You are on page 1of 16

BAB I

PENDAHULUAN
Penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus, atau
oleh keduanya disebut pioderma. Faktor predisposisi pioderma adalah higiene
yang kurang, menurunnya daya tahan tubuh, dan telah ada penyakit lain di kulit.
Salah satu bentuk pioderma adalah selulitis. Selulitis adalah peradangan akut
1

terutama menyerang jaringan dermis dan subkutis. Faktor risiko untuk terjadinya
infeksi ini adalah trauma lokal (robekan kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan
pembuluh vena maupun pembuluh getah bening. Lebih dari 40% penderita
2

selulitis memiliki penyakit sistemik. Penyakit ini biasanya didahului trauma,


karena itu tempat predileksinya di tungkai bawah. Gejala prodormal selulitis
1

adalah demam dan malaise, kemudian diikuti tanda-tanda peradangan yaitu


bengkak (tumor), nyeri (dolor), kemerahan (rubor), dan teraba hangat (kalor) pada
area tersebut.

Prevalensi selulitis di seluruh dunia tidak diketahui secara pasti. Sebuah


studi tahun 2006 melaporkan insidensi selulitis di Utah, AS, sebesar 24,6 kasus
per 1000 penduduk per tahun dengan insidensi terbesar pada pasien laki-laki dan
usia 45-64 tahun. Secara garis besar, terjadi peningkatan kunjungan ke pusat
kesehatan di Amerika Serikat akibat penyakit infeksi kulit dan jaringan lunak kulit
yaitu dari 32,1 menjadi 48,1 kasus per 1000 populasi dari 1997-2005 dan pada
tahun 2005 mencapai 14,2 juta kasus. Banyak penelitian yang melaporkan kasus
terbanyak terjadi pada laki-laki, usia dekade keempat hingga dekade kelima, dan
lokasi tersering di ekstremitas bawah.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.

DEFINISI
Selulitis merupakan infeksi bakterial akut pada kulit. Infeksi yang terjadi
menyebar ke dalam hingga ke lapisan dermis dan sub kutis. Infeksi ini biasanya
1

didahului luka atau trauma dengan penyebab tersering Streptococcus beta


hemolitikus dan Staphylococcus aureus. Pada anak usia di bawah 2 tahun dapat
disebabkan oleh Haemophilus influenza, keadaan anak akan tampak sakit berat,
sering disertai gangguan pernapasan bagian atas, dapat pula diikuti bakterimia dan
septikemia. Terdapat tanda-tanda peradangan lokal pada lokasi infeksi seperti
3

eritema, teraba hangat, dan nyeri serta terjadi limfangitis dan sering bergejala
sistemik seperti demam dan peningkatan hitungan sel darah putih. Selulitis yang
4

mengalami supurasi disebut flegmon, sedangkan bentuk selulitis superfisial yang


mengenai pembuluh limfe yang disebabkan oleh Streptokokus beta hemolitikus
grup A disebut erisepelas. Tidak ada perbedaan yang bersifat absolut antara
selulitis dan erisepelas yang disebabkan oleh Streptokokus.

Sebagian besar kasus selulitis dapat sembuh dengan pengobatan antibiotik.


Infeksi dapat menjadi berat dan menyebabkan infeksi seluruh tubuh jika terlambat
dalam memberikan pengobatan.

Gambar 1: Anatomy of Skin and Soft Tissues and Different Types of Skin and SoftTissue Infection
II.

ETIOLOGI
Penyebab selulitis paling sering pada orang dewasa adalah Staphylococcus
aureus dan Streptokokus beta hemolitikus grup A sedangkan penyebab selulitis
pada anak adalah Haemophilus influenza tipe b, Streptokokus beta hemolitikus
grup A, dan Staphylococcus aureus. Streptococcuss beta hemolitikus group B
adalah penyebab yang jarang pada selulitis. Selulitis pada orang dewasa
imunokompeten

banyak

disebabkan

oleh

Streptococcus

pyogenes

dan

Staphylococcus aureus sedangkan pada ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus


biasanya disebabkan oleh organisme campuran antara kokus gram positif dan
gram negatif aerob maupun anaerob. Bakteri mencapai dermis melalui jalur
eksternal maupun hematogen. Pada imunokompeten perlu ada kerusakan barrier

kulit, sedangkan pada imunokopromais lebih sering melalui aliran. Onset


timbulnya penyakit ini pada semua usia.
III.

