You are on page 1of 24

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
A.1. Komunikasi Dalam Keperawatan
Komunikasi adalah suatu proses yang kompleks karena dalamnya terjadi konfigu
rasi berbagai macam aspek yakni aspek personal ( kognitif, afektif dan psychomotor ),
sosial ( budaya, lingkungan, norma , etika ), pemenuhan kebutuhan dan agama.
Konfigurasi dari pelbagai asapek akan terwujud dalam perilaku . Perilaku merupakan per
wujudan nyata dari interaksi dengan sesamanya, perilaku perupakan aktualisasi diri
merupakan pengkomunikasian diri kepada orang lain.
Komunikasi seorang perawat dengan pasien pada umumnya menggunakan komunikai yang yang berjenjang yakni komunikasi intrapersonal, interpersonal dan komunal /
kelompok. Poter dan Ferry ( 1993 ) , komunikasi dalam prosesnya terjadi tiga tahapan
yakni komunikasi intrapersonal, interpersonal dan publik.
Pada tindakan atau intervensi keperawatan umumnya berbentuk komunikasi secara
interpersonal langsung dengan jenis verbal maupun non verbal. Kemampuan inter aktif,
perawat kesehatan dengan pasien mempunyai karakter spesial . Dalam tindakan atau
perilaku kedua belah pihak menunjukkan aspek sosial dan profesional. ( Hupcey dan
More, 1997 ).
Setiap komunikasi mempunyai tujuan, untuk mencapai tujuan diperlukan suatu
metode , sehingga pencapaian tujuan dapat optimal. Komunikasi interaktif perawat kesehatan dengan pasien tujuannya adalah kesembuhan pasien dari sakit yang dideritanya.
Bila harapan pasien untuk sembuh lambat dan bahkan tidak terjadi seorang perawat
secara moral sering kali merasa ikut bersalah. Perasaan yang sering kali muncul dalam
diri seorang perawat yang baik dan profesional,menunjukkan bahwa komunikasi dalam
Komunikasi pada gangguan jiwa

Page 1

ke perawatan mempunyai kekhususan yakni menyangkut kelangsungan kehidupan


seorang manusia.Addalati (1983), Bucaille ( 1979 ) dan Amsyari, ( 1995 ) menegaskan
bahwa seo-rang perawat yang beragama, tidak dapat bersikap masa bodoh, tidak peduli
terhadap pa sien, seseorang ( perawat ) yang tidak care dengan orang lain ( pasien )
adalah berdosa. Seorang perawat yang tidak menjalankan profesinya secara profesional
akan merugikan orang lain / pasien, unit kerjanya dan juga dirinya sendiri.
Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi therapeutik, artinya
komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat melakukan intervensi kepera
watan harus mampu memberikan kasiat therapi dalam proses penyembuhan pasien. Oleh
karenanya seorang perawat kesehatan harus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
aplikatif komunikasi therapeutic agar kebutuhan, kepuasan pasien dapat dipenuhi.
A.2 Komunikasi Interpesonal Dalam Perawatan
Dalam publikasi dinamis Peplau tentang , Interpersonal Relation in Nursing ( 1992), telah
dipresentasikan kerangka konseptual suatu proses therapeutik antara perawat dengan
pasien. Dalam prestasinya Peplau mengatakan bahwa komunikasi perawat dengan pasien
dipengaruhi faktor-faktor yang kompleks meliputi faktor lingkungan dan interaksi yang
pernah mereka alami mulai dari orang tua, yang dilandasi pada sikap-sikap, kepercayaan,
dan pengalaman hidupnya pada budaya yang ikut menanamkan value kehidupan.
Empat fase interelasi perawat pasien yang berkatian dengan tanggung jawab dan tugas
perawat kesehatan terhadap pasien adalah :
1. Orientasi ( orientation ), pada phase ini seorang perawat harus mampu menangkap
bahwa pasien ingin mencari kesembuhan penyakitnya dan dia mempercayakan dirinya
dirawat oleh perawat. Untuk seorang perawat harus mampu melakukan anamnese dengan
baik de ngan mengaplilkasikan prisip-prinsip komunikasi therapeutik, phase orientasi
sering juga disebut phase pengenalan, pendahuluan.
2. Indetifikasi ( identification ), interaksi perawat pasien hendaknya berbasis pada
kepercayaan, penerimaan, pengertian, relasi yang saling membantu. Interaksi perawat
Komunikasi pada gangguan jiwa

Page 2

pasien berproses seperti diharapkan bila dilakukan dengan mengetrapkan prinsip-prinsip


komunikasi efektif.
3. Eksploitasi ( exploitation ), interrrelasi perawat pasien, akan menumbuhkan
pengertian pasien terhadap proses system asuhan , sehingga pasien mempu-nyai
keterlibatan aktif yang muncul dari dirinya karena ingin cepat sembuh da ri sakitnya.
Aspek lain pasien dapat ditimbulkan pengertian, dan kesadaran self care, sehingga
peran perawat dan pasien dalam proses keperawatan un-tuk mencapai penyembuhan
terjadi dengan baik ( kolaborasi ).
4. Resolusi ( resolution ), tahap yang keempat merupakan tahap yang penting dalam
intervensi keperawatan. Harapan, kebutuhan pasien dapat diketahui melalui hubungan
kesetaraan perawat pasien dengan menggunakan komuni-kasi efektif. Harapan,
kebutuhan pasien merupakan data yang menjadi arah tindakan apa yang perlu dilakukan
terhadap pasiennya, resolusi problem asuhan keperawatan akan jelas karena kebutuhan
dan harapan pasien sudah di ketahui. Phase yang keempat ini sering kali disebut dengan
phaseterminasi.
A.3 Gaya Komunikasi
Bila kita memikirkan berkomunikasi, kita sering memimpikan dirinya sendiri
sedang berbicara dengan orang lain. Kenyataannya bahwa komunikasi adalah berbicara,
mendengar, berpikir, interaksi, merencana, merespon secara simultan. Berarti komunikasi
adalah alat untuk mengerti perspektif personal orang lain dan menginterpretasi dan merespon yang didasarlkan pengalaman personal.
Interaksi perawat pasien menyaratkan semua perawat mempunyai pengertian,
perhatian, minat, dan kompetensi menganalisa perilaku dan emosional terhadap konteks
terhadap interaksi yang terjadi antara perawat pasien. Gaya komunikasi perawat
pasien dipengaruhi oleh kemahiran / ketrampilan perawat menegakan hubungan, keperca
yaan dan emphaty dengan menggunakan gaya mendengarkan aktif sebagai sarana yang
Komunikasi pada gangguan jiwa

Page 3

memfasilitasi

hubungan

perawat

pasien

dalam

asuhan

keperawatan.

