You are on page 1of 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filasafat ilmu pengetahuan merupakan cabang filsafat yang secara khusus diminati
semenjak abad ke 17, namun semenjak pertengahan abad ke 20 telah mengalami
perkembangan yang besar sehingga tidak seorang pun sanggup mengikuti langkah-langkah
perkembangannya yang begitu beragam. Pertama-tama disebabkan oleh jumlah ilmu
pengetahuan yang masing-masing cabangnya tak pernah berhenti tumbuh. Perkembangan
itu meningkatkankan implikasi-implikasi ilmu pengetahuan yang sangat beragam dan
meresapi segala bidang kehidupan manusia secara mendalam.
Salah satu tujuan filsafat pengetahuan yaitu untuk memahami kapling pengetahuan.
Dengan mengetahui kapling pengetahuan kita akan dapat melakukan masing-masing
pengetahuan tersebut sesuai kaplingnya.
Seluruh alam yang ada di dunia telah dirubah oleh manusia menjadi bagian dari
kebudayaan dan menjadi komponen dari pengetahuannya tentang alam semesta. Perubahan
tersebut tidak terjadi dengan sendirinya, akan tetapi merupakan rangkaian penemuan yang
menjadi evolusi alam fisik makin terdesak oleh evolusi biologis dan akhirnya mengacu
kepada evolusi kebudayaan.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari latar belakang yang penulis batasi adalah sebagai
berikut:
1. Apa ilmu pengetahuan itu?
2. Apa relasi antara ilmu pengetahuan, filsafat, dan agama?
C. Tujuan Penulisan
Adapun beberapa tujuan yang ingin dicapai pada pembahasan dalam makalah ini,
antara lain adalah:
1. Ingin mengetahui hakekat ilmu pengetahuan.
2. Ingin mengetahui relasi antara ilmu pengetahuan, filsafat, dan agama.

BAB II
ILMU PENGETAHUAN
A. Pengertian
Istilah ilmu pengetahuan merupakan suatu pleonasme, yakni pemakaian lebih dari
satu perkataan yang sama artinya. Untuk pengertian yang dicakup katan inggris scince
cukup disebut ilmu saja tanpa penambahan perkataan pengetahuan.
Istilah ilmu atau science merupakan suatu perkataan yang cukup bermakna ganda
yaitu mengandung lebih dari satu arti. Menurut cakupannya pertama-tama ilmu merupakan
sebuah istilah umum untuk menyebut segenap pengetahuan ilmiah yang dipandang sebagai
satu kebulatan. Jadi, dalam arti yang pertama ini ilmu mengacu pada ilmu seumumnya
(science-in general).
Arti yang kedua dari ilmu menunjuk pada masing-masing bidang pengetahuan
ilmiah yang mempelajari suatu pokok soal tertentu. Dalama arti ini ilmu berarti suatu
cabang ilmu khusus seperti antropologi, biologi atau sosiologi. Istilah inggris science
kadang-kadan diberi arti sebagai ilmu khusus yang lebih terbatas lagi yakni sebagai
pengetahuan sistematis mengenai dunia fisis atau material systematic knowledge of the
physical or material world).1
Athur Thomson mendifinisikan ilmu sebagai pelukisan fakta-fakta, pengalaman
secara lengkap dan konsisten meski dalam perwujudan istilah yang sederhana. S Hornby
mengartikan ilmu science is organized knowledge obtained by observation and testing of
fact.2
Dalam kamus bahasa Indonesia menerjemahkan ilmu sebagai pengetahuan tentang
suatu bidang yang disususn secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat
digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu pula. Poincare menyebutkan bahwa
ilmu berisi kaidah-kaidah dalam arti definisi yang tersembunyi science consist entirely of
conventions in the sence of disguised definitions.3
Dalam Ensiklopedi Indonesia ilmu pengetahuan adalah suatu sistem dari berbagai
pengetahuan yang masing-masing mengenai suatu lapangan pengalaman tertentu, yang
1 . The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, (Yogyakarta:Liberty), Cet 6, 2004, hal 86.
2 . Ilmu adalah susunan atau kumpulan pengetahuan yang diperoleh melalui penelitian dan percobaan dari
fakta- fakta.
3 . Cecep Sumarna, Filsafat Ilmu Dari Hakikat Menuju Nilai, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy), Cet 2, 2006,
hal 98.

