You are on page 1of 12

A.

Definisi
Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semi solid yang terbentuk
di bawah kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista bartholini adalah kista
yang terdapat pada kelenjar bartholini. Kista kelenjar Bartholin terjadi ketika
kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar Bartolini bisa tersumbat karena berbagai
alasan, seperti infeksi, peradangan atau iritasi jangka panjang. Apabila saluran
kelenjar ini mengalami infeksi maka saluran kelenjar ini akan melekat satu sama
lain dan menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar
ini kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk
suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi.

B. Etiologi
Kista Bartolini berkembang ketika saluran keluar dari kelenjar Bartolini
tersumbat. Penyebab penyumbatan diduga akibat infeksi atau adanya pertumbuhan
kulit pada penutup saluran kelenjar bartholini. Cairan yang dihasilkan oleh
kelenjar kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan
membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi. Abses
Bartolini dapat disebabkan oleh sejumlah bakteri. Ini termasuk organisme yang
menyebabkan penyakit menular seksual seperti chlamydia dan gonorrhoeae serta
bakteri yang biasanya ditemukan di saluran pencernaan, seperti Escherichia coli.
Selain itu bakteri staphilococcus atau streptococcus juga bisa menyebabkan infeksi
pada kelenjar ini. Umumnya abses ini melibatkan lebih dari satu jenis organisme.
Obstruksi distal saluran Bartolini bisa mengakibatkan retensi cairan, dengan
dihasilkannya dilatasi dari duktus dan pembentukan kista. Kista dapat terinfeksi,
dan abses dapat berkembang dalam kelenjar. Kista Bartolini tidak selalu harus
terjadi sebelum abses kelenjar. Kelenjar Bartolini adalah abses polimikrobial.
Meskipun Neisseria gonorrhoeae adalah mikroorganisme aerobik yang dominan
mengisolasi, bakteri anaerob adalah patogen yang paling umum. Chlamydia
trachomatis juga mungkin menjadi organisme kausatif. Namun, kista saluran
Bartolini dan abses kelenjar tidak lagi dianggap sebagai bagian eksklusif dari
infeksi menular seksual. Selain itu operasi vulvovaginal adalah penyebab umum
kista dan abses tersebut.
Penyebab sumbatan :
1. Infeksi :
Sejumlah bakteri dapat menyebabkan infeksi, termasuk bakteri yang umum,
seperti Escherichia coli (E. coli), serta bakteri yang menyebabkan penyakit
menular seksual seperti chlamydia dan gonorrhoeae
2. Non infeksi :
Stenosis / atresia congenital

Trauma mekanik
Inspissated mucous
C. Gejala & Tanda
Pasien dengan kista dapat memberi gejala berupa pembengkakan labia tanpa
disertai nyeri. Pasien dengan abses dapat memberikan gejala sebagai berikut:
Nyeri yang akut disertai pembengkakan labia unilateral.
Dispareunia
Nyeri pada waktu berjalan dan duduk
Nyeri yang mendadak mereda, diikuti dengan timbulnya discharge (sangat
mungkin menandakan adanya ruptur spontan dari abses)
Hasil pemeriksaan fisik yang dapat diperoleh dari pemeriksaan terhadap kista
Bartholin adalah sebagai berikut:
Pasien mengeluhkan adanya massa yang tidak disertai rasa sakit,
unilateral, dan tidak disertai dengan tanda tanda selulitis di sekitarnya.
Discharge dari kista yang pecah bersifat nonpurulent
Sedangkan hasil pemeriksaan fisik yang diperoleh dari pemeriksaan terhadap
abses Bartholin sebagai berikut:
Pada perabaan teraba fluktuasi dengan daerah sekitar yang eritema dan
edema.
Dalam beberapa kasus, didapatkan daerah selulitis di sekitar abses.
Demam, meskipun tidak khas pada pasien sehat, dapat terjadi.
Jika abses telah pecah secara spontan, dapat terdapat discharge yang
purulen.

