You are on page 1of 23

REFERAT STASE ANAK

GIZI BURUK
Disusun oleh :

Meita Putri Aldillah

PEMBIMBING :
dr. Nurvita Susanto, Sp.A
dr. Budi Risjadi, Sp.A M.Kes

RSUD SOREANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN

Masalah gizi adalah masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya


tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja.
Masalah gizi disamping merupakan sindrom kemiskinan yang erat kaitannya dengan
masalah ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dan juga menyangkut aspek
pengetahuan serta perilaku yang kurang mendukung pola hidup sehat 1. Keadaan gizi
masyarakat akan mempengaruhi tingkat kesehatan dan umur harapan hidup yang
merupakan salah satu unsur utama dalam pennetuan keberhasilan pembangunan
negara2.
Secara umum di Indonesia terdapat dua masalah gizi utama yaitu kurang gizi
makro dan kurang gizi mikro5. Kurang gizi makro pada dasarnya merupakan
gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kekurangan asupan gizi dan protein.
Masalah

gizi

mikro

adalah

masalah

gizi

yang

utamanya

disebabkan

ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan energi dan protein. Kekurangan zat
gizi makro umumnya disertai dengan kekurangan zat gizi mikro 3,4,6.
Gizi buruk masih merupakan masalah di Indonesia, walaupun Pemerintah
Indonesia telah berupaya untuk menanggulanginya. Data Susenas menunjukkan
bahwa prevalensi gizi kurang menurun dari 37,5 % (1989) menjadi 24,6 % (2000).
Namun kondisi tesebut tidak diikuti dengan penurunan prevalensi gizi buruk, bahkan
prevalensi gizi buruk cenderung meningkat5.
Tujuan penyusunan referat ini adalah untuk mengetahui secara umum definisi,
etiologi, manifestasi klinis, serta penatalaksaan gizi buruk.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Gizi buruk adalah suatu keadaan kurang gizi yang ditandai dengan kehilangan
berat badan/ buruknya kenaikan berat badan, kehilangan lemak subkutan tubuh yang
biasanya berhubungan dengan konsumsi kalori yang inadekuat3. Diagnosis gizi buruk
dibuat berdasarkan riwayat diet yang teliti yang disertai evaluasi berat badan , tinggi
badan , serta usia yang dibandingkan satu sama lain1.

II. ETIOLOGI
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kasus gizi buruk. Menurut
UNICEF ada dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu1,2 :
1. Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah
makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang
dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan. Yang didalam
ini termasuk perilaku dan budaya dalam pengelolaan makanan serta mengasuh
anak.
2. Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan
oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zatzat makanan secara baik.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi buruk
pada balita, yaitu4 :
1. Keluarga miskin.
2. Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak.
3. Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti : jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran
pernapasan dan diare.

III. PENENTUAN STATUS GIZI ANAK


2

Ada beberapa cara melakukan penilaian status gizi pada kelompok masyarakat.
Salah satunya adalah dengan pengukuran tubuh manusia yang dikenal dengan
Antropometri. Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi, antropomteri disajikan
dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan variabel lain. Variabel tersebut adalah
sebagai berikut5 :
a.

Umur.
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan
penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil
penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti
bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang sering
muncul adalah adanya kecenderunagn untuk memilih angka yang mudah seperti
1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur anak perlu dihitung
dengan cermat. Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30
hari. Jadi perhitungan umur adalah dalam bulan penuh, artinya sisa umur dalam
hari tidak diperhitungkan5.

b.

Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran
massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap
perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi
makanan yang menurun. Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U
(Berat Badan menurut Umur) atau melakukan penilaian dengam melihat
perubahan

berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam

penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling banyak


digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya saja tergantung
pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat menggambarkan kecenderungan
perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu5
c.

Tinggi Badan
Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari
keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk melihat
keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan

berat badan

lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam
bentuk Indeks TB/U ( tinggi badan menurut umur), atau juga indeks BB/TB

( Berat Badan menurut Tinggi Badan) jarang dilakukan karena perubahan tinggi
badan yang lambat dan biasanya hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan indeks
ini pada umumnya memberikan gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik,
kemiskinan dan akibat tidak sehat yang menahun5.
Berat badan dan tinggi badan adalah salah satu parameter penting untuk
menentukan status kesehatan manusia, khususnya yang berhubungan dengan
status gizi. Penggunaan Indeks BB/U, TB/U dan BB/TB merupakan indikator
status gizi untuk melihat adanya gangguan fungsi pertumbuhan dan komposisi
tubuh1,2.
Tabel 1 Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U,TB/U, BB/TB Standart
Baku Antropometeri WHO-NCHS5

N
o
1

Indeks yang
dipakai
BB/U

TB/U

BB/TB

Batas
Pengelompokan

Sebutan Status Gizi

< -3 SD

Gizi buruk

- 3 s/d <-2 SD

Gizi kurang

- 2 s/d +2 SD

Gizi baik

> +2 SD

Gizi lebih

< -3 SD

Sangat Pendek

- 3 s/d <-2 SD

Pendek

- 2 s/d +2 SD

Normal

> +2 SD

Tinggi

< -3 SD

Sangat Kurus

- 3 s/d <-2 SD

Kurus

- 2 s/d +2 SD

Normal

> +2 SD

Gemuk

Sumber : Depkes RI 2004.

Setiap anak yang memiliki status gizi antropometri (BB/TB) < -3 SD yang secara
klinis tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh
tubuh disebut sebagai gizi buruk6.
4

Penampilan klinis seorang anak dengan gizi buruk dibagi menjadi 3 tipe
berdasarkan ada/tidaknya edema, yaitu8 :
1. Kwashiorkor
Kwashiorkor memiliki ciri-ciri1,2,3,8:
-

Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis)

Penampilan seperti anak gendut

Wajah membulat dan sembab

Pandangan mata sayu

Rambut tipis karena mudah dicabut tanpa rasa sakit dan rontok. Pada
kwashiorkor yang lanjut terlihat rambut kusam, kering, halus, jarang. Warna
hitam menjadi merah, coklat, kelabu sampai putih.

Perubahan status mental, rewel, banyak menangis, dan pada stadium lanjut
sangat apatis

Pembesaran hati

Otot mengecil (hipotropi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau
duduk

Kelainan kulit disebut crazy pavement dermatosis dimulai dengan titik merah
menyerupai petekie, berpadu menjadi bercak yang lambat laun menghitam, yang
kemudian akan mengelupas maka terdapat bagian yang merah dikelilingi oleh
batas-batas yang masih hitam. Bagian tubuh yang sering basah disebabkan
terjadinya keringat atau air kencing dan terus-menerus berupa bercak merah
muda yang meluas dan berubah warna mendapat tekanan merupakan predileksi
terjadinya crazy pavement dermatosis.

Gambar 1. Ciri anak Kwashiorkor (WHO,1999)

2. Marasmus
Marasmus memiliki ciri-ciri1,2,3,8 :
-

Tampak sangat kurus, seperti hanya tulang terbungkus kulit

Wajah seperti orang tua

Perubahan mental (cengeng, rewel, apatis)

Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pada
daerah pantat tampak seperti memakai celana longgar/baggy pants) sehingga
turgor kulit berkurang. Kulit juga tampak kering dan dingin

Perut cekung

Iga gombang

Sering disertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang) dan diare

Otot-otot atrofi

Tekanan darah rendah dan tidak jarang terdapat bradikardi

Frekuensi nafas berkurang

Anemia

Gambar 2. Ciri Anak Marasmus (WHO,1999)

3. Marasmus-kwashiorkor

Marasmus-kwashiorkor memiliki ciri gabungan dari beberapa gejala klinis


kwashiorkor dan marasmus disertai edema yang tidak mencolok1,2,3,8.

IV. DIAGNOSIS
Anamnesis
Di dalam anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut2 :
a. Intake makanan dan cairan saat ini
b. Diet sebelum sakit
c. Menyusui
d. Durasi dan frekuensi diare dan muntah
e. Tipe diare (berair/berdarah)
f. Hilangnya nafsu makan
g. Lingkungan keluarga untuk mengetahui latar belakang sosial anak
h. Batuk kronis
i. Kontak dengan penderita tuberkulosis
j. Kontak dengan penderita campak
k. Diketahui atau suspek menderita infeksi HIV

Pemeriksaan fisik
Setiap anak yang datang untuk berobat harus ditimbang dan diukur tingginya
agar dapat segera diketahui status gizinya. Tidak semua orang tua membawa anaknya
berobat karena tampak kurus/hilang nafsu makan maka itu perlu dilakukan
pemeriksaan pada setiap anak5.
Pada pemeriksaan fisik anak dengan gizi buruk dapat dilihat adanya9:
a. Tanda dehidrasi atau syok
b. Tanda kepucatan pada palmar yang berat
c. Tanda defisiensi vitamin A pada mata : konjungtiva atau kornea kering (Bitots
spot), ulkus kornea, dan keratomalasia.

Gambar 3. Bercak Bitot (WHO,1999)

d. Tanda infeksi, seperti infeksi telinga dan tenggorokan, infeksi kulit, atau
pneumonia
e. Pitting Edema

Gambar 4. Pitting Edema (WHO,1999)

Pada anak dengan gizi buruk dapat kita temukan edema yang
seringkali mengelabui diagnosa, sehingga sebagai klinisi harus dapat
mengetahui diagnosis banding anak dengan edema yang dapat pula ditemukan
pada penyakit penyakit sebagai berikut :

Gagal ginjal
Pada anak dengan gagal ginjal dapat kita temukan edema yang
terlebih dahulu muncul di palpebra karena jaringan mata
merupakan jaringan ikat longgar sehingga memudahkan cairan
berakumulasi. Bila bengkak telah sedemikian berat makan dapat
ditemukan menyebar ke seluruh tubuh yang disebut dengan edema
anasarka yang dapat mengelabui penampilan anak gizi buruk
dengan edema1.
Selain edema, yang dapat kita perhatikan pada anak dengan gagal
ginjal adalah diuresis yang menurun, pucat,aritmia, perdarahan
8

saluran cerna, terdapat retensi air dan garam (sehingga dapat


terjadi hipertensi), kejang dan koma (yang sering ditemukan pada
ensefalopati uremia)2.

Sindrom nefritik akut ( SNA)


Edema yang ditemukan pada kelainan ginjal seringkali dimulai di
palpebra , namun pada SNA harus didapatkan infeksi saluran napas
bagian atas 1 3 minggu sebelumnya ataupun infeksi pada kulit.
Keluhan kencing berdarah dan tekanan darah tinggi seringkali
menjadi keluhan utama pada pasien ini3.

Sindrom Nefrotik
Pada kelainan ginjal ini juga dapat ditemukan edema namun penyait
ini harus disertai dengan proteinuria masif, hipoalbuminemia (yang
seringkali juga rendah pada gizi buruk) dengan atau tanpa
hiperlipidemia/hiperkolesterolemia3.

Gagal Jantung
Edema pada kelainan jantung lebih sering dimulai pada kedua
tungkai karena aliran balik vena berkurang serta tahanan perifer
yang tinggi1. Pada pasien dengan gagal jantung maka dapat
didapatkan pula keluhan sesak nafas terutama saat aktifitas,mudah
lelah,dan gagal tumbuh. Pada pemeriksaan dapat ditemukan
takikardia, irama gallop, kulit dingin/lembab, takipneu ataupun
ortopneu, wheezing dan crackles. Pada foto rontgen dapat
ditemukan kardiomegali2,3.

f. Tanda infeksi HIV


g. Demam atau hipotermi
h. Ulkus pada mulut
i. Perubahan kulit pada kwashiorkor; hipo atau hiperpigmentasi, deskuamasi,
ulserasi, lesi eksudatif yang sering dengan infeksi sekunder (candida)
Namun, tanda tanda diatas tidak selalu khas dan terlihat pada anak dengan gizi
buruk. Yang penting diketahui adalah kondisi klinis seorang anak gizi buruk saat
dibawa ke sarana kesehatan. Kondisi tersebut dibagi berdasarkan adanya 3 tanda

bahaya dan tanda penting pada anak gizi buruk yaitu syok letargis dan
diare/muntah/dehidrasi6.
Kondisi klinis tersebut dipakai pula untuk menetukan rencana penatalaksanaan
selanjutnya. Lima kondisi klinis pada anak gizi buruk6 :
a. Kondisi 1
Jika ditemukan : Syok , letargis dan munta dan atau diare atau dehidrasi
Pada kondisi ini lakukan Rencana penatalaksanaan 1 (dibahasi dibagian
selanjutnya).
b. Kondisi 2
Jika ditemukan : Letargis dan muntah dan atau diare atau dehidrasi
Pada kondisi ini lakukan rencana penatalaksanaan 2
c. Kondisi 3
Jika ditemukan : Muntah dan atau diare atau dehidrasi
Pada kondisi ini lakukan rencana penatalaksanaan 3
d. Kondisi 4
Jika ditemukan : Letargis
Pada kondisi ini lakukan rencana penatalaksanaan 4
e. Kondisi 5
Jika tidak ditemukan 3 tanda bahaya diatas
Pada kondisi ini lakukan rencana penatalaksanaan 5

V. PENATALAKSANAAN
Perawatan anak dengan gizi buruk dibagi menjadi beberapa fase setelah
ditentukan ada tidaknya tanda bahaya / tanda penting yaitu6 :
1. Perawatan awal Fase Stabilisasi yaitu pada hari 1 dan 2
2. Perawatan lanjut fase stabilisasi yaitu pada hari 3 hingga 7
3. Perawatan pada fase transisi yaitu pada hari ke 8 hingga hari ke 14
4. Perawatan pada fase rehabilitasi pada minggu ke-3 hingga 6
5. Fase tindak lanjut yaitu pada minggu 7 26 dapat dilakukan di rumah,
ditindak sebagai outpatient.

10

Pada fase fase tersebut diatas yang dilakukan di rumah sakit adalah berupa 10
langkah penting yaitu8 :
1.

Mengatasi/mencegah hipoglikemia

2.

Mengatasi/mencegah hipotermia

3.

Mengatasi/mencegah dehidrasi

4.

Mengkoreksi gangguan keseimbangan elektrolit

5.

Mengobati/mencegah infeksi

6.

Mulai pemberian makanan

7.

Fasilitasi tumbuh-kejar (catch up growth)

8. Mengkoreksi defisiensi nutrien mikro


9.

Melakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental

10. Menyiapkan dan merencanakan tindak lanjut setelah sembuh


Sehingga dapat disimpulkan pengobatan gizi buruk adalah seperti tabel dibawah ini
Tabel 2. Jadwal Pengobatan Gizi Buruk (WHO,1999)
Fase Stabilisasi

Hari 3-7

Hari ke 1-2

Fase
Rehabilitasi
Minggu ke 2-6

1. Hipoglikemia
2. Hipotermia
3. Dehidrasi
4. Elektrolit
5. Infeksi
6. Mikronutrien
dengan Fe

tanpa Fe

7. Makanan awal
8. Tumbuh kejar
9. Simulasi sensoris
10. Persiapan pulang

Tindakan pada anak gizi buruk pada setiap fase setelah penilaian tanda bahaya dan
tanda penting6 adalah sebagai berikut :

11

1. Perawatan awal pada fase stabilisasi6


Setiap hari diperiksa berat badan dan suhu tubuh, jika perlu status gizi.
Pada fase ini dilakukan tindakan :
-

Pemberian oksigen hanya pada kondisi 1 yaitu kondisi yang disertai


syok.

Menghangatkan tubuh dilakukan pada semua kondisi

Pemberian cairan dan makanan sesuai dengan kondisi, Rencana


I/II/III/IV/V

Antibiotik diberikan kepada setiap kondisi


Pemberian antibiotik untuk anak gizi buruk7 :

Tanpa komplikasi : berikan kotrikmoksazol per oral setiap 12


jam selama 5 hari

Komplikasi

(syok,hipoglikemi,dermatosis,ISPA,letargis)

berikan gentamisin IV/IM (7,5ml/kgBB) setiap hari sekali


selama 7 hari + ampisilin IV/IM (50mg/kgBB) setiap 6 jam
selama 2 hari atau Amoxicillin oral (15mg/Kg) setiap 8 jam
selama 5 hari

Bila tidak membaik dalam 48 jam tambahkan : kloramfenikol


IV/IM (25mg/KgBB setiap 8 jam selama 5 hari (jika curiga
meningitis berikan tiap 6 jam)

Infeksi khusus : antibiotik yang sesuai

2. Perawatan lanjutan pada fase stabilisasi6


Pada fase ini dilakukan anamnesis lanjutan untuk mengkonfirmasi
kejadian campak dan TB paru. Pemeriksaan fisik selalu dipantau khususnya
berat badan, panjang badan, dada,perut, otot jaringan lemak, pemeriksaan
khusus juga perlu untuk melihat penyakit yang menyertai seperti mata, THT,
dan kulit. Pemeriksaan laboratorium yang harus diberikan adalah kadar gula
darah dan Hemoglobin.

Tindakan yang dilakukan pada fase ini :


-

Pemberian vitamin A

12

Jadwal dan dosis pemberian vitamin A pada tatalaksana gizi buruk adalah
sebagai berikut7 :

apabila tidak ada gejala mata atau tidak pernah sakit campak dalam
3 bulan terakhir maka diberikan kapsul vitamin A dosis sesuai
umur hanya pada hari pertama saja

apabila ada salah satu gejala buta senja, bercak bitot, radang,
kornea keruh, ulkus kornea atau pernah sakit campak dalam 3
bulan terakhir maka berikan kapsul vitamin A dosis sesuai umur
pada hari pertama, kedua dan kelimabelas.
Tabel.4 Dosis vitamin A sesuai umur (Direktorat Bina Gizi,2007)
Usia
<6 Bulan
6 11 Bulan
1 5 tahun

Pemberian asam folat

Pemberian multivitamin tanpa Fe

Pengobatan penyakit penyulit

Dosis
50.000 SI ( kapsul biru)
100.000 SI (1 kapsul biru)
200.000 SI ( 1 kapsul merah)

Terdapat beberapa penyakit penyulit pada anak gizi buruk, yang salah
satunya adalah gangguan pada mata. Apabila mata anak mengalami hanya
bercak bitot saja,maka tidak memerlukan obat tetes mata. Jika terdapat
nanah/radang maka berikan tetes mata kloramfenikol. Berikan obat tetes
mata kloramfenikol dan tetes mata atropin, jika terjadi kekeruhan dan
ulkus pada kornea. Pastikan segera rujuk ke dokter mata dan tidak
diberikan salep yang mengandung kortikosteroid7
Dermatosis juga merupakan salah satu penyakit penyulit pada anak
gizi buruk. Jika anak mengalami hipo/hiperpigmentasi kulit maka kompres
pada bagian yang terkena dengan KmnO4 1/10.000 selama 10 menit.
Apabila klit mengalami deskuamasi ataupun lesi ulserasi eksudatif (seperti
luka bakar) dapat diberikan salem/krim Zn dan usahakan agar daerahdaerah infeksi tetap kering7.

13

Perlu dilakukan skoring dan screening Tuberculosis paru maupun


ekstra paru pada anak gizi buruk dan di tatalaksana dengan obat anti
tuberkulosa yang sesuai 6,7.
-

Stimulasi sensorik dan dukungan emosional berupa kasih sayang,


lingkungan yang ceria, terapi bermain terstruktur 15 30 menit/hari,
aktivitas fisik segera setelah sembuh dan keterlibatan ibu.

3. Perawatan pada fase transisi6


Pemeriksaan berat badan setiap hari pada fase ini.
Tindakan yang dilakukan pada fase ini :
-

pemberian makanan untuk tumbuh kejar

multivitamin tanpa Fe

Stimulasi sensorik dan dukungan emosional berupa kasih sayang,


lingkungan yang ceria, terapi bermain terstruktur 15 30 menit/har,
aktivitas fisik segera setelah sembuh dan keterlibatan ibu.

pengobatan penyakit penyulit


Jika anak berumur 4 bulan atau lebih dan belum pernah mendapatkan obat
cacing pirantel pamoat dalam 6 bulan terakhir dengan hasil pemeriksaan
tinja positif, maka beri pirantel pamoat sebagai dosis tunggal7.
Tabel 5. Pemberian obat pirantel pamoat (direktorat bina gizi,2007)
Usia ( berat badan anak)
4 9 bulan (6 - <8kg)
9 12 bulan ( 8 - <10kg)
1 3 tahun ( 10 - <14kg)
3 5 tahun (14 - <19kg)

Tablet Pirantel Pamoat 125mg/tab


(Dosis tunggal)
tablet
tablet
1 tablet
1 tablet

4. Perawatan pada fase rehabilitasi6


pemeriksaan pada saat ini adalah monitor tumbuh kembang
tindakan yang dilakukan :
-

pemberian makanan untuk tumbuh kejar

multivitamin dengan Fe

pengobatan penyakit penyulit

14

persiapan ibu dengan memberikan contoh kepada orangtua bagaimana


membuat makanan dengan kandungan energi dan zat gizi yang padat serta
bermain terstruktur (ci-luk-ba)

stimulasi

Pemberian cairan dan makanan pada fase stabilisasi adalah berbeda pada setiap
kondisi, maka dibawah ini akan diuraikan rencana tatalaksana berdasarkan kondisi5,6 :
1. Rencana 1 (syok, letargis dan muntah/diare/dehidrasi)
Segera :
- pasang oksigen 1 2 L/menit
- pasang infus RL dan D10% dengan perbandingan 1 : 1 (RLG 5%)
- berikan glukosa IV bolus : 5ml/kgBB bersamaan dengan ReSoMal
5ml/kgBB melalui NGT
Jam pertama :
-

teruskan pemberian cairan RLG 5% sebanyak 15ml/kgBB selama 1 jam,


5gtt/menit/kgBB

catat nadi dan frekuensi nafas setiap 30 menit selama 1 jam

jam kedua :
-

Bila nadi menguat dan frekuensi nafas turun, infus diteruskan dengan
cairan dan tetesan yang sama selama 1 jam

Jika nadi lemah dan nafas tinggi teruskan pemberian cairan iv dengan
dosis diturunkan 1gtt/menit/kgBB. Lakukan transfusi packed red cell 1
tetes makro/kgBB/menit disertai pemberian furosemid 1mg/kgBB secara
iv.

Rehidrasi belum selesai dan anak minta minum berika ReSoMal sesuai
kemampuan anak

Catat nadi dan frekuensi nafas setiap 30 menit selama 2 jam ke II

10 jam berikutnya :
-

catat denyut naddi , frekuensi nafas setiap 1 jam

bila pemberian cairan intravena selesai. Berikan ReSoMal dan F-75 selama
10 jam berikutnya berselang seling setiap 1 jam

ReSoMal : 5 10ml/kgBB/pemberian ; F-75 berdasarkan BB

Bila anak masih menetek, berikan ASI setelah F-75

Bila sudah rehidrasi :


15

Diare hilang : Resomal berhenti, teruskan F-75 Setiap 2 jam.

Transfusi selesai : teruskan F-75 setiap 2 jam

Perhatikan over rehidrasi

Diare/muntah berkurang dan F-75 habis :


-

berikan tiap 3 jam F-75

masih menetek ASI diantara pemberian F-75

diare/muntah tidak ada dan F-75 habis :


-

berikan tiap 4 jam F-75

ASI diantara pemberian F- 75

Catatan :
-

hentikan pemberian cairan iv apabila ditemukan tanda bahaya : denyut


nadi dan frekuensi nafas meningkat, vena jugularis terbendung atau edema
palpebra.

Evaluasi setelah 1 jam bila membaik teruskan rencana 1 hingga selesai,


dan teruskan pemberian cairan dan makanan untuk tumbuh kejar.

2. Rencana II ( letargis dan muntah/diare/dehidrasi)


Segera :
-

berikan bolus glukosa 10% intravena , 5ml/kgBB

lanjutkan dengan glukosa atau larutan gula pasir 10% melalui NGT
sebanyak 50 ml

2 jam pertama :
-

ReSoMal secara Oral/NGT setiap 30 menit, dosis : 5ml/kgBB setiap


pemberian

Komposisi Resomal

Tabel 6. Komposisi cairan Resomal (WHO,1999)

16

Catat nadi, frekuensi nafas dan pemberian Resomal setiap 30 menit.

10 jam berikutnya :
-

jika keadaan memburuk yaitu timbul syok, lakukan rencana I

jika keadaan membaik , teruskan pemberian resomal berselang seling


dengan F-75 setiap 1 jam.

Resomal : 5 10 ml/kgBB/ setiap pemberian , F-75 setiap 2 jam dosis


menurut BB

Jika diare hilang, hentikan resomal dan teruskan F-75 setiap 3 jam

Jika diare , setiap diare berikan resomal anak <2th: 50 -100m/diare, anak
>2th : 100 200ml/diare.

Jika diare dan muntah berkurang dan F-75 habis :


-

lanjutkan F-75 setiap 3 jam

teruska ASI antara pemberian F-75

jika tidak ada diare dan F-75 habis :


-

lanjutkan F-75 setiap 4 jam

teruskan ASI antara pemberian F-75

Catatan :
-

hentikan pemberian cairan oral/ngt apabila ditemukan tanda bahaya :


denyut nadi dan frekuensi nafas meningkat, vena jugularis terbendung atau
edema palpebra.

Evaluasi setelah 1 jam bila membaik teruskan rencana II hingga selesai,


dan teruskan pemberian cairan dan makanan untuk tumbuh kejar.

3. Rencana III ( Muntah dan atau diare atau dehidrasi)

17

Segera :
-

berikan 50 ml glukosa atau larutan gula pasir 10% (oral/ngt)

2 jam pertama :
-

berikan resomal secara oral/ngt setiap 30 menit : dosis 5 ml/kgBB setiap


pemberian

catat nadi,frekuensi nafas dan beri resomal setiap 30 menit

10 jam berikutnya :
-

jika memburuk timbul syok makan masuk Rencana I tanpa pemberian


bolus glukosa

jika membaik, teruskan pemberian ReSoMal berselang seling dengan F-75


setiap 1 jam.
Resomal 5 10ml/kgBB/setiap pemberian
F-75 setiap 2 jam menurut BB

Jika diare hilang, hentikan resomal dan teruskan F-75 setiap 2 jam

Jika diare , setiap diare berikan resomal anak <2th: 50 -100ml/diare, anak
>2th : 100 200ml/diare.

Jika diare/muntah berkurang dan F-75 habis :


-

ubah pemberian F-75 menjadi setiap 3 jam

jika diare/muntah tidak ada dan F-75 habis :


-

ubah pemberian F-75 menjadi setiap 4 jam

ASI teruskan antara pemberian F-75

Catatan :
-

hentikan pemberian cairan oral/ngt apabila ditemukan tanda bahaya :


denyut nadi dan frekuensi nafas meningkat, vena jugularis terbendung atau
edema palpebra.

Evaluasi setelah 1 jam bila membaik teruskan rencana III hingga selesai,
dan teruskan pemberian cairan dan makanan untuk tumbuh kejar.

4. Rencana IV ( Letargis )
Segera :
-

berikan bolus glukosa 10% intraven , 5 ml/kgBB

lanjutkan dengan glukosa atau larutan gula pasir 10% melalui NGT
sebanyak 50ml

2 jam pertama :
18

berikan F-75 setiap 20 menit, dari dosis untuk 2 jam sesuai dengan berat
badan (NGT)

catat nadi, frekuensi nafas

2 jam kedua (apabila belum sadar- masih letargis) :


-

ulangi pemberian F-75 setiap 30 menit, dari dosis untuk 2 jam sesuai
berat badan via NGT

pikirkan underlying disease

catat nadi, pernafasan, kesadaran dan masukan F-75 tiap 30 menit.

Bila sudah sadar 10 jam berikutnya :


-

lanjutkan F-75 setiap 2 jam (oral/NGT)

catat nadi, pernafasan dan kesadaran tiap jam

bila masih menetek asi antara pemberian f-75

selanjutnya, F-75 sebagian besar habis :


-

ubah pemberian menjadi F-75 setiap 3 jam

selanjutnya, F-75 habis :


-

ubah pemberian menjadi setiap 4 jam

ASI diteruskan antara pemberian F-75

Catatan :
-

Kurangi pemberian F-75 sesuai dengan kebutuhan kalori minimal apabila


ditemukan tanda bahaya : denyut nadi dan frekuensi nafas meningkat, vena
jugularis terbendung atau edema palpebra.

Evaluasi setelah 1 jam bila membaik teruskan rencana IV hingga selesai,


dan teruskan pemberian cairan dan makanan untuk tumbuh kejar.

5. Rencana V (tanpa syok,letargis maupun diare/dehidrasi)


Segera :
-

segera berikan 50ml glukosan/ larutan gula pasir 10% oral

catat nadi, pernafasan dan kesadaran

2 jam pertama :
-

berikan F-75 setiap 30 menit (1/4 dari dosis untuk 2 jam sesuai berat
badan)

catat nadi, frekuensi nafas,kesadaran dan asupan F-75 setiap 30 menit

10 jam berikutnya :
19

terukan pemberian F-75 setiap 2 jam

catat nadi , frekuensi nafas dan asupan

bila anak masih menetek teruskan ASI antara pemberian F-75

selanjutnya, F-75 sebagian besar dapat dihabiskan :


-

lanjutkan pemberian F-75 setiap 3 jam

asi lanjutkan

selanjutnya, F-75 habis :


-

lanjutkan pemberian F-75 setiap 4 jam

asi lanjutkan

Catatan :
-

hentikan pemberian F-75 apabila ditemukan tanda bahaya : denyut nadi


dan frekuensi nafas meningkat, vena jugularis terbendung atau edema
palpebra.

Evaluasi setelah 1 jam bila membaik teruskan rencana V hingga selesai,


dan teruskan pemberian cairan dan makanan untuk tumbuh kejar

Pemberian cairan dan makanan untuk tumbuh kejar akan dibahas dibawah ini
dan tidak dibedakan per kondisi6 :
1. Pada tahap akhir fase Stabilisasi,dapat menghabiskan F-75 setiap 4
jam maka masuk fase transisi :
-

F-75 diganti dengan F-100 diberikan setiap 4 jam dengan dosis sesuai BB,
dipertahankan selama 2 hari

Hari ke 3 mulai berikan F-100 dengan dosis sesuai BB. Pada 4 jam
berikutnya, dosis dinaikkan 10 ml hingga anak tidak mampu
menghabiskan jumlah yang diberikan, dengan catatan tidak melebihi
dosis maksimal sesuai BB.

Hari ke 4 berikan F-100 setiap 4 jam dengan dosis sesuai BB berkisar


antara dosis minimal dan dosis maksimal dengan ketentuan tidak boleh
melampaui dosis maksimal F-100. Pemberian F-100 dengan dosis seperti
ini dipertahankan sampai hari 7 14 (hari terkahir fase transisi) sesuai
kondisi

anak.

Selanjutnya

memasuki

fase

rehabilitasi

dengan

menggunakan F-135 dan makanan pada sesuai dengan BB anak.


2. kriteria pulang dari rumah sakit (fase rehabilitasi):
20

Kriteria pemindahan terapi nutrisi anak ke fase rehabilitasi7:


a. Nafsu makan baik
b. Status mental membaik: tersenyum, dapat menerima rangsangan, tertarik
terhadap lingkungan
c. Duduk, merangkak, berdiri atau berjalan (sesuai usia)
d. Suhu tubuh normal (36.537.5 C)
e. Tidak ada muntah dan diare
f. Tidak ada edema
g. Peningkatan berat badan > 5gr/kgbb/hari
Jika BB< 7kg : berikan F-135 dengan makanan bayi/lumat dan sari buah
Jika BB >7kg : berikan F-135 ditambah dengan makanan bayi/lumat dan sari
buah
Terus berikan makanan tahap rehabilitasi ini sampai tercapai 6:
BB/TB > - 2 SD WHO NCHS (kriteria sembuh)
Tindak lanjut di rumah bagi anak gizi buruk adalah yang paling penting agar anak
tidak kembali jatuh dibawah 3 SD , sehingga perlu diberikan edukasi kepada orang
tua dan perlakukan pasien sebagai outpatient6,7. Bagi pasien yang dipulangkan
sarankan untuk6 :
-

memberikan makanan dengan porsi kecil dan sering

membawa anaknya untuk kontrol pada bulan pertama : 1x/minggu , bulan


kedua : 1x/2 minggu dan bulan ketiga- keempat : 1x/bulan,

mengingatkan ibu untuk imunisasi dasar atau booster

Pemberian vitamin A dosis tinggi setiap 6 bulan sekali.

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman, Richard E., MD., et. al. 2000. Nelson Textbook of Pediatrics 16th ed.
Pennsylvania : W. B. Saunders Company.
2. Braunwald, Eugene, M.D., et al. Harrisons Principles Of Internal Medicine
15th ed. Volume 1. McGraw Hill Medical Publishing Division.
3. Hay William Jr et all. 2011. Current diagnosis and treatment : Pediatrics 20th
Ed. Lange medical book :McGrawHill.
4. IDAI. 2010. Pedoman pelayanan medis anak. Penerbit FKUI : Jakarta
5. Direktorat Bina Gizi , 2011. Surat keputusan menteri kesehatan republik
indonesia tentang standar antropometri status gizi anak No :
1995/MENKES/SK/XII/2010.
6. Direktorat Bina Gizi 2007. Pedoman Tatalaksana Gizi Buruk Buku I. Depkes
RI : Jakarta
7. Direktorat Bina Gizi 2007. Pedoman tatalaksana gizi buruk Buku II. Depkes
RI : Jakarta
8. WHO. 1999. Initial treatment in Management of Severe Malnutrition: A
Manual For Physicians and Other Senior Health Workers. Geneva. World
Health Organization

22

You might also like