You are on page 1of 18

MUSI BANYUASIN, 3 DESEMBER 2008

OLEH:
PROF. ACHMAD BINADJA, PH.D.
LABORATORIUM SETS UNNES
1

PEMBELAJARAN BERVISI SETS


(SCIENCE, ENVIRONMENT, TECHNOLOGY, AND SOCIETY)1
BERPENEKANAN ETIKA

PENDAHULUAN
Pembelajaran Bervisi SETS (Science, Environment, Technology, And
Society) mengandung makna bahwa di dalam pembelajaran yang dilaksanakan selalu
memperlakukan materi pembelajaran dalam konteks SETS. Dalam arti, materi
pembelajaran diupayakan untuk ditempatkan dalam kaitan unsur Sains. Lingkungan,
Teknologi, dan Masyarakat secara timbal balik. Dengan pemikiran serta perlakukan
semacam itu kita akan dapat melihat kemanfaatan hasil pembelajaran lebih besar dari
sekedar
memahami
konsep
pengetahuan
yang
dibelajarkan
tanpa
keterhubungkaitannya dalam konteks SETS.
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) oleh Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Sebenarnya bertolak dari dokumen yang
kurikulum yang telah dikembangkan oleh pusat Kurikulum yang dikenal dengan
Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi). Di sana pembelajaran bervisi dan
berpendekatan SETS atau Salingtemas (Sains, Lingkungan, Teknologi, dan
Masyarakat) dianjurkan untuk diterapkan di dalam pembelajaran.
Kebijakan ini juga dilaksanakan sebagaimana upaya pengembangan
Kurikulum 2004, untuk memenuhi harapan Undang-undang no 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Berbeda dengan Kurikulum 2004, KTSP diharapkan
dikembangkan oleh pendharbeni (stakeholders) satuan pendidikan, yang untuk
pendidikan formal di tingkat pendidikan dasar dan menengah disebut sekolah. Salah
satu implikasi yang jelas terasakan berkaitan dengan penerapan visi dan pendekatan
SETS dalam pengembangan kurikulum serta berbagai dokumen turunannya adalah
masih banyak pihak pendidik yang belum memahami dengan baik visi serta
pendekatan SETS serta implikasinya dalam meningkatkan mutu pendidikan di dalam
satuan pendidikan.
Setelah ditetapkannya Peraturan Pemerintah no 19 tahun 2005, tentang
Standar Nasional Pendidikan, sebagai salah satu pendukung pelaksanaan UU No. 20
tahun 2003 tersebut, masih banyak pihak menyatakan kebimbangan tentang dapatnya
terlaksana dengan baik KTSP yang diharapkan pemerintah itu. Masih banyak
pendharbeni satuan pendidikan yang belum memahami sepenuhnya makna peraturan
pemerintah tersebut beserta implikasinya. Sementara, yang telah memahami tidak
1 Makalah disajikan pada In House Training Ethic in SETS, Its Implication to Learning, SMAN 2
Sekayu, Banyuasin.

merasa khawatir karena pada dasarnya KTSP memberi kewenangan penuh pada
satuan pendidikan terkait untuk menentukan sendiri arah pendidikannya, tanpa
meninggalkan persyaratan minimal yang ditetapkan oleh pemerintah dalam bentuk
Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
Karena belum semua satuan pendidikan memiliki kesiapan penuh menuju
KTSP maka pemerintah masih memberi kelonggaran kepada masing-masing satuan
pendidikan untuk menggunakan kurikulum 2004 atau Kurikulum 1994, yang
dikeluarkan oleh Pusat Kurikulum, Balitbang, Depdiknas
Di dalam SKL yang dipakai bersama SI, yang dihasilkan BSNP, sebagai dasar
pengembangan KTSP informasi tentang penggunaan SETS atau Salingtemas tidak
diungkapkan secara merata di dalam semua pembelajaran sains, di jenjang pendidikan
menengah (SMA). sementara, untuk jenjang SD maupun SMP hal ini masih
ditampilkan secara eksplisit, khususnya untuk pembelajaran Sains. Namun demikian,
hal ini tak harus dimaknai sebagai pembatasan terhadap satuan pendidikan yang
menginginkan untuk menerapkan visi serta pendekatan SETS di dalam proses
pembelajarannya. Justru dengan tidak diungkapkannya secara eksplisit, kelonggaran
menjadi semakin lebih luas untuk dapat menerapkan visi dan pendekatan SETS di
dalam KTSP di satuan pendidikan yang memahami bahwa visi serta pendekatan SETS
dalam pembelajaran sains maupun pembelajaran lain itu memiliki banyak
keunggulan.
Pada kesempatan ini kita akan membahas pembelajaran bervisi atau berwawasan
SETS secara khusus serta mengambil manfaat dari model pembelajaran bervisi dan
berpendekatan SETS, sebagai salah satu model pembelajaran, bagi peningkatan mutu
pendidikan kita sekarang dan di masa mendatang.
MASALAH UNTUK DIBAHAS
Dari informasi di atas, beberapa hal yang perlu mendapat perhatian di sini adalah:
1; Apa dan bagaimana visi SETS berperan dalam pendidikan.
2; Apa saja kemanfaatan penerapan visi SETS Dalam Pembelajaran?
3; Bagaimana cara pengembangan dan mengoptimasi pembelajaran bervisi dan
berpendekatan SETS guna memperoleh kemanfaatan sebesar-besarnya?
4; Pendukung apa saja yang diperlukan dalam melakukan upaya optimasi
pembelajaran dengan visi dan pendekatan SETS tersebut?

PEMBAHASAN MASALAH
Sebagaimana diungkap dalam bagian pendahuluan, untuk saat ini, setiap satuan
pendidikan diberi kebebasan memilih kurikulum yang sesuai untuk peserta didiknya.

