Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Lina M. Fone
(0908012853)
BAB 1 PENDAHULUAN
Kortikosteroid Hormon
Diproduksi oleh Kelenjar adrenal
Dikembangkan sintetiknya karena efek anti
inflamasinya
Menurut penggunaannya dibagi atas Kortikosteroid
sistemik dan topikal
Selain efek yang berguna bagi tubuh,
kortikosteroid memiliki berbagai efek samping
sehingga butuh perhatian khusus untuk
penggunaannya
pertama kali dilaporkan oleh Sulzberger tahun
1952
mineralokortikoid :
Efek
pada
pengaturan
keseimbangan
air
dan
elektrolit
yakni
retensi
natrium dan deplesi kalium
sehingga jenis ini jarang
dipilih sebagai pilihan terapi,
contohnya
adalah
desoksikortikosteron.
glukokortikoid :
efek utama terhadap penyimpanan
glikogen hepar dan anti inflamasi yang
nyata serta tidak memiliki pengaruh yang
kecil terhadap keseimbangan air dan
elektrolit.5 Contoh glukokortikoid alam
adalah kortisol sedangkan glukokortikoid
sintetik contohnya adalah prednisolon.
2.2. Farmakologi
Semua hormon steroid sama-sama mempunyai rumus bangun siklopentano
perhidrofenantren 17-karbon dengan 4 buah cincin. Modifikasi dari struktur
cincin dan struktur luar akan mengakibatkan perubahan pada efektivitas
dari steroid tersebut.
Semua dasar kortikosteroid topikal adalah kortisol dengan menambah atau
mengubah kelompok fungsional pada posisi tertentu akan membentuk
beragam potensi dan efek samping, yaitu:
1. Menambah sebuah molekul fluorin pada posisi 6 dan atau 9 meningkatkan potensi
steroid, tetapi meningkatkan aktivitas mineralokortikoid
2. Subtitusi pada posisi 16 dengan sebuah metil (deksametason) atau metil
(betametason) meningkatkan efikasi tanpa menambah kemampuan retensi
sodium
3. Menghilangkan, mengganti atau menutup kelompok hidroksil akan meningkatkan
lipofilisitas molekul dengan demikian absorbsi perkutan sebaik aktvitas ikatan
glukokortikoid dengan reseptornya, penutupan ini dapat dilakukan dengan
Esterifikasi posisi C16, C17 dan C21 (asam butirat pda molekul hidrokortison menghasilkan
hidrokortison butirat).
Pembentukan kelompok asetonid dengan cara menambah unsur 16- - hidroksi menghasilkan
triamsinolon asetonid atau flusinolon asetonid.
Penggantian kelompok 21-hidroksil dan molekul pada molekul betametason dengan chlorine
moety menghasilkan klobetasol 17 propionat, merupakan bentuk molekul terkuat sampai saat
ini.
Golongan IV : Mid-strength
Fluocinolone acetonide ointment 0,025% ,Flurandrenolide ointment 0,05% ,Fluticasone proprionate
cream 0,05% ,Hydrocortisone valerate cream 0,2% ,Mometasone fuorate cream 0,1% ,Triamcinolone
acetonide cream 0,1% 5.
Golongan V : Lower mid-strength
Alclometasone diproprionate ointment 0,05% ,Betamethasone diproprionate lotion 0,05%
,Betamethasone valerate cream 0,1% ,Fluocinolone acetonide cream 0,025% ,Flurandrenolide cream
0,05% ,
Golongan VI : Mild strength
Alclometasone diproprionate cream 0,05% ,Betamethasone diproprionate lotion 0,05% ,Desonide
cream 0,05% ,Fluocinolone acetonide cream 0,01% ,
Golongan VII : Least potent
Obat topikal dengan hydrocortisone, dexamethasone, dan prednisone.
Dalam penggolongan ini, obat yang sama dapat ditemukan dalam klasifikasi potensi obat yang
berbeda tergantung dari vehikulum yang digunakan.