EPIDEMIOLOGI
Selulitis dapat terjadi di semua usia, tersering pada usia di bawah 3 tahun
dan usia dekade keempat dan kelima. Insidensi pada laki-laki lebih besar daripada
perempuan dalam beberapa studi epidemiologi. Insidensi selulitis ekstremitas
masih menduduki peringkat pertama. Terjadi peningkatan resiko selulitis seiring
meningkatnya usia, tetapi tidak ada hubungan dengan jenis kelamin.2

IV.

FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor predisposisi erisepelas dan selulitis adalah: kaheksia, diabetes
melitus, malnutrisi, disgamaglobulinemia, alkoholisme, dan keadaan yang dapat
menurunkan daya tahan tubuh terutama bila diseratai higiene yang jelek. Selulitis
umumnya terjadi akibat komplikasi suatu luka atau ulkus atau lesi kulit yang lain,
namun dapat terjadi secara mendadak pada kulit yang normal terutama pada
pasien dengan kondisi edema limfatik, penyakit ginjal kronik atau hipostatik.7

V.

GEJALA KLINIS
Gambaran klinis tergantung akut atau tidaknya infeksi. Umumnya semua
bentuk ditandai dengan kemerahan dengan batas jelas, nyeri tekan dan bengkak.
Penyebaran perluasan kemerahan dapat timbul secara cepat di sekitar luka atau
ulkus disertai dengan demam dan lesu. Pada keadaan akut, kadang-kadang timbul
bula. Dapat dijumpai limfadenopati limfangitis. Tanpa pengobatan yang efektif
dapat terjadi supurasi lokal (flegmon, nekrosis atau gangren).6

Selulitis biasanya didahului oleh gejala sistemik seperti demam, menggigil,


dan malaise. Daerah yang terkena terdapat 4 kardinal peradangan yaitu rubor
(eritema), color (hangat), dolor (nyeri) dan tumor (pembengkakan). Lesi tampak
merah gelap, tidak berbatas tegas pada tepi lesi tidak dapat diraba atau tidak
meninggi. Pada infeksi yang berat dapat ditemukan pula vesikel, bula, pustul, atau
jaringan neurotik. Ditemukan pembesaran kelenjar getah bening regional dan
limfangitis ascenden. Pada pemeriksaan darah tepi biasanya ditemukan
leukositosis.
Periode inkubasi sekitar beberapa hari, tidak terlalu lama. Gejala prodormal
berupa: malaise anoreksia; demam, menggigil dan berkembang dengan cepat,
sebelum menimbulkan gejala-gejala khasnya. Pasien imunokompromais rentan
mengalami infeksi walau dengan patogen yang patogenisitas rendah. Terdapat
gejala berupa nyeri yang terlokalisasi dan nyeri tekan. Jika tidak diobati, gejala
akan menjalar ke sekitar lesi terutama ke proksimal.
Lokasi selulitis pada anak biasanya di kepala dan leher, sedangkan pada
orang dewasa paling sering di ekstremitas karena berhubungan dengan riwayat
seringnya trauma di ekstremitas. Pada penggunaan salah obat, sering berlokasi di
lengan atas. Komplikasi jarang ditemukan, tetapi termasuk glomerulonefritis akut
(jika disebabkan oleh strain nefritogenik streptococcus, limfadenitis, endokarditis
bakterial subakut). Kerusakan pembuluh limfe dapat menyebabkan selulitis
rekurens.

VI.

PATOGENESIS
Bakteri patogen yang menembus lapisan luar menimbulkan infeksi pada
permukaan kulit atau menimbulkan peradangan. Penyakit infeksi sering berjangkit
pada orang gemuk, rendah gizi, dan pada orang yang menderita diabetes mellitus
yang pengobatannya tidak adekuat.
Setelah menembus lapisan luar kulit, infeksi akan menyebar ke jaringan dan
menghancurkannya, hyaluronidase memecah substansi polisakarida, fibrinolysin
mencerna barrier fibrin, dan lecithinase menghancurkan membran sel.2
Bakteri patogen (streptokokus piogenes, streptokokus grup A,
stapilokokus aureus)

Menyerang kulit dan jaringan subkutan

Meluas ke jaringan yang lebih dalam

Menyebar secara sistemik

Terjadi peradangan akut

Eritema lokal pada kulit

Edema kemerahan

Lesi

Nyeri tekan

Kerusakan integritas kulit

Gambar .Skema patogenesis

Gangguan rasa nyaman dan


nyeri
VII.

DIAGNOSIS BANDING
Deep thrombophlebitis, dermatitis kontak, giant urticaria, insect bite
(respons hipersensitifitas), erupsi obat, eritema nodosum, perivascular herpes
zooster, acute Gout, cutaneous anthrax, pyoderma gangrenosum.

VIII.

DIAGNOSIS
Diagnosis selulitis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
klinis. Pada pemeriksaan klinis selulitis ditemukan makula eritematous, tepi tidak
meninggi, batas tidak jelas, edema, infiltrat dan teraba panas, dapat disertai
limfangitis dan limfadenitis. Penderita biasanya demam dan dapat menjadi
septikemia. Pada pemeriksaan darah tepi selulitis terdapat leukositosis (15.000400.000) dengan hitung jenis bergeser ke kiri. 7
Gejala dan tanda
Gejala prodormal
Daerah predileksi

Selulitis
: Demam, malaise, nyeri sendi dan menggigil
: Ekstremitas atas dan bawah, wajah, badan dan

Makula eritematous
Tepi
Penonjolan

genitalia
: Eritema cerah
: Batas tidak tegas
: Tidak terlalu menonjol

Vesikel atau bula


: Biasanya disertai dengan vesikel atau bula
Edema
: Edema
Hangat
: Tidak terlalu hangat
Fluktuasi
: Fluktuasi
Tabel 1. Gejala dan tanda selulitis
Pemeriksaan laboratorium sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan pada
sebagian besar pasien dengan selulitis. Seperti halnya pemeriksaan laboratorium,
pemeriksaan pencitraan juga tidak terlalu dibutuhkan. Pada pemeriksaan darah
lengkap, ditemukan leukositosis pada selulitis penyerta penyakit berat, leukopenia
juga bisa ditemukan pada toxin-mediated cellulitis. ESR dan C-reactive protein
(CRP) juga sering meningkat terutama penyakit yang membutuhkan perawatan
rumah sakit dalam waktu lama. Dapat dilakukan pemeriksaan Gram dan kultur
untuk menentukan jenis kuman penyebab penyakit.
IX.

PENGOBATAN
Selulitis karena streptokokus diberi penisilin prokain G 600.000-2.000.000
IU IM selama 6 hari atau dengan pengobatan secara oral dengan penisilin V 500
mg setiap 6 jam, selama 10-14 hari. Pada selulitis karena H. Influenza diberikan
Ampicilin untuk anak (3 bulan sampai 12 tahun) 100-200 mg/kg/d (150-300 mg),
>12 tahun seperti dosis dewasa.
Pada selulitis yang ternyata penyebabnya bukan staphylococcus aureus
penghasil penisilinase (non SAPP) dapat diberi penisilin. Pada yang alergi
terhadap penisilin, sebagai alternatif digunakan eritromisin (dewasa: 250-500
gram peroral; anak-anak: 30-50 mg/kgbb/hari) tiap 6 jam selama 10 hari. Dapat
juga digunakan klindamisin (dewasa 300-450 mg/hari PO; anak-anak 16-20

mg/kgbb/hari). Pada yang penyebabnya SAPP selain eritromisin dan klindamisin,


juga dapat diberikan dikloksasilin 500 mg/hari secara oral selama 7-10 hari.6
Ekstremitas ditinggikan dan dapat dilalukan kompres pada daerah sekitar
selulitis dengan air dingin untuk mengurangi pembengkakan. Pada selulitis berat
disertai abses dilakukan debridement dan drainase daerah selulitis.
X.

KOMPLIKASI
Pada anak dan orang dewasa yang immunocompromised, penyulit pada
selulitis dapat berupa gangren, abses dan sepsis yang berat. Selulitis pada wajah
merupakan indikator dini terjadinya bakteriemia stafilokokus beta hemollitikus
grup A, dapat berakibat fatal karena mengakibatkan trombosis sinus cavernosum
yang septik. Selulitis pada wajah dapat menyebabkan penyulit intrakranial berupa
meningitis.6

XI.

KESIMPULAN
Selulitis merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri
Streptoccocus dan S. aureus, yang menyerang jaringan subkutis dan daerah
superfisial. Faktor resiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma lokal (robekan
kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan pada pembuluh balik (vena) maupun
pembuluh getah bening. Daerah predileksi yang sering terkena yaitu wajah, badan,
genitalia, dan ekstremitas atas dan ekstremitas bawah. Pada pemeriksaan klinis
selulitis: adanya makula erimatous, tepi tidak meninggi, batas tidak jelas, edema,
infiltrat dan teraba panas. Diagnosis penyakit ini dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan gambaran klinis. Penanganan perlu memperhatikan faktor
predisposisi dan komplikasi yang ada.

BAB III
LAPORAN KASUS
1.

2.

Identitas
Nama

: Ny. F

Umur

: 45 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Batipuh Panjang, Koto Tangah

Suku

: Minang

Agama

: Islam

Tanggal Masuk

: 3 Juni 2015

Keluhan utama
Merah dan bengkak pada kaki kanan sejak 1 hari sebelum masuk RS

3.

Riwayat Penyakit Sekarang


-

Awalnya timbul luka yang mengeluarkan nanah pada tungkai


kanan sejak 1 minggu yang lalu.

Kemudian daerah luka tersebut memerah, bengkak, nyeri, panas,


dan meluas hingga ke seluruh tungkai hingga punggung kaki lalu
muncul benjolan berair sejak 4 hari yang lalu.

Kemudian muncul juga kemerahan pada paha bagian dalam sejak 1


hari yang lalu.

Demam ada sejak 4 hari yang lalu disertai menggigil.

Riwayat trauma tidak ada.

Riwayat digigit serangga ada.

4.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat hipertensi (+)
Riwayat DM (-)

5.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini

6.

7.

Pemeriksaan Fisik
Kedaaan Umum

: Sedang

Kesadaran

: CM

Tekanan Darah

: 150/100 mmHg

Frekuensi Denyut Nadi

: 80 x/ menit

Frekuensi Nafas

: 16 x/ menit

Suhu

: 380C

Status Generalis
Mata

: Konjungtiva anemis (-)


Sklera Ikterik (-)

Kepala

: Tidak ada kelainan

KGB

: Tidak ada pembesaran KGB

Paru

: I : Simetris kanan kiri


P : Fremitus sama kanan kiri
A : Suara nafas vesikuler, wheezing (-), ronki (-)
Per: Sonor

Jantung

: I : Iktus Kordis tidak terlihat


P : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V sinistra
A : Irama teratur, Bising (-)
Per: Batas jantung dalam batas normal

Abdomen : I : Distensi (-)


P : supel, DM (-), DS (-), NT (-), NL (-), hepar dan lien
tidak teraba
A : Bising usus (+) normal
Per: Timpani
Ekstremitas: Status Lokalis
8.

Status Lokalis
Regio Cruris Dextra
I

: Merah, udem, dan bula berisi air ukuran 35x15 cm


Sekret (+), Pus (-)

P : Color (+), Dolor (+)


Regio Cruris Dextra
I

: Merah dan udem ukuran 15x10 cm


Sekret (+), Pus (-)

P : Color (+), Dolor (+)

9.

Diagnosa Kerja
Selulitis Cruris Dektra

10.

Pemeriksaan Anjuran
Lab darah
Leukosit : 9670/mm3 (5000-10.000)
Hitung Jenis Leukosit: (0/3/1/68/20/8)
Trombosit : 288.000 (150.000-400.000)
GDS

: 133 mg/dl (<200)

11.

Terapi
Antibiotik
Analgetik

DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2008
2. Fitzpatrick, Thomas B. Dermatology in General Medicine, seventh edition.
New York: McGrawHill: 2008
3. Pandaleke, HEJ. Erisipelas dan selulitis. Fakultas kedokteran Universitas
Samratulangi; Manado. Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997
4. Herchline TE. 2011. Cellulitis. Wright State University, Ohio, United State
of America.
5. Morris, AD. 2008. Cellulitis and erysipelas. University Hospital of Wales,
Cardiff, UK. 1708
6. Concheiro J, Loureiro M, Gonzlez-Vilas D, et al. 2009. Erysipelas and
cellulitis: a retrospective study of 122 cases. 100(10): 888-94
7. Wolff K, Johnson RA, Fitspatricks: color atlas and synopsis of clinically
dermatology. New York: McGrawHill. 2008
8. Eron LJ. 2008. Cellulitis and Soft-Tissue Infections. American College of
Physicians.
9. Swartz MN. 2004. Cellulitis. New England Journal of Medicine. 350:90412
10. McNamara DR, Tleyjeh IM, Berbari EF, et al. 2007. Incidence of lower
extremity cellulitis:

population

based stud

in

Olmsted

county,

Minnesota. 82(7):817-21
11. Isselbacher, Baraundwald, Wilson. 1994. Harrisons Principles of Internal

Medicine, Internasional edition. Mcgraw Hill Book Co, Singapore

You might also like