You are on page 1of 7

Gejala Sisa Stroke

Pengamatan klinis oleh beberapa peneliti menunjukkan bahwa perilaku emosional dan reaksi
katastrofik lebih sering dijumpai pada penderita-penderita yang mengalami lesi di daerah hemisfer kiri;
sedangkan pada penderita dengan kerusakan hemisfer kanan terdapat pola reaksi indiferen. Chemerinski
dan Robinson melaporkan penderita dengan lesi hemisfer kiri 64% menunjukkan gangguan depresi
ringan sampai berat sedangkan kelainan ini hanya dijumpai pada 14% penderita dengan lesi hemisfer
kanan. Mereka juga menemukan bahwa atrofi subkortikal berkaitan dengan depresi pasca-stroke.
Penderita-penderita stroke dengan depresi dan ansietas lebih sering menunjukkan lesi kortikal (sebelah
kiri) dibandingkan dengan kelompok penderita stroke yang hanya dengan depresi saja. Pada kelompok
penderita stroke yang hanya dengan depresi saja ini lebih banyak ditemukan kerusakan subkortikal,
sedangkan penderita stroke dengan ansietas sering berkaitan dengan lesi hemisfer kanan. Sebaliknya Berg
dkk(6) menyatakan bahwa penderita dengan lesi hemisfer kiri yang memperlihatkan gejala depresi
jumlahnya tidak secara bermakna lebih besar.
Letak lesi
(i) Motor: gangguan motorik adalah yang paling prevalen dari semua kelainan yang disebabkan
oleh stroke dan pada umumnya meliputi muka, lengan, dan kaki, baik mono maupun dalam
bentuk gabungan.
(ii) Sensori: defisit sensorik berkisar antara kehilangan sensasi primer sampai kehilangan persepsi yang
sifatnya lebih kompleks. Penderita mungkin menyatakannya sebagai perasaan semutan, rasa
baal, atau gangguan sensitivitas. Kehilangan sensorik yang lebih kompleks meliputi
gangguan seperti astereognosis dan agrafia.
(iii) Penglihatan: stroke dapat menyebabkan hilangnya visus secara monokuler, hemianopsia homonim,
atau kebutaan kortikal.
(iv) Bicara dan bahasa: disfasia mungkin tampak sebagai gangguan komprehensi, lupa akan nama-nama,
adanya repetisi, dan gangguan membaca dan menulis. (3,7) Sebanyak kira-kira 30% penderita
stroke menunjukkan gangguan bicara.(3) Kelainan bicara dan bahasa dapat mengganggu
kemampuan penderita untuk kembali ke kehidupan mandiri seperti sebelum sakit. (Pada
Kasus).
(v) Kognitif: kelainan ini berupa adanya gangguan memori, atensi, orientasi, dan hilangnya kemampuan
menghitung (kalkulasi). Sekitar 15-25% penderita stroke menunjukkan gangguaun kognitif
yang nyata setelah mengalami serangan akut iskemik.
(vi) Afek: gangguan afeksi berupa depresi adalah yang paling sering menyertai stroke. Depresi cenderung
terjadi beberapa bulan setelah serangan dan jarang pada saat akut
Skoring Stroke

Skor diagnosis srtoke menurut Siriraj


(2,5 X DK) + (2 X MT) + (2 X NK) + (0,1 X TD) (3 X TA) 12

Keterangan :
DK = Derajat kesadaran (Sadar = 0, mengantuk/stupor = 1, semikoma/koma = 2)
MT = Muntah (Tidak muntah = 0, muntah = 1)
NK = Nyeri kepala (Tidak nyeri kepala = 0, nyeri kepala = 1)
TD = Tekanan darah diastolic
TA = Tanda ateroma (Tidak ada tanda ateroma = 0, ada tanda ateroma (seperti : diabetes
angina, penyakit pembuluh darah perifer = 1
Bila skor total > 1, berarti stroke perdarahan
Bila skor total < -1, berarti srtoke iskemik
Hasanudin Skor Stroke
No. Variabel
1. Tekanan darah saat serangan/MRS :
- Tensi lebih atau sama dengan 200/110 mmHg skor 7,5
- Tensi kurang atau sama dengan 200/110 mmHg skor 1
2. Waktu serangan :
- Aktif/bergiat skor 6,5
- Tidak aktif/istirahat skor 1
3. Sakit kepala :
- Sangat hebat skor 10
- Hebat skor 7,5
- Ringan skor 1
- Tidak ada skor 0
4. Muntah :
- Saat serangan skor 10
- Kurang atau sama dengan 24 jam saat serangan skor 7,5
- Lebih atau sama dengan 24 jam saat serangan skor 1
- Tidak ada skor 0
5. Kesadaran :
- Kehilangan kesadaran kurang 24 jam saat serangan skor 10
- Kehilangan kesadaran lebih 24 jam saat serangan skor 1
- Kehilangan kesadaran sementara lalu pulih skor 1
- Tidak ada skor 0
Jika nilai skor penderita stroke kurang dari 15,maka diagnosa klinik adalah stroke non
hemoragik.

Jika nilai total skor penderita stroke lebih dari 15,maka diagnosa klinik adalah stroke
hemoragik
Indikasi bedah Pada Stroke haemorrhagic

1. Perdarahan serebelar > 3 cm dengan perburukan klinis atau kompresi batang otak dan
hidrosefalus akibat obstruksi ventrikel.
2. Perdarahan intra serebral dgn lesi struktural (aneurisma, MAV atau angioma kavernosa),
jika mempunyai harapan outcome baik dan lesi strukturnya terjangkau / accessible
3. Volume darah berdasarkan hasil CT-scan menunjukan lebih dari 30cc
4. Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar ( 50 cm3 ) yang memburuk
Jenis Afasia

Management umum Stroke


Evaluasi gejala dan klinik stroke akut meliputi:

a. Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas penderita saat serangan, gejala
seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar, kejang, cegukan (hiccup), gangguan visual,
penurunan kesadaran, serta faktor risiko stroke (hipertensi, diabetes, dan lain-lain). 1
b. Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian respirasi, sirkulasi, oksimetri, dan suhu tubuh. Pemeriksaan
kepala dan leher (misalnya cedera kepala akibat jatuh saat kejang, bruit karotis, dan tanda-tanda
distensi vena jugular pada gagal jantung kongestif). Pemeriksaan torak (jantung dan paru), abdomen,
kulit dan ekstremitas.1
c. Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis terutama pemeriksaan saraf
kranialis, rangsang selaput otak, sistem motorik, sikap dan cara jalan refleks, koordinasi, sensorik
dan fungsi kognitif. Skala stroke yang dianjurkan saat ini adalah NIHSS (National Institutes of
Health Stroke Scale) (AHA/ASA, Class 1, Level of evidence B).1
2. Terapi Umum
a. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan

Pemantauan secara terus menerus terhadap status neutologis, nadi, tekanan darah, suhu tubuh,
dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam, pada pasien dengan defisit neurologis yang
nyata.

Pembetian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen < 95%

Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien yang tidak sadar. Berikan
bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar
dengan gangguan jalan napas.

Pasien stroke iskemik akut yang nonhipoksia tidak mernerlukan terapi oksigen.

Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask Airway) diperlukan pada pasien
dengan hipoksia (p02 <60 mmHg atau pCO2 >50 mmHg), atau syok, atau pada pasien yang
berisiko untuk terjadi aspirasi.

Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu. Jika pipa terpasang lebih dari
2 rninggu, maka dianjurkan dilakukan trakeostomi.
b. Stabilisasi Hemodinamik

Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pernberian cairan hipotonik seperti
glukosa).

Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter), dengan tujuan untuk memantau
kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk rnemasukkan cairan dan nutrisi.

Usahakan CVC 5 -12 mmHg.

Optimalisasi tekanan darah (Iihat Bab V.A Penatalaksanaan Tekanan Darah pada Stroke Akut)

Bila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan cairan sudah mencukupi, maka obat-obat
vasopressor dapat diberikan secara titrasi seperti dopamin dosis sedang/ tinggi, norepinefrin atau
epinefrin dengan target tekanan darah sistolik berkisar 140 mmHg.

Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan selama 24 jam pertama setelah
serangan stroke iskernik

Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi (konsultasi Kardiologi). Hipotensi
arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya. Hipovolemia harus dikoreksi dengan larutan
satin normal dan aritmia jantung yang mengakibatkan penurunan curah jantung sekuncup harus
dikoreksi

Faktor resiko
Non modifiable risk factors :
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Keturunan / genetik
Modifiable risk factors a. Behavioral risk factors 1. Merokok
Unhealthy diet : lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol, low fruit diet
Alkoholik
Obat-obatan : narkoba (kokain), antikoaguilansia, antiplatelet, obat kontrasepsi
Physiological risk factors
Penyakit hipertensi
Penyakit jantung
Diabetes mellitus
Infeksi/lues, arthritis, traumatic, AIDS, Lupus
Gangguan ginjal
Kegemukan (obesitas)
Keadaan yang dapat menyebabkan hemiparese
1. Tauma Kepala
2. Stroke
3. Tumor Otak
4. Infeksi (Abses Cerebri).

Menurut WHO, tujuan Rehabilitasi penderita stroke adalah:

Memaksimalkan fungsi otak.

Memperbaiki fungsi motorik, wicara, kognitif dan fungsi lain yang terganggu.

Readaptasi sosial dan mental untuk memulihkan hubungan interpesonal dan aktivitas
sosial.

Memaksimalkan quality of life

Dapat melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari.

Patogenesis Stroke pada kasus.

You might also like