D. Diagnosis

Anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik sangat mendukung suatu


diagnosis. Pada anamnesis dinyatakan tentang gejala seperti panas, gatal, Sudah
berapa lama gejala berlangsung, kapan mulai muncul, Apakah pernah berganti
pasangan seks, keluhan saat berhubungan, riwayat penyakit menular seksual
sebelumnya, riwayat penyakit kelamin pada keluarga.
Kista atau abses Bartholini didiagnosis melalui pemeriksaan fisik, khususnya
dengan pemeriksaan ginekologis pelvis. Pada pemeriksaan fisis dengan posisi
litotomi, kista terdapat di bagian unilateral, nyeri, fluktuasi dan terjadi
pembengkakan yang eritem pada posisi jam 4-5 atau 7-8 pada labia minus
posterior. jika kista terinfeksi, pemeriksaan kultur jaringan dibutuhkan untuk
mengidentifikasikan jenis bakteri penyebab abses dan untuk mengetahui ada
tidaknya infeksi akibat penyakit menular seksual seperti Gonorrhea dan
Chlamydia. Untuk kultur diambil apusan dari abses atau dari daerah lain seperti
serviks. Hasil tes ini baru dilihat setelah 48 jam kemudian, tetapi hal ini tidak
dapat menunda pengobatan. Dari hasil ini dapat diketahui antibiotik yang tepat
yang perlu diberikan. Biopsi dapat dilakukan pada kasus yang dicurigai
keganasan.
Kista Bartholin harus dibedakan dari abses dan dari massa vulva lainnya.
Karakteristik dari lesi kistik dan padat dari vulva dapat dilihat pada Tabel 2.
Karena kelenjar Bartholin mengecil saat usia menopause, suatu pertumbuhan
massa pada wanita postmenopause perlu dievaluasi terhadap tanda tanda
keganasan, terutama bila massanya bersifat irreguler, nodular, dan keras.

Karsinoma kelenjar Bartholin memiliki persentase sekitar 1% dari kanker vulva,


dan walaupun kasusnya jarang, merupakan tempat tersering timbulnya
adenokarsinoma. Sekitar 50% dari tumor kelenjar Bartholin adalah karsinoma sel
skuamosa. Jenis lain dari tumor yang timbul di kelenjar Bartholin adalah

adenokarsinoma, kistik adenoid (suatu adenokarsinoma dengan histologis spesifik


dan karakteristik klinis), adenoskuamosa, dan transitional cell carcinoma.
Karena mungkin sulit untuk membedakan tumor Bartholin dari kista Bartholin
yang jinak hanya dengan pemeriksaan fisik, setiap wanita berusia lebih dari 40
tahun perlu menjalani tindakan biopsi untuk menyingkirkan kecurigaan
neoplasma, dimana penyakit inflamasi jarang ditemui pada usia tersebut. Karena
lokasinya yang jauh di dalam, tumor dapat mempengaruhi rektum dan langsung
menyebar melalui fossa ischiorectalis. Akibatnya, tumor ini dapat masuk ke
dalam saluran limfatik yang langsung menuju ke kelenjar getah bening inguinal
profunda serta superficialis. Kesalahan dalam mendiagosis keganasan Bartholin
akan memberikan prognosa yang buruk, sehingga ketepatan dan kecepatan dalam
mendiagnosa sangat diperlukan.
Beberapa kondisi berikut ini dapat merupakan sugestif keganasan kelenjar
Bartholin, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan yang lebih lanjut hingga biopsi:
Usia yang lebih tua dari 40 tahun
Massa yang tidak nyeri, kronis, dan bertambah besar secara progresif
Massa yang solid, tidak fluktuasi, dan tidak nyeri
Terdapat riwayat keganasan labia sebelumnya.
E. Penatalaksanaan
Pengobatan kista Bartholin bergantung pada gejala pasien. Suatu kista tanpa
gejala mungkin tidak memerlukan pengobatan, kista yang menimbulkan gejala
dan abses kelenjar memerlukan drainase.
Jika kistanya tidak besar dan tidak menimbulkan gangguan, tidak perlu
dilakukan tindakan apa-apa. Dalam hal lain perlu dilakukan pembedahan.
Tindakan itu terdiri atas ekstirpasi, akan tetapi tindakan ini bisa menimbulkan
perdarahan. Akhir-akhir ini dianjurkan marsupialisasi sebagai tindakan tanpa

resiko sayatan dan isi kista dikeluarkan, dinding kista yang terbuka dijahit pada
kulit vulva yang terbuka pada sayatan.
1. Bartholinitis : Antibiotik spektrum luas
2. Kista Bartholin :

Kecil, asimptomatik dibiarkan

Simptomatis/ rekuren pembedahan berupa insisi + word catheter


marsupialisasi
laser varporization dinding kista

3. Abses bartholin :
Insisi (bedah drainase) + word catheter, ekstirpasi
Penanganan abses bartholin sama dengan penanganan kista bartholin simptomatis,
namun ada sedikit perbedaan. Prinsipnya berikan terapi antibiotik spektrum luas,
dan lakukan pemeriksaan kultur pus oleh karena ada kemungkinan disebabkan
gonorrhea atau chlamydia, meskipun 67% disebabkan oleh flora normal vagina.
a. Kateter Word
Indikasi : Kista bartholini
Keuntungan :
Minimal trauma, nyeri sedikit
Coitus tidak terganggu
Tindakan sederhana
Teknik :
a. Anestesi lokal
b. Insisi 2 cm
c. Kateter dipasang, balon diisi dengan 2-3 ml air
d. Pertahankan 3-4 minggu, dalam waktu ini duktus akan mengalami

epithelialisasi
e. Kateter diangkat
Kateter word memang dirancang untuk kasus kista/abses bartholin. Setelah
dipasang, kateter word ini dibiarkan selama 4 minggu dan penderita dianjurkan
untuk tidak melakukan aktivitas seksual, sampai kateter dilepas. Setelah 4
minggu akan terbentuk saluran drainase baru dari kista bartholin Secara
kosmetik hasilnya cukup bagus karena orifisiumnya akan mengecil dan hampir
tidak terlihat.

b. Marsupialisasi
Indikasi : Kista bartholin kronik dan berulang
Keuntungan :
Komplikasi < dari ekstirpasi
Fungsi lubrikasi dipertahankan
Kerugian : Rekurensi 10-15% karena penutupan dan fibrosis orifisium
Teknik :
a. Posisi lithotomy
b. Lakukan pemeriksaan bimanual untuk menentukan luasnya kista
c. Tindakan aseptik & antiseptik

d. Labia diretraksi dengan benang 3.0 sehingga tampak introitus vagina


e. Buat insisi di atas mukosa vagina pada perbatasan dengan introitus
sampai mencapai dinding kista
f. Dinding kista diinsisi, keluarkan semua isinya
g. Dinding kista dipegang dengan klem Allis
h. Dinding kista dijahit secara terputus dengan benang absorbable 3.0
kolateral dengan kulit introitus, ke medial dengan mukosa vagina
i. Tidak diperlukan tampon/drain
Marsupialisasi adalah pilihan terapi apabila setelah penggunaan kateter word
terjadi rekurensi atau tidak ada kateter word. Prinsipnya adalah membuat insisi
elips dengan scalpel di luar atau di dalam cincin hymen (jangan di luar labia
mayor karena dapat timbul fistel). Insisi harus cukup dalam mengiris kulit dan
dinding kista di bawahnya (untuk kemudian dibuang). Apabila terdapat lokulasi,
dibersihkan. Kemudian dinding kista didekatkan dengan kulit menggunakan
benang 3.0 atau 4.0 dan dijahit interrupted. Angka rekurens sekitar 10%.

c. Eksisi/Ekstirpasi
Indikasi :
Abses/kista persisten

Abses/kista rekuren
Terdapat indurasi pada basal kista yang sulit dicapai dengan
marsupialisasi
Kista pada usia > 40 tahun (dapat menjadi ganas)
Keuntungan : Kecil kemungkinan rekuren
Kerugian/Komplikasi :
Perdarahan (a.pudenda)
Hematoma
Selulitis
Pembentukan luka yang nyeri
Sisa jaringan kista yang tidak terangkat sepenuhnya rekuren
Fungsi lubrikasi (-)
Eksisi dilakukan jika terjadi rekurensi berulang. Sebaiknya tindakan ini
dilakukan di kamar operasi oleh karena biasanya akan terjadi perdarahan yang
banyak yang berasal dari plexus venosus bulbus vestibuli, dan pernah dilaporkan
terjadinya septik syok pasca tindakan. Komplikasi lain adalah selulitis dan
dyspareuni.
d. Pengobatan Medikamentosa.
Antibiotik sebagai terapi empirik untuk pengobatan penyakit menular seksual
biasanya digunakan untuk mengobati infeksi Gonococcal dan Chlamydia.
Idealnya, antibiotik harus segera diberikan sebelum dilakukan insisi dan
drainase. Beberapa antibiotik yang digunakan dalam pengobatan
1. Ceftriaxone.
Ceftriaxone adalah sefalosporin generasi ketiga dengan efisiensi spektrum
luas terhadap bakteri gram-negatif, efficacy yang lebih rendah terhadap
bakteri gram-positif, dan efficacy yang lebih tinggi terhadap bakteri resisten.

Dengan mengikat pada satu atau lebih penicillin-binding protein, akan


menghambat sintesis dari dinding sel bakteri dan menghambat pertumbuhan
bakteri. Dosis yang dianjurkan: 125 mg IM sebagai single dose .
2. Ciprofloxacin.
Sebuah monoterapi alternatif untuk ceftriaxone. Merupakan antibiotik tipe
bakterisida yang menghambat sintesis DNA bakteri dan, oleh sebab itu akan
menghambat pertumbuhan bakteri dengan menginhibisi DNA-gyrase pada
bakteri. Dosis yang dianjurkan: 250 mg PO 1 kali sehari.
3. Doxycycline
Menghambat sintesis protein dan replikasi bakteri dengan cara berikatan
dengan 30S dan 50S subunit ribosom dari bakteri. Diindikasikan untuk
Ctrachomatis. Dosis yang dianjurkan: 100 mg PO 2 kali sehari selama 7 hari.
4. Azitromisin
Digunakan untuk mengobati infeksi ringan sampai sedang yang disebabkan
oleh beberapa strain organisme. Alternatif monoterapi untuk C trachomatis.
F. Komplikasi
Komplikasi yang paling umum dari abses Bartholin adalah kekambuhan. Pada
beberapa kasus dilaporkan necrotizing fasciitis setelah dilakukan drainase abses.
Perdarahan, terutama pada pasien dengan koagulopati. Pada beberapa kasus juga
dilaporkan timbul jaringan parut.
G. Prognosis
Jika abses dengan didrainase dengan baik dan kekambuhan dicegah, prognosisnya
baik. Tingkat kekambuhan umumnya dilaporkan kurang dari 20%.

DAFTAR PUSTAKA
1. Anonym.

Bartholin's

cyst.

2010.

Available

from:

http://en.wikipedia.org/wiki/Bartholin%27s_cyst
2. Cunnningham, F.G., et al. Sexual Transmitted Diseas Dalam William
obstetrics edisi 22. 2005. USA: McGraw-Hill comp. inc
3. Folashade omole, et al. American family physician. Management of
bartholins duct cyst and gland abscess. Am fam physician. 2003 jul
1;68(1):135-140. Morehouse School Of Medicine, Atlanta, Georgia
4. Linda J. Vorvick, MD et al. 2010. Bartholins abscess. Available from:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001489.html
5. Mayo

clinic

Staff.

2010.

Bartholin's

cyst.

Available

from:

http://www.mayoclinic.com/health/bartholin-cyst/DS00667
6. Wiknjosastro, Hanifa. 2008. Ilmu Kandungan Edisi Kedua Cetakan Keenam.
Jakarta. Penerbit : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

You might also like