You are on page 1of 5

Workshop Audit Mutu Rujukan Pelayanan Primer

di Puskesmas Provinsi DKI Jakarta


Hotel Puri Denpasar Jakarta, 23-24 Juni 2014
Telah terselenggara workshop audit mutu Rujukan Pelayanan Primer di Puskesmas Provinsi DKI
Jakarta pada tanggal 23-24 Juni 2014 di Hotel Puri Denpasar Jakarta. Workshop ini merupakan
salah satu rangkaian kegiatan proyek pengembangan sistem rujukan pelayanan primer terpadu
di Puskesmas Provinsi DKI Jakarta antara Dinas Kesehatan Jakarta dengan Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada (FK UGM).
Worskhop ini bertujuan untuk membandingkan antara standar mutu layanan rujukan dengan
kenyataan yang ada di lapagan. Hasil audit akan memberikan gambaran seberapa baik mutu
layanan rujukan serta upaya perbaikan/pengembangan yang dapat dilakukan, termasuk
pengembangan sistem dan pedoman rujukan serta peningkatan kompetensi dokter umum di
Puskesmas.
Workshop ini dihadiri oleh perwakilan dari 40 Puskesmas Kecamatan di DKI Jakarta, 2 RSUD di
Jakarta (RSUD Tarakan & RSUD Budi Asih), Suku dinas kesehatan jakarta Pusat, dan 3
Puskesmas Kelurahan (Puskesmas Kelurahan Pademangan Timur, Puskesmas Kelurahan Rawa
Badak Utara I, Puskesmas Kelurahan Kalisari). Empat Puskesmas Kecamatan yang belum hadir
dalam acara workshop ini adalah Puskesmas Kecamatan Johar Baru, Puskesmas Kecamatan
Grogol Petamburan, Puskesmas Kecamatan Taman Sari dan Puskesmas Kecamatan Koja.
Sebelum fasilitator dari tim UGM menjelaskan mengenai pelaksanaan audit mutu rujukan
layanan primer di Puskesmas, setiap peserta yang hadir diminta untuk menuliskan di secarik
kertas mengenai permasalahan rujukan yang terjadi di setiap Puskesmasnya masing-masing.
Beberapa permasalahan yang dituliskan peserta perwakilan tiap puskesmas antara lain
1.

Rujukan dibuat berdasarkan atas permintaan sendiri


Pasien sering meminta rujukan atas permintaan sendiri sehingga sering menimbulkan benturan
dengan pasien. Hal ini karena banyak pasien yang tidak mengerti sistem rujukan.

a.

Pasien yang sudah rutin berobat ke RS (seperti DM & Hipertensi) masih


memaksa untuk dirujuk walaupun bisa dilayani atau ada pengobatan di Puskesmas

b.

Pasien tidak membawa data kesehatan/kondisi sebelumnya dan tidak mau


diperiksa namun pasien meminta rujukan karena merasa sudah berobat ditempat lain dan
dipaksakan harus dirujuk

c.

Pasien tidak datang ke Puskesmas saat meminta rujukan padahal pasien yang
bersangkutan baru satu kali datang ke puskesmas

d.
e.

Setiap bulan pasien meminta rujukan untuk kasus yang sama


Pasien selalu memaksa meminta rujukan dengan alasan disuruh dari RS / dokter
yang memeriksa di RS

f.

2.

Pasien meminta rujukan dengan fasilitas BPJS padahal pasien bukan dari
wilayah / bukan yang terdaftar sebagai peserta di Puskesmas
Rumah Sakit Rujukan

a.

Penuhnya Rumah Sakit Rujukan sehingga kesulitan bagi Puskesmas dalam hal
merujuk pasien

b.

Rujukan antar poli di RS (rujukan internal RS) dibeberapa RS tidak berlaku.


Sehingga puskesmas harus membuat beberapa rujukan untuk satu pasien. Misalnya pasien DM
dengan katarak DM yaitu RS hanya mau melakukan konsul dengan spesialis mata. Kemudian
pasien disuruh kembali ke puskesmas untuk meminta rujukan ke Spesialis penyakit dalam

c.
3.
a.

Rumah sakit menanyakan sumber pendanaan pasien (BPJS atau pribadi)


Sistem rujukan balik tidak berjalan
Jawaban rujukan balik dari RS tidak ada sehingga puskesmas tidak bisa
melanjutkan pengobatan dan terpaksa harus kembali di rujuk ke RS

b.
c.

4.

Dokter RS tidak menuliskan follow up yang jelas


Selama berlakunya BPJS, bila ingin rujuk ulang (kontrol) pihak Rumah sakit
minta surat rujukan lagi. Padahal menurut BPJS bila dokter spesialis masih perlu dirujuk maka
tidak perlu surat rujukan lagi.
Sistem Rujukan online (SPGDT 119) belum berjalan dengan baik

a.

Sulitnya menghubungi 119 untuk menanyakan rumah sakit yang kosong

b.

Ketika puskesmas harus merujuk dengan menelpon RS rujukan terlebih dahulu


atau SPGDT, sementara SPGDT/RS tidak selalu menggangkat telepon untuk memberi jawaban
sehingga berpengaruh pada ketepatan waktu pasien yang dirujuk

c.

Sistem v-care BPJS belum online dengan RS Rujukan sehingga pasien kesulitan
untuk mengetahui jadwal pelayanan dokter spesialis di RS Rujukan

d.

Di Puskesmas belum ada online pendaftaran rujukan untuk pasien khusus


(beberapa penyakit tertentu) untuk kontrol ke RSCM / Harapan Kita

5.

Sumber Daya manusia di Puskesmas

a.

Jumlah tenaga kesehatan yang terbatas

b.

Kompetensi dokter belum sama (misalnya kompetensi untuk kasus darurat


kardiologi)

c.

144 jenis penyakit yang bisa ditangani di layanan primer tidak semua dapat
ditangani sehingga pasien dirujuk

d.
6.

Keahlian tenaga pendamping belum memadai


Standar Operasional Prosedur Rujukan

a.
b.

Belum adanya SOP (Standar Operasional Prosedur) Rujukan


Formulir Rujukan (dari BPJS) tidak lengkap : tidak menyediakan kolom tindakan
yang telah dilakukan dan kolom rujuk balik

c.
7.
a.

Belum ada kriteria Rujukan


Sarana & prasarana
Pemeriksaan Lab/rontgen yang sudah ada di Puskesmas tidak dicover oleh
BPJS sehingga pasien terpaksa di rujuk ke RS hanya untuk menjalani pemeriksaan penunjang

b.
c.

Peralatan kurang memadai di Puskesmas


Banyak Obat-obatan pada penyakit hipertensi dan cardiovaskuler yang tidak
tersedia di Puskesmas (misal: bisoprolol, clopidrogel) sehingga pasien tetap dirujuk walaupun
obat-obat tersebut hanya maintenance

d.
8.

Kurangnya ambulance sebagai transportasi


Monitoring dan evaluasi tidak ada (misalnya belum ada audit mutu rujukan)

Suasana Workshop Audit Mutu Rujukan Layanan


PrimerAcara

yang berlangsung selama dua hari ini meliputi kegiatan (1) Menyusun kriteria audit
layanan rujukan, (2) membentuk tim audit mutu layanan rujukan di setiap Puskesmas, (3)
menyusun jadwal uji coba instrumen audit serta pelaksanaan audit.

Sebelum menentukan kriteria audit layanan rujukan, fasilitator meminta peserta menyebutkan
topik penyakit audit rujukan. Topik penyakit yang dirujuk ini dipilih dengan alasan high volume,
high risk, high cost, problem.

Berikut Topik yang dipilih oleh peserta workshop untuk dilakukan audit rujukan:
1.

Hipertensi Grade 2

2.

DM (Gangren)

3.

Jantung

4.

Ibu hamil dengan PEB

5.

Kehamilan dengan Eclampsia

6.

Kehamilan dengan HIV

7.

TB Relaps / MDR

8.

BBLR

9.

DBD

10.

Kejang Demam

11.

Impaksi M3

12.

Tumor FAM
Dari topik penyakit diatas, peserta workshop dibagi menjadi lima kelompok untuk membahas
penyakit yang akan di audit. Dan dipilihlah lima topik penyakit diantaranya FAM (Fibro Adenoma
Mammae), DM (Diabete Melitus), DBD (Demam Berdarah Dengue), PEB (Pre Eclampsia Berat),
dan Hipertensi.

http://www.mutupelayanankesehatan.net/index.php/component/content/article/1443

Liputan6.com, Jakarta Terkait keluhan peserta BPJS Kesehatan yang mengalami


penyakit kronis yang sebelumnya hanya mendapat obat untuk 3 sampai 7 hari, kini
peserta bisa mendapat obat untuk 30 hari.
Seperti disampaikan Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan, Fadjri Adinur bahwa

sejak 15 Januari 2014, saat ini telah terbit Surat Edaran (SE) Menteri Kesehatan No.
31 dan 32 jadi saat ini peserta BPJS Kesehatan bisa mendapat obat untuk 30 hari
pada 15 Januari 2014.
"Untuk mengatasi permasalahan obat di Faskes (Fasilitas Kesehatan) tingkat
pertama dan tingkat lanjutan, telah disahkan SE Menkes Nomor
HK/Menkes/31/I/2014 tentang pelaksanaan standar tarif pelayanan kesehatan dan
SE Menkes nomor HK/Menkes/32/I/2014 tentang pelaksanaan pelayanan kesehatan
bagi peserta BPJS," kata Fadjri saat temu media di Media Center BPJS Kesehatan,
Jakarta, Rabu (26/2/2014).
Fadjri menyampaikan, adanya peraturan ini karena ada perubahan pola pembayaran
saat pembiayaan rumah sakit menggunakan InaCBGs. Maka itu, sejak dikeluarkan
Surat Edaran ini, peserta yang terindikasi penyakit kronis bisa mendapat obat untuk
30 hari.
http://m.liputan6.com/health/read/2015865/kini-pasien-penyakit-kronis-bisa-dapat-obat-untuk-30hari

You might also like