Hal ini bermakna secara harafiah bahwa kurikulum pendidikan yang dilaksanakan di
SMA 11 tidak harus sama dengan kurikulum yang diikembangkan dan dilaksanakan
di SMA lain di Semarang, di Jawa tengah, maupun di Indonesia. Namun karena
ketidak siapan dari semua satuan pendidikan yang ada, termasuk di Jawa Tengah,
satuan-satuan pendidikan yang merasa belum siap untuk beralih ke KTSP, mereka
masih menerapkan Kurikulum 1994 atau Kurikulum 2004 sesuai komitmen masingmasing. Yang penting, peserta didik tidak dirugikan, ketika mereka menyelesaikan
pendidikan di jenjang yang dilaluinya.
Berkaitan dengan pembelajaran bervisi maupun berpendekatan SETS, pada
dasarnya setiap kurikulum itu sebenarnya dapat dimuati dengan visi dan pendekatan
SETS. Oleh karena itu, tak perlu ada keraguan dari pihak satuan pendidikan untuk
menerapkan visi SETS dalam kurikulum yang akan dipakai menghasilkan lulusan
serta menerapkan pendekatan SETS dalam proses pembelajaran yang ada di satuan
pendidikan tersebut. Sebaliknya, bila satuan pendidikan ingin mengembangkan
KTSPnya sendiri, maka penerapan visi SETS di dalam KTSP itu menjadi lebih
mudah, karena dapat dimulai sejak dini dari penetapan kerangka awalnya hingga
penyelesaiannya secara tuntas. Untuk yang terakhir ini, Pusat kurikulum, Balitbang,
Depdiknas, sedang menggarap model pengembangan KTSP bervisi SETS atau
Salingtemas.
Guna mendekatkan pemahaman tentang visi dan pendekatan SETS serta
perannya dalam pendidikan, kita bahas lebih dulu berkenaan dengan visi dan
pendekatan SETS tersebut.
1. Visi SETS dan Perannya Dalam Pendidikan
Visi SETS merupakan cara pandang yang memungkinkan kita dapat melihat
bahwa di dalam sesuatu yang kita kenal, di situ terdapat kesaling-terkaitan antara
konsep-konsep atau unsur-unsur sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat sebagai
satu kesatuan terintegratif. Lebih jauh lagi, visi SETS merupakan cara pandang
bahwa sains dapat diambil manfaatnya secara optimal untuk kepentingan masyarakat
dengan merubahnya ke bentuk teknologi. Namun demikian, untuk menghindari atau
mencegah kekurangan dan bahayanya, khususnya pada lingkungan, maka diperlukan
pemikiran serta upaya sekuat mungkin agar hal-hal yang dapat merugikan atau
membahayakan lingkungan maupun masyarakat itu dikurangi sebanyak mungkin atau
dihilangkan.

Diagram 1: Representasi dua dimensi keterkaitan antar unsur SETS (Science, Environment,
Technology, and Society)

Dengan pemikiran semacam itu, segala sesuatu yang kita lihat itu akan selalu
mengandung unsur sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat, baik itu yang telah
kita kenal maupun yang belum. Dengan lebih memahami keberadaan keempat unsur
tadi dalam setiap entitas, berarti kita memiliki pengetahuan lebih dalam tentang
entitas tadi. Semakin dalam pengetahuan kita tentang entitas tertentu maka semakin
besar peluang kita untuk mengambil manfaat dari entitas tersebut. Hal yang sama juga
berlaku untuk konsep-konsep itu sendiri. Ketika kita mengenal suatu konsep sains,
misalnya, maka kita sadari atau tidak, sebenarnya kita seharusnya dapat mengetahui
bahwa di situ ada unsur lain dari SETS, yakni unsur lingkungan, teknologi, dan
masyarakat. Hal yang sama juga berlaku bila kita melihat ke lingkungan, teknologi,
dan masyarakat. Kita sadari atau tidak, sebenarnya di situ unsur-unsur lain dari SETS
itu juga ada di dalamnya, sebagai kenyataan, walau kita menolaknya sekalipun
(Binadja 1996, 1999a). Keterhubungkaitan antar unsur SETS itu dapat digambarkan
seperti pada diagram 1 atau diagram 2.

Diagram 2: Representasi tiga dimensi keterkaitan antar unsur SETS (Science, Environment,
Technology, and Society)