disususn sedemikian rupa menurut asas-asas tertentu sehingga menjadi kesatuan; suatu
sisitem dari berbagai pengetahuan yang masing-masing didapatkan sebagai hasil
pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan secara teliti dengan memakai metode-metode
tertentu (induksi, deduksi).
Menurut Prof DR. Mohammad Hatta ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang
teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam satu golongan masalah yang sama tabiatnya
maupun menurut kedudukannya tampak dari luar maupun menurut bangunnya dari dalam.4
Prof. DR. M. J. Langerveld, guru besar pada Rijk Uneversiteit di Utrecht (Belanda),
pengetahuan adalah kesatuan subjek yang mengetahui dan objek yang diketahui. Suatu
kesatuan dalam mana objek itu dipandang oleh subjek sebagai diketahuinya.5
Jadi pada dasarnya ilmu adalah sebuah proses yang bersifat kognitif, bertalian
dengan proses mengetahui dan pengetahuan. Proses kognitif (cogntion) adalah suatu
rangkaian aktivitas seperti pengenalan, pencerapan, pengkonsepsian dan penalaran yang
dengannya manusia dapat mengetahui dan memperoleh pengetahuan tentang suatu hal.
Ilmu selain merupakan sebuah proses yang bersifat rasional dan kognitif, juga
bercorak teleogis, yakni mengarah pada tujuan tertentu karena para ilmuan dalam
melakukan aktivitas ilmiah mempunyai tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Ilmu melayani
sesuatu tujuan tertentu yang diinginkan oleh setiap ilmuan. Dengan demikian ilmu adalah
aktivitas manusiawi yang bertujuan. Tujuan ilmu itu dapat bermacam-macam sesuai dengan
apa yang diharapkan oleh masing-masing ilmuan.6
B. Objek dan Sudut Pandang Ilmu Pengetahuan
Di dalam buku-buku ilmu pengetahuan, objek dan sudut pandang itu dibedakan menjadi
dua hal, yaitu :
1. Objek

material

(material

object),

yaitu

objek/lapangan

yang

dilihat

secara

keseluruhannya (manusia, alam,dan sebagainya).


2. Objek formal (formal object), yaitu objek/lapangan jika dipandang dari suatu
aspek/sudut tertentu saja. (ilmu kedokteran: untuk menyembuhkan atau menyehatkan

4 . Burhanuddin Salam, Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi, (Jakarta: PT Rineka Cipta), cet I, 2000, hal 14.
5 . Ibid, hal 15.
6 . The Liang Gie, hal 97.
3

manusia yang sakit, ilmu pendidikan: untuk mendewasakan secara etis anak yang belum
dewasa).
C. Metode Ilmu Pengetahuan
Yang menjadi tujuan ilmu pengetahuan tiada lain ialah tercapainya kebenaran.
Untuk mencapai tujuan kebenaran, maka ditempuhlah cara dan jalan tertentu. Jalan tersebut
dalam ilmu pengetahuan dikenal dengan metode ilmu pengetahuan atau metode ilmiah.
Cara atau jalan yang dilalui oleh proses ilmu sehingga mencapai kebenaran sangatlah
macam-macam, tergantung pada sifat ilmu itu sendiri. Oleh karena itu, dalam hal ini
marilah ditelusuri pendapat beberapa para ahli mengenai hal tersebut.
Francis Bacon mengemukakan empat sendi kerja untuk menyusun ilmu
pengetahuan. Di antaranya yaitu:7
1. Observasi (pengamatan).
2. Measuring (pengukuran).
3. Explaning (penjelasan).
4. Verifying (pemeriksaan benar tidaknya).
Metode ilmiah versi abad ke-19, menurut Djumain Basalim dalam artikelnya
Orientasi Terhadap Science ialah sebagai berikut:8
1. Mengajukan pertanyaan terhadap alam.
2. Mengumpulkan bukti-bukti yang tepat.
3. Membuat keterangan secara hipotesa.
4. Mengumpulkan pengertian.
5. Mengetes secara eksperimental.
6. Menolak atau menyetujui ataupun merubah hipotesa yang disusun tadi.
Sementara Winarto Surachmad dalam bukunya Pengantar Penyelidikan Ilmiah
menerangkan sepuluh langkah umum yang dilalui dalam penyelidikan ilmiah. Di
antaranya:9
1. Pemilihan masalah.
2. Studi eksplorasi.
7. Djumain Basalim, Orientasi Terhadap Sciense, Harian Abadi, 17 dan 20 Maret 1969.
8. Ibid.
9. Winarto Surachmad, Pengantar Penyelidikan Ilmiah: Dasar dan Metode, (Bandung: tp, !965), 1
4

