Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
Attika Dini Ardiana
(030.10.042)
Pembimbing :
dr. Sukaenah Shebubakar Sp.P
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
Pada Tanggal
: 17 Juni 2015
Tempat
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan
kasus dengan judul Tuberkulosis Paru dengan Drug Induced Hepatitis. Laporan
kasus ini diajukan dalam rangka melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih periode Mei 2015 Juli
2015. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih atas
bantuan dan kerja sama yang telah diberikan selama penyusunan laporan kasus ini,
kepada dr. Sukenah Shebubakar, SpP selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih.
Penulis menyadari laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis
mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dari semua pihak agar laporan
kasus ini dapat menjadi lebih baik dan berguna bagi semua pihak yang membacanya.
Penulis memohon maaf sebesar-besarnya apabila masih banyak kesalahan maupun
kekurangan dalam laporan kasus ini.
Penulis
DAFTAR ISI
ii
KATA PENGANTAR.......................................................................................
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN........................................................................
BAB II
LAPORAN KASUS.....................................................................
A. Identitas Pasien.
B. Anamnesis.
C. Pemeriksaan Fisik.
D. Pemeriksaan Penunjang
11
E. Ringkasan..
16
F. Follow Up Pasien...
22
TINJAUAN PUSTAKA...
26
DAFTAR PUSTAKA..
43
BAB III
BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis
adalah
suatu
penyakit
yang
disebabkan
oleh
kuman
mikobakterium tuberkulosa. Hasil ini ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada
tahun 1882.
Penyakit tuberkulosis sudah ada dan dikenal sejak zaman dahulu, manusia
sudah berabad-abad hidup bersama dengan kuman tuberkulosis. Hal ini dibuktikan
dengan ditemukannya lesi tuberkulosis pada penggalian tulang-tulang kerangka di
Mesir. Demikian juga di Indonesia, yang dapat kita saksikan dalam ukiran-ukiran
pada dinding candi Borobudur.
Diseluruh dunia tahun 1990 WHO melaporkan terdapat 3,8 juta kasus baru TB
dengan 49% kasus terjadi di Asia Tenggara. Dalam periode 1984 1991 tercatat
peningkatan jumlah kasus TB diseluruh dunia, kecuali Amerika dan Eropa. Di tahun
1990 diperkirakan 7,5 juta kasus TB dan 2,5 juta kematian akibat TB diseluruh dunia.
Annual Risk Infection ditahun 1980 1985 dinegara-negara Asia Tenggara
diperkirakan sekitar 2% yang berarti terdapat insidensi 100 kasus BTA (+) per
100.000 penduduk.3 Tahun 1987 di Singapura terdapat 62 kasus per 100.000
penduduk, dengan rata-rata penurunan tahunan 5,7% sejak tahun 1959. Brunei
Darussalam dengan angka kematian 8,5 kasus per 100.000 penduduk dengan insiden
BTA (+) 84 kasus per 226.000 penduduk. Sedangkan Filipina ditahun 1981 1983
memperkirakan prevalensi BTA (+), 0,95%.4 Berdasarkan data dari SEAMIC Health
Statistic tahun 1990, penyakit tuberkulosis penyebab kematian no. 10 di Thailand
tahun 1989 dan menduduki urutan ke 4 di Filipina pada tahun 1987.5 Menurut Global
TB WHO, 1998 saat ini pusat dari epidemi TB berada di Asia dengan terdapat 4,5
juta dari 8 juta kasus yang diperkirakan terdapat di dunia atau 50% kasusnya di 6
negara yaitu India, Cina, Bangladesh, Pakistan, Indonesia dan Filipina. Indonesia
menempati urutan ke-3 sebagai penyumbang kasus terbesar di dunia setelah India dan
Cina.
Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen
Kesehatan RI, tahun 1972 TB menempati urutan ke 3 penyebab kematian menurut
SKRT tahun 1980 TB menempati urutan ke 4, dan menurut SKRT tahun 1992, TB
menempati urutan nomor 2 sesudah penyakit sistem sirkulasi.
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. M
Jenis kelamin
: Laki Laki
Umur
: 69 tahun
Alamat
Pekerjaan
: Pensiunan
Status perkawinan
: Menikah
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMA
Masuk RS
: Senin, 8/6/2015
B. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis kepada OS pada hari Selasa 10/6/2015
1. Keluhan Utama
Penurunan kesadaran sejak 1hari SMRS
dan adanya gangguan pada saat buang air kecil maupun buang air besar disangkal oleh
keluarga pasien.
Pasien didiagnosa memiliki penyakit TB paru kurang lebih semenjak 4 bulan yang
lalu, saat itu pasien mengeluh adanya batuk berdahak yang tidak kunjung sembuh, dan adanya
sesak serta nyeri pada bagian dadanya. Oleh karena itu pasien diberikan obat anti
tuberkulosis, dan menurut keluarga pasien, pasien rajin kontrol dan meminum obat tersebut,
sampai pada akhirnya pasien tidak sadarkan diri setelah meminum obat, sehingga obat
tersebut dihentikan pemakaiannya hingga sekarang.
