You are on page 1of 7

PELATIHAN

1. Defenisi
Training adalah usaha terencana yang dilakukan oleh organisasi untuk
memfasilitasi pegawainya untuk belajar kompetensi yang berhubungan dengan
pekerjaannya, merupakan suatu kegiatan yang direncanakan oleh organisasi/
institusi untuk memfasilitasi proses belajar pegawai terhadap kompetensi
dalam

pekerjaannya

pengembangan

(Noe,

(development)

2002:4).
dan

Konsep

pendidikan

pelatihan

(education)

(training),
sering

kali

digambarkan sebagai cara untuk mendapatkan kebutuhan akan pengetahuan


(knowledge), ketrampilan (skills), dan kemampuan (ability) dengan harapan
sebuah pekerjaan dapat dilaksanakan secara efektif (Blanchard, 2004).
Sedangkan Koncee (1997; dalam Mondy, 2002) mencoba membedakan
keduanya. Pelatihan terkait dengan sebuah aktivitas yang didesain

untuk

memberikan

dalam

pengetahuan

dan

ketrampilan

yang

dibutuhkan

menyelesaikan pekerjaan yang dihadapi saat ini; dan pengembangan


cenderung ditempatkan sebagai sebuah proses belajar yang melebihi dari
tuntutan pekerjaan saat ini. Keyakinan tentang model belajar aktif (active
learning) yang dapat diandalkan untuk mendapatkan keuntungan lebih dari
pada belajar pasif (passive learning), sering kali digunakan sebagai alasan
mengapa pelatihan dijadikan alternatif solusi dalam mendapatkan pengalaman
yang dapat diterapkan di lingkungan kerja (Sullivan, 2004).
Kebutuhan akan training muncul ketika ada kesenjangan antara apa yang
dibutuhkan oleh seseorang untuk melakukan tugasnya secara kompeten
dengan apa yang telah mereka miliki atau pengetahuan untuk melakukan tugas
tersebut. Analisa kebutuhan training adalah metode untuk menentukan apakah
suatu kebutuhan training muncul, dan apabila benar, training apa yang
dibutuhkan untuk mengisi kesenjangan tersebut (Kroehnert, 2003:15)

DESAIN PELATIHAN

Page 1

2. Analisa Kebutuhan Pelatihan


Proses pelatihan bermula dari munculnya beberapa peristiwa pemicu akan
kebutuhan tersebut. Pemicu ini kemudian dikenal dengan penyimpangan
performa organisasi (organization performance deficiency, atau OPD). Saat
performa organisasi aktual (actual organizational performance, atau AOP)
tidak seimbang dengan performa organisasi yang diharapkan (expected
organizational performance, atau EOP) maka OPD secara nyata akan
muncul. Saat terjadi hal yang sedemikian, maka diperlukan pendekatan
lanjutan yang berupaya menganalisa pada wilayah mana penyimpangan
terjadi. Analisa kebutuhan pelatihan (training need analysis, atau TNA)
merupakan proses yang sistematis untuk mengidentifikasikan kebutuhan
pelatihan para anggota suatu organisasi dalam upaya memberikan bekal
agar bekerja maksimal sehingga tujuan organisasi tercapai (Blanchard,
2004). TNA menyediakan bahan yang

diperlukan untuk melakukan

peningkatan ketrampilan orang yang akan dilatih. Secara umum TNA dapat
didefinisikan sebagai suatu proses pengumpulan dan analisis data dalam
rangka mengidentifikasi bidang-bidang atau faktor-faktor apa saja yang ada di
dalam organisasi yang perlu ditingkatkan atau diperbaiki agar kinerja pegawai
dan produktivitas organisasi menjadi meningkat. Tujuan dari kegiatan ini
adalah untuk memperoleh data akurat tentang apakah ada kebutuhan untuk
menyelenggarakan pelatihan.
Faktor-faktor pemicu yang memunculkan TNA dapat dilihat melalui dua
pendekatan yang disebut sebagai proactive TNA dan reactive TNA.
Pendekatan proactive memusatkan perhatiannya pada antisipasi problem
performa di masa mendatang, sedangkan reactive TNA fokus pada problem
performa saat ini. TNA dilakukan karena terdapatnya ketidaksesuaian performa
(performance discrepancy) yang disebabkan berbagai alasan. Hanya saja yang
dapat diselesaikan dengan program pelatihan adalah performance discrepancy
pada deficiency knowledge, skill, and ability sebagaimana bagan berikut:

DESAIN PELATIHAN

Page 2

Performance Discrepancy
YES

Is It Worth Fixing?
YES

Reward/
Punishment
Incongruence

Knowledge Skill
Ability
Deficiency
YES

Inadequate
Feedback

YES

Chose
Appropriate
Remedy

Change
Contingencies

Obstacle in
the System

YES

Provide
Proper
Feedback

YES

Remove
Obstacle

Job Aid
Training
Practice
Change the Job
Transfer or Terminate

Dari

gambar

diatas

menunjukkan

langkah

pertama

adalah

mengidentifikasikan performance discrepancy dan menentukan apakah temuan


ketidaksesuaian tersebut memang demikian adanya, selanjutnya menentukan
penyebab ketidaksesuaian tersebut. Analisis berikutnya bergerak pada langkah
yang diambil untuk mengatasi ketidaksesuaian, dengan dua alternatif; yakni:
Non-Training Need untuk defisiensi bukan karena permasalahan kompetensi,
atau Training Need untuk defisiensi karena masalah kompetensi.
Non-training needs (no KSA deficiency) yaitu performance discrepancy
yang disebabkan karena permasalahan:
a. Ketidakseimbangan kompensasi (reward/punishment incongruencies).
Permasalahan ini biasanya berkenaan dengan perbedaan motivasi antara
satu pegawai dengan pegawai lainnya. Dimana pegawai yang bekerja lebih
DESAIN PELATIHAN

Page 3

keras akhirnya
performanya,

tidak lagi secara terus menerus mempertahankan

hal

ini

disebabkan

karena

tidak

adanya

perbedaan

kompensasi ataupun konsekuensi yang didapat dari unjuk kerja mereka.


Pelatihan yang diberlakukan untuk pegawai ini tidak akan banyak
membantu.
b. Ketidaksesuaian imbal-balik (inadequate or inappropriate feedback).
Permasalahan ini berkaitan dengan apa yang semestinya diterima oleh
pegawai. Disini pegawai membutuhkan umpan balik dari unjuk kerjanya,
apakah telah sesuai dengan harapan ataupun sebaliknya..
c. Hambatan dalam sistem organisasi (obstacle in system).
Alasan ketiga dimana performa dapat menjadi tidak sesuai dikarenakan
kondisi dalam area kerja, hal-hal seperti peraturan payung hukum yang
tidak kelas, peralatan kerja kantor yang kurang mendukung serta
lingkungan tempat bekerja yang tidak kondusif akan mempengaruhi
performa yang dimiliki pegawai. Pada tataran ini semestinya halanganhalangan sedemikian disikapi melalui kebijakan para pimpinan terkait.
Meski

demikian

perlu

bukti

yang

relevan

dari

supervisor

untuk

membenarkan kendala-kendala yang ada.


Pada

ketiga

area

diatas

tidak diketemukan

permasalahan

yang

disebabkan oleh kompetensi. Penyebab ini semestinya diatasi dalam bingkai


organisasional serta analisis operasional. Problem performance discrepancy
yang disebabkan karena kompetensi memiliki variasi solusi yang cukup
banyak, salah satunya adalah pelatihan. Berikut akan dipaparkan alternatif
solusinya:
Job aid, berupa serangkaian petunjuk atau instruksi sebagai panduan kerja
yang ditempatkan dalam area kerjanya. Hal ini berguna jika pekerjaan
tersebut

memiliki

langkah-langkah

kerja

yang

harus

dilalui

untuk

menyelesaikan tugasnya, sebab boleh jadi satu langkah yang terlewati akan
dapat berakibat fatal.
Practice, digunakan pada tugas-tugas penting namun jarang dilakukan,
pegawai dapat saja lupa atau menjadi kurang cakap pada ketrampilan
DESAIN PELATIHAN

