Professional Documents
Culture Documents
selain sebagai senyawa anti gizi juga bersifat fitonutrien yang memiliki efek
antioksidan dan berpotensi sebagai chelating agent yang mengikat ion besi dan
dapat meningkatkan energi aktivasi pada reaksi inisiasi (Ishartani et al., 2014).
Asam fitat memiliki nama lain inositol heksafosfat. Asam fitat yang tidak
berikatan dengan molekul air memiliki rumus empiris molekul C 6H12O24P6,
sedangkan asam ditat yang berikatan dengan molekul air memiliki rumus empiris
molekul C6H12O24P6-3H2O. Asam fitat dapat membentuk suatu senyawa kompleks
yang tidak larut dalam air berupa protein fitat. Senyawa tersebut mengubah
polaritas dan titik elektrik dari protein sehingga terjadi pengendapan pada pH 2
3. Pada pH alkalis, komplek fitat yang terbentuk adalah protein mineral fitat
(Usmiati, 1988).
Asam fitat merupakan bentuk penyimpanan fosfor yang terbesar pada
tanaman serealia dan leguminosa serta dapat membentuk ikatan baik dengan
mineral bervalensi dua (Ca, Mg, Fe), maupun protein menjadi senyawa yang
sukar diserap oleh tubuh sehingga hal inilah yang mengakibatkan asam fitat
termasuk sebagai antinutrisi dalam bahan pangan. Adapun sifat dari senyawa fitat
antara lain berperan dalam fungsi fisiologis selama dormansi dan perkecambahan
pada biji-bijian, melindungi kerusakan oksidatif pada biji-bijian selama proses
penyimpanan,
menurunkan
bioavaibilitas
beberapa
mineral,
merupakan
antioksidan dan dapat menurunkan nilai gizi protein karena apabila fitat berikatan
dengan protein akan membentuk senyawa kompleks yang mengakibatkan protein
menjadi tidak larut. Perlakuan perebusan dan perendaman dapat menurunkan
asam fitat pada sampel koro pedang karena asam fitat merupakan senyawa yang
mudah larut dalam air. Selain itu, pemanasan menyebabkan inaktivasi enzim
fitase yang memiliki suhu optimum 50 - 52 0C. Faktor yang mempengaruhi
kandungan asam fitat pada suatu bahan adalah jenis tanaman dari sumber bahan
tersebut. Pada gandum dan padi, sebagian besar asam fitat berada di aleuron dan
perikarp. Pada jagung, 90% asam fitat terdapat pada bagian daun lembaga.
Sedangkan pada biji-bijian yang mengandung minyak, asam fitat terdapat pada
lapisan aleuron. Ada pun faktor yang mempengaruhi kandungan asam fitat pada
produk ialah perlakuan pendahuluan yang diberikan pada bahan mentah sebelum
diolah menjadi produk (Pramita, 2008). Menurut Mitta et al. (2013), pemasakan
dengan menggunakan air akan menyebabkan asam fitat mengalami defosforilasi.
Menurut Vojtiskova (2012), reagen HNO 3 berfungsi untu mengekstrak asam
fitat dari dalam sampel. Pernyataan ini juga didukung hasil penelitian oleh
Hernaman et al. (2006), bahwa HNO3 merupakan pelarut (pengekstrak) asam fitat
yang efektif. Menurut Sahni et al. (2000), penambahan FeCl3 dalam uji kadar
asam fitat adalah untuk mengendapkan (terjadi presipitasi) dari senyawa asam
fitat yang telah diekstrak dari sampel. Selain sebagai larutan blanko, larutan amil
alkohol juga berperan dalam memberikan intensitas warna merah pada larutan uji
yang akan diamati menggunakan spektrofotometer (Talamond et al., 1999;
Vojtiskovaet al., 2010; Vojtiskova dan Stanislav, 2013). Adapun fungsi dari
ammonium tiosianat adalah membentuk warna pink pada larutan sampel, hal ini
dikarenakan ion feri fitat yang tidak terikat dengan asam fitat akan beraksi dengan
ammonium tiosianat dan membentuk warna pink (Vojtiskovaet al., 2010).
Asam fitat bersifat labil dan berpotensi sebagai chealting agent yang mampu
mengikat ion besi dan dapat meningkatkan energi aktivasi pada reaksi inisiasi.
Asam fitat mengandung enam gugus fosfat yang bermuatan negatif pada berbagai
variasi pH. Asam fitat dapat berikatan dengan ion-ion logam seperti Zn2+, Fe3+,
Fe2+, Ca2+, Mg2+, maupun Cu2+ membentuk senyawa kompleks. Kation logam
berikatan dengan satu atau lebih gugus fosfat yang terdapat pada satu molekul
asam fitat atau kation logam dapat juga membentuk jembatan diantara dua atau
lebih molekul asam fitat. Pengaruh pengikatan mineral oleh asam fitat bagi tubuh
manusia
yakni
terjadinya
defisiensi
mineral
yang
akan
menyebabkan
asam fitat menjadi inositol dan fosfat bebas. Penurunan asam fitat pada koro
fermentasi mencapai 92,56%. Semakin lama fermentasi maka kadar asam fitat
pada
tempe
koro
benguk
akan
semakin
rendah
Absorbansi
Sampel
0,937
0,623
1,246
0,515
Kadar Asam
Fitat (mg/g)
0,0047
0,0240
- 0,0143
0,0307
0,973
1,073
0,997
0,0126
-0,0181
0,0010
Senyawa nir gizi atau senyawa antinutrisi adalah suatu senyawa yang
mengurangi manfaat dan atau penyerapan senyawa bahan pangan dari tumbuhan
atau produk olahan dari tanaman yang dijadikan sebagai bahan pangan. Senyawa
nir gizi merupakan substansi yang dibentuk secara alami di dalam bahan pangan
oleh metabolisme suatu spesies dan oleh mekanisme tertentu, serta memiliki
pengaruh yang berlawanan penyerapan nutrisi yang optimal. Terdapat beberapa
contoh senyawa antinutrisi diantaranya yaitu HCN (asam sianida), senyawa
alkaloid, dan asam fitat (Soetan dan Eyewole, 2009).
Asam fitat merupakan hasil pembetukan ikatan komplek dengan Fe atau
mineral lain seperti Zn, Mg, dan Ca menjadi bentuk yang tidak larut sehingga
sulit diabsorpsi oleh tubuh (Ishartani et al., 2014). Menurut Pramita (2008), asam
fitat merupakan bentuk penyimpanan fosfor yang terbesar pada tanaman serealia
dan leguminosa serta dapat membentuk ikatan baik dengan mineral bervalensi
dua (Ca, Mg, Fe), maupun protein menjadi senyawa yang sukar diserap oleh
tubuh sehingga hal inilah yang mengakibatkan asam fitat termasuk sebagai
antinutrisi dalam bahan pangan. Asam fitat sebagai senyawa anti gizi juga
dijelaskan oleh Widowati et al (2010), bahwa asam fitat adalah zat anti gizi
karena mempunyai kemampuan untuk berikatan dengan mineral yang
mengakibatkan kelarutan mineral tersebut menurun, sehingga ketersediaan
mineral menjadi rendah. Menurut Fitriani (2010), asam fitat dikenal dengan nama
ilmiah sebagai mio-inositol 1,2,3,4,5,6-heksakis (dihidrogen fosfat) atau IP6.
Asam fitat yang tidak berikatan dengan molekul air memiliki rumus empiris
molekul C6H12O24P6, sedangkan asam fitat yang berikatan dengan molekul air
memiliki rumus empiris molekul C6H12O24P6-3H2O (Usmiati, 1988). Adapun sifat
dari senyawa fitat menurut Pramita (2008) antara lain berperan dalam fungsi
fisiologis selama dormansi dan perkecambahan pada biji-bijian, melindungi
kerusakan oksidatif pada biji-bijian selama proses penyimpanan, menurunkan
bioavaibilitas beberapa mineral, merupakan antioksidan dan dapat menurunkan
nilai gizi protein karena apabila fitat berikatan dengan protein akan membentuk
senyawa kompleks yang mengakibatkan protein menjadi tidak larut.
Menurut Usmiati (1998), prinsip dari penentuan kadar asam fitat adalah
berdasarkan atas pengendapan asam fitat sebagai garam Fe kemudian kadar
diukur dengan menggunakan spektrofotometri. Adapun mekanisme pengujian
asam fitat bedasarkan langkah-langkah dalam praktikum adalah diawali dengan
mensuspensikan 5 gram sampel ke dalam
terikat dengan asam fitat akan beraksi dengan ammonium tiosianat dan
membentuk warna pink (Vojtiskovaet al., 2010).
Pada praktikum ini dilakukan proses pemanasan sampel setelah penambahan
larutan HNO3 dan FeCl3 yaitu dengan cara memanaskan tabung reaksi pada air
panas dengan suhu 1000C selama 20 menit. Menurut Muchtadi (1998) dalam
Pramita (2008), asam fitat merupakan senyawa yang tahan panas. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa proses pemanasan tidak merusak asam fitat (karena sifatnya
tahan panas) tapi merusak struktur bahan dan menyebabkan asam fitat lebih
mudah terekstrak ke dalam larutan. Selain itu menurut Mohamed et al (1986),
pemanasan bertujuan untuk meningkatkan intensitas warna dari larutan sampel.
Koro pedang merah hanya dikenal dalam kultivasi dan terdistribusi luas di
seluruh dunia mungkin domestik di Asia Timur. Koro pedang merah tumbuh
subur pada daerah hangat dengan suhu 20 - 30 0C dan terdistribusi baik pada curah
hujan 900 1500 mm (tropis). Selain itu, koro pedang merah memiliki
kandungan gizi yang sangat baik. Kandungan gizi dari 100 gram koro pedang
merah segar adalah 83,6 g air ; energi 59 kkal ; 4,6 gram protein ; 0,4 gram
lemak ; 10,7 gram karbohidrat ; 2,6 gram serat pangan ; 33 mg kalsium ; 55 mg
fosfor ; 1,2 mg besi ; vitamin A 40 IU ; 0,2 mg tiamin ; 0,1 mg riboflavin ; 2 mg
niasin ; 32 mg asam askorbat (Lim, 2012).
Pada praktikum ini digunakan sampel berupa koro pedang merah. Adapun
perlakuannya antara lain koro pedang merah mentah, rebus, kukus dan tempe
koro pedang merah fermentasi selama 48 jam. Menurut Ajayi et al (2010), koro
pedang merah mentah memiliki kadar asam fitat sebanyak 14,4 mg/g sampel.
Menurut Ishartani dkk. (2014), kadar asam fitat koro pedang merah berkulit yang
direndam selama 3 hari kemudan diautoklaf lebih rendah dari pada kontrol (tanpa
perlakuan pendahuluan), perlakuan rendam selama 3 hari saja, atau pun
kombinasi perlakuan rendam selama 3 hari dan perebusan.
Berdasarkan tabel 2.1, kadar asam fitat kacang koro pedang merah
dengan variasi perlakuan mentah, rebus, dan kukus serta tempe koro pedang
merah fermentasi selama 36 jam berturut-turut yakni 0,0047 ; 0,0240 ; - 0,0143 ;
0,0307 (mg/g berat kering). Sedangkan kadar asam fitat kacang pedang merah
dengan variasi perlakuan rendam + rebus dan rendam + kukus, serta tempe koro
pedang merah fermentasi 48 jam berturut-turut yakni 0,0126 ; - 0,0181 ; 0,0010
(mg/g berat kering). Perlakuan kombinasi rendam + rebus dan rendam + kukus
menyebabkan kadar asam fitat koro pedang merah lebih rendah daripada
perlakuan tunggal tanpa perendaman sebagai perlakuan pendahuluan, seperti
rebus dan kukus saja. Hasil praktikum ini sesuai hasil penelitian Ishartani dkk.
(2014) yang menyebutkan bahwa perlakuan kombinasi perendaman, sebagai
perlakuan pendahuluan, pemanasan lebih efektif dalam menurunkan kadar asam
fitat koro pedang merah. Ada pun perlakuan tempe koro pedang merah
fermentasi 48 jam menghasilkan kadar asam fitat akhir yang lebih rendah dari
kadar asam fitat akhir tempe koro pedang merah fermentasi 36 jam. Hasil ini pun
sesuai dengan teori Rokhmah (2008, dalam Fitriasari, 2010) yang menyatakan
bahwa semakin lama fermentasi maka kadar asam fitat pada tempe koro benguk
akan semakin rendah.
Perlakuan perendaman dan pemanasan dapat menurunkan asam fitat pada
sampel koro pedang karena asam fitat merupakan senyawa yang mudah larut
dalam air. Selain itu, pemanasan menyebabkan inaktivasi enzim fitase yang
memiliki suhu optimum 50 - 520C (Pramita, 2008). Menurut Mitta, dkk (2013),
pemasakan dengan menggunakan air akan menyebabkan asam fitat mengalami
defosforilasi. Ada pun fermentasi menggunakan kapang Rhizopus oligosporus
juga menurunkan kadar asam fitat tempe koro pedang merah karena kapang
Rhizopus oligosporus menghasilkan enzim fitase yang mampu menghidrolisis
asam
fitat
menjadi
inositol
dan
fosfat
bebas
sebagian besar asam fitat berada di aleuron dan perikarp. Pada jagung, 90% asam
fitat terdapat pada bagian daun lembaga. Sedangkan pada biji-bijian yang
mengandung minyak, asam fitat terdapat pada lapisan aleuron. Ada pun faktor
yang mempengaruhi kandungan asam fitat pada produk ialah perlakuan
pendahuluan yang diberikan pada bahan mentah sebelum diolah menjadi produk
(Pramita, 2008).
Asam fitat bersifat labil dan berpotensi sebagai chealting agent yang
mampu mengikat ion besi dan dapat meningkatkan energi aktivasi pada reaksi
inisiasi. Asam fitat mengandung enam gugus fosfat yang bermuatan negatif pada
berbagai variasi pH. Oleh karena itu, asam fitat dapat berikatan dengan ion-ion
logam seperti Zn2+, Fe3+, Fe2+, Ca2+, Mg2+, maupun Cu2+ membentuk senyawa
kompleks. Mekanisme pengikatan mineral oleh asam fitat adalah kation logam
berikatan dengan satu atau lebih gugus fosfat yang terdapat pada satu molekul
asam fitat atau kation logam dapat juga membentuk jembatan diantara dua atau
lebih molekul asam fitat. Pengaruh pengikatan mineral oleh asam fitat bagi tubuh
manusia yakni terjadinya defisiensi mineral yang akan menyebabkan
pertumbuhan anak tidak optimal dan terlambatnya pematangan seksual
(Afinah, dkk, 2010).
E. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum acara II Kadar Asam Fitat Kacang Koro Pedang,
kesimpulannya adalah perlakuan rebus, kukus, tempe koro pedang merah
fermentasi selama 36 jam, rendam + rebus, rendam + kukus, dan tempe koro
pedang merah fermentasi 48 jam berpengaruh dalam menurunkan kadar asam fitat
koro pedang merah. Ada pun perlakuan yang menghasilkan laju penurunan paling
tinggi adalah tempe koro pedang merah rendam + fermentasi 48 jam dengan hasil
kadar asam fitat akhir 0,0010 mg/g berat kering.
DAFTAR PUSTAKA
Afinah, S. Yazid A.M., Anis Shobirin .M.H , dan Shuhaimi .M. 2010. Phytase :
Application in Food Industry. International Food Research Journal Vol. 17.
Ajayi, Festus Tope., Sikirat Remi Akande, Joseph Oluwafemi Odejide dan Babajide
Idowu. 2010. Nutritive Evaluation of Some Tropical Under-Utilized Grain
Legume Seeds for Ruminants Nutrition. .Journal of American Science Vol. 6,
No. 7 (4).
Fitriani, Septiana Nur. 2010. Kajian Kadar Asam Fitat dan Kadar Protein Pada
Tempe Koro Babi (Viciafaba) dengan Variasi Pengecilan Ukuran dan Lama
Fermentasi. Skripsi Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret.
Fitriasari, Rahadhilla Meitta. 2010. Kajian Penggunaan Tempe Koro Benguk
(Mucuna pruriens) dan Tempe Koro Pedang (Canavalia enformis) dengan
Perlakuan Variasi Pengecilan Ukuran (Pengirisan dan Penggilingan)
Terhadap Karakteristik Kimia dan Sensoris Nugget Tempe Koro. Skripsi
Vojtiskova, Ing. Petra. 2012. The Influence of Phytic Acid on The Nutritional Value of
Foodstuffs. Doctoral Thesis Chemistry and Food Technology Tomas Bata
University.
Vojtiskova, P., S. Kracmar, dan I. Hoza. 2010. Content of Phytic Acid inSelected Sorts
of Legumes. Journal ACTA Universitatis Agriculturae Et Silviculturae
Mendelianae Brunensis Vol. 58, No. 1 (218).
Vojtiskova, Petra., dan Stanislav Kracmar. 2013. Crude Protein, Fibre and Phytic
Acid in Vitro Digestibility of Selected Legume and Buckwheat Samples.
Journal ACTA Universitatis Agriculturae Et Silviculturae Mendelianae
BrunensisVol. 61, No. 1 (218).
Widowati, Sri., B. A. S. Santosa, Roswita Sunarlim, Hernani, Suismono, Ridwan
Rachmat, Ira Mulyawanti, Febriyezi, dan Heti Herawati. 2010. Model
Penerapan Teknologi Produksi 1 Ton Tepung Sukun Bermutu Premium
dengan Efisiensi Biaya Produksi 50% dan Pengembangan 5 Macam Produk
Olahannya (Snack Food) di Kab. Cilacap. Artikel Ilmiah Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian
LAMPIRAN
x
berat sampel
0, 12
=0,0240
5
DOKUMENTASI