Potensi kuat
Potensi sedang
Sangat kuat
difusi
Barier stratum
korneum
Anti inflamasi,
Imunosupresif,
Anti proliferasi,
Vasokonstriksi.
Be
be rub
be ntu ah
rg k,
e
nu ke rak
be cle
r
u
de ikat s,
kr n g an
o m an
at
in
Kortikosteroid
Topikal
Stimulasi
transkripsi
RNA dan
sintetis
protein
spesifik
proses
fagositosis
dan
2. Efek imunosupresif.
menekan produksi dan efek faktorfaktor humoral yang terlibat dalam
proses inflamasi
menginhibisi migrasi leukosit ke tempat
inflamasi
mengganggu fungsi sel endotel,
granulosit, sel mast dan fibroblas.
pengurangan sel mast pada kulit.
3. Efek antiproliferasi.
inhibisi sintesis dan mitosis
DNA, yang sebagian
menjelaskan terapi obatobat ini pada dermatosis
dengan disertai skuama.
inhibisi Aktivitas fibroblas
dan pembentukan kolagen
4. Vasokonstriksi
Respon sedang
Psoriasis tubuh
Dermatitis atopik dewasa
Eksema numularis
Dermatitis kontak iritan
Papul urtikaria
Parapsoriasi
Likhen simplkes kronis
Respon sedikit
Psoriasis palmoplantar
Psoriasis kuku
Eksema dishidrotik
Lupus eritomatosus
Pemfigus
Likhen planus
Granuloma anulare
Dermatitis kontak alergi
poison ivy
Muka+leher
2,5
1
1,5
1,5
2
Lengan + tangan
4
1
1,5
2
2,5
Tungkai+kaki
8
1,5
2
3
4,5
Badan
depan
7
1
2
3
3,5
Badan
belakang
7
1,5
3
3,5
5
Panjang dari krim atau salep yang dikeluarkan dari tube dapat
diukur dengan satuan FTU (Finger Tip Unit = 1 ruas jari telunjuk
orang dewasa). Satu FTU (sekitar 500 mg) dapat dipakaikan 2 x
ukuran tangan orang dewasa.
Lama pengobatan untuk kortikosteroid topikal berpotensi sangat kuat
sebaiknya kurang dari 3 minggu, dengan jumlah pemakaian tidak lebih
dari 30gr seminggu.
Pada anak-anak harus dihindari pemakaian kortikosteroid topikal
dengan potensi kuat sampai sangat kuat karena lebih dari 10 gram
perminggu dapat terjadi retardasi pertumbuhan. Pemakaian
kortikosteroid topikal berkekuatan sedang sampai kuat tidak
diperbolehkan dalam waktu lebih dari 3 bulan
Catatan:
Untuk sebagian besar obat sebaiknya diberikan 1 2 x/hari. Untuk
daerah telapak tangan dan kaki dapat diberikan lebih sering.
Panjang dari krim atau salep yang dikeluarkan dari tube dapat diukur
dengan satuan FTU (Finger Tip Unit = 1 ruas jari telunjuk orang
dewasa). Satu FTU (sekitar 500 mg) dapat dipakaikan 2 x ukuran tangan
orang dewasa.
Pemakaian selang seling 1 hari atau pada akhir pekan
direkomendasikan pada kondisi kronis.
Kortikosteroid topikal potensi sangat tinggi hanya direkomendasikan
untuk dipakai selama 1 2 minggu (paling lama 3 minggu) kemudian
beralih ke potensi yang lebih ringan seiring dengan perbaikan kondisi.
Perhatian khusus:
Preparat dengan potensi rendah merupakan pilihan untuk
daerah wajah dan perlipatan.
Preparat dengan potensi sangat tinggi sebaiknya tidak
digunakan untuk anak di bawah 1 tahun.
Preparat potensi sedang dan tinggi jarang menimbulkan
masalah jika digunakan kurang dari 3 bulan.
