You are on page 1of 6

KOMENTAR ATAS TULISAN PROF.DR.MARWAN MAS,SH.

,MH
TENTANG CEGAH KONFLIK KEPENTINGAN
(Dalam Koran Sindo Edisi Sabtu 08 Agustus 2015)
Oleh :
NURAMIN
MHK4514028
Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum
Universitas Bosowa 45 Makassar
A. PENDAHULUAN
Seleksi calon pempinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam
beberapa pekan terakhir ini memang telah menarik perhatian secara nasional dan
menjadi perbincangan hangat atau diistilahkan sebagai tranding topic dikarenakan
antusiasme masyarakat yang mendaftarkan diri untuk mengikuti seleksi Capim KPK.
Pada penutupan pendaftaran tanggal 03 juli 2015 tercatat ada 609 pendaftar yang
berlatar belakang berbeda-beda, lebih dari 50% berlatar belakang sebagai advokat,
30% berlatar belakang dari pegawai negeri sipil (PNS), dan lainnya berlatar
belakang dari akademisi, NGO, Polisi dan Jaksa. Proses seleksi Capim KPK ini
terbilang sangatlah teliti dan selektif dalam proses tahap pertama dikarenakan
ditahap ini merupakan tahap pertama yaitu tahap administrasi yang dari 609
pendaftar dan 194 pendaftar dinyatakan untuk dapat melakukan proses seleksi
tahap kedua pada tanggal 14 juli 2015 dan dari 194 pendaftar hanya 48 pendaftar
yang dinyatakan lolos untuk mengikuti seleksi tahap ketiga yang telah dilaksanakan
pada tanggal 27-28 juli 2015.
Setelah dilaksanakan seleksi tahap yang cukup panjang dalam mencari sosok ideal
Capim KPK, Pansel pada tanggal 12 Agustus 2015 mengumumkan bahwa 19 dari
48 pendaftar dinyatakan lolos untuk mengikuti tahap selanjutnya yang akan
dilaksanakan tes kesehatan dan wawancara langsung dengan anggota Pansel.
Setelah itu, nama-nama yang dinyatakan lolos akan diserahkan kepada Presiden RI
untuk ditindaklanjuti sebagai tahap akhir dari sekian banyak rangkaian tahapan tes
Capim KPK.
Meskipun terbilang sangat teliti dan selektif dalam melakukan penjaringan calon
pimpinan KPK, banyak kalangan yang berpandangan pesimis terhadap 9 orang
pansel yang keseluruhannya merupakan perempuan ini dikarenakan arah dalam
komponen seleksi yang dinilai berpotensi akan memainkan ritme konflik
kepentingan institusi didalamnya, hal inilah yang menimbulkan pertanyaan bahwa
figur seperti apa yang dinilai ideal untuk menjadi nakhoda KPK, karena jangan
sampai dibalik independensi pansel yang dinilai teliti dan selektif dalam mencari
figur yang benar-benar kredibel, berintegritas dan berani terselebung konflik
kepentingan yang secara laten bertarung dalam memperebutkan posisi pimpinan
KPK.
Sebagaimana telah dikatakan oleh Prof.Marwan Mas bahwa ;
Tanggapan atas tulisan Prof.Dr.Marwan Mas,SH.,MH
Cegah Konflik Kepentingan

Tidak boleh menafikkan kinerja KPK jilid ketiga yang berani menjadikan tokoh
sekelas menteri aktif, ketua partai politik, petinggi penegak hukum, anggota legislatif,
dan kepala daerah dijadikan tersangka dan meringkuk di balik terali besi
(Dalam Koran Sindo Edisi Sabtu 08 Agustus 2015)

