You are on page 1of 41

LAPORAN KASUS

TUBERKULOSIS PARU DENGAN DRUG INDUCED HEPATITIS

Disusun oleh:
Attika Dini Ardiana
(030.10.042)

Pembimbing :
dr. Sukaenah Shebubakar Sp.P

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD BUDHI ASIH
PERIODE MEI JULI 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JUNI 2015

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

TUBERKULOSIS PARU DENGAN DRUG INDUCED HEPATITIS


Disusun untuk memenuhi syarat dalam mengikuti Ujian Profesi Kedokteran
Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih
Jakarta

Pada Tanggal

: 17 Juni 2015

Tempat

: RSUD Budhi Asih Jakarta

Telah Disetujui Oleh :


Dokter Pembimbing

dr. Sukaenah Shebubakar Sp.P

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan
kasus dengan judul Tuberkulosis Paru dengan Drug Induced Hepatitis. Laporan
kasus ini diajukan dalam rangka melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih periode Mei 2015 Juli
2015. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih atas
bantuan dan kerja sama yang telah diberikan selama penyusunan laporan kasus ini,
kepada dr. Sukenah Shebubakar, SpP selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih.
Penulis menyadari laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis
mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dari semua pihak agar laporan
kasus ini dapat menjadi lebih baik dan berguna bagi semua pihak yang membacanya.
Penulis memohon maaf sebesar-besarnya apabila masih banyak kesalahan maupun
kekurangan dalam laporan kasus ini.

Jakarta, Juni 2015

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................

HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN.........................................................

ii

KATA PENGANTAR.......................................................................................

iii

DAFTAR ISI ....................................................................................................

iv

BAB I

PENDAHULUAN........................................................................

BAB II

LAPORAN KASUS.....................................................................

A. Identitas Pasien.

B. Anamnesis.

C. Pemeriksaan Fisik.

D. Pemeriksaan Penunjang

11

E. Ringkasan..

16

F. Follow Up Pasien...

22

TINJAUAN PUSTAKA...

26

DAFTAR PUSTAKA..

43

BAB III

BAB I
PENDAHULUAN

Tuberkulosis

adalah

suatu

penyakit

yang

disebabkan

oleh

kuman

mikobakterium tuberkulosa. Hasil ini ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada
tahun 1882.
Penyakit tuberkulosis sudah ada dan dikenal sejak zaman dahulu, manusia
sudah berabad-abad hidup bersama dengan kuman tuberkulosis. Hal ini dibuktikan
dengan ditemukannya lesi tuberkulosis pada penggalian tulang-tulang kerangka di
Mesir. Demikian juga di Indonesia, yang dapat kita saksikan dalam ukiran-ukiran
pada dinding candi Borobudur.
Diseluruh dunia tahun 1990 WHO melaporkan terdapat 3,8 juta kasus baru TB
dengan 49% kasus terjadi di Asia Tenggara. Dalam periode 1984 1991 tercatat
peningkatan jumlah kasus TB diseluruh dunia, kecuali Amerika dan Eropa. Di tahun
1990 diperkirakan 7,5 juta kasus TB dan 2,5 juta kematian akibat TB diseluruh dunia.
Annual Risk Infection ditahun 1980 1985 dinegara-negara Asia Tenggara
diperkirakan sekitar 2% yang berarti terdapat insidensi 100 kasus BTA (+) per
100.000 penduduk.3 Tahun 1987 di Singapura terdapat 62 kasus per 100.000
penduduk, dengan rata-rata penurunan tahunan 5,7% sejak tahun 1959. Brunei
Darussalam dengan angka kematian 8,5 kasus per 100.000 penduduk dengan insiden
BTA (+) 84 kasus per 226.000 penduduk. Sedangkan Filipina ditahun 1981 1983
memperkirakan prevalensi BTA (+), 0,95%.4 Berdasarkan data dari SEAMIC Health
Statistic tahun 1990, penyakit tuberkulosis penyebab kematian no. 10 di Thailand
tahun 1989 dan menduduki urutan ke 4 di Filipina pada tahun 1987.5 Menurut Global
TB WHO, 1998 saat ini pusat dari epidemi TB berada di Asia dengan terdapat 4,5
juta dari 8 juta kasus yang diperkirakan terdapat di dunia atau 50% kasusnya di 6
negara yaitu India, Cina, Bangladesh, Pakistan, Indonesia dan Filipina. Indonesia
menempati urutan ke-3 sebagai penyumbang kasus terbesar di dunia setelah India dan
Cina.
Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen
Kesehatan RI, tahun 1972 TB menempati urutan ke 3 penyebab kematian menurut
SKRT tahun 1980 TB menempati urutan ke 4, dan menurut SKRT tahun 1992, TB
menempati urutan nomor 2 sesudah penyakit sistem sirkulasi.

Hasil SKRT tahun 1995 TB merupakan penyebab kematian nomor 3 dari


seluruh kelompok usia dan nomor 1 antara penyakit infeksi yang merupakan masalah
kesehatan masyarakat Indonesia.
Pembuatan diagnosis tuberkulosis paru kadang-kadang sulit, sebab penyakit
tuberkulosis paru yang sudah berat dan progresif, sering tidak menimbulkan gejala
yang dapat dilihat/dikenal; antara gejala dengan luasnya penyakit maupun lamanya
sakit, sering tidak mempunyai korelasi yang baik. Hal ini disebabkan oleh karena
penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit paru yang besar (great imitator), yang
mempunyai diagnosis banding hampir pada semua penyakit dada dan banyak penyakit
lain yang mempunyai gejala umum berupa kelelahan dan panas.
Walaupun penyakit ini telah lama dikenal, obat-obat untuk menyembuhkannya
belum lama ditemukan, dan pengobatan tuberkulosis paru saat ini lebih dikenal
dengan sistem pengobatan jangka pendek dalam waktu 69 bulan. Prinsip pengobatan
jangka pendek adalah membunuh dan mensterilkan kuman yang berada di dalam
tubuh manusia. Obat yang sering digunakan dalam pengobatan jangka pendek saat ini
adalah isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin dan etambutol.

BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. M

Jenis kelamin

: Laki Laki

Umur

: 69 tahun

Alamat

: Jl. Kramat Asam RT 04/ RW 06 No. 20, Kecamatan


Matraman, Jakarta Pusat.

Pekerjaan

: Pensiunan

Status perkawinan

: Menikah

Agama

: Islam

Pendidikan

: SMA

Masuk RS

: Senin, 8/6/2015

B. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis kepada OS pada hari Selasa 10/6/2015

1. Keluhan Utama
Penurunan kesadaran sejak 1hari SMRS

2. Riwayat Penyakit sekarang


Os datang dibawa keluarganya ke IGD RSUD Budhi Asih dengan keluhan bahwa
pasien tidak sadar sejak 1 hari SMRS, keluarga pasien menceritakan bahwa pasien mulai tidak
sadarkan diri dan tidak bisa diajak bicara sejak malam harinya setelah pasien minum 4 obat
anti tuberkulosis. Sebelumnya, pasien sempat mengeluh adanya rasa gatal di seluruh
badannya, terutama didaerah paha, bokong dan punggung. Selain rasa gatal, pasien juga
mengeluh bahwa kakinya terasa bengkak dan kesemutan serta adanya rasa begah pada
perutnya. Keluarga pasien mengaku bahwa pasien sempat mengeluh adanya rasa mual tetapi
tidak ada yang dimuntahkan, dan tidak ada rasa nyeri pada perutnya. Keluhan seperti demam,

dan adanya gangguan pada saat buang air kecil maupun buang air besar disangkal oleh
keluarga pasien.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat kencing manis (+)
Os mengaku memiliki riwayat kencing manis sejak 2 tahun lalu hingga sekarang,
keluarga pasien menceritakan bahwa pasien sering mengonsumsi obat metformin yang
diminum 1 kali sehari yang didapatkan dari puskesmas.
- Riwayat darah tinggi (+)
Os memiliki riwayat darah tinggi sejak 5 tahun yang lalu hingga sekarang, pasien
sering mengeluh adanya rasa pusing setiap ia belum minum obat. Pasien rajin kontrol dan
rutin meminum obat candesartan yang diberikan oleh puskesmas.
-

Riwayat stroke iskemik (+)

Keluarga os menceritakan bahwa kurang lebih 2 tahun yang lalu, os mengalami


stroke pada saat ia sedang berada di rumah, tiba tiba pasien lemas dan terjatuh dengan posisi
duduk, semenjak itu keluarga os mengaku bahwa os mengalami kesulitan untuk menelan dan
berbicara.
-

Riwayat TB on OAT selama 4 bulan (+)

Pasien didiagnosa memiliki penyakit TB paru kurang lebih semenjak 4 bulan yang
lalu, saat itu pasien mengeluh adanya batuk berdahak yang tidak kunjung sembuh, dan adanya
sesak serta nyeri pada bagian dadanya. Oleh karena itu pasien diberikan obat anti
tuberkulosis, dan menurut keluarga pasien, pasien rajin kontrol dan meminum obat tersebut,
sampai pada akhirnya pasien tidak sadarkan diri setelah meminum obat, sehingga obat
tersebut dihentikan pemakaiannya hingga sekarang.
- Riwayat AKI dd CKD
- Riwayat osteoartritis
Kurang lebih 2 bulan yang lalu, pasien dibawa ke RSUD Budhi Asih dengan keluhan
nyeri dan kaku pada bagian lututnya yang menyebabkan os terjatuh dan terdapat fraktur
tertutup pada paha kanannya, yang membuat kaku os menjadi bengkak dan nyeri hingga
sekarang. Kemudian pasien didiagnosa memiliki osteoartritis dan diberi obat oleh dokter
ortopedi untuk mengatasi keluhannya tersebut.
-Riwayat Asma (-)
-Riwayat Alergi (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga


-

Riwayat hipertensi (+)

Riwayat kencing manis (+)


Riwayat penyakit jantung (+)
Riwayat asma (-)
Riwayat alergi (-)

5. Riwayat Kebiasaan
Os memiliki kebiasaan senang mengonsumsi nasi dengan makanan berlemak seperti
daging kambing. Dalam jangka waktu satu hari, pasien bisa makan sekitar 5x dalam
sehari. Pasien juga gemar mengonsumsi kopi sachet dua bungkus perhari. Dari pasien
masih berumur muda hingga pasien mengalami stroke kurang lebih 2 tahun yang lalu,
pasien merupakan perokok aktif sekitar 3-4 bungkus sehari namun sekarang sudah
berhenti. Pasien rutin berolahraga sepeda tiap hari libur, dan juga pasien tidak pernah
mengkonsumsi minuman alkohol.

6. Riwayat Lingkungan
Pasien tinggal di daerah dekat perkantoran, lingkungan rumah dikatakan padat
penduduk dan rumah kurang sirkulasi udara yang baik.

7. Riwayat Sosio-Ekonomi
Pasien merupakan seorang pensiunan sebuah perusahaan swasta yang bergerak
dibidang asuransi, sekarang pasien hidup dan tinggal bersama istrinya dirumahnya
sendiri dengan pesangon sebagai sumber biaya penghidupan sehari harinya.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
Kesan sakit

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Somnolen

2. Tanda vital
Suhu

: 36,4 C

Nadi

: 90 x/menit

Pernafasan

: 20 x/menit, thorakoabdominal

Tekanan Darah

: 140/80 mmHg

3. Status Generalis

Kepala : Normocephali, rambut hitam, tidak mudah rontok, distribusi merata


Mata :
a. Pupil
: Isokhor
b. Refleks cahaya
: +/+
c. Konjungtiva
: Anemis -/d. Sklera
: Ikterik -/Hidung :
a. Septum deviasi
:b. Sekret
: -/c. Hiperemis
: -/d. Hipertrofi
: -/Telinga :
a. Bentuk telinga
:normal kanan dan kiri
b. Nyeri tekan
: -/c. Mukosa hiperemis : -/d. Serumen
: -/e. Sekret
: -/Mulut : Mukosa bibir kering, Oral hygiene buruk
Leher : -Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
- Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid
- JVP 5 + 1
Thorax :
a. Paru
o

o
o
o

Inspeksi :

Palpasi :
Perkusi :
Auskultasi :

- Normochest
- Bentuk dada simetris saat statis dan dinamis
- Tidak ada retraksi dinding dada
- Vokal fremitus melemah pada sisi kiri,
- Sonor diseluruh lapang paru
-Batas paru hepar : linea midclavicularis dekstra ICS 5
- Vesikular dikedua lapang paru
- Ronkhi +/+
- Wheezing -/-

b. Jantung
o Inspeksi
o Palpasi
o Perkusi

o Auskultasi

Abdomen

: iktus kordis tidak tampak


: iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra
: Batas jantung kanan : ICS IV linea parasternalis dekstra
Batas jantung kiri
: ICS V linea midclavicularis sinistra
Pinggang jantung
: ICS III linea parasternalis sinistra
: Bunyi jantung I, II regular, murmur (-), gallop (-)

:
- Inspeksi
- Palpasi
- Perkusi
- Auskultasi

Ekstremitas Atas
Ekstremitas Bawah

: Buncit
: Supel, nyeri tekan (-),
Hepar teraba membesar
: Shifting dullness (+)
: Bising usus (+) normal

: Akral hangat, edema -/: Akral hangat +/+

10

Pitting Oedema +/+


D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil laboratorium pada tanggal 7 Juni 2015, 22:46 WIB
JENIS PEMERIKSAAN

HASIL

SATUAN

NILAI NORMAL

Leukosit

16,4*

ribu/ul

3.6-11

Eritrosit

3,5*

Juta/ul

3.8-5.2

g/dl

11.7-15.5

Hemoglobin

11.4*

Hematokrit

34*

35-47

Trombosit

175

Ribu/ul

150-440

LED

27

Mm/jam

0-30

MCV

97

fl

80-100

MCH

32,7

pg

26-34

MCHC

33,7

g/dl

32-36

14,9*

<14

Basofil

0-1

Eosinofil

2-4

Netrofil batang

3-5

Netrofil segmen

64

50-70

Limfosit

25

25-40

Monosit

2-8

RDW

HITUNG JENIS:

KIMIA KLINIK HATI :


SGOT

1825 *

mU/dl

<27

SGPT

322*

mU/dl

<34

METABOLISME KARBOHIDRAT :
Glukosa darah sewaktu

127*

mg/dl

<110

mmol/L

135-155

ELEKTROLIT:
Natrium (Na)

147

11

Kalium (K)

Mmol/L

3.6-5.5

116* Mmol/L

98-109

Ureum

141* mg/dl

17-49

Kreatinin

2.88* mg/dl

<1.1

Klorida (Cl)

4.2

GINJAL

Hasil Laboratorium 08 Juni 2015, 9:20

KIMIA KLINIK :
Analisa Gas Darah
pH

7,41

pCO2

28*

mmHg

35-45

139*

mmHg

80-100

HCO3

18*

mmol/L

21-28

Total CO2

19*

mmol/L

23-27

Saturasi O2

99

95-100

mEq/L

-2.5-2.5

mg/dl

<110

pO2

Kelebihan Basa (BE)

-5.0

7,35-7,45

METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Darah CITO

131*

Hasil Laboratorium 09 Juni 2015, 12:59

KIMIA KLINIK HATI


SGOT

1608 *

mU/dl

<27

SGPT

714*

mU/dl

<34

Bilirubin Total

2,16*

U/L

<1

IMUNOSEROLOGI HEPATITIS
HbsAg Kualitatif

Non reaktif

Non Reaktif

Hasil Laboratorium 10 Juni 2015, 19:32

KIMIA KLINIK HATI

12

Albumin

2,7 *

g/dl

3.2-4.6

Hasil Laboratorium 12 Juni 2015


JENIS PEMERIKSAAN

HASIL

SATUAN

NILAI NORMAL

Leukosit

11,6*

ribu/ul

3.6-11

Eritrosit

3.9*

Juta/ul

3.8-5.2

g/dl

11.7-15.5

Hemoglobin

12.8*

Hematokrit

36*

35-47

Trombosit

151

Ribu/ul

150-440

MCV

92.2

fl

80-100

MCH

32.2

pg

26-34

MCHC

35.2

g/dl

32-36

<14

RDW

15.1*

KIMIA KLINIK HATI


SGOT

503 *

mU/dl

<27

SGPT

563*

mU/dl

<34

Bilirubin Total

1.35*

U/L

<1

GINJAL
Ureum
Kreatinin

86* mg/dl
1.27* mg/dl

17-49
<1.1

KIMIA KLINIK :
Analisa Gas Darah
pH
pCO2

7,48*

7,35-7,45

29*

mmHg

35-45

145*

mmHg

80-100

22

mmol/L

21-28

Total CO2

23*

mmol/L

23-27

Saturasi O2

99

95-100

mEq/L

-2.5-2.5

pO2
HCO3

Kelebihan Basa (BE)

0.0

13

METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Darah CITO

110* mg/dl

<110

Hasil Laboratorium 15 Juni 2015

KIMIA KLINIK HATI


SGOT

112 *

mU/dl

<27

SGPT

410*

mU/dl

<34

135*

mg/dl

<110

SGOT

37*

mU/dl

<27

SGPT

214*

mU/dl

<34

100

mg/dl

<110

METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Darah Sewaktu

Hasil Laboratorium 18 Juni 2015

KIMIA KLINIK HATI

METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Darah Sewaktu

KIMIA KLINIK :
Analisa Gas Darah
pH
pCO2

7,50*

7,35-7,45

31*

mmHg

35-45

pO2

87

mmHg

80-100

HCO3

25

mmol/L

21-28

Total CO2

25

mmol/L

23-27

Saturasi O2

97

95-100

Kelebihan Basa (BE)

2.3

mEq/L

-2.5-2.5

ELEKTROLIT:

14

Natrium (Na)

137

mmol/L

135-155

Kalium (K)

3.9

Mmol/L

3.6-5.5

Klorida (Cl)

108

Mmol/L

98-109

2. Radiologi

Pemeriksaan foto Thorax (8 Juni 2015)

Kesan:
Foto Thorax PA
-

CTR >50%
Terdapat cardiomegali dengan edema paru
Terdapat bercak infiltrat pada kedua lapang paru.
Jaringan lunak dan tulang-tulang dinding dada baik

E. RINGKASAN
Os datang dengan keluhan tidak sadarkan diri sejak 1 hari SMRS setelah pasien
minum 4 obat anti tuberkulosis. Sebelumnya, pasien sempat mengeluh adanya rasa gatal di
seluruh badannya, terutama didaerah paha, bokong dan punggung. Selain rasa gatal, pasien
juga mengeluh bahwa kakinya terasa bengkak dan kesemutan serta adanya rasa begah pada
perutnya. Keluarga pasien mengaku bahwa pasien sempat mengeluh adanya rasa mual tetapi
tidak ada yang dimuntahkan. Keluhan seperti demam, nyeri perut dan adanya gangguan pada

15

saat buang air kecil maupun buang air besar disangkal oleh keluarga pasien. Pasien memiliki
riwayat penyakit diabetes mellitus, hipertensi, stroke, TB on OAT selama 4 bulan,
osteoartritis, batu pada saluran kemih, dan rwayat penyakit ginjal. Pada keluarga pasien
didapatkan riwayat penyakit diabetes mellitus dan hipertensi dari ayah pasien. Pasien
memiliki kebiasaan senang mengonsumsi makanan yang manid dan makanan yang berlemak.
Pasien gemar mengonsumsi kopi dan merokok 3 bungkus perhari semenjak pasien masih
muda hingga 2 tahun belakangan ini sebelum pasien terkena stroke. Pasien tidak pernah
mengkonsumsi minuman alkohol.
Pada pemeriksaan fisik mulut didapatkan mukosa bibir kering, Oral hygiene buruk.
Pada thorax didapatkan vocal fremitus melemah pada sebelah kiri, dan didapatkan rhonki
pada kedua lapang paru. Pada abdomen didapatkan perut yang buncit dengan shifting dullness
positif dan hepar teraba membesar pada saat di palpasi, dan pada ekstremitas bawah
didapatkan pitting oedema pada kedua tungkai positif. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan SGOT/SGPT : 1825/32 (meningkat), Ureum dan creatinin 141/28.8 (meningkat).
Pada pemeriksaan rontgen didapatkan kesan cardiomegali dengan edema paru serta bercak
infiltrat pada kedua lapang paru.
DAFTAR MASALAH
1. TB Paru
2. Drug Induced Hepatitis
3. DM Tipe II
4. AKI dd CKD
5. Hipertensi Gr II
6. Osteoartritis
ASSESMENT
1. TB paru
Berdasarkan anamnesis :
Pasien didiagnosa memiliki penyakit TB paru kurang lebih semenjak 4 bulan yang
lalu, saat itu pasien mengeluh adanya batuk berdahak yang tidak kunjung sembuh, dan adanya
sesak serta nyeri pada bagian dadanya. Oleh karena itu pasien diberikan obat anti
tuberkulosis, dan menurut keluarga pasien, pasien rajin kontrol dan meminum obat tersebut,
sampai pada akhirnya pasien tidak sadarkan diri setelah meminum obat, sehingga obat
tersebut dihentikan pemakaiannya hingga sekarang.
Berdasarkan pemeriksaan penunjang :

16

Foto thorax:
Didapatkan bercak infiltrat yang luas pada kedua lapang paru.
Tata laksana:
-

OAT dihentikan karena fungsi hepar terganggu


Periksa SGOT/SGPT, Bilirubin total, Albumin, HBsAg

2. Drug Induced Hepatitis


Berdasarkan anamnesis :
Os datang dengan keluhan tidak sadarkan diri sejak 1 hari SMRS setelah pasien
minum 4 obat anti tuberkulosis. Sebelumnya, pasien sempat mengeluh adanya rasa gatal di
seluruh badannya, terutama didaerah paha, bokong dan punggung. Sebelumnya, pasien sudah
pernah minum OAT selama 4 bulan.
Berdasarkan pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan laboratorium :
Tanggal Pemeriksaan

Nilai Laboratorium

7 Juni 2015

SGOT/SGPT : 1825 / 322

9 Juni 2015

SGOT/SGPT : 1608/714 ; Bilirubin Total : 2,16*


HbsAg Kualitatif : Non Reaktif

12 Juni 2015

SGOT/SGPT : 503 / 563 ; Bilirubin Total : 1,35 *

15 Juni 2015

SGOT/SGPT : 112 / 410

Tatalaksana :

Aminofusin Hepar
Inj Cefepim 2x1
Curcuma 3x2
Asam folat 3x1
B12 3x1
CaCO3 3x1
Biocurlive 3x1
HepaQ 3x3
Episan syrup 3xC1
Cendantron 3x1
3. DM Tipe II

17

Berdasarkan anamnesis :
Os mengaku memiliki riwayat kencing manis sejak 2 tahun lalu hingga sekarang,
keluarga pasien menceritakan bahwa pasien sering mengonsumsi obat metformin yang
didapatkan dari puskesmas. Riwayat kebiasaan pasien yang banyak makan 5 kali sehari.
Berdasarkan pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan laboratorium :
Tanggal Pemeriksaan

Nilai Laboratorium

7 Juni 2015

Glukosa Darah Sewaktu : 127

8 Juni 2015

Glukosa Darah Sewaktu : 131

12 Juni 2015

Glukosa Darah Sewaktu : 110

15 Juni 2015

Glukosa Darah Sewaktu : 135

Tatalaksana :
-

Metformin 1x1
Periksa glukosa darah sewaktu

4. AKI dd CKD
Berdasarkan pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan laboratorium :
Tanggal Pemeriksaan

Nilai Laboratorium

7 Juni 2015

Ureum/ Creatinin : 141 / 2.88

12 Juni 2015

Ureum / Creatinin : 86 / 1,27

Tatalaksana :
-

Aminoral 3x1
Periksa fungsi ginjal ureum dan creatinin

5. Hipertensi Grade II
Berdasarkan anamnesis :
Os memiliki riwayat darah tinggi sejak 5 tahun yang lalu hingga sekarang, pasien
sering mengeluh adanya rasa pusing setiap ia belum minum obat. Pasien rajin kontrol dan
rutin meminum obat candesartan yang diberikan oleh puskesmas.
Berdasarkan pemeriksaan fisik:
Tanggal Pemeriksaan

Nilai tanda vital

18

8 Juni 2015

T : 140/80

9 Juni 2015

T : 160/90

10 Juni 2015

T : 120/90

11 Juni 2015

T : 120/90

Tatalaksana :
Amlodipin 1x1
6. Osteoartritis
Berdasarkan Anamnesis:
Kurang lebih 2 bulan yang lalu, pasien dibawa ke RSUD Budhi Asih dengan keluhan nyeri
dan kaku pada bagian lututnya yang menyebabkan os terjatuh dan terdapat fraktur tertutup
pada paha kanannya, yang membuat kaku os menjadi bengkak dan nyeri hingga sekarang.
Kemudian pasien didiagnosa memiliki osteoartritis dan diberi obat oleh dokter ortopedi untuk
mengatasi keluhannya tersebut
Tatalaksana :
Osteocal 1x1
PROGNOSIS
AD VITAM : dubia ad bonam
AD SANATIONAM : dubia ad malam
AD FUNGSIONAM : dubia ad malam

Follow up tanggal 8 Juni 2015


Subjektif

Penurunan Kesadaran, gatal seluruh badan terutama di paha dan


bokong, kaki kanan bengkak dan nyeri dibagian lutut.

19

Objektif

T : 140/80 N: 96x/m S:36,5 C P: 20x/m


Mata : Conjungtiva Anemis -/- Sklera Ikterik +/+
THT: dbn
Leher : Tidak ada pembesaran KGB dan tiroid, JVP 5+1
Paru: Suara nafas vesikular +/+, Rhonki +/+, Wheezing -/Jantung : Bunyi jantung regular, murmur +, gallop
Abdomen : Buncit, Bising usus (+) Nyeri tekan (-) Hepar teraba
membesar, Shifting dullness (+)
Ekstremitas : Akral hangat (+) Pitting oedem (+) bengkak pada
lutut bagian kanan (+)

Assessment

Planning

TB Paru on OAT

Drug Induced Hepatitis

Ensefalopati Hepatikum

AKI dd CKD

Hipertensi Gr II

- DM Tipe II
Aminofusin Hepar
Inj Cefepim 2x1
Curcuma 3x2
Asam folat 3x1
B12 3x1
CaCO3 3x1
Biocurlive 3x1
Aminoral 3x1
HepaQ 3x3
Episan syrup 3xC1
Cendantron 3x1

Follow up tanggal 9 Juni 2015


Subjektif

Tidak bisa tidur, gatal seluruh badan terutama di paha dan


bokong, kaki kanan bengkak dan nyeri dibagian lutut.

20

Objektif

T : 160/90 N: 100x/m S:36,4 C P: 20x/m


Mata : Conjungtiva Anemis -/- Sklera Ikterik +/+
THT: dbn
Leher : Tidak ada pembesaran KGB dan tiroid, JVP 5+1
Paru: Suara nafas vesikular +/+, Rhonki +/+, Wheezing -/Jantung : Bunyi jantung regular, murmur +, gallop
Abdomen : Buncit, Bising usus (+) Nyeri tekan (-) Hepar teraba
membesar, Shifting dullness (+)
Ekstremitas : Akral hangat (+) Pitting oedem (+) bengkak pada
lutut bagian kanan (+)

Assessment

Planning

TB Paru on OAT

Drug Induced Hepatitis

AKI dd CKD

Hipertensi Gr II

- DM Tipe II
Aminofusin Hepar
Inj Cefepim 2x1
Curcuma 3x2
Asam folat 3x1
B12 3x1
CaCO3 3x1
Biocurlive 3x1
Aminoral 3x1
HepaQ 3x3
Episan syrup 3xC1
Cendantron 3x1

Follow up tanggal 10 Juni 2015


Subjektif

Nyeri perut, dan nyeri dibagian lutut.

21

Objektif

T : 120/90 N: 88x/m S:36,4 C P: 20x/m


Mata : Conjungtiva Anemis -/- Sklera Ikterik +/+
THT: dbn
Leher : Tidak ada pembesaran KGB dan tiroid, JVP 5+1
Paru: Suara nafas vesikular +/+, Rhonki +/+, Wheezing -/Jantung : Bunyi jantung regular, murmur +, gallop
Abdomen : Buncit, Bising usus (+) Nyeri tekan (+) Hepar
teraba membesar, Shifting dullness (+)
Ekstremitas : Akral hangat (+) Pitting oedem (+) bengkak pada
lutut bagian kanan (+)

Assessment

Planning

TB Paru on OAT

Drug Induced Hepatitis

AKI dd CKD

Hipertensi Gr II

- DM Tipe II
Pasang NGT
Aminofusin Hepar
Inj Cefepim 2x1
Curcuma 3x2
Asam folat 3x1
B12 3x1
CaCO3 3x1
Biocurlive 3x1
Aminoral 3x1
HepaQ 3x3
Episan syrup 3xC1
Cendantron 3x1

Follow up tanggal 11 Juni 2015


Subjektif

Nyeri perut, dan nyeri dibagian lutut.

22

Objektif

T : 120/90 N: 88x/m S:36,4 C P: 20x/m


Mata : Conjungtiva Anemis -/- Sklera Ikterik +/+
THT: dbn
Leher : Tidak ada pembesaran KGB dan tiroid, JVP 5+1
Paru: Suara nafas vesikular +/+, Rhonki +/+, Wheezing -/Jantung : Bunyi jantung regular, murmur +, gallop
Abdomen : Buncit, Bising usus (+) Nyeri tekan (+) Hepar
teraba membesar, Shifting dullness (+)
Ekstremitas : Akral hangat (+) Pitting oedem (+) bengkak pada
lutut bagian kanan (+)

Assessment

Planning

TB Paru on OAT

Drug Induced Hepatitis

AKI dd CKD

Hipertensi Gr II

- DM Tipe II
Pasang NGT
Aminofusin Hepar
Inj Cefepim 2x1
Curcuma 3x2
Asam folat 3x1
B12 3x1
CaCO3 3x1
Biocurlive 3x1
Aminoral 3x1
HepaQ 3x3
Episan syrup 3xC1
Cendantron 3x1

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
1. TB PARU
DEFINISI
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mikobakterium tuberkulosa. Penyebab penyakit ini adalah bakteri kompleks Mycobacterium
tuberculosis. Mycobacteria termasuk dalam famili Mycobacteriaceae dan termasuk dalam

23

ordo Actinomycetales. Kompleks Mycobacterium tuberculosis meliputi M. tuberculosis, M.


bovis, M. africanum, M. microti, dan M. canettii. Dari beberapa kompleks tersebut, M.
tuberculosis merupakan jenis yang terpenting dan paling sering dijumpai. Bakteri ini
merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk
mengobatinya1. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru (90%) dibandingkan
bagian lain tubuh manusia.
TBC merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan
di Indonesia. Penularan kuman tuberculosis pada orang sehat dan risiko kematian pada
penderita yaitu salah satu masalah yang perlu ditangani oleh segenap lapisan masyarakat dan
petugas kesehatan.

Mycobacterium tuberculosis
ETIOLOGI
Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Yang tergolong dalam kuman
Mycobacterium tuberculosae complex adalah: 1. M. tuberculosae, 2. Varian Asian, 3. Varian
African I, 4. Varian African II, 5. M. bovis. Pembagian tersebut berdasarkan perbedaan secara
epidemiologi.
Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian
peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap
asam (asam alcohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan
terhadap gangguan kimia dan fisis 2. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun
dalam keadaan dingin (dapat bertahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena
kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan
menjadikan penyakit tuberculosis aktif lagi4.

24

Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma
makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena
banyak mengandung lipid.
Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman menyenangi
jaringan yang tinggi kandungan oksigennya 10. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian
apical paru-paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apical ini merupakan tempat
predileksi penyakit tuberculosis.
PATOFISIOLOGI
Pada tuberculosis, basil tuberculosis menyebabkan suatu reaksi jaringan yang aneh di
dalam paru-paru meliputi : penyerbuan daerah terinfeksi oleh makrofag, pembentukan
dinding di sekitar lesi oleh jaringan fibrosa untuk membentuk apa yang disebut dengan
tuberkel. Banyaknya area fibrosis menyebabkan meningkatnya usaha otot pernafasan untuk
ventilasi paru dan oleh karena itu menurunkan kapasitas vital, berkurangnya luas total
permukaan membrane respirasi yang menyebabkan penurunan kapasitas difusi paru secara
progresif, dan rasio ventilasi-perfusi yang abnormal di dalam paru-paru dapat mengurangi
oksigenasi darah9.
MANIFESTASI KLINIS
Penderita TB paru akan mengalami berbagai gangguan kesehatan, seperti batuk
berdahak kronis, demam subfebril, berkeringat tanpa sebab di malam hari, sesak napas, nyeri
dada, dan penurunan nafsu makan. Semuanya itu dapat menurunkan produktivitas penderita
bahkan kematian.

Gejala klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan8:

25

Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan BTA sputum


a. Tuberkulosis paru BTA ( + ) adalah :
i. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif
ii. Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan hasil BTA positif dan
kelainan radiologi menunjukkan ganbaran tuberculosis aktif
iii. Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan
positif
b. Tuberkulosis paru BTA (-)
i. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan
radiologis menunjukkan tuberkulosis aktif
ii. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
Myccobacterium tuberculosis positif.
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe
pasien, yaitu:
1) Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan
OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

26

2) Kasus kambuh (Relaps)


Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap didiagnosis kembali
dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3) Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan minimal 1 bulan dan putus berobat 2
bulan atau lebih dengan BTA positif atau BTA negatif.
4) Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk
melanjutkan pengobatannya.
6) Kasus lain:
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini
termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah
selesai pengobatan ulangan.
Sedangkan WHO membagi penderita TB atas 4 kategori 6:
1. Kategori I: kasus baru dengan dahak (+) dan penderita dengan keadaan berat seperti
meningitis, TB milier, perikarditis, peritonitis, spondilitis dengan gangguan neurologik dan
lain-lain.
2. Kategori II: kasus kambuh atau gagal dengan dahak yang tetap (+).
3. Kategori III: kasus dengan dahak (-), tetapi kelainan paru tidak luas dan kasus TB diluar
paru selain kategori I.
4. Kategori IV: tuberkulosis kronik.

27

PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi
kuman terhadap OAT3.
1. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan
dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi).
Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat
dianjurkan.
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT =
Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap awal (intensif)
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan 5.
Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu
yang lebih lama.
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan
2. Panduan OAT yang digunakan di Indonesia
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:
a. TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas
Paduan obat yang dianjurkan :
1) 2 RHZE / 4 RH atau
2) 2 RHZE / 4R3H3 atau
3) 2 RHZE/ 6HE.

28

Paduan ini dianjurkan untuk


1) TB paru BTA (+), kasus baru
2) TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk luluh paru)
Pada evaluasi hasil akhir pengobatan, bila dipertimbangkan untuk memperpanjang
fase lanjutan, dapat diberikan lebih lama dari waktu yang ditentukan. (Bila perlu dapat
dirujuk ke ahli paru). Bila ada fasilitas biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan
dengan hasil uji resistensi
b. TB paru kasus kambuh
Pada TB paru kasus kambuh menggunakan 5 macam OAT pada fase intensif selama 3
bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat sesuai hasil uji resistensi). Lama
pengobatan fase lanjutan 5 bulan atau lebih, sehingga paduan obat yang diberikan : 2
RHZES / 1 RHZE / 5 RHE. Bila diperlukan pengobatan dapat diberikan lebih lama
tergantung dari perkembangan penyakit. Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi,
maka alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (P2 TB).
c. TB Paru kasus gagal pengobatan
Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi dengan menggunakan minimal 5
OAT (minimal 3 OAT yang masih sensitif), seandainya H resisten tetap diberikan. Lama
pengobatan minimal selama 1 - 2 tahun. Sambil menunggu hasil uji resistensi dapat
diberikan obat 2 RHZES, untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji resistensi
1) Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2
RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (P2TB)
2) Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal
3) Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru
d. TB Paru kasus putus berobat
Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan
kriteria sebagai berikut :
1) Pasien yang menghentikan pengobatannya < 2 bulan, pengobatan OAT dilanjutkan
sesuai jadwal.
2) Pasien menghentikan pengobatannya 2 bulan:
o

Berobat 4 bulan, BTA saat ini negatif , klinik dan radiologik tidak aktif /
perbaikan, pengobatan OAT STOP. Bila gambaran radiologik aktif, lakukan
analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan
juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai
dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang

29

lebih lama. Jika telah diobati dengan kategori II maka pengobatan kategori II
diulang dari awal.
o

Berobat > 4 bulan, BTA saat ini positif : pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. Jika
telah diobati dengan kategori II maka pengobatan kategori II diulang dari awal.

Berobat < 4 bulan, BTA saat ini positif atau negatif dengan klinik dan radiologik
positif: pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang sama

Jika memungkinkan sebaiknya diperiksa uji kepekaan (kultur resistensi) terhadap OAT.
e. TB Paru kasus kronik
1) Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan
RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi
(minimal terdapat 3 macam OAT yang masih sensitif dengan H tetap diberikan
walaupun resisten) ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon, betalaktam,
makrolid.
2) Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup.
3) Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan.
4) Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru
Catatan : TB diluar paru lihat TB dalam keadaan khusus
Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan
Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk
digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk
menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant tuberculosis).
Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioriti utama
WHO. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO
menyarakan untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam
pengobatan TB primer pada tahun 1998. Dosis obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap
berdasarkan WHO seperti terlihat pada tabel 3.
Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain:
1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal.
2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan pengobatan
yang tidak disengaja.
3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar dan
standar.
30

4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit.


5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan penggunaan
monoterapi.
Tabel 1. Jenis dan Dosis OAT
Dosis (mg) / BB (kg)
Obat
Dosis
(mg/kgBB/Hari)

Dosis yang dianjurkan


Harian
(mg/kgBB/Hari)

Intermitten
(mg/kgBB/Hari)

Dosis
Maksimum
< 40

40-60

> 60

8-12

10

10

600

300

450

600

4-6

10

300

150

300

450

20-30

25

35

750

1000

1500

15-20

15

30

750

1000

1500

15-18

15

15

Sesuai
BB

750

1000

1000

Tabel 2. Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1


Berat Badan

Tahap Intensif

Tahap Lanjutan

tiap hari selama 56 hari

3 kali seminggu selama 16 minggu

RHZE (150/75/400/275)

RH (150/150)

30-37 kg

2 tablet 4KDT

2 tablet 2KDT

38-54 kg

3 tablet 4KDT

3 tablet 2KDT

55-70 kg

4 tablet 4KDT

4 tablet 2KDT

71 kg

5 tablet 4KDT

5 tablet 2KDT

Tabel 3. Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1


Dosis per hari / kali
Tahap
Pengobatan

Intensif

Lama
Pengobatan

2 bulan

Tablet
Isoniasid

Kaplet
Rifampisin

Tablet
Pirazinamid

Tablet
Etambutol

@ 300 mg

@ 450 mg

@ 500 mg

@ 250 mg

Jumlah
hari/kali
menelan
obat

56

31

Lanjutan

4 bulan

48

Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
a. Pasien baru TB paru BTA positif.
b. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
c. Pasien TB ekstra paru
Tabel 4. Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2

Berat
Badan

30-37 kg

Tahap Intensif

Tahap Lanjutan

Tiap hari

3 kali seminggu

RHZE (150/75/400/275) + S

RH (150/150) + E (400)

Selama 56 hari

Selama 28 hari

Selama 20 minggu

2 tablet 4KDT

2 tablet 4KDT

2 tablet 2KDT

+ 500 mg Streptomisin inj.


38-54 kg

3 tablet 4KDT

+ 2 tablet Etambutol
3 tablet 4KDT

3 tablet 2KDT

+ 750 mg Streptomisin inj.


55-70 kg

4 tablet 4KDT

+ 3 tablet Etambutol
4 tablet 4KDT

4 tablet 2KDT

+ 1000 mg Streptomisin inj.


71 kg

5 tablet 4KDT

+ 4 tablet Etambutol
5 tablet 4KDT

5 tablet 2KDT

+ 1000 mg Streptomisin inj.

+ 5 tablet Etambutol

Tabel 5. Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 2


Tahap
Pengobata
n

Tahap
Intenif
(dosis
harian

Lama
Pengobatan

Tablet
Isoniasid

Kaplet
Rifampisin

@ 300
mg

@ 450 mg

2 bulan

1 bulan

Tablet
Pirazinami
d

Etambutol

Streptomisi
n Injeksi

Jumlah/

Tablet

Tablet

@ 500 mg

@ 250
mg

@ 400
mg

0,75 gr

56

28

Tahap
Lanjutan

32

kali
menelan
obat

(dosis 3x
seminggu
)

4 bulan

60

Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:
a. Pasien kambuh
b. Pasien gagal
c. Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
Catatan:
a. Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah
500mg tanpa memperhatikan berat badan.
b. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
c. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest
sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
Tabel 6. Dosis KDT untuk Sisipan
Berat Badan

Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari


RHZE (150/75/400/275)

30-37 kg

2 tablet 4KDT

38-54 kg

3 tablet 4KDT

55-70 kg

4 tablet 4KDT

71 kg

5 tablet 4KDT

Tabel 7. Dosis OAT Kombipak untuk Sisipan


Tahap
Pengobatan

Tahap
Intensif
(dosis
harian)

Lamanya
Pengobatan

1 bulan

Tablet
Isoniasid

Kaplet
Rifampisin

Tablet
Pirazinamid

Tablet
Etambutol

@ 300 mg

@ 450 mg

@ 500 mg

@ 250 mg

Jumlah hari/kali
menelan obat

28

33

Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis yang
telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam batas
dosis terapi dan non toksik. Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut,
bila mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / dokter spesialis paru /
fasiliti yang mampu menanganinya.

2. DRUG INDUCED HEPATITIS (HEPATITIS IMBAS OBAT TUBERCULOSIS)


Penyebab Tuberkulosis (TB) diketahui lebih dari satu abad dan selama hampir 50 tahun sudah
ditemukan berbagai macam obat yang efektif untuk mengatasinya. Namun, masalah TB dunia
sekarang lebih besar dari sebelumnya. Penyebab pasti ini tidak diketahui. Hal ini diperkirakan
karena hubungan antara TB dengan infeksi HIV serta terjadinya Multiple Drug Resistant
Tuberkulosis

(TB-MDR).

Setiap

tahun

diperkirakan

ada

satu

juta

kasus baru dan dua juta kematian terjadi akibat TB di dunia. (Amin dan Asril, 2006)
Selain itu, efek samping dan toksisitas obat juga memiliki sebuah ancaman baik untuk
dokter dan pasien dalam melanjutkan terapi. Di antara berbagai efek yang disebabkan oleh
obat TB, kerusakan hati yang paling banyak. Kerusakan hati disebabkan oleh sebagian besar
obat lini pertama dan hal ini tidak hanya menjadi sebuah tantangan serius dalam menghadapi
pengobatan dan perawatan TB tetapi juga menimbulkam kesulitan dalam memulai
pengobatan. Regimen pengobatan untuk TB Nasional yang direkomendasikan yakni Isoniazid
(INH), Rifampisin (R), Etambutol (E), pirazinamid (P) dan Streptomisin (S). (Kishore, dkk,
2010)
Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z) dan etambutol (E)/ streptomisin (S) (3
obat pertama bersifat hepatotoksik). Factor risiko hepatotoksisitas: Faktor Klinis (usia lanjut,
pasien wanita, status nutrisi buruk, alcohol, punya penyakit dasar hati, karier HBV, prevalensi
tinggi di negara berkembang, hipoalbumin, TBC lanjut, pemakaian obat tidak sesuai aturan
dan status asetilatornya) dan Faktor Genetik. Risiko hepatotoksisitas pasien TBC dengan
HCV atau HIV yang memakai OAT adalah 4-5 x lipat. Telah dibuktikan secara meyakinkan
adanya keterkaitan antara HLA-DR2 dengan tuberculosis pada berbagai populasi dan
keterkaitan variasi gen NRAMPI dengan kerentanan terhadap tuberculosis. (Kishore, dkk,
2010)
Manifestasi Klinis Hepatotoksisitas Imbas OAT
Presentasi klinis hepatitis akibat Obat Anti Tuberkulosis (OAT) terkait mirip dengan
hepatitis virus akut. OAT bisa menyebabkan hepatotoksisitas dengan tingkat gejala yang

34

bervariasi dari asimtomatik hingga simptomatik seperti mual, muntah, anoreksia, jaundice,
dll. Enzim hati transaminase mengalami kenaikan seperti pada kegagalan hati akut. (Kishore,
dkk, 2010).
Jika dalam pasien tuberculosis yang sedang dalam pengobatan OAT dan memberikan
gejala hepatitis akut seperti di bawah ini, maka hal ini dapat dijadikan acuan diagnose
hepatotoksisitas imbas OAT telah terjadi. Individu yang dijangkiti akan mengalami sakit
seperti kuning, keletihan, demam, hilang selera makan, muntah-muntah, sclera ikterik,
jaundice, pusing dan kencing yang berwarna hitam pekat
Efek Hepatotoksik OAT
Disfungsi hati dapat didefinisikan sebagai peningkatan enzim hati alanine
transaminase (ALT) hingga 1,5 kali di atas batas atas normal atau paling tidak terdapat
peningkatan dua kali dalam empat minggu pengobatan tuberculosis. Kenaikan progresif ALT
dan kadar bilirubin jauh lebih berbahaya. Beberapa penulis menyarankan menghentikan obatobatan hepatotoksik jika tingkat ALT meningkat tiga kali atau lebih dibandingkan dengan
normal, sementara yang lain merekomendasikan lima kali. Drug-Induced Hepatitis dapat
diklasifikasikan

berdasarkan

potensi

masing-masing

OAT

yang

menyebabkan

hepatotoksisitas. (Kishore, dkk, 2010)


Isoniazid (INH)
Sekitar 10-20% dari pasien selama 4-6 bulan pertama terapi memiliki disfungsi hati
ringan yang ditunjukkan oleh peningkatan ringan dan sementara serum AST, ALT dan
konsentrasi bilirubin. Beberapa pasien, kerusakan hati yang terjadi dapat menjadi progresif
dan
menyebabkan hepatitis fatal. Asetil hidrazin, suatu metabolit dari INH bertanggung jawab atas
kerusakan hati. INH harus dihentikan apabila AST meningkat menjadi lebih dari 5 kali
nilai normal. Sebuah penelitian prospektif kohort, sebanyak 11.141 pasien yang menerima
terapi pencegahan INH dilaporkan memiliki tingkat terjangkit hepatitis lebih rendah.
Sebanyak 11 dari mereka (0,10% dari mereka yang memulai, dan 0,15% dari mereka yang
menyelesaikan terapi) terjangkit hepatitis. Dilaporkan juga dari bulan Januari 1991 sampai
Mei 1993, oleh Pusat Transplantasi Hati di New York dan Pennsylvania bahwa terkait
hubungan antara pasien hepatitis dengan terapi INH. Terdapat 8 pasien yang sedang
menjalankan monoterapi INH dg dosis biasa 300 mg per hari (untuk mencegah TB) terjangkit
hepatitis. Hepatotoksisitas jarang terjadi pada anak-anak yang menerima INH. Dalam 10
tahun analisis retrospektif, kejadian hepatotoksisitas pada 564 anak yang menerima INH (10

35

miligram per kilogram per hari (mg / kg / hari) dan dosis maksimum 300 mg / hari) untuk
profilaksis pada pengobatan TB adalah 0,18% . Namun demikian, kejadian hepatotoksisitas
pada anak-anak yang menerima INH dan rifampisin untuk TB adalah 3,3% di lain Studi
retrospektif (14 dari 430 anak-anak). (Kishore, dkk, 2010)
Rifampisin
Rifampicin dapat mengakibatkan kelainan pada fungsi hati yang umum pada tahap awal
terapi. Bhakan dalam beberapa kasus dapat menyebabkan hepatotoksisitas berat, lebih lagi
pada mereka dengan penyakit hati yang sudah ada sebelumnya, sehingga memaksa dokter
untuk mengubah pengobatan dan memilih obat yang aman untuk hati. Rifampicin
menyebabkan peningkatan transient dalam enzim hati biasanya dalam 8 minggu pertama
terapi pada 10- 15% pasien, dengan kurang dari 1% dari pasien menunjukkan rifampisin
terbuka-induced hepatotoksisitas. Sebanyak 16 pada 500.000 pasien yang menerima
rifampisin dilaporkan meninggal berkaitan dengan hepatotoksisitas Rifampicin. Insiden
hepatotoksisitas yang lebih tinggi dilaporkan terjadi pada pasien yang menerima rifampisin
dengan anti TB lain terutama Pirazinamid, dan diperkirakan sebanyak kurang dari 4%. Data
ini telah merekomendasikan bahwa rejimen ini tidak dianjurkan untuk pengobatan laten
tuberculosis. (Kishore, dkk, 2010)
Pirazinamid
Efek samping yang paling utama dari obat ini adalah hepatotoksisitas. Hepatotoksisitas dapat
terjadi sesuai dosis terkait dan dapat terjadi setiap saat selama terapi. Di Centre Disease
Control (CDC) Update, 48 kasus hepatotoksisitas yang dilaporkan pada pengobatan TB
dengan rejimen 2 bulan Pirazinamid dan Rifampisin antara Oktober 2000 dan Juni 2003. 37
pasien pulih dan 11 meninggal karena gagal hati. Dari 48 kasus yang dilaporkan, 33 (69%)
terjadi pada kedua bulan terapi. (Kishore, dkk, 2010)
Etambutol
Ada sedikit laporan hepatotoksisitas dengan Etambutol dalam pengobatan TB. Tes fungsi hati
yang abnormal telah dilaporkan pada beberapa pasien yang menggunakan etambutol yang
dikombinasi dengan OAT lainnya yang menyebabkan hepatotoksisitas. (Kishore, dkk, 2010)
Streptomisin
Tidak ada kejadian hepatotoksisitas yangdilaporkan. (Kishore, dkk, 2010)

36

Penatalaksanaan Tuberkulosis pada Hepatotoksisitas Imbas Obat


Hepatitis imbas obat adalah kelainan fungsi hati akibat penggunaan obat-obat hepatotoksik
(drug induced hepatitis).
Penatalaksanaan:
-

Bila Klinis (+) (Ikterik, gejala mual, muntah), maka OAT distop

Bila gejala (+) dan SGOT, SGPT > 3 kali, maka OAT distop

Bila gejala klinis (-), laboratorium terdapat kelainan (Bilirubin>2), maka OAT
distop

SGOT dan SGPT >5 kali nilai normal, maka OAT distop

SGOT dan SGPT> 3 kali, maka teruskan pengobatan dengan pengawasan

Paduan obat yang dianjurkan


-

Stop OAT yang bersifat hepatotoksik (RHZ)

Setelah itu monitor klinis dan laboratorium, bila klini dan laboratorium kembali
normal (bilirubin, SGOT dan SGPT), maka tambahkkan Isoniazid (H)
desensitisasi sampai dengan dosis penuh 300 mg. selama itu perhatikan klinis dan
periksa laboratorium saat Isoniazid dosis penuh. Bila klinis dan laboratorium
kembali normal, tambahkan Rifampicin, desensitisasi sampai dengan dosis penuh
(sesuai berat badan). Sehingga paduan obat menjadi RHES.

Pirazinamid tidak boleh diberikan lagi (PDPI, 2006)

Pada pasien tuberculosis dengan hepatitis C atau HIV mempunyai risiko


hepatotksisitas terhadap obat aniti tuberculosis lima kali lipat. Sementara pasien dengan karier
HBsAg positif dan HBeAg negative yang inaktif dapat diberikan obat standard jangka
pendek, yakni Isoniazid, Rifampisin, Etambutol, dan/atau Pirazinamid dengan syarat
pengawasan tes fungsi hati paling tidak dilakukan setiap bulan. Sekitar 10% pasien
tuberculosis yang mendapatkan Isoniazid mengalami kenaikan konsentrasi aminotransferase
serum dalam minggu-minggu pertama terapi yang nampaknya menunjukkan respon adaptif
terhadap metabolit toksik obat. Isoniazid dilanjutkan atau tidak tetap akan terjadi penurunan
konsentrasi aminotransferase sampai batas normal dalam beberapa minggu. Hanya sekitar 1%
yang berkembang menjadi seperti hepatitis viral, 50% kasus terjadi pada 2 bulan pertama dan
sisanya baru muncul beberapa bulan kemudian. (Xial, Yin Yin, dkk, 2010).
Rekomendasi Mengelola OAT

37

Pengelolaan OAT perlu diperhatikan agar kejadian hepatitis imbas obat dapat
diminimalisir sehingga pengobatan TB dapat berjalan efektif. Rekomendasi Nasional untuk
mengelola hepatotoksisitas imbas OAT antara lain:
Jika pasien tediagnosis hepatitis imbas obat OAT, maka pemberian OAT tersebut harus
dihentikan
Tunggu sampai jaundice hilang atau sembuh terlebih dahulu
Jika jaundice muncul lagi, dan pasien belum menyelesaikan tahap intensif, berikan dua
bulan
Streptomisin, INH dan Etambutol diikuti oleh 10 bulan INH dan Etambutol.
Jika pasien telah menyelesaikan tahap intensif, berikan INH dan Etambutol sampai 8
bulan pengobatan untuk Short Course Kemoterapi (SCC) atau 12 bulan untuk rejimen standar.
(Kishore, dkk, 2010)
Rekomendasi British Thoracic Society (BTS) untuk restart terapi pada pasien hepatotoksisitas
INH harus diberikan dengan dosis awal 50 mg / hari, dinakikkan perlahan sampai 300 mg /
hari setelah 2-3 hari. Jika tidak terjadi reaksi, lanjutkan.
Setelah 2-3 hari tanpa reaksi terhadap INH, tambahkan Rifampisin dengan dosis 75 mg /
hari
lalu naikkan menjadi 300 mg setelah 2-3 hari, dan kemudian 450 mg (<50 kg) atau 600 mg (>
50 kg) yang sesuai untuk berat badan pasien. Jika tidak ada reaksi yang terjadi, lanjutkan.
Akhirnya, pirazinamid dapat ditambahkan pada dosis 250 mg / hari, meningkat menjadi 1,0
g setelah 2-3 hari dan kemudian ke 1,5 g (<50 kg) atau 2 g (> 50 kg). (Kishore, dkk, 2010)
Strategi Untuk Meminimalisir Terjadinya Hepatotoksisitas OAT
Tes fungsi hati harus dilakukan sebelum memulai pengobatan TB dan sebaiknya
dipantau setiap 2 minggu selama awal dua bulan pada kelompok berisiko seperti pasien
dengan gangguan hati yang sudah ada, alkoholik, yang lansia dan kurang gizi. Hal ini tidak
hanya menjadi tanggung jawab para profesional kesehatan akan tetapi pendidikan kesehatan
ini harus dibebankan kepada semua pasien yang menjalani pengobatan TB secara rinci tidak
hanya mengenai kepatuhan dan manfaat dari OAT tetapi juga efek samping. Para pasien harus
waspada dan melaporkan segera jika terjadi gejala yang mengarah pada hepatitis seperti
hilangnya nafsu makan, mual, muntah, jaundice, yang terjadi selama pengobatan.
Selanjutmya, kondisi klinis pasien harus dinilai tidak hanya dalam hal pengendalian penyakit
tetapi juga dalam gejala dan tanda-tanda hepatitis pada mereka ikuti. OAT harus dihentikan
segera jika ada kecurigaan klinis reaksi hepatitis. Lalu tes fungsi hati harus diperiksa seperti
ALT, AST dan kadar bilirubin. (Kishore, dkk, 2010)
38

Kriteria yang Dapat Digunakan Untuk Menentukan Perkembangan Hepatotoksisitas


Imbas OAT
1.Periksa

kimia

normal

hati

sebelum

memulai

rejimen

obat

OAT

2. Tidak ada penggunaan alkohol atau penyalahgunaan obat sebelum memulai pemberian
OAT
3. Pasien harus menerima INH, Rifampicin atau Pirazinamid dengan dosis standar, sendiri
atau dalam kombinasi untuk minimal sebelum pengembangan kimia hati yang abnormal.
4. Saat menerima pengobatan OAT, harus ada peningkatan ALT dan / atau untuk AST> 120
IU / L (normal <40 IU / L) dan kadar bilirubin total. 1,5 mg / dl (normal, 1,5 mg / dl).
5.

Tidak

ada

penyebab

jelas

lainnya

untuk

peningkatan

chemistries

hati.

6. Penghapusan obat mengakibatkan normalisasi atau setidaknya peningkatan 50% dari kimia
hati yang abnormal. (Jaime, Ungo, dkk, 2010)
Uji Test OAT Penyebab Hepatotoksisitas
Masalah terbesar dengan pengobatan TB adalah drug-induced hepatitis, yang memiliki
tingkat kematian sekitar 5%. Tiga obat-obatan dapat menyebabkan hepatitis: Pirazinamid,
INH dan Rifampicin (dalam urutan penurunan frekuensi). Hal ini tidak mungkin untuk
membedakan antara tiga penyebab murni berdasarkan yanda-tanda dan gejala. Tes fungsi hati
harus diperiksa pada awal pengobatan, tetapi, jika normal, tidak perlu diperiksa lagi, pasien
hanya perlu memperingatkan gejala hepatitis. Dalam hal ini, tes hanya perlu dilakukan dua
minggu setelah memulai pengobatan dan kemudian setiap dua bulan selanjutnya, kecuali ada
masalah yang terdeteksi. Peningkatan kadar bilirubin dapat terjadi akibat pemakaian
Rifampicin (blok ekskresi bilirubin) dan namun biasanya kembali normal setalah 10 hari
(peningkatan enzim hati untuk mengimbangi produksi). Peningkatan pada transaminase hati
(ALT dan AST) yang utama di tiga minggu pertama pengobatan. Jika pasien asimtomatik dan
elevasi tidak berlebihan maka tidak ada tindakan yang perlu diambil. Beberapa ahli
menganggap pengobatan harus dihentikan jika penyakit kuning menjadi bukti klinis.

Jika hepatitis klinis signifikan terjadi saat pengobatan TB, maka semua obat harus
dihentikan sampai kadar transaminase kembali normal. Jika pengobatan TB tidak dapat
dihentikan, maka dapat diberikan Streptomycin dan Etambuto sampai kadar transaminase
kembali normal (kedua obat tidak berhubungan dengan hepatitis).

39

Obat harus kembali diperkenalkan secara individual. Ini tidak dapat dilakukan dalam suasana
rawat jalan, dan harus dilakukan di bawah pengawasan ketat. Seorang perawat harus hadir
untuk mengambil nadi pasien dan tekanan darah pada 15 interval menit selama minimal
empat jam setelah tiap dosis uji diberikan (masalah yang paling akan terjadi dalam waktu
enam jam pemberian dosis uji, (jika mereka akan terjadi). Pasien dapat menjadi sangat tibatiba sakit dan akses ke fasilitas perawatan intensif harus tersedia Obat-obatan yang harus
diberikan dalam urutan ini.:

* Hari 1: INH pada 1 / 3 atau 1 / 4 dosis


* Hari 2: INH pada 1 / 2 dosis
* Hari 3: INH dengan dosis penuh
* Hari 4: RMP pada 1 / 3 atau 1 / 4 dosis
* Hari 5: RMP jam 1 / 2 dosis
* Hari 6: RMP pada dosis penuh
* Hari 7: EMB pada 1 / 3 atau 1 / 4 dosis
* Hari 8: EMB pada 1 / 2 dosis
* Hari 9: EMB pada dosis penuh

Tidak lebih dari satu tes dosis per hari harus diberikan, dan semua obat lain harus
dihentikan sementara dosis uji yang sedang dilakukan. Maka pada hari 4, misalnya, pasien
hanya menerima RMP dan tidak ada obat lain yang diberikan. Jika pasien melengkapi
sembilan hari dosis tes, maka wajar untuk menganggap bahwa PZA telah menyebabkan
hepatitis dan tidak ada dosis uji PZA perlu dilakukan.
Alasan untuk menggunakan perintah untuk pengujian obat-obatan adalah karena kedua
obat yang paling penting untuk mengobati TB INH dan RMP, jadi ini adalah diuji pertama:
PZA adalah obat yang paling mungkin menyebabkan hepatitis dan juga merupakan obat yang
bisa paling mudah dihilangkan . EMB berguna ketika pola kepekaan organisme TB tidak
diketahui dan dapat dihilangkan jika organisme diketahui sensitif terhadap INH. Rejimen
masing-masing menghilangkan obat standar tercantum di bawah ini.
Urutan di mana obat yang diuji dapat bervariasi menurut pertimbangan sebagai
berikut:
1. Obat yang paling bermanfaat (INH dan RMP) harus diuji dahulu, karena tidak adanya

40

obat-obatan dari rejimen pengobatan sangat merusak kemanjurannya


2. Obat yang paling mungkin menyebabkan reaksi harus diuji sebagai paling akhir (dan
mungkin tidak perlu diuji sama sekali). (Wikipedia, 2008)
DAFTAR PUSTAKA

1. Eddy, PS. Sejarah dan Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis. Simposium


Tuberkulosis. Surabaya, Des. 1982 : 11-20.
2. Raviglione MC, Snider DE, Kochi Arata, Global Epidemiology of
Tuberculosis JAMA 1995 ; 273 : 220-26.
3. WHO.TB A Clinical manual for South East Asia. Geneva, 1997; 19-23.
4. Aditama T.Y. Tuberculosis Situation in Indonesia, Singapore, Brunei
Darussalam and in Philippines, Cermin Dunia Kedokteran 1993 ; 63 : 3 7.
5. Hudoyo, A. Penerapan Strategi DOTS bagi Penderita TB, Dalam Simposium
dan Semiloka TB Terintegrasi. RSUP Persahabatan, Jakarta, 1999.
6. Broekmans, JF. Success is possible it best has to be fought for, World Health
Forum An International Journal of Health Development. WHO, Geneva,
1997 ; 18 : 243 47.
7. Bing, K. Diagnostik dan klasifikasi tuberkulosis paru. RTD Diagnosis dan
Pengobatan Mutakhir Tuberkulosis Pam Semarang, Mei 1989 1-6.
8. Suryatenggara, W. Peranan pyrazinamide dalam pengobatan tuberkulosis
Yogyakarta 1984 : 43-55. paru jangka pendek. Simposium Pengobatan
Mutakhir Tuberkulosis Paru Bandung, 57-63.
9. PDPI. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia,
Jakarta. 2002.
10. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta, 2007;
3-4.
11. Widodo, Eddy. Upaya Peningkatan Peran Masyarakat Dan Tenaga Kesehatan
Dalam Pemberantasan Tuberkulosis. IPB, Bogor. 2004.
12. Werdhani, Retno Asti. Patofisiologi, Diagnosis, Dan Klafisikasi Tuberkulosis.
Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, Dan Keluarga FKUI.
2002.

41

You might also like