3. Rumusan teori dan angapan dasar.


4. Rumusan hipotesa.
5. Penetapan teknik penguji hipotesa.
6. Penyusunan agenda.
7. Pengumpulan data.
8. Pengolahan data.
9. Penyimpulan, dan
10. Publikasi dari penyelidikan.
Dari rangkaian keterangan di atas, maka jelaslah bahwa terdapat proses panjang
yang akan dilalui dalam sebuah metode ilmu pengetahuan, yakni yang semula berasal dari
pengetahuan biasa kenudian dengan proses panjang tersebut akhirnya lahirlah ilmu
pengetahuan. Proses yang ditempuh itu, yang dikenal dengan metode ilmiah, antara lain
dapat disusun sebagai berikut:
1. Pengumpulan (koleksi) data dan fakta.
2. Pengamatan (obserfasi) data dan fakta.
3. Pemilihan (seleksi) data dan fakta.
4. Penggolongan (klasifikasi) data dan fakta.
5. Penafsiran (interpretasi) data dan fakta.
6. Penarikan kesimpulan umum (generalisasi).
7. Perumusan hipotesa.
8. Pengujian (verifikasi) terhadap hipotesa melalui riset, empirik, dan eksperimen.
9. Penilaian (evaluasi), menerima, atau menolak, menambah, atau mengurangi,
menetapkan, atau merubah hipotesa.
10. Merumuskan teori ilmu pengetahuan, dan
11. Perumusan dalil atau hukum ilmu pengetahuan.10
D. Fungsi Ilmu Pengetahuan
Ilmu dengan segala arti dan tujuannya, sampai batas-batas tertentu telah banyak
membantu manusia dalam mencapai tujuan hidup, yaitu kehidupan kearah yang lebih baik.
Sekalipun kebenaran ilmu tidak pernah sampai kepada kebenaran mutlak, tetapi dalam
10. Endang Saifuddin Anshari, Ilmu, Filsafat dan Agama, (Surabaya: Bina Ilmu, 2009), 63.
5

keterbatasannya ia membantu kehidupan dan kepentingan manusia di dunia sesuai dengan


bidang masing-masing.11
Dengan ilmu teknologi misalnya, manusia dapat mengubah wajah dunia tempat ia
tinggal, mengubah cara manusia bekerja, cara manusia berfikir, dan lain-lain. Dengan
teknologi pula, manusia dapat mengurangi rintangan ruang dan waktu. Di saat terdapat
suatu peristiwa terjadi pada suatu titik dunia, dalam waktu yang relatif singkat, segera dapat
diketahui ke seluruh pelosok dunia.
Ilmu memungkinkan manusia dapat bergerak atau bertindak dengan cermat, dan
tepat, karena ilmu merupakan hasil kerja pengamatanobservasi, eksperimen dan verifikasi.
Fudyartanta, dosen psikologi di Universitas gajah Mada, menyebutkan ada empat
macam fungsi ilmu pengetahuan. Di antaranya yaitu:
1. Fungsi deskriptif
Yaitu berfungsi untuk menggambarkan, melukiskan dan memaparkan suatu obyek atau
masalah sehingga memudahkan peneliti dalam mempelajarinya.
2. Fungsi pengembangan
Yaitu berfungsi untuk melanjutkan hasil penemuan yang lalu sehingga mendapatkan
penemuan baru.
3. Fungsi prediksi
Yaitu berfungsi untuk meramalkan kejadian-kejadian yang kemungkinan besar terjadi,
sehingga manusia dapat mengambil tindakan yang perlu dalam usaha menghadapinya.
4. Fungsi kontrol
Yaitu berfungsi sebagai usaha dalam mengendalikan peristiwa-peristiwa yang tidak
dikehendaki.