Lalu bagaimana memerankan visi SETS dalam pendidikan? Pemikiran yang


terefleksikan dalam diagram 1 atau 2 itu selanjutnya dapat kita tuangkan di dalam
kegiatan pembelajaran yang selanjutnya kita sebut dengan pendekatan SETS, yaitu,
pendekatan pembelajaran yang mengaitkan konsep yang dipelajari dalam konteks
keterkaitan antar unsur SETS di dalam konsep itu.
Sebagai contoh:
Konsep kecepatan atau laju reaksi merupakan konsep kimia atau konsep sains.
Konsep ini dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat dengan menerapkan dalam
bentuk teknologi, misal dalam pembuatan tempe. Oleh karena itu informasi ini layak
dipakai sebagai contoh dalam pembelajaran kimia ketika membahas konsep laju
reaksi. Kok tempe, mungkin itu pertanyaan anda? Ya, karena disitu ada reaksi kimia,
yakni perubahan senyawa kimia relative kompleks, yang disebut protein, menjadi
senyawa lebih sederhana yang disebut dengan asam amino. Sampai tahap tertentu,
perubahan tersebut akan menghasilkan produk umum yang kita kenal dengan nama
tempe. Nah, di situ ada factor-faktor yang berpengaruh pada kecepatan atau laju reaksi
di atas. Kemampuan kita untuk memanfaatkan serta mengontrol pengaruh berbagai
faktor tersebut pada produk secara kuantitatif maupun kualitatif tersebutlah yang akan
menentukan kuantitas serta kualitas produk yang kita inginkan. Bila tidak,
kemungkinan besar kerugian yang akan diperoleh. Saya yakin, tentunya tak ada orang
yang ingin merugi ketika harus menyediakan tempe dalam jumlah tertentu, seperti
satu ton dalam sehari. Di samping itu, kita juga akan dapat melihat implikasi dari
kecepatan atau kelambatan reaksi penghasilan tempe itu pada lingkungan, baik fisik
maupun mental. Oleh karena itu kita segera mengetahui bahwa kegiatan pembelajaran
bervisi SETS itu sangat kontekstual dan sekaligus memberi manfaat kepada peserta
didik dan masyarakat.
Secara spesifik, bila kita perhatikan, semua itu memiliki implikasi pada
lingkungan, masyarakat, pada teknologi serta sains itu sendiri. Jelaslah bahwa SETS
itu ada dalam kehidupan kita sehari-hari, yang itu bermakna kontekstual. Lebih dari
itu, dengan menerapkan visi itu kedalam pembelajaran, kita secara sadar membawa
pemikiran serta tindakan peserta didik, di dalam kegiatan pembelajaran, untuk
menghasilkan teknologi yang bermanfaat bagi masyarkat dari berbagai konsep sains
yang kita belajarkan kepada mereka. Tidak hanya itu. Pada saat yang sama peserta
didik diajak untuk memikirkan dan menilai, seberapa besar akibat baik maupun buruk
yang ditimbulkan karena dihasilkan teknologi tersebut. Bila lebih banyak baiknya

daripada buruknya, kita dapat mengajak peserta didik untuk melanjutkan


pengembangan serta penggunaan teknologi tersebut. Bila sebaliknya, kita dapat
meminta mereka untuk memperbaiki teknologi tersebut sampai akibat buruk yang
dapat ditimbulkan itu sama sekali tereliminasi atau sangat terkurangi. Dari sana dapat
kita lihat bahwa pembelajaran sains melalui visi dan pendekatan SETS diarahkan
untuk memperoleh kebaikan atau kemaslahatan bagi umat manusia. Bahkan bagi
berbagai organisme lain yang hidup di dunia ini, karena kita, manusia, tidak hidup
sendiri di dunia ini.
Oleh karena itu, bila visi tadi kita terapkan di dalam suatu kurikulum
pendidikan, berarti kita secara sadar melakukan upaya untuk dapat membuat peserta
didik mengetahui, memahami, serta mengambil manfaat dari pengetahuan bahwa di
dalam setiap entitas konsep yang dipelajari itu terkandung unsur-unsur SETS dengan
segala kelebihan serta kekurangannya sebagai akibat dari pengetahuan, pemahaman
serta pengambilan manfaat dari konsep tersebut (Binadja 2006a, 2006b).
Ketika kita menggunakan kata kekurangan, di atas, hendaknya tidak dimaknai
bahwa dengan penerapan visi SETS itu terdapat kelemahan, akan tetapi dengan
menggunakan pisau analisis SETS sebagai visi kita mampu melihat adanya
kekurangan di samping kelebihan yang ada bila kita tidak melakukan tindakan secara
hati-hati dengan perilaku serta kebiasaan kita sehari-hari. Dengan mengetahui
kelemahan itu, selanjutnya kita dapat melakukan upaya menghindari bahkan
mengeliminasi kekurangan yang dapat kita lihat atau kita ramalkan akan terjadi,
sebagai hubungan kausal antar kejadian atau antar objek. Bila analisis SETS ini selalu
kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari, terutama untuk anak didik kita, diharapkan
mereka akan menjadi lebih kritis, kreatif, inovatif, inventif, di samping juga tahan
banting menghadapi kondisi yang ada di sekitar mereka sebagai bagian dari upaya
survival. Dengan kata lain, life skills yang mereka perlukan itu ada di sana, yang
perlu diasah setiap saat melalui empat pilar pendidikan versi UNESCO, learning to
know, learning to do, learning to be, dan learning how to live together. Dengan
tambahan satu pilar lagi learning how to care the environment akan kita peroleh
lima pilar pendidikan bervisi SETS.
Dengan demikian, cukup jelas bagaimana visi SETS berperan di dalam
pendidikan dengan membawa peserta didik kearah pola pikir yang bersifat
komprehensif, di samping juga pragmatis, walau bukan hanya itu, karena masih ada
yang jauh lebih berharga dari proses pembelajaran yang bervisi SETS, yakni menjaga
serta mengembangkan nilai-nilai positif budaya dan agama dalam penerapan ilmu
pengetahuan yang dimiliki.
2. Kemanfaatan Penerapan Visi SETS Dalam Pembelajaran
Dari informasi di atas kita dapat segera memperkirakan manfaat yang dapat diperoleh
(pendidik maupun peserta didik) dalam proses pembelajaran bervisi dan
berpendekatan SETS itu. Sejumlah kemanfaatan itu antara lain:

A. Peserta didik diajak untuk:


berpikir serta bertindak kritis dalam menghadapi permasalahan atau sesuatu hal.
mampu menganalisis pola hubungan sebab akibat keberadaan masalah atau
sesuatu
mengenal keterkaitan unsur SETS dari sains yang dipelajari guna memecahkan
masalah atau memahami keberadaan sesuatu yang dihadapi
memikirkan atau menggunakan teknologi berdasar konsep sains yang pernah
dipelajari untuk memecahkan masalah yang dihadapi
berpikir dan bertindak kreatif untuk menghasilkan berbagai bentuk teknologi
berdasar sains yang dipelajari
berpikir inovatif untuk menghasilkan sesuatu yang baru
berpikir komprehensif sebelum/dalam mengambil keputusan
mengeliminasi, setidaknya mereduksi hal-hal atau pemikiran negatif
mengoptimasi pemikiran positif dan produktif
jujur dalam menghadapi data atau fakta untuk memperoleh gambaran yang benar
tentang sesuatu yang ingin diketahui.
dst
B. Guru dirangsang untuk:
Memfasilitasi pembelajaran dengan baik
Memberi kesempatan peserta didik berpartisipasi aktif dalam pembelajaran
Memberi rangsangan pada peserta didik untuk berpikir dan bertindak positif
Mengembangkan suasana agar timbul pemikiran kritis
Mendorong timbulnya kreativitas peserta didik
Memfasilitasi pengembangan karya inovatif
Selalu siap memberi jawaban saintifik dalam menghadapi pertanyaan atau
kesulitan yang dihadapi peserta didik
C. Masyarakat, dalam konteks pendidikan:
merasa aman karena anak mereka memperoleh tempat belajar yang memberi
manfaat bagi masa depannya
merasa tenteram karena anak mereka memperoleh bimbingan untuk menjadi
manusia yang memiliki keterampilan hidup yang diperlukan.
memperoleh limpahan produk pemikiran kritis, kreatif, inovatif, dan inventif
untuk dimanfaatkan bagi perbaikan kehidupan nyata.
Dari uraian ringkas di atas kita dapat melihat seberapa besar manfaat yang dapat
diperoleh dari proses pendidikan yang di situ visi dan pendekatan SETS diterapkan.

Dengan demikian, bila KTSP telah mempersyaratkan kurikulum itu bervisi SETS,
secara otomatis silabus mata pelajaran, rencana pembelajarn serta dokumen
perencanaan serta bahan pendukung kegiatan pembelajaran beserta instrumen evaluasi
kegiatan pembelajarannya juga akan mengandung visi tersebut. Tak hanya itu,
sumber daya manusianya pun perlu disesuaikan dengan harapan KTSP tersebut
(Binadja 2006b). Di samping itu berbagai kemanfaatan lain yang ada, kemanfaatan
yang diperoleh dari pembelajaran bervisi dan berpendekatan SETS tersebut memang
telah diperoleh melalui penelitan yang intensif. Diantaranya, yang dilakukan oleh
Indriyanti dan kawan-kawan (2004, 2003, 2002, 2000), Binadja (2001, 2004), serta
sejumlah peneliti lain yang tidak diungkap di sini. Yang perlu juga dipahami, visi dan
pendekatan SETS ini tak harus hanya digunakan pada pembelajaran sains, akan tetapi
dapat juga diterapkan untuk bidang non sains (Binadja, 1999b).
3. Pengembangan dan Pengoptimasian Pembelajaran Bervisi SETS
Binadja (2005a) menjelaskan cara pengembangan silabus pembelajaran bervisi SETS
dari Kurikulum 2004 dengan model pembelajaran Kimia. Namun hal itu tak harus
membatasi penggunaannya untuk mata pelajaran kimia saja. Selanjutnya, dari silabus
tersebut dapat diturunkan rencana pembelajaran serta bahan pembelajaran yang sesuai
(Binadja, 2005b). Dari silabus yang sama, tentu saja model rencana pembelajaran
bervisi SETS untuk mencapai kompetensi yang sama, dan dikembangkan oleh
individu atau kelompok berbeda tidak harus sama persis satu sama lain. Hal ini dapat
terjadi, karena dengan penerapan visi SETS dikombinasikan dengan pengetahuan
serta pengalaman pendidik yang mengembangkannya, serta ketersediaan fasilitas yang
mungkin sangat berbeda. Namun tidak berarti hal itu harus mengurangi mutu kegiatan
pembelajaran yang dirancang sebagai model oleh masing-masing individu atau
kelompok pendidik.
Satu hal penting yang perlu dipahami sejak awal ketika seseorang mengembangkan
pembelajaran bervisi SETS adalah posisi relatif mata pelajaran tersebut dalam peta
SETS. Yang dimaksud dengan peta SETS adalah gambaran kecenderungan penekanan
yang diberikan pada pembelajaran ketika unsur-unsur SETS dihubungkaitkan,
sebagaimana ditampilkan pada Diagram 1 dan Diagram 2. Dengan memahami peta
tersebut, kemungkinan kesalahpahaman tentang makna sains (khususnya) serta makna
lain dari unsur SETS dalam keterkaitan antar unsur dapat dihindari. Sekaligus, dari
sana penerapan pembelajaran bervisi dan berpendekatan SETS menjadi semakin
mudah dan jelas. Dalam kaitan dengan posisi relatif mata pelajaran di atas, saat
menempatkan dalam konteks SETS, bahan pembelajaran itu perlu digolongkan
menjadi kelompok berikut.