Preparat dengan potensi rendah jarang menimbulkan efek
samping.
b. Efek Dermal
Terjadi penurunan sintesis kolagen dan pengurangan pada substansi
dasar. Ini menyebabkan terbentuknya striae dan keadaan vaskularisasi
dermal yang lemah serta mudah ruptur jika terjadi trauma.
c. Efek Vaskuler
Vasokontriksi yang terfiksasi. Pada awalnya kortikosteroid dapat menyebabkan vasokonstriksi
pada pembuluh darah kecil di superfisial.
Fenomena rebound. Vasokonstriksi yang berlangsung lama akan menyebabkan pembuluh darah
yang kecil mengalami dilatasi berlebihan setelahnya yang dapat mengakibatkan edema, inflamasi
lanjut, dan terkadang pustulasi.
d. Efek Sistemik
timbul jika kortikosteroid topikal diabsorbsi secara sistemik dalam jumlah yang cukup kedalam
sirkulasi. Risiko terjadinya efek ini meningkat pada kulit yang tipis, sediaan yang kuat, usia yang
lebih muda, penggunaan jangka panjang dan pembalutan atau oklusi.
Efek yang mengkhawatirkan adalah penekanan Hypothalamic Pituitary axis yang dapat
menyebabkan tidak diekskresikannya adrenokortikosteroid endogen sehingga terjadi insufisiensi
adrenal. Efek lainnya adalah hipertensi, hiperglikemia, osteoporosis dan gangguan pertumbuhan
pada anak
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Kortikosteroid sintetis dalam penggunaannya dibagi menjadi kortikosteroid sistemik dan
kosrtikosteroid topikal.
2. Kortikosteroid topikal dapat digolongkan menjadi beberapa kelas/potensi berdasarkan
kemampuan vasokonstriksi dan anti inflamasinya.
3. kortikosteroid topikal memiliki mekanisme kerja sebagai anti inflamasi, imunosupresif,
antiproliferasi dan Vasokonstritif.
4. Efek samping dari kortikosteroid topikal meliputi efek epidermal, dermal dan vaskular
3.2. Saran
Penggunaan kortikosteroid topikal harus memperhatikan dosis, lama pengobatan dan
jenis kortikosteroid topikal yang digunakan sehingga dapat meminimalisir efek samping yang
terjadi akibat penggunaannya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2009; 339-341
2. Jacoeb TNA. Prinsip Umum Penggunaan Kortikosteroid Topikal. Dermatovenerologi Dalam Praktek Sehari-Hari. Konas
Perdoski. Jakarta. 2005; 36-43
3. NN. Therapeutic Guidelines : Dermatology Version 2.Therapeutic Guidelines Limited. Australia. 2004; 34-36
4. Weller R, Hunter J, Savin J, Dahl M. Clinical Dermatology Fourth Edition. Blackwell publishing. Australia. 2008; 381-392
5. Guyton AC, Hall JE. Textbook Of Modeical Phisiology 11th Edition. Elsevier Inc. Pennsylvania. 2006; 944-960
6. Valencia I.C, Kerdel F.A. Topical Corticosteroids. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,
editors. Fitzpatrick's dermatology in generalmedicine. 7th ed. United States of America: The McGraw-Hill Companies Inc;
2008; 2101-05
7. Lo KK. Proper Use of Topical Corticosteroids and Topical Immuno-suppressive Agents. The Hongkong Medical Diary vol 11
No 9. Hongkong. 2006
8. Robertson DB, Maibach HI. Farmakologi Dermatologik. Farmakologi Dasar dan klinik. EGC. Jakarta. 1998; 979-981
9. Sukanto H. Penggunaan Klinis Kortikosteroid Topikal Secara Umum. Simposium Penggunaan Kortikosteroid Topikal Secara
Rasional. Perdoski. Surabaya. 2003; 59
10.Ping NH, Lim C, Evaria dkk. MIMS Edisi Bahasa Indonesia. BIP.Jakarta.2013 ; 430-435
Sekian
Terimakasih