Page 4

tersebut. Jika diketemukan sering terjadi, maka practice secara periodik


cukup perlu untuk dipertimbangkan, apalagi jika adanya performance
discrepancy tersebut mempunyai konsekuensi yang serius.
Change the job, pendekatan ini boleh jadi terlalu ekstrim, namun demikian
kadang-kadang perlu juga dilakukan. Perubahan ini merujuk pada
pengurangan beban kerja dari pegawai dikarenakan kompetensi yang harus
dimiliki terlalu banyak. Hanya saja saat pegawai masih belum mampu
menjalankan fungsinya dan pelatihan tidak memungkinkan akan hal itu,
maka dapat saja dilakukan pemberhentian (terminate).
Training, disajikan untuk mengatasi performance discrepancy yang terjadi
diakibatkan faktor kompetensi, hal ini perlu dilakukan analisa lanjutan akan
ketidaksesuaian pengetahuan, ketrampilan, atau kemampuan dengan
menggambarkan penyimpangan tersebut sejelas mungkin. Karena dasar
inilah yang digunakan untuk menentukan tujuan dari pelatihan itu sendiri.
Goldsten dan Ford (2002) menggunakan pendekatan dengan membagi
analisa kebutuhan ke dalam tiga tingkatan; yaitu: (a) analisis organisasional
(organizational analysis), (b) analisis pekerjaan (task analysis), dan (c) analisis
personal (person analysis).

Organizational
Organizational
Analysis
Analysis

Task
Task
Analysis
Analysis

Person
Person
Analysis
Analysis

DESAIN PELATIHAN

Establish goal and objective


Economic analysis
Personpower analysis and
planning
Climate and attitude survey
Resource analysis
Task inventories
Interviews
Performance Appraisals
Observation
Job Description
Performance Appraisals
Surveys
Interviews
Skill and knowledge testing
Critical Incident

Page 5

a. Organizational Analysis
Tujuan dilakukannya analisis organisasi yakni untuk menentukan faktorfaktor organisasional yang dapat menunjang ataupun menghambat
efektifitas program pelatihan. Fokus dari analisis ini mengarah pada tujuan
organisasi yang hendak dicapai, analisis terhadap program pelatihan yang
akan dilaksanakan apakah benar-benar mampu untuk menunjang capaian
dari tujuan organisasi, kemampuan organisasi dalam memfasilitasi program
yang hendak dijalankan (finansial, tempat, waktu) serta kesiapan dan
kemampuan pegawai yang akan diikutkan program pelatihan (McCabe,
2001; dalam Aamoth, 2004).
b. Operasional Analysis
Jika dalam analisis organisasional diketemukan indikasi kemampuan
organisasi untuk menjalankan program pelatihan, maka langkah selanjutnya
adalah melakukan analisis pekerjaan. Hal ini dapat dilakukan dengan
melakukan job analysis untuk mengidentifikasikan task yang digunakan
oleh pegawai dalam unjuk kerjanya, tentunya hal ini yang berkaitan dengan
knowledge, skill, dan ability. Pada umumnya metode job analysis yang
digunakan untuk melakukan tujuan dari task analysis meliputi wawancara,
observasi, dan task inventories. Analisis pekerjaan ini cukup mudah untuk
dilakukan jika telah terdapat job description, namun jika tidak, maka proses
ini terbilang cukup memakan waktu dan biaya.
c. Person Analysis
Tahap akhir dari analisis kebutuhan pelatihan ini adalah person analysis,
yakni menentukan pegawai dan wilayah kerja mana yang dibutuhkan
pelatihan. Tentunya hanya area kerja yang menuntut akan knowledge, skill,
dan ability yang dapat direkomendasikan untuk dilakukan pelatihan.
Dari ketiga proses analisis di atas, akhirnya ditemukan kebutuhan
pelatihan dan siapa saja yang perlu diikutkan dalam program tersebut. Menurut
Blancard (2004), proses ini berlanjut dengan membuat keputusan tentang:
1) Metode pelatihan apa yang akan digunakan?
DESAIN PELATIHAN

Page 6

2) Berapa alokasi waktu yang dibutuhkan untuk program tersebut?


3) Berapa jumlah pegawai yang hendak diikutkan sebagai peserta?
4) Apakah program tersebut termasuk dalam waktu kerja organisasi
(overtime)?
5) Apakah program tersebut termasuk dalam voluntary atau mandatory
training?

DESAIN PELATIHAN

Page 7

You might also like