a; Mata pelajaran dengan penekanan pada sains, seperti biologi, kimia, fisika,
biokimia, biofisika, geografi (dengan tinjauan sains), astronomi, olahraga dan
kesehatan, dan seterusnya.
b; Mata pelajaran dengan penekanan pada teknologi, seperti keterampilan,
kesenian, Teknologi Informatika dan semacam itu.
c; mata pelajaran dengan penekanan pada lingkungan, seperti lingkungan hidup,
biolingkungan, kimia lingkungan, dan seterusnya.
d; Mata kuliah kelompok dengan penekanan pada kemasyarakatan seperti mata
pelajaran ilmu-ilmu sosial, ekonomi, tata negara, pancasila, agama, gografi sosial
e; mata pelajaran dengan penekanan pada bahasa yakni berbagai bahasa untuk
berkomunikasi seperti bahasa Indonesia, ahasa asing, bahasa daerah, dan
Matematika. Di sini matematika dikelompokkan dalam bahasa karena
sesungguhnya matematika dipakai sebagai alat untuk mengkomunikasikan
berbagai hal melalui penggunaan simbol-simbol matematika. Pada saat yang sama
penggunaan matematika sekaligus mencerminkan tingkat ketelitian tertentu,
sesuai dengan cara pengungkapannya.
Berdasarkan pengkelasan di atas, ketika menarik garis keterhubungkaitan antara
unsur-unsur SETS, selain yang tergolong dalam kelompok bahasa kita dapat segera
menempatkan berbagai mata pelajaran tersebut dalam peta unsur SETS seperti di atas.
Sementara, mata pelajaran dalam kelompok bahasa dipakai untuk mengungkapkan
berbagai bentuk keterkaitan serta implikasi keterhubungkaitan itu sebagaimana
adanya menggunakan bahasa itu. Pada saat yang sama sebagian atau keseluruhan dari
pembelajaran bahasa atau matematika untuk mencapai kompetensi kebahasaan atau
kematematikaan

telah terintegrasikan ke dalam pembelajaran yang lain dalam

konteks SETS tadi.


Dari penjelasan di atas, misalnya, kita dapat melihat kesalingterkaitan antara
konsep fisika tertentu dengan teknologi berdasarkan konsep fisika tersebut serta
melihat keberadaan serta pengaruh konsep fisika tertentu tadi pada lingkungan serta
nilai ekonomis, sebagai bagian dari bidang kemasyarakatan. Apakah informasi di atas
dijelaskan dengan bahasa Indonesia, bahasa Inggris, bahasa Jawa, atau secara
matematika, tak akan merubah makna sama sekali. Yang ada, kemungkinan
pemahaman terhadap ungkapan tersebut relatif berbeda, tergantung pada penguasaan
10

terhadap bahasa tersebut atau pada matematikanya. Semakin tinggi penguasaan


matematika dalam mengungkapkan informasi keterkaitan itu semakin tinggi peluang
penggunanya untuk menafsirkan serta menerapkan sains atau informasi lain ke unsurunsur lain dalam konteks SETS. Sebagai perangsang berpikir, cobalah Anda
gambarkan keterkaitan SETS ketika Anda akan membeli sepeda mini untuk anak atau
adik Anda. Atau, yang lebih sederhana, ketika Anda haus dan membeli minuman,
apapun minuman itu.
Sebagai ilustrasi, ketika kita membelajarkan sains atau matematika, kita tidak
harus langsung menuju substansi sains atau

matematika itu. Dengan visi dan

pendekatan SETS kita dapat mulai membelajarkan konsep yang kita inginkan itu dari
aspek lingkungan, teknologi, maupun masyarakat, tergantung dari mana yang lebih
menarik dan

mudah dikaitkan dengan konsep sains yang ingin kita belajarkan.

Melalui cara di atas, sifat kontekstualisme yang terstruktur, yakni dalam konteks
SETS, menjadi semakin jelas kegunaan atau kemanfaatan pembelajarannya. Dengan
membawa atau mendekatkan barang atau produk nyata ke depan para peserta didik
ketika mereka mempelajari konsep tertentu, maka penyerapan pada konsep yang
dibelajarkan tersebut akan menjadi semakin meningkat.
Sekarang cobalah bandingkan dua skenario pembelajaran berikut (Sumber:
Binadja 2006d):
Skenario 1:
(Di sebuah sekolah kecil dekat sawah dengan fasilitas standar minimal. Katak
merupakan bagian dari sumber pendapatan penduduk di sekitar sekolah)
1; Guru masuk ruangan kelas. Setelah menyalami siswa dia menjelaskan tentang
reproduksi hewan tertentu, sesuai rencana pembelajaran hari itu. Diambil contoh
katak.
2; Dengan merujuk pada buku teks, secara rinci guru menguraikan tentang sistem
reproduksi dalam tubuh katak dan bagaimana selanjutnya pertemuan katak jantan
dan betina menghasilkan telur katak, yang menetas menjadi kecebong, membesar
dan bertahap menjadi katak dewasa.
3; Siswa diminta memperhatikan sambil membuka buku teks dan membaca ulang
informasi tentang reproduksi hewan amfibi, dengan contoh katak dan menjawab
pertanyaan yang ada dalam buku menggunakan kertas masing-masing.
4; Guru pergi ke luar kelas untuk merokok. (Tak ada pihak managemen sekolah yang
memperhatikan)

