Professional Documents
Culture Documents
OLEH :
NAMA
Sunarto
NO BO
0801011009
KELAS
II B REGULER
ENERGI SURYA
Energi surya adalah energi yang didapat dengan mengubah energi panas surya
(matahari) melalui peralatan tertentu menjadi sumber daya dalam bentuk lain.
Energi surya menjadi salah satu sumber pembangkit daya selain air, uap,angin, biogas,
batu bara, dan minyak bumi.Teknik pemanfaatan energi surya mulai muncul pada tahun 1839,
ditemukan oleh A.C. Becquerel. Ia menggunakan kristal silikon untuk mengkonversi radiasi
matahari, namun sampai tahun 1955 metode itu belum banyak dikembangkan. Selama kurun
waktu lebih dari satu abad itu, sumber energi yang banyak digunakan adalah minyak bumi dan
batu bara.
Upaya pengembangan kembali cara memanfaatkan energi surya baru muncul lagi pada
tahun 1958. Sel silikon yang dipergunakan untuk mengubah energi surya menjadi sumber daya
mulai diperhitungkan sebagai metode baru, karena dapat digunakan sebagai sumber daya bagi
satelit angkasa luar. pembangunan berkelanjutan, serta merupakan pendukung bagi kegiatan
ekonomi nasional. Penggunaan energi di Indonesia meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan
ekonomi dan pertambahan penduduk. Sedangkan, akses ke energi yang andal dan terjangkau
merupakan pra-syarat utama untuk meningkatkan standar hidup masyarakat.
Untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat tersebut, dikembangkan
berbagai energi alternatif, di antaranya energi terbarukan. Potensi energi terbarukan, seperti:
biomassa, panas bumi, energi surya, energi air, energi angin dan energi samudera, sampai saat ini
belum banyak dimanfaatkan, padahal potensi energi terbarukan di Indonesia sangatlah
besar.Energi surya merupakan salah satu energi yang sedang giat dikembangkan saat ini oleh
Pemerintah Indonesia.
Bentuk Energi
E in
E. Surya
Mesin
pembangkit
listrik tenaga
E out
E. listik
Energi surya
Ini tidak dipengaruhi oleh permintaan dan pasokan bahan bakar dan karena itu tidak
tunduk pada semakin harga bensin.
Silikon terdapat banyak di bumi. Ia merupakan unsur kedua terbanyak di kulit bumi
setelah oksigen. Terdapat di alam dalam bentuk pasir silika atau yang dikenal juga degan quartz
dengan rumus kimia SiO2. Tanah dimana kita pijak pun mengandung silikon. Sebagai contoh, di
Indonesia penamnangan pasir silika ini dilakukan di Kalimantan Tengah dan Jawa Tengah. Di
pesisir pantai selatan Jawa juga diyakini memiliki kandungan pasir silika. Silikon yang dipakai
untuk keperluan semikonduktor dan sel surya diambil dari hasil pemisahan Si dan O. Saat ini,
penghasil silikon terbesar di dunia ialah Cina, Amerika, Brazil, Norwegia dan Prancis. Cadangan
sumber daya silika dan ketersediaan tenaga listrik yang cukup besar menjadi alasan mengapa
negara-negara di atas memimpin dalam menghasilkan silikon.
SEL SURYA
Gambar 3. Skema diagram proses dan reaktor Siemens untuk memurnikan silikon. Diadaptasi
dari sini.
Sampai di sini, silikon sudah memiliki kemurnian yang dapat dimanfaatkan untuk
keperluan sel surya.
Gambar 4. Wafer silikon untuk keperluan elektronika (bundar pipih) dan sel surya (persegi
berwarna biru).
Wafer silikon ini dibuat melalui proses pembuatan wafer silikon dengan memanfaatkan silikon
berkadar kemurnian tinggi sebelumnya (semiconductor grade silicon). Secara ringkas, penulis
paparkan beberapa cara membuat wafer silikon untuk keperluan sel surya.
1. Wafer silikon jenis monokristal.
Mono kristal di sini berarti silikon tersebut tersusun atas satu kristal saja. Sedangkan jenis
lain ialah wafer silikon polikristal yang terdiri atas banyak krstal. Wafer silikon monokristal
dibuat melalui proses Czochralski (Cz) yang merupakan jantung dari proses pembuatan wafer
silikon untuk semikonduktor pula. Prosesnya melibatkan peleburan silikon semiconductor grade,
diikuti dengan pemasukan batang umpan silikon ke dalam leburan silikon. Ketika batang umpan
ini ditarik perlahan dari leburan silikon, maka secara otomatis silikon dari leburan akan
mennempel di batang umpan dan membeku sebagai satu kristal besar silikon. Suhu proses
berkisar antara 1000-1200 derajat Celsius, yakni suhu di mana silikon dapat
melebur/meleleh/mencair. Silikon yang telah membeku ini akhirnya dipotong-potong
menghasilkan wafer dengan ketebalan sekitar 2 milimeter.
Gambar 5. Skema proses Cz untuk membuat wafer silikon. (Atas) Reaktor tempat pembuatan
wafer slikon, (Tengah atas) Keadaan silikon yang tengat ditarik oleh batang pengumpan.
Perhatikan warna silikon yang berpijar tanda masih dalam keadaan setengah cair/lelehan.
(Tengah bawah) Ruangan pabrik pembuatan wafer silikon yang selalu terjaga kebersihannya dan
seragam yang selalu dipakai pekerjanya. (Bawah) Wafer silikon yang dihasilkan (diameter 20-40
cm panjang bisa mencapai 1-2 m). Diadaptasi dari sini dan sini dan sini.
Gambar 6. Sel surya yang menggunakan bahan dasar silikon monokristal. Perhatikan warna biru
yang homogen pada sel surya tersebut.
2. Wafer silikon jenis polikristal.
Wafer silikon monokristal relatif jauh lebih sulit dibuat dan lebih mahal. Silikon
monokristal inilah yang digunakan untuk bahan dasar semikonduktor pada mikrochip, prosesor,
transistor, memori dan sebagainya. Keadaannya yang monokristal (mengandung hanya satu
kristal tunggal) membuat silikon monokristal nyaris tanpa cacat dan sangat baik tingkat hantar
listrik dan panasnya. Sel surya akan bekerja dengan sangat baik dengan tingkat efisiensi yang
tinggi jika menggunakan silikon jenis ini.
Namun demikian, perlu diingat bahwa isu besar sel surya ialah bagaimana menurunkan
harga yang masih jauh dari jangkauan masyarakat. Penggunaan silikon monokristal jelas akan
melonjakkan harga sel surya yang akhirnya justru kontraprduktif. Komunitas industri dan peneliti
sel surya akhirnya berpaling ke jenis silikon yang lain yang lebih murah, lebih mudah dibuat,
meski agak sedikit mengorbankan tingkat efisiensinya. Saat ini, baik silikon monokristal maupun
polikristal sama sama banyak digunakan oleh masyarakat.
Gambar 7. (Atas) Salah satu contoh aktifitas peleburan material (logam, slikon, dll.) (Bawah) Sel
surya berbahan baku silikon polikristal. Perhatikan warna terang gelap pada sel surya yang
menandakan kristal kristal yang berbeda arah dan besarnya.
Pembuatan silikon polikristal pada intinya sama dengan mengecor logam (lihat Gambar di
bawah). Semiconductor grade silicon dimasukkan ke dalam sebuah tungku atau tanur bersuhu
tinggi hingga melebur/meleleh. Leburan silikon ini akhirnya dimasukkan ke dalam cetakan cor
dan selanjutnya dibiarkan membeku. Persis seperti pengecoran besi, aluminium, tembaga
maupun logam lainnya. Silikon yang beku kemudian dipotong-potong menjadi berukuran 5 x 5
atau 10 x 10 cm persegi dengan ketebalan kira-kira 2 mm untuk digunakan sebagai sel surya.
Proses pembuatan silikon polikristal dengan cara ini merupakan proses yang paling banyak
dilakukan karena sangat efektif baik dari segi ekonomis maupun teknis.
Secara umum, proses pembuatan sel surya mulai dari dari silikon dapat dilihat pada gambar
di bawah ini. Proses pembuatan sel surya sendiri telah diterangkan sebelumnya.
Pada dasarnya, pembuatan sel surya tidak ubahnya pembuatan microchip yang ada di
dalam peralatan elektronika semisal komputer, televisi maupun alat pemutar musik digital MP3.
Banyak teknologi yang dipakai oleh sel surya mengadopsi dan mengadaptasi teknologi
pembuatan microchip karena teknologi microchip sudah mapan jauh sebelum booming sel surya
yang baru muncul belakangan di akhir 1980-an.
Teknologi pembuatan microchip maupun sel surya sama-sama bersandar pada konsep
nanoteknologi. Yakni sebuah konsep revolusioner dalam merekayasa perilaku dan fungsi sebuah
sistem pada skala molekul atau skala nanometer (berdimensi ukuran se-per-milyar meter). Sistem
yang dimaksud ini dapat berupa molekul-molekul, ikatan kimia, hingga atom-atom yang
menyusun sebuah produk. Yang direkayasa ialah perilaku atom atau molekul-molekulnya tadi
dengan jalan menyesuaikan kondisi pembuatan atau lingkungan molekul atau atom yang
dimaksud.
Gambar 1. Sebuah gambaran konsep dari Nanoteknologi. Saking kecilnya produk nanoteknologi,
hingga seekor semut pun dapat turut membantu mengangkat sebuah microchip.
Sebagai contoh nyata yang umum pada dunia akademik maupun industri mikrochip ialah,
kita dapat mengatur di mana sebuah molekul atau atom tersebut menempel di bagian tertentu
pada komponen microchip atau sel surya, atau memrintahkan ia berpindah dari satu tempat ke
tempat lain ketika arus listrik atau temperatur disesuaikan. Pengaturan atau perekayasaan
perilaku molekul atau atom ini sangat berguna untuk menyesuaikan produk sebuah teknologi
untuk keperluan sehari-hari. Hal ini terlihat jelas jika melihat kegunaan komputer dewasa ini
yang semakin cepat dan poweful justru ketika ukuran prosesor-nya semakin kecil dan memori
yang semakin padat. Atau kita melihat bagaimana rekayasa molekul dapat menghasilkan tanaman
yang mengasilkan buah dan bibit yang berkualitas lebih unggul.
konsep yang sama dan dimensi ukuran yang sama. Semisal, ketika ingin mengetahui sebuah
produk apakah bagus atau tidak, maka perlu melalui serentetan pengujian dan analisa yang
berujung pada sebuah kesimpulan bagus atau jeleknya sebuah produk. Jika produknya memiliki
ukuran satu helai rambut dibelah 1000, maka alat penguji dan pengamatnya harus mampu
menjejak dengan ketelitian hingga sebesar itu pula.
Perlu penulis tegaskan, nenoteknologi ini ialah konsep yang sangat mahal, mahal dalam
arti kata sebenarnya. Sangat banyak prasyarat maupun biaya yang harus dipenuhi sebelum
memulai sebuah penelitian dalam skala nanoteknologi, apalagi untuk membawanya ke arah
komersialisasi yang melibatkan investasi yang tidak sedikit dan kerumitan yang tinggi.
Ada syarat kebersihan ekstra jika kita hendak mengadopsi konsep nanoteknologi. Semakin
kecil sebuah produk, maka jika ada kotoran atau debu saja yang menempel pada produk tersebut
(yang notabene berukuran sama), maka produk nanoteknologi tersebut tidak akan berfungsi
dengan baik. Sehingga, salah satu investasi ekstra jika hendak menekuni nanoteknologi ialah
membangun fasilitas entah itu pabrik atau laboratorium yang sangat-sangat bersih sesuai dengan
standar yang berlaku, yang disebut dengan Clean Room (lihat gambar 3 berikut).
Gambar 3. Situasi di sebuah Clean Room. Perhatikan baju khusus anti debu yang dipakai para
pekerja di sebuah Clean Room.
Standar pembuatan sel surya jenis silikon melalui beberapa proses implantasi (pemasukan)
atom-atom lain ke dalam material silikon yang melibatkan proses kimiawi difusi gas pada
temperatur di atas 800 derajat Celcius. Proses ini apabila tidak teliti akan mengakibatkan
kebocoran dan sangat berbahaya karena mempergunakan gas yang beracun bagi kesehatan. Alat
yang dipergunakan sendiri jelas harus mampu membangkitkan, mengatur dan mempertahankan
proses di dalam temperatur tinggi tersebut. Pembuatan sel surya sendiri melalui beberapa tahap
proses yang serupa dengan proses implantasi ini dalam temperatur yang berbeda-beda. Jelas
tidak boleh terdapat adanya pengotor semacam debu yang ditolerir selama proses berlangsunng
karena bila ada, maka sel surya akan gagal total. Sebenarnya. jika kita melihat alat dan proses
yangterlibat dalam pembuatan sel surya secara langsung, maka kesan angker dan sakralnya
proses tersebut akan hilang dengan sendirinya (lihat gambar 4 di bawah ini). Prosesnya
melibatkan otomatisasi dan komputerisasi. Alatnya sendiri terbungkus rapi di dalam sebuah
lemari besi berjendela kaca sehingga aman ketika dioperasikan. Hanya saja, untuk berinvestasi
membeli, mempergunakan serta merawat alat tersebut, biaya yang dikeluarkan sangatlah mahal
untuk ukuran kita sehingga mustahil bagi industri kecil apalagi perseorangan untuk membuat sel
surya sendiri. Terlebih dalam menyediakan gas khusus yang dibutuhkan untuk implantasi atom
yang tidak sembarangan dalam penanganannya.
Gambar 4. (Atas) Salah satu alat untuk melakukan proses difusi atom ke dalam silikon yang
mengandalkan plasma. (Bawah) Tipikal alat pembuatan sel surya yang telah terintegrasi dan
terkompuiterisasi
Kerumitan pembuatan sel surya ada pada tahap pengecekan efisiensi sel yang baru dibuat.
Memeriksa apakah sel surya itu dapat berfungsi dengan baik dan dengan efisiensi yang baik
membutuhkan peralatan tersendiri dan tidak sembarangan untuk sekedar dirakit. Peralatan ini
mensimulasikan besarnya energi cahaya matahari dan harus dikalibrasi dengan standar tertentu.
Simulasi ini harus mendekati kondisi sebenarnya penyinaran cahaya matahari. Alat yang
dperlukan untuk ini ialah solar simulator yakni alat yang mensimulasikan energi cahaya matahari
dan mengukur respon sel surya terhadap cahaya matahari yang akhirnya menghitung efisiensi sel
surya.
Gambar 5. (Atas) Prinsip kerja sebuah Solar Simulator, (Bawah) Solar simulator yang dijual di
pasaran.
Untuk meniru energi yang dipancarkan oleh matahari, Solar Simulator ini dilengkapi dengan
lampu yang berisi gas Xenon yang mampu memberikan kondisi yang nyaris persis sama dengan
matahari. Sel surya yang hendak diukur efisiensinya, diletakkan di bagian yang telah ditentukan.
Hasil akhir dari simulasi ini ialah berapa besar efisiensi dan daya yang mampu dihasilkan oleh
sebuah sel surya. Biasanya pengukuran ini dilakukan pada tahap paling akhir pembuatan sel
surya.
Pemasak/oven
Sterilisator surya
Pembangkit listrik dengan menggunakan konsentrator dan fluida kerja dengan titik didih
rendah.
Untuk skala kecil dan teknologi yang sederhana, kandungan lokal mencapai 100 %,
sedangkan untuk sistem dengan skala industri (menengah) dan menggunakan teknologi tinggi
(seperti pemakaian Kolektor Tabung Hampa atau Heat Pipe ), kandungan lokal minimal
mencapai 50%.
dan lain-lain.
Panel surya - solar cells memerlukan sinar matahari. Tempatkan panel sel surya pada posisi
dimana tidak terhalangi oleh objek sepanjang pagi sampai sore.
menggunakan arus searah DC) dan PLN untuk perangkat arus bolak balik AC seperti: Air
Conditioning, Lemari Es, sebagian penerangan dll.
Bila listrik DC yang tersimpan dalam aki ingin digunakan menyalakan perangkat AC: pompa
air, kulkas, dsbnya maka diperlukan inverter yang dapat mengubah listrik DC menjadi AC.
Sesuaikan kebutuhan daya yang dibutuhkan dengan panel sel surya, inverter, aki.
Lampu LED
Voltage
220 VAC
12 VDC
Watt
15 Watt
3 Watt
Lifetime
6,000 jam
50,000 jam
Harga
+ Rp. 25,000
+ Rp. 250,000
24 panel
210 Watt