Seteliti dan selektif Pansel dalam melakukan seleksi terhadap Capim KPK,
menjadi hal yang terpenting dalam segala rangkaian proses seleksi tersebut
adalah menemukan 2 sosok pengganti pimpinan KPK jilid III yang dikenal berani
dan tidak pandang bulu dalam menegakkan keadilan meskipun vis a vis menjadi
taruhan sebagaimana yang kerap terjadi benturan antara KPK Vs POLRI atau
yang lebih populis dengan istilah Cecak Vs Buaya.
B. VICIOUS CIRCLE INSTITUTE SYSTEM (Lingkaran Setan Sistem Institusi)
Proses seleksi Capim KPK kala ini terbilang sengit dikarenakan keikutsertaan
anggota Polri aktif dalam pencalonan, meskipun 19 pendaftar berlatar belakang
yang beragam, tetapi yang menarik yaitu lolosnya 1 anggota Polri aktif dalam
proses seleksi tahap akhir. Ini memunculkan perlbagai spekulasi bahwa jangan
sampai menghadirkan lingkaran setan yang merupakan desainan sistem institusi
kepolisian guna pelemahan KPK kedepannya. Bercermin pada kasus Novel
Baswedan yang merupakan anggota Polri aktif tetapi dikarenakan independensi dan
keberanian Novel Baswedan mengusut masuk dalam membongkar konspirasi
korupsi institusinya sendiri, akhirnya Polri yang merupakan Rahim biologisnya
sendiri membuka borok masa lalu dari Novel Baswedan dan menyebabkan Novel
harus berhadapan dengan hukum.
Lanjut, Sebagaimana Tulisan Prof.Marwan Mas :
MATA RANTAI
rakyat berharap akan terpilih delapan sosok yang sama baiknya untuk melengkapi
dua orang sebelumnya sudah terpilih, tetapi dipending DPR untuk memilih lima orang
secara bersamaan. Pansel tentu paham bahwa kpk tidak boleh diisi orang yang
biasa-biasa saja, apalagi cuma mencari kerja atau memburuh jabatan. Lembaga
antirasuah itu mesti kuat dan berani karenah musuh sengitnya kerap justru orangorang berbaju penegak hukum.
(Dalam Koran Sindo Edisi Sabtu 08 Agustus 2015)

Penulis mungkin kurang sependapat dengan pelekatan kata orang yang biasa-biasa
saja karena penulis menganggap bahwa 19 orang yang dinyatakan lolos pada
tahapan akhir merupakan putra-putri terbaik bangsa yang memiliki sepak terjang
yang pasti telah terukur dan pantas mengisi posisi pimpinan KPK jilid IV. Mengulang
kembali, yang terpenting bahwa Capim KPK yang berasal dari Polri itu berani
mengungkap dan membongkar konspirasi yang terjadi diinstitusinya jika saja terpilih
sebagai salah satu Pimpinan KPK jilid IV. Meskipun idealnya pimpinan KPK itu diisi
orang-orang yang tidak berlatar belakang dari Institusi Kepolisian dan Kejaksaan
guna menghindari vicious circle institute system (lingkaran setan sistem institusi)
sebagaimana tulisan Prof.Marwan Mas ;
tentu yang dimaksud adalah institusi kepolisian dan kejaksaan sehingga KPK
didesain sebagai trigger mechanism bagi dua institusi pemberantas korupsi itu. Akan
lebih efektif dan efisien sekiranya personel aktif institusi itu mengabdi dan
Tanggapan atas tulisan Prof.Dr.Marwan Mas,SH.,MH
Cegah Konflik Kepentingan

memperbaiki pemberantasan korupsi di institusinya. Apalagi unsur kepolisian dan


kejaksaan sudah menjadi bagian dari KPK yaitu menjadi bagian dari penyelidik,
penyidik dan penuntut. Sinergi pemberantasan korupsi akan jauh lebih efektif kalau
personel aktif polri dan kejaksaan memperkuat penyidikan dan penuntutan di
institusinya.