11. Burhanuddin Salam, Logika Materiil: Filsafat Ilmu, (Jakarta: Rineka Ilmu, 1997), 34.
6

BAB III
EPISTEMOLOGI ILMU PENGETAHUAN, ONTOLOGI PENGETAHUAN DAN
AKSIOLOGI PENGETAHUAN
A. Epistemologi Ilmu Pengetahuan
Pengalaman manusia sudah berkembang sejak tahun 600 SM. Mula-mula muncul
yaitu pengetahuan filsafat dan hampir bersamaan dengan berkembangnya pengetahuan sain
dan pengetahuan mistik.
Perkembangan sain didorong oleh paham Humanisme. Humanisme yaitu paham
filsafat yang mengajarkan bahwa manusia mampu mengatur dirinya dan alam. Humanisme
telah muncul pada zaman Yunani Lama (Yunani Kuno). Sejak zaman dahulu, manusia telah
menginginkan adanya aturan untuk mengatur manusia. Tujuannya agar manusia hidup
teratur.
Manusia juga memerlukan aturan untuk mengatur alam. Pengalaman manusia
menunjukkan bila alam tidak diatur maka alam akan menyulitkan kehidupan manusia.
Sementara manusia tidak mau dipersulit oleh alam.
Orang Yunani menemukan bahwa manusia yang membuat aturan. Humanisme
mengatakan bahwa manusia mampu mengatur dirinya dan alam. Jadi, manusia yang harus
membuat aturan untuk mengatur manusia dan alam.
Bagaimana membuatnya dan apa alatnya? Bila aturan itu dibuat berdasarkan agama
atau mitos, maka akan sulit sekali menghasilkan aturan yang disepakati. Menurut mereka
aturan harus dibuat berdasarkan dan bersumber pada seseuatu yang ada pada manusia. Alat
itu adalah akal. Karena akal dianggap mampu dan setiap orang bekerja berdasarkan aturan
yang sama. Aturan itu yaitu logika alami yang ada pada akal setiap manusia. Kemudian,
Humanisme melahirkan Rasionalisme.12
Rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal. Bukan
karena rasionalisme mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman paling
dipandang sebahai jenis perangsang bagi pikiran. Para penganut rasionalisme yakin bahwa
kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide kita dan bukan di dalam diri barang sesuatu.
Jika kebenaran bermakna sebagai mempunyai ide yang sesuai dengan atau yang menunjuk

12 . Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu, (Bandung: PT Remaja Posdakarya), cet II, 2006, 28-30.
7

kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran dan hanya dapat
diperoleh dengan akal budi saja.13
Rasionalisme masih belum cukup, kemudian muncul Empirisme. Seorang penganut
empirisme biasanya berpendirian bahwa kita dapat memperoleh pengetahuan melalaui
pengalaman. John Locke, bapak empirisme Britania mengatakan bahwa pada waktu
manusia dilahirkan, akalnya merupakan sejenis buku catatan yang kosong dan di dalam
buku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman inderawi.14
Empirisme masih memiliki kekurangan, kekurangannya yaitu belum terstruktur.
Empirisme hanya sampai pada konsep-konsep yang umum. Konsep itu belum operasional
karena belum terukur. Jadi masih diperlukan alat lain yaitu Positivime.Positivisme
mengajarkan bahwa kebenaran ialah yang logis, dan bukti empirisnya yang terukur.
B. Ontologi Ilmu Pengetahuan
Pada pembahasan kali ini tentang hakikat sain. Hakikat sain menjawab pertanyaan
apa sain sebenarnya. Secara ringkas bahwa bahwa pengetahuan sain adalah pengetahuan
rasional empiris. Pembahasan pertama yaitu masalah rasional.
Contoh ketika saya berjalan-jalan di beberapa kampung, banyak hal yang menarik
perhatian. Diantaranya orang-orang kampung satu sehat-sehat, sedangkan kampung lain
banyak yang saki. Srcara pukul rata penduduk kampung yang satu lebih sehat daripada
penduduk kampung yang lain.
Kebetulan penduduk kampung yang satu memelihara ayam dan mereka memakan
telurnya, sedangkan kampung yang lain memelihara ayam, akan tetapi tidak memakan
telurnya. Berdasarkan ini, semakin banyak makan telur akan sehat atau telur berpengaruh
positif terhadap kesehatan.
Hipotesis harus berdasarkan rasio dengan kata lain harus rasional. Hipotesis ini
masih belum diuji kebenarannya, kebenarannya barulah dugaan. Tetapi hipotesis itu telah
mencukupi dari segi kerasionalannya. Kata rasional menunjukkan adanya hubungan
pengaruh atau hubungan sebab akibat.
Pembahasa kedua yaitu masalah empiris. Untuk menguji hipotesis maka
menggunakan eksperimen dengan cara mengambil satu atau dua kampung yang disuruh
13 . Lois O. Katsoff, Pengantar Filsafat .(Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya), cet IX, 2004, hal 135.
14 . Ibid, hal 133.
8