11

5; Guru masuk lagi ke dalam kelas setelah menghabiskan sebatang rokok dan
mengajukan sejumlah pertanyaan secara oral kepada sejumlah siswa tentang
sistem reproduksi katak dan kaitannya dengan perkembangbiakan katak.
6; Guru mengeluarkan lembar test untuk menguji seberapa penangkapan peserta
didik pada konsep reproduksi beserta seluk beluknya dengan contoh katak. Siswa
diminta menjawab pertanyaan yang dibacakan.
7; Guru selanjutnya mengumpulkan hasil pekerjaan siswa dan menutup pelajaran,
karena bel tanda usai kelas telah berbunyi.
8; Peserta didik menutup buku dan berhenti belajar untuk berganti pelajaran lain.
Skenario 2
(Di sebuah sekolah kecil dekat sawah dengan fasilitas standar minimal. Katak
merupakan bagian dari sumber pendapatan penduduk di sekitar sekolah)
1; Guru masuk ruangan kelas. Setelah menyalami siswa dia meminta salah seorang
siswa maju ke depan untuk diberi hadiah pembuka pelajaran.
2; Siswa membuka kotak yang di bagian bawahnya berlubang kecil-kecil. Ketika
kotak dibuka beberapa ekor katak melompat kaget. Sang anak yang juga kaget
melempar kotak ke samping dan jatuh di salah satu meja siswa perempuan. Katak
lain melompat dari kotak, siswa menjerit dan kelas menjadi gaduh.
3; Guru meminta siswa tenang dan melihat secara seksama ke benda yang ada di
kotak dan melompat keluar tadi.
4; Setelah mengamati lebih jelas, kegaduhan beralih ke kegelian.
5; siswa diajak untuk memegang katak-katak yang berlompatan. Siswa yang berani
memegang katak memegang dan memasukkan kembali katak ke dalam kotak
karton.
6; guru meminta semua kelompok siswa untuk tenang dan mengeluarkan bawaan
masing-masing yang diminta pada pertemuan sebelumnya untuk pelajaran biologi
pada hari itu. masing-masing kelompok mengeluarkan bawaan.
7; Kelompok A (kelompok ahli sains) mengeluarkan kantong plastik berisi telur
katak, sebagian kecebong, kecil, sebagian lagi sudah lebih besar, dengan ekor
lebih pendek. Kelompok B (kelompok ahli kemasyarakatan) mengeluarkan
makanan terbuat dari katak, mulai dari bungkusan kecil goreng kaki katak sampai
keripik kulit katak. Kelompok C (kelompok ahli teknologi) mengeluarkan jaring
penangkap katak, senter, dan pisau dan peralatan landasan masak. Kelompok D
(kelompok ahli lingkungan) mengeluarkan ember berisi air di antaranya berisi
tumbuhan air dan teratai yang berdaun agak lebar.
8; Guru minta masing-masing kelompok menceritakan yang dibawa ke dalam kelas
serta kaitannya dengan katak dan sistem serta proses reproduksinya. Masingmasing wakil kelompok mengungkap dengan landasan ilmiah berdasarkan
kelompoknya.
9; Siswa yang membawa pisau dan landasan masak diminta untuk menyembelih
katak jantan dan betina dengan hati-hati dan setelah katak tak bergerak lagi

12

diminta membuka bagian dalam katak. Guru meminta siswa memotong empat
pasang katak untuk empat kelompok.
10; Siswa secara bergantian diminta mengamati bagian dalam katak, dan mencari
bagian reproduksi katak jantan dan betina. Siswa yang telah mengetahui bagian
reproduksi diminta untuk menginformasikan kepada teman mereka.
11; siswa diminta mencatat bagian-bagian penting reproduksi katak sambil menjawab
pertanyaan tentang bagian-bagiannya.
12; guru minta siswa menyelesaikan memotong-motong katak untuk direbus.
13; sebagian anak mencuci dan merebus katak yang dipotong-potong di dalam air
menggunakan kompor di luar ruang kelas. Yang lain membersihkan peralatan
kegiatan praktikum sederhana
14; Guru mempertanyakan kepada peserta didik dan minta ditulis di atas kertas
tentang sejumlah hal seperti:

Bagaimana memperlakukan katak untuk percobaan ilmiah?

Bagaimana memanfaatkan katak untuk keperluan hidup?

Jenis katak apa saja yang sering dikonsumsi masyarakat?

Seberapa banyak kalian sebaiknya menangkap katak setiap hari agar kalian
dapat terus memperoleh katak sepanjang tahun?

pekerjaan apa lagi yang bisa dilakukan dengan memahami sistem reproduksi
katak?

Bagaimana menjaga agar katak yang mereka konsumsi tidak punah?

Apa akibatnya bila katak-katak itu punah di wilayah mereka?

Peran apa yang dapat dilakukan katak untuk mengurangi penyakit demam
berdarah?

15; Guru minta agar jawaban siswa saling dipertukarkan dan meminta masing-masing
siswa mencek dan menilai sementara guru memberi alternatif jawaban.
16; guru minta pekerjaan yang telah dinilai dikumpulkan dan guru minta lembar
penilaian masing-masing siswa terhadap rekan sekelompok, sebagaimana biasa
dilakukan juga dikumpulkan.
17; Guru berpesan bahwa untuk pertemuan berikutnya akan mengajak guru bahasa
Inggris berdiskusi tentang sistem reproduksi hewan lain.
18; Siswa diminta menyiapkan kamus dan mempelajari topik reproduksi ikan untuk
dibahas dalam bahasa Inggris.
19; Bel berbunyi untuk berganti pelajaran. Guru mengingatkan siswa untuk
mematikan kompor dan membawa pulang katak yang telah direbus, sebelum
keluar kelas.
Dari dua skenario pembelajaran tersebut dapat segera diketahui yang mana kegiatan
pembelajaran yang lebih menarik. Walaupun menggunakan waktu yang sama, jelas
kedua kegiatan itu akan memberi dampak berbeda kepada peserta didik. Menurut