Apa yang dikatakan oleh Prof.Marwan Mas diatas sebenarnya mengkritik Institusi
Kepolisian dan Kejaksaan untuk lebih berperan aktif dalam pemberantasan korupsi
yang kerap terjadi di internal institusinya, karena desain KPK sebagai trigger
mechanism adalah mata rantai yang harus saling mengisi dan melengkapi bukan
untuk melemahkan KPK dalam melakukan pemberantasan Korupsi. Hanya saja
pandangan tersebut dianggap lemah dikarenakan secara aturan dalam Pasal 29
huruf-d UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK)
mengatur, untuk dapat diangkat pimpinan KPK harus berijazah sarjana hukum atau
sarjana lain yang memiliki keahlian dan pengalaman sekurang-kurangnya 15 tahun
dalam bidang hukum, ekonomi, keuangan, dan perbankan. sehingga ini menjadi
salah satu dasar sejumlah anggota polri aktif dan jaksa turut serta mengikuti seleksi
Capim KPK.
Penulis menganggap bahwa UU KPK terkhusus dalam pasal 29 huruf-d perlu
dilakukan revisi dikarenakan pasal ini membuka ruang kepada seluruh institusi
penegak hukum termasuk institusi kepolisian dan kejaksaan untuk masuk
membawa kepentingan intitusinya kedalam KPK guna melakukan pemberantasan
korupsi, alhasil jika kepentingan institusi yang berperan maka vicious circle institute
system (lingkaran setan sistem institusi) akan menguat yang menyebabkan
pelemahan terhadap focus and progress KPK dalam pemberantasan Korupsi.
Sehingga menjadi hal yang wajar jika banyak pakar hukum dan penggiat anti
korupsi skeptis dalam melihat agresifnya institusi kepolisian dan kejaksaan untuk
mengambil peranan dalam pencalonan pimpinan KPK, Prof.Marwan Mas yang
dikenal garang dalam perlbagai persoalan penanganan korupsi pun
mengungkapkan :
menuntun pimpinan KPK untuk berani dan melepaskan diri dari konflik kepentingan
saat akan memutuskan seseorang tersangka atau meningkatkan suatu perkara
korupsi ke tahap penyidikan, kita khawatir akan tersandera saat akan mengambil
keputusan jika terkait dengan oknum pimpinan dari institusinya. Jangan ada oknum
yang menekan dan mengancam akan membuka borok masa lalunya. Kalau sudah
seperti itu, kita tak bisa menjamin pimpinan KPK akan mampu menjaga kekompakan.
Pengambilan keputusan kolektif kolegian harus disetujui pimpinan aktif, satu saja
yang belum sepakat, keputusan belum boleh diambil. Bisakah public diyakinkan kalau
anggota polri dan jaksa aktif berani melepaskan diri dari konflik kepentingan dengan
pimpinan dan institusinya ?

C. REKAM JEJAK PIMPINAN KPK ; BERANI JUJUR HEBAT !!!


Mengisi jabatan sebagai pimpinan KPK tentunya memiliki konsekuensi yang sangat
besar bahkan dapat dikata menjadi pimpinan KPK harus berani menghadapi segala
ancaman yang akan menerpa. Menrefleksi lebih 1 dekade eksistensi KPK dari jilid I
hingga jilid III dapat dijadikan catatan penting bahwa semakin berani pimpinan KPK
Tanggapan atas tulisan Prof.Dr.Marwan Mas,SH.,MH
Cegah Konflik Kepentingan

dalam menetapkan tersangka kasus korupsi akan semakin dekat dengan ancaman
dalam menjerat pimpinan KPK, seperti KPK jilid I menjerat Antazhari Ashar, KPK jilid
II menjerat Bibit-Candra dan yang terakhir KPK jilid III Abraham Samad-Bambang
Widjajanto.
Contoh diatas merupakan tugas Pansel dengan teliti dan selektif menentukan
Capim KPK jilid IV kedepannya guna tidak dijerat dalam kasus masa lalunya
sebagaimana dalam tulisan Prof.Marwan Mas :
BUKAN CARI MALAIKAT
Misalnya minta kejujuran calon yang saya sebut pengakuan dosa sebab tidak
semua rekam jejak buruk calon diketahui dan dilaporkan masyarakat ke pansel.
Delapan calon yang akan diajukan ke DPR harus menyampaikan secara jujur borok
masa lalunya yang kemungkinan bisa di persoalkan. Ini berkaca pada kasus
Abraham samad dan bambang widjojanto yang ternyata diungkap masa lalunya

Tanggapan atas tulisan Prof.Dr.Marwan Mas,SH.,MH


Cegah Konflik Kepentingan

Tanggapan atas tulisan Prof.Dr.Marwan Mas,SH.,MH


Cegah Konflik Kepentingan

Tanggapan atas tulisan Prof.Dr.Marwan Mas,SH.,MH


Cegah Konflik Kepentingan

You might also like