makan telur secara teratur selama setahun sebagai kelompok eksperime, dan mengambil
satu atau dua kampung lain tidak boleh makan telur selama setahun sebagai kelompok
kontrol. Pada akhir tahu, kesehatan kedua kelompok tersebut amati. Hasilnya kampung
yang makan telur rata-rata lebih sehat.
Jadi hipotesisnya semakin banyak makan telur akan semakin sehat atau telur
berpengaruh positif terhadap kesehatan. Pada dasarnya cara kerja sain adalah kerja mencari
hubungan sebab akibat atau mencari pengaruh sesuatu terhadap yang lain. Asumsi dasar
sain ialah tidak ada kejadian tanpa sebab. Asumsi ini oleh Fred. Kerlinger (Foundation of
Behavior Reserch, 1973:378) dirumuskan dalam ungkapan post hoc, ergo propter hoc (ini
tentu disebabkan oleh ini). Asumsi ini benar bila sebab akibat itu memiliki hubungan
rasional.15
C. Aksiologi Ilmu Pengetahuan
Pada bagian ini dibicarakan dua hal, pertama kegunaan sain; kedua cara
menyelesaikan masalah.
1. Kegunaan Pengetahuan Sain
Apa guna sain? Pertanyaannya sama dengan apa guna pengetahuan ilmiah karena sain
(ilmu) isinya teori (ilmiah). Secara umum, teori artinya pendapat yang beralasan. Alasan
itu bisa berupa argumen logis, ini teori filsafat; berupa argumen perasaan atau keyakinan
dan kadang-kadang empiris, ini teori dalam pengetahuan mistik; berupa argumen logisempiris, ini teori sain.
Teori sain ada tiga kegunaan : yaitu sebagai alat membuat eksplanasi, sebagai alat
peramal dan sebagai alat kontrol.16
2. Cara Sain Menyelesaikan Masalah
Ilmu atau sain yang isinya teori dibuat untuk memudahkan kehidupan. Bila menghadapi
kesulitan (biasanya disebut masala) menyelesaikan danmenghadapi masalah itu dengan
menggunakan ilmu (sebenarnya menggunakan teori ilmu).
Dahulu orang mengambil air di bawah bukit, tatkala mengambil air orang melalui
jalan menurun sambil membawa wadah air. Tatkala pulang ia melalui jalan menanjak
sambil membawa wadah yang berisi air. Itu menyulitkan, untuk memudahkan orang
membuat sumur.
15 . Ahmad Tafsir, hal 24.
16 . Ibid. hal 37.
9

Membuat sumur memerlukan ilmu, tetapi sumur masih menyusahkan karena masih
menimba, terkadang sumur begitu dalam. Orang mencari teori agar lebih mudah
mengambil air. Lantas orang menggunakan pompa air yang digerakkan dengan tangan.
Masih susah juga, orang lantas menggunakan mesin.
Demikian cara ilmuwan menyelesaikan masalah yang dihadapi. Itu tentang cara sain
menyelesaikan masalah. Langkah baku sain dalam menyelesaikan masalah : identifikasi
masalah, mencari teori, menetapkan tindakan penyelesaian.
Jangan terlalu mengandalkan sain ketika timbul masalah. Karena belum tentu teori
sain yang ada mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi. Dan belum tentu setiap
masalah tersedia teori untuk menyelesaikannya. Masalah terlalu berkembang lebih cepat
daripada perkembangan teori.17

BAB IV
RELASI ANTARA ILMU, FILSAFAT DAN AGAMA
A. Pengertian Agama
Dikalangan para ahli tidak ada kata sepakat untuk sampai pada satu kesimpilan yang
utuh tentang definnisi agama. Karena masing-masing memiliki perspektif yang berbeda
17 . Ibid, hal 41-45.
10