13

Anda, skenario mana yang lebih berkesan dan lebih memberi makna kepada peserta
didik? Kenapa?
Yang juga perlu dicatat di dalam pengembangan pembelajaran bervisi dan
berpendekatan SETS adalah perlunya penambahan kompetensi serta indikator bervisi
SETS sebagai salah satu ciri pembelajarannya bervisi SETS. Tanpa itu, maka arah
untuk mencapai kompetensi yang dilakukan dalam kegiatan pembelajarannya juga
menjadi tidak jelas. Karena pada dasarnya di dalam Kurikulum 2004 maupun Standar
Kompetensi Lulusan itu baru diberikan kompetensi minimal untuk pengukuran
nasional, maka penambahan kompetensi serta indikator untuk diacu sekaligus dicapai
bukan merupakan larangan. Apalagi bila suatu sekolah atau satuan pendidikan
berkeinginan untuk menjadi satuan pendidikan unggulan. Yang minimal saja tentu
kurang mencukupi.
4; Pendukung Pengoptimasian Pembelajaran Bervisi SETS
Contoh pembelajaran pada skenariao 2 di atas kita harapkan merepresentasikan
pembelajaran bervisi dan berpendekatan SETS. Adakah sesuatu yang istimewa di situ
dalam proses pembelajarannya? Sekilas kegiatan yang berlangsung di dalam kelas,
dan tidak memiliki laboratorium sains itu biasa saja. Tetapi, bila kita cermati, di situ
terkandung sejumlah muatan pembelajaran yang sangat didambakan oleh para
pendidik, menyenangkan, tidak membosankan, mengaktifkan peserta didik,
mengapresiasi peserta didik, mengapresiasi bahan pembelajaran, kegiatan
pembelajarannya produktif, memiliki persiapan mencukupi tetapi tidak harus
disediakan oleh guru; guru sebagai fasilitator tidak harus bekerja sangat berat, tujuan
pembelajaran atau pencapaian kompetensi melalui kegiatan pembelajaran saintifik
tetap terlaksana, peserta didik tidak merasa terbebani. Cobalah Anda identifikasi, di
mana butir-butir yang kita sebut itu tampil dalam skenario 2 pembelajaran yang
disampaikan sebagai contoh di atas.
Dengan memperhatikan skenario 2 itu juga, kita dapat melihat bahwa
pendukung utama berlangsungnya kegiatan pembelajaran itu dari mulai yang
mengagetkan tapi menyenangkan di awal kelas hingga proses evaluasi kegiatan
bervisi SETS di akhir kelas yang sarat dengan nuansa belajar sambil bermain dan
berproduksi itu itu ditentukan oleh dua pihak utama, yakni guru dan peserta didik.
Selebihnya, kelengkapan kegiatan termasuk bahan pembelajaran dapat dimintakan
kepada peserta didik untuk menyediakan. Peralatan serta bahan yang disediakan
peserta didik dalam contoh di atas relatif mudah didapat. Karena penduduk di daerah
itu kebanyakan juga pengumpul katak, maka upaya pemikiran untuk
membudidayakan katak secara tak langsung juga dikenalkan dari pemikiran siswa
melalui bentuk pertanyaan.
Namun demikian, akan lebih baik lagi bila pihak managemen sekolah serta
pendharbeni sekolah memberi dukungan optimum pada proses persiapan dan
pelaksanaan pembelajaran bervisi dan berpendekatan SETS. Dengan demikian, hasil
pembelajaran menjadi jauh lebih baik serta lebih bermanfaat juga bagi sekolah serta
masyarkat, tak hanya untuk kepentingan akademik peserta didiknya.
Dalam kondisi yang di situ waktu sangat mencukupi, maka kegiatan belajar
dengan melibatkan diskusi sangat dianjurkan. Hal ini akan merangsang peserta didik
untuk berpikir lebih kritis. Di samping itu menyampaikan gagasan dengan ungkapan
lebih tertata dan terukur secara saintifik dapat dibelajarkan kepada mereka. Dalam hal

14

tidak semua peserta didik memiliki buku rujukan belajar, cara seperti pada skenario 2
di atas memberi peserta didik peluang untuk belajar langsung dari objek untuk
memperoleh konsep yang diinginkan untuk dipelajari.
Pada dasarnya, contoh model pembelajaran bervisi dan berpendekatan SETS
di atas masih dapat disempurnakan dengan lebih menstrukturkan sesuai dengan
kompetensi yang ingin dicapai, termasuk tambahan kompetensi bervisi SETS, yang
juga ditandai pada indikatornya. Oleh karena penentu utama keberhasilan dan ketidak
berhasilan pembelajaran di kelas itu pendidik maka pemeranan secara optimal
pendidik atau guru dalam merencanakan kegiatan pembelajaran yang menyenangkan,
produktif, kreatif, inovatif, dan inventif itu harus dimulai dari guru.
KESIMPULAN
Untuk melaksanakan pembelajaran sains yang menyenangkan, efektif, kreatif,
produktif, inovatif, dan inventif dapat dilakukan dengan menerapkan visi dan
pendekatan SETS.
Pembelajaran dengan visi dan pendekatan SETS itu memiliki sejumlah kelebihan baik
bagi peserta didik, guru atau pendidik serta masyarakat. Oleh karena itu kegiatan
pembelajaran itu perlu dioptimasikan.
Untuk mengoptimasikan pembelajaran sains bervisi SETS diperlukan pemahaman
tentang peta SETS serta penempatan mata pelajaran dalam peta itu secara seksama
agar tidak terjadi kesalahan interpretasi dalam kegiatan pembelajarannya. Di samping
itu pemuatan secara mencukupi kompetensi serta indikator pencapaiannya yang
bervisi dan berpendekatan SETS sangat diperlukan sebagai arah penanda sekaligus
penentu keberhasilan pembelajaran bervisi dan berpendekatan SETS.
Sebagai pendukung utama pengoptimasian pembelajaran itu adalah guru dan peserta
didik. Namun demikian, dukungan dari pihak managemen sekolah serta pendharbeni
sekolah memberi penguatan optimum pada proses persiapan dan pelaksanaan
pembelajaran bervisi dan berpendekatan SETS.
SARAN
Sebagai saran untuk dipertimbangkan dalam diskusi kelompok berkaitan dengan
kegiatan pelatihan ini adalah perlunya peserta menjawab sejumlah pertanyaan
berikut:
Bagaimana visi dan pendekatan SETS dapat memberi penguatan serta perluasan
wawasan pada cara berpikir peserta didik sehingga lebih banyak yang memiliki
pemikiran kritis dan kreatif? Dengan demikian, lebih banyak peserta didik yang
berpeluang untuk menghasilkan produk-produk inovatif yang dapat disertakan di
dalam Olimpiade Sains terutama di peringkat Nasional.
Apakah dengan lebih banyaknya bibit-bibit pemikir muda yang inovatif itu jumlah
peserta olimpiade sains akan tetap dipertahankan seperti sekarang ini dengan harapan
kualitas Olimpiade akan semakin meningkat atau memberi peluang untuk munculnya
lebih banyak peserta dalam forum olimpiade nasional?