Faktor-Faktor yang mempengaruhi Komunikasi Efektif : Hubunngan, Kepercayaan,


Emphaty, Cara / media penyampaian pesan, Kekuatiran dan stress, Bahasa ( verbal
komunikasi ), Bahasa tubuh ( noverbal komunikasi ) dan Jarak.
A.4 Pengertian Komunikasi Terapeutik
Komunikasi dalam bidang keperawatan merupakan proses untuk menciptakan hubungan
antara tenaga kesehatan dan pasien untuk mengenal kebutuhan pasien dan menentukan
rencana tindakan serta kerjasama dalam memenuhi kebutuhan tersebut.Oleh karena itu
komunikasi terapeutik memegang peranan penting memecahkan masalah yang dihadapi
pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi proposional yang mengarah
pada tujuan yaitu penyembuhan pasien pada komunikasi terapeutik terdapat dua komonen
penting yaitu proses komunikasinya dan efek komunikasinya. Komunikasi terapeuitk
termasuk komunikasi untuk personal dengan titik tolak saling memberikan pengertian
antar petugas kesehatan dengan pasien.Menurut Purwanto komunikasi terapeutik
merupakan bentuk keterampilan dasar untuk melakukan wawancara dan penyuluhan
dalam artian wawancara digunakan pada saat petugas kesehatan melakukan pengkajian
member penyuluhan kesehatan dan perencaan perawatan.
A.5 Tujuan komunikasi terapeutik
Menurut Purwanto tujuan dari komunikasi terapeutik :

membantu pasien memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan

pikiran mempertahakan kekuatan egonya.


Membantu mengambil tindakan yang efektif untuk mengubah situasi yang

ada
Mengulang keraguan membantu dalam pengambilan tindakan yang efektif
dan mempengaruhi orang lain,lingkungan fisik,dan dirinya.

Dalam mencapai tujuan ini sering sekali perawat memenuhi kendala


komunikasi yaitu :
a. Tingkah laku perawat
Komunikasi pada gangguan jiwa

Page 4

Dirumah sakit pemerintah maupun swasta, perawat memegang peranan penting; tingkah
laku; gerak-gerik perawat selalu dinilai oleh masyarakat. Bahkan sering juga surat kabar
memuat berita-berita tentang perawat rumah sakit.Bertindak yang tidak sebenarnya.
Dipandang oleh klien perawat judes, jahat dan sebagainya.
b. Perawatan yang berorientasi Rumah sakit

Pelaksanaan perawatan difokuskan pada penyakit yang diderita klien semata,


sedangkan psikososial kurang mendapat perhatian. Tujuan pelaksaan perawatan

yang sebenarnya yaitu manusia seutuhnya yang meliputi bio, psiko dan sosial.
Bio : Kebutuhan dasar, makan minum, oksigen dan perkembangan keturunan.
Psiko : Jiwa, perawat supaya turut membantu memecahkan masalah yang ada
hubungnnya dengan jiwa
Sosial : Perawat juga mengetahui kebiasaan-kebiasaan, adat istiadat dari klien di
dalam masyarakat.
c. Perawat kurang tanggap terhadap kebutuhan, keluhan-keluhan,serta kurang
memperhatikan apa yang dirasakan oleh klien sehingga menghambat hubungan baik.
Saya sudah hampir 20 tahun menjadi perawat di rumah sakit ini,walaupun gaji saya kecil
tapi saya dituntut untuk bekerja keras melayani para pasien sering kali saya mendapat
cacian dari pasien karena saya terlambat memberikan pelayanan. Hal ini sering terjadi
kalau saya piket malam karena keterbatasan jumlah perawat yang piket kemudian
permintaan pelayanan dari pasien banyak sehingga kami kewalahan melayaninya dan
berdampak pada keterlambatan pelayanan ujar suster T Sehingga sering kali karena
terlambat kami menerima cacian dari pasien dan takala kami menerangkan alasannya
kenapa kami telat terus kami minta pengertian dari pasien untuk bersabar,malah pasien
sering mensalah artikan kata-kata kami sehingga kami kadang mendapat julukan suster
cerewet atau suster judes tambahnya Hal inilah yang sering terjadi sehingga dapat
menghambat terjalinnya komunikasi terapeutik yang harmonis diantara perawat dan
pasien.

A.6 Proses Komunikasi terapeutik

Komunikasi pada gangguan jiwa

Page 5

Proses ini terdiri dari unsur komunikasi prinsip komunikasi dan tahapan komunikasi.
Unsur komunikasi terdiri dari :
Sumber komunikasi yaitu pengirim pesan atau sering disebut komunikator yaitu orang
yang menyampaikan atau menyiapkan pesan. Komunikator dalam makalah ini adalah
para perawat yang tugas utamanya ialah membantu pasien dalam mengatasi masalah sakit
akut, sakit kronis, dan memberikan pertolongan pertama pada pasien dalam keadaan
gawat darurat. Komunikator memiliki peranan penting untuk menentukan keberhasilan
dalam membentuk kesamaan persepsi dengan pihak lain dalam makalah ini ialah pasien.
Kemampuan komunikator mencakup keahliaan atau kredibilitas daya tarik dan
kepercayaan merupakan faktor yang sangat berpengaruh dan menentukan keberhasilan
dalam melakukan komunikasi . Unsur komunikasi terapeutik selain komunikator, yaitu
pesan merupakan salah satu unsur penting yang harus ada dalam proses komunikasi.
Tanpa kehadiran pesan, proses komunikasi tidak terjadi. Komunikasi akan berhasil bila
pesan yang disampaikan tepat, dapat dimengerti, dan dapat diterima komunikan. Moore
dalam Rakhmat (1993:297) mengemukakan bahwa keberhasilan komunikasi sangat
ditentukan oleh daya tarik pesan. Effendy (2000:41) mengatakan bahwa komunikasi akan
berhasil bila pesan yang disampaikan memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Pesan harus direncanakan
2. Pesan menggunakan bahasa yang dapat dimengerti kedua belah pihak
3. Pesan itu harus menarik minat dan kebutuhan pribadi penerima
4. Pesan harus berisi hal-hal yang mudah difahami
5. Pesan yang disampaikan tidak samar-samar.
Prinsip komunikasi terapeutik Komunikasi interpersonal yang terapeutik mempunyai
beberapa prinsip yang sama dengan komunikasi interpersonal De Vito yaitu
keterbukaan,empati, sifat mendukung sikap positif dan kesetaraan.

A.7 Jenis Komunikasi

Komunikasi pada gangguan jiwa

Page 6

Pada dasarnya komunikasi digunakan untuk menciptakan atau meningkatkan aktifitas


hubungan antara manusia atau kelompok.Jenis komunikasi terdiri dari:
1.Komunikasi verbal dengan kata-kata
2. Komunikasi non verbal disebut dengan bahasa tubuh
1. Komunikasi Verbal mencakup aspek-aspek berupa ;
a.Vocabulary (perbendaharaan kata-kata). Komunikasi tidak akan efektif bila pesan
disampaikan dengan kata-kata yang tidak dimengerti, karena itu olah kata menjadi
penting dalam berkomunikasi.
b.Racing (kecepatan). Komunikasi akan lebih efektif dan sukses bila kecepatan bicara
dapat diatur dengan baik, tidak terlalu cepat atau terlalu lambat.
c.Intonasi suara: akan mempengaruhi arti pesan secara dramatik sehingga pesan

akan

menjadi lain artinya bila diucapkan dengan intonasi suara yang berbeda. Intonasi suara
yang tidak proposional merupakan hambatan dalam berkomunikasi.
d.Humor: dapat meningkatkan kehidupan yang bahagia. Dugan (1989), memberikan
catatan bahwa dengan tertawa dapat membantu menghilangkan stress dan nyeri. Tertawa
mempunyai hubungan fisik dan psikis dan harus diingat bahwa humor adalah merupakan
satu-satunya selingan dalam berkomunikasi.
e.Singkat dan jelas. Komunikasi akan efektif bila disampaikan secara singkat dan jelas,
langsung pada pokok permasalahannya sehingga lebih mudah dimengerti.
f.Timing (waktu yang tepat) adalah hal kritis yang perlu diperhatikan karena
berkomunikasi akan berarti bila seseorang bersedia untuk berkomunikasi, artinya dapat
menyediakan waktu untuk mendengar atau memperhatikan apa yang disampaikan.
2. Komunikasi Non Verbal

Komunikasi pada gangguan jiwa

Page 7

Komunikasi non verbal adalah penyampaian pesan tanpa kata-kata dan komunikasi non
verbal memberikan arti pada komunikasi verbal.
Yang termasuk komunikasi non verbal :
a.Ekspresi wajah ,Wajah merupakan sumber yang kaya dengan komunikasi, karena
ekspresi wajah cerminan suasana emosi seseorang.
b.Kontak mata, merupakan sinyal alamiah untuk berkomunikasi. Dengan mengadakan
kontak mata selama berinterakasi atau tanya jawab berarti orang tersebut terlibat dan
menghargai lawan bicaranya dengan kemauan untuk memperhatikan bukan sekedar
mendengarkan. Melalui kontak mata juga memberikan kesempatan pada orang lain untuk
mengobservasi yang lainnya.
c.Sentuhan adalah bentuk komunikasi personal mengingat sentuhan lebih bersifat
spontan dari pada komunikasi verbal. Beberapa pesan seperti perhatian yang sungguhsungguh, dukungan emosional, kasih sayang atau simpati dapat dilakukan melalui
sentuhan.
d.Postur tubuh dan gaya berjalan. Cara seseorang berjalan, duduk, berdiri dan bergerak
memperlihatkan ekspresi dirinya. Postur tubuh dan gaya berjalan.merefleksikan emosi,
konsep diri, dan tingkat kesehatannya.
e.Sound (Suara). Rintihan, menarik nafas panjang, tangisan juga salah satu ungkapan
perasaan dan pikiran seseorang yang dapat dijadikan komunikasi. Bila dikombinasikan
dengan semua bentuk komunikasi non verbal lainnya sampai desis atau suara dapat
menjadi pesan yang sangat jelas.
f.Gerak isyarat, adalah yang dapat mempertegas pembicaraan . Menggunakan isyarat
sebagai bagian total dari komunikasi seperti mengetuk-ngetukan kaki atau mengerakkan
tangan selama berbicara menunjukkan seseorang dalam keadaan stress bingung atau
sebagai upaya untuk menghilangkan stress.

Komunikasi pada gangguan jiwa

Page 8

Kesehatan merupakan hal yang paling mendasar untuk menjalankan aktifitas kita
sehari-hari. Selain dari kesehatan fisik yang dapat mendukung hampir disetiap aktifitas
sehari-hari, ada kesehatan lainnya yang sangat penting untuk dijaga yaitu kesehatan jiwa
atau yang lebih dikenal dengan kesehatan psikologis. Kesehatan jiwa sangat perlu
diperhatikan karena kesehatan ini bersifat fatal. Kesehatan jiwa bisa saja terganggu dari
kejadian yang sering dihadapi sehari-hari seperti halnya stress yang mendalam, tanpa
disadari gejala ringan seperti ini sering sekali diabaikan. Peranan pemerintah dalam
menangani dan mengatasi gangguan jiwa dapat dicermati dengan berdirinya pusat-pusat
rehabilitasi bagi para pasien gangguan jiwa, salah satunya yaitu Rumah Sakit Jiwa (RSJ)
Daerah Provinsi Lampung. Metode pengobatan yang diterapkan di Rumah Sakit Jiwa ini
terdiri dari dua macam pengobatan yaitu pengobatan secara medis dan non medis.
Pengobatan secara medis dilakukan guna menjaga kesehatan para pasien secara fisik.
Sedangkan pengobatan yang dilakukan dengan cara non-medis ini dilakukan dengan cara
pengobatan terapi. Didalam terapi peranan perawat merupakan salah satu faktor penting
didalam proses penyembuhan para pasiennya. Hal ini disebabkan oleh faktor komunikasi
yang lebih dominan dilakukan oleh para perawat. Kegiatan pengobatan itu dimulai
dengan interaksi kepada pasien untuk mencari bantuan psikologis dan perawat menyusun
interaksi dengan mempergunakan dasar psikologis itu untuk membantu pasien dalam
meningkatkan kemampuan meningkatkan diri dalam kehidupannya dengan mengubah
pikiran, perasaan, dan tindakannya. Pesan psikoterapi dari perawatlah yang membawa
pengaruh positif berupa ketenangan (bersifat dukungan) untuk kesembuhan pasien
gangguan jiwa. Hasil yang ditimbulkan akibat suatu proses yang telah dilakukan oleh
perawat diharapkan menimbulkan suatu akibat, efek, atau hasil yang terjadi pada
penerima sesuai dengan keinginan sumber atau tujuan dari komunikasi psikoterapi itu
sendiri.Berdasarkan fenomena di atas yang membuat penulis tertarik dan sekaligus juga
sebagai tujuan penelitian menggambarkan komunikasi psikoterapi yang dilakukan
perawat dalam pengobatan pasien gangguan jiwa yang berada di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Provinsi Lampung. Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
Komunikasi pada gangguan jiwa

Page 9

deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sedangkan teknik pengumpulan data dalam studi
ini adalah dengan observasi dan wawancara mendalam (Indepth Interview) yang dipandu
dengan pedoman wawancara.
Selanjutnya, yang penulis jadikan informan adalah perawat yang berpengalaman
dan juga masih aktif, yang berjumlah 5 orang perawat sebagai obyek penelitian dan
berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, serta menambahkan tenaga medis lain sebagai
key person. Kemudian data yang diperoleh penulis analisis melalui proses reduksi data,
penyajian data, dan verifikasi atau penarikan kesimpulan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan proses pengobatan pasien gangguan jiwa
yang dilakukan perawat dengan komunikasi psikoterapi di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Provinsi Lampung pada dasarnya komunikasi psikoterapi merupakan metode yang paling
efektif dalam melaksanakan pengobatan bagi pasien gangguan jiwa. Serta, untuk
mendukung proses penyembuhan pasien gangguan jiwa dibutuhkan hubungan kerjasama,
pengertian dan saling membutuhkan antara perawat dan pasien gangguan jiwa selama
melakukan pengobatan dan rehabilitasi untuk mendukung dalam proses penyembuhan
pasien gangguan jiwa yang meliputi, perlakuan perawat terhadap pasien gangguan jiwa,
bimbingan dan pendekatan terhadap pasien gangguan jiwa, dan evaluasi dari hasil
pelaksanaan komunikasi psikoterapi dalam proses pengobatan pasien gangguan jiwa.
Selanjutnya, komunikasi antar pribadi yang dilakukan oleh perawat kepada pasien
gangguan jiwa juga menggambarkan adanya sikap keterbukaan atau sikap membuka diri.
Selain itu, kemampuan ketrampilan kognitif dan keterampilan tindakan sangat diperlukan
perawat dalam menyampaikan pesan kesehatan pada saat melaksankan tugas.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana komunikasi yang dilakukan perawat dengan orang yang mengalami
gangguan jiwa?
b. Apa gejala gejala orang yang mengalami gangguan jiwa?
c. Apa Penyebab orang yang mengalami gangguan jiwa?
d. Bagaimana perawatan
e. Bagaimana tahap penyembuhan pada gangguan jiwa?
Komunikasi pada gangguan jiwa

Page 10

C. Tujuan
C.1 Tujuan Umum
Tujuan ini adalah Supaya saya dapat menyelesaikan tugas yang diberikan Ibu
Dyah

dengan

baik

dan

dapat

bermanfaat

bagi

pembaca

yang

ingin

mengetahuiBagaimana cara penyembuhan pada orang yang mengalami gangguan


jiwa.
C.2 Tujuan Khusus
a. Untuk Mrngetahui komunikasi dengan orang yang mengalami gangguan jiwa
b. Untuk Mengetahui gejala gejala orang yang mengalami gangguan jiwa
c. Untuk Mengetahui penyebab orang yang mengalami gangguan jiwa
d. Untuk Mengetahui
e. Untuk Mengetahui tahap penyembuhan pada orang yang mengalami gangguan
jiwa

Komunikasi pada gangguan jiwa

Page 11

BAB II
PEMBAHASAN
A. Komunikasi pada orang yang mengalami gangguan jiwa

Komunikasi pada gangguan jiwa

Page 12

B. Gejala - Gejala Orang yang Mengalami Gangguan Jiwa


A. Beberapa gejala yang muncul secara bersamaan.
Bagi orang yang tergolong normal, gejala abnormal biasanya muncul sebagai satusatunya gejala, sedangkan aspek-aspek hidup lainnya tidak menunjukkan gejala
abnormal.
Misalnya: Oleh karena tekanan kehidupan, seorang dapat menangis meraung- raung;
tetapi begitu muncul orang lain ia sadar dan tahu mengontrol ataupun mengarahkan
tangisan itu pada tujuan yang rasional dan dapat diterima oleh lingkungan itu pada
umumnya.
Tapi lain halnya dengan penderita penyakit. Beberapa gejala abnormal muncul dan
nampak secara bersamaan; ia menangis meraung- raung, tidak menyadari bagaimana
pikiran orang lain terhadap tingkah lakunya dan ia mengarahkan tangisan itu pada sesuatu
yang kacau dan irrasional.
A. Gejala-gejala itu membuat dirinya lain daripada sebelumnya.
Munculnya gejala itu membuat orang yang bersangkutan lain daripada sebelumnya.
Orang-orang lain mengenali bahwa ia sesungguhnya tidak seperti itu, dan seharusnya
tidak melakukan tingkah laku yang semacam itu.
Misalnya: Bermain-main dengan kotorannya sendiri, bahkan kadang-kadang
dimakannya.
B. Gejala-gejala itu bertahan sampai jangka waktu yang cukup lama dan
muncul terus-menerus.
Orang yang normal dapat bertingkah laku abnormal, tetapi akan segera menyadari
dirinya dan cenderung untuk segera menyesuaikan diri dengan apa yang diinginkan
lingkungannya. Tetapi lain halnya dengan penderita penyakit jiwa.
Di samping itu penyakit jiwa juga dapat dikenali melalui gejala- gejala :
Komunikasi pada gangguan jiwa

Page 13

1. Physical (fisik/badani)
Banyak sekali gejala kejiwaan (seperti misalnya, perasaan tidak aman, sedih, marah,
cemas, dsb.) yang langsung dapat mempengaruhi kondisi tubuh orang yang bersangkutan.
Jikalau orang tersebut kemudian menderita sakit, maka jelas penyakit itu pertama-tama
disebabkan

oleh

keadaan

kejiwaannya.

Ini

yang

seringkali

disebut

sebagai

'psychosomatic' atau 'psychophysiological reaction', yaitu gangguan kejiwaan yang


menggejala secara badani sebagai gangguan tubuh. Penyakit-penyakit yang biasanya
(tidak selalu) tergolong 'psychosomatic reaction' antara lain: asma, sakit kepala,
insomnia, radang usus besar, diarrhea, beberapa penyakit kulit seperti: eksem, gatal-gatal,
borok yang tidak sembuh-sembuh, dsb.
Tentu saja orang-orang dengan gejala psyhosomatis tidak begitu saja dapat
digolongkan sebagai penderita sakit jiwa, meskipun gejala- gejala itu timbul oleh karena
gangguan-gangguan kejiwaan. Sebagian besar dari gejala-gejala ini ada pada orang-orang
yang normal, oleh karena itu meskipun memerlukan pengobatan dari dokter, mereka tidak
boleh sama sekali diperlakukan sebagai pasien-pasien penyakit jiwa.
2. Psychological (jiwani)
Penyakit dan gangguan kejiwaan biasanya juga diekspresikan secara jiwani misalnya :
a. Faulty Perception (persepsi yang kacau)
Manusia diperlengkapi dengan bermacam-macam indera. Jikalau rangsangan tiba,
maka rangsangan itu akan diteruskan melalui sistem persyaratan ke otak. Dengan
inilah orang dapat melihat, mengenali, mendengar suara, merasa panas dingin,
sakit, mencium bau, dsb. Tetapi, ada kasus-kasus kejiwaan yang kadang-kadang
dapat menyebabkan terganggunya proses persepsi ini sehingga orang tersebut
dengan mata, hidung, telinga, lidah dan kulit yang normal ternyata mempunyai
persepsi yang berbeda bahkan kacau balau. Ia bisa seolah-olah buta
(psychological blindness), tidak dapat mendengar apa-apa, atau selalu mendengar
suara yang orang lain tidak dengar, dan melihat penglihatan yang orang lain tidak
lihat. Gangguan kejiwaan dapat menyebabkan orang merasa lampu 20 watt dalam
Komunikasi pada gangguan jiwa

Page 14

kamar itu terlalu terang, atau suara titik air yang jatuh satu per satu dari kran
sebagai suara pukulan palu di kepalanya, dsb.
Dari sini kita mengenal istilah-istilah seperti:
-- Ilusi, yaitu penyalahtafsiran stimulan pada indera penglihatan. Misalnya:
Melihat pohon sebagai orang.
-- Halusinasi, yaitu persepsi yang terjadi meskipun tidak ada stimulan yang
sesungguhnya. Misalnya :

Melihat suami yang sudah meninggal, bahkan dapat berkata-kata


kepadanya.

Mendengar suara-suara aneh, dsb.

b. Distorted thinking (pemikiran yang menyimpang dan kacau)


Gangguan kejiwaan sering kali juga diekspresikan dalam bentuk pemikiran yang
kacau dan tidak masuk akal.
Misalnya:
-- Si Amir yang yakin bahwa ia lahir 2000 tahun yang lalu.
-- Si Ahmad yang begitu yakin bahwa di bawah tempat tidurnya
--ada bom waktu yang dipasang oleh anak buah Khomeini.
Inilah yang disebut 'distorted thinking', yang menjadi salah satu tanda dari
gangguan kejiwaan. Melihat isinya, 'distorted thinking' dapat dibagi dalam tiga
golongan yaitu:
Obession (obsesi): yaitu pemikiran yang irasional yang timbul karena dorongan
dan kenangan yang tidak menyenangkan, sehingga seolah-olah ada sesuatu yang
membuat dia terus-menerus berpikir, "...saya harus..." atau "pasti akan...", dsb.
Misalnya: Pengalaman melihat orang yang dianiaya dalam peperangan,
menyebabkan ia berpikir "pasti suatu hari saya akan mengalami hal yang serupa".
Ia begitu yakin di luar rumah sudah menanti orang-orang yang akan menganiaya

Komunikasi pada gangguan jiwa

Page 15

dia, sehingga ia terdorong untuk terus-menerus melakukan hal-hal yang irasional,


seperti bersembunyi di bawah kolong, mengintip melalui lubang pintu, dsb.
Pengalaman dengan orangtua yang perfectionist, membuat ia selalu
merasa ada dorongan "saya harus membereskan ini", "saya harus menyelesaikan
itu"; dan ini sering kali tidak masuk akal, misalnya, bangun tengah malam hanya
untuk membersihkan mobil, dsb.
Phobia: yaitu rasa takut yang irasional. Dan ini bisa berbentuk rasa takut
berada dalam ruangan gelap, rasa takut pada darah, air, ular, angin, di tengah
banyak orang, berada di tempat tinggi, lewat jembatan, dsb.
Delusion (delusi): yaitu pemikiran yang irasional yang menggejala dalam
bentuk munculnya keyakinan (palsu) bahwa hal itu benar-benar ia alami, atau ia
dengar, atau ia lihat, dsb. Misalnya: Yakin betul bahwa ia bertemu dengan Tuhan
Yesus, bahkan yakin betul bahwa ia sendiri telah diangkat menjadi rasul dan
menuntut orang-orang lain mengikut dan menyembah dia.
Kompulsi
Kompulsi adalah gangguan jiwa, yang menyebabkan melakukan sesuatu,
baik masuk akal ataupun tindakan itu tidak dilakukannya, maka penderita akan
merasa gelisah dan cemas, kegelisahan atau kecemasan itu baru hilang apabila
tindakan itu dilakukan, gejalanya banyak seperti :
a.repetitive compulsive
orang terpaksa mengulang-ngulang pekerjaannya. Akan tetapi tidak semua
pengulangan dianggap sebagai gangguan jiwa. Pengulangan yang termasuk gangguan
jiwa ialah apabila kelakuan itu mempengaruhi hubungan sosialnya, dalam mencapai
suatu kebutuhan atau keinginannya. Disamping itu ia terpaksa pula mengeluarkan
tenaga lebih banyak dari kebutuhan pekerjaannya, karena untuk setiap pekerjaan yang
dilakukannya, ia terpaksa mengulang ulanginya kembali.
Banyak juga orang yang dapat menahan perasaan ingin mengulang-ngulang itu, dan
menyalurkan keinginannya itu ke arah yang bermanfaat dan sesuai dengan alam
sekitarnya.tetapi bila keadaannya terganggu, maka kecemasannya bertambah dan
keinginannya untuk mengulang-ulangi itubertambah kuat.
Komunikasi pada gangguan jiwa

Page 16

Contoh :
Seorang pemuda yang bekerja di salah satu Bank, pada permulaan ia biasa sajam,
tetapi tak lama kemudian ia merasa terpaksa mengulang-ngulang

menghitung dan

meneliti kembali apa yang telah dilakukannya, karena ia merasa ragu-ragu akan
pekerjaannya. Makin lama, kecemasannya makin bertambah hebat, sehingga ia tidak
dapat lagi menyelesaikan pekerjaan nya dan ia menjadi takut kalau-kalau orang
memperhatikan kelakuannya dan mungkin mencurigai dan menyangka hal yang bukanbukan. Disamping itu, menyusul pula gejala lain, yaitu tidurnya tidak tentram, karena
diganggu oleh mimpi yang buruk.
Dari penelitian terbukti, bahwa pemuda ini sangat ingin bekerja di Bank itu. Dan ia
tahu bahwa masa 3 bulan pertama, adalah masa percobaan, ia mengharap supaya
pekerjaannya memuaskan dalam masa percobaan itu dan selalu merasa takut jika tidak
diterima.
b.serial compulsive
Dalam hal ini, penderita terpaksa melakukan suatu urutan-urutan tertentu dalam
kehidupannya sehari-hari. Misalnya dalam berpakaian, harus dimulai dengan pakai
sepatu, kain, baju dan seterusnya. Jika ia merubah urutan-urutan itu, ia akan merasa
cemas sekali., ia tidak akan merasa tenang, sebelum mengulang kembali dari semula.
Demikian pula halnya dengan membuka pakaian.

c.compulsive ordelinenese
Dalam hal ini seorang terpaksa harus mengikuti suatu aturan tertentu dalam
kehidupan sehari-hari. Misalnya seseorang akan

merasa terganggu bila buku-buku

dalam almarinya diubah susunan atau salah penempatannya. Jika terjadi perubahan, ia
akan merasa gelisah.
d.copulsive magic
Orang yang dihinggapi gangguan ini, terpaksa membaca kalimat-kalimat tertentu
sebelum melakukan suatu pekerjaan. Seandainya ia terlanjur malakukan suatu pekerjaan
Komunikasi pada gangguan jiwa

Page 17

tanpa membaca kalimat-kalimat itu, ia akan merasa cemas dan gelisah. Untuk
menghilangkannya ia terpaksa mengulangi pekerjaannya itu dengan terlebih dahulu
membaca kalimat-kalimat tersebut.
e.kleptomania
Penderita terpaksa mencuri baran orang lain. Sebenarnya ia merasa gelisah dengan
kelakuan mencuri itu, akan tetapi ia tidak dapat menghindari dirinya dari tindakan itu.
Yang banyak menderita gejala ini adalah anak-anak karena orang tuanya terlalu keras,
terlalu disiplin, atau kurang memperhatikan anak-anaknya.
f.fetishism
Pada gejala ini orang terpaksa mengumpulkan dan menyimpan barang-barang
kepunyaan orang lain dari seks yan berlainan. Misalnya orang laki-laki yang suka
menyimpan sapu tangan, sepatu atau rambut wanita, yang baginya mempunyai arti atau
nilai seksuil dalam perasaannya.
g.compulsive yang berhubungan dengan seksual
Gejala ini ada dua macam yaitu pertama, ingin tahu tentang kelamin dari orang yang
berlainan seks, dan kedua ingin memamerkan kelamin sendiri. Dalam hal yang pertama,
seseorang akan berusaha untuk melihat atau memperhatikan bentuk tubuh dan kelamin
orang lain dengan berbagai cara, atau juga memegang-megangnya. Dalam hal kedua
orang yang merasa terdorong untuk memamerkan tubuh dan kelaminnya tanpa merasa
malu.
Pada umumnya gejala tersebut diakibatkan oleh pengalaman yang tidak
menyenangkan waktu kecil, atau mungkin pula sebagai ungkapan dari keinginan yang
tertahan pelaksanaannya dan merasa takut kalau keinginannya itu terasa kembali.
c. Faulty

Emotional

Expression

(Ekpresi

dari

emosi

yang

keliru)

Setiap orang sudah belajar sejak kecil bagaimana mengekspresikan perasaan


senang, susah, sakit, bahagia, kasih, benci, dsb. Dan umumnya orang yang normal
mempunyai pengekspresian yang mirip dengan orang-orang lain. Misalnya, tertawa
Komunikasi pada gangguan jiwa

Page 18

sebagai ekspresi dari rasa sedih. Tetapi tidak demikian halnya dengan orang-orang
yang mengalami gangguan kejiwaan, mereka seringkali melakukan pengekspresian
emosi secara keliru, dan tentunya berbeda daripada orang-orang pada umumnya.
Pengekspresian emosi yang keliru ini dapat berbentuk:

a. Tanpa ekspresi Penderita sakit jiwa seringkali hidup dalam dunianya sendiri,
sehingga emosinya tidak tergerak oleh keadaan dan situasi di sekelilingnya. Mereka
tidak tertawa atas hal-hal yang lucu dan menyenangkan, juga tidak sedih atas hal-hal
yang menyedihkan.
b. Elation atau Euphoria (ekspresi/gembira yang berlebih-lebihan)
Penderita sakit jiwa juga sering kali mengekspresikan emosi secara berlebih-lebihan.
Untuk hal yang kecil dia bisa tertawa sampai menangis.
c. Depresi Pada saat-saat tertentu setiap orang bisa mengalami/merasa tidak
bergairah, kecil hati dan susah, tetapi hanya untuk sementara saja. Tetapi tidak
demikian halnya dengan penderita sakit jiwa. Ada kasus-kasus di mana tanpa alasan
yang jelas perasaan sedih itu timbul tenggelam dan bahkan bertahan lama. Mereka
memang dapat mengatakan bahwa mereka kuatir terhadap sesuatu (entah pekerjaan,
keluarga, kesehatan, masa depan, dll.) tetapi sebenarnya hal-hal itu bukan penyebab
utama dari kekuatiran yang berlebih-lebihan itu. Hal-hal itu hanyalah 'precipitating
factor' yang menjadi gangguan kejiwaan oleh karena sudah ada 'predisposing factor'
pada mereka itu. Oleh karena itu, hal-hal yang bagi orang lain cuma menimbulkan
perasaan sedih yang normal dan untuk sementara, bagi mereka menjadi "depresi"
dimana putus asa dan tidak bahagia yang terus-menerus.
Enos D. Martin seorang psikiater menyebutkan tentang tiga jenis depresi dengan
contoh-contoh praktis:
-- normal grief reaction (rasa sedih sebagai reaksi yang normal atas suatu
'kehilangan') Seorang pendeta yang mendekati masa pensiun merasa sedih oleh
karena munculnya perasaan 'tidak berguna dan tidak dapat dipakai lagi'. Tekanan
Komunikasi pada gangguan jiwa

Page 19

kesedihan itu telah menimbulkan macam- macam gangguan seperti misalnya


kehilangan nafsu makan, tidak bisa tidur, sakit kepala, dsb. Ternyata setelah majelis
gereja menyatakan bahwa pensiun baginya cuma berarti bahwa ia tidak perlu lagi
mengerjakan tugas-tugas administrasi (yang berarti bahwa ia masih boleh berkotbah,
melakukan konseling, dsb.) langsung gejala-gejala kejiwaan itu lenyap.
-- neurotic depression (depresi yang neurotis) Pendeta X mengalami depresi oleh
karena sebagai pendeta senior ia merasa tersaing dengan munculnya pendeta muda
yang dalam beberapa hal sangat dikagumi oleh jemaat. Ia tidak bisa tidur, kehilangan
nafsu makan, dsb. Penghiburan dari banyak orang bahwa ia mempunyai lebih banyak
kelebihan ternyata tidak menolong. Dalam kasus ini jelas bahwa kesedihannya bukan
sekedar 'normal grief reaction', ia betul-betul menderita depresi dan harus
mendapatkan pengobatan dari dokter. Diketemukan oleh dokter jiwa bahwa pendeta
ini ternyata mempunyai 'predisposing faktor' untuk depresi, seperti misalnya,
kegoncangan emosi cukup hebat pada masa kecil ketika ia sakit dan harus masuk
rumah sakit, juga faktor lain bahwa semasa kecilnya ia kurang mendapatkan kasih
sayang dari orangtuanya.
-- endogenous depression (bakat depresi yang diturunkan dari orang-tuanya) Pendeta
Y mengalami depresi oleh karena usahanya untuk mendamaikan dua orang tokoh
gerejanya tidak berhasil, bahkan berakibat fatal, yaitu kedua-duanya justru
menyalahkan dia. Ia sekarang merasa bahwa seluruh kehidupannya termasuk
pelayanannya gagal. Ia kemudian menderita insomnia (tidak dapat tidur), kehilangan
nafsu seksuil, nafsu makan, tidak ada gairah lagi pada segala hobinya, sering
menangis dan menjauhkan diri dari perjumpaan dengan orang lain bahkan berkali-kali
mencoba untuk bunuh diri. Diketemukan pada pendeta ini, adanya 'predisposing
factor' depresi yang lebih berat dari pendeta X; karena pendeta Y mempunyai bakatbakat biologis yang diturunkan dari orangtuanya. Ibunya juga seorang penderita
depresi berat. ("What is Depression", Leadership, Winter 1982, Vol. III, No. 1, pp. 8283).
d. Emotional variability (macam-macam pengekspresian emosi)
Komunikasi pada gangguan jiwa

Page 20

Setiap orang akan mengalami naik turunnya emosi sebagai reaksi atas pengalamanpengalaman kehidupan ini. Tetapi bagi penderita penyakit jiwa naik turunnya emosi
ini tidak sesuai dengan realita yang ada. Mungkin pengalaman yang menyenangkan
ini sudah terjadi beberapa hari yang lalu dan tiba-tiba ia bisa tersenyum-tersenyum
bahkan tertawa-tawa tanpa dapat dikontrol oleh karena ingat akan hal itu. Sering juga
diketemukan penderita penyakit jiwa yang menangis tanpa alasan untuk menangis,
atau tiba-tiba marah dan menyerang orang lain tanpa sebab, dsb.
e. Inappropriate affect (reaksi emosi yang tidak tepat)

Sedikit berbeda dengan 'emotional variability', di sini orang yang mendapat gangguan
kejiwaan biasanya memberikan reaksi emosi yang tidak cocok dengan stimulan yang
ada. Misalnya: -- Menangis mendengar cerita yang lucu -- Tertawa geli melihat orang
yang sedih menangis ditinggalkan kekasihnya.

f. Unusual motor activity (activitas motorik yang tidak normal)

Dalam kehidupan ini kita kadang-kadang dapat melakukan aktivitas motorik yang
tidak biasa, misalnya: berlari, berkata, berpikir, berbuat lebih cepat atau lebih lambat
daripada biasanya. Tetapi untuk itu selalu ada alasan dan tujuan yang jelas dan
disadari, dan hanya untuk sementara saja, tetapi lain halnya dengan penderita
penyakit jiwa.
Sering kali kita bisa mengenali adanya tanda-tanda gangguan kejiwaan melalui
aktivitas motorik yang tidak normal, misalnya :
a. Over activity (activitas yang berlebihan)
Sebagai contoh, pasien yang berbicara terus-menerus dengan susunan kalimat
Komunikasi pada gangguan jiwa

Page 21

yang tidak mengandung pengertian sama sekali (kacau, dan irasional).


Ketidakmampuan untuk duduk tenang, terus- menerus gelisah; terkejut bahkan
lari ketakutan atas suara tertentu; tangan dan kaki bahkan mata yang bergerakgerak terus, dsb.

b. Under activity (kurang aktif)


Sebagai kebalikan dari 'over activity', maka gejala penyakit jiwa sering kali
ditandai oleh sikap diam, tidak bergerak-gerak, seperti seolah-olah lemah badan,
tidak dapat berbicara, dsb.

c. Compulsive activity (aktivitas yang tidak terkendalikan)


Dalam hidup ini sering kali kita merasakan adanya dorongan yang besar untuk
melakukan sesuatu, tetapi sering kali oleh karena sebab-sebab tertentu hal itu belum
dapat dilaksanakan. Bagi orang yang normal hal ini biasa dan ia bisa menyesuaikan
diri dengan mengalihkan perhatian pada aktivitas-aktivitas yang lain. Tetapi pada
penderita penyakit jiwa tidak demikian, mungkin apa yang ia ingin lakukan sendiri
tidak ia sadari lagi, tetapi ia merasakan adanya dorongan yang kuat untuk melakukan
sesuatu aktivitas. Dan ini diekspresikan dengan menggigit-gigit kuku terus-menerus,
menggaruk-garuk kaki, mempermainkan alat kelamin, menggigit-gigit bibir, melipatlipat tangan, menulis-nulis dengan jari, menghisap ujung baju, dsb.

1. Gejala abnormal yang lain

Tanda-tanda lain dari adanya gangguan kejiwaan dalam ketegori ini sering kali
dapat diketemukan dalam kehidupan sehari-hari dari orang-orang yang normal. Oleh
karena itu kita
Komunikasi pada gangguan jiwa

Page 22

harus berhati-hati dan tidak menyamaratakan setiap gejala sebagai abnormal atau
gejala penyakit jiwa. Misalnya:

-- Disorientasi; dimana seorang bisa tidak tahu di mana ia berada, siapa dirinya,
hari apa sekarang, dsb.

-- Withdrawal; menarik diri dari pertemuan-pertemuan dengan orang-orang lain.

-- Kecurigaan yang berlebih-lebihan.

-- Kepekaan yang berlebih-lebihan terhadap otoritas.

-- Menyembunyikan sesuatu secara tidak normal, misal, uang disimpan di bawah


tanah.

-- Rangsangan dan kebutuhan seksuil yang tidak normal.

-- Kekanak-kanakan, dsb.

a.

Sosial

Biasanya yang disebut abnormal oleh karena ia menunjukkan tingkah laku, sikap,
cara berpikir, yang tidak cocok dengan standar normal masyarakat atau lingkungan di
mana ia hidup. Manusia adalah makhluk sosial, karena itu ia mempunyai kebutuhankebutuhan sosial dan ingin menjadi bagian integral dari lingkungannya. Karena itu
normal jika ia selalu cenderung untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Meskipun demikian, tidak secara otomatis orang yang "tidak dapat menyesuaikan diri"
dapat disebut sebagai orang yang tidak normal atau punya gejala penyakit jiwa, jikalau ia
dengan sadar melakukan hal itu. Yang mungkin oleh karena ia memang tidak/belum
menjadi bagian integral dari masayarakat itu. Kasus-kasus seperti misionaris konteks
sosial, kita baru bisa mengenali adanya gejala abnormal, jikalau orang yang bersangkutan
secara tidak sadar bertingkah laku yang tidak sesuai dengan standar normal masyarakat,
yang secara integral ia sendiri menjadi bagian di dalamnya.
b. Spiritual (rohani)

Komunikasi pada gangguan jiwa

Page 23

Gejala-gejala penyakit jiwa dapat pula mengekspresikan diri secara spiritual,


misalnya gagasan perasaan berdosa yang tidak terampunkan, fanatik, keragu-raguan yang
terus-menerus, dsb. Frank Minirth mengatakan bahwa gangguan-gangguan kejiwaan bisa
menggejala secara rohani

Komunikasi pada gangguan jiwa

Page 24

You might also like