- Riwayat AKI dd CKD
- Riwayat osteoartritis
Kurang lebih 2 bulan yang lalu, pasien dibawa ke RSUD Budhi Asih dengan keluhan
nyeri dan kaku pada bagian lututnya yang menyebabkan os terjatuh dan terdapat fraktur
tertutup pada paha kanannya, yang membuat kaku os menjadi bengkak dan nyeri hingga
sekarang. Kemudian pasien didiagnosa memiliki osteoartritis dan diberi obat oleh dokter
ortopedi untuk mengatasi keluhannya tersebut.
-Riwayat Asma (-)
-Riwayat Alergi (-)
5. Riwayat Kebiasaan
Os memiliki kebiasaan senang mengonsumsi nasi dengan makanan berlemak seperti
daging kambing. Dalam jangka waktu satu hari, pasien bisa makan sekitar 5x dalam
sehari. Pasien juga gemar mengonsumsi kopi sachet dua bungkus perhari. Dari pasien
masih berumur muda hingga pasien mengalami stroke kurang lebih 2 tahun yang lalu,
pasien merupakan perokok aktif sekitar 3-4 bungkus sehari namun sekarang sudah
berhenti. Pasien rutin berolahraga sepeda tiap hari libur, dan juga pasien tidak pernah
mengkonsumsi minuman alkohol.
6. Riwayat Lingkungan
Pasien tinggal di daerah dekat perkantoran, lingkungan rumah dikatakan padat
penduduk dan rumah kurang sirkulasi udara yang baik.
7. Riwayat Sosio-Ekonomi
Pasien merupakan seorang pensiunan sebuah perusahaan swasta yang bergerak
dibidang asuransi, sekarang pasien hidup dan tinggal bersama istrinya dirumahnya
sendiri dengan pesangon sebagai sumber biaya penghidupan sehari harinya.
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
Kesan sakit
Kesadaran
: Somnolen
2. Tanda vital
Suhu
: 36,4 C
Nadi
: 90 x/menit
Pernafasan
: 20 x/menit, thorakoabdominal
Tekanan Darah
: 140/80 mmHg
3. Status Generalis
o
o
o
Inspeksi :
Palpasi :
Perkusi :
Auskultasi :
- Normochest
- Bentuk dada simetris saat statis dan dinamis
- Tidak ada retraksi dinding dada
- Vokal fremitus melemah pada sisi kiri,
- Sonor diseluruh lapang paru
-Batas paru hepar : linea midclavicularis dekstra ICS 5
- Vesikular dikedua lapang paru
- Ronkhi +/+
- Wheezing -/-
b. Jantung
o Inspeksi
o Palpasi
o Perkusi
o Auskultasi
Abdomen
:
- Inspeksi
- Palpasi
- Perkusi
- Auskultasi
Ekstremitas Atas
Ekstremitas Bawah
: Buncit
: Supel, nyeri tekan (-),
Hepar teraba membesar
: Shifting dullness (+)
: Bising usus (+) normal
10
HASIL
SATUAN
NILAI NORMAL
Leukosit
16,4*
ribu/ul
3.6-11
Eritrosit
3,5*
Juta/ul
3.8-5.2
g/dl
11.7-15.5
Hemoglobin
11.4*
Hematokrit
34*
35-47
Trombosit
175
Ribu/ul
150-440
LED
27
Mm/jam
0-30
MCV
97
fl
80-100
MCH
32,7
pg
26-34
MCHC
33,7
g/dl
32-36
14,9*
<14
Basofil
0-1
Eosinofil
2-4
Netrofil batang
3-5
Netrofil segmen
64
50-70
Limfosit
25
25-40
Monosit
2-8
RDW
HITUNG JENIS:
1825 *
mU/dl
<27
SGPT
322*
mU/dl
<34
METABOLISME KARBOHIDRAT :
Glukosa darah sewaktu
127*
mg/dl
<110
mmol/L
135-155
ELEKTROLIT:
Natrium (Na)
147
11
Kalium (K)
Mmol/L
3.6-5.5
116* Mmol/L
98-109
Ureum
141* mg/dl
17-49
Kreatinin
2.88* mg/dl
<1.1
Klorida (Cl)
4.2
GINJAL
KIMIA KLINIK :
Analisa Gas Darah
pH
7,41
pCO2
28*
mmHg
35-45
139*
mmHg
80-100
HCO3
18*
mmol/L
21-28
Total CO2
19*
mmol/L
23-27
Saturasi O2
99
95-100
mEq/L
-2.5-2.5
mg/dl
<110
pO2
-5.0
7,35-7,45
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Darah CITO
131*
1608 *
mU/dl
<27
SGPT
714*
mU/dl
<34
Bilirubin Total
2,16*
U/L
<1
IMUNOSEROLOGI HEPATITIS
HbsAg Kualitatif
Non reaktif
Non Reaktif
12
Albumin
2,7 *
g/dl
3.2-4.6
HASIL
SATUAN
NILAI NORMAL
Leukosit
11,6*
ribu/ul
3.6-11
Eritrosit
3.9*
Juta/ul
3.8-5.2
g/dl
11.7-15.5
Hemoglobin
12.8*
Hematokrit
36*
35-47
Trombosit
151
Ribu/ul
150-440
MCV
92.2
fl
80-100
MCH
32.2
pg
26-34
MCHC
35.2
g/dl
32-36
<14
RDW
15.1*
503 *
mU/dl
<27
SGPT
563*
mU/dl
<34
Bilirubin Total
1.35*
U/L
<1
GINJAL
Ureum
Kreatinin
86* mg/dl
1.27* mg/dl
17-49
<1.1
KIMIA KLINIK :
Analisa Gas Darah
pH
pCO2
7,48*
7,35-7,45
29*
mmHg
35-45
145*
mmHg
80-100
22
mmol/L
21-28
Total CO2
23*
mmol/L
23-27
Saturasi O2
99
95-100
mEq/L
-2.5-2.5
pO2
HCO3
0.0
13
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Darah CITO
110* mg/dl
<110
112 *
mU/dl
<27
SGPT
410*
mU/dl
<34
135*
mg/dl
<110
SGOT
37*
mU/dl
<27
SGPT
214*
mU/dl
<34
100
mg/dl
<110
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Darah Sewaktu
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Darah Sewaktu
KIMIA KLINIK :
Analisa Gas Darah
pH
pCO2
7,50*
7,35-7,45
31*
mmHg
35-45
pO2
87
mmHg
80-100
HCO3
25
mmol/L
21-28
Total CO2
25
mmol/L
23-27
Saturasi O2
97
95-100
2.3
mEq/L
-2.5-2.5
ELEKTROLIT:
14
Natrium (Na)
137
mmol/L
135-155
Kalium (K)
3.9
Mmol/L
3.6-5.5
Klorida (Cl)
108
Mmol/L
98-109
2. Radiologi
Kesan:
Foto Thorax PA
-
CTR >50%
Terdapat cardiomegali dengan edema paru
Terdapat bercak infiltrat pada kedua lapang paru.
Jaringan lunak dan tulang-tulang dinding dada baik
E. RINGKASAN
Os datang dengan keluhan tidak sadarkan diri sejak 1 hari SMRS setelah pasien
minum 4 obat anti tuberkulosis. Sebelumnya, pasien sempat mengeluh adanya rasa gatal di
seluruh badannya, terutama didaerah paha, bokong dan punggung. Selain rasa gatal, pasien
juga mengeluh bahwa kakinya terasa bengkak dan kesemutan serta adanya rasa begah pada
perutnya. Keluarga pasien mengaku bahwa pasien sempat mengeluh adanya rasa mual tetapi
tidak ada yang dimuntahkan. Keluhan seperti demam, nyeri perut dan adanya gangguan pada
15
saat buang air kecil maupun buang air besar disangkal oleh keluarga pasien. Pasien memiliki
riwayat penyakit diabetes mellitus, hipertensi, stroke, TB on OAT selama 4 bulan,
osteoartritis, batu pada saluran kemih, dan rwayat penyakit ginjal. Pada keluarga pasien
didapatkan riwayat penyakit diabetes mellitus dan hipertensi dari ayah pasien. Pasien
memiliki kebiasaan senang mengonsumsi makanan yang manid dan makanan yang berlemak.
Pasien gemar mengonsumsi kopi dan merokok 3 bungkus perhari semenjak pasien masih
muda hingga 2 tahun belakangan ini sebelum pasien terkena stroke. Pasien tidak pernah
mengkonsumsi minuman alkohol.
Pada pemeriksaan fisik mulut didapatkan mukosa bibir kering, Oral hygiene buruk.
Pada thorax didapatkan vocal fremitus melemah pada sebelah kiri, dan didapatkan rhonki
pada kedua lapang paru. Pada abdomen didapatkan perut yang buncit dengan shifting dullness
positif dan hepar teraba membesar pada saat di palpasi, dan pada ekstremitas bawah
didapatkan pitting oedema pada kedua tungkai positif. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan SGOT/SGPT : 1825/32 (meningkat), Ureum dan creatinin 141/28.8 (meningkat).
Pada pemeriksaan rontgen didapatkan kesan cardiomegali dengan edema paru serta bercak
infiltrat pada kedua lapang paru.
DAFTAR MASALAH
1. TB Paru
2. Drug Induced Hepatitis
3. DM Tipe II
4. AKI dd CKD
5. Hipertensi Gr II
6. Osteoartritis
ASSESMENT
1. TB paru
Berdasarkan anamnesis :
Pasien didiagnosa memiliki penyakit TB paru kurang lebih semenjak 4 bulan yang
lalu, saat itu pasien mengeluh adanya batuk berdahak yang tidak kunjung sembuh, dan adanya
sesak serta nyeri pada bagian dadanya. Oleh karena itu pasien diberikan obat anti
tuberkulosis, dan menurut keluarga pasien, pasien rajin kontrol dan meminum obat tersebut,
sampai pada akhirnya pasien tidak sadarkan diri setelah meminum obat, sehingga obat
tersebut dihentikan pemakaiannya hingga sekarang.
Berdasarkan pemeriksaan penunjang :
16
Foto thorax:
Didapatkan bercak infiltrat yang luas pada kedua lapang paru.
Tata laksana:
-
Nilai Laboratorium
7 Juni 2015
9 Juni 2015
12 Juni 2015
15 Juni 2015
Tatalaksana :
Aminofusin Hepar
Inj Cefepim 2x1
Curcuma 3x2
Asam folat 3x1
B12 3x1
CaCO3 3x1
Biocurlive 3x1
HepaQ 3x3
Episan syrup 3xC1
Cendantron 3x1
3. DM Tipe II
17
Berdasarkan anamnesis :
Os mengaku memiliki riwayat kencing manis sejak 2 tahun lalu hingga sekarang,
keluarga pasien menceritakan bahwa pasien sering mengonsumsi obat metformin yang
didapatkan dari puskesmas. Riwayat kebiasaan pasien yang banyak makan 5 kali sehari.
Berdasarkan pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan laboratorium :
Tanggal Pemeriksaan
Nilai Laboratorium
7 Juni 2015
8 Juni 2015
12 Juni 2015
15 Juni 2015
Tatalaksana :
-
Metformin 1x1
Periksa glukosa darah sewaktu
4. AKI dd CKD
Berdasarkan pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan laboratorium :
Tanggal Pemeriksaan
Nilai Laboratorium
7 Juni 2015
12 Juni 2015
Tatalaksana :
-
Aminoral 3x1
Periksa fungsi ginjal ureum dan creatinin
5. Hipertensi Grade II
Berdasarkan anamnesis :
Os memiliki riwayat darah tinggi sejak 5 tahun yang lalu hingga sekarang, pasien
sering mengeluh adanya rasa pusing setiap ia belum minum obat. Pasien rajin kontrol dan
rutin meminum obat candesartan yang diberikan oleh puskesmas.
Berdasarkan pemeriksaan fisik:
Tanggal Pemeriksaan
18
8 Juni 2015
T : 140/80
9 Juni 2015
T : 160/90
10 Juni 2015
T : 120/90
11 Juni 2015
T : 120/90
Tatalaksana :
Amlodipin 1x1
6. Osteoartritis
Berdasarkan Anamnesis:
Kurang lebih 2 bulan yang lalu, pasien dibawa ke RSUD Budhi Asih dengan keluhan nyeri
dan kaku pada bagian lututnya yang menyebabkan os terjatuh dan terdapat fraktur tertutup
pada paha kanannya, yang membuat kaku os menjadi bengkak dan nyeri hingga sekarang.
Kemudian pasien didiagnosa memiliki osteoartritis dan diberi obat oleh dokter ortopedi untuk
mengatasi keluhannya tersebut
Tatalaksana :
Osteocal 1x1
PROGNOSIS
AD VITAM : dubia ad bonam
AD SANATIONAM : dubia ad malam
AD FUNGSIONAM : dubia ad malam
19
Objektif
Assessment
Planning
TB Paru on OAT
Ensefalopati Hepatikum
AKI dd CKD
Hipertensi Gr II
- DM Tipe II
Aminofusin Hepar
Inj Cefepim 2x1
Curcuma 3x2
Asam folat 3x1
B12 3x1
CaCO3 3x1
Biocurlive 3x1
Aminoral 3x1
HepaQ 3x3
Episan syrup 3xC1
Cendantron 3x1
20
Objektif
Assessment
Planning
TB Paru on OAT
AKI dd CKD
Hipertensi Gr II
- DM Tipe II
Aminofusin Hepar
Inj Cefepim 2x1
Curcuma 3x2
Asam folat 3x1
B12 3x1
CaCO3 3x1
Biocurlive 3x1
Aminoral 3x1
HepaQ 3x3
Episan syrup 3xC1
Cendantron 3x1
21
Objektif
Assessment
Planning
TB Paru on OAT
AKI dd CKD
Hipertensi Gr II
- DM Tipe II
Pasang NGT
Aminofusin Hepar
Inj Cefepim 2x1
Curcuma 3x2
Asam folat 3x1
B12 3x1
CaCO3 3x1
Biocurlive 3x1
Aminoral 3x1
HepaQ 3x3
Episan syrup 3xC1
Cendantron 3x1
22
Objektif
Assessment
Planning
TB Paru on OAT
AKI dd CKD
Hipertensi Gr II
- DM Tipe II
Pasang NGT
Aminofusin Hepar
Inj Cefepim 2x1
Curcuma 3x2
Asam folat 3x1
B12 3x1
CaCO3 3x1
Biocurlive 3x1
Aminoral 3x1
HepaQ 3x3
Episan syrup 3xC1
Cendantron 3x1
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
1. TB PARU
DEFINISI
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mikobakterium tuberkulosa. Penyebab penyakit ini adalah bakteri kompleks Mycobacterium
tuberculosis. Mycobacteria termasuk dalam famili Mycobacteriaceae dan termasuk dalam
23
Mycobacterium tuberculosis
ETIOLOGI
Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Yang tergolong dalam kuman
Mycobacterium tuberculosae complex adalah: 1. M. tuberculosae, 2. Varian Asian, 3. Varian
African I, 4. Varian African II, 5. M. bovis. Pembagian tersebut berdasarkan perbedaan secara
epidemiologi.
Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian
peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap
asam (asam alcohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan
terhadap gangguan kimia dan fisis 2. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun
dalam keadaan dingin (dapat bertahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena
kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan
menjadikan penyakit tuberculosis aktif lagi4.
24
Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma
makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena
banyak mengandung lipid.
Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman menyenangi
jaringan yang tinggi kandungan oksigennya 10. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian
apical paru-paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apical ini merupakan tempat
predileksi penyakit tuberculosis.
PATOFISIOLOGI
Pada tuberculosis, basil tuberculosis menyebabkan suatu reaksi jaringan yang aneh di
dalam paru-paru meliputi : penyerbuan daerah terinfeksi oleh makrofag, pembentukan
dinding di sekitar lesi oleh jaringan fibrosa untuk membentuk apa yang disebut dengan
tuberkel. Banyaknya area fibrosis menyebabkan meningkatnya usaha otot pernafasan untuk
ventilasi paru dan oleh karena itu menurunkan kapasitas vital, berkurangnya luas total
permukaan membrane respirasi yang menyebabkan penurunan kapasitas difusi paru secara
progresif, dan rasio ventilasi-perfusi yang abnormal di dalam paru-paru dapat mengurangi
oksigenasi darah9.
MANIFESTASI KLINIS
Penderita TB paru akan mengalami berbagai gangguan kesehatan, seperti batuk
berdahak kronis, demam subfebril, berkeringat tanpa sebab di malam hari, sesak napas, nyeri
dada, dan penurunan nafsu makan. Semuanya itu dapat menurunkan produktivitas penderita
bahkan kematian.
25
26
27
PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi
kuman terhadap OAT3.
1. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan
dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi).
Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat
dianjurkan.
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT =
Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap awal (intensif)
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan 5.
Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu
yang lebih lama.
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan
2. Panduan OAT yang digunakan di Indonesia
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:
a. TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas
Paduan obat yang dianjurkan :
1) 2 RHZE / 4 RH atau
2) 2 RHZE / 4R3H3 atau
3) 2 RHZE/ 6HE.
28
Berobat 4 bulan, BTA saat ini negatif , klinik dan radiologik tidak aktif /
perbaikan, pengobatan OAT STOP. Bila gambaran radiologik aktif, lakukan
analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan
juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai
dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang
29
lebih lama. Jika telah diobati dengan kategori II maka pengobatan kategori II
diulang dari awal.
o
Berobat > 4 bulan, BTA saat ini positif : pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. Jika
telah diobati dengan kategori II maka pengobatan kategori II diulang dari awal.
Berobat < 4 bulan, BTA saat ini positif atau negatif dengan klinik dan radiologik
positif: pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang sama
Jika memungkinkan sebaiknya diperiksa uji kepekaan (kultur resistensi) terhadap OAT.
e. TB Paru kasus kronik
1) Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan
RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi
(minimal terdapat 3 macam OAT yang masih sensitif dengan H tetap diberikan
walaupun resisten) ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon, betalaktam,
makrolid.
2) Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup.
3) Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan.
4) Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru
Catatan : TB diluar paru lihat TB dalam keadaan khusus
Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan
Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk
digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk
menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant tuberculosis).
Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioriti utama
WHO. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO
menyarakan untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam
pengobatan TB primer pada tahun 1998. Dosis obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap
berdasarkan WHO seperti terlihat pada tabel 3.
Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain:
1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal.
2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan pengobatan
yang tidak disengaja.
3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar dan
standar.
30
Intermitten
(mg/kgBB/Hari)
Dosis
Maksimum
< 40
40-60
> 60
8-12
10
10
600
300
450
600
4-6
10
300
150
300
450
20-30
25
35
750
1000
1500
15-20
15
30
750
1000
1500
15-18
15
15
Sesuai
BB
750
1000
1000
Tahap Intensif
Tahap Lanjutan
RHZE (150/75/400/275)
RH (150/150)
30-37 kg
2 tablet 4KDT
2 tablet 2KDT
38-54 kg
3 tablet 4KDT
3 tablet 2KDT
55-70 kg
4 tablet 4KDT
4 tablet 2KDT
71 kg
5 tablet 4KDT
5 tablet 2KDT
Intensif
Lama
Pengobatan
2 bulan
Tablet
Isoniasid
Kaplet
Rifampisin
Tablet
Pirazinamid
Tablet
Etambutol
@ 300 mg
@ 450 mg
@ 500 mg
@ 250 mg
Jumlah
hari/kali
menelan
obat
56
31
Lanjutan
4 bulan
48
Berat
Badan
30-37 kg
Tahap Intensif
Tahap Lanjutan
Tiap hari
3 kali seminggu
RHZE (150/75/400/275) + S
RH (150/150) + E (400)
Selama 56 hari
Selama 28 hari
Selama 20 minggu
2 tablet 4KDT
2 tablet 4KDT
2 tablet 2KDT
3 tablet 4KDT
+ 2 tablet Etambutol
3 tablet 4KDT
3 tablet 2KDT
4 tablet 4KDT
+ 3 tablet Etambutol
4 tablet 4KDT
4 tablet 2KDT
5 tablet 4KDT
+ 4 tablet Etambutol
5 tablet 4KDT
5 tablet 2KDT
+ 5 tablet Etambutol
Tahap
Intenif
(dosis
harian
Lama
Pengobatan
Tablet
Isoniasid
Kaplet
Rifampisin
@ 300
mg
@ 450 mg
2 bulan
1 bulan
Tablet
Pirazinami
d
Etambutol
Streptomisi
n Injeksi
Jumlah/
Tablet
Tablet
@ 500 mg
@ 250
mg
@ 400
mg
0,75 gr
56
28
Tahap
Lanjutan
32
kali
menelan
obat
(dosis 3x
seminggu
)
4 bulan
60
30-37 kg
2 tablet 4KDT
38-54 kg
3 tablet 4KDT
55-70 kg
4 tablet 4KDT
71 kg
5 tablet 4KDT
Tahap
Intensif
(dosis
harian)
Lamanya
Pengobatan
1 bulan
Tablet
Isoniasid
Kaplet
Rifampisin
Tablet
Pirazinamid
Tablet
Etambutol
@ 300 mg
@ 450 mg
@ 500 mg
@ 250 mg
Jumlah hari/kali
menelan obat
28
33
Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis yang
telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam batas
dosis terapi dan non toksik. Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut,
bila mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / dokter spesialis paru /
fasiliti yang mampu menanganinya.
(TB-MDR).
Setiap
tahun
diperkirakan
ada
satu
juta
kasus baru dan dua juta kematian terjadi akibat TB di dunia. (Amin dan Asril, 2006)
Selain itu, efek samping dan toksisitas obat juga memiliki sebuah ancaman baik untuk
dokter dan pasien dalam melanjutkan terapi. Di antara berbagai efek yang disebabkan oleh
obat TB, kerusakan hati yang paling banyak. Kerusakan hati disebabkan oleh sebagian besar
obat lini pertama dan hal ini tidak hanya menjadi sebuah tantangan serius dalam menghadapi
pengobatan dan perawatan TB tetapi juga menimbulkam kesulitan dalam memulai
pengobatan. Regimen pengobatan untuk TB Nasional yang direkomendasikan yakni Isoniazid
(INH), Rifampisin (R), Etambutol (E), pirazinamid (P) dan Streptomisin (S). (Kishore, dkk,
2010)
Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z) dan etambutol (E)/ streptomisin (S) (3
obat pertama bersifat hepatotoksik). Factor risiko hepatotoksisitas: Faktor Klinis (usia lanjut,
pasien wanita, status nutrisi buruk, alcohol, punya penyakit dasar hati, karier HBV, prevalensi
tinggi di negara berkembang, hipoalbumin, TBC lanjut, pemakaian obat tidak sesuai aturan
dan status asetilatornya) dan Faktor Genetik. Risiko hepatotoksisitas pasien TBC dengan
HCV atau HIV yang memakai OAT adalah 4-5 x lipat. Telah dibuktikan secara meyakinkan
adanya keterkaitan antara HLA-DR2 dengan tuberculosis pada berbagai populasi dan
keterkaitan variasi gen NRAMPI dengan kerentanan terhadap tuberculosis. (Kishore, dkk,
2010)
Manifestasi Klinis Hepatotoksisitas Imbas OAT
Presentasi klinis hepatitis akibat Obat Anti Tuberkulosis (OAT) terkait mirip dengan
hepatitis virus akut. OAT bisa menyebabkan hepatotoksisitas dengan tingkat gejala yang
34
bervariasi dari asimtomatik hingga simptomatik seperti mual, muntah, anoreksia, jaundice,
dll. Enzim hati transaminase mengalami kenaikan seperti pada kegagalan hati akut. (Kishore,
dkk, 2010).
Jika dalam pasien tuberculosis yang sedang dalam pengobatan OAT dan memberikan
gejala hepatitis akut seperti di bawah ini, maka hal ini dapat dijadikan acuan diagnose
hepatotoksisitas imbas OAT telah terjadi. Individu yang dijangkiti akan mengalami sakit
seperti kuning, keletihan, demam, hilang selera makan, muntah-muntah, sclera ikterik,
jaundice, pusing dan kencing yang berwarna hitam pekat
Efek Hepatotoksik OAT
Disfungsi hati dapat didefinisikan sebagai peningkatan enzim hati alanine
transaminase (ALT) hingga 1,5 kali di atas batas atas normal atau paling tidak terdapat
peningkatan dua kali dalam empat minggu pengobatan tuberculosis. Kenaikan progresif ALT
dan kadar bilirubin jauh lebih berbahaya. Beberapa penulis menyarankan menghentikan obatobatan hepatotoksik jika tingkat ALT meningkat tiga kali atau lebih dibandingkan dengan
normal, sementara yang lain merekomendasikan lima kali. Drug-Induced Hepatitis dapat
diklasifikasikan
berdasarkan
potensi
masing-masing
OAT
yang
menyebabkan
35
miligram per kilogram per hari (mg / kg / hari) dan dosis maksimum 300 mg / hari) untuk
profilaksis pada pengobatan TB adalah 0,18% . Namun demikian, kejadian hepatotoksisitas
pada anak-anak yang menerima INH dan rifampisin untuk TB adalah 3,3% di lain Studi
retrospektif (14 dari 430 anak-anak). (Kishore, dkk, 2010)
Rifampisin
Rifampicin dapat mengakibatkan kelainan pada fungsi hati yang umum pada tahap awal
terapi. Bhakan dalam beberapa kasus dapat menyebabkan hepatotoksisitas berat, lebih lagi
pada mereka dengan penyakit hati yang sudah ada sebelumnya, sehingga memaksa dokter
untuk mengubah pengobatan dan memilih obat yang aman untuk hati. Rifampicin
menyebabkan peningkatan transient dalam enzim hati biasanya dalam 8 minggu pertama
terapi pada 10- 15% pasien, dengan kurang dari 1% dari pasien menunjukkan rifampisin
terbuka-induced hepatotoksisitas. Sebanyak 16 pada 500.000 pasien yang menerima
rifampisin dilaporkan meninggal berkaitan dengan hepatotoksisitas Rifampicin. Insiden
hepatotoksisitas yang lebih tinggi dilaporkan terjadi pada pasien yang menerima rifampisin
dengan anti TB lain terutama Pirazinamid, dan diperkirakan sebanyak kurang dari 4%. Data
ini telah merekomendasikan bahwa rejimen ini tidak dianjurkan untuk pengobatan laten
tuberculosis. (Kishore, dkk, 2010)
Pirazinamid
Efek samping yang paling utama dari obat ini adalah hepatotoksisitas. Hepatotoksisitas dapat
terjadi sesuai dosis terkait dan dapat terjadi setiap saat selama terapi. Di Centre Disease
Control (CDC) Update, 48 kasus hepatotoksisitas yang dilaporkan pada pengobatan TB
dengan rejimen 2 bulan Pirazinamid dan Rifampisin antara Oktober 2000 dan Juni 2003. 37
pasien pulih dan 11 meninggal karena gagal hati. Dari 48 kasus yang dilaporkan, 33 (69%)
terjadi pada kedua bulan terapi. (Kishore, dkk, 2010)
Etambutol
Ada sedikit laporan hepatotoksisitas dengan Etambutol dalam pengobatan TB. Tes fungsi hati
yang abnormal telah dilaporkan pada beberapa pasien yang menggunakan etambutol yang
dikombinasi dengan OAT lainnya yang menyebabkan hepatotoksisitas. (Kishore, dkk, 2010)
Streptomisin
Tidak ada kejadian hepatotoksisitas yangdilaporkan. (Kishore, dkk, 2010)
36
Bila Klinis (+) (Ikterik, gejala mual, muntah), maka OAT distop
Bila gejala (+) dan SGOT, SGPT > 3 kali, maka OAT distop
Bila gejala klinis (-), laboratorium terdapat kelainan (Bilirubin>2), maka OAT
distop
SGOT dan SGPT >5 kali nilai normal, maka OAT distop
Setelah itu monitor klinis dan laboratorium, bila klini dan laboratorium kembali
normal (bilirubin, SGOT dan SGPT), maka tambahkkan Isoniazid (H)
desensitisasi sampai dengan dosis penuh 300 mg. selama itu perhatikan klinis dan
periksa laboratorium saat Isoniazid dosis penuh. Bila klinis dan laboratorium
kembali normal, tambahkan Rifampicin, desensitisasi sampai dengan dosis penuh
(sesuai berat badan). Sehingga paduan obat menjadi RHES.
37
Pengelolaan OAT perlu diperhatikan agar kejadian hepatitis imbas obat dapat
diminimalisir sehingga pengobatan TB dapat berjalan efektif. Rekomendasi Nasional untuk
mengelola hepatotoksisitas imbas OAT antara lain:
Jika pasien tediagnosis hepatitis imbas obat OAT, maka pemberian OAT tersebut harus
dihentikan
Tunggu sampai jaundice hilang atau sembuh terlebih dahulu
Jika jaundice muncul lagi, dan pasien belum menyelesaikan tahap intensif, berikan dua
bulan
Streptomisin, INH dan Etambutol diikuti oleh 10 bulan INH dan Etambutol.
Jika pasien telah menyelesaikan tahap intensif, berikan INH dan Etambutol sampai 8
bulan pengobatan untuk Short Course Kemoterapi (SCC) atau 12 bulan untuk rejimen standar.
(Kishore, dkk, 2010)
Rekomendasi British Thoracic Society (BTS) untuk restart terapi pada pasien hepatotoksisitas
INH harus diberikan dengan dosis awal 50 mg / hari, dinakikkan perlahan sampai 300 mg /
hari setelah 2-3 hari. Jika tidak terjadi reaksi, lanjutkan.
Setelah 2-3 hari tanpa reaksi terhadap INH, tambahkan Rifampisin dengan dosis 75 mg /
hari
lalu naikkan menjadi 300 mg setelah 2-3 hari, dan kemudian 450 mg (<50 kg) atau 600 mg (>
50 kg) yang sesuai untuk berat badan pasien. Jika tidak ada reaksi yang terjadi, lanjutkan.
Akhirnya, pirazinamid dapat ditambahkan pada dosis 250 mg / hari, meningkat menjadi 1,0
g setelah 2-3 hari dan kemudian ke 1,5 g (<50 kg) atau 2 g (> 50 kg). (Kishore, dkk, 2010)
Strategi Untuk Meminimalisir Terjadinya Hepatotoksisitas OAT
Tes fungsi hati harus dilakukan sebelum memulai pengobatan TB dan sebaiknya
dipantau setiap 2 minggu selama awal dua bulan pada kelompok berisiko seperti pasien
dengan gangguan hati yang sudah ada, alkoholik, yang lansia dan kurang gizi. Hal ini tidak
hanya menjadi tanggung jawab para profesional kesehatan akan tetapi pendidikan kesehatan
ini harus dibebankan kepada semua pasien yang menjalani pengobatan TB secara rinci tidak
hanya mengenai kepatuhan dan manfaat dari OAT tetapi juga efek samping. Para pasien harus
waspada dan melaporkan segera jika terjadi gejala yang mengarah pada hepatitis seperti
hilangnya nafsu makan, mual, muntah, jaundice, yang terjadi selama pengobatan.
Selanjutmya, kondisi klinis pasien harus dinilai tidak hanya dalam hal pengendalian penyakit
tetapi juga dalam gejala dan tanda-tanda hepatitis pada mereka ikuti. OAT harus dihentikan
segera jika ada kecurigaan klinis reaksi hepatitis. Lalu tes fungsi hati harus diperiksa seperti
ALT, AST dan kadar bilirubin. (Kishore, dkk, 2010)
38
kimia
normal
hati
sebelum
memulai
rejimen
obat
OAT
2. Tidak ada penggunaan alkohol atau penyalahgunaan obat sebelum memulai pemberian
OAT
3. Pasien harus menerima INH, Rifampicin atau Pirazinamid dengan dosis standar, sendiri
atau dalam kombinasi untuk minimal sebelum pengembangan kimia hati yang abnormal.
4. Saat menerima pengobatan OAT, harus ada peningkatan ALT dan / atau untuk AST> 120
IU / L (normal <40 IU / L) dan kadar bilirubin total. 1,5 mg / dl (normal, 1,5 mg / dl).
5.
Tidak
ada
penyebab
jelas
lainnya
untuk
peningkatan
chemistries
hati.
6. Penghapusan obat mengakibatkan normalisasi atau setidaknya peningkatan 50% dari kimia
hati yang abnormal. (Jaime, Ungo, dkk, 2010)
Uji Test OAT Penyebab Hepatotoksisitas
Masalah terbesar dengan pengobatan TB adalah drug-induced hepatitis, yang memiliki
tingkat kematian sekitar 5%. Tiga obat-obatan dapat menyebabkan hepatitis: Pirazinamid,
INH dan Rifampicin (dalam urutan penurunan frekuensi). Hal ini tidak mungkin untuk
membedakan antara tiga penyebab murni berdasarkan yanda-tanda dan gejala. Tes fungsi hati
harus diperiksa pada awal pengobatan, tetapi, jika normal, tidak perlu diperiksa lagi, pasien
hanya perlu memperingatkan gejala hepatitis. Dalam hal ini, tes hanya perlu dilakukan dua
minggu setelah memulai pengobatan dan kemudian setiap dua bulan selanjutnya, kecuali ada
masalah yang terdeteksi. Peningkatan kadar bilirubin dapat terjadi akibat pemakaian
Rifampicin (blok ekskresi bilirubin) dan namun biasanya kembali normal setalah 10 hari
(peningkatan enzim hati untuk mengimbangi produksi). Peningkatan pada transaminase hati
(ALT dan AST) yang utama di tiga minggu pertama pengobatan. Jika pasien asimtomatik dan
elevasi tidak berlebihan maka tidak ada tindakan yang perlu diambil. Beberapa ahli
menganggap pengobatan harus dihentikan jika penyakit kuning menjadi bukti klinis.
Jika hepatitis klinis signifikan terjadi saat pengobatan TB, maka semua obat harus
dihentikan sampai kadar transaminase kembali normal. Jika pengobatan TB tidak dapat
dihentikan, maka dapat diberikan Streptomycin dan Etambuto sampai kadar transaminase
kembali normal (kedua obat tidak berhubungan dengan hepatitis).
39
Obat harus kembali diperkenalkan secara individual. Ini tidak dapat dilakukan dalam suasana
rawat jalan, dan harus dilakukan di bawah pengawasan ketat. Seorang perawat harus hadir
untuk mengambil nadi pasien dan tekanan darah pada 15 interval menit selama minimal
empat jam setelah tiap dosis uji diberikan (masalah yang paling akan terjadi dalam waktu
enam jam pemberian dosis uji, (jika mereka akan terjadi). Pasien dapat menjadi sangat tibatiba sakit dan akses ke fasilitas perawatan intensif harus tersedia Obat-obatan yang harus
diberikan dalam urutan ini.:
Tidak lebih dari satu tes dosis per hari harus diberikan, dan semua obat lain harus
dihentikan sementara dosis uji yang sedang dilakukan. Maka pada hari 4, misalnya, pasien
hanya menerima RMP dan tidak ada obat lain yang diberikan. Jika pasien melengkapi
sembilan hari dosis tes, maka wajar untuk menganggap bahwa PZA telah menyebabkan
hepatitis dan tidak ada dosis uji PZA perlu dilakukan.
Alasan untuk menggunakan perintah untuk pengujian obat-obatan adalah karena kedua
obat yang paling penting untuk mengobati TB INH dan RMP, jadi ini adalah diuji pertama:
PZA adalah obat yang paling mungkin menyebabkan hepatitis dan juga merupakan obat yang
bisa paling mudah dihilangkan . EMB berguna ketika pola kepekaan organisme TB tidak
diketahui dan dapat dihilangkan jika organisme diketahui sensitif terhadap INH. Rejimen
masing-masing menghilangkan obat standar tercantum di bawah ini.
Urutan di mana obat yang diuji dapat bervariasi menurut pertimbangan sebagai
berikut:
1. Obat yang paling bermanfaat (INH dan RMP) harus diuji dahulu, karena tidak adanya
40
41