15

Bila peluang lebih besar diberikan kepada lebih banyak jumlah peserta potensial dari
masing-masing daerah, hambatan apa yang mungkin akan dihadapi dan bagaimana
hambatan tersebut dapat diatasi secara bersama dan diberlakukan secara nasional?
Apakah tawaran pembukaan jenis kategori kejuaraan yang lebih luas akan membantu
meningkatkan mutu peserta olimipiade sains nasional bila pembelajaran dengan visi
dan pendekatan SETS diterapkan secara lebih serius atau lebih dioptimasikan?
Penjawaban pertanyaan-pertanyaan di atas akan merupakan tantangan baru bagi
peningkatan mutu Olimpiade Sains Nasional sementara secara kuantitatif lebih
banyak peserta di jenjang paling dasar hingga peringkat nasional yang ikut melibatkan
diri di dalam kancah kontribusi ilmiah bagi pengembangan bangsa dan negara ini.
Karena, pada hakekatnya kemenangan di dalam Olimpiade Sains Nasional itu
seharusnya bukan merupakan tujuan akhir, akan tetapi merupakan sarana untuk
pemacuan keterlibatan lebih banyak lagi ilmuwan muda yang perlu dibina untuk masa
depan bangsa, sekaligus sebagai pengganti ilmuwan saat ini. Dengan demikian, tak
perlu ada kekhawatiran generasi muda ikut memacu bersaing secara tak sehat seperti
memperoleh kelulusan ujian nasional secara tidak jujur (Anonim, 2005)

RUJUKAN:
Binadja, Achmad (1996). Why Do We Need SETS Education? Paper Submitted for
training and workshop on Environmental Education, Brisbane
Binadja, Achmad (1997). Environment and Population Education in RECSAM. Paper
presented in the Training Workshop on Education for Sustainability, organised
by UNESCO-PROAP-IPST, Bangkok, 17-21 November 1997.
Binadja, Achmad (1999a). STL (Science and Technology Literacy) in the SETS
(Science, Environment, Technology, and Society Education) Perspective.
Paper presented in the Regional Workshop on Scientific and Technological
Literacy for Al, Conducted by SEAMEO RECSAM In Collaboration with
UNESCO and ICASE, Penang, 10 15 May 1999.
Binadja, Achmad (1999b). Cakupan Pendidikan SETS (Science, Environment,
Technology, and Society) Untuk Bidang Sains dan Nonsains. Makalah.
Seminar Lokakarya Nasional Pendidikan SETS untuk Bidang Sains dan Non
Sains. UNNES, Semarang 14-15 Desember 1999.
Binadja, Achmad. 2001. Pembelajaran Biologi dan Evaluasinya dalam konteks SETS.
Makalah seminar lokakarya. Diselenggarakan oleh PGBS, Depdiknas Jateng,
RECSAM dan MGMP Biologi Eks karesidenan Surakarta.
Binadja, Achmad (2002a). Pendidikan Bervisi SETS, Implikasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi pada Pendidikan Dasar dan Menengah. Makalah. Seminar
Nasional Pendidikan Berorientasi Ketrampilan Hidup dengan Kurikulum
Berbasis Kompetensi. UNNES, Semarang 27 Februari 2002.
Binadja, Achmad (2002b). Pendidikan Bervisi SETS dan Master Plan Percepatan
Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah di Propinsi Riau.
Makalah disajikan pada Seminar Pengembangan Master Plan Pendidikan
Propinsi Riau, Universitas Islam Riau, Pekanbaru. 20 Mei 2002.

16

Binadja, Achmad 2004. Kontribusi Mahasiswa dan lulusan prodi pendidikan IPA S2
PPS UNNES dalam Pembelajaran Bervisi SETS di Masing-masing
Institusinya. Laporan Penelitian. UNNES
Binadja, Achmad 2005a. Pembelajaran Sains Berdasar Kurikulum 2004 Bervisi dan
Berpendekatan SETS, Implikasinya Pada Pengembangan Silabus Subjek
Sains. Makalah Ilmiah. Disajikan pada Seminar Nasional MIPA UNNES,
Semarang 10 Desember 2005.
Binadja, Achmad 2005b. Pembelajaran Sains Berdasar Kurikulum 2004 Bervisi dan
Berpendekatan SETS, Implikasinya Pada Pengembangan Bahan Pembelajaran
Kimia. Makalah Ilmiah. Disajikan pada Seminar Nasional MIPA UNESA,
Surabaya 17 Desember 2005.
Binadja, Achmad (2006a). Integrasi Visi SETS Dalam Pengembangan Kurikulum,
Implikasi dan Implementasinya. Makalah. Disajikan pada Seminar Workshop
Pusat Kurikulum. Pusat Kurikulum Depdiknas, Jakarta, 7-9 Maret 2006.

Binadja, Achmad (2006b). Standar Isi dan Kompetensi, Pengembangan Kurikulum


Berivisi SETS dan Implikasinya. Makalah, Disajikan pada Seminar Nasional,
Standar Isi dan Kompetensi, Menuju Kurikulum Bervisi SETS. Laboratