Professional Documents
Culture Documents
Berdasarkan arti kata ini bermacam-macam definisi filsafat telah tersusun. Tidak
kebijaksanaan ini belum menjadi filsafat dalam arti teknis. Supaya menjadi
salah satu gejala hidup. Umpama dalam psikologi diperlajari kelakuan manusia,
Jalan untuk memperoleh pandangan hidup yang menyeluruh itu ialah jalan
itu bukan filsafat. Seorang yang berfilsafat mengambil apa yang telah ditangkap
sebagai berikut. Apakah hukum itu? Apakah hukum itu sama dengan tata
yang berefungsi sebagai dasar tatahukum? Apakah terdapat hukum yang tidak
adil? Apa artinya keadilan itu? Selanjutnya : setiap orang yakin, bahwa hukum
harus diataati, asal hukum itu betul-betul merupakan hukum. Timbul pertanyaan:
dari manakah keharusan itu? Karena kewajiban etis terhadap orang lain? Dari
hukum.
Tulisan ini berangkat dari pandangan bahwa filsafat hukum adalah cabang
filsafat, khususnya cabang filsafat moral (etika). Posisi filsafat sebagai mater
scientiarum menjadikan filsafat hukum juga sebagai induk dari ilmu hukum.
Dengan demikian, filsafat hukum adalah juga bagian dari disiplin hukum, yang
menurut perkembangan terakhir cukup dibedakan menjadi tiga saja, yaitu ilmu
hukum, teori hukum, dan filsafat hukum. Sebagaimana dikemukakan oleh Gustav
Radbruch dan Langemeyer, semua yang dibuat pasti memiliki tujuan. Demikian
pula halnya dengan filsafat hukum. Cabang disiplin hukum ini membahas
masalah-masalah hukum secara filosof untuk mencari apa hakikat hukum dan
menemukan hukum yang benar dan adil bagi setiap masyarakat, bangsa, dan
negara.
Modalitas untuk membahas masalah-masalah filsafat hukum tersebut adalah
filsafat hukum karena dengan bekal inilah semua permasalahan filsafat hukum
dianggap hukum yang benar dan adil, terbukti tidak selalu sama bagi tiap-tiap
masyarakat, bangsa, dan negara dari waktu ke waktu. Hal ini semua dapat
Aliran Hukum Kodrat (sering pula disebut Aliran Hukum Alam), Postivisme
hukum yang kerap diangkat sebagi topik diskursus cabang disiplin hukum ini.
(2) tujuan hukum; (3) keadilan; (4) penataan hukum; (5) hak negara menghukum;
masyarakat tidak dapat menemukan jawaban hakikat hukum ini dalam ilmu
hukum, sehingga pertanyaan ini harus diserahkan kepada filsafat hukum. Ada
khas hukum dengan hal-hal yang digolongkan sebagai nonhukum. Di sisi lain
ada aliran filsafat hukum yang menolak pemilahan seperti itu sehingga hukum
kemanfatan. Bahasan tentang tujuan hukum ini akan mengambil porsi topik
permasalahan kedua. Tidak dapat dipungkiri, keadilan adalah salah satu tujuan
hukum yang sekaligus menjadi masalah perenial filsafat hukum. Oleh sebab itu,
Memang ada anggapan bahwa isi dari hukum adalah keadilan. Dengan
Tentu tidak semua setuju dengan pendapat ini. Ada banyak alasan seseorang
dipertanyakan oleh filsafat hukum adalah mengapa orang harus menaati hukum.
berdampak langsung terhadap hak asasi manusia. Hak ini sangat banyak,
beberapa di antaranya yang selalu menjadi isu sentral adalah hak milik dan hak
hukum yang dimaksud tidak boleh sekadar menjadi alat penyelesai sengketa
(dispute settlement) dan sarana tertib sosial (social order), melainkan juga
pemikiran yang tidak henti-hentinya dalam lapangan ilmu hukum. Apabila pada
masa lalu, filsafat hukum merupakan produk sampingan dari para filsuf, dewasa
tradisi ilmiah bawa suatu pemikiran pada saat tertentu akan terasa tidak sesuai
Sekalipun dengan, pemikiran yang lama tetap menjadi buah karya yang
berharga untuk dikaji ulang terus-menerus, dan boleh jadi suatu saat nanti,
Aliran-aliran filsafat hukum yang akan dibicarakan dalam tulisan meliputi: (1)
Aliran Hukum Alam; (2) Positivisme Hukum; (3) Utilitarianisme; (4) Mazhab
suatu aliran yang dibicarakan lebih dulu selalu mendahului aliran yang
pemikiran dari masing-masing aliran, yang dalam suatu situasi sesuai dengan
tata urutan kronologis, namun di sisi lain juga tidak lagi sesuai. Tetapi disini saya
Mazhab Sejarah
Mazhab Sejarah (Historische Rechtsschule) merupakan reaksi terhadap tiga
harus dianggap sebagai suatu sistem hukum yang harus disimpan dengan
baik sebagai sesuatu yang suci karena berasal dari alasan-alasan yang
murni.
Di samping itu, terdapat faktor lain, yaitu masalah kodifikasi hukum Jerman
tulisannya yang terbit tahun 1814, berjudul Uber die Notwendigkeit eines
gambaran darinya. Karena itulah harus diadakan perubahan yang tegas dengan
itu harus disesuaikan dengan keadaan setempat yang khas dan bahwa orang
pandang inilah yang menjadi salah satu penyebab munculnya Mazhab Sejarah
karena kebiasaan, tetapi karena perasaan keadilan yang terletak di dalam jiwa
bangsa itu (instinktif). Jiwa bangsa (Volksgeist) itulah yang menjadi sumber
berkembang bersama masyarakat (Das Rechts wird nicht gemacht, es ist und
wird mit dem Volke). Pendapat Savigny seperti ini bertolak belakang pula dengan
yang tidak akan terbentuk tanpa perjuangan keras; (3) jangan sampai peranan
hakim dan ahli hukum lainnya tidak mendapat perhatian, karena walaupun
Volksgeist itu dapat menjadi bahan kasarnya, tetap saja perlu ada yang
menyusunnya kembali untuk diproses menjadi bentuk hukum; (4) dalam banyak
kasus, peniruan memainkan peranan yang lebih besar daripada yang diakui
muncul dari kebiasaan, pengejawantahan yang paling konkret dari Volksgeist itu
berangkat dari tata nilai yang baik, yang dipilih secara selektif. Contoh : Hukum
SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE
Istilah sociological dalam menamai aliran ini, menurut Paton (1951: 17-21),
istilah “metode fungsional”. Oleh karena itu, ada pula yang menyebut
hukum adalah cabang dari sosiologi. Kedua, walaupun objek yang dipelajari oleh
keduanya adalah tentang pengaruh timbal balik antara hukum dan masyarakat,
hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di masyarakat. Aliran ini
memisahkan secara tegas antara hukum positif (the positive law) dan hukum
yang hidup (the living law). Aliran ini timbul dari proses dialektika antara (tesis)
Ehrlich melihat ada perbedaan antara hukum positif di satu pihak dengan
hukum yang hidup dalam masyarakat (living law) di lain pihak. Menurutnya,
hukum positif baru akan memiliki daya berlaku yang efektif apabila berisikan,
atau selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat tadi. Di sini jelas
meragukan posisi kebiasaan ini sebagai sumber dan bentuk hukum pada
masyarakat modern.
Sampai di sini terlihat bahwa pendapat Ehrlich mirip dengan von Savigny.
Hanya saja, Ehrlich lebih senang menggunakan istilah kenyataan sosial daripada
sosial yang anormatif itu dapat menjadi normatif, sebagai kenyataan hukum
(facts of law) atau hukum yang hidup (living law, yang juga dinamakan Ehrlich
empat cara (jalan) itu: (1) kebiasaan (Uebung), (2) kekuasaan efektif, (3) milik
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan di atas adalah bahwa antara
Ehrlich mirip dengan von Savigny. Hanya saja, Ehrlich lebih senang
merupakan salah satu faktor dalam kehidupan bersama suatu bangsa, seperti
bahasa, adat, moral, dan tatanegara. Oleh karena itu hukum merupakan sesuatu
hukum timbul secarah spontan dengan tidak sadar dalam jiwa warga bangsa.
jiwa bangsa yang mengembangkan hukum itu. Semua hukum berasal dari adat
hukum positif dengan hukum yang hidup, atau dengan kata lain pembedaan
hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam
masyarakat.
Daftar Pustaka
Yogyakarta, 1982.