dalam memahami dan memaknai agama. Namun pengertian sepihak sebagaimana


dikemukakan oleh E.B. Taylor bahwa agama adalah kepercayaan terhadap adanya wujudwujud spritual. Pengertian ini banyak yang memberikan apresiasi sekaligus memberikan
cibiran bahwa betapa sempitnya makna agama jika hanya dipahami seperti itu.
Sebagaimana Radcliffe Brown misalnya memahami agama jauh seperti itu, yakni sebuah
ketergantungan terhadap di luar diri sendiri yakni kekuatan spiritual dan moral.
Pengertian ini jauh luas daripada pengertian Tylor. Pengertian berbeda juga
disampaikan oleh Durkheim dan Tillich yang memahami agama lebih dari sekedar urusan
spiritual, melainkan masuk pada persoalan yang tertinggi yang dihadapi oleh manusia. Dari
berbagai pengertian di atas dapat dikatakan bahwa definisi agama bukan masalah yang
mudah karena menyangkut sesuatu yang abstrak dan (kadang) di luar jangkauan nalar
manusia.18
B. Pengertian Filsafat
Kata filsafat berasal dari kata Yunani filosofia, yang berasal dari kata kerja
filosofein yang berarti mencintai kebijaksanaan. Kata tersebut juga berasal dari kata Yunani
philosophis yang berasal dari kata kerja philein yang berarti mencintai, atau philia yang
berarti cinta, dan shopia yang berarti kearifan. Dari kata tersebut lahirlah kata inggris
philosophy yang biasa diterjemahkan sebagai cinta kearifan.19
C. Persamaan Ilmu dan Agama Dalam Perspektif Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu adalah salah satu disiplin yang mempelajari tentang hakikat ilmu.
Suatu disiplin yang membicarakan tentang refleksi terhadap persoalan-persoalan mengenai
segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari
kehidupan manusia, atau penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara-cara
memperolehnya.
Filsafat ilmu membicarakan segala sesuatu yang terkait dengan aktifitas ilmu, cara
kerja, metode dan sumber ilmu. Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan
campuran yang eksistensi dan pemekarannya tergantung pada hubungan timbal balik dan

18 . Abdul Chalik, 2009. Kumpulan Materi Kuliah Filsafat Ilmu, Surabaya: Ushuluddin IAIN Sunan Ampel.
hal 42.
19 . Asmoro Ahmadi, Filsfat Umum, (Jakarta; Rajagrafindo Persada), 2007, hal 1.

11

saling pengaruh antara filsafat dan ilmu. Dalam istilah asing filsafat ilmu juga dikenal
sebutan; theory of science, metascience, metodhology dan science of science.
Semua ilmu pengetahuan termasuk dalam wilayah kajian filsafat ilmu. Karena
filsafat ilmu membicarakan hakikat ilmu dan sumber asal bagaimana ilmu-ilmu terbentuk
dan bekerja. Jujun Sumantri mengatakan bahwa wilayah kajian filsafat ilmu seluas wilayah
kajian ilmu dan filsafat itu sendiri. Termasuk dalam lingkup obyek kajian filsafat ilmu
adalah ilmu agama islam. Almu agam islam diposisikan sama dengan ilmu-ilmu yang lain
karena juga memiliki obyek, metode dan struktur yang sangat jelas.20
D. Kedudukan Ilmu, Filsafat dan Agama
Ilmu, filasafat dan agam mempunyai hubungan yang terakait dan reflektif dengan
manusia. Dikatakan terkait karena ketiganya tidak dapat bergerak dan berkembang apabila
tidak ada tiga alat dan tenaga utama yang berada di dalam diri manusia. Tiga alat dan
tenaga utama manusia adalah akal pikir, rasa dan keyakinan sehingga dengan ketiga hal
tersebut manusia dapat mencapai kebahagiaan bagi dirinya.
Ilmu dan filsafat dapat bergerak dan bekembang berkat aka pikiran manusia. Agama
juga dapat bergerak dan berkembang berkat adanya keyakinan. Akan tetapi, ketiga alat dan
tenaa utama tersebut tidak dapat berhubungan denga ilmu, filsafat dan agama apabila tidak
di dorong dan dijalankan oleh kemauan manusia yang merupakan tenaga tersendiri yang
terdapat dalam diri manusia.
Ilmu berdasarkan pada akal pikir lewat pengalaman dan indra, dan filsafat
mendasarkan pada otoritas akal murni secara bebas dalam

penyelidikan terhadap

kenyataan dan pengalaman terutama dikaitkan dengan kehidupan manusi. Sedangkan


agama mendasarkan pada otoritas wahyu. 21
E. Titik Singgung antara Ilmu, Filsafat dan Agama
Tidak semua masalah yang dipertanyakan manusia mampu dijawab secara positif
oleh ilmu pengetahuan, karena ilmu itu terbatas, yakni terbatas pada subyek, obyek, dan
metodologinya. Begitu pula tidak semua masalah yang tak mampu dijawab oleh ilmu
pengetahuan lantas dengan sendirinya dijawab oleh ilmu filsafat, karena jawaban filsafat
hanya bersifat spekulatif dan alternatif. Agama memberi jawaban tentang berbagai macam
20 . Abdul Chalik, hal 54.
21 . Asmoro Ahmadi, hal 17.
12

