipertensi
Gestasional, curah jantung tetap tinggi.
Pemberian cairan yang berlebihan pada penderita PE Berat akan menyebabkan tekanan pengisian
jantung kiri ( ventricular filling pressure ) akan sangat meningkat dan meningkatkan curah
jantung yang normal ke tingkatan diatas normal.
Volume Darah
Pada Eklampsia terjadi peristiwa hemokonsentrasi ; hipervolemia yang lazim dalam kehamilan
normal tidak terjadi atau sangat minimal sehingga penderita eklampsia disebut sebagai pasien
yang berada dalam keadaan normotensive shock.
Hemokonsentrasi pada PE dan E terjadi akibat adanya :

Vaskonstriksi generalisata.

Disfungsi endotel dengan meningkatnya permeabilitas vaskular.

Pada PE tergantung pada beratnya penyakit tidak selalu terjadi hemokonsentrasi. Pada penderita
HG umumnya memiliki volume darah yang normal. Penurunan kadar hematokrit pada penderita
dengan hemokosentrasi hebat merupakan pertanda perbaikan keadaan. Bila tidak terjadi
perdarahan, ruang intravaskular penderita PE dan E biasanya tidak terlalu kosong. Terjadinya
vasospasme dan kebocoran plasma endothel menyebabkan ruang vaskular tetap terisi. Perubahan

ini menetap sampai beberapa saat pasca persalinan bersamaan dengan perbaikan endotel.
Vasodilatasi dan peningkatan volume darah menyebabkan penurunan hematokrit.
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa penderita PE dan E sangat peka terhadap:
1. Pemberian cairan dalam upaya untuk mengembalikan volume darah ke tingkatan
sebelum kehamilan.
2. Perdarahan selama persalinan.
2. DARAH dan PEMBEKUAN DARAH

Trombositopenia yang terjadi dapat mengancam jiwa penderita. Trombositopenia terjadi


oleh karena :

Aktivasi platelet

Agregasi platelet

Konsumsi meningkat

Trombitopenia hebat (bila <>

SINDROMA HELLP
Arti klinik trombositopenia selain gangguan koagulasi adalah juga menggambarkan derajat
proses patologi yang terjadi. Pada umumnya semakin rendah trombosit semakin tinggi
morbiditas dan mortalitas ibu dan anak. Pritchard dkk (1976) : mengharapkan adanya perhatian
terhadap kejadian trombositopenia pada penderita PE yang disertai dengan sejumlah gejala
(sindroma HELLP).
Sindroma HELLP:
1. Hemolysis
2. Elevated liver enzyme (kenaikan enzym hepar = transaminase )

3. Low Platelets
PE Berat sering disertai dengan hemolisis yang terlihat dari kenaikan kadar serum LDH lactate-dehydrogenase dan perubahan gambaran dari darah perifer (schizocytosis, spherocytosis
dan reticulocytosis) Hemolisis terjadi akibat hemolisis mikrosangiopatik yang diakibatkan oleh
kerusakan endotel yang disertai dengan deposisi trombosit dan fibrin.
3. VOLUME HOMEOSTASIS
Perubahan endokrin
Kadar renin , angiostensin II dan aldosteron dalam kehamilan normal meningkat. Pada PE kadar
bahan tersebut sama dengan kadar wanita yang tidak hamil. Akibat retensi natrium dan atau HT,
sekresi renin oleh ginjal menurun. Renin berperan sebagai katalisator dalam proses konversi
angiostensin menjadi angiostensin I dan perubahan angiostensin I menjadi angiostensi II dengan
katalisator ACE angiostensin converting enzyme.
Perubahan cairan dan elektrolit
Manifestasi peningkatan volume cairan ekstraseluler adalah edema. Pada penderita PEBerat
biasanya lebih menonjol dibandingkan kehamilan normal. Retensi cairan terjadi akibat adanya
cedera pada endotel. Selain edema generalisata dan proteinuria, penderita juga mengalami
penurunan tekanan onkotik yang menyebabkan gangguan keseimbangan proses filtrasi.
4. GINJAL
Selama kehamilan normal, terjadi peningkatan GFR glomerular filtration rate dan RBF renal
blood flow. Pada PE terjadi perubahan anatomi dan patofisiologi, sehingga terjadi penurunan
perfusi renal dan filtrasi glomerulos.. PE berkaitan dengan penurunan produksi urine dan
eksresi kalsium akibat peningkatan resorbsi tubuler. Pemberian Dopamine i.v pada penderita
PE dapat meningkatkan produksi urine. Pemberian cairan i.v pada penderita PE dengan oliguria
tidak perlu dikerjakan.
Proteinuria

Terjadinya proteinuria bersifat lambat. Pemeriksaan kuantitatif dengan dipstick tidak akurat dan
memerlukan pemeriksaan selama 24 jam.
Albuminuria adalah istilah untuk menggambarkan proteinuria pada PE yang salah oleh karena
sebagaimana pada keadaan glomerulopati lain terjadi peningkatan permeabilitas terhadap
sebagian besar protein ber-BM tinggi sehingga albuminuria sering disertai dengan keluarnya
hemoglobin, globulin dan transferin.
Perubahan anatomi pada ginjal
Ukuran glomerulos membesar 20%. Terjadi glomerular capillary endotheliosis. Gagal ginjal
akibat nekrosis tubuler akut sering terjadi dengan gejala oliguria sampai anuria ( peningkatan
kadar serum creatinine 1 mg/dL ).Haddad dkk (2000) melaporkan bahwa 5% dari 183 penderita
sindroma HELLP mengalami ARF dan setengah diantaranya adalah penderita solusio plasenta
dan perdarahan pasca persalinan. Meskipun jarang, dapat terjadi nekrosis cortex ginjal yang
ireversibel.
5. HEPAR

Perdarahan periportal pada tepi hepar

Ruptura hepar

Perdarahan subkapsular

6. OTAK

Nyeri kepala dan

Gangguan visus

Sering terjadi pada PE dan eklampsia. Terdapat dua perubahan PA pada cerebri:
1. Perdarahan akibat pecahnya pembuluh arteri karena HT
2. Edema, hiperemia , iskemia, trombosis dan hemoragia yang kecil dan kadang-kadang
meliputi daerah yang luas

Aliran darah otak :


Pada eklampsia, mungkin akibat hilangnya autoregulasi dari CBF-cerebral blood flow terjadi
hipoperfusi sebagaimana yang terjadi pada hipertensif encephalopathi yang tak berkaitan dengan
kehamilan. Pasien nyeri kepala biasanya disertai dengan peningkatan perfusi cerebral.
Kebutaan :
Gangguan visus sering terjadi pada PEBerat, namun kebutaan permanen jarang terjadi pada PE
dan terjadi pada 10% penderita E. Kebutaan atau amaurosis ( bahasa Greek = dimming) dapat
mengenai wanita yang menderita edema vasogenik pada lobus occipitalis yang luas. Umumnya
kebutaan berlangsung antara 4 jam sampai satu minggu. Lara-Torre dkk (2002) : gangguan visual
permanen akibat PEBerat atau E adalah akibat gangguan pada cerebri atau iskemia arteri retina.
Ablasio retina dapat mengganggu visus dan umumnya mengenai salah satu sisi dan prognosis
nya baik.
7. PERFUSI UTERO PLASENTA
Gangguan perfusi uteroplasenta akibat vasospasme merupakan penyebab utama peningkatan
morbiditas dan mortalitas perinatal pada PE dan E. Pada wanita normal diameter arteri spiralis
500 ; pada penderita PE 200
Doppler velosimetri
o

Pengukuran velositi aliran darah dalam arteri uterina dapat digunakan untuk
memperhitungkan besaran resistensi dalam aliran uteroplasenta.

Resistensi vaskular ditentukan berdasarkan perbandingan antara bentuk


gelombang arterial sistolik dan diastolik.

Ganguan aliran darah uteroplasenta tidak selalu terjadi pada semua penderita PE
dan E.

Matijevic dan Johnson ( 1999) dengan velosimetri Doppler mengukur besarnya


tahanan dalam arteri spiralis. Hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa
Impedansi pembuluh perifer ternyata lebih besar dari pada pembuluh sentral.

PREDIKSI dan PENCEGAHAN


PREDIKSI
Sampai saat ini tidak ada tes skrining yang realistis, valid dan ekonomis untuk meramalkan
kejadian PE. Salah satu tujuan dari jaringan Unit Feto-Maternal Medis adalah melakukan
identifikasi faktor-faktor prediktor berikut ini :
Roll over test
Adanya respon hipertensif yang terjadi pada perubahan posisi ibu hamil 28 32 minggu dari
posisi miring menjadi telentang merupakan prediktor terjadinya HG. Pasien dengan test positif
juga menunjukkan kepekaan yang tidak normal terhadap pemberian angiostensin II.

Placental bed pada kehamilan normal dan preeklampsia


Pada

preeklampsia,

perubahan

fisiologi

pada

arteri

uteroplasenta

tidak

melewati

deciduomyometrial junction sehingga terdapat segmen yang menyempit antara arteri radialis
dengan desidua

Reproduksi dari : Brosen IA: Morphological Changes in the uteroplacental bed in pregnancy
hypertension Clin Obstet Gynecol; 4:573, 1977 Nilai prediktif dari Roll-Over tes ini hanya 33%.
ASAM URAT
Weerasekera dan Peiris (2003) : kadar serum asam urat tidak berbeda secara bermakna sebelum
terjadinya HT. Kadar asam urat tidak bermanfaat dalam membedakan antara hipertensi
gestasional dengan PE.
FIBRONEKTIN
Aktivasi sel endothel menyebabkan kenaikan kadar serum fibronectin pada penderita PE.
Chavaria dkk (2003a) : menyatakan bahwa nilai prediktif positif dari Fibronectine adalah 29%
dan nilai prediktif negatif kira-kira 98%.
AKTIVASI SISTEM KOAGULASI
Trombositopenia dan disfungsi platelet adalah gambaran intergral PE. Peningkatan destruksi
menyebabkan ukuran platelet membesar oleh karena relatif lebih muda dan hal ini dapat
digunakan untuk meramalkan terjadinya PE. Pada kehamilan, aktivitas fibrinolitik menurun
akibat peningkatan palsminogen activator inhibitor-PAI 1 dan 2. Pada PE, PA1 secara relatif
lebih tinggi daripada PAI 2 akibat disfungsi sel endotel. Chappel dkk (2002) : menyatakan bahwa
perbandingan PA 1 dan PA2 dapat digunakan untuk prediksi PE
UTERINE ARTERY DOPPLER VEOLIMETRI
Penentuan resistensi vaskular uteroplasenta dengan mengamati impendansi pada arteri uterina
trimester II dapat digunakan sebagai prediksi PE Audibert dkk (2005) : kombinasi pemeriksaan
hCG AFP (alfa fetoprotein ) dan pencatatan aliran darah dalam arteri uterina dapat digunakan
untuk meramalkan terjadinya PE dengan sensitivitas berkisar antara 2 40%.
PENCEGAHAN
Modifikasi diet

Pencegahan asupan garam tak dapat mencegah terjadinya preeklampsia

Suplementasi calcium dapat menurunkan kejadian hipertensi gestasional

Aspirin dosis rendah


Awal keberhasilan penggunaan 60 mg aspirin untuk menurunkan kejadian PE berawal dari
kemampuan untuk menekan produksi tromboksan secara selektif dengan hasil akhir peningkatan
produksi prostacyclin endothelial. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa aspirin dosis rendah
tidak efektif dalam pencegahan PE.
Antioksidan
Aktivitas antioksidan serum penderita PE sangat berkurang. Konsumsi vitamin E tidak
berhubungan kejadian PE. Kadar Vit E dalam plasma yang tinggi pada penderita PE adalah
merupakan respon terhadap stressor oksidatif yang ada. Chappel dkk (1999) : membuktikan
adanya penurunan aktivasi sel endothel pada pemberian vit C atau E pada kehamilan 18 22 dan
pemberian vitamin C dan E dapat menurunkan secara bermakna kejadian PE.
PENATALAKSANAAN
Prinsip tujuan penatalaksanaan kehamilan dengan PE :
1. Mengakhiri kehamilan dengan trauma ibu dan anak seminimal mungkin.
2. Melahirkan anak yang sehat.
3. Pemulihan kesehatan ibu secara sempurna.
Pada penderita preeklampsia, khsususnya saat atau menjelang aterm, 3 prinsip tujuan diatas
dapat tercapai dengan melakukan induksi persalinan. Informasi terpenting bagi obstetrician
untuk melakukan penatalakasanaan PE adalah dengan mengetahui secara tepat usia kehamilan.
Deteksi Prenatal Dini
Pada trimester IIII pasien dengan HT harus diperiksa setiap 2 3 hari. Penderita dengan penyakit
yang berat dan persisten harus dirawat di RS dan bila perlu dilakukan terminasi kehamilan.

Pasien dengan TD diastolik 81 89 mmHg dan disertai dengan kenaikan berat badan secara
mendadak perlu diperiksa ulang 3 hari kemudian, dan bila keadaan masih menetap maka harus
dirawat di RS untuk pengamatan selanjutnya.
Perawatan antepartum di rumah sakit
1. Pemeriksaan teliti : nyeri kepala - gangguan visus - nyeri epigastrium dan kenaikan BB
cepat
2. Pemeriksaan BB awal dan pada hari-hari berikutnya
3. Analisa proteinuria saat MRS dan 2 hari kemudian
4. Pemeriksaaan TD dalam posisi duduk
5. Pemeriksaan plasma atau serum creatinine dan hematokrit, trombosit, enzym hepar
6. Pengukuran besar janin dan volume cairan amnion
Bila hasil observasi mengarah pada diagnosa PE Berat ( lihat tabel ) maka penatalaksanaan sama
dengan terhadap kasus eklampsia. Istirahat merupakan bagian terapi yang sangat penting tanpa
harus disertai dengan pemberian tranquilizer atau sedatif. Diet harus mengandung kalori dan
protein secukupnya. Pemberian cairan dan natrium dalam batas wajar.
Penatalaksanaan selanjutnya tergantung pada :
1. Derajat penyakit PE,
2. Usia kehamilan dan
3. Keadaan servik.
Terminasi kehamilan
Terapi definitif pada PE dan E adalah mengakhiri kehamilan. Kehamilan 40 minggu yang
disertai dengan PE Ringan harus diterminasi. Bila servik sudah matang, dapat dilakukan induksi
dengan oksitosin drip. Nyeri kepala, gangguan visual dan nyeri epigastrium adalah pertanda akan

terjadinya kejang ( gejala impending eclampsia). Oliguria adalah merupakan tanda


memburuknya PE BERAT.
Pada PE Berat dan Ringan, bila terapi konservatif tak memberikan hasil maka kehamilan harus
segera diakhiri demi untuk kesehatan ibu dan anak. Terminasi kehamilan yang dipilih sebaiknya
adalah pervaginam. Sectio caesar dilakukan hanya atas indikasi obstetri secara umum dan atau
bila induksi persalinan diperkirakan tidak akan berhasil.
Indikasi terminasi kehamilan pada penderita Preklampsia (salah satu atau beberapa dari
gejala dibawah ini )
1. TD Diastolik > 110mmHg
2. Serum kreatinine meningkat
3. Gejala impending eklampsia
o

Nyeri kepala hebat persisten

Nyeri epigastrium

Gangguan visus

4. LFT- liver function test abnormal


5. Trombositopenia
6. Sindroma HELLP
7. Eklampsia
8. Edema paru
9. Hasil pemantauan janin yang abnormal - cardiotocography
10. SGA small for gestational age dengan IUGR intra uterine growth retardation pada
pemeriksaan serial USG.
PREEKLAMPSIA BERAT

PE Berat memerlukan antikonvulsi dan antihipertensi serta dilanjutkan dengan terminasi


kehamilan.
Tujuan terapi pada PE:
1. Mencegah kejang dan mencegah perdarahan intrakranial
2. Mengendalikan tekanan darah
3. Mencegah kerusakan berat pada organ vital
4. Melahirkan janin yang sehat
Terminasi kehamilan adalah terapi defintif pada kehamilan > 36 minggu atau bila terbukti sudah
adanya maturasi paru atau terdapat gawat janin. Penatalaksanaan kasus PEB pada kehamilan
preterm merupakan bahan kontroversi. Pertimbangan untuk melakukan terminasi kehamilan pada
PEBerat pada kehamilan 32 34 minggu setelah diberikan glukokortikoid untuk pematangan
paru. Pada PEBerat yang terjadi antara minggu ke 23 32 perlu pertimbangan untuk menunda
persalinan guna menurunkan angka morbiditas dan mortalitas perinatal.
Terapi pada pasien ini adalah :
1. Dirawat di RS rujukan utama (perawatan tersier)
2. MgSO4
3. Antihipertensi
4. Kortiskosteroid
5. Observasi ketat melalui pemeriksaan laboratorium
6. mengakhiri kehamilan bila terdapat indikasi
Terminasi kehamilan sedapat mungkin pervaginam dengan induksi persalinan yang agresif.
Persalinan pervaginam sebaiknya berakhir sebelum 24 jam. Bila persalinan pervaginam dengan
induksi persalinan diperkirakan melebihi 24jam, kehamilan sebaiknya diakhiri dengan SC
EKLAMPSIA

Eklampsia terjadi pada 0.2 0.5% persalinan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian
sama dengan yang ada pada PE. Kadang-kadang eklampsia terjadi pada usia kehamilan <> 75%
kejang terjadi sebelum persalinan. 50% dari eklampsia pasca persalinan terjadi dalam waktu 48
jam pasca persalinan.
Patofisiologi
Patogenesis eklampsia tidak diketahui dengan jelas. Diperkirakan disebabkan oleh karena :

Trombosis oleh platelet

Hipoksia cerebri akibat vasospasme lokal

Perdarahan cortex cerebri

Kejadian eklampsia tidak memiliki korelasi dengan tingginya Tekanan Darah


Temuan Klinik
Biasanya tak didahului dengan aura ; serangan kejang antara 2 4 kali Terjadi hiperventilasi
setelah serangan kejang tonik-klonik untuk kompensasi adanya asidosis (lactic acid) respiratorik
akibat fase apnea. Demam jarang terjadi, tetapi demam adalah pertanda prognosa yang buruk
Komplikasi kejang : gigitan lidah, fraktura, trauma kapitis , aspirasi Edema paru dan abruptio
retina dapat terjadi pasca kejang

Terapi
A. Terapi PRENATAL
1. Pengendalian Kejang
1. MgSO4 i.v dilanjutkan dengan Mg SO4 infuse atau i.m (sebagai loading dose )
dan diteruskan dengan pemberian berkala secara i.m

2. Pemberian antihipertensi secara berkala i.v atau per-oral bila TD diastolik> 110
mmHg
3. Hindari pemberian diuretik dan batasi pemberian cairan intravena kecuali bila
perdarahan hebat. Jangan berikan cairan hiperosmotik
4. Akhiri kehamilan atau persalinan.
Magnesium sulfat
o

MgSO4.7H2O ;

Antikonvulsan yang efektif tanpa penekanan pada SSP ibu dan janin

Dosis untuk PEBerat sama dengan dosis untuk Eklampsia

Berikan sampai 24 jam pasca persalinan

Tidak dimaksudkan untuk menurunkan tekanan darah

Eksresi melalui ginjal

Intoksikasi dapat dihindari dengan melakukan pemeriksaan reflek patela


dan frekuensi pernafasan serta pengamatan volume produksi urine perjam.

Bila terjadi depresi pernafasan berikan Calcium Gluconate 1 gram i.v


perlahan-lahan sampai depresi nafas menghilang..

1. Pengendalian Hipertensi
Hidralazine
Pemberian hidralazine i.v bila TD Diastolik > 110 mmHg atau TS Sistolik> 160 mmHg.Dosis: 5
mg i.v selang 20 menit sampai TD Diastolik 90 100 mmHg Efek puncak 30 60 menit
Duration of action 4 6 jam Efek samping : nyeri kepala, pusing, palpitasi, angina.
Labetalol
Beta-blocker non selektif dan post-sinaptik -adrenergic blocking agent Tersedia preparat oral
ataupun parenteral Dosis : Pemberian i.v setiap 10 menit .Dosis pertama: 20 mg , dosis kedua 40
mg dan dosis selanjutnya 80 mg dengan dosis maksimum 300 mg. Onset of action = 5 menit.
Efek puncak = 10 20 menit .Duration of action = 45 menit sampai 6 jam.

Nifedipine
Calcium channel blocker. Dapat menurunkan tekanan darah dengan cepat. Onset of action = 1
2 menit. Duration of action = 3 5 menit.
B. Terapi PASCA PERSALINAN

Setelah persalinan, pemilihan jenis obat anti HT menjadi lebih bebas.

Pemberian diuretik tidak lagi merupakan kontraindikasi.

MgSO4 diberikan sampai 24 jam pasca persalinan.

Phenobarbital 120 mg/hari dapat diberikan pada pasien dengan HT persisten dimana
diuresis masih belum terjadi.

Bila 24 jam pasca persalinan TD Diastolik masih diatas 110 mmHg dapat diberikan obat
anti HT lainnya a.l diuretik, calcium channel blocker, ACE inhibitor , betta blocker
dsbnya.

Pemeriksaan TD dilakukan dalam posisi berdiri untuk menghindari kesalahan


pemeriksaan.

PROGNOSA
Kematian maternal akibat PE atau E secara langsung jarang terjadi, kematian umumnya
disebabkan oleh :

Cerebral hemorrhage.

Pneumonia aspirasi.

Hipoksik ensepalopati.

Tromboemboli.

Ruptura hepar.

Gagal ginjal.

HIPERTENSI KRONIS
Angka kejadian HK pada berbagai populasi berbeda 0.5 4% (rata-rata 2.5%). HK pada
kehamilan 80% idiopatik dan 20% oleh karena penyakit ginjal.
Gejala Klinik
A. Gejala dan Tanda

Usia umumnya > 30 tahun.

Obesitas.

Multipara.

Umumnya disertai masalah medis sistemik lain : DM atau penyakit ginjal.

Berhubungan dengan ras dan bersifat familial. Tidak disertai dengan proteinuria. Diagnosa
ditegakkan dengan adanya riwayat HT sebelum kehamilan atau sebelum kehamilan > 20 minggu.
Dan menetap sampai 6 minggu pasca persalinan.
B. Hasil Pemeriksaan Laboratorium X-ray dan ECG
ECG : Hipertrofi ventrikel kiri pada 5 10% penderita. Laboratorium :

Kenaikan serum creatinine.

Penurunan clearance creatinine.

Proteinuria.

X-ray : umumnya normal, kadang-kadang memperlihatkan kardiomegali. Pasien dengan LVHleft ventricle hypertrophy : kenaikan serum creatinine beresiko tinggi menderita superimposed
PE. Pasien dengan kardiomegali akibat penyakit hipertensif kardiovaskular atau kardiomiopathia
kongestif memiliki resiko menderita superimposed PE, edema paru dan aritmia jantung.

KOMPLIKASI
A. Komplikasi Maternal

Superimposed PE (1/3 pasien)

Keadaan pasien lebih cepat memburuk dibandingkan PE murni

Solusio plasenta ( 0.4 10%)

DIC disseminated intravascular coagulation

ATN acute tubular necrosis

RCN renal cortical necrosis

B. Komplikasi Janin

Prematuritas ( 25 30%).

IUGR (10 15%).

HK superimposed PE cenderung terjadi pada kehamilan 26 34 minggu sehingga sering


menyebabkan terjadinya persalinan preterm.

Peningkatan mortalitas perinatal akibat solusio plasenta.

TERAPI
a. Pengendalian Hipertensi

Methyldopa

Clonidine [ -adrenergic agonist ]

Calcium channel blocker

Hydralazine

Beta blockers

b. Efek pemberian antihipertensi terhadap pemberian ASI


o

Pengetahuan mengenai farmakokinetik obat anti HT dalam ASI sangat minimal.

Pemberian Thiazide diuretic harus dihindarkan oleh karena dapat menyebabkan


penurunan produksi ASI.

Methyldopa diperkirakan aman bagi ibu menyusui.

Kecuali propanolol, jenis beta blocker lain terdapat dalam ASI dengan kadar
tinggi.

Kadar Clonidine dan Captopril dalam ASI sangat minimal.

c. Penatalaksanaan Obstetrik Umum


Pada kunjungan pertama tanyakan :
o

Lama hipertensi dan jenis obat yang digunakan

Riwayat penyakit ginjal dan atau jantung

Outcome persalinan yang lalu

Pemeriksaan fisik :
o

Pemeriksaan fundus occuli

Auskultasi arteri renalis

Pemeriksaan denyut arteri dorsalis pedis ( coarctatio aorta )

Pemeriksaan TD dalam posisi duduk

Pemeriksaan laboratorium pada kunjungan antenatal pertama :


o

Pemeriksaan urine dan darah lengkap

Faal ginjal

Faal hepar

Serum elektrolit

EKG

Pemeriksaan urine 24 jam untuk melihat clearance creatinine

X-ray thorax

Pemeriksaan ultrasonografi : menentukan usia kehamilan

Advis diet : Makanan biasa tanpa retriksi garam Frekuensi pemeriksaan antenatal lebih sering
dibandingkan perawatan antenatal
PROGNOSA
Pada penderita HT ringan atau sedang, outcome kehamilan baik dengan perinatal survival sekitar
95 97%.
Komplikasi utama :

Superimposed PE,

Solusio plasenta ,

Prematuritas dan

PJT.

Prognosa buruk bila :

HT berat terjadi pada trimester I.

Onset superimposed PE pada kehamilan < 28 minggu.

Insufisiensi ginjal sebelum kehamilan.

Penyakit kardiovaskular hipertensif.

Kardiomiopathia kongestif

Daftar Pustaka

1. Mochtar,R.Sinopsis obstetri jilid 1.EGC;Jakarta,1998.


2. Cunningham, Mac Daonald. Obstetri Williams edisi 18.EGC :Jakarta.
3. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta.
4. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Ilmu Kandungan. Jakarta.
5. Perhimpunan kedokteran fetomaternal, Ilmu kedokteran fetomaternal surabaya 2004
6. Perhimpunan obstetri dan ginekologi, Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi
jakarta 2006
7. Prof.Ida bagus. Kepaniteraan klinik obstetri dan ginekologi jilid 2 EGC, 2004

You might also like