You are on page 1of 137

KEARIFAN LOKAL SONGU LARA MOMBANGU

MASYARAKAT PARIGI MOUTONG


(Studi di Kecamatan Bolano Lambunu)

SKRIPSI
(Diajukan sebagai Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial)

Oleh:
RIKIYANTO
NIM. 281 411 131

JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2015

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama
NIM
Jurusan
Fakultas

: Rikiyanto
: 281 411 131
: Sosiologi
: Ilmu Sosial

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul KEARIFFAN


LOKAL SONGU LARA MOMBANGU MASYARAKAT PARIGI
MOUTONG (Studi di Kecamatan Bolano Lambunu) yang disusun untuk
memenuhi salah satu persyaratan dalam menempuh ujian akhir Sarjana Sosial di
Universitas Negeri Gorontalo merupakan hasil karya sendiri.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan yang saya kutip dari
hasil karya orang lain dituliskan sumbernya dengan jelas sesuai nomor, kaidah,
etika penulisan ilmiah dan pedoman penulisan karya ilmiah Universitas Negeri
Gorontalo.
Apabila kemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian skripsi ini bukan
hasil karya saya sendiri atau terdapat plagiat dalam bagian-bagian tertentu, maka
saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan
sanksi lainnya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Gorontalo, Juli

Rikiyanto

2015

ABSTRAK
Rikiyanto 2015 KEARIFAN LOKAL SONGU LARA MOMBANGU
MASYARAKAT PARIGI MOUTONG (Studi di Kecamatan Bolano Lambunu).
Skripsi Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo
2015. Dibimbing oleh Bapak Ridwan Ibrahim, S.Pd., M.Si selaku pembimbing I
dan Bapak Rudy Harold, S.Th., M.Si selaku pembimbing II. Penelitian ini
mengkaji tentang kearifan lokal songu lara mombangu yang merupakan
semboyan Parigi Moutong yang objek penelitiannya berada di Kecamatan Bolano
Lambunu. Dalam penelitian ini membahas tentang kearifan lokal songu lara
mombangu di tengah-tengah masyarakat Kecamatan Bolano Lambunu. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan
dskriptif, sesuai dengan permasalahan yang diangkat yaitu bagaimana pemahaman
masyarakat tentang penerapan kearifan lokal songu lara mombangu sebagai
konsep pembangunan masyarakat di Kecamatan Bolano Lambunu. Dari hasil
penelitian ini, menunjukkan bahwa masyarakat Kecamatan Bolano Lambunu
memahami kearifan lokal songu lara mombangu itu sebagai semboyan mereka
yang merasa warga Parigi Moutong untuk bersama-sama membangun daerah ini
melalui sistem kerja sama, gotong royong, tolong menolong, dan sikap toleransi
antar sesama masyarakat.
Kata Kunci
Lambunu

: Kearifan Lokal, Songu Lara Mombangu, dan Masyarakat Bolano

KATA PENGANTAR

Asalamu alaikum wr. wb.


Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah S.W.T, atas berkat
limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi ini. Salawat serta salam tak lupa pula penulis sampaikan kepada Baginda
Rasulullah Saw., yang telah membawa kita dari jaman kejahilan menuju kepada
jaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan yang sampai saat ini masih dapat kita
rasakan.
Skripsi

yang

berjudul

KEARIFAN

LOKAL

SONGU

LARA

MOMBANGU MASYARAKAT PARIGI MOUTONG dengan wilayah studi


Kecamatan Bolano Lambunu. Skripsi ini membahas tentang semboyan Kabupaten
Parigi Moutong (songu lara mombangu) yang disajikan berdasarkan metode
kualitatif dengan pendekatan deskritif. Di mana dalam skripsi ini, dibahas tentang
aspek-aspek kearifan lokal songu lara mombangu, karakter kearifan lokal songu
lara mombangu, serta pembangunan masyarakat yang berbasis kearifan lokal
songu lara mombangu. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam menyandang gelar sarjana ilmu sosial di Universitas Negeri Gorontalo.
Dengan segala hormat dan kerendahan hati, maka sepatutnya penulis
menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya serta ucapan terimakasih
kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Syamsu Qamar Badu M.Pd selaku Rektor Universitas Negeri
Gorontalo
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Mahludin H. Baruwadi, M.P, selaku Pembantu Rektor I
Universitas Negeri Gorontalo
3. Bapak Eduart Wolok, ST, MT, selaku Pembantu Rektor II Universitas
Negeri Gorontalo
4. Bapak Dr. Fence M. Wantu, SH, MH, selaku Pembantu Rektor III
UniversitasNegeriGorontalo.
5. Bapak Prof. Hasanudin Fatsah, M.Hum, selaku Pembantu Rektor IV
Universitas Negeri Gorontalo
6. Bapak. Dr. Sastro M. Wantu, SH., M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu
Sosial Universitas Negeri Gorontalo
7. Bapak Drs. Revolje O.W. Kaunang, M.Pd, selaku Pembantu Dekan I
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo
8. Bapak Sutrisno Muhamad, S.Pd, M.Pd, selaku Pembantu Dekan

II

Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo.


9. Ibu Yowan Tamu, S.Ag, MA, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Ilmu
Sosial Universitas Negeri Gorontalo.
10. Bapak Farid Th. Musa, S.Sos, MA, selaku Ketua Jurusan Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo.
11. Bapak Rudy Harold S.Th. M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo
12. Seluruh dewan dosen Jurusan Sosiologi atas semua ilmu dan
pengalamannya yang di berikan kepada penulis baik sebagai insan
akademisi maupun insan Tuhan.
13. Melalui kesempatan ini pula, penulis dengan segala kerendahan hati
menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya atas jasa Bapak
Ridwan Ibrahim S.Pd, M.Si selaku Pembimbing I dan Bapak Rudy Harold,
S.Th, M.Si, selaku Pembimbing II yang telah rela dan ikhlas membimbing
penulis selama melakukan penyusunan skripsi.

14. Seluruh Staf dan Pegawai Administrasi FakultasI lmu Sosial Universitas
Negeri Gorontalo yang telah membantu penulis dalam pengurusan dan
penyelesaian urusan administrasi.
15. Kepala Perpustakaan Pusat Universitas Negeri Gorontalo Dr. Arifin Tahir,
M.Si beserta seluruh pegawai dan stafnya.
16. Lewat kesempatan ini dan tidak bermaksud mengurangi rasa hormat yang
lain penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada bapak Kadeni
S.Sos, selaku Camat Bolano Lambunu, yang telah memberikan izin
kepada penulis untuk melakukan penelitian demi suksesnya penyusunan
skripsi ini.
17. Teman-teman seperjuangan penulis, Sandri, Uten, Anto Adam, Alan,
Amil, Sukri, Akbar, Fai, Fadli, Ikbal, Wisna, Mba Sri, Mba Eka, Nink,
Ningsi, Ina, Susan, Mimi dan teman-teman lain yang tidak sempat penulis
sebutkan satu persatu terima kasih atas kebersamaan kalian.
18. Senior-senior angkatan I Sosiologi, Ka Tefi, Ka Izal, Ka Azrul, Ka Imin,
Ka Sahrain, Ka Firman, Ka Roi, dan lain-lain mohon bagi senior-senior
yang tidak sempat disebut namanya satu persatu. Terimah kasih telah
memberikan motivasi, dukungan dan bimbingan kalian.
19. Senior-senior angkatan II Sosiologi, Ka David, Ka Taurid dan lain-lain.
20. Teman-teman yang pernah satu tempat kos dengan penulis, Hamdan,
Iskandar Golo, Kasmat, Adam Rajak, Ka Irwan, Ka Zul, Akram, Ikram,
dan lain-lain terima kasih juga atas motivasi dan kebersamaan kalian.
21. Adik-adikku, Rizal, Magfirah, Didin, Retno, dan Uswatun yang ada di
Kampung.
22. Keluargaku yang berada di kampung, terimah kasih atas dukungan kalian.
23. Teristimewah buat kedua orang tuaku yang tercinta, Bapak Yudin Suduri
dan Ibu Olis Pakaya yang telah mencurahkan kasih sayangnya,
memberikan nasehat, dan memberikan doa di setiap langkahku sehingga
aku bisa menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Demikian yang dapat penulis sampaikan pada kesempatan ini, semoga


skripsi ini memberikan manfaat kepada semua pihak yang ingin memperoleh
informasi seputar kearifan lokal songu lara mombangu yang dijadikan sebagai
semboyan masyarakat Parigi Moutong. Serta harapan penulis, laporan hasil
penelitian ini dapat berguna bagi kehidupan masyarakat umum.
Amin...
Wasalamu alaikum wr. wb.
Gorontalo, Juli 2015

Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
FORMAT REVISI HASIL PENELITIAN
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
SURAT PERNYATAAN ........................................................................................ i
ABSTRAK .............................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................ iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ...................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xi
DAFTAR BAGAN ................................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah ...........................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah .................................................................................9
1.3 Rumusan Masalah ...................................................................................10
1.4 Tujuan Penelitian .....................................................................................10
1.5 Manfaat Penelitian ...................................................................................10
1.5.1 Manfaat Praktis .............................................................................10
1.5.2 Manfaat Teoritis .............................................................................11
BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................................12
2.1 Kearifan Lokal ..........................................................................................12
2.1.1 Aspek Kearifan Lokal .....................................................................14
2.1.2 Karakter Kearifan Lokal .................................................................16
2.2 Pembangunan Masyarakat ........................................................................19
2.2.1 Pembangunan Masyarakat berbasis Kearifan Lokal ......................21
2.3 Penelitian Terdahulu .................................................................................25
2.3.1 Penelitian Oleh faris Budiman Annas ............................................25
2.4 Kerangka Berpikir ....................................................................................27
BAB III METODE PENELITIAN .......................................................................28
3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian ...................................................................28
3.1.1 Lokasi Penelitian ............................................................................28
3.1.2 Waktu Penelitian ............................................................................28
3.2 Jenis Penelitian .........................................................................................29
3.3 Sumber Data .............................................................................................31
3.3.1 Data Primer .....................................................................................31
3.3.2 Data Sekunder ................................................................................32
3.4 Teknik Pengumpulan Data .......................................................................32
3.4.1 Teknik Observasi ............................................................................33
3.4.2 Teknik Wawancara .........................................................................34
3.4.3 Teknik Dokumentasi ......................................................................36
3.5 Teknik Pengolahan Data ...........................................................................36
3.5.1 Reliabilitas Data .............................................................................36
3.5.2 Validitas Data .................................................................................38

3.5.3 Generalisabilitas Data .....................................................................39


3.6 Analisis Data .............................................................................................40
3.6.1 Reduksi Data ..................................................................................41
3.6.2 Display Data ...................................................................................42
3.6.3 Mengambil Kesimpulan dan Verifikasi ..........................................42
3.7 Diagram Alur Penelitian ...........................................................................44
BAB IV HASIL PENELITIAN .............................................................................45
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .........................................................45
4.1.1 Kondisi Geografis Kecamatan Bolano Lambunu ...........................45
4.1.2 Kondisi Demografis Kecamatan Bolano Lambunu ........................47
4.2 Hasil Temuan Di Lapangan ......................................................................62
4.2.1 Kearifan Lokal Songu Lara Mombangu .........................................63
4.2.1.1 Aspek Kearifan Lokal Songu Lara Mombangu Masyarakat
Parigi Moutong Di Kecamatan Bolano Lambunu ................63
4.2.1.2 Karakter Kearifan Lokal Songu Lara Mombangu
Masayarakat Parigi Moutong Di Kecamatan Bolano
Lambunu ...............................................................................71
4.2.1.3 Pembangunan Masyarakat Berbasis Kearifan Lokal Songu
Lara Mombangu Pada Masyarakat Bolano Lambunu ..........82
BAB V PEMBAHASAN ........................................................................................94
5.1 Aspek Kearifan Lokal Songu Lara Mombangu ........................................94
5.1.1 Pemikiran Masyarakat Tentang Kearifan Lokal Songu Lara
Mombangu ...................................................................................97
5.1.2 Sikap Masyarakat Tentang Kearifan Lokal Songu Lara
Mombangu ...................................................................................98
5.1.3 Tindakan Masyarakat Tentang Kearifan Lokal Songu Lara
Mombangu ..................................................................................100
5.2 Karakter Kearifan Lokal Songu Lara Mombangu ...................................103
5.2.1 Moral Knowing Masyarakat Tentang Kearifan Lokal Songu Lara
Mombangu ..................................................................................104
5.2.2 Moral Feeling Masyarakat Tentang Kearifan Lokal Songu Lara
Mombangu ..................................................................................106
5.2.3 Moral Action Masyarakat Tentang Kearifan Lokal Songu Lara
Mombangu ..................................................................................107
5.3 Pembangunan Masyarakat Berabasis Kearifan Lokal Songu Lara
Mombangu ............................................................................................108
5.3.1 Aturan Berbasis Kearifan Lokal Songu Lara Mombangu .............110
5.3.2 Aktivitas Gotong Royong Masyarakat ..........................................111
5.3.3 Kebersamaan dan Keteladanan Masyarakat ..................................112
5.3.4 Kewajiban Warga Masyarakat.......................................................113
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................115
6.1 Kesimpulan............................................................................................115
6.2 Saran ......................................................................................................118

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kalender Pelaksanaan Penelitian .............................................................29
Tabel 4.1 Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kecamatan Bolano
Lambunu Tahun 2013 ..............................................................................47
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Kecamatan Bolano Lambunu Berdasarkan Jenis
Kelamin dan Seks Rasio Tahun 2013 ......................................................48
Tabel 4.3 Jumlah Rumah Tangga, Penduduk dan Rata-Rata Penduduk Per Rumah
Tangga Kecamatan Bolano Lambunu Tahun 2013 .................................49
Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Kecamatan Bolano Lambunu Berdasarkan Kelompok
Umur Tahun 2013 ....................................................................................51
Tabel 4.5 Banyaknya Sekolah Di Kecamatan Bolano Lambunu Menurut Tingkat
Pendidikan dan Status Sekolah Tahun 2013 ...........................................52
Tabel 4.6 Jumlah Fasilitas Kesehatan Kecamatan Bolano Lambunu Tahun 2013 ..53
Tabel 4.7 Banyaknya Tenaga Kesehatan Di Kecamatan Bolano Lambunu Menurut
Jenis Tahun 2013 .....................................................................................55
Tabel 4.8 Jumlah Bangunan Tempat Tinggal Berdasarkan Klasifikasi Di
Kecamatan Bolano Lambunu Tahun 2013 ..............................................57
Tabel 4.9 Penduduk Berdasarkan Jenis Lapangan Pekerjaan Bolano Lambunu
Tahun 2013 ..............................................................................................58
Tabel 4.10 Banyaknya Keluarga Berdasarkan Pentahapan Kesejahteraan
Kecamatan Bolano Lambunu Tahun 2013 ..............................................60
Tabel 4.11 Luas Lahan Kecamatan Bolano Lambunu Berdasarkan Penggunaanya 61

DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Peta Kecamatan Bolano Lambunu .......................................................46
Gambar 4.2 Piramida Penduduk Kecamatan Bolano Lambunu Tahun 2013 ..........51
Gambar 4.3 Presentase Penggunaan Lahan Bukan Sawah Kecamatan Bolano
Lambunu Tahun 2013 (Ha) .....................................................................61
Gambar 4.4 Wawancara Bersama dengan Bapak Supri...........................................63
Gambar 4.5 Wawancara Bersama dengan Bapak Hasan .........................................65
Gambar 4.6 Wawancara Bersama dengan Saudara Nurzain ....................................69
Gambar 4.7 Kantor Desa yang Dibangun Melalui Kegiatan/Program Swadaya
Masyarakat...............................................................................................71
Gambar 4.8 Wawancara Bersama dengan Bapak Rasto ..........................................75
Gambar 4.9 Wawancara Bersama dengan Bapak Nasir...........................................76
Gambar 4.10 Wawancara Bersama dengan Bapak Pulung ......................................81
Gambar 4.11 Wawancara Bersama dengan Aparat Desa (Bapak Sukatno, Bapak
Sargam dan Bapak Tuwiran) ...................................................................84
Gambar 4.12 Penyuluhan/Sosialisasi Masyarakat Oleh Dinas Pertanian dan
Peternakan Kecamatan Bolano Lambunu................................................86
Gambar 4.13 Salah contoh aktivitas gotong royong masyarakat (perbaikan jalan
usaha tani di Desa Kotanagaya)...............................................................88
Gambar 5.1 Contoh Kegiatan yang Diadakan dI Salah Satu Desa Desa yang Ada
di Kecamatan Bolano Lambunu (Turnamen Bola Kaki Mini) ...............101

DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Berpikir.............................................................................. 27
Bagan 3.1 Diagram Alur Penelitian .................................................................... 44

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kearifan lokal dapat diartikan sebagai kebijaksanaan masyarakat
setempat (lokal). Kearifan lokal bagi masyarakat merupakan suatu pedoman
dalam bersikap dan bertiindak dengan sesamanya dalam upaya pemenuhan
kebutuhan masyarakat tersebut. Oleh karena itu, dalam masyarakat diperlukan
adanya suatu pengetahuan dalam memahami kearifan lokal sebagai suatu
kekayaan budaya yang isinya adalah tentang nilai-nilai budaya lokal.
Pada masyarakat, khususnya masyarakat transmigran, yang notabenenya
memiliki

keragaman

budaya

menjadi

suatu

masalah

tersendiri

dalam

mengidentifikasi budaya lokal pada masyarakat tersebut. Maka, kearifan lokal


adalah pilihan utama dalam menjaga atau melestarikan budaya lokal yang telah
mendapat pengaruh dari budaya lain (dalam hal ini adalah budaya yang dibawa
oleh masyarakat transmigran). Akan tetapi, masalah yang tidak dapat untuk
dihindari pada masyarakat transmigran adalah masalah tentang pergeseran budaya
dan gesekan antarbudaya atau konflik lintas budaya.
Untuk menghindari masalah yang ada pada masyarakat transmigran
adalah dengan mengembangkan pengetahuan tentang budaya, atau kecerdasan
budaya. Kearifan lokal sendiri berisi pengetahuan-pengetahuan yang sangat
penting perihal kehidupan berbudaya. Oleh sebab itu, kearifan lokal bagi

masyarakat dapat mempertebal adanya kohesi sosial. Karena dalam kearifan lokal
terdapat norma-norma yang mengatur semua tindakan dan perilaku masyarakat.
Dari segi etnik atau suku bangsa, kearifan lokal dijadikan sebagai aset
budaya bangsa. Khususnya Indonesia, yang memiliki keragaman etnik. Sehingga
kearifan lokal yang dimiliki oleh Indonesia sebagai masyarakat yang majemuk
pastinya juga memiliki keragaman. Kearifan lokal juga merupakan suatu
karakteristik yang membedakan etnik yang satu dengan etnik yang lain. Oleh
karenanya, kearifan lokal dijadikan sebagai suatu inspirasi untuk memenuhi
segala kebutuhan hidup setiap etnik yang ada. Selain itu juga kearifan lokal
digunakan

untuk

menigkatkan

kesejahteraan

masyarakat

etnik

tersebut.

Contohnya masyarakat Etnik Lampung dikenal terbuka menerima etnik lain


sebagai saudara (dapat dilihat pada adat muari dan angkon), masyarakat Etnik
Jawa terkenal dengan tata krama dan perilaku yang lembut, Etnik Madura dan
Bugis memiliki harga diri yang tinggi, serta Etnik Cina dikenal dengan
keuletannya dalam berusaha. Demikian juga dengan Etnik Minang, Aceh, Sunda,
Toraja, dan sebagainya memiliki budaya dan pedoman hidup masing-masing yang
merupakan ciri khas mereka sesuai dengan keyakinan dan tuntutan hidup dalam
upaya mencapai kesejahteraan bersama.1
Sebagai suatu warisan budaya dimana nilai-nilai yang terdapat pada
kearifan lokal. Nilai-nilai tersebut dapat dilihat pada tradisi dan kebiasaan suatu
masyarakat, seperti gotong royong, rela berkorban, saling menghormati dan sikap

Dimasc
Ackyl,
Kearifan
Lokal
Sebagai
Aset
Budaya
https://www.academia.edu/8425033/pdf , diakses pada tanggal 6 Februari 2015.
1

Bangsa,

toleransi.2 Dari hal tersebut, ini akan menjadi suatu karakter bagi masyarakat
yang menanamkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sosial. Misalnya adalah
pada masyarakat Minangkabau, masyarakat Minang menyebut daerahnya dengan
sebutan alam atau ranah. Falsafah alam takambang jadi guru merupakan
landasan berpikir masyarakat Minang. Ungkapan tersebut merupakan suatu
manifestasi masyarakat Minang dalam menjalankan kehidupan dan kebiasaan
mereka. Kebiasaan ini kemudian menjadi adat istiadat dan pedoman masyarakat
Minang. Sesungguhnya adat masyarakat Minang adalah suatu konsep kehidupan
yang dirancang dan dipersiapkan oleh nenek moyang mereka untuk mencapai
kesejahteraan seluruh masyarakat Minang.3
Kearifan lokal seperti yang telah disebutkan tersebut, dapat terwujud
melalui pikiran, sikap dan tindakan masyarakatnya. Artinya, kearifan lokal yang
ada pada masyarakat secara umum memiliki budi pekerti yang luhur, yang setiap
individunya selalu berpikir, bersikap dan bertindak berdasarkan apa yang telah
menjadi nilai dan norma yang dianut oleh masyarakat tersebut. Hal ini yang
kemudian oleh masyarakat dalam melakukan hubungan selalu memperhatikan
nilai-nilai itu.
Contoh lain yang dapat dilihat tentang kearifan lokal sebagai pembentuk
karakter dan jati diri bangsa adalah kearifan lokal masyarakat Gorontalo. Di mana
pada masyarakat Gorontalo, salah satu kearifan lokal yang ada pada masyarakat
2

Magdalia Alfian, Potensi Kearifan Lokal dalam Pembentukan Jati Diri dan Karakter Bangsa,
Makalah dalam Seminar Tentang The 5th Internasional Conference on Indonesian Studies:
Ethnicity and Globalization, diselenggarakan oleh ICSSIS (International Conference & Summer
School on Indonesian Studies) Fakultas Ilmu pengetahuan Budaya Universitas Indonesia,
Yogyakarta, 13-14 Jun 2013, hlm. 424.
3
Ibid., hlm. 428.

Gorontalo adalah Huyula. Budaya Huyula sendiri merupakan suatu sistem gotong
royong antar masyarakat Gorontalo dalam memenuhi kebutuhan hidup
masyarakatnya.4 Makna Huyula bagi masyarakat Gorontalo adalah suatu nilai
yang didalamnya terdapat budaya gotong royong dan saling membantu sama lain.
Huyula bagi masyarakat Gorontalo dapat dilihat dalam beberapa jenis
kegiatan, yaitu: 1) ambu merupakan kegiatan tolong menolong untuk kepentingan
bersama atau lebih dikenal dengan istilah kerja bakti, misalnya pembauatan jalan
desa, tanggul desa, jembatan dan sebagainya. Selain itu, ambu merupakan salah
satu cara yang digunakan oleh masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan di
masyarakat seperti perkelahian antara warga. 2) Hileiya merupakan kegiatan
tolong menolong secara spontan yang dianggap kewajiban sebagai anggota
masyarakat, misalnya pertolongan yang diberikan pada keluarga yang mengalami
keduakaan atau musibah lainnya. 3) Tiayo adalah kegiatan tolong menolong
antara sekelompok orang untuk mengejarkan pekerjaan seseorang, contohnya
kegiatan pertanian, kegiatan membangun rumah, kegiatan membangun bantayo
(tenda) untuk pesta perkawinan.5
Pada daerah-daerah tertentu, kearifan lokal dijadikan sebagai suatu konsep
pembangunan dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya. Kebijakankebijakan daerah yang berhubungan dengan program pembangunan, kearifan
lokal dijadikan sebagai suatu konsep dalam tujuan pembangunan. Alasannya
adalah karena setiap pembangunan sehrusnya bersifat multidimensi yang
4

Rasid Yunus, Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Local Genius) Sebagai Penguat Karakter Bangsa:
Studi Empiris Tentang Huyula, Cet. 1, Ed. 1, Deepublish, Yogyakarta, 2014, hlm. 7.
5
Ibid.

pendekatannya meliputi semua aspek dalam pembangunan, termasuk itu


pendekatan kultural. Maka pendekatan itu, kearifan lokal dijadikan konsep dalam
pembangunan yang masyarakatnya adalah sasaran pembangunan. Misalnya adalah
kearifan lokal yang ada pada masyarakat Bali, di mana kearifan lokal masyarakat
Bali tersebut dijadikan sebagai suatu konsep pembangunan dalam penataan ruang.
Kearifan lokal yang dimanifestasikan menjadi konsep-konsep pembangunan
tersebut adalah Rwa Bhineda, Tri Hita Karana, Tri Angga dan Tri Mandala,
Catus-Patha, Sanga Mandala, dan konsep Asta Kosala Kosali.6
Kehidupan masyarakat dewasa ini memiliki ragam jenis kebudayaan,
seperti halnya masyarakat transmigran yang mendiami suatu tempat. Masyarakat
transmigran disebut sebagai masyarakat yang berasal dari suatu daerah yang padat
penduduknya dan kemudian pindah ke suatu daerah yang sedikit penduduknya.
Masyarakat transmigran ini notabenenya membawa suatu kebudayaan yang
berasal dari tempat tinggal sebelumnya, yang kemudian berbaur dengan
kebudayaan lokal di daerah tempat tinggal mereka saat ini. Bagi masyarakat lokal
kebudayaan tersebut merupakan suatu kebudayaan yang baru dan asing. Salah
satu masalah yang dialami oleh masyarakat daerah transmigran adalah adanya
benturan antara budaya lokal dan budaya transmigran.
Masyarakat di Kecamatan Bolano Lambunu mengenal sebuah motto yang
dijadikan sebagai falsafah hidup, yaitu songu lara mombangu. Falsafah songu
lara mombangu berasal dari bahasa Kaili yang berarti kehendak bersama dalam

I Gede Astra Wesnawa, Dinamika Pemanfaatan Ruang Berbasis Kearifan Lokal Di Kabupaten
Buleleng Provinsi Bali, Jurnal Forum Geografi, Vol. 24, No. 1, hlm. 2.

membangun daerah. Songu lara mombangu sendiri dijadikan sebuah alat dalam
mempersatukan masyarakat, khususnya masyarakat Kecamatan Bolano Lambunu.
Kemudian

falsafah

ini

ditransformasikan

dalam

kearifan

lokal

yang

dimanifestasikan pada budaya gotong royong, tolong menolong, kerja sama, serta
sikap toleransi antar masyarakat yang ada di Kecamatan Bolano Lambunu.
Sejatinya, songu lara mombangu merupakan suatu warisan budaya yang
diwariskan oleh para pejuang yang berasal dari Parigi Moutong dan wilayah
sekitarnya. Pada masa penjajahan kolonilaisme wilayah Parigi Moutong dulunya
merupakan wilayah kerajaan. Pemerintah Hindia Belanda pada masa itu
mengadakan kontrak politik dengan beberapa raja yang ada pada wilayah tersebut
sebagai perwakilan mereka di Parigi Moutong. Hal membawa dampak yang
sangat besar terhadap perkembangan Parigi Moutong

pada saat itu, yang

kemudian songu lara mombangu lahir sebagai suatu semangat perjuang untuk
melawan segala bentuk kolonialisme. Perjuangan ini dilakukan oleh masyarakat
Parigi Moutong yang dipimpin oleh Tombolotutu.
Bolano Lambunu merupakan sebuah kecamatan yang masyarakatnya
terdiri atas beragam etnik dan suku bangsa. Sehingga Bolano Lambunu juga
dikenal sebagai daerah transmigran. Karena mayoritas masyarakat Bolano
Lambunu adalah masyarakat yang berasal dari luar daerah tersebut, bahkan
berasal dari luar provinsi. Etnik yang ada di Kecamatan Bolano Lambunu terdiri
atas Etnik Jawa, Bali, Bugis, Kaili, Tialo-Tomini, Bajo, Gorontalo, Bolano, Cina,
Arab, Toraja, dan sebagainya.

Dari sekian banyak masyarakat etnik yang mendiami Kecamatan Bolano


Lambunu, maka di kecamatan ini memiliki keanekaragaman budaya pula, baik itu
budaya lokal yang ada di daerah tersebut maupun budaya yang dibawa oleh etniketnik yang berasal dari luar daerah. Etnik-etnik tersebut juga dapat dibedakan dari
kebiasaan-kebisaan

yang

mereka

lakukan.

Oleh

karenanya,

masyarakat

Kecamatan Bolano Lambunu memiliki kearifan lokal masing-masing berdasarkan


etnik yang mereka miliki, dan untuk menyatukan etnik ini dari sudut pandang
budaya baru yang lahir akibat adanya perpaduan antar berbagai budaya sangat
sulit untuk dilakukan. Karena masyarakat Bolano Lambunu memiliki keyakinan
dan pedoman serta tuntunan hidup sendiri-sendiri.
Sebagai suatu kearifan lokal, songu lara mombangu kemudian dijadikan
sebuah semboyan bagi masyarakat Bolano Lambunu dalam menyatukan etniketnik tersebut. Songu lara mombangu sendiri dimanifestasikan dalam bentuk
perilaku yang sadar bahwa mereka merupakan suatu satu kesatuan yang tidak
dapat untuk dipisahkan. Melalui pola hubungan gotong royong dan kerja sama
masyarakat yang ada di Kecamatan Bolano Lambunu hidup berdampingan demi
memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Selain itu juga dalam mewujudkan misi pembangunan masyarakat Bolano
Lambunu, kearifan lokal songu lara mombangu tidak hanya menjadi falsafah
dalam membentuk karakter serta sebagai pemersatu masyarakat Bolano Lambunu
yang berbeda-beda etnik tersebut. Songu lara mombangu adalah sebuah konsep
pembangunan masyarakat dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Konsep pembangunan ini dtransformasikan kedalam penigkatan partisipasi


masyarakatnya. Karena secara harafiah songu lara mombangu ini dimaknai
dengan semangat atau suatu ketekatan bersama dalam membangun. Oleh
karenanya, songu lara mombangu ini juga tertuang dalam tujuan pembangunan
daerah, khususnya Kecamatan Bolano Lambunu.
Kearifan lokal songu lara mombangu yang dijadikan sebagai model
pembangunan

daerah,

khususnya

pembangunan

masyarakat

yang

dimanifestasikan ke dalam program-program pembangunan daerah. Programprogram pembangunan tersebut seperti program pembangunan masyarakat dalam
aspek

pendidikan,

pembangunan

masyarakat

pada

aspek

infrastruktur,

pembangunan masyarakat yang pendekatannya pada aspek berwawasan


lingkungan, dan sebagainya.
Pembangunan dalam aspek pendidikan dinilai merupakan suatu hal yang
paling urgen dalam proses pembangunan masyarakat yang berbasis kearifan lokal
songu lara mombangu. Karena dalam peningkatan mutu sumber daya manusia
yang erat kaitannya dengan pembangunan masyarakat, hal tersebut dapat
dilakukan melalui penerapan pembangunan masyarakat yang berbasis kearifan
lokal ke dalam kurikulum pendidikan. Misalnya adalah melalui pembentukan
karakter masyarakat yang terdapat pada pendidikan karakter sebagaimana yang
telah dicanangkan oleh pemerintah (baik daerah maupun pusat).
1.2 Identifikasi Masalah

Kecamatan Bolano Lambunu sebagai suatu daerah transmigran yang


memiliki keragaman etnik memiliki berbagai macam permasalahan. Segala
macam permasalahan ini diakibatkan karena perbedaan-perbedaan kebudayaan
masyarakat yang ada di kecamatan tersebut. Masalah-masalah tersebut kemudian
dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Adanya

benturan

dan

gesekan

budaya

akibat

adanya

kesalahan

berkomunikasi pada masyarakat Bolano Lambunu.


2. Kurangnya rasa solidaritas diantara masing-masing masyarakat yang
berbeda etnik tersebut.
3. Sering terjadi konflik lintas budaya (konflik laten) di Kecamatan Bolano
Lambunu.
4. Terjadi

pengelompokan-pengelompokan

berdasarkan

etnik

yang

menciptakan sikap primordialisme daerah yang tinggi.


5. Munculnya sikap saling meremehkan di antara masing-masing etnik yang
ada di Kecamatan Bolano Lambunu.
6. Adanya kesalahpahaman masyarakat dalam menerapkan falsafah songu lara
mombangu sebagai suatu pedoman dan aturan hidup.
7. Lambatnya proses pembangunan, baik pembangunan masyarakat maupun
pembangunan infrastruktur dalam menciptakan kecamatan yang maju dan
mandiri.
8. Sikap apatis masyarakat sebagai subjek pembangunan dalam menigkatkan
pembangunan masyarakat.
1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka dapat


dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu bagaimana pemahaman
masyarakat tentang penerapan kearifan lokal songu lara mombangu sebagai
konsep pembangunan masyarakat di Kecamatan Bolano Lambunu?
1.4 Tujuan Peneltian
Adapun tujuan utama dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
dinamika kearifan lokal songu lara mombangu yang ada di Kecamatan Bolano
Lambunu. Selain itu, penelitian ini memiliki tujuan lain yaitu untuk
mendeskripsikan pemahaman masyarakat tentang penerapan kearifan lokal songu
lara mombangu sebagai konsep pembangunan masyarakat di Kecamatan Bolano
Lambunu.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam
melihat dinamika kearifan

lokal yang ada di Kecamatan Bolano Lambunu.

Manfaat lain yang dapat dipetik dari penelitian ini adalah Dengan diketahinya
pemahaman masyarakat tentang penerapan kearifan lokal songu lara mombangu
sebagai konsep pembangunan masyarakat di Kecamatan Bolano Lambunu, hal ini
dapat digunakan sebagai suatu acuan dalam meningkatkan tujuan pembangunan
ada pada suatu daerah yang memiliki keragaman etnik tanpa mengurangi atau
menghilangkan nilai-nilai budaya lokal daerah tersebut.
1.5.2 Manfaat Teoritis

Selain itu juga, manfaat teoritis daripada penelitian ini ialah untuk
mengembangkan teori-teori yang didapatkan oleh peneliti dari beberapa kajian
literatur dan kepustakaan. Kemudian teori-teori tersebut dapat diaplikasikan
dalam kehidupan masyarakat, misalnya seperti bentuk-bentuk kearifan lokal yang
ada pada suatu masyarakat. Serta dapat menambah wawasan mengenai teori-teori
yang berhubungan dengan pembangunan seperti pembangunan masyarakat.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kearifan Lokal
Istilah kearifan lokal terdiri atas dua suku kata, yaitu kearifan yang
berarti kebijaksanaan dan lokal yang berarti setempat atau kewilayahan. Jadi,
arti kearifan lokal merujuk pada pendefinisian bahwa kebijaksanaan yang dimiliki
oleh masyarakat setempat. Dalam masyarakat yang multikultur, masing-masing
kelompok mempunyai kebenaran masing-masing. Karena itu bahwa kearifan lokal
akan bersifat relatif terhadap kearifan lokal lainnya.7
Istilah kearifan lokal merupakan suatu istilah yang diterjemahkan dari
local genius dan pertama kali diperkenalkan oleh Quaritch Wales pada tahun
1948-1949. Menurutnya, kearifan lokal adalah kemampuan kebudayaan setempat
dalam menghadapi pengaruh kebudayaan asing pada waktu kebudayaan itu
berhubungan.8 Jika kearifan lokal dilihat secara baik dan dipromosikan, maka hal
tersebut dapat menjadi sumber-sumber pengetahuan yang baik pula, serta menjadi
informasi dan pedoman bagi kualitas pengembangan kehidupan manusia.9

Mikka Wildha Nurrochsyam, Tradisi Pasola antara Kekerasan dan Kearifan Lokal, dalam Dr.
Ade Makmur, Kearifan Lokal Di Tengah Modernisasi, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Kebudayaan Badan Pengembangan Sumber Daya Kebudayaan dan Pariwisata Kementrian
Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia, Jakarta, 2011, hlm. 86.
8
Syampadzi Nurroh, Critical Review Studi Kasus: Kearifan Lokal (Local Wisdom) Masyarakat
Suku Sunda Dalam Pengelolaan Lingkungan yang Berkelanjutan, Tesis pada Program Magister
Ilmu Manajemen Lingkungan, Universitas Gadja Mada, Yogyakarta, 2014, hlm. 5.
9
Ibid.

Istilah lain daripada kearifan lokal adalah local wisdom yang dipahami
sebagai suatu usaha manusia dengan menggunakan akal budinya untuk bertindak
dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang dan
waktu tertentu.10 Menurut John Haba kearifan lokal merupakan berbagai kekayaan
budaya yang berkembang dalam sebuah masyarakat yang dikenal, dipercayai dan
diakui sebagai elemen-elemen penting yang mampu mempertebal kohesi sosial
antara warga masyarakat.11
Dalam kearifan lokal nilai-nilai yang tidak secara murni berdiri sendiri
sebagai sebuah pengertian yang bebas nilai, tetapi nilai itu telah dimaknai dalam
sebuah konteks sehingga yang tidak bebas nilai lagi. Kearifan lokal dapat
dipergunakan, dimaknai dan bahkan dimanipulasi untuk kepentingan kelompok
atau golongan untuk tujuan-tujuan yang diinginkan.12
Sehubungan dengan kearifan lokal sebagai pembentuk identitas dan jati
diri, dalam menjaga nilai-nilai kebudayaan diperlukan adanya suatu pengetahuan
(knowledge) dalam menciptakan kearifan lokal tersebut. Pengetahuan itu
mencakup pengetahuan budaya lokal, sikap moral, dan sebagainya.13 Kearifan
lokal umumnya berbentuk tradisi lisan, dan lebih banyak berkembang di daerah
pedesaan. Pengetahuan itu dikembangkan karena adanya kebutuhan untuk

10

Nurma Ali Ridwan, Landasan keilmuan Kearifan Lokal, Jurnal Studi Islam dan Budaya
(IBDA), Vol. 5, No. 1, Jan-Jun, 2007, hlm. 2.
11
Suprapto, Revitalisasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal Bagi Upaya Resolusi Konflik, Jurnal
Walisongo, Volume 21, Nomor 1, hlm. 26.
12
Mikka Wildha Nurrochsyam, log. cit., hlm. 86.
13
Ade M. Kartawinata, Merentas Kearifan Lokal Di tengah Modernisasi dan Tantangan
pelestarian, dalam Dr. Ade Makmur, Kearifan Lokal Di Tengah Modernisasi, Pusat Penelitian
dan Pengembangan Kebudayaan Badan Pengembangan Sumber Daya Kebudayaan dan Pariwisata
Kmentrian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia, Jakarta, 2011, hlm. X.

menghayati, mempertahankan dan melangsungkan hidup sesuai dengan situasi,


kondisi, kemampuan dan nilai-nilai yang dihayati di dalam masyarakatnya.14
Sistem nilai, norma dan tradisi yang tumbuh dalam masyarakat menjadi
sebuah kearifan lokal merupakan potensi nilai-nilai dan norma yang ada dalam
masyarakat yang dapat digunakan sebagai alat untuk proses penguatan relasi
sosial, baik komunitas maupun antarkomunitas. Kearifan lokal dapat dinilai
sebagai nilai-nilai kemanusian, kebersamaan, persaudaraan dan nilai-nilai
keteladanan yang penting untuk senantiasa dilestarikan, terutama dalam
menghadapi perubahan di semua aspek kehidupan. Oleh karena itu, kearifan lokal
terkait dengan nilai adiluhung yang mengakar dalam budaya masyarakat.15
2.1.1 Aspek Kearifan Lokal
Secara umum kearifan lokal adalah bagian dari budaya masyarakat.
Kearifan lokal didefinisikan sebagai suatu pengalaman panjang, yang diendapkan
sebagai petunjuk perilaku seseorang, yang tidak lepas dari lingkungan
penduduknya,

dan

bersifat

dinamis;

lentur;

terbuka;

serta

senantiasa

menyesuaikan dengan zamannya.16 Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan


bahwa kearifan lokal merupakan suatu identitas budaya yang berada dalam suatu
masyarakat. Identitas budaya merupakan ciri khas yang ditunjukkan seseorang
yang merupakan anggota dari suatu kelompok etnik atau suku bangsa tertentu. Hal
14

Ibid., hlm. X.
Sulastri, Membangun Toleransi Dari Kearifan Lokal di Dusun Plumbon, Banguntapan, Bantul,
Yogyakarta, Skripsi pada Program Sarjana Ilmu Theologi Islam, Universitas Negeri Islam Sunan
Kalijaga, Yogyakarta, 2013, hlm. 11.
16
Wigiran, Pengembangan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Hamemayu Hayuning Bawana
(Identifikasi Nilai-Nilai Karakter Berbasis Budaya), Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun II,
Nomor 3, Oktober, 2012, hlm. 330.
15

itu meliputi pembelajaran dan penerimaan terhadap tradisi, sifat bawaan, bahasa,
agama, keturunan dari suatu kebudayaan.17
Tezzi, Marchettini, dan Rosini mengatakan bahwa akhir dari sedimentasi
kearifan lokal ini akan mewujud menjadi tradisi atau agama. Dalam masyarakat
Indonesia, kearifan lokal dapat ditemui dalam nyanyian, pepatah, sasanti, petuah,
semboyan, dan kitab-kitab kuno yang melekat dalam perilaku sehari-hari.
Kearifan lokal biasanya tercermin dalam kebiasaan-kebiasaan hidup masyarakat
yang telah berlangsung lama. Keberlangsungan kearifan lokal akan tercermin
dalam nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat tertentu. Nilai-nilai itu menjadi
pegangan kelompok masyarakat tertentu yang biasanya akan menjadi bagian
hidup tak terpisahkan yang dapat diamati melalui sikap dan perilaku mereka
sehari-hari.18
Lain halnya dengan Wigiran, ia melihat kearifan lokal bukan berdasarkan
wujudnya melainkan aspek-aspek yang penting dalam kearifan lokal. Menurutnya,
aspek-aspek tersebut terdiri atas tiga hal yaitu, sikap; pemikiran; dan tindakan atau
perilaku. Ketiga aspek tersebut menurut Wigiran adalah hal yang tidak dapat
dipisahkan dalam kearifan lokal. Karena ia beranggapan bahwa kearifan lokal
tersebut mencakup atas beberapa hal, yaitu: 1) pemikiran, sikap, dan tindakan
berbahasa, berolah seni, dan bersastra, misalnya karya-karya sastra yang
bernuansa filsafat dan niti (wulang); 2) pemikiran, sikap, dan tindakan dalam
berbagai artefak budaya, misalnya keris, candi, dekorasi, lukisan, dan sebagainya;
17

Alo Liliweri, Prasangka & Konflik: Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultur, LKiS,
Yogyakarta, 2005, hlm. 43.
18
Nurma Ali Ridwan, op. cit., hlm. 2.

serta 3) pemikiran, sikap, dan tindakan sosial bermasyarakat, seperti unggahungguh, sopan santun, dan udanegara.19
Pada poin yang ketiga, aspek kearifan lokal secara eksplisit menyangkut
tentang kehidupan masyarakat yang didalamnya berisi tentang pikiran, sikap dan
tindakan masyarakat tersebut. Aspek-aspek tersebut selanjutnya dimanifestasikan
pada bentuk budaya yang ada pada suatu masyarakat. Pada tingkat
perkembangannya, Wahyuni menjabarkan kearifan lokal merujuk pada bentuk
pandangan hidup, ilmu pengetahuan, dan berbagai strategi kehidupan yang
berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat setempat dalam menjawab
berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka.20
Contoh kecil yang dapat dilihat tentang aspek kearifan lokal ini adalah
tentang pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat tentang kearifan lokal
tersebut. Dimana pengetahuan masyarakat terletak pada proses keinginantahuannya terhadap suatu objek melalui pengindraan, sedangkan sikap dan
perilaku terletak pada perasaan, pikiran, serta kecenderungannya terhadap sesuatu
yang

lebih

bersifat

permanen

mengenai

aspek-aspek

tertentu

dalam

lingkungannya.21
2.1.2 Karakter Kearifan Lokal

19

Wigiran, op. cit., hlm. 331-332.


Siti Wahyuni, Keberagaman dan Makna Nilai Kearifan Lokal sebagai Sumber Inspirasi
Pembelajaran
seni
Budaya
yang
Berkarakter,
IKIP
PGRI
Madiun,
http://ikippgrimadiun.ac.id/ejournal/, diakses pada tanggal 16 Februari 2015.
21
Faris Budiman Annas, Analisis Kearifan Lokal Huyula Desa Bongoime Provinsi Gorontalo,
Skripsi pada Program Sarjana Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Institut Pertanian
Bogor, Bogor, 2013, hlm. 6.
20

Karakter dalam pengertian secara umum diartikan sebagai cara berpikir


dan bertindak sebagai suatu ciri khas yang dimiliki oleh setiap individu atau
masyarakat. Sementera itu, kearifan lokal yang merupakan warisan daripada
kekayaan budaya suatu masyarakat. Jadi, karakter kearifan lokal berarti adalah
cara berpikir dan bertindak yang merupakan ciri khas masyarakat berdasarkan
nilai-nilai kebudayaan yang mereka miliki. Kearifan lokal juga, dapat menjadi
sumber-sumber pengetahuan bagi masyarakat dalam meningkatkan kualitas hidup
mereka.22
Karakter tidak dapat untuk diwariskan, tidak dapat dibeli ataupun ditukar,
sehingga

karakter

harus

dibangun

dan

dikembangkan.

Namun

proses

pengembangan karakter sendiri tidak dapat dilakukan secara cepat dan instan,
tetapi harus melewati proses yang panjang, cermat, dan sistematis. Berdasarkan
perspektif yang berkembang dalam sejarah pemikiran manusia, karakter harus
dilakukan berdasarkan tahap-tahap perkembangan manusia tersebut dari sejak
awal.23
Nilai-nilai kearifan lokal meliputi aspek budi pekerti, tata krama, sopan
santun, gotong royong, dan sebagainya.24 Oleh karena itu, karakter daripada
kearifan lokal mencakup atas moral knowing (pengetahuan moral), moral feeling
(perasaan moral), dan moral action (tindakan moral). Ketiga hal tersebut
22

Syampadzi Nurroh, op. cit., hlm. 5.


Riani Muslimah, Pendidikan Karakter Dengan Pendekatan Kearifan Lokal Di Play Group
Aisyiyah rejodani Sariharjo Ngalik Sleman Yogyakarta, Skripsi pada Program Sarjana Ilmu
Pendidikan Islam, Universitas Islam Negeri Suan Kalijaga, Yogyakarta, 2012, hlm. 19-20.
24
Wigiran, Pengembangan Model Pendidikan Lokal dalam mendukung Visi Pembangunan
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2020 ((Tahun kedua), Jurnal Penelitian dan
Pengembangan, Volume III, Nomor 3, Tahun 2011, hlm. 95-96.
23

merupakan bagian dari suatu model pendidikan karakter.25 Maka dari itu, kearifan
lokal hendaknya dimasukkan dalam suatu model pengetahuan seperti pada
pendidikan karakter.
Karakter daripada kearifan lokal yang mencakup tiga hal tersebut,
dimana moral knowing meliputi kesadaran nilai-moral, pandangan ke depan,
penalaran moral, pengambilan keputusan dan pengetahuan tentang diri, adalah
suatu yang esensial yang perlu ditanamkan pada suatu masyarakat tertentu.
Selanjutnya, moral feeling dalam karakter kearifan lokal meliputi kata hati, rasa
percaya diri, empati, cinta kebaikan, pengendalian diri dan kerendahan hati.
Terakhir adalah moral action dalam karakter kearifan lokal juga merupakan suatu
hal yang penting, karena di dalamnya terdapat motif dorongan seseorang untuk
berbuat baik, terlihat dalam keinginan dan kebiasaan yang ditunjukannya.26
Singkatnya, kearifan lokal pada suatu masyarakat tertentu yang
perwujudannya pada tradisi-tradisi atau kebiasaan-kebiasaan masyarakat tersebut
merupakan produk suatu kebudayaan. Kebudayaan ini kemudian perlu untuk
dipelihara eksistensinya. Kebudayaan, dalam menjaga kelestariannya adalah
dengan menciptakan tradisi-tradisi tadi, seperti yang terdapat pada berbagai
pranata sosial yang ada pada masyarakat bersangkutan. Dengan kata lain,
kebudayaan mengoprasionalkan model-model pengetahuan yang dimilikinya ke

25

Deny Setiawan, Peran Pendidikan Karakter dalam Mengembangkan Kecerdasan Moral,


Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun III, Nomor 1, Februari 2013, hlm. 55.
26
Deny Setiawan, ibid., hlm. 55-56.

dalam pranta-pranata sosial. Pranata-pranata tersebut dapat berupa pranata


perkawinan, pranata agama, pranata pendidikan, pranata politik, dan sebagainya.27
Pada masyarakat yang memiliki keragaman budaya, seperti Indonesia,
kearifan lokal menjadi suatu konsep dalam mempersatukan suku bangsa yang ada
di Indonesia. Semboyan Bhineka Tunggal Ika menunjukkan bahwa bangsa
Indonesia adalah masyarakat plural. Semboyan tersebut merupakan suatu kearifan
lokal yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang merupakan pemersatu seluruh
bangsa Indonesia. Dari hal ini kemudian dapat membentuk karakter masyarakat
Indonesia yang diwujudkannya pada rasa nasionalisme dan sebagainya.28
2.2 Pembangunan Masyarakat
Diskursus tentang pembangunan masyarakat, Soetomo dalam bukunya
yang berjudul Pembangunan Masyarakat

Merangkai Sebuah Kerangka

memberikan konsep pembangunan masyarakat yaitu: a) perkembangan atau


pembangunan masyarakat pada dasarnya merupakan proses perubahan; b)
perkembangan atau pembangunan masyarakat sebagai proses pemanfaatan sumber
daya; c) perkembangan atau pembangunan masyarakat sebagai proses
peningkatan kapasitas masyarakat untuk merespon berbagai prsoalan yang

27

Sulasman dan Setia Gumilar, Teori-Teori Kebudayaan Dari teori Hingga Aplikasi, Pustaka
Setia, Bandung, 2013, hlm. 163.
28
Taufik Abdullah, Refleksi Selintas Tentang Primordialisme, Pluralisme, dan Demokrasi,
Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 12, Nomor 2, Tahun 2010, hlm. 198-199.

berkembang; d) perkembangan atau pembangunan masyarakat sebagai proses


yang bersifat multidimensi.29
Dari semua konsep pembangunan masyarakat yang telah disebutkan di
atas menyangkut tentang pengembangan atau proses pembangunan yang
melibatkan masyarakat sebagai objek daripada pembangunan. Pada proses ini,
masyarakat seharusnya dipersiapkan terlebih dahulu agar nantinya siap baik
secara mental maupun fisik. Sehingga persiapan ini kemudian dijawab oleh
bagaimana pembangunan masyarakat yang disejajarkan oleh pembangunan
pendidikan masyarakatnya.
Pendidikan dianggap sangat penting untuk mempersiapkan masyarakat
dalam proses pembangunan, terlebih adalah pembangunan masyarakat tersebut.
Antara pendidikan dan perkembangan masyarakat tidak dapat dipisahkan satu
sama lain. Kemajuan suatu masyarakat dan suatu bangsa sangat ditentukan
pembangunan sektor pendidikan dalam menyiapkan sumber daya manusia yang
sesuai dengan perkembangan zaman.30
Berbicara tentang pembangunan masyarakat melalui aspek pendidikan,
berarti juga berbicara tentang perubahan sosial dan pendidikan. Karena antara
pembangunan masyarakat sebagai suatu proses perubahan dan pembangunan
masyarakat sebagai suatu proses peningkatan kapasitas masyarakat tentunya tidak

29

Soetomo, Pembangunan Masyarakat: Merangkai Sebuah Kerangka, Pustaka Pelajar,


Yogyakarta, 2012, hlm. x-xii.
30
Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan: Individu, Masyarakat, dan Pendidikan, Rajawali Pers,
Jakarta, 2011, hlm. 60.

bisa dipisahkan daripada dunia pendidikan. Setidaknya ada dua pandangan yang
berbicara tentang pendidikan dan perubahan sosial atau sebaliknya.31
Pertama, perubahan sosial ditinjau dari pendidikan tradisional, dapat
dipahami melalui pedagogik tradisional memandang lembaga pendidikan sebagai
salah satu dari struktur sosial dan kebudayaan dalam suatu masyarakat. Lembaga
pendidikan, seperti sekolah perlu dipersiapkan agar lembaga tersebut berfungsi
sesuai dengan perubahan sosial yang terjadi. Apabila lembaga sosial tidak dapat
mengikuti perubahan sosial maka dia kehilangan fungsinya dan kemungkinan
besar dia ditinggalkan masyarakat.32
Kedua, perubahan sosial ditinjau dari pedagogik modern (pedagogik
transformatif). Titik tolak dari pedagogik transformatif ialah individu-yangmenjadi. Hal ini berarti seorang individu hanya berkembang di dalam
interaksinya dengan tatanan kehidupan sosial budaya di mana dia hidup. Individu
tidak dapat berkembang apabila diisolasikan dari dunia sosial budaya di mana dia
hidup. Adanya suatu pengakuan peran aktif partisipatif di dalam aktivitas sosial
budaya dalam lingkungannya.33
2.2.1 Pembangunan Masyarakat Berbasis Kearifan Lokal
Menurut Grondona proses pembangunan, misalnya pembangunan ekonomi
mencapai krisis ketika suatu masyarakat dalam suatu negara berjalan dari satu
tahap menuju tahap berikutnya. Itulah masa ketika godaan-godaan muncul. Jika
31

Ibid, hlm. 220.


H.A.R. Tilaar dalam Idi, ibid.
33
Ibid.
32

suatu negara berhasil menolak godaan-godaan ini, ia akan mencapai tujuan


pembangunan tersebut. Jika gagal, negara tersebut hanya akan menikmati
bertambahnya kekayaan dalam jangka panjang.34
Selanjutnya negara tersebut harus melewati godaan dalam cara-cara yang
memihak proses pembangunan itu. Negara dalam hal ini akan melakakunnya
berdasarkan nilai-nilai tertentu yang berlaku. Parsons memberikan pandangan
tentang niali yang dianggapnya sebagai suatu elemen dalam sistem simbol
konvensional yang berfungsi sebagai kriteria untuk menyeleksi alternatifalternatif yang tersedia dalam berbagai situasi.35
Selanjutnya, Grondona membedakan nilai dalam dua kategori, yaitu nilai
intrinsik dan nilai instrumental. Nilai-nilai yang intrinsik adalah suatu nilai yang
dijunjung tanpa menghiraukan manfaat atau biayanya. Sedangkan nilai-nilai yang
instrumental adalah suatu nilai yang secara langsung memberikan manfaat bagi
kehidupan masyarakat, seperti adanya pertumbuhan ekonomi akiat adanya
pembangunan ekonomi tadi.36
Keterkaitan antara pembangunan masyarakat yang berbasis kearifan lokal
dengan nilai-nilai yang inrinsik dan instrumental tadi ketika pembangunan
masyarakat dan kearifan lokal dipisahkan secara terpisah. Di mana pembangunan
masyarakat jika mengacu pada nilai yang dijelaskan oleh Grondona berarti adalah

34

Mariono Grondona, Tipologi Budaya Pembangunan Ekonomi, dalam Lawrence E. Harrison


dan Samuel P. Huntingon (ed), Kebangkitan Peran Budaya: Bagaimana Nilai-Nilai Membentuk
Kemajuan Manusia, Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta, 2011, hlm. 83.
35
Parsons dalam Mariono Grondona, ibid., hlm. 84.
36
Ibid.

bersifat nilai instrumental. Karena pembangunan masyarakat tersebut secara nyata


manfaatnya mencakup tentang perkembangan kapasitas masyarakatnya serta
meningkatnya kepemilikan kehidupan ekonomi masyarakat.37 Sedangkan kearifan
lokal sendiri memiliki nilai yang intrinsik, karena kearifan lokal merupakan suatu
pedoman bagi masyarakat yang danut dan dijunjung tanpa memperdulikan
manfaat serta harga yang mereka keluarkan. Adapun nilai-nilai intrinsik dalam
kearifan lokal misalnya adalah sistem gotong royong, kerja sama, tolong
menolong, dan sebagainya.38
Sehingga pembangunan masyarakat yang berbasis kearifan lokal ini
merupakan

suatu

pendekatannya

manifestasi

berdasarkan

atas

kearifan

konsep-konsep
lokal

pembangunan

masyarakat.

yang

Konsep-konsep

pembangunan masyarakat yang berbasis kearifan lokal ini menurut Wigiran dapat
dilihat pada:39 1) peraturan berbasis kearifan lokal, contohnya adalah peraturan
tentang pengetahuan tradisional masyarakat yang dimasukan dalam kurikulum
pendidikan, yang tujuannya adalah masyarakat secara luas mengatahui
pengetahuan yang telah diwariskan kepada mereka secara turun temurun melalui
proses pendidikan. 2) Adanya aktivitas gotong royong, artinya bahwa dalam
mewujudkan pembangunan masyarakat nilai-nilai yang terkandung dalam
kearifan lokal seperti gotong royong hendaknya diterapkan dalam proses
pembangunan tersebut. 3) Kebersamaan dan keteladanan, maksudnya masyarakat
secara umum memiliki seseorang yang secara bersama merupakan suri tauladan
37

Ibid.
Rasid Yunus, Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Local Genius) sebagai Penguat Karakter Bangsa
Studi Empiris Tentang Huyula, Deepublish, Yogyakarta, 2014, hlm. 7.
39
Wigiran, op. cit., hlm. 333-334.
38

bagi mereka dalam melakukan proses pembangunan, seperti pemimpin yang


memiliki moral tinggi. 4) Kewajiban bagi warga masyarakat, proses
pembangunan masyarakat sendiri yang sasaran pembangunan tersebut adalah
masyarakat. Hal ini tentunya tidak akan lepas dari kewajiban masyarakat tersebut
untuk berpartisipasi baik dari segi tenaga, biaya, pemikiran dan lain sebagainya
untuk mencapai tujuan pembangunan tersebut.
Salah satu contoh pembangunan masyarakat berbasis kearifan lokal pada
indikator yang pertama adalah peraturan yang berbasisi kearifan lokal, dapat
dilihat bagaimana nilai-nilai yang ada di dalam kearifan lokal itu sendiri
tercantum pada kebijakan pemerintah suatu daerah tertentu. Dimana nilai
merupakan suatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, serta berguna
bagi masyarakat. Nilai-nilai ini kemudian menjadi rujukan bagi pemerintah daerah
dalam merumuskan kebijakan guna untuk pembangunan daerah yang tujuannya
adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup
masyarakatnya.40

40

Patricia Adhisti Ekarani, Nilai-Nilai Kearifan Lokal Dalam Kebijakan Pemerintah Daerah
Untuk Pengembangan Lahan Perumahan Di Kabupaten Sleman, Tesis pada Program Magister
Ilmu Hukum, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2012, hlm. 14.

2.3 Penelitian Terdahulu


2.3.1 Penelitian Oleh Faris Budiman Annas41
Penelitian yang dilakukan oleh Annas yang berjudul Analisis Kearifan
Lokal Huyula Desa Bongoime Provinsi Gorontalo, dimana informan yang ia
gunakan adalah petani yang ada di desa Bongoime. Penelitian ini salah satunya
bertujuan untuk mengetahui eksistensi kearifan lokal huyula dalam pengelolaan
sumber daya pertanian sawah yang diukur dari aspek pengetahuan, sikap, dan
perilaku petani.
Dalam hasil penelitiannya tersebut menunjukkan bahwa nilai-nilai yang
terkandung dalam kearifan lokal Huyula di Desa Bongoime merupakan salah satu
solusi yang membantu petani dalam kaitannya dengan pengelolaan sumberdaya
pertanian padi sawah. Dalam pengelolaan sumber daya pertanian khususnya
pertanian padi sawah di Desa Bongoime nilai-nilai Huyula terbagi menjadi dua
wujud yaitu kegiatan Huyula dan Tiayo. Kegiatan Huyula merupakan suatu
sistem kerja sama dalam suatu kelompok dalam pengolahan lahan (pajeko) dan
kegiatan penanaman.
Sementara itu, berdasarkan data yang ia temukan dilapangan tentang
pengetahuan masyarakat petani tentang huyula. Pengetahuan ini ia kelompokan
menjadi dua kategori yaitu pengetahuan rendah dan pengetahuan tinggi, dan
hasilnya adalah sebagaian besar petani tersebut memiliki pengetahuan yang tinggi

41

Faris Budiman Annas adalah alumni mahsiswa pada Departemen Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Mahsiswa di Institut Pertanian Bogor, dengan
skripsinya yang berjudul Analisis Eksistensi Kearifan Lokal Huyula Desa Bongoime Provinsi
Gorontalo yang diseminarkan pada tahun 2013.

terhadap kearifan lokal huyula. Selanjutnya, Annas juga menggambarkan tentang


sikap petani perihal kearifan lokal huyula, di mana sikap tersebut menurutnya
adalah suatu evaluasi baik positif maupun negatif yang dimiliki oleh petani
tentang kearifan lokal huyula dalam pengelolaan lahan pertanian (dalam hal ini
adalah sawah). Hasilnya adalah petani tersebut sebagian besarnya juga memiliki
sifat positif dalam menananggapi persoalaan kearifan lokal huyula sebagai sistem
gotong royong dalam mengelolah lahan pertanian mereka.
Selain melihat pengetahuan dan sikap masyarakat petani tentang kearifan
lokal huyula masyarakat petani di Desa Bongoime, Annas juga melihat perilaku
petani terhadap kearifan lokal huyula. Menurut Annas bahwa perilaku petani itu
adalah manifestasi dari pengetahuan dan sikap petani dalam bentuk kegiatan yang
dilakukan sehubungan dengan kearifan lokal huyula. Dari hasil penelitiannya,
Annas menemukan perilaku petani sangat besar dalam menerapkan kearifan lokal
huyula dalam proses pengolahan lahan mereka.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Annas dalam melihat eksistensi
kearifan lokal huyula dalam pengelolaan sumber daya pertanian sawah yang
diukur dari aspek pengetahuan, sikap, dan perilaku petani memiliki persamaan
yang sangat mendasar dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti.
Dimana penelitian ini sama-sama ingin melihat bentuk-bentuk pengetahuan, sikap
dan perilaku masyarakat tentang kearifan lokal. Dalam penelitian ini, peneliti
ingin melihat keterkaitan antara pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat
Kecamatan Bolano Lambunu tentang kearifan lokal songu lara mombangu yang

dimanifestasikan kedalam sistem gotong royong dan kerja sama untuk


menciptakan sumber daya yang berkualitas.
2.4 Kerangka Berpikir
Bagan 2.1 Kerangka Berpikir
Pemikiran
Aspek

Sikap
Tindakan

Kearifan Lokal
Moral Knowing
Karakter
Songu Lara

Moral Feeling
Moral Action

Mombangu
Peraturan berbasis
kearifan lokal
Aktivitas gotong
Pembangunan

royong

Masyarakat

Kebersamaan dan
keteladanan
Kewajiban warga
masyarakat

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.1.1 Lokasi Penelitian
Berdasarkan judul penelitian ini, yaitu KEARIFAN LOKAL SONGU
LARA

MOMBANGU

MASYARAKAT

PARIGI

MOUTONG

(Studi

di

Kecamatan Bolano Lambunu), maka lokasi penelitian ini adalah Kecamatan


Bolano Lambunu. Di mana peneliti menjadikan beberapa desa di kecamatan
tersebut sebagai objek penelitian.
Alasan peneliti mengambil lokasi ini sebagai lokasi penelitian ini karena
peneliti ingin mengangkat daerah ini sebagai suatu daerah transmigrasi yang
memiliki ragam suku, etnik dan budaya. Selain suku, etnik dan budaya asli, di
daerah ini juga terdapat suku, etnik, dan budaya pendatang yang telah menetap
lama di daerah ini. Sehingga peneliti inigin melihat sudut pandang masyarakat
tersebut yang berkenginan untuk hidup bersama secara harmonis meskipun
memiliki cara pandang yang berbeda.
3.1.2 Waktu Penelitian
Adapun waktu yang dibutuhkan oleh peneliti dalam melakukan
penelitian ini sebagaimana telah disajikan dalam tabel 3.1 berikut ini.

Tabel 3.1 Kalender Pelaksanaan Penelitian


No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Jenis Kegiatan

Jan

Feb Maret

Bulan
April Mei Juni Juli Agust

Observasi
Penyusunan
Proposal
Penelitian
Seminar Proposal
Penelitian
Revisi Proposal
Penelitian
Pengumpulan
Data
Penyusunan Hasil
Penelitian
Seminar Hasil
Penelitian
Seminar Skripsi

3.2 Jenis Penelitian


Metode penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan pendekatan
deskritif dan jenis penelitiannya adalah interpretif dasar. Metode penelitian
kualitatif adalah suatu penelitian yang berupaya untuk memahami dan membuat
mengerti mengenai suatu fenomena dari sisi perspektif partisipan.42 Sedangkan
menurut Patton, penelitian kualitatif adalah sebuah usaha untuk memahami situasi
dalam keunikan mereka sebagai bagian sebuah konteks khusus dan interaksi yang
terjadi di sana.43 Dalam metode penelitian ini, teknik pengumpulan datanya

42

Sharan B. Merriam, dkk., Qualitative Research in Practice, CA: Josey-Bass, San Fransisco,
2002, hlm. 6.
43
Ibid., hlm. 5.

dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis datanya bersifat induktif, serta


hasil penelitiannya lebih menekankan pada suatu makna daripada generalisasi.44
Sementara itu, penelitian kualitatif interpretif dasar merupakan suatu
penelitian kualitatif yang menunujukkan karakteristik penelitian di mana peneliti
tertarik dalam memahami bagaimana partisipan membentuk makna terhadap
situasi atau fenomena, makna ini diperantarai melalui peneliti sebagai instrumen,
strateginya adalah induktif, dan hasilnya adalah deskritif. Dalam melakukan jenis
penelitian ini, peneliti mencoba menemukan dengan menjelajahi dan memahami
sebuah fenomena, sebuah proses, perspektif dan cara berpikir, bertindak dan
keyakinan (worldview) orang-orang yang terlibat dalam penilitian, atau sebuah
kombinasi dari semua hal tersebut. Data dalam penelitian ini dianalisa secara
induktif untuk mengidentifikasi pola berulang atau topik-topik yang sering
muncul di setiap data yang dikumpulkan.45
Selanjtnya, hasil dari penelitian ini ditulis dengan deskripsi yang banyak
dan dipresentasikan serta didiskusikan menggunakan berbagai referensi yang
berasal dari literatur yang mnjadi kerangka penelitian rancangan penelitian dibuat.
Contohnya, penelitian Levinson dan Levinson mengenai perkembangan
perempuan berada dalam literatur mengenai pertumbuhan dan perkembangan
orang dewasa. Mereka mewawancarai 15 ibu rumah tangga, 15 perempuan
pekerja kantoran, 15 perempuan pebisnis skala korporasi, dan 15 perempuan
akademisi. Penemuan akan pola perkembangan perempuan paralel dengan studi

44
45

Sugiyono, Penelitian Kualitatif, CV Alvabeta, Bandung, 2013, hlm. 1.


Ibid., hlm. 6.

awal mereka mengenai perkembangan pria dimana 40 orang pria di usia


pertengahan diwawancarai. Mereka berdua menemukan bahwa struktur mendasar
atau pola-pola mendasar kehidupan perempuan tersusun melalui periode
kebingungan/kegamangan, dan struktur terbentuk melalui proses bolak-balik
antara periode kestabilan dalam perkembangan perempuan.46
3.3 Sumber Data
Dalam metode penelitian kualitatif, instrumen yang digunakan oleh
peneliti adalah peneliti itu sendiri. Di mana peneliti secara langsung melakukan
interaksi dengan para informan. Peneliti sebagai instrumen penelitian melakukan
kontak langsung dengan para informan guna mendapatkan data yang lebih
mendalam melalui teknik observasi dan wawancara di lapangan. Berkaitan dengan
sumber data yang digunakan oleh peneliti dalam hal melihat kearifan lokal songu
lara mombangu pada masyarakat Kecamatan Bolano Lambunu ini, peneliti
menggunakan data primer dan data sekunder.
3.3.1 Data Primer
Data primer dalam penelitian kualitatif adalah data yang diperoleh
peneliti melalui hasil wawancara dan observasi di lapangan. Dengan melakukan
pendekatan

secra

emosional

dengan

para

informan,

peneliti

berusaha

mengumpulkan data sebanyak-banyaknya untuk melengkapi data yang dianggap


oleh peneliti masih kurang dalam melihat falsafah songu lara mombangu sebagai
suatu bentuk kearifan lokal dalam kehidupan masyarakat.
46

Ibid., hlm. 7.

Dengan menggunakan data primer, ada beberapa informan kunci yang


dipilih oleh peneliti dalam menggali informasi yang lengkap dan mendalam
terkait dengan fokus penelitian ini. Informan kunci tersebut terdiri dari tokoh
masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemerintah, serta tokoh pemuda yang
berada di Kecamatan Bolano Lambunu yang menurut peneliti lebih tahu dan
memahami kearifan lokal songu lara mombangu di kecamatan tersebut.
3.3.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan mengadakan
penelusuran terhadap beberapa bahan pustaka dan kajian literatur, yang relevan
dengan masalah yang akan diteliti. Data-data sekunder tersebut seperti buku,
majalah, jurnal, koran, artikel, majalah, dan lain sebagainya. Tujuannya agar
memperkuat teori-teori yang digunakan oleh peneliti dalam melihat masalah yang
sedang diteliti. Sehingga penelitian ini dapat diakui keabsahaanya dan tidak
dianggap plagiat jika ditemukan adanya suatu penelitian dengan fokus masalah
yang sama.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Ada beberapa proses yang harus dilakukan oleh peneliti ketika akan
melakukan pengumpulan data, proses-proses pengumpulan data tersebut pada
dasarnya adalah untuk mengatasi apabila terdapat kemandekkan atau kebingungan
untuk mengupulkan data ketika dilokasi penelitian. Hal ini akan terjadi kepada
peneliti apabila sebelum terjun ke lapangan tanpa pembekalan studi sebelumnya

terlebih dahulu. Menurut Rudito dan Budimanta, proses-proses tersebut di


antaranya terdiri atas:47
1. Menetapkan batas-batas penelitian yang terdiri dari: lokasi (tempat
penelitian akan dilaksanakan), pelaku (orang atau pihak-pihak yang akan
diamati atau diwawancarai, peristiwa (apa yang akan diamati atau
wawancarai), dan proses (sifat kejadian yang dilakukan pelaku di dalam
lokasi).
2. Starategi yang akan dilakukan, diantaranya: mengumpulkan informasi
dengan pengamatan, wawancara, dokumen-dokumen dan bahan visual lain
yang dibutuhkan sebagai data.
3. Menetapkan aturan untuk mencatat informasi. Menurut Creswell, pada
tahap ini disarankan untuk membuat catatan yang terbagi-bagi dalam bentuk
obyek yang akan dicatat yang terjadi dari potret informan, rekonstruksi
dialog, penjelasan latar fisik, laporan kejadian khusus dan kejadian yang
ada.
3.4.1 Teknik Observasi
Observasi adalah tahap awal dalam melakukan teknik pengumpulan data
dengan melakukan peninjauan langsung terhadap lokasi penelitian. Dalam hal
teknik observasi ini, posisi peneliti adalah sebagai partisipan. Artinya, peneliti
berusaha untuk melakukan pendekatan secara emosional dengan para informan
meskipun sedikit menjaga jarak dengan para informan tersebut.

47

B. Rudito, dan M. Famiola, Social Maping Metode Pemetaan Sosial: Teknik Memahami Suatu
Masyarakat atau Komuniti, Rekayasa Sains, Bandung, 2013, hlm. 125-126.

Tujuan daripada teknik observasi ini untuk memperoleh gambaran yang


luas terhadap lokasi penelitian, menggali informasi mengenai segala aktifitas di
lokasi penelitian, agar memperoleh pengalaman tentang keterkaitan pelaku
(informan) yang diteliti dengan tempat-tempat di mana ia sering berada, dan untuk
mengetahui keterbatasan peneliti dengan sudut pandang yang informan gunakan
dalam menafsirkan hasil pengamatan. Selain itu juga, manfaat daripada observasi
ini seperti yang dikemukakan oleh Patton adalah sebagai berikut:48
1. Membuat peneliti mampu memahami konteks data dalam seluruh situasi
sosial.
2. Dapat memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat memungkinkan
peneliti menggunakan pendekatan induktif yang tidak dipengaruhi oleh
pendangan sebelumnya.
3. Peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang diamati oleh orang lain.
4. Dapat menemukan hal-hal yang mungkin tidak ingin diungkapkan oleh
informan dalam melakukan wawancara karena dianggap sangat sensitif atau
sengaja ingin ditutupi agar tidak merugikan suatu instansi atau lembaga
tertentu.
5. Dapat menemukan hal-hal yang diluar persepsi informan sehingga peneliti
memperoleh gambaran yang lebih komprehensif.
3.4.2 Teknik Wawancara
Teknik wawancara yang peneliti gunakan adalah wawancara yang tidak
terstruktur, di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah
48

Sugiyono, op. cit., hlm. 67-68.

tersusun secara sistematis. Jawaban yang diberikan oleh informan dapat


memberikan suatu pertanyaan yang baru bagi peneliti, hal ini dilakukan guna
memperoleh informasi yang belum peneliti pahami ketika berada di lapangan.
Dalam teknik wawancara yang seperti ini, peneliti belum mengetahui secara pasti
data seperti apa yang akan diperoleh. Sehingga peneliti lebih banyak
mendengarkan apa yang diceritakan oleh informan.
Dalam melakukan teknik wawancara ini, ada beberapa hal yang
diperhatikan oleh peneliti berkaitan dengan data yang ingin diperoleh, yaitu:
1. Posisi duduk, di mana peneliti tidak berhadapan langsung dengan informan.
Hal ini dilakukan agar informan merasa tidak sedang diinterogasi pada saat
proses wawancara berlangsung.
2. Peneliti memperhatikan waktu wawancara yang telah ditentukan oleh
peneliti dan informan., dalam artian bahwa peneliti dan informan telah
membuat janji sebelumnya bahwa akan ada pertemuan berkaitan dengan
proses wawancara yang akan dilaksanakan.
3. Informasi yang digali adalah informasi yang bersifat emik (yaitu berasal
dari perspektif informan menurut pikiran dan perasaan).
4. Menjelaskan tujuan wawancara kepada informan pada saat dimulainya
wawancara. Dan apabila ketika informann mulai menjauh dari fokus
wawancara peneliti kembali menjelaskan tujuan wawancara tersebut.
5. Suasana wawancara adalah suasan yang santai.

6. Pertanyaan-pertanyaan tidak dipersiapkan secara detail, di mana peneliti


mebawa buku catatan yang berisi pokok, topik, atau masalah yang dijadikan
sebagai pegangan dalam pembicaraan.
3.4.3 Teknik Dokumentasi
Sementara itu, teknik terakhir dalam pengumpulan data adalah
dokumentasi. Teknik ini dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumendokumen penting yang berkaitan dengan fokus penelitian seperti surat-surat,
catatan-catatan, foto, dan sebagainya. Dokumen-dokumen ini pada umumnya
merupakan fakta-fakta yang tersimpan pada ruang dan waktu yang tidak terbatas.
Artinya, bahwa dokumen-dokumen ini memberikan peluang yang sangat besar
bagi peneliti untuk mengetahui hal-hal atau peristiwa yang telah terjadi sebelum
peneliti berada di lokasi penelitian.
3.5 Teknik Pengolahan Data
Bagian selanjutnya dalam penelitian kualitatif adalah teknik pengolahan
data. Setelah data yang diperoleh dari lapangan penelitian, kemudian data tersebut
diolah untuk mengetahui apakah data tersebut sesuai dengan masalah yang
sebelumnya menjadi fokus penelitian ini. Adapun teknik pengolahan data ini
mencakup atas reliabilitas, validitas, dan generalisabilitas.
3.5.1 Reliabilitas Data
Reliabilitas

kualitatif

mengindikasikan

bahwa

pendekatan

yang

digunakan peneliti konsisten jika diterapkan oleh peneliti-peneliti lain (dan) untuk

proyek-proyek yang berbeda.49 Gibbs selanjutnya merinci sejumlah prosedur


reliabilitas dalam penelitian kualitatif, yaitu sebagai berikut:50
1. Melakukan pengecekan hasil transkripsi untuk memastikan tidak adanya
kesalahan yang dibuat selama proses transkripsi tersebut.
2. Memastikan tidak ada definisi dan makna yang mengambang mengenai
kode-kode selama proses coding. Hal ini dapat dilakukan dengan terus
membandingkan data dengan kode-kode atau dengan menulis catatan
tentang kode-kode dan definisi-definisinya.
3. Melakukan cross-check dan membandingkan kode-kode yang dibuat oleh
peneliti lain dengan kode-kode yang telah dibuat oleh peneliti.
Peneliti nantinya akan menjelaskan sejumlah prosedur ini dalam proposal
penelitian untuk menunjukkan bahwa hasi penelitian yang diperoleh nantinya
akan benar-benar konsisten dan reliabel. Creswell kemudian merekomendasikan
agara beberapa prosedur penelitian dijelaskan dalam proposal, dan peneliti perlu
mencari orang yang dapat mengkroscek kode-kode tersebut untuk memperoleh
apa yang disebut dengan intercoder agreement. Persetujuan semacam ini dapat
didasarkan pada apakah dua atau lebih coder (pemeriksa kode) telah sepakat
tentang kode-kode yang digunakan untuk pertanyaan yang sama (Catatan: ini
bukan soal bagaimana peneliti dan coder meng-coding pernyataan yang sama,
melainkan bagaimana meng-coding pernyataan tersebut dengan kode yang sama).
Setelah itu, peneliti dapat, menerapkan prosedur-prosedur statistik atau
49

Gibbs dalam Creswell, Researc Design: Pendekatan Kualitiatif, Kuantitatif, dan Mixed, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, 2013, hlm. 285.
50
Ibid.

subprogram-subprogram reliabilitas yang tersedia dalam program-program


software kualitatif untuk mengetahui tingkat konsistensi coding. Miles dan
Huberman merekomendasikan agar konsistensi coding ini setidaknya berada
dalam 80% agreement untuk memastikan reliabilitas kualitatif yang baik.51
3.5.2 Validitas Data
Validitas kualitatif merupakan upaya pemeriksaan terhadap akurasi hasil
penelitian dengan menerapkan prosedur-prosedur tertentu. Validitas merupakan
kekuatan lain dalam penelitian kualitatif selain reliabilitas. Validitas ini
didasarkan pada kepastian apakah hasil penelitian suadah akurat dari susut
pandang peneliti, partisipan, atau pembaca secara umum. Ada banyak istilah
dalam literatur-literatur kualitatif yang membahas tentang teknik validitas ini,
seperti trustworthiness, authenticity, dan credibility, bahkan ini menjadi salah satu
topik penelitian yang paling banyak dibahas.52
Prosedur lain yang Creswell rekomendasikan untuk disertakan dalam
proposal penelitian adalah mengidentifikasi dan membahas satu atau lebih strategi
yang ada untuk memeriksa akurasi hasil penelitian. Berikut ini ada beberapa
strategi validitas yang disusun mulai dari yang paling sering digunakan sampai
yang jarang dan sulit untuk diterpakan.53

51

Ibid, hlm. 285-286.


Ibid.
53
Ibid, hlm. 286-288.
52

1. Mentriangulasi sumber-sumber data yang berbeda dengan memeriksa buktibukti yang berasal dari sumber-sumber tersebut dengan menggunakannya
untuk membangun justifikasi tema-tema secara koheren.
2. Menerapkan member cheking untuk mengetahui akurasi hasil penelitian.
3. Membuat deskripsi yang kaya dan padat (rich and thick description) tentang
hasil penelitian.
4. Mengklarifikasi bias yang mungkin dibawa oleh peneliti ke dalam
penelitian.
5. Menyajikan informasi yang berbeda atau negatif (negative or
discrepant informstion) yang dapat memberikan perlawanan pada tematema tertentu.
6. Memanfaatkan waktu yang relatif lama (prolonged time) di lapangan atau
lokasi penelitian.
7. Melakukan tanya-jawab dengan sesama rekan peneliti (peer de briefing)
untuk meningkatkan keakuratan hasil penelitian (jika penelitian tersebut
melibatkan beberapa peneliti lainnya).
8. Mengajak seorang auditor (external auditor) untuk mereview keseluruhan
proyek penelitian.
3.5.3 Generalisabilitas Data
Generalisasi kualitatif merupakan suatu istilah yang jarang digunakan
dalam penelitian kualitatif karena istilah generalisasi lebih banyak diterapkan
untuk penelitian kuantitatif. Tujuan dari generalisasi dalam penelitian kualitatif ini
sendiri bukan untuk menggeneralisasi hasil penemuan pada individu-individu,

lokasi-lokasi, atau tempat-tempat di luar objek penelitian, sebagaimana yang


banyak dijumpai dalam penelitian kuantitatif. Pada dasarnya, nilai dari penelitian
kualitatif terletak pada deskripsi dan tema-tema tertentu berkembang atau
dikembangkan dalam konteks lokasi tertentu pula.54
3.6 Analisis Data
Analisis data pada penelitian kualitatif adalah proses menyusun data agar
dapat ditafsirkan. Menyusun data berarti mengelompokannya dalam pola, tema
atau kategori. Tanpa kategorisasi atau klasifikasi data akan terjadi chaos. Tafsiran
atau klasifikasi data akan terjadi pada analisis, menjelaskan pola atau kategori,
mencari hubungan antara berbagai konsep. Interpretasi menggambarkan
perspektif atau pandangan peneliti, bukan kebenaran. Kebenaran hasil penelitian
masih harus dinilai orang lain dan diuji dalam berbagai situasi lain. Hasil
interpretasi juga bukan genaralisasi dalam arti kuantitatif, karena gejala sosial
terlampau banyak variabelnya sehingga sukar digeneralisasi. Generalisasi di sini
lebih bersifat hipotesis kerja yang senantiasa harus lagi diuji kebenarannya dalam
situasi lain.55
Tugas peneliti ialah mengadakan analisis tentang data yang diperolehnya
agar fiketahui maknanya. Interpretasi harus melebihi atau mentransenden
deskripsi belaka. Jika peneliti tidak dapat mengada.kan interpretasi dan hanya

54
55

Ibid, hlm. 289.


B. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Tarsito, Bandung, 1988, hlm. 126.

menyajikan data deskriptif saja, maka sebenarnya penelitian itu sia-sia saja dan
tidak memenuhi harapan.56
Data yang terkumpul dalam penelitian kualitatif biasanya meliputi
ratusan bahkan ribuan halaman. Tiap jam kerja-lapangan dapat menghasilkan
lebih dari dua puluh halaman. Maka timbul masalah yang pelik, bagaimana
mengolah, menganalisis data yang banyak itu. Mengumpulkan dan memupuk data
sampai akhir kerja-lapangan akan menghadapkan peneliti pada tugas yang sangat
ruwet yang mungkin tak teratasi. Selain itu cara demikian tidak efektif dan tidak
akan menghsilkan data yang serasi karena kerja-lapangan tidak didasarkan atas
hasil analisis laporan kerja-lapangan sebelumnya. Jadi dalam penelitian kualitatif
analisis data harus dimulai sejak awal. Data yang diperoleh dalam lapangan segera
harus dituangkan dalam bentuk tulisan dan dianalisis.57
3.6.1 Reduksi Data
Data yang diperoleh dalam lapangan ditulis/diketik dalam bentuk uraian
atau laporan yang terinci. Laporan ini akan terus menerus bertambah dan akan
menambah kesulitan bila tidak segera dianalisis sejak awal. Laporan-laporan itu
perlu direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal
yang penting, dicari tema atau polanya. Jadi laporan lapangan sebagai bahan
mentah disingkatkan, direduksi, disusun lebih sistematis, ditonjolkan pokokpokok yang penting, diberi susunan yang lebih sistematis, sehingga lebih mudah
dikendalikan. Data yang direduksi memberi gambaran yang lebih tajam tentang
56
57

Ibid.
Ibid., hlm. 128-129.

hasil pengamatan, juga mempermudah peneliti untuk mencari kembali data yang
diperoleh bila diperlukan. Reduksi data dapat pula membantu dalam memberikan
kode kepada aspek-aspek tertentu.58
3.6.2 Display Data
Data yang bertumpuk-tumpuk, laporan lapangan yang tebal, sulit
ditangani, sulit melihat hutannya karena pohonnya. Sulit pula melihat hubungan
antara detail yang banyak. Dengan sendirinya sukar melihat gambaran
keseluruhannya untuk mengambil kesimpulan yang tepat. Maka karena itu, agar
dapat melihat gambaran keseluruhannya atau bagian-bagian tertentu dari
penelitian itu harus diusahakan membuat berbagai macam matriks, grafik,
networks, dan charts. Dengan demikian peneliti dapat menguasai data dan tidak
tenggelam dalam tumpukan detail. Membuat display ini juga merupakan
analisis.59
3.6.3 Mengambil Kesimpulan dan Verifikasi
Sejak mulanya peneliti berusaha untuk mencari makna data yang
disimpulkannya. Untuk itu peneliti mencari pola, tema, hubungan, persamaan,
hal-hal yang sering timbul, hipotesis, dan sebagainya. Jadi data yang diperoleh
peneliti, sejak awal mencoba mengambil kesimpulan. Kesimpulan itu mula-mula
masih sangat tentatif, kabur, diragukan, akan tetapi dengan bertambahnya data,
maka kesimpulan itu lebih gorunded. Jadi kesimpulan senantiasa harus

58
59

Ibid., hlm. 129.


Ibid., hlm. 129.

diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi dapat singkat dengan


mencari data baru, dapat pula lebih mendalam bila penelitian dilakukan oleh suatu
team untuk mencapai inter-subjective consensus yakni persetujuan bersama
agar lebih menjamin validitas atau confirmability.60

60

Ibid., hlm. 130.

3.7 Diagram Alur Penelitian


Bagan 3.1 Diagram Alur Penelitian

Bagaimana pemahaman masyarakat


tentang penerapan kearifan lokal songu
lara mombangu sebagai konsep
pembangunan masyarakat di Kecamatan
Bolano Lambunu?

Rumusan Masalah

Aspek kearifan
lokal

Pemikiran
Sikap
Tindakan
(Wagiran, 2012)

Proses

Output

Pembangunan
Masyarakat

Kearifan
Lokal

Input

Menganalisis secara
kualitatif aspek
kearifan lokal
masyarakat
Kecamatan Bolano
Lambunu

Pembangunan
masyarakat
berbasis kearifan
lokal

Karakter
kearifan lokal

Moral knowing
Moral feeling
Moral action
(Setiawan, 2013)

Peraturan berbasis
kearifan lokal
Aktivitas gotong royong
Kebersamaan dan
keteladanan
Kewajiban warga
masyarakat
(Wagiran, 2012)

Menganalisis secara
kualitatif karakter
kearifan lokal
masyarakat
Kecamatan Bolano
Lambunu

Untuk mengetahui pemahaman masyarakat


tentang penerapan kearifan lokal songu lara
mombangu sebagai konsep pembangunan
masyarakat di Kecamatan Bolano Lambunu

Menganalisis secara kualitatif


pembangunan masyarakat
berbasis kearifan lokal pada
masyarakat Kecamatan
Bolano Lambunu

BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Dalam mendeskripsikan lokasi penelitian ini, peneliti merujuk kepada
data-data yang disjikan oleh pihak Badan Pusat Statistik Kabupaten Parigi
Moutong yang bekerja sama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Kabupaten Parigi Moutong. Data-data ini tersaji dalam Pemabangunan
Kecamatan Bolono Lambunu 2014, data-data ini berdasarkan naskah yang
disusun oleh Koordinator Statistik Kecamatan Bolano Lambunu.
4.1.1 Kondisi Geografis Kecamatan Bolano Lambunu
Kecamatan Bolano Lambunu merupakan wilayah pemekaran Kecamatan
Moutong, yang definitif pada tahun 2004. Pada tahun 2011 wilayah ini
dimekarkan menjadi 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Bolano Lambunu (induknya),
Kecamatan Bolano dan Kecamatan Ongka Malino. Setelah pemekaran, wilayah
Kecamatan Bolano Lambunu memiliki batas-batas:
a. Utara : Kabupaten Buol
b. Timur : Kecamatan Taopa
c. Selatan : Teluk Tomini dan Kecamatan Bolano
d. Barat : Kecamatan Ongka Malino dan Bolano
Luas wilayah Kecamatan Bolano Lambunu mencapai 382,47 km2,
sebesar 6,14% luas wilayah Kabupaten Parigi Moutong. Secara administratif,

wilayah di bawah kecamatan terdiri dari 14 desa definitif, berkurang dari tahun
2010 (sebanyak 30 desa) karena adanya pemekaran Kecamatan Bolano dan
Kecamatan Ongka Malino. Setelah adanya pemekaran, luas wilayah terbesar
adalah Desa Tirtanagaya, mencapai 116,24 km2, sedangkan wilayah paling kecil
adalah Desa Margapura (seluas 4,26 km2).
Berikut ini disajikan peta Kecamatan Bolano Lambunu pada gambar 4.1
di bawah ini.
Gambar 4.1 Peta Kecamatan Bolano Lambunu

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Parigi Moutong

4.1.2 Kondisi Demografis Kecamatan Bolano Lambunu


a. Keadaan Penduduk Kecamatan Bolano Lambunu
Jumlah penduduk Kecamatan Bolano Lambunu pada tahun 2013
sebanyak 20.702 jiwa, sehingga kepadatan penduduk mencapai 54 jiwa/km2, lebih
rendah dibandingkan dengan angka rata-rata Kabupaten Parigi Moutong sebesar
71 jiwa/km2. Jumlah penduduk di Kecamatan Bolano Lambunu mencapai 4,69%
dari total penduduk di Kabupaten parigi Moutong pada tahun 2013.
Tabel 4.1 Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kecamatan
Bolano Lambunu Tahun 2013
Desa

Luas (Km2)

Jumlah Penduduk

Wanagading
55,28
Lambunu
17,87
Kotanagaya
7,98
Margapura
4,26
Petuna Sugi
79,56
Gunungsari
33,8
Siendeng
9,31
Lambunu Utara
9,41
Tirtanagaya
116,24
Anutapura
7,02
Lambunu Timur
13,66
Bukit Makmur
16,43
Ganogol Sari
6,06
Ogorandu
5,59
JUMLAH
382,47
Sumber: BPS Kabupaten Parigi Moutong

1.426
3.015
1.738
1.910
1.979
1.441
1.606
1.556
1.986
1.659
409
1.063
225
659
20.702

Kepadatan
Penduduk/Km2
26
169
218
448
25
43
173
165
17
236
30
65
42
118
54

Dari tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa kepadatan penduduk terbesar


berada di Desa Margapura, karena luas wilayah yang paling sempit. Sehingga
kepadatan penduduk mencapai 448 jiwa/km2. Kepadatan penduduk paling kecil
terjadi di Desa Tirtanagaya (17 jiwa/km2) karena luas desa ini paling besar

dibandingkan luas wilayah lainnya. Kepadatan penduduk ini didapatkan dari hasil
perhitungan antara persebaran jumlah penduduk yang dibagi dengan luas wilayah
yang ada di Kecamatan Bolano Lambunu.
Kemudian, dilihat dari persebaran jumlah penduduk yang dibedakan
berdasarkan jenis kelamin, jumlah penduduk laki-laki di Kecmatan Bolano
Lambunu ini sebesar 10.706 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk perempuan
sebesar 9.996. Sehingga sex ratio di kecamatan ini mencapai 107. Artinya,
diantara 100 orang penduduk perempuan, terdapat 107 orang penduduk laki-laki.
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Kecamatan Bolano Lambunu Berdasarkan
Jenis Kelamin dan Seks Rasio Tahun 2013
Desa
Laki-Laki
Perempuan
Wanagading
732
694
Lambunu
1.553
1.462
Kotanagaya
907
831
Margapura
977
933
Petuna Sugi
1.054
925
Gunungsari
737
704
Siendeng
813
793
Lambunu Utara
792
764
Tirtanagaya
1.036
950
Anutapura
887
772
Lambunu Timur
213
196
Bukit Makmur
533
530
Ganogol Sari
132
123
Ogorandu
340
319
JUMLAH
10.706
9.996
Sumber: BPS Kabupaten Parigi Moutong

Seks Rasio
105
106
109
105
114
105
103
104
109
115
109
101
107
107
107

Pada tabel 4.2 di atas dapat dijelaskan bahwa jumlah penduduk terbanyak
berada di Desa Lambunu yang merupakan ibukota kecamatan, dengan jumlah
penduduk laki-laki sebanyak 3.015 jiwa (jumlah laki-laki sebanyak 1.553 dan
perempuan sebanyak 1.462), sementara untuk seks ratio di desa ini mencapai 106.

Sedangkan jumlah penduduk jumlah penduduk paling sedikit terdapat di Desa


Ganogol Sari yaitu sebanyak 255 jiwa (laki-laki sebanyak 132 jiwa dan
perempuan 123 jiwa), dan untuk seks raitonya adalah 107.
Berikut ini juga disajikan tabel jumlah rumah tangga, penduduk dan ratarata kepadatan penduduk Kecamatan Bolano Lambunu pada tahun 2013. Jumlah
rata-rata penduduk di Kecamatan Bolano Lambunu didapatkan berdasarkan
pembagian antara jumlah penduduk dengan jumlah rumah tangga di Kecamatan
Bolano Lambunu. Sehingga didapatkan jumlah rata-rata penduduk Kecamatan
Bolano Lambunu dari tabel 4.3 berikut.
Tabel 4.3 Jumlah Rumah Tangga, Penduduk dan Rata-Rata Penduduk
Per Rumah Tangga Kecamatan Bolano Lambunu Tahun 2013
Desa

Rumah
Tangga

Penduduk (Jiwa)

Wanagading
400
Lambunu
695
Kotanagaya
448
Margapura
529
Petuna Sugi
509
Gunungsari
359
Siendeng
355
Lambunu Utara
351
Tirtanagaya
525
Anutapura
386
Lambunu Timur
117
Bukit Makmur
304
Ganogol Sari
64
Ogorandu
168
JUMLAH
5.210
Sumber: BPS Kabupaten Parigi Moutong

1.426
3.015
1.738
1.910
1.979
1.441
1.606
1.556
1.986
1.659
409
1.063
255
659
20.702

Rata-Rata
Penduduk/Rumah
Tangga
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4

Total rumah tangga yang ada di Kecamatan Bolano Lambunu sebanyak


5.210, dengan jumlah rumah tangga terbanyak berada di Desa Lambunu yaitu

sebanyak 695 (dengan besarnya mencapai 13,34%). Sedangkan, jumlah rumah


tangga yang paling sedikit terdapat pada Desa Ganogol Sari yaitu sebanyak 64.
Oleh karena itu, didapatkan total rata-rata penduduk/rumah tangga di Kecamatan
Bolano Lambunu sebesar 4.
Komposisi penduduk merupakan data yang strategis karena sebagai
subjek dan objek pembangunan, kondisi kependudukan seringkali meninmbulkan
masalah yang besar dalam rangka pembangunan yang berkesinambungan.
Berdasarkan data penduduk menurut kelompok umur yang ditunjukkan dalam
piramida penduduk (Gambar 4.2), penduduk Kecamatan Bolano Lambunu
tergolong penduduk muda. Penduduk usia pendidikan dasar, balita dan usia kerja
merupakan yang terbesar dalam komposisi penduduk. Oleh karena itu
pembangunan hendaknya berupaya memenuhi kebutuhan penduduk pada usia
umur tersebut, berupa pelayanan kesehatan balita, sekolah (terutama pendidikan
dasar) dan lapangan kerja yang memadai. Komposisi penduduk wilayah-wilayah
di seluruh Kabupaten Parigi Moutong relatif sama, dengan klasifikasi penduduk
usia muda. Dependency ratio Kecamatan Bolano Lambunu mencapai 59, lebih
rendah dibandingkan angka rata-rata Kabupaten Parigi Moutong yaitu sebesar 62.
Dependency ratio sering disebut sebagai angka ketergantungan, yang merupakan
perbandingan jumlah penduduk belum produktif dan tidak produktif dengan
jumlah penduduk produktif (15 64 tahun). Semakin rendah angka
ketergantungan, beban hidup penduduk usia produktif makin rendah sehingga
tingkat kesejahteraan penduduk relatif lebih tinggi.

Gambar 4.2 Piramida Penduduk Kecamatan Bolano Lambunu Tahun 2013

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Parigi Moutong

Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Kecamatan Bolano Lambunu Berdasarkan


Kelompok Umur Tahun 2013
Kelompok
Umur
04
59
10 14
15 19
20 24
25 29
30 34
35 39
40 44
45 49
50 54
55 59
60 64
65 69
70 74
75+
JUMLAH

Laki-Laki

Perempuan

Jumlah

1.217
1.192
1.158
837
729
966
905
804
698
552
516
399
275
190
121
147
10.706

1.054
1.200
1.047
804
730
892
850
728
676
566
509
309
251
170
102
108
9.996

2.271
2.392
2.205
1.641
1.459
1.858
1.755
1.532
1.374
1.118
1.025
708
526
360
223
255
20.702

Sumber: BPS Kabupaten Parigi Moutong

b. Keadaan Pendidikan Kecamatan Bolano Lambunu


Berikut ini disajikan tabel banyaknya sekolah yang ada di Kecamatan
Bolano Lambunu menurut tingkat pendidikan dan status sekolahnya. Tabel ini

menunjukkan adanya tingkat pengembangan kapasitas masyarakat Kecamatan


Bolano Lambunu berdasarkan banyaknya jumlah bangunan sekolah yang ada
pada kecamatan ini.
Tabel 4.5 Banyaknya Sekolah Di Kecamatan Bolano Lambunu Menurut
Tingkat Pendidikan dan Status Sekolah Tahun 2013

Tingkat Pendidikan
TK/PAUD
SD
MI
SLTP
MTs
SMU
MA
SMK
PT/UNIVERSITAS
JUMLAH
Sumber: BPS Kabupaten Parigi Moutong

Status Sekolah
Negeri
18
4
1
23

Swasta
14
1
1
2
2
2
22

Jumlah
14
18
1
5
2
3
2
45

Dari tabel 4.5 di atas, dapat diketahui bahwa jumlah sekolah yang ada di
Kecamatan Boalano Lambunu sebanyak 45 sekolah (yang terbagi atas sekolah
negeri sebanyak 23 dan swasta sebanyak 22). Adapun jumlah sekolah terbanyak
berdasarkan jenjang pendidikannya adalah sekolah dasar yaitu sebanyak 18
sekolah, sedangkan yang paling sedikit itu sekolah mengeh kejuruan yang tidak
memiliki gedung sekolah. Dari tabel tersebut di atas, menunjukkan bahwa
banyaknya sekolah yang ada di Kecamatan Bolano Lambunu, menggambarkan
bagaimana tingkat pendidikan yang ada di kecamatan ini. Artinya bahwa jumlah
sekolah yang tersedia menggbarkan kualitas pendidikan yang ada di Kecamatan
Bolano Lambunu.

c. Keadaan Kesehatan Kecamatan Bolano Lambunu


Dari data-data yang diperoleh berkaitan dengan keadaan kesehatan yang
ada pada Kecamatan Bolano Lambunu, di mana berdasarkan fasilitas-fasilitas
penunjang kesehatan yang tersedia seperti puskesmas, puskesmas pembantu
(pustu), poliklinik pemerintah, dan poliklinik swasta, dan sebagainya. Dengan
ketersediaan fasilitas-fasilitas kesehatan tersebut dapat memudahkan masyarakat
dalam memperoleh akses kesehatan seperti, pengobatan dan konsultasi masalahmasalah kesehatan.
Tabel 4.6 Jumlah Fasilitas Kesehatan Kecamatan Bolano Lambunu
Tahun 2013
Desa

Puskesmas

Wanagading
Lambunu
Kotanagaya
Margapura
Petuna Sugi
Gunungsari
Siendeng
Lambunu Utara
Tirtanagaya
Anutapura
Lambunu Timur
Bukit Makmur
Ganogol Sari
Ogorandu
JUMLAH

1
1

Puskesmas
Pembantu
1
1
1
3

Poliklinik
Pemerintah
-

Poliklinik
Swasta
-

Lanjutan Tabel 4.6

Poskesdes

Pos KB

Posyandu

1
3
7
1
1
1
2
1
2
1
2
1
4
1
4
1
2
2
1
1
1
1
8
33
Sumber: BPS Kabupaten Parigi Moutong

Apotik
-

Toko Obat
Berijin
1
1
2

Pada tabel 4.6 di atas, bahwa fasilitas kesehatan yang paling banyak ada
di Kecamatan Bolano Lambunu ini adalah posyandu (sebanyak 33). Sementara
puskesmas yang ada hanya ada 1. Dari tabel tersebut bahwa pelayanan kesehatan
yang ada di Kecamatan Bolano Lambunu masih terhitung kurang, dan pelayanan
kesehatan bagi masyarakat juga masih sangat minim.

Tabel 4.7 Banyaknya Tenaga Kesehatan Di Kecamatan Bolano Lambunu


Menurut Jenis Tahun 2013

Dokter
Spesialis

Desa
Wanagading
Lambunu
Kotanagaya
Margapura
Petuna Sugi
Gunungsari
Siendeng
Lambunu Utara
Tirtanagaya
Anutapura
Lambunu Timur
Bukit Makmur
Ganogol Sari
Ogorandu
JUMLAH

Dokter
Umum

Dokter
Gigi

1
1

Sarjana
Kesehatan
S-2
-

S-1
-

Sarjana
NonKesehatan
S-2
S-1
2
2

Lanjutan Tabel 4.7


Farmasi/
Apoteker

Asisten
Apoteker

Akademi
Gizi

Akadami
Fisio-terapi

Bidan

SPK/
SPR

Perawat
Gigi

1
1

1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
11

2
1
1
4

Lanjutan Tabel 4.7


Akademi
Akademi
Akademi
Penilik
NonPerawat
Kes.
Kesehatan
1
2
2
1
1
1
7
1
Sumber: Puskesmas Bolano Lambunu

SPPH/
Sanitaria

SPAG

SMAK

1
1

Dukun
Bayi
1
1
1
1
1
1

1
1
1
1
1
11

Pada tabel 4.7 di atas, menunjukkan bahwa tenaga medis yang paling
banyak terdapat di Kecamatan Bolano Lambunu ini adalah bidan (11 orang) dan
dukun bayi (11 orang). Dari tabel itu menunjukkan bahwa sangat diperlukan
adanya tambahan tenaga medis lainnya, seperti dokter umum. Karena dokter
umum yang ada di kecamatan ini hanya 1 orang. Sehingga pelayanan kesehatan
yang ada di Kecamatan Bolano Lambunu masih berjalan tidak efektif atau belum
maksimal.
d. Keadaan Sosial Ekonomi Kecamatan Bolano Lambunu
Selanjutnya adalah keadaan sosial ekonomi masyarakat Kecamatan
Bolano Lambunu. Dari data sekunder yang diperoleh di lapangan dapat dijelaskan
keadaan sosial ekonomi masyarakat itu dari jenis kepemilikan rumah tinggal

masyarakat dan klasifikasinya. Kondisi sosial ekonomi masyarakat ini dapat


dilihat pada tabel 4.8 berikut ini.
Tabel 4.8 Jumlah Bangunan Tempat Tinggal Berdasarkan Klasifikasi Di
Kecamatan Bolano Lambunu Tahun 2013
Semi
Permanen
Wanagading
175
103
Lambunu
285
Kotanagaya
274
112
Margapura
190
98
Petuna Sugi
134
320
Gunungsari
40
102
Siendeng
79
64
Lambunu Utara
39
110
Tirtanagaya
290
135
Anutapura
116
94
Lambunu Timur
2
31
Bukit Makmur
150
94
Ganogol Sari
22
104
Ogorandu
24
96
JUMLAH
1.820
1.463
Sumber: BPS Kabupaten Parigi Moutong
Desa

Permanen

Kayu

Gubuk

Panggung

121
340
58
230
43
92
205
180
93
171
66
45
50
57
1.751

40
4
7
2
2
1
56

Pada tabel di atas, secara garis besar rumah tinggal yang dimiliki oleh
masyarakat Kecamatan Bolano Lambunu paling banyak adalah rumah tinggal
yang permanen. Sehingga pada kondisi sosial ekonomi masyarakat pada
kecamatan ini sudah pada taraf yang lebih baik, karena sebagian besar jenis
tempat tinggal mereka telah menjadi permanen.
Sementara itu, kondisi sosial ekonomi ini lagi diperjelas oleh tabel 4.9
dan tabel 4.10 di bawah ini. Tabel ini menjelaskan tentang tahapan kesejahteraan
masyarakat dan jenis pekerjaan serta ketersediaan lapangan pekerjaan bagi
masyarakat Kecamatan Bolano Lambunu. Pada tabel 4.9 pekerjaan masyarakat

didominsai oleh sektor pertanian, di mana petani pemilik sebanyak 8.524 jiwa dan
petani penggarap sebanyak 942 jiwa (total keseluruhannya adalah 9.466 jiwa).
Sedangkan pada tabel 4.10, untuk tahap kesejahteraan keluarga yang ada di
Kecamatan Bolano Lambunu, dengan jumlah keluarga prasejahtera sebesar 1.356;
keluarga sejahtera I sebesar 1.748; keluarga sejahtera II sebesar 1.861, keluarga
sejahtera III sebesar 499; dan keluarga sejahtera III+ sebesar 70. Dari data
tersebut, diketahui bahwa sebagaian besar keluarga masyarakat Kecamatan
Bolano Lambunu berada pada tahap sejahtera II.
Tabel 4.9 Penduduk Berdasarkan Jenis Lapangan Pekerjaan Kecamatan
Bolano Lambunu Tahun 2013
Desa
Wanagading
Lambunu
Kotanagaya
Margapura
Petuna Sugi
Gunungsari
Siendeng
Lambunu Utara
Tirtanagaya
Anutapura
Lambunu Timur
Bukit Makmur
Ganogol Sari
Ogorandu
JUMLAH

Petani
Pemilik
405
457
736
636
904
201
724
340
1.230
1.020
184
604
702
381
8.524

Petani
Penggarap
65
123
120
75
81
50
80
21
73
81
82
37
34
20
942

Petani
Penyadap
-

Nelayan
92
24
71
187

Lanjutan Tabel 4.9


Pedagang
116
148
114
41
39
21
56
21
74
54
16
18
16
11
745

Pegawai
18
31
37
12
25
3
6
7
15
27
4
5
1
3
194

TNI/POLRI
2
8
2
2
2
14

Peternakan
15
51
37
43
367
57
18
72
26
18
30
16
361
61
1.172

Lanjutan Tabel 4.9


Buruh
Angkutan Pengusaha
201
9
4
230
16
11
119
27
15
174
12
5
214
4
4
90
6
7
126
6
4
52
8
3
151
16
7
215
9
5
24
2
1
134
7
6
75
1
4
60
2
2
1.865
125
78
Sumber: BPS Kabupaten Parigi Moutong

Pensiunan
2
2
3
3
1
1
12

Pengolahan/Industri
30
5
47
38
28
16
9
7
61
10
2
17
14
16
300

Tabel 4.10 Banyaknya Keluarga Berdasarkan Pentahapan Kesejahteraan


Kecamatan Bolano Lambunu Tahun 2013
Desa

Prasejahtera

Wanagading
Lambunu
Kotanagaya
Margapura
Petuna Sugi
Gunungsari
Siendeng
Lambunu Utara
Tirtanagaya
Anutapura
Lambunu Timur
Bukit Makmur
Ganogol Sari
Ogorandu
JUMLAH

126
273
125
78
164
156
131
124
49
98
32
*)
*)
*)
1.356

Kel.
Sejahtera
I
291
317
141
131
101
53
139
91
309
101
74
*)
*)
*)
1.748

Kel.
Sejahtera
II
239
192
132
268
246
196
124
279
84
80
21
*)
*)
*)
1.861

Kel.
Sejahtera
III
37
34
147
16
69
26
25
84
36
6
19
*)
*)
*)
499

Kel.
Sejahtera
III+
4
3
0
8
17
0
7
20
11
0
0
*)
*)
*)
70

Sumber: PPKLB

Kegiatan ekonomi penduduk di Kecamatan Bolano Lambunu didominasi


oleh sektor primer, terutama sub sektor pertanian tanaman perkebunan dan
tanaman bahan makanan. Sebelum pemekaran Kecamatan Bolano dan Kecamatan
Ongka Malino, wilayah ini merupakan penghasil produk pertanian terbesar di
Kabupaten Parigi Moutong. Hal ini didukung luas wilayah yang sangat besar dan
memungkinkan ekstensifikasi pertanian.
Penggunaan lahan pertanian bukan sawah pada tahun 2013 disajikan
pada gambar 4.3 (dengan jumlah lahan pertanian bukan sawah Kecamatan Bolano
Lambunu seluas 33.574 Ha). Lahan pertanian bukan sawah pada tahun 2013
paling luas digunakan untuk tegal/kebun sebesar 8,11%. Sementara itu lahan
bukan pertanian seluas 2.326 Ha pada tahun 2013.

Tabel 4.11 Luas Lahan Kecamatan Bolano Lambunu Berdasarkan


Penggunaanya
Uraian Lahan
Luas Lahan (Ha)
Sawah
2.357
Pertanian Bukan Sawah
33.574
Bukan Pertanian
2.326
JUMLAH
38.257
Sumber: Koordinator Statistik Kecamatan Bolano Lambunu

Gambar 4.3 Persentase Penggunaan Lahan Bukan Sawah Kecamatan


Bolano Lambunu Tahun 2013 (Ha)

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Parigi Moutong

Lahan sawah di Kecamatan Bolano Lambunu masih cukup luas sekaliun


mengalami pemekaran. Luas lahan sawah mencapai 2.357 Ha, berada pada urutan
keenam jika dibandingkan dengan luas lahan sawah kecamatan-kecamatan di
Kabupaten Parigi Moutong pada tahun 2013.

4.2 Hasil Temuan Di Lapangan


Dalam melakukan penelitian tentang kearifan lokal songu lara
mombangu masyarakat Parigi Moutong di Kecamatan Bolano Lambunu. Ada
beberapa hal yang menjadi fokus permasalahan dalam penelitian ini, diantaranya
adalah aspek kearifan lokal songu lara mombangu, karakter kearifan lokal songu
lara mombangu, serta pembangunan masyarakat berbasis kearifan lokal songu
lara mombangu. Dalam aspek kearifan lokal songu lara mombangu, ada beberapa
hal juga yang dilihat yaitu tentang pemikiran, sikap, dan tindakan informan
tentang kearifan lokal songu lara mombangu ini. Sementara untuk karakter
kearifan lokal songu lara mombangu, peneliti melihat tentang moral knowing,
moral feeling, serta moral action masyarakat yang berkaitan dengan kearifan lokal
songu lara mombangu. Sedangkan pada bagian pembangunan masyarakat yang
berbasis kearifan lokal songu lara mombangu ini hal yang paling dititik beratkan
adalah peraturan-peratuaran yang berbasis kearifan lokal songu lara mombangu,
aktivitas gotong royong masyarakat Kecamatan Bolano Lambunu, kebersamaan
dan keteladanan masyarakat Kecamatan Bolano Lambunu, serta kewajiban warga
masyarakat masyarakat Kecamatan Bolano Lambunu.
Berikut ini akan dijelaskan seperti apa tanggapan informan dalam
penelitian ini yang berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas. Hal ini disajikan oleh
peneliti dalam bagain laporan hasil temuan di lapangan.

4.2.1 Kearifan Lokal Songu Lara Mombangu


4.2.1.1 Aspek Kearifan Lokal Songu Lara Mombangu Masyarakat
Parigi Moutong Di Kecamatan Bolano Lambunu
Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan beberapa informan
terkait dengan aspek kearifan lokal songu lara mombangu, yang berkaitan dengan
pemikiran, sikap dan tindakan masyarakat Kecamatan Bolano Lambunu tentang
kearifan lokal tersebut. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa masyarakat yang
ada di Kecamatan Bolano Lambunu memahami kearifan lokal songu lara
mombangu sebagai suatu semboyan atau filsafat Kabupaten Parigi Moutong yang
mengajak seluruh masyarakatnya untuk membangun daerah tersebut. Seperti yang
dikatakan oleh Bapak Supri dalam proses wawancara seperti yang dikutip berikut
ini.
Songu lara mombangu itu berasal dari Bahasa Kaili yang memiliki arti
satu tekad, satu hati untuk membangun daerah yang perlu untuk
ditumbuh kembangkan. Cukup bagus untuk dijadikan kearifan lokal
masyarakat, perlu adanya ditumbuh kembangkan melalui pengambilan
keputusan bersama tanpa memandang status sosial.

Gambar 4.4 Wawancara bersama dengan Bapak Supri

Penjelasan Bapak Supri di atas cukup jelas menyatakan bahwa kearifan


lokal songu lara mombangu merupakan semboyan bagi masyarakat Parigi
Moutong, dan masyarakat Kecamatan Bolano Lambunu pada umumnya untuk
menciptakan atau membangun Kabupaten Parigi Moutong menjadi lebih baik,
dengan cara duduk bersama, saling bahu membahu tanpa memandang status sosial
yang mereka miliki. Lanjut daripada itu, penjelasan Bapak Supri ini
menggambarkan bahwa kearifan lokal songu lara mombangu ini perlu untuk
dijaga dan dilestarikan sebagai suatu warisan budaya dari para pendiri Parigi
Moutong. Hal yang sama juga dikatakan oleh Bapak Hasan bahwa kearifan lokal
songu lara mombangu ini merupakan suatu semboyan masyarakat Parigi Moutong
yang mengajak seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali untuk membangun
daerah tersebut. Pernyataan Bapak Hasan tersebut seperti dikutip dalam hasil
wawancara berikut ini.
Songu lara mombangu itu dari Bahasa Kaili yang merupakan semboyan
kita masyarakat Kabupaten Parigi Moutong yang biar dia itu (songu
lara mombangu) cuma kalimat yang sederhana tapi ada arti yang dalam
di dalamnya, yang artinya itu mari kita membangun Parigi Moutong
mulai dari desa, kecamatan, hingga pada tingkat kabupaten. Songu lara
mombangu ini sangat bagus dijadikan kearifan lokal masyarakat untuk
melakukan membangun Kabupaten Parigi Moutong.

Gambar 4.5 Wawancara bersama dengan Bapak Hasan

Selanjutnya, berkaitan dengan sikap informan atau masyarakat


Kecamatan Bolano Lambunu dalam menanggapi kearifan lokal songu lara
mombangu. Sebagian besar sikap yang informan berikan terkait dengan hal
tersebut adalah memberikan dukungan yang penuh, meraka mematuhi semua yang
menjadi kebijakan daripada pemerintah kabupaten. Sikap mereka ini diwujudkan
pada kepatuhan mereka terhadap program-program pemerintah dan dijalankan
dengan sangat baik.
Sikap para informan ini diperoleh melalui wawancara langsung di
lapangan. Dari hasil tersebut menunjukkan sebagian besar masyarakat Kecamatan
Bolano Lambunu setuju dengan adanya kearifan lokal songu lara mombangu ini
sebagai pedoman atau pandangan hidup bagi mereka. Sebagian besar dari
masyarakat Kecamatan Bolano Lambunu sepakat jika kearifan lokal menjadi
dasar bagi mereka dalam membangun Parigi Moutong menjadi kabupaten yang
mandiri.

Hal ini seperti yang dikatakan oleh Bapak Sabran melalui wawancara
langsung. Beliau mengatakan bahwa setuju jika songu lara mombangu adalah
filsafat bagi mereka (masyarakat Parigi Moutong) dalam membangun Kabupaten
Parigi Moutong ini. Hasil wawancara tersebut seperti yang dikutip berikut ini.
Sebagai warga Parigi Moutong kita (saya) sangat terikat dengan
adanya songu lara mombangu ini. Respon yang dapat saya berikan saya
sangat mendukung adanya penerapan songu lara mombangu ini. Seperti
yang telah saya katakan saya sangat setuju falsafah songu lara
mombangu ini dapat membuat kita (masyarakat) dalam melakukan
pembangunan. Karena merasa sebagai keluarga, dengan adanya songu
lara mombangu ini akan memperat tali persaudaraan di antara kita
semakin erat.
Dari penjelasan Bapak Sabran di atas, dapat dijelaskan bahwa kearifan
lokal songu lara mombangu merupakan falsafah atau pandangan hidup
masyarakat Parigi Moutong dalam melakukan suatu pembangunan. Bagi beliau
songu lara mombangu dapat menjadi dasar mereka dalam melakukan hubungan
dengan sesamanya, karena merasa sebagai warga Parigi Moutong yang memiliki
tanggung jawab dalam memajukan daerah. Sehingga menurut Bapak Sabran
dengan adanya kesadaran tersebut pada setiap masyarakat Parigi Moutong
umumnya dan masyarakat Kecamatan Bolano Lambunu khususnya, songu lara
mombangu merupakan semboyan yang memperat tali persaudaraan diantara
mereka.
Jawaban yang sama juga dikatakan oleh Bapak Ibrahim. Menurutnya
bahwa sikap yang dapat mereka berikan dengan adanya kearifan lokal songu lara
mombangu ini adalah dengan memberikann dukungan secara penuh untuk
mendukung terlaksananya pembangunan di Kabupaten Parigi Moutong dan

Kecamatan Bolano Lambunu secara khusus. Berikut ini hasil wawancara dengan
Bapak Ibrahim terkait dengan sikap yang beliau berikan terkait dengan kearifan
songu lara mombangu.
Mungkin sikap pertama yang dapat saya berikan adalah sangat
mendukung, karena songu lara mombangu dapat saja mempererat
hubungan masyarakat, guna mencapai pembangunan yang maju atau
modern.
Dari sikap yang diberikan oleh Bapak Ibrahim ini, kemudian dapat
ditarik benang merahnya bahwa kearifan lokal songu lara mombangu masyarakat
Parigi Moutong memberikan antusias bagi masyarakat yang berada di Kecamatan
Bolano Lambunu dalam menciptakan atau menacapai tujuan

daripada

pembangunan di Parigi Moutong. Masyarakat di Kecamatan Parigi Moutong sadar


bahwa pembangunan tidak akan mencapai tujuannya jika tidak ada dukungan dari
masyarakatnya juga hubungan yang baik antar sesama masyarakat tersebut.
Karena untuk mencapai tujuan pembangunan tersebut berjalan dengan lancar
sebelumnya diadakan musyawarah untuk menyatukan pendapat dan menciptakan
hubungan yang erat antar masyarakat.
Terakhir, berkaitan dengan aspek kearifan lokal songu lara mombangu
adalah tindakan yang diberikan oleh masyarakat Kecamatan Bolano Lambunu
sehubungan dengan kearifan lokal songu lara mombangu. Tindakan masyarakat
yang dimaksud adalah keterlibatan informan dalam kegiatan-kegiatan yang
diadakan oleh Pemerintah Kecamatan Bolano Lambunu berkaitan dengan
program-program pembangunan yang berhubungan dengan kearifan lokal songu
lara mombangu. Dari hasil wawancara yang dilakukan, dapat dijelaskan bahwa

masyarakat yang ada di Kecamatan Bolano Lambunu secara tidak langsung


melibatkan dirinya dalam kegiatan-kegiatan tersebut. Hanya beberapa pemegang
kepentingan tertentu yang secara langsung melibatkan diri dalam programprogram pembangunan di Kecamatan Bolano Lambunu.
Misalnya, dari hasil wawancara yang dilakukan dengan Saudara Nurzain
salah seorang tokoh pemuda yang ada di Kecamatan Bolano Lambunu. Dari
wawancara tersebut, Nurzain menjelaskan bahwa beliau secara tidak langsung
terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Kecamatan
Bolano Lambunu. Menurutnya bahwa tindakan yang diberikan oleh masyarakat
secara umum terkait dengan kegaiatan yang diadakan oleh kecamatan belum
sepenuhnya melibatkan mereka secara langsung. Hanya ketika dimintai
partisipasi, Saudara Nurzain mengatakan bahwa masyarakat baru memberikan
tindakan mereka dengan memberikan partisipasi berupa pikiran, tenaga, dan jika
memungkinkan berupa partisipasi materi atau biaya dalam bentuk sumbangan.
Kalau tindakan saya sendiri ketika ada kegiatan di kecamatan itu tentu
dengan memberikan dukungan yang pertama ya. Kemudian saya secara
tidak langsung terlibat dalam kegiatan itu, misalnya saya gotong royong
dengan masayrakat untuk melakukan kerja bakti. Kalau menurut saya,
tindakan yang biasa diberikan oleh masyarakat di sini khususnya ya,
ketika ada kegiatan di kecamatan masyarakat itu awalnya cuek. Namun
kalau diminta untuk ikut terlibat masyarakat itu dengan tidak segansegan memberikan tindakannya misalnya dengan tenaga bahkan ada
yang memberikan bantuan dana yaitu uang. Sepanjang yang saya tahu
seperti itu kalau ada kegiatan di kecamatan, misalnya ya kegiatan MTQ
tingkat kecamatan yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah Kecamatan,
masyarakat itu dimintai untuk ikut mengsukseskan kegiatan MTQ itu
dengan memberikan sumbangan dana. Bahkan ada masyarakat yang
melakukan penggalangan dana untuk kegiatan MTQ ini dengan
mengumpulkan sumbangan di jalan-jalan.

Gambar 4.6 Wawancara bersama dengan Saudara Nurzain

Berbeda dengan wawancara yang dilakukan dengan Bapak Minto, selaku


pemangku jabatan penting di desa beliau mau tidak mau harus melibatkan diri
secara aktif pada setiap kegiatan yang diadakan di kecamatan maupun di desa
yang ia pimpin. Saat ini beliau memegang peranan penting setelah pensiunnya
Kepala Desa tempatnya menjalankan roda pemerintahan. Beliau mengatakan
bahwa ia harus pro aktif pada setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh
pemerintahan yang hubungannya dengan kegiatan pembangunan.
Ya, sebagai pemerintah tentunya saya melibatkan diri secara pro aktif
pada kegiatan yang kami (pemerintah desa) sendiri maupun yang
pemerintah kecamatan laksanakan. Tentunya juga dengan melibatkan
seluruh anggota masyarakat untuk saling gotong royong untuk
melaksanakan atau mewujudkan progarm-program pembangunan.
Misalnya kami melakukan kerja bakti bersama masyarakat, kegiatan
yang rutin kami lakukan itu adalah jumat bersih. Setiap masyarakat di
setiap dusun dijadwalkan untuk ikut dalam kegiatan kerja bakti jumat
bersih ini.
Berdasarkan jawaban yang diberikan oleh Saudara Nurzain dan Bapak
Minto di atas dapat dijelaskan bahwa setiap kegiatan yang diadakan baik oleh
pemerintah desa maupun kecamatan secara umum melibatkan seluruh lapisan

masyarakat yang ada di Kecamatan Bolano Lambunu. Kegiatan tersebut biasanya


adalah kerja bakti, jumat bersih, dan kegiatan gotong royong lainnya seperti
pembangunan kantor desa. Dari hasil wawancara di lapangan, ditemukan adanya
salah satu desa yang kantor atau balai desanya dibangun dari hasil swadaya
masyarakat tanpa ada sedikitpun bantuan dana dari pemerintah daerah atau
kecamatan. Untuk proses pembangunan kantor desa juga secara penuh dibangun
oleh seluruh anggota masyarakat yang ada di desa tersebut.
Berikut ini hasil wawancara yang dilakukan bersama dengan aparat desa,
wawancara yang dilakukan bersama dengan Bapak Sukatno, Sargam, dan Bapak
Tuwiran terkait dengan pembangunan kantor desa yang dilakukan melalui
swadaya masyarakat.
Kami di sini ketika ada kegiatan pembangunan selalu melakukan
gotong royong dengan masyarakat di sini. Kebersamaan masyarakat di
sini sangat bagus dan kompak, mereka semua turun langsung untuk
gotong royong melakukan kerja bakti misalnya masyarakat dibagikan
jadwal setiap dusun itu mendapatkan giliran dua kali dalam satu bulan
untuk melakukan kerja bakti dan aparat desa (Kepala-Kepala Dusun)
yang menjadi penanggung jawabnya. Misalnya setiap jumat masyarakat
di sini melakukan kerja bakti untuk memperbaiki jalan yang rusak, atau
pembangunan jalan makam dan kantor desa yang sepenuhnya dari
swadaya masyarakat. Untuk melakukan pembangunan jalan makam
misalnya masyarakat pada setiap panen dikumpulkan beras setiap 3kg.
Sedangkan pembangunan kantor desa, dana yang diperoleh melalui
swadaya masyarakat dan tidak ada bantuan anggaran dari pemerintah
daerah atau kecamatan, semuanya dari uang masyarakat. Dan
masyarakat juga semuanya secara bergantian melakukan pembangunan
kantor desa ini. Ya, semuanya dari swadaya masyarakat, anggarannya,
dan masyarakat sendiri juga yang kerja. Bahkan masyarakat (beberapa
dari keluarga) juga secara bergantian memasak makanan orang yang
kerja bangun kantor desa ini.

Gambar 4.7 Kantor desa yang dibangun melalui kegiatan/program swadaya


masyarakat

4.2.1.2 Karakter Kearifan Lokal Songu Lara Mombangu Masyarakat


Parigi Moutong Di Kecamatan Bolano Lambunu
Karakter kearifan songu lara mombangu, ada hal penting yang menjadi
suatu ciri khas masyarakat Parigi Moutong pada umumnya. Hal tersebut inilah
adalah sesuatu yang dihasilkan oleh masyarakat Parigi Moutong melalui
kebiasaan-kebiasaan

mereka,

dan

menjadi

aset

dari

warisan

budaya

masyarakatnya (local wisdom). Sementara songu lara mombangu sendiri adalah


merupakan local genius masyarakat yang berasal dari buah pemikiran masyarakat
dari kebiasaan-kebiasaan tadi. Kebiasaan-kebiasaan masyarakat Parigi Moutong
ini didapatkan dari hasil wawancara yang dilakukan dengan Saudari Indra seperti
berikut ini.
...adat orang Kaili di sini itu pamonte. Pamonte itu kebiasaankebiasaan masyarakat kalau ada acara-acara adat macam waktu pesta

perkawinan atau acara-acara lain. Orang-orang Kaili membikin acara


itu mereka lakukan bersama-sama, mereka itu sering mosijulu kalau
Bahasa Kailinya. Mosijulu ini mereka lakukan pada saat membantu
tetangga mereka melakukan hajatan atau doa-doa selamat.
Dari penjelasan saudari Indra tersebut, diambil suatu kesimpulannya
bahwa masyarakat yang ada di Parigi Moutong umumnya memiliki suatu
kebiasaan atau tradisi yang terkait dengan songu lara mombangu. Tradisi tersebut
menurutnya adalah pamonte (suatu tradisi pada saat pelaksanaan upacara adat,
seperti

upacara

perkawinan,

hajatan

serta

doa-doa

selamat).

Dalam

melaksanakan pamonte masyarakat sering melakukan mosijulu (suatu pekerjaan


yang dilakukan secara bersama-sama dan saling membantu). Dari kebiasaankebiasaan masyarakat ini kemudian dijadikan suatu pedoman masyarakat Parigi
Moutong untuk saling tolong menolong satu sama lain, serta melahirkan
semboyan songu lara mombangu.
Tidak hanya sampai di situ, songu lara mombangu tidak hanya sebatas
kebiasaan untuk tolong menolong, melainkan songu lara mombangu juga
merupakan suatu filosofi masyarakat dalam menghargai, menghormati, dan
menerima adanya perbedaan-perbedaan. Hal ini dikatakan juga oleh saudari Indra
dalam proses wawancara yang dikutip berikut.
Orang Kaili itu selalu menghormati orang lain, biasanya ketika ada
pendatang baru mereka menerimanya baik-baik. Ada kalau orang Kaili
bilang itu kamaimo masalama, itu maksudnya mereka menerima
pendatang itu untuk tinggal di sini. Kalau misalnya ini ada orang datang
dari jauh-jauh, baru niat untuk menetap di kampung ini dorang selalu
welcome atau bilang masalama nakava ri kampu hi artinya itu
selamat datang di kampung ini. Atau orang yang datang bertamu yang
baru pertama mereka kenal mereka mempersilahkannya masuk dengan
berkata kamaimo masua ribanua artinya itu mari silahkan masuk.

Penjelasan saudari Indra tersebut menyebutkan tentang penerimaan


kamaimo

masalama

terhadap

suatu

kelompok

masyarakat

pendatang

(masyarakat migrasi) dari masyarakat Kaili (masyarakat asli). Sikap menerima ini
tidak hanya sebagai ucapan selamat datang melainkan juga penerimaan terhadap
perebedaan-perbedaan yang di bawa oleh masyarakat pendatang tersebut.
Perbedaan-perbedaan tersebut dapat berupa perbedaan sudut pandang dan caracara hidup. Ketika perbedaan tersebut diterima dengan baik, maka bagi
masyarakat asli ini menanggap hal tersebut tidaklah masalah selagi tidak
bertentangan dengan kebiasaan atau adat mereka.
Terkait juga dengan karakter kearifan songu lara mombangu yang
menjadi semboyan pemersatu masyarakat di Parigi Moutong, ada hal-hal penting
yang patut untuk dijadikan sebagai bahan perhatian bersama. Hal-hal tersebut
sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, yaitu tentang moral
knowing, moral feeling, dan moral action yang terdapat dalam karakter kearifan
lokal. Sama halnya dengan kearifan lokal songu lara mombangu ini, juga terdapat
ke-tiga hal tersebut. Untuk melihat ketiga hal tersebut dalam kehidupan
masyarakat Parigi Moutong secara umum, yang menjadi objek research pada
kesempatan ini diambil pada masyarakat yang ada di Kecamatan Bolano
Lambunu.
Pertama, untuk melihat seperti apa moral knowing (pengetahuan moral)
masyarakat yang ada di Kecamatan Bolano Lambunu ini terkait dengan kearifan
lokal songu lara mombangu sebagai suatu semboyan yang ada di Parigi Moutong.

Sebagai seorang peneliti, tentunya terlebih dahulu melakukan wawancara dengan


beberapa informan untuk menggali permasalahan tersebut. Sehingga didapatkan
bahwa secara umum, masyarakat yang ada di Kecamatan Bolano Lambunu ini
hanya sekedar mengetahui ataupun hanya sekedar memahami bahwa songu lara
mombangu itu adalah falsafah yang diambil dari Bahasa Kaili yang memiliki arti
satu hati dalam membangun Kabupaten Parigi Moutong.
Sementara untuk lebih memahami lebih jauh seperti apa penjabaran
daripada songu lara mombangu ini, masyarakat yang ada di Kecamatan Bolano
Lambunu juga belum secara bersama-sama mengetahui bagaimana prinsip
pembangunan yang menjadi amanat semboyan tersebut. Alasannya bahwa
pemerintah terkait belum mengadakan sosialisasi dengan masyarakat yang ada di
Kecamatan Bolano Lambunu tentang hal tersebut, bersamaan dengan mekanisme
yang terkandung dalam falsafah atau semboyan songu lara mombangu.
Hanya saja, secara moral, masyarakat yang ada di Kecamatan Bolano
Lambunu menyadari atau mengetahui bahwa di dalam songu lara mombangu ini
memiliki nilai-nilai moral yang menjadi pemersatu seluruh lapisan masyarakat
yang ada di Kabupaten Parigi Moutong umumnya dan masyarakat Kecamatana
Bolano Lambunu khususnya. Nilai-nilai moral ini menurut masyarakat yang ada
di Kecamatan Bolano Lambunu seperti itu semangat gotong royong, bekerja
sama, sikap saling menghargai perbedaan cara pandang (suku, ras, dan agama),
tolong menolong, serta semangat untuk membangun Kabupaten Parigi Moutong
menjadi kabupaten yang terdepan dan mandiri.

Hal ini seperti yang dikatakan oleh Bapak Rasto melalui proses
wawancara, menurut beliau bahwa songu lara mombangu ini membawa semangat
pembangunan bagi masyarakat Parigi Moutong. Menurutnya bahwa songu lara
mombangu merupakan pengganti daripada Bhineka Tunggal Ika yang ada di
Parigi Moutong tentunya. Ia menambahkan bahwa kebersamaan dalam segala hal
merupakan salah satu tindakan moral yang terkandung dalam nilai-nilai songu
lara mombangu itu sendiri. Pernyataan Bapak Rasto tersebut seperti yang dapat
dikutip dalam proses wawancara berikut ini.
Iya, semuanya (bagian yang terkandung dalam songu lara mombangu)
sudah dijiwai maknanya sebagai dasar pemersatu masyarakat yang ada
di Parigi Moutong ini. Iya jelas di dalam songu lara mombangu itu ada
nilai-nilai moral yang terkandung di dalamnya, salah satunya itu
kebersamaan merupakan tindakan moral. Selain dia sebagai dasar
pemersatu masyarakat Parigi Moutong, juga ada nilai-nilai budaya, kita
kan di sini terdiri atas beragam etnis budaya, dengan adanya songu lara
mombangu kita selalu mengahargai orang-orang yang berbeda etnik
dengan kita.

Gambar 4.8 Wawancara bersama dengan Bapak Rasto

Pernyataan serupa juga dikatakan oleh Bapak Nasir yang merupakan


salah seorang tokoh pemuda yang ada di Kecamatan Bolano Lambunu.
Menurutnya, ia hanya sekedar memahami songu lara mombangu hanya
berdasarkan kalimatnya saja. Sementara untuk mempelajarinya lebih dalam,
Bapak Nasir mengatakan sebaiknya dari pemerintah itu melakukan semacam
sosialisasi terkait dengan program pembangunan yang berdasarkan semboyan atau
yang terkandung di dalam songu lara mombangu ini. Pernyataan tersebut dapat
dibaca pada kutipan wawancara yang dilakukan bersama beliau berikut ini.
Kalau saya mengetahui songu lara mombangu ini hanya artinya saja,
dia itu memiliki arti satu hati dalam membangun. Satu hati itu artinya
mari bersama-sama untuk membangun Parigi Moutong. Kalau seberapa
besar pengetahuan saya tenatng songu lara mombangu itu, tentu saya
memerlukan waktu lama untuk dapat memahaminya secara mendalam
ya, karena kita (saya) sebagai seorang masyarakat biasa tentu butuh
waktu untuk bisa mempelajari apa-apa yang menjadi tujuan songu lara
mombangu ini. Ya, tentu. Di dalam songu lara mombangu itu intinya ada
nilai-nilai moral yang terkandung di situ. Nilai-nilai moral itu seperti
persatuan masyarakat dalam melakukan suatu pembangunan misalnya,
dan juga semangat masyarakat untuk ikut kerja bakti bersama-sama.
Saya memahami songu lara mombangu hanya seperti itu.

Gambar 4.9 Wawancara bersama dengan Bapak Nasir

Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan Bapak Rasto dan Bapak
Nasir di atas menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat yang ada di
Kecamatan Bolano Lambunu memahami kearifan lokal songu lara mombangu itu
hanya berdasarkan kalimat yang ada di dalamnya, yaitu satu hati dalam
membangun. Sementara untuk memahaminya secara lebih mendalam masyarakat
yang ada di kecamatan ini belum sepenuhnya mengetahui seperti apa tujuan yang
tersirat di dalam kearifan lokal songu lara mombangu tersebut. Akan tetapi,
secara moral, tentunya masyarakat di kecamatan tersebut mengetahui bahwa ada
nila-nilai moral yang terdapat pada kearifan songu lara mombangu tersebut.
Seperti apa yang dikatakan oleh Bapak Rasto dan Bapak Nasir di atas, bahwa
nilai-nilai moral tersebut berupa kebersamaan masyarakat yang tersa begitu
kental, kesadaran masyarakat sebagai suatu kesatuan yang utuh yang selalu
mengutamakan sifat gotong royong dan bekerja sama dalam mambangun daerah
itu yang terpenting menurut mereka.
Selanjutnya, adalah tentang moral feeling (pearasaan moral) masyarakat
Kecamatan Bolano Lambunu yang berkaitan dengan kearifan lokal songu lara
mombangu. Artinya bahwa dalam melihat karakter daripada kearifan lokal songu
lara mombangu ini, perlu untuk diketahui juga bagaimana masyarakat yang
berada di Kecamatan Bolano Lambunu merasakan eksistensi daripada keberadaan
semboyan ini di tengah-tengah kehidupan mereka yang notabenenya memiliki
perbedaan baik dari segi sudut pandang etnik maupun agama.

Secara moral, masyarakat yang berada di Kecamatan Bolano Lambunu


ini dengan adanya semboyan songu lara mombangu, sebagai pemersatu dari
perbedaan-perbeaan yang mereka miliki merasa terpanggil untuk tetap hidup
berdampingan, saling membantu atau tolong menolong satu sama lain. Merasa
sebagai warga Parigi Moutong, masyarakat yang ada di Kecamatan Bolano
Lambunu ini selalu bahu membahu dalam melakukan gotong royong untuk
kepentingan bersama tanpa memandang dari mana asal mereka sebelumnya.
Pernyataan ini selaras dengan penjelasan yang diberikan oleh Bapak Asni
melalui proses wawancara secara langsung. Menurut Bapak Asni bahwa ia merasa
seperti memiliki beban moral ketika melihat warga masyarakat saling tolong
menolong atau gotong royong dalam melakukan sesuatu misalnya itu kerja bakti,
sementara ia hanya berdiam diri merasa tidak peduli. Lebih lanjut, Bapak Asni
menambahkan bahwa dengan adanya semboyan ini membawa semangat kepada
seluruh lapisan masyarakat untuk bersatu dalam melakukan proses pembangunan.
Penjelasan Bapak Asni seperti yang telah tertuang dalam proses wawancara yaitu
sebagai berikut.
Saya merasa seperti ada beban ketika ada kegiatan tidak melibatkan
diri, merasa seperti ada hutang. Iya, dengan adanya songu lara
mombangu ini memberikan semangat kepada masyarakat untuk bersatu
dalam kegiatan pembangunan.
Masih tentang moral feeling (perasaan moral) masyarakat tentang
keraifan lokal songu lara mombangu ini. Di sela-sela kegiatan yang dilakukan
secara bersama-sama, ditemukan juga adanya masyarakat yang juga merasa tidak

peduli dengan lingkungan sekitarnya. Hal ini juga disampaikan oleh Bapak Asni
melalui proses wawancara secara langsung. Bapak Asni mengatakan bahwa:
Iya ada juga masyarakat yang cuek dengan keadaan di sekitarnya.
Sudah jelas orang yang seperti itu hanya mementingkan dirinya sendiri.
Dia sering dibicarakan oleh orang lain, bahkan mungkin dia dikucilkan.
Masyarakat juga sering menjauh dari dia.
Dari penjelasan Bapak Asni di atas, dapat dikatakan bahwa di samping
memberikan semangat terhadap masyarakat yang berada di Kecamatan Bolano
Lambunu ini untuk bersatu dan melakukan gotong royong dalam segala kegiatan
yang berhubungan dengan proses pembangunan, masih ada juga sekelompok
masyarakat yang merasa tidak perduli dengan hal tersebut. Kelompok masyarakat
ini biasanya lebih mementingkan kepentingan mereka sendiri dibanding bersamasama untuk ikut dalam aktifitas gotong royong tersebut. Tanggapan yang
diberikan oleh masyarakat lain terhadap sekelompok orang ini tentunya adalah
dengan tidak memperdulikan mereka juga. Bahkan ada juga masyarakat yang
tidak mau bergaul dengan mereka.
Bagian terakhir dari karakter kearifan lokal songu lara mombangu adalah
tentang moral action (tindakan moral) masyarakat Kecamatan Bolano Lambunu.
Tindakan moral artinya adalah tentang perilaku yang diberikan oleh masyarakat
Bolano Lambunu terkait dengan masalah nilai-nilai moral yang terkandung di
dalam semboyan tersebut. Secara idealnya, tindakan moral ini mencakup atas
kepedulian masyarakat tentang aktifitas gotong royong, kerja sama, saling tolong
menolong, serta sikap toleransi masyarakat terhadap sesamanya.

Dalam proses pembangunan, tentunya tindakan moral ini perlu untuk di


kembangkan demi mewujudkan tujuan daripada pembangunan itu sendiri. Dari
proses wawancara yang dilakukan dengan beberapa informan terkait dengan
tindakan moral masyarakat tentang nilai-nilai moral yang ada pada semboyan
songu lara mombangu tersebut. Dari hasil wawancara tersebut, menunjukkan
bahwa sebagian besar masyarakat sangat memperhatikan hal tersebut. Di mana
dari hasil wawancara tersebut beberapa informan mengatakan bahwa ketika
mereka sering melakukan tolong menolong dengan orang yang sering
membutuhkan pertolongan tersebut. Misalnya ada tetangga mereka yang sedang
melakukan pembangunan rumah tinggalnya, mereka dengan tidak mengaharapkan
imbalan ikut membantu orang tersebut dalam mendirikan rumahnya. Sama juga
ketika ada masyarakat yang mengalami musibah kebakaran, dengan senang hati
masyarakat berbondong-bondong membangun kembali rumahnya yang kebakaran
tersebut tanpa menunggu lagi bantuan dari pemerintah.
Penjelasan tersebut di atas sebagaimana proses wawancara langsung
yang dilakukan dengan Bapak Supri. Berdasarkan pengalamannya, pernah ada
tetangga beliau yang mengalami musibah kebakaran. Dengan sigap beliau
mengulurkan tangan dan tenaga untuk membangun kembali rumah tetangganya
dengan masyarakat lain.
Pernah ada tetangga saya yang mengalami kebakaran, saya bersama
dengan tetangga yang lain dengan cepat-cepat menolongnya. Kami
bergotong royong mendirikan kembali rumahnya, ada juga masyarakat
lain yang memberikan sumbangan materi seperti itu uang, semen, dan
sebagainya.

Pada tingkat pemerintahan, tindakan moral ini diwujudkan dalam bentuk


perilaku aparat desa dengan memberikan semangat, nasehat, dan pemahaman
kepada masyarakatnya. Di mana ketika tindakan moral ini dilanggar, selaku
pemerintah desa memberikan proses penyadaran secara persuasif. Misalnya
seperti yang dikatakan oleh Bapak Pulung selaku sekretaris desa yang ada di
Kecamatan Bolano Lambunu.
Kalau tindakan moral yang ada dalam songu lara mombangu ini belum
dapat dijabarkan, belum dituangkan dalam aturan khusus. Hanya saja
prakteknya melalui kesepakatan bersama. Tindakan kami biasanya
memberikan pemahaman, nasehat, dan proses penyadaran ketika
ditemukannya pelanggaran-pelanggaran yang melanggar hukum.
Misalnya pencurian, atas kesepakatan bersama yang bersangkutan
hanya diberikan sanksi untuk mengganti sejumlah barang yang
dicurinya. Sementara untuk tindakan asusila diberikan sanksi berupa
memberikan 10 ret/truk sirtu (pasir dan batu).

Gambar 4.10 Wawancara bersama dengan Bapak Pulung

Penjelasan Bapak Pulung di atas memberikan pengertian bahwa sebagai


pemerintah desa beliau berkewajiban

memberikan pengayoman

kepada

masyarakat yang bertindak melanggar apa yang sudah disepakati bersama.

Tindakan yang demikian tentunya secara moral sangat diperlukan guna untuk
menciptakan kondisi yang kondusif bagi kehidupan bermasyarakat. Selain
memberikan pengayoman tentunya ada tindakan-tindakan khusus yang berupa
sanksi misalnya memberikan denda kepada orang yang telah melanggar tindakantindakan moral tadi. Bagi beliau ini sangat efektif dalam memberikan contoh
kepada masyarakat yang lain, serta denda tersebut juga bermanfaat untuk
melangsungkan kegiatan pembangunan sebagaimana yang telah direncanakan.
4.2.1.3 Pembangunan Masyarakat Berbasis Kearifan Lokal Songu Lara
Mombangu Pada Masyarakat Bolano Lambunu
Bagian terakhir dari hasil penelitian ini adalah melihat seperti apa proses
pembangunan masyarakat yang berbasis kearifan lokal songu lara mombangu
pada masayarakat yang ada di Kecamatan Bolano Lambunu. Untuk melihat hal ini
tentunya perlu adanya proses peninjauan terhadap lokasi di mana yang menjadi
objek penelitiannya, serta yang paling penting adalah proses wawancara yang
dilakukan bersama dengan beberapa anggota masyarakat yang ada di Kecamatan
Bolano Lambunu. Dalam melihat hal tersebut, peneliti hanya memfokuskan
proses wawancara ini dengan aparat pemerintahan terkait seperti aparat kecamatan
dan aparat desa serta aparat pada kantor dinas seperti dinas pertanian. Alasannya,
karena merekalah yang lebih tahu seperti apa proses pembangunan tersebut dalam
kehidupan masyarakat.
Adapun

yang

menjadi

fokus

perhatian

dalam

melihat

proses

pembangunan masyarakat yang berbasis kearifan lokal ini mencakup beberpa hal.

Hal-hal tersebut diantaranya mencakup atas peraturan-peratuaran yang berbasis


kearifan lokal songu lara mombangu; aktivitas gotong royong masyarakat yang
berada di Kecamatan Bolano Lambunu; kebersamaan dan keteladanan masyarakat
Kecamatan Bolano Lambunu; serta kewajiaban warga masyarakat Kecamatan
Bolano Lambunu. Keempat hal ini dianggap sangat penting, karena dari sini akan
dapat ditemukan seperti apa itu pembangunan masyarakat yang ada di Kecamatan
Bolano Lambunu yang dikaitkan dengan kearifan lokal songu lara mombangu.
Pertama, dalam melihat pembangunan masyarakat yang berbasis kearifan
lokal songu lara mombangu, hal yang akan menjadi pokok perhatian adalah
peraturan yang berbasis kearifan lokal songu lara mombangu. Dalam proses
wawancara yang dilakukan dengan beberapa anggota masyarakat dan aparat
pemerintahan terkait perihal dengan masalah tersebut, sebelumnya tidak
ditemukan adanya peraturan-peraturan yang secara khusus membahas hal ini.
Karena,

sebagaian

besar

pernyataan

dari

informan-informan

tersebut

menyampaikan bahwa mereka belum mendapatkan semacam sosialisasi dari pihak


kecamatan maupun dari pihak kabupaten.
Hal ini sesuai dengan penjelasan dari beberapa aparat desa di lingkungan
Kecamatan Bolano Lambunu, seperti Bapak Sukatno, Sargam dan Bapak
Tuwiran. Berikut ini adalah hasil wawancara yang dilakukan dengan aparat desa
tersebut seperti yang berhasil dikutip seperti ini.
Kalau kita di sini sebelumnya belum pernah mendapatkan penyampaian
dari pihak kecamatan tentang peraturan-peraturan itu. Tapi kalau ada
pasti kita di sini langsung melaksanakannya, cuman kita juga belum tahu
ya apa di desa lain sudah mengetahui aturan-aturannya. Tapi kalau kita

di desa ini memiliki aturan yang mana itu tentang lingkungan yaitu
program K3 (Kebersihan, Keindahan dan Ketertiban) Lingkungan.

Gambar 4.11 Wawancara bersama dengan Aparat Desa (Bapak Sukatno, Bapak Sargam
dan Bapak Tuwiran)

Pernyataan yang sama juga dikatakan oleh salah satu sekretaris desa yang
ada di Kecamatan Bolano Lambunu, yaitu Bapak Pulung. Menurut beliau bahwa
dia belum dapat menuangkan dalam aturan khusus tentang program pembangunan
yang berbasis songu lara mombangu ini. Alasan yang beliau sampaikan juga
serupa dengan apa yang disampaikan oleh penjelasan aparat desa di atas, karena
belum mendapatkan sosialisasi dari pemerintah kabupaten ataupun kecamatan
tentang pembangunan dengan pendekatan songu lara mombangu.
Sebelumnya kami belum menungkan dalam aturan khusus tentang
songu lara mombangu ini. Berbicara pada tingkat desa Anutapura,
pearturan ini kami bahas melalui musyawarah mufakat bersama dengan
BPD, lalu mengasilkan perdes. Dari perdes kemudian menciptakan
program-program pembangunan jangka panjang, pendek dan menengah.
Sementara untuk program tentang kearifan lokal kami mengadakan
kerangka lomba desa, Program K3, Program Peningkatan SDM melalui
pendidikan, pada tingkat aparat desa Progam Pengembangan Kapasitas
Aparat Desa.
Dari pernyataan-pernyataan di atas, dapat pula dijelaskan bahwa secara
garis besar peraturan-peraturan yang membahas tentang kearifan lokal songu lara
mombangu ini belum secara jelas telah ada atau terealisasi di Kecamatan Bolano

Lambunu ini. Namun, bebicara tentang program-program pembangunan yang ada


di tingkat kecamatan yang berbasis kearifan lokal tersebut diantaranya adalah
Program K3 (Kebersihan, Keindahan dan Ketertiban) Lingkungan, Progaram
Peningkatan Sumber Daya Manusia, serta Program Pengembangan Kapasitas
Aprat Desa.
Selanjutnya proses wawancara yang dilakukan dengan aparat kecamatan
secara langsung tentang peraturan atau program pembangunan yang bebasis
kearifan lokal songu lara mombangu. Dari hasil wawancara ini, program
pembangunan yang ada di Kecamatan Bolano Lambunu secara garis besar adalah
program yang telah dilaksanakan oleh desa-desa di wilayah Kecamatan Bolano
Lambunu. Hanya saja program-program ini juga dijelaskan dengan aturan-aturan
yang dikhususkan pada ketertiban lingkungan masyarakat.
Di Kecamatan Bolano Lambunu ini kami menerapkan aturan tentang
penertiban hewan ternak. Karena sebelumnya banyak hewan ternak milik
masyarakat yang berkeliaran di jalan raya yang mengganggu
kenyamanan masyarakat lain yang melintasi jalan itu. Untuk itu kami
menghimbau kepada masyarakat agar hewan ternak mereka dimasukkan
ke dalam kandang. Juga larangan kepada masyarakat untuk menjemur
pakaian di atas pagar. Pada tingkatan birokrasi, program pembangunan
yang kami laksanakan adalah memperbaiki adminstrasi pemerintahan
pada tingkat desa, dan perbaikan birokrasi pada tataran aparat desa.
Selanjutnya kami melakukan evaluasi terhadap program yang sudah
berjalan tadi serta pencapainnya jika dipresentasikan sebesar 75%. Dan
untuk pembangunan fisik, programnya itu adalah PPIP (Program
Peningkatan Infrastruktur Pertanian) seperti Jalan Usaha Tani,
Program Peningkatan Jalan Desa.
Sebagai tamabahan, untuk program pembangunan masyarakat yang
berbasis kearifan lokal songu lara mombangu pada bidang pertanian. Dari pihak
Dinas Pertanian dan Peternakan Kecamatan Bolano Lambunu, dalam hal

meningkatkan pembangunan masyarakat sering kali memberikan penyuluhan atau


sosialisasi mengenai masalah-masalah yang dihadapi oleh petani. Berikut adalah
hasil wawancara bersama salah satu pegawai dinas Pertanian dan Peternakan
Kecamatan Bolano Lambunu, yaitu Bapak Supri.
Biasanya kami dari pertanian memberikan penyuluhan kepada petani
tentang masala-masalah pertanian, yaitu melalui praktek pengolahan
lahan dengan baik, dari penanaman sampai panen. Baru kami juga
sering memberikan bantuan berupa pupuk, benih padi, dan sebagainya.
Penjelasan Bapak Supri di atas, sangat jelas dalam hal peningkatan
pembangunan masyarakat melalui program-program di bidang pertanian. Di mana
mayoritas masyarakat yang ada di Kecamatan Bolano Lambunu adalah petani.
Sehingga hal yang paling penting dalam hal memberdayakan masyarakatnya itu ,
menurutnya diintensifkan melalui bidang pertaninan.

Gambar 4.12 Penyuluhan/sosialisasi masyarakat oleh Dinas Pertanian dan Peternakan


Kecamatan Bolano Lambunu

Selanjutnya bagian penting dalam pembangunan masyarakat berbasis


kearifan lokal songu lara mombangu di Kecamatan Bolano Lambunu adalah
aktivitas gotong royong masyarakatnya. Hal yang ingin dilihat dalam proses ini

adalah apakah aktivitas gotong royong ini masih terpelihara dengan baik atau
telah mengalami pergesaran dalam praktiknya di kehidupan masyarakat yang ada
di Kecamatan Bolano Lambunu.
Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan Bapak Lesman tentang
seperti apa aktivitas gotong royong masyarakat yang ada di sekitar Kecamatan
Bolano Lambunu. Beliau menjelaskan bahwa kegiatan gotong royong masyarakat
masih terjaga dengan baik, ketika ada kerja bakti sebagian masyarakat itu ikut
melaksanakannya. Menurutnya, masyarakat lebih memilih untuk bekerja secara
bersama-sama dibandingkan dengan bekerja dalam memnuhi kebutuhan
keluarganya. Alasan beliau bahwa masyarakat itu paham kerja bakti itu
pelaksanaannya hanya seminggu sekali. Bahkan beliau juga mengatakan dalam
melakukan kerja bakti ini masyarakat telah dibagi menjadi beberapa kelompok.
Jadi, dalam sebulan masyarakat itu hanya kebagian dua kali mengikuti kerja bakti
sesuai dengan jadwal yang dibagikan berdasar kelompok-kelompok tadi.
Gotong royong masyarakat di sini seperti itu kerja bakti dan kegiatan
ibu-ibu di PKK. Untuk melakukan kerja bakti kita dibagi kelompok,
dalam satu kelompok itu ada 10 orang dan dibagikan jadwal menurut
dusun masing-masing. Kerja bakti yang biasa dilakukan itu
membersihakan lapangan, masjid-masjid. Kalau ada masyarakat yang
tidak ikut, kita diberikan denda sebagai pengganti diri kita yang tidak
ikut. Biasanya masayarakat yang tidak ikut itu karena ada urusan yang
lebih penting. Tapi kalau untuk kepentingan pribadinya sendiri
masyarakat itu lebih mementingkan kegiatan dari pemerintah desa.

Gambar 4.13 Salah contoh aktivitas gotong royong masyarakat (perbaikan jalan usaha
tani di Desa Kotanagaya)

Berbeda pula dengan wawancara yang dilakukan dengan Bapak Rubangi,


menurutnya bahwa kegiatan gotong royong masyarakat telah mengalami
pergeseran nilai pada saat sekarang. Meskipun menurutnya telah ada desa-desa
yang memberikan denda kepada masyarakat yang tidak ikut dalam kegiatan
gotong royong itu. Karena denda yang dibebankan kepada mereka hanya berupa
memberikan makanan dan minuman kepada orang-orang yang ikut bekerja
tersebut. Bahkan ada yang hanya menintipkan sejumlah uang kepada tetangganya.
Aktivitas gotong royong masyarakat di sini itu biasanya dan paling
sering dilakukan adalah membersihkan saluran irigasi, lapangan, dan
tempat-tempat ibadah. Ini dilakukan untuk memperingati hari-hari besar
keagamaan, MTQ, pada saat melakukan penaman padi, dan tujuh
belasan. Pastinya juga ada masyarakat yang tidak ikut bersama dalam
bergotong royong dengan masyarakat yang lain. Kegiatan gotong
royong ini telah mengalami pergesaran nilai, meskipun ada desa-desa
lain yang memberikan denda kepadanya jika tidak ikut. Menurut
tetangga-tetangganya ia lagi ada urusan mendadak yang sangat penting
dan tidak bisa untuk ditinggalkan. Ada juga yang bilang masih ada di
gunung sementara panen coklat dan belum pulang.
Dari pernyataan Bapak Rubangi di atas menjelaskan tentang aktivitas
gotong royong masyarakat yang telah mengalami pergeseran. Karena menurutnya,
meskipun telah diberikan denda kepada masyarakat yang jika tidak ikut secara

bersama-sama dengan masyarakat dalam membersihkan saluran irigasi misalnya,


tetap saja masih ada masyarakat yang tidak mengindahkan hal tersebut. Alasan
yang diberikan oleh masyarakat tersebut juga beragam, ada yang mengatakan
karena ada urusan yang lebih penting dan ada juga yang mengatakan masih
sementara di kebun dan belum pulang sudah beberapa hari.
Ketiga, adalah tentang kebersamaan dan keteladanan masyarakat
Kecamatan Bolano Lambunu. Di bagian ini akan dijelaskan seperti apa
kebersamaan masyarakat yang ada di Kecamatan Bolano Lambunu dalam hal
kehidupan mereka sehari-hari serta tokoh masyarakat yang menjadi suri tauladan
yang ada di sekitar tempat tinggal mereka. Dalam melihat hal tersebut tentu
berkaitan erat dengan peningkatan sumber daya masyarakat melalui programprogram pembangunan yang berbasis kearifan lokal songu lara mombangu, yang
telah dijelaskan sebelumnya di atas.
Dari hasil wawancara bersama dengan beberapa informan, ada yang
mengatakan bahwa kebersamaan masyarakat di Kecamatan Bolano Lambunu
sudah menjadi tradisi dan kebiasaan sehari-hari. Kebersamaan masyarakat ini
terjadi

saat

mereka

kumpul-kumpul

dan

berbincang-bincang.

Biasanya

kebersamaan masyarakat juga terjadi saat ada pelaksanaan pengajian (yasinan)


yang diadakan oleh sebagian masyarakat yang ada di Kecamatan Bolano
Lambunu pada setiap minggu. Pada saat itu juga mereka menyempatkan untuk
tukar pendapat mengenai masalah sehari-hari (lebih tepatnya pembicaraan tentang

keseharian/pengalaman sehari-hari mereka), diskusi ringan tentang masalah yang


dihadapi oleh desa mereka, serta penyampaian penting dari aparat desa.
Selanjutnya adalah tentang keteladanan masyarakat yang ada di
Kecamatan Bolano Lambunu. Keteladanan maksudnya adalah tentang tokoh
masyarakat serta tindak tanduknya yang menjadi tauladan bagi masyarakat yang
ada di Kecamatan Bolano Lambunu. Ada beberapa hal yang menjadi fokus
perhatian dalam penelitian ini, yaitu tentang perilaku dan hubungan tokoh
masyarakat tersebut dengan anggota masyarakat lainnya.
Adapun tokoh yang menjadi panutan masyarakat Kecamatan Bolano
Lambunu adalah seperti tokoh-tokoh adat, tokoh agama, serta tokoh pemerintah.
Sedangkan hal-hal yang dapat diambil sebagai suatu pelajaran dari mereka
menurut masyarakat setempat adalah cara hidup mereka, cara bergaul dengan
masyarakat lain, serta nasehat-nasehat yang mereka berikan. Sehingga menurut
masyarakat yang ada di Kecamatan Bolano Lambunu, mereka bisa mengambil
contoh dari tokoh-tokoh tersebut, dan bisa meningkatkan kondisi kehidupan
mereka menjadi lebih baik.
Berikut adalah hasil wawancara yang dilakukan bersama dengan
beberapa informan berkaitan dengan masalah tersebut, seperti yang dikatakan oleh
Bapak Nasir berikut ini.
Selain pemerintah kecamatan tentunya, orang-orang yang patut kita
contohi itu orang-orang tua, tokoh agama, tokoh adat. Contoh yang bisa
kita ambil dari mereka itu macam nasehat-nasehat yang mereka bilang,
cara hidup dan bergaul dengan kita, perilaku mereka, mereka itu ramah
sekali dengan kita, menghargai kita biar mereka itu lebih tinggi

statusnya dengan kita. Mereka juga sering menolong orang jika ada
yang minta pertolongan sama mereka. Setelah mereka berikan
pertolongan, kehidupan mereka itu ada perubahan karena ada pelajaran
yang bisa kita ambil dari mereka. Cara hidup kita juga di sini bisa
berubah..
Dari pernyataan Bapak Nasir di atas, dapat juga dijelaskan bahwa secara
umum keteladanan yang bisa dipetik oleh masyarakat yang berada di Kecamatan
Bolano Lambunu secara umum adalah tentang pandangan hidup, tentang cara
bergaul atau berinteraksi mereka dengan masyarakat lain, serta nilai-nilai moral
lain seperti selalu menghargai dan keinginan suka membantu antar sesamanya
yang membutuhkan. Dari pelajaran-pelajaran tersebut, kehidupan masyarakat
yang ada di kecamatan ini mengalami suatu perubahan secara sosial, yaitu
misalnya masyarakat lebih peka terhadap masalah-masalah yang dihadapi oleh
mereka. Sehingga keinginan untuk saling membantu itu akan terpatri dalam diri
masyarakat yang ada di Kecamatan Bolano Lambunu. Meskipun secara ekonomi
kehidupan masyarakat itu sedikit mengalami peningkatan, masyarakat yang ada di
kecamatan ini selalu peduli dengan kondisi sosial yang ada di sekitar mereka.
Menurut mereka, hidup berdampingan dan saling membantu itu lebih penting
demi menjaga keharmonisan dalam hidup bermasyarakat.
Terakhir, berkaitan dengan pembangunan masyarakat Kecamatan Bolano
Lambunu yang berbasisi kearifan lokal songu lara mombangu ini adalah tentang
kewajiban warga masyarakat yang ada di Kecamatan Bolano Lambunu tersebut.
Dari hasil wawancara yang dilakukan bersama beberapa informan, dapat
ditemukan kewjiban warga masyarakat tersebut adalah seperti ikut berpartisipasi
dalam proses pembanunan. Masyarakat yang ada di kecamatan ini memiliki

kewajiban sebagai objek sekaligus subjek pembangunan ikut berpartisipasi di


dalamnya. Partisipasi tersebut dapat berupa partisipasi tenaga, pikiran, dan materi.
Selain itu, kewajiban bagi warga masyarakat yang ada di kecamatan ini adalah
mematuhi aturan-aturan yang ada di kecamatan tersebut, serta ikut mendukung
program-program pembangunan yang ada di tingkat kecamatan.
Penjelasan tersebut di atas sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Ibu Sni
Warni melalui proses wawancara secara langsung. Menurutnya, bahwa ia sebagai
warga masyarakat memiliki kewajiban pertama itu membayar pajak, ia juga
berkewajiban dalam memberikan partisipasi dalam rangka meningkatkan
kapasitas masyarakat Kecamatan Bolano Lambunu melalui program-program
pembanguna, mematuhi segala aturan-aturan dari kecamatan.
Kalau kewajiban saya sebagai warga masyarakat itu pertama
membayar pajak, mematuhi aturan-aturan yang berlaku di kecamatan
tentunya. Kalau diminta untuk berpartisipasi dalam pembangunan tentu
saya juga ikut, partisipasi yang biasa saya lakukan itu ketika saya
diminta untuk memberikan sumbangan saya berikan sumbangan itu
seikhlasnya. Biasanya juga ketika ada kerja bakti di masjid, kita ibu-ibu
di sini diminta untuk memasak, memberikan minum untuk orang-orang
yang sedang bekerja.
Jawaban yang sama juga diberikan oleh Bapak Muhajir. Menurut beliau
bahwa ia memiliki kewajiban yang penuh sebagai warga masyarakat dalam
rangka meningkatkan proses pembangunan yang ada di kecamatan. Selain berupa
dukungan secara moral, beliau juga memberikan partisipasi berupa gagasangagasan, sumbangsi pemikiran, tenaga, bahkan biasanya juga berupa materi demi
menncapai tujuan daripada proses pembangunan tersebut. Sedangkan sebagai
aparat

pemerintah

kecamatan,

beliau

berkewajiban

menjalankan

atau

melaksanakan program-program pembangunan pada tingkat kecamatan, serta


memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyuluhan-penyuluhan atau
sosialisasi tentang program-program tersebut.
Kewajiban saya sebagai pribadi tentunya harus taat dan patuh pada
aturan. Pada saat ada proses pembangunan saya juga ikut berpartisipasi
di dalamnya, sebagai pemerintah saya bertanggung jawab penuh
terhadap pelaksnanaan program-program pembangunan. Partisipasi
yang saya berikan itu berupa penyluhan-penyuluhan kepada masyarakat,
pemahaman kepada masyarakat tentang pelaksanaan program-program
pemerintah kecamatan.
Dari penjelasan-penjelasan tentang kewajiban warga masyarakat yang
ada di Kecamatan Bolano Lambunu di atas, disimpulkan bahwa secara umum
kewajiban warga masyarakat tersebut adalah taat terhadap peraturan yang ada di
kecamatan tersebut. Kemudian dalam proses pembangunan, warga masyarakat
berkewajiban untuk mendukung pelaksanaan proses pembangunan tersebut.
Sementara itu, warga masyarakat di Kecamatan Bolano Lambunu juga
berkewajiban memberikan partisipasinya dalam proses meningkatkan sumber
daya manusia melalui program-program pembangunan yang ada di kecamatan.
Sebagai objek sekaligus subjek daripada pembangunan, warga masyarakat itu
bertanggung jawab atas pencapaian tujuan daripada peningkatan kesejahteraan
setiap warga masyarakat.

BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Aspek Kearifan Lokal Songu Lara Mombangu
Istilah songu lara mombangu merupakan semboyan Kabupaten Parigi
Moutong yang dipetik dari Bahasa Kaili, yang terdiri atas tiga suku kata yaitu
songu yang artinya satu, lara artinya hati, dan mombangu yang berarti
membangun. Berdasarkan istilah, songu lara mombangu berarti satu hati dalam
membangun. Sedangkan menurut bahasa, songu lara mombangu didefinisikan
sebagai keinginan bersama dari dalam hati yang dimiliki oleh masyarakat Parigi
Moutong untuk membangun daerah Kabupaten Parigi Moutong.
Quaritch Wales menyebutkan istilah kearifan lokal sebagai local genius
yang berarti adalah kemampuan kebudayaan setempat dalam menghadapi
pengaruh kebudayaan asing pada waktu kebudayaan itu berhubungan. 61 Oleh
sebabnya, sebagai suatu local genius ada nilai-nilai yang adiluhung yang
terkandung dalam songu lara mombangu. Nilai-nilai ini merupakan suatu
pedoman bagi masyarakat Parigi Moutong untuk dapat menjaga kebudayaan
setempat dari pengaruh kebuadayaan asing, saat kedua kebudayaan ini saling
bertemu.
Nilai-nilai yang terdapat dalam semboyan songu lara mombangu ini telah
ada sejak masa ekspansi Kerajaan Hindia Belanda pada wilayah Parigi Moutong.
Nilai-nilai ini terwujud dalam semangat perastuan masyarakat Parigi Moutong
61

Mikka Wildha Nurrochsyam, op. cit., hlm. 86.

untuk melawan penjajah, yang diperkenalkan oleh seorang pejuang yang bernama
Tombolotutu. Kemudian semangat ini telah mendarah daging pada diri
masyarakat Parigi Moutong untuk terus bersatu dan bekerja sama untuk
membangun Parigi Moutong.
Sebenarnya, songu lara mombangu merupakan hasil dari buah pemikiran
masyarakat Parigi Moutong yang dipromosikan dalam pengetahuan budaya lokal
masyarakat setempat. Maka dari itu, songu lara mombangu dijadikan sebagai
semboyan Parigi Moutong dalam mewujudkan visi dan misi pembangunan Parigi
Moutong. Hal penting yang menjadi ciri khas masyarakat Parigi Moutong yang
terkandung dalam songu lara mombangu ini adalah seperti keinginan masyarakat
yang timbul dari dalam hati yang ingin saling membantu satu sama lain, tanpa
mengharapkan adanya imbalan jasa.
Selanjutnya, Tezzi, Marchettini, dan Rosini menjelaskan bahwa kearifan
lokal (local wisdom) dimanifestasikan pada tradisi ataupun kebiasaan masyarakat.
Bagi masyarakat umum (Indonesia) kearifan lokal sering dijadikan sebagai
semboyan yang menjadi ciri khas dari masyarakat tersebut.62 Hal ini juga berlaku
bagi masyarakat Parigi Moutong, dalam kehidupan masyarakatnya mengenal
suatu tradisi yang disebut dengan pamonte, didalamnya berisikan kebiasaankebiasaan masyarakat pada saat-saat melakukan upacara-upacara adat ataupun
pada saat upacara pelaksanaan penyambutan tamu. Pamonte ini kemudian
menjadi kebiasaan yang umum dilaksanakan oleh masyarakat Parigi Moutong,
yang menciptakan adanya kebiasaan masyarakat yang ingin hidup bersama dan
62

Nurma Ali Ridwan, op. cit., hlm. 2

saling membantu satu sama lain. Keinginan masyarakat Parigi Moutong yang
suka membantu sesamanya tersebut kemudian dikenal dengan istilah mosijulu.
Kebiasaan-kebiasaan masyarakat ini kemudian dituangkan dalam semboyan
songu lara mombangu.
Nilai-nilai luhur yang terkandung ini kemudian telah menjadi kearifan
lokal masyarakat Parigi Moutong yang dituangkan dalam semboyan atau motto
pembangunan Parigi Moutong yaitu songu lara mombangu. Selanjutnya kearifan
lokal songu lara mombangu sebagai semboyan pembangunan Kabupaten Parigi
Moutong terwujud dalam sikap gotong royong masyarakat, tolong menolong,
suka bekerja sama, menghargai dan menghormati perbedaan antar suku; agama;
dan ras, serta sikap toleransi antar agama; suku; dan ras.
Dalam rangka memahami kearifan lokal songu lara mombangu ini, ada
beberapa aspek penting yang perlu untuk diperhatikan. Aspek-aspek tersebut
diantaranya adalah pemikiran masyarakat tentang kearifan lokal songu lara
mombangu, sikap yang diberikan masyarakat tentang kearifan lokal songu lara
mombangu, tindakan masyarakat dalam mempraktikkan kearifan lokal songu lara
mombangu.
Sebelum membahas hal ini lebih lanjut, Wigiran memberikan asumsi
dalam aspek kearifan lokal yang didalamnya berisi tentang pemikiran, sikap, dan
tindakan masyarakat, yang output melahirkan produk dari suatu kebudayaan
tertentu seperti itu karya seni dalam bentuk nyanyian, lukisan, ataupun pada

kebiasaan sehari (sopan santun dan sikap toleransi).63 Pada songu lara mombangu,
semboyan ini menciptakan suatu kebiasaan masyarakat misalnya pada penerimaan
orang lain untuk menjalin suatu hubungan sosial yang dikenal dengan kamaimo
masalama (suatu sikap dan tindakan masyarakat suku kaili terhadap masyarakat
pendatang atau sikap dan tindakan dalam penyambutan tamu).
5.1.1 Pemikiran Masyarakat Tentang Kearifan Lokal Songu Lara
Mombangu
Berbicara mengenai pemikiran masyarakat tentang kearifan lokal songu
lara mombangu, secara umum yang menjadi subjek atau informan dalam
penelitian ini adalah masyarakat yang berada di Kecamatan Bolano Lambunu.
Sebagai suatu kecamatan yang memiliki perbedaan dari segi etnik, suku, budaya,
dan agama ini yang notabenenya juga memiliki perbedaan dalam memberikan
pemahaman tentang kearifan lokal songu lara mombangu Parigi Moutong.
Sehingga, penjelasan yang diberikan oleh masyarakat Bolano Lambunu tentang
kearifan lokal songu lara mombangu ini pada intinya memiliki sedikit perbedaan.
Misalnya dari bahasa yang diambil dari istilah songu lara mombangu ini,
ada masyarakat yang mengatakan bahwa semboyan atau kearifan lokal tersebut
berasal dari bahasa Kaili dan ada juga yang mengatakan bahwa diambil dari
campuran antara bahasa Tialo-Tomini dan Kaili. Akan tetapi inti dari makna atau
arti isitilah kearifan songu lara mombangu itu memiliki persamaan, yaitu

63

Wigiran, op. cit., hlm. 331-332.

keinginan masyarakat untuk bersama-sama menciptakan Kabupaten parigi


Moutong menjadi kabupaten yang terdepan dari segi pembangunanya.
Selanjutnya adalah pemikiran atau pemahaman masyarakat Bolano
Lambunu tentang kearifan lokal songu lara mombangu berdasarkan isi yang
terkandung di dalamnya. Di mana sebagian besar masyarakat hanya memahami
kearifan lokal songu lara mombangu ini berdasarkan kalimat yang tersirat
didalamnya. Sebagian besar masyarakat belum memahami secara penuh tentang
makna songu lara mombangu tersebut. Dari hasil temuan di lapangan, masyarakat
hanya memahami kearifan lokal ini hanya sebagai keinginan yang secara
bersama-sama timbul dari dalam hati untuk membangun Parigi Moutong atau
hanya sebatas satu tekad untuk membangun Parigi Moutong.
5.1.2 Sikap Masyarakat Tentang Kearifan Lokal Songu Lara Mombangu
Kearifan lokal songu lara mombangu seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya di atas, adalah merupakan suatu ketekatan, suatu keinginan bersama
yang dimiliki oleh masyarakat dalam menciptakan atau mewujudkan Kabupaten
Parigi Moutong melalui program-program pembangunan. Dari hasil temuan di
lapangan yang dimuat pada Bab IV sebelumnya, berkaitan dengan aspek kearifan
lokal ini selanjutnya akan dibahas juga tentang sikap masyarakat tentang hal
tersebut.
Berdasarkan laporan hasil penelitian yang disajikan pada Bab IV,
ditemukan bahwa sikap yang diberikan oleh masyarakat yang berada di
Kecamatan Bolano Lambunu tentang songu lara mombangu, masyarakat

kecamatan tersebut memberikan dukungan yang penuh terhadap pelaksanaaan


program pembangunan di Kabupaten Parigi Moutong dengan berlandaskan
semboyan songu lara mombangu. Di mana masyarakat Kecamatan Bolano
Lambunu memberikan tanggapannya dengan patuh dan taat terhadap kenijakankebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, selama itu kepentingannya untuk
membangun Kabupaten Parigi Motong. Masyarakat Kecamatan Bolano Lambunu
yang notabenenya berebeda-beda suku dan memiliki bahasa daerah yang berbeda
juga, tentunya memerlukan sesuatu yang menjadi perekat tali persaudaraan
mereka sebagai warga masyarakat Parigi Moutong. Oleh karenanya, songu lara
mmbangi lahir di tengah-tengah mereka dan menawarkan sesuatu yang menjadi
keinginan bersama masyarakat tersebut. Sehingga mau tidak mau respon yang
diberikan oleh masyarakat ini adalah dengan sangat mendukung dan patuh
terhadap program-program yang dijalankan oleh pemerintah.
Songu lara mombangu bagi masyarakat Bolano Lambunu adalah suatu
semboyan yang dapat menjaga hubungan kekeluragaan diantara mereka. Karena
makna yang terkandung di dalam semboyan ini menyerukan kepada masyarakat
untuk bersama-sama, bersatu, saling bahu-membahu, tolong menolong, menjaga
semangat solidaritas, serta bergotong royong, demi menciptakan suatu
pembangunan yang lebih baik. Bagi masyarakat Bolano Lambunu, songu lara
mombangu merupakan dasar berpikir masyarakatnya untuk melakukan sesuatu itu
secara bersama-sama dan bergotong royong.
Selanjutnya, masyarakat ini menyikapi semboyan songu lara mombangu
dengan terus menjaga keharmonisan hubungan kekeluargaan antar sesamanya

dengan menghormati perbedaan agama, suku, dan ras. Masyarakat Kecamatan


Bolano Lambunu juga setuju bahwa songu lara mombangu dijadikan sebagai
dasar bagi pemerintah dalam menciptakan Kabupaten Parigi Moutong menjadi
kabupaten yang mandiri melalui program-program pembangunan dengan
pendekatan kearifan lokal. Artinya, bahwa pembangunan yang ada di Kabupaten
parigi Moutong khususnya yaitu dilakukan dengan pendekatan kultural yang
dimiliki oleh masyarakat Kabupaten Parigi Moutong. Sehingga, proses
pelaksanaan pembangunan ini akan berjalan dengan maksimal serta tujuan
pembangunannya akan dapat dicapai dengan baik.
5.1.3 Tindakan Masyarakat Tentang Kearifan Lokal Songu Lara
Mombangu
Jika ditinjau dari kehidupan bernegara, negara ini memiliki bhineka
tunggal ika sebagai semboyannya. Sama halnya juga dengan Parigi Moutong,
daerah ini memiliki songu lara mombangu dalam mengikat masyarakat untuk
melakukan hubungan dengan sesamanya, begitu anggapan dari masyarakat
Bolano Lambunu. Bagi masyarakat ini, songu lara mombangu itu pengganti
semboyan bhineka tunggal ika di Kabupaten Parigi Moutong ini. Maka dari itu,
masyarakat menganggap sangat perlu untuk dapat menjaga kelestarian semboyan
ini sebagai warisan budaya yang dimiliki oleh seluruh masyarakat yang berada di
Parigi Moutong.
Tindakan yang dilakukan oleh masyarakat dalam rangka menjaga
kelestarian semboyan ini ikut terlibat dalam kegiatan pembangunan. Tindakan itu

berupa mengikuti kerja bakti, melakukan jumat bersih, memberishkan masjid dan
lapangan. Akan tetapi, keterlibatan yang dilakukan oleh masyarakat yang berada
di Kecamatan Bolano Lambunu dilakukan secara tidak langsung. Artinya bahwa
ketika pemerintah kecamatan atau desa mengadakan suatu kegiatan misalnya itu
MTQ, lomba desa, turnamen bola kaki (untuk anak-anak dan dewasa), dan lain
sebagainya, yang mana kegiatan ini meminta partisipasi dari masyarakat untuk
ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. Maka secara tidak langsung masyarakat juga
memberikan

partisipasinya

seperti

memberikan

sumbangan

dana

untuk

menyukseskan kegiatan tersebut, memberikan sumbangsi pemikiran dan tenaga,


dan sebagainya.

Gambar 5.1 Contoh kegiatan yang didakan di salah satu desa yang ada di Kecamatan
Bolano Lambunu (Turnamen Bola Kaki Mini)

Demi mengsukseskan yang dilaksanakan oleh pemerintah Kecamatan


Bolano Lambunu, masyarakat yang ada di kecamatan ini berinisiatif untuk
mengadakan penggalangan dana dengan langsung turun ke jalan meminta
sumbangan kepada masyarakat yang melintasi jalan tersebut. Meskipun tidak
sedikit

yang berpendapat

miris tentang

masyarakat

yang mengadakan

penggalangan dana ini, menurut mereka bahwa masyarakat memang seperti itu

ada yang sepakat dan ada yang tidak tapi sudah menjadi kewajiban mereka untuk
ikut melaksanakan kegiatan ini dengan sukses.
Sementara itu, dalam melakukan kegiatan kerja bakti seperti jumaat
bersih, membersihkan lapangan, masjid, dan saluran irigasi masyarakat yang ada
di Kecamatan Bolano Lambunu melakukan gotong royong untuk melaksanakan
kerja bakti. Masyarakat tersebut kemudian dibagi kedalam kelompok-kelompok
dan aparat desa dan kepala-kepala dusun yang menjadi penanggung jawabnya. Ini
dimaksudkan agar kegiatan kerja bakti ini dapat dikoordinir dengan baik dan
terlaksana sebagaimana mestinya.
Kemudian dalam kegiatan pembangunan, berdasarkan hasil temuan di
lapangan, ada salah satu desa yang pembangunan kantor desanya dilakukan
berdasarkan

swadaya

masyarakat.

Menurut

mereka

bahwa

sepenuhnya

pembangunan kantor desa tersebut dari hasil swadaya masyarakat tanpa ada
sedikitpun bantuan dari pemerintah (baik kecamatan maupun kabupaten).
Masyarakat yang ada di desa tersebut secara bersama-sama mengumpulkan dana
untuk pelaksanaan pembangunan kantor desa tersebut dengan memberikan
sumbangan dalam bentuk biaya atau uang, semen, pasir, seng, batu pondasi, dan
lain sebagainya. Sementara itu, ada juga kelompok ibu-ibu yang menyediakan
bahan makanan kepada para pekerja yang membangun kantor desa ini. Menurut
masyarakat juga, bahwa mereka bekerja ini tidak mengharapkan upah (dalam
bentuk gaji), mereka bekerja atas dasar kepentingan bersama demi menciptakan
desa yang mandiri dan maju sebagaimana yang menjadi visi misi desa tersebut.

Akan tetapi, dari hasil yang didapatkan di lapangan, ada juga sebagian
masyarakat yang merasa tidak perduli dengan kegiatan yang diadakan oleh
pemerintah (baik di tingkat kecamatan maupun desa). Ada masyarakat yang tidak
ikut secara bersama-sama dengan masyarakat lain untuk ikut kerja bakti misalnya.
Masyarakat ini berperilaku apatis dengan keadaan lingkungan sekitarnya.
Sehingga merasa dirugikan baik secara waktu, tenaga, dan materi untuk ikut
dalam kegiatan tersebut. Masyarakat yang seperti ini juga mendapat perlakuan
yang berbeda dari masyarakat yang lain. Masyarakat ini juga tidak diperdulikan
oleh yang lain, mereka menjauhinya bahkan ada juga masyarakat yang tidak ingin
bergaul dengannya.
Tindakan yang diberikan oleh pemerintah (misalnya pemerintah desa)
terhadap kelompok orang yang seperti ini adalah dengan mengenakan denda
kepadanya. Denda

yang dikenakan kepadanya ini dimaksudkan untuk

menggantikan dirinya yang tidak ikut dalam kegiatan kerja bakti misalnya. Denda
ini dapat berupa seperti memberikan sejumlah biaya yang telah ditentukan secara
bersama dan memberikan konsumsi kepada masyarakat yang ikut dalam kerja
bakti tersebut.
5.2 Karakter Kearifan Lokal Songu Lara Mombangu
Seperti dengan kearifan lokal secara umum yang melahirkan cara
berpikir dan bertindak sebagai suatu ciri khas yang dimiliki oleh setiap individu
atau masyarakat di mana kearifan lokal tersebut berasal. Begitu juga dengan
songu lara mombangu. Sebagai suatu kearifan lokal, semboyan ini juga memiliki

ciri khas yang membedakannya dengan kearifan lokal dari daerah lain yang
berasal dari cara berpikir dan bertindak masyarakatnya.
Sama halnya apa yang telah dijelaskan oleh Syampadzi Nurroh bahwa
karakter kearifan lokal berarti adalah cara berpikir dan bertindak yang merupakan
ciri khas masyarakat berdasarkan nilai-nilai kebudayaan yang mereka miliki.64
Songu lara mombangu berisikan hal-hal yang menjadi ciri khas masyarakat Parigi
Moutong pada umumnya, ciri khas ini dilihat dari tradisi pamonte masyarakat
dalam pelaksanaan upacara-upacara adat tertentu atau acara-acara pernikahan,
doa-doa selamat, dan lain sebagainya. Dalam melakukan hal tersebut, tradisitradisi masyarakat itu dilakukan secara bersama-sama (mosijulu).
Karakter daripada kearifan songu lara mombangu ini adalah mencakup
atas tentang pengetahuan moral masyarakatnya, perasaan moral, serta tindakan
moral. Untuk mengetahui karakter-karakter kearifan lokal songu lara mombangu
ini diperlukan suatu cara untuk menelusurinya secara langsung di lapangan
melalui suatu penelitian. Oleh karena itu, peneliti menjadikan Kecamatan Bolano
Lambunu sebagai objek penelitian dalam rangka menjelaskan karakter kearifan
lokal ini. Karakter-karakter ini dijelaskan pada bagian-bagian berikut.
5.2.1 Moral Knowing Masyarakat Kecamatan Tentang Kearifan Lokal
Songu Lara Mombangu
Dari hasil penelitan yang dilakukan di Kecamatan Bolano Lambunu,
ditemukan bahwa secara moral masyarakat di kecamatan ini mengetahui songu
64

Syampadzi Nurroh, op. cit., hlm. 5

lara mombangu itu merupakan suatu semboyan Parigi Moutong yang mengajak
seluruh masyarakatnya untuk bahu mebahu, bergotong royong, dan bekerja sama
dalam melaksanakan suatu pembangunan. Akan tetapi, penjabaran kearifan lokal
ini belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat yang ada di kecamatan tersebut.
Seperti apa prinsip kerjanya, serta menurut mereka perlu ada semacam suatu
pengkajian khusus dalam memahami semboyan ini secara mendalam. Hanya saja
menurut sebagian besar masyarakat di dalam semboyan ini terdapat suatu nilai
moral yang terwujud dalam semangat persatuan masyarakatnya secara umum.
Mereka secara sadar mengetahui bahwa masyarakat yang ada di Kabupaten Parigi
Moutong umumnya dan Kecamatan Bolano Lambunu khususnya memiliki cara
pandang yang berbeda-beda, sehingga untuk menyatukan cara pandang ini
diperlukan adanya suatu persatuan yang dapat mengikat mereka sebagai satu
kesatuan, sebagai satu kelurga. Lebih lanjut, menurut masyarakat Kecamatan
Bolano Lambunu, di dalam semboyan songu lara mombangu terdapat semangat
persatuan tersebut.
Tanpa adanya persatuan yang terjalin di antara masyarakat, mustahil
bahwa pembangunan itu akan dapat terlaksana dengan baik. Songu lara
mombangu sebagai suatu semboyan masyarakat Parigi Moutong mengajak kepada
seluruh masyarakat yang ada di Kecamatan Bolano Lambunu khususnya untuk
bersama-sama bersatu padu menciptakan Parigi Moutong sebagai kabupaten yang
lebih maju melalui proses pembangunannya. Sehingga pemerintah terkait
mengajak kepada masyarakat untuk secara bersama-sama memiliki kesadaran
untuk turut serta dalam proses pembangunan tersebut.

Jadi penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa moral knowing


(pengetahuan moral) masyarakat tentang kearifan lokal songu lara mombangu
sebagai suatu semboyan Parigi Moutong, tidak lebih adalah suatu ajakan atau
seruan bagi seluruh masyarakat untuk bersatu sebagai suatu keluarga yang merasa
sebagai warga Parigi Moutong yang baik tentunya memiliki kesadaran untuk ikut
serta dalam proses peningkatan pembangunan yang ada di Kecamatan Bolano
Lambunu. Sedangkan untuk lebih memahaminya secara mendalam, masyarakat
yang ada di Kecamatan Bolano Lambunu memerlukan kepada pihak pemerintah
untuk lebih memberikan penjelasan tentang prinsip-prinsip pembangunan yang
mengacu pada semboyan tersebut misalnya melalui proses sosialisasi kepada
masyarakat, karena masyarakat merasa sangat perlu untuk memahami hal tersebut
agar mereka bisa lebih meningkatkan pengetahuan mereka tentang semboyan ini.
5.2.2 Moral Feeling Masyarakat Tentang Kearifan Lokal Songu Lara
Mombangu
Bagian selanjutnya pada karakter kearifan lokal songu lara mombangu
adalah moral feeling (perasaan moral) yang dilihat dari masyarakat yang ada di
Kecamatan Bolano Lambunu. Secara umum, berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan pada kecamatan ini bahwa masyarakat Bolano Lambunu merasa
sebagai satu keluarga yang diikat oleh tali perasatuan yang sangat erat. Tali itu
terwujud dalam semangat ingin saling membantu satu sama lain.
Selain itu, masyarakat merasa seperti memiliki beban moral (hutang)
kepada masyarakat lain jika tidak melibatkan diri dalam kegiatan kerja bakti yang

diadakan oleh masing-masing desa yang ada di Kecamatan Bolano Lambunu.


Sementara untuk masyarakat yang tidak perduli dengan lingkungan sekitarnya,
masyarakat menganggap mereka adalah kelompok yang hanya mementingkan
dirinya sendiri. Sehingga perasaan moral yang dimiliki oleh masyarakat terhadap
kelompok masyarakat lain yang tidak perduli dengan sesamanya adalah dengan
memberikan pengertian kepada mereka, berupa nasehat-nasehat serta pemahaman
bahwa hidup bersama dan harmonis itu lebih baik daripada hanya sendiri. Karena
jika ada masalah yang dihadapi oleh kelompok masyarakat yang seperti ini akan
secepatnya mendapat pertolongan dari masyarakat yang lain juga.
5.2.3 Moral Action Masyarakat Tentang Kearifan Lokal Songu Lara
Mombangu
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, bahwa moral action (tindakan
moral) masyarakat yang ada di Kecamatan Bolano Lambunu ini berupa semangat
untuk bergotong royong, kerja sama, tolong menolong, dan lain sebagainya.
Tindakan moral ini terwujud dalam semangat masyarakat untuk perduli dengan
sesama dan lingkungannya. Artinya masyarakat ini peka terhadap masalahmasalah yang dihadapi oleh lingkungan tempat tinggal mereka.
Ketika ada masyarakat yang sedang membangun rumah misalnya,
tetangga-tetangganya ikut membantu orang yang sedang membangun rumah
tersebut. Dengan tidak mengharapkan imbalan mereka secara bersama mendirikan
rumahnya. Sementara ibu-ibu juga melakukan tugas mereka dengan memasak

makanan untuk mereka konsumsi. Menurut mereka bahwa pekerjaan itu akan
terasa ringan jika dilakukan secara bersama-sama.
Contoh lain dari tindakan moral yang terdapat pada masyarakat
Kecamatan Bolano Lambunu adalah ketika ada masyarakat yang mengalami
musibah kebakaran. Dengan spontan, tetangga dan masyarakat lain yang
mendengar hal tersebut ikut membantu meringankan beban yang dialami oleh
masyarakat tadi. Mereka menganggap bahwa kesedihan yang dialami olehnya
adalah kesedihan mereka bersama. Sebagai keluarga, mereka memiliki tanggung
jawab moral untuk saling tolong menolong antar sesama.
5.3 Pembangunan Masyarakat Berabasis Kearifan Lokal Songu Lara
Mombangu
Pembangunan masyarakat yang berbasis kearifan lokal songu lara
mombangu umumnya memiliki nilai instrumental yang secara nyata manfaatnya
memberikan perkembangan terhadap kapasitas dan kualitas sumber daya
manusianya serta dapat meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat Parigi
Moutong umumnya, dan juga memiliki nilai intrinsik karena songu lara
mombangu merupakan suatu pedoman yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnya
dengan tidak memperhatikan nilai materi dari kearifan lokal tersebut. Nilai
intrinsik yang ada dalam songu lara mombangu ini tentunya adalah sistem gotong
royong, tolong menolong, dan bekerja sama, seperti yang telah di jelaskan
sebelumnya dalam pembahasan ini.

Pernyataan di atas, selaras dengan penjelasan Grandona dalam suatu


proses pembangunan. Menurutnya bahwa suatu pembangunan yang acuannya
pada kaarakter suatu kebuadayaan masyarakat memiliki dua nilai yang berbeda,
yaitu nilai intrinsik dan nilai instrumental. Nilai-nilai yang intrinsik adalah suatu
nilai yang dijunjung tanpa menghiraukan manfaat atau biayanya. Sedangkan nilainilai yang instrumental adalah suatu nilai yang secara langsung memberikan
manfaat bagi kehidupan masyarakat, seperti adanya pertumbuhan ekonomi akbiat
adanya pembangunan ekonomi tadi.65
Baik nilai intrinsik maupun nilai instrumental yang terdapat dalam suatu
kearifan lokal masyarakat setempat, yang dijadikan sebagai suatu konsep
pembangunan dalam menciptakan sumber daya manusia yang memiliki daya
saing tinggi seharusnya mengacu pada empat hal yang sangat urgen, yaitu 1)
peraturan berbasis kearifan lokal; 2) adanya aktivitas gotong royong; 3)
kebersamaan dan keteladanan; serta 4) Kewajiban bagi warga masyarakat.66
Sehingga konsep pembangunan masyarakat yang berbasis kearifan lokal
songu lara mombangu, yang konsep-konsep juga terdiri atas beberpa hal tersebut.
Akan tetapi dalam menjelaskan hal ini, hanya difokuskan pada masyarakat yang
berada di Kecamatan Bolano Lambunu. Konsep-konsep tersebut akan dijelaskan
pada pembahasan berikut.
5.3.1 Aturan Berbasis Kearifan Lokal Songu Lara Mombangu

65
66

Mariono Grondona, op., cit. hlm. 83.


Wigiran, op. cit., hlm. 333-334.

Suatu pembangunan yang tujuannya untuk meningkatkan kualitas hidup


masyarakatnya yang pendekatannya pada kearifan lokal, yaitu kearifan lokal
songu lara mombangu tentunya juga harus dituangkan pada aturan-aturan yang
berbasis kearifan lokal ini. Pada Kecamatan Bolano Lambunu, aturan-aturan ini
tidak dijabarkan secara khusus dalam peraturan tingkat kabupaten. Alasanya
adalah karena dari pihak pemerintah daerah belum mengeluarkan kebijakankebijakan pembangunan yang membahas hal ini secara khusus pula. Karena
semua aturan-aturan yang ada pada tingkat kecamatan ini disesuaikan dengan
aturan-aturan yang ada di tingkat kabupaten.
Secara umum, aturan-aturan tersebut telah menjadi suatu kebiasaan
masyarakat yang tidak langsung telah menjadi adat istiadat masyarakat ini.
Sehingga aturan-aturan ini meskipun secara tidak langsung dibahas dalam aturan
kecamatan. Namun seyogyanya, aturan tersebut telah disepakati secara bersama
misalnya larangan untuk melepas hewan ternak kepada masyarakat di jalan raya
dan menjemur pakaian di atas pagar rumah mereka. Ini dimaksudkan agar
lingkungan kecamatan tersebut menjadi tertib dan aman dari hewan ternak yang
mengganggu masyarakat lain yang melintasi jalan tersebut.
Pada tingkat desa, peraturan ini tertuang dalam perdes misalnya ada suatu
tindakan yang dianggap melanggar hukum seperti tindakan pencurian dan
prostitusi. Dari pihak desa sendiri telah disepakati bahwa untuk orang yang telah
melakukan tindakan pencurian dikenakan denda dan mengganti sejumlah
barang/harga yang telah dicurinya itu, sementara untuk tindakan prostitusi
dikenakan sanksi berupa denda memberikan 10 truk bahan bangunan (pasir dan

batu). Dari denda yang telah disepakati untuk digunakan dalam kegiatan
pembangunan.
Kemudian untuk melaksanakan aturan itu, pihak kecamatan maupun desa
mengeluarkan program-program yang berkaitan dengan pembangunan masyarakat
tadi. Program-program tersebut seperti K3 (Kebersihan, Keindahan, dan
Ketertiban Lingkungan), PPIP (Program Peningkatan Infrastruktur Pertanian),
Program Penigkatan SDM melalui pendidikan, serta Program Peningkatan
Kapasitas Aparat Desa. Dari program-program itu dilaksanakan melalui kegiatan
kerja bakti membersihkan saluran irigasi, lapangan, masjid dan pembangunan
jalan usaha tani, penguasaan IPTEK bagi aparat desa, dan sebagainya.
5.3.2 Aktivitas Gotong Royong Masyarakat
Bagian berikutnya adalah aktivitas gotong royong masyarakat Kecamatan
Bolano Lambunu. Untuk meningkatkan proses pembangunan masyarakat yang
berbasis kearifan lokal songu lara mombangu ini, diperlukan adanya partisipasi
masyarakat. Partisipasi masyarakat Kecamatan Bolano Lambunu terwujud dalam
partisipasi tenaga, pikiran, dan materi. Partisipasi tenaga maksudnya adalah
masyarakat dalam proses pembangunan tersebut ikut serta menjalankan suatu
kegiatan pembangunan misalnya pembangunan jalan usaha tani dan kantor desa
melalui kerja bakti tadi. Sementara partisipasi pikiran, masyarakat dimintai
sumbangsi pemikiran atau pendapatnya melalui musrembang (musyawarah
rencana pembangunan) baik ditingkat kecamatan maupun desa. Sedangkan

partisipasi materi, masayarakat dimintai keikhlasannya untuk menyumbangkan


sebagaian dari rupiahnya untuk melancarakan proses pembangunan tersebut.
Aktivitas gotong royong masyarakat Kecamatan Bolano Lambunu
tersebut, terlihat hanya pada saat ada kegiatan di tingkat kecamatan atau desa.
Aktivitas gotong royong masyarakat ini tentunya berupa kegiatan kerja bakti.
Kegiatan kerja bakti ini juga dilaksanakan misalnya pada setiap hari jumat
(jumat bersih), perayaan hari-hari besar keagamaan, hari besar nasional (seperti
peringatan hari kemerdekaan), dan MTQ tingkat kecamatan.
5.3.3 Kebersamaan dan Keteladanan Masyarakat
Bagian ketiga dari pembangunan masyarakat yang berbasis kearifan lokal
songu lara mombangu adalah tentang kebersamaan dan keteladanan masyarakat
Kecamatan Bolano Lambunu. Kebersamaan ini maksudnya adalah aktivtasa
keseharian masyarakat yang dilakukan secara bersama-sama. Sementara
keteladanan adalah sosok yang menjadi tauladan serta perilaku yang terdapat
padanya dalam kehidupannya sehari-hari. Kebersamaan dan keteladanan ini
dimaksudkan untuk mencerminkan manifestasi semboyan songu lara mombangu
dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Dari hasil penelitian, kebersamaan masyarakat yang ada di Kecamatan
Bolano Lambunu sudah menjadi kebiasaan masyarakat tersebut dalam kehidupan
sehari-hari yang diturunkan secara turun remurun. Menurut pemaparan
masyarakat tersebut, bahwa kebersamaan mereka sangatlah kental. Kebersamaan
tersebut terlihat dari kebiasaan masyarakatnya untuk meluangkan waktu senggang

mereka untuk berkumpul dan berceritra/berdiskusi bersama. Kebiasaan ini


kemudian diwujudkan pada kegiatan yasinan yang diadakan pada setiap malam
jumat di masjid-masjid. Dari kegiatan ini masyarakat menyempatkan diri untuk
berbincang-bincang ataupun berdiskusi membahas masalah yang mereka hadapi
sehari-hari. Selain itu juga, dalam kegiatan ini seringkali juga dibahas tentang
masalah-masalah sosial lain misalnya tentang masalah pembangunan tersebut.
Sedangkan keteladanan masyarakat, pada kecamatan ini memiliki tokohtokoh yang dijadikan sebagai panutan atau contoh oleh masyarakatnya. Tokohtokoh tersebut adalah tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemerintahan, serta orangorang tua yang dianggap sebagai orang tua mereka bersama di kecamatan
tersebut. Adapun hal-hal atau perilaku yang dijadikan contoh oleh mereka adalah
tentang cara hidupnya, cara bergaul, dan nasehat-nasehat yang ia berikan kepaada
masyarakat Kecamatan Bolano Lambunu. Selain itu juga, tokoh tersebut
merupakan sosok yang sangat dihormati di kecamatan ini, karena perbuatannya
yang selalu menghargai orang yang bahkan derajatnya lebih rendah darinya. Ia
selalu memperlakukan setiap individu yang ada di kecamatan tersebut layaknya
keluarga sendiri.
5.3.4 Kewajiban Warga Masyarakat
Berdasarkan hasil penelitian, berkaitan dengan kewajiban warga
masyarakat

Kecamatan

Bolano

Lambunu

yang

hubungannya

dengan

pembangunan masyarakat berbasisi kearifan lokal songu lara mombangu. Dari


hasil ini dapat dijelaskan bahwa kewajiban warga masyarakat tersebut adalah

dengan mematuhi segala peraturan dan kebijakan yang ada di kecamatan tersebut.
Selain itu juga masyarakat Kecamatan Bolano Lambunu berkewajiban
mendukung maupun berpartisipasi dalam proses peningkatan sumber daya
manusia di kecamatan ini.
Sebagai suatu kewajiban, masyarakat yang merupakan sasaran utama
proses pembangunan tersebut tentunya bertanggung jawab penuh untuk
meningkatkan kehidupan mereka. Kewajiban setiap warga masyarakat ini
tentunya juga memberikan pemahaman kepada masyarakat lain yang tidak perduli
akan hal ini sebelumnya. Sehingga proses penyadaran sangat diperlukan dalam
hal mendukung terciptanya proses pembangunan. Sedangkan dari pemerintah
sendiri, mereka memiliki kewajiban memberikan penyuluhan-penyuluhan kepada
masyarakat berkaitan dengan program-program yang ada di kecamatan.
Contohnya adalah penyuluhan dari dinas pertanian mengenai tata cara pengolahan
lahan, penanaman, pemeliharaan serta pada saat pelaksanan panen hasil pertanian.

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dijelaskan pada Bab V di atas, maka peneliti
dapat mengambil suatu bahwa songu lara mombangu merupakan semboyan
masyarakat Parigi Moutong yang dikutip dari Bahasa Kaili yang terdiri atas kata
songu yang berarti satu, lara berarti hati, dan mombangu yang artinya adalah
membangun. Jadi songu lara mombangu adalah satu hati dalam membangun
Parigi Moutong. Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa songu lara
mombangu merupakan keinginan masyarakat yang berasal dari dalam hati untuk
menciptakan pembangunan Parigi Moutong menjadi suatu kabupaten yang
mandiri.
Adapun aspek-aspek yang terkandung dalam kearifan lokal songu lara
mombangu meliputi atas pemikiran, sikap, dan tindakan masyarakat Parigi
Moutong. Pemikiran masyarakat tentang semboyan songu lara mombangu ini
yaitu ketekatan masyarakat yang secara bersama ikut dalam proses pembangunan
yang ada di Kabupaten Parigi Moutong. Selanjutnya adalah sikap yang diberikan
tentang semboyan tersebut adalah suatu dukungan yang secara penuh terhadap
penerapan kearifan lokal songu lara mombangu sebagai suatu pedoman mereka
bersama. Sedangkan tindakan masyarakatnya adalah dengan melibatkan diri
secara tidak langusung dalam kegiatan pembangunan.

Selanjutnya, karakter daripada kearifan lokal songu lara mombangu


adalah mencakup atas pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan moral
masyarakat. Karakter songu lara mombangu ini pada umumnya merupakan suatu
ciri khas masyarakat Parigi Moutong yang telah ada sudah sejak lama. Untuk
pengetahuan masyarakat yang secara moral adalah tentang pemahaman
masyarakat tersebut tentang songu lara mombangu. Masyarakat memahami
semboyan ini sebagai falsafah atau pandangan hidup masyarakat serta pedoman
bagi mereka untuk menjalin hubungan dengan semanya. Secara moral juga,
masyarakat merasakan songu lara mombangu ini sebagai wadah yang mengikat
mereka untuk hidup berdampingan dengan memiliki rasa kekeluargaan. Seperti
yang telah dijelsakan di atas juga, bahwa tindakan moral yang terkandung dalam
songu lara mombangu ini adalah tindakan yang suka membantu masyarakat yang
sedang mengalami kesusahan, suka tolong menolong dan bergotong royong dalam
melaksanakan suatu pekerjaan.
Lanjut daripada itu, pembangunan masyarakat berbasis kearifan lokal
songu lara mombangu mencakup atas aturan yang berbasis kearifan lokal songu
lara mombangu, aktivitas gotong royong masyarakat, kebersamaan dan
keteladanan, serta kewajiban warga masyarakat. Pertama, aturan yang berbasis
kearifan lokal songu lara mombangu ini hanya tertuang pada peraturan kecamatan
dan peraturan desa. Untuk peraturan kecamatan, yaitu larangan kepada
masyarakat untuk melepaskan hewan ternak di jalan raya serta larangan menjemur
pakaian di depan rumah. Sementara untuk peraturan desa adalah memberikan
denda kepada masyaraat yang melakukan tindakan melanggar hukum. Untuk

merealisasikan

aturan-aturan

tersebut

pihak

kecamatan

maupun

desa

mengeluarkan program berupa K3 (Kebersihan, Keindahan, dan Ketertiban)


Lingkungan, PPIP (Program Peningkatan Infrastruktur Pertanian) Program
Peningkatan SDM dan Kapasitas Aparat Desa.
Kedua, adalah aktivitas gotong royong masyarakat. Dalam menigkatkan
pembangunan masyarakat ini tentunya diperlukan adanya aktivitas gotong royong
masyarakatnya dalam mencapai tujuan pembangunan tersebut. Aktivitas gotong
royong masyarakat ini dimanifestasikan dalam kegiatan kerja bakti melaui
kegiatan jumat bersih, membersihkan lapangan dan masjid, membersihkan
saluran irigasi, serta pembangunan jalan usaha tani. Kegiatan-kegiatan ini
biasanya dilaksanakan dalam rangka pelaksanaan MTQ tingkat kecamatan,
perayaan hari besar keagamaan dan hari kemerdekaan, lomba tingkat desa, serta
penigkatan hasil pertanian dan kemudahan dalam proses distribusi hasil pertanian.
Ketiga, yaitu kebersamaan dan keteladanan masyarakat. Kebersamaan
masyarakat ini telah terjalin sudah sejak lama dan terpelihara dengan baik.
Kebersamaan ini dapat dilihat melalui kebiasaan masyarakat yang suka
berkumpul dengan sesamanya, mislanya pada pelaksanaan yasinan. Dalam
pelaksanaan kegiataan tersebut masyarakat berkumpul bersama untuk bercerita
dan berdiskusi mebahas persoalan sehari-hari dan masalah-masalah seputar
pemerintahan kecmatan maupun desa. Sedangkan untuk keteladanan, masyarakat
menjadikan tokoh adat, tokoh agama, dan tokoh pemerintah sebagai panutan
mereka. Ada hal-hal penting dalam pribadi-pribadi mereka, yaitu tutur kata yang

sopan, moral dan akhlak yang baik, perilaku menghargai sesamanya, suka
membantu masyarakat yang sedang mengalami kesusahan, serta suka memberikan
nasehat-nasehat kepada masyarakat.
Terakhir, berkaitan dengan kewajiban warga masyarakat. Dalam proses
meningkatkan sumber daya manusia masyarakat memiliki kewajiban untuk patuh
dan taat terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah. Selain itu masyarakat juga
memiliki kewajiban untuk mendukung proses pembangunan masyarakat tersebut.
Serta masyarakat wajib untuk terlibat atau berpartisipasi (baik secara pikiran,
tenaga dan materi) untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sebagai subjek
pembangunan.
6.2 Saran
Pada bagian ini, peneliti menyarankan kepada pemerintah terkait agar
lebih mengefektifkan pelaksanaan pembangunan masyarakat sebagaimana yang
terdapat dalam visi dan misi Kabupaten Parigi Moutong. Proses peningkatan
pembangunan ini yang pendekatannya itu hendak mencakup semua aspek
kehidupan masyarakat, khususnya pendekatan kultural masyarakat. Karena
masyarakat yang ada di Kabupaten Parigi Moutong ini memiliki budaya dan etnik
yang berbeda-beda. Sehingga pendekatan tersebut dianggap sangat penting demi
mencapai tujuan daripada pembangunan tersebut.
Pihak pemerintah juga hendaknya memberikan semacam sosialisasi
kepada masyarakat mengenai semboyan songu lara mombangu ini. Bila perlu,
semboyan ini dimasukan ke dalam kurikulum pendidikan melalui pengetahuan

budaya lokal. Agar masyarakat itu lebih memiliki pemahaman yang luas tentang
songu lara mombangu sebagai pedoman mereka dalam melakukan aktivitas
sehari-hari serta dalam melakukan proses pembangunan mulai dari usia sekolah
dasar.
Untuk masyarakat umum sendiri, hendaknya mereka menjaga kearifan
lokal songu lara mombangu agar tetap terjaga kelestariannya sebagai suatu
warisan budaya lokal. Serta masyarakat tersebut perlu untuk terus menjaga nilainilai yang terkandung dalam semboyan ini dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Sehingga nantinya songu lara mombangu ini dapat dikenal oleh kalangan
masyarakat di luar Kabupaten Parigi Moutong bahkan sampai pada kancah
internasional bahwa Kabupaten Parigi Moutong memiliki semboyan songu lara
mombangu sebagai suatu kearifan lokal masyarakat yang dipraktikkan melalui
pementasan seni budaya seperti itu festival kebudayaan dengan mengangkat tema
seputar songu lara mombangu.

DAFTAR PUSTAKA
Creswell, 2013, Researc Design: Pendekatan Kualitiatif, Kuantitatif, dan Mixed,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Idi, A., 2011, Sosiologi Pendidikan: Individu, Masyarakat, dan Pendidikan,
Rajawali Pers, Jakarta.
Grondona, M., 2011, Tipologi Budaya Pembangunan Ekonomi, dalam
Lawrence E. Harrison dan Samuel P. Huntingon (ed), Kebangkitan Peran
Budaya: Bagaimana Nilai-Nilai Membentuk Kemajuan Manusia, Pustaka
LP3ES Indonesia, Jakarta.
Koordinator Statistik Kecamatan Bolano Lambunu, 2014, Pembangunan
Kecamatan Bolano Lambunu Dalam Angka 2014, BPS Kabupaten Parigi
Moutong, Parigi.
Liliweri, A., 2005, Prasangka & Konflik: Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat
Multikultur, LKiS, Yogyakarta.
Makmur, A. (ed), 2011, Kearifan Lokal Di Tengah Modernisasi, Pusat Penelitian
dan Pengembangan Kebudayaan Badan Pengembangan Sumber Daya
Kebudayaan dan Pariwisata Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata
Republik Indonesia, Jakarta.
Merriam, S. B. dkk., 2002, Qualitative Research in Practice, CA: Josey-Bass, San
Fransisco.
Nasution, B., 1998, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Tarsito, Bandung.
Rudito, B. dan M. Famiola, 2013, Social Maping Metode Pemetaan Sosial:
Teknik Memahami Suatu Masyarakat atau Komuniti, Rekayasa Sains,
Bandung.
Soetomo, 2012, Pembangunan Masyarakat: Merangkai Sebuah Kerangka,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Sugiyono, 2013, Penelitian Kualitatif, CV Alvabeta, Bandung.
Sulasman dan Setia Gumilar, 2013, Teori-Teori Kebudayaan Dari teori Hingga
Aplikasi, Pustaka Setia, Bandung.
Yunus, R., 2014, Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Local Genius) Sebagai Penguat
Karakter Bangsa: Studi Empiris Tentang Huyula, Cet. 1, Ed. 1,
Deepublish, Yogyakarta.
Referensi Lain

Abdullah, T., 2010, Refleksi Selintas Tentang Primordialisme, Pluralisme, dan


Demokrasi, Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 12, Nomor 2.
Ackyl, D., Kearifan Lokal Sebagai Aset Budaya Bangsa.
Alfian, M., 13-14 Jun 2013, Potensi Kearifan Lokal dalam Pembentukan Jati Diri
dan Karakter Bangsa, Makalah dalam Seminar Tentang The 5th
Internasional Conference on Indonesian Studies: Ethnicity and
Globalization, diselenggarakan oleh ICSSIS (International Conference &
Summer School on Indonesian Studies) Fakultas Ilmu pengetahuan
Budaya Universitas Indonesia, Yogyakarta.
Annas, F. B., 2013, Analisis Kearifan Lokal Huyula Desa Bongoime Provinsi
Gorontalo, Skripsi pada Program Sarjana Ilmu Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.
Ekarani , P. A., 2012, Nilai-Nilai Kearifan Lokal Dalam Kebijakan Pemerintah
Daerah Untuk Pengembangan Lahan Perumahan Di Kabupaten Sleman,
Tesis pada Program Magister Ilmu Hukum, Universitas Atma Jaya
Yogyakarta.
Muslimah, R., 2012, Pendidikan Karakter Dengan Pendekatan Kearifan Lokal Di
Play Group Aisyiyah rejodani Sariharjo Ngalik Sleman Yogyakarta,
Skripsi pada Program Sarjana Ilmu Pendidikan Islam, Universitas Islam
Negeri Suan Kalijaga, Yogyakarta.
Nurroh, S., 2014, Critical Review Studi Kasus: Kearifan Lokal (Local Wisdom)
Masyarakat Suku Sunda Dalam Pengelolaan Lingkungan yang
Berkelanjutan, Tesis pada Program Magister Ilmu Manajemen
Lingkungan, Universitas Gadja Mada, Yogyakarta.
Ridwan, N. A., 2007, Landasan keilmuan Kearifan Lokal, Jurnal Studi Islam
dan Budaya (IBDA), Vol. 5, No. 1, Jan-Jun.
Setiawan, D., Februari 2013, Peran Pendidikan Karakter dalam Mengembangkan
Kecerdasan Moral, Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun III, Nomor 1.
Sulastri, 2013, Membangun Toleransi Dari Kearifan Lokal di Dusun Plumbon,
Banguntapan, Bantul, Yogyakarta, Skripsi pada Program Sarjana Ilmu
Theologi Islam, Universitas Negeri Islam Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Wagiran, Oktober 2012, Pengembangan Karakter Berbasis Kearifan Lokal
Hamemayu Hayuning Bawana (Identifikasi Nilai-Nilai Karakter Berbasis
Budaya), Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun II, Nomor 3.
,2011, Pengembangan Model Pendidikan Lokal dalam mendukung
Visi Pembangunan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2020 ((Tahun
kedua), Jurnal Penelitian dan Pengembangan, Volume III, Nomor 3.

Wahyuni, S., Keberagaman dan Makna Nilai Kearifan Lokal sebagai Sumber
Inspirasi Pembelajaran seni Budaya yang Berkarakter, IKIP PGRI
Madiun. Wesnawa, G. Astra, Dinamika Pemanfaatan Ruang Berbasis
Kearifan Lokal Di Kabupaten Buleleng Provinsi Bali, Jurnal Forum
Geografi, Vol. 24, No. 1.
Internet
https://www.academia.edu/8425033/pdf, diakses pada tanggal 6 Februari 2015.
http://ikippgrimadiun.ac.id/ejournal/, diakses pada tanggal 16 Februari 2015.

CURICULUM VITAE

Nama

: Rikyanto

Jenis Kelamin

: Laki-Laki

Agama

: Islam

Alamat

: Desa Anutapura Kecamatan Bolano Lambunu Kabupaten

Parigi
Moutong
Kewarganegaraan

: Indonesia

Anak ke-

: 1 (satu) dari 5 (lima) bersaudara

Ayah

: Yudin Suduri

Ibu

: Olis Pakaya

Pendidikan Formal

:
1. SDN 2 Margapura
2. SMP N 1 Bolano Lambunu
3. SMA N 1 Paguat
4. Universitas Negeri Gorontalo

You might also like