soal pokok yang sama sekali tidak terjawab oleh ilmu maupun filsafat. Akan tetapi perlu
ditegaskan di sini, bahwa tidak semua persoalan manusia terdapat jawabannya dalam
agama. Contohnya, permasalahan-permasalahan kecil seperti jalan kendaraan di sebelah
kiri atau kanan, cek, wesel dan lain-lain.
Dengan kekuatan akal budi (ilmu dan filsafat)nya, manusia naik memetik kebenaran demi
kebenaran yang dapat terjangkau dengan kapasitasnya sendiri yang terbatas itu. Di samping
itu, karena sifat RahmatNya, Allah SWT berkenan menurunkan wahyuNya kepada umat
manusia agar mereka mencapai dan menemukan kebenaran yang pokok dan hakiki, yang
tidak dapat tercapai hanya sekedar kekuatan akal budinya semata. Allah telah
menganugrahkan kepada manusia alam, akal, dan wahyu, maka dengan akal budi yang
mereka miliki, manusia dapat lebih memahami, baik wahyu ma

BAB V
ANALISA
A. Terhadap Ilmu Pengetahuan
Pengetahuan merupakan sebuah gambaran atau simbol yang diperoleh dari hasil
pengalaman indarawi. Antara pengetahuan dan ilmu pengetahuan, keduanya dibedakan
dalam dunia filsafat. Ilmu pengetahuan lebih cenderung pada tatanan yang sistematis
13

metodologis dan teoritis. Ilmu pengetahuan merupakan hasil dari pengalaman yang telah
diuji kebenarannya lewat riset, empiris, dan eksperimen. Hal ini berbeda dengan
pengetahuan yang diperoleh hanya sebatas pengalaman biasa yang di dalamnya tidak
terdapat penelitian lebih lanjut.
Antara pengetahuan dan ilmu pengetahuan, keduanya saling berkaitan. Tanpa
pengetahuan yang bersumber dari pengalaman, ilmu pengetahuan tidak akan ada. Karena
awal mula dari ilmu adalah rasa ingin tahu. Pengetahuan yang didapat dari rasa ingin tahu
tersebut kemudian dilakukan penelitian ulang lewat metode ilmiah, akhirya dari proses
panjang tersebut lahirlah ilmu pengetahuan.
Dengan lahirnya ilmu pengetahuan dengan segala bentuk metodenya ini, maka
semakin berkembanglah ilmu pengetahuan, baik dalam satu aspek bidang maupun aspek
bidang yang lain. Manusia akan semakin tau tentang hal yang semula belum ia ketahui.
Dengan perkembangan ilmu semacam ini, maka efek positifnya mampu merubah wajah
dunia yang semula sempit menjadi sangan luas. Manusia cenderung berpijak pada ilmu
pengetahuan dalam menetukan langkah yang akan ia capai. Oleh karena itu, kehadiran
ilmu pengtahuan sangat berperan bagi perkembangan hidup manusia ke aarah yang lebih
baik.
B. Terhadap Relasi Antara Ilmu Pengatahuan, Filsafat, dan Agama
Pada intinya permasalahan yang dibicarakan antara ilmu pengetahuan, filsafat, dan
agama adalah sama, yaitu permasalahan kebenaran. Setiap dari ilmu, filsafat, dan agama
mempuyai kriteria kebenaran masing-masing. Namun, cara yang ditempuh dalam
mewujudkan inti kebenarannya sangat berbeda-beda.
Dalam dunia ilmu pengetahuan, kebenaran haruslah berdasarkan atas hasil
pengalaman indrawi yang telah diproses melalui metode ilmiah. Sehingga pernyataan dari
ilmu tersebut validitas kebenarannya dapat dipertanggung jawabkan. Demikian halnya
filsafat, dalam menempuh suatu hakikat kebenaran haruslah berdasarkan pemikiran yang
mendalam, universal, bebas, spekulatif dan logis. Walaupun hasilnya subyektif, pernyataan
dari hasil berfilsafat sangatlah dibutuhkan ketika suatu masalah tidak lagi mampu dijawab
ilmu pengetahuan. Berbeda halnya dengan agama dalam mencapai inti kebenaran dari
dogma-dogmanya. Kebenaran agama haruslah berlandaskan atas adanya wahyu. Oleh
14

karena itu, jika terdapat sesuatu yang bertentangan dengan agama, maka hal itu menjadi
tidak benar menurut agama.
Dari pernyataan di atas, nampaklah jelas bahwa keterkaitan antara ilmu
pengetuahuan, filsafat, dan agama dalam tujuannya adalah sama, yaitu kebenaran. Namun
hal yang membedakan hanyalah persoalan obyek dan metode yang digunakan. Ilmu
pengetahuan hanya mengacu pada obyek hasil pengalaman indrawi manusia. Filsafat lebih
kepada obyek yang ada di luar pengalaman manusia. Lain halnya dengan agama yang
mengarahkan pada dua obyek, yakni di satu sisi obyek permasalahan pada ilmu, dan di satu
sisi obyek permasalahan pada filsafat.
Namun, antara ilmu pengetahuan, filsafat, dan agama, saling memiliki keterkaitan.
Ilmu pengetahuan dengan segala yang dihasilkannya, mampu memberi dukungan terhadap
filsafat. Misalnya, ketika filsafat ingin menyelidiki tentang manusia, otomatis
membutuhkan adanya ilmu otropologi. Demikian juga ilmu pengetahuan, ketika kesulitan
menjawab hakikat masalah yang ada di luar pengalaman, maka ia cenderung lari pada
filsafat dan agama. Demikian halnya, ketika agama hadir tanpa adanya filsafat, dan ilmu
pengetahuan, maka cenderung kaku dan sulit dipahami.

BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam sebuah pengertian, antara ilmu dan pengetahuan memiliki pengertian yang
tidak jauh berbeda. Namun dalam wilayah filsafat, antara ilmu dan pengetahuan dibedakan.
Athur Thomson mendifinisikan ilmu sebagai pelukisan fakta-fakta, pengalaman secara
15

lengkap dan konsisten meski dalam perwujudan istilah yang sederhana. S Hornby
mengartikan ilmu science is organized knowledge obtained by observation and testing of
fact.
Yang menjadi tujuan ilmu pengetahuan tiada lain ialah tercapainya kebenaran.
Untuk mencapai tujuan kebenaran, maka ditempuhlah cara dan jalan tertentu. Jalan tersebut
dalam ilmu pengetahuan dikenal dengan metode ilmu pengetahuan atau metode ilmia Prof.
DR. M. J. Langerveld, guru besar pada Rijk Uneversiteit di Utrecht (Belanda), pengetahuan
adalah kesatuan subjek yang mengetahui dan objek yang diketahui. Suatu kesatuan dalam
mana objek itu dipandang oleh subjek sebagai diketahuinya.
Jadi pada dasarnya ilmu adalah sebuah proses yang bersifat kognitif, bertalian
dengan proses mengetahui dan pengetahuan. Proses kognitif (cogntion) adalah suatu
rangkaian aktivitas seperti pengenalan, pencerapan, pengkonsepsian dan penalaran yang
dengannya manusia dapat mengetahui dan memperoleh pengetahuan tentang suatu hal.
Ilmu dengan segala arti dan tujuannya, sampai batas-batas tertentu telah banyak
membantu manusia dalam mencapai tujuan hidup, yaitu kehidupan kearah yang lebih baik.
Sekalipun kebenaran ilmu tidak pernah sampai kepada kebenaran mutlak, tetapi dalam
keterbatasannya ia membantu kehidupan dan kepentingan manusia di dunia sesuai dengan
bidang masing-masing.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi , Asmoro, 2007. Filsfat Umum, Jakarta; Rajagrafindo Persada.
Anshari, Endang Saifuddin. 2009. Ilmu, Filsafat dan Agama, Surabaya: Bina Ilmu.
Basalim, Djumain. 17 & 20 Maret 1969. Orientasi Terhadap Sciense, Harian Abadi.

16

Chalik, Abdul. 2009. Kumpulan Materi Kuliah Filsafat Ilmu, Surabaya: Ushuluddin IAIN
Sunan Ampel.
Gie, The Liang, 2004, Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta:Liberty, Cet 6.
Katsoff, .Lois O. 2004. Pengantar Filsafat . Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, cet IX.
Salam, Burhanuddin. 1997. Logika Materiil: Filsafat Ilmu, Jakarta: Rineka Ilmu.
Surachmad, Winarto. !965. Pengantar Penyelidikan Ilmiah: Dasar dan Metode, Bandung:
tp.
Salam, Burhanuddin, 2000, Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi, Jakarta: PT Rineka Cipta,
cet I.
Sumarna, Cecep, 2006, Filsafat Ilmu Dari Hakikat Menuju Nilai, Bandung: Pustaka Bani
Quraisy, Cet 2.
Tafsir, Ahmad. 2006. Filsafat Ilmu, Bandung: PT Remaja Posdakarya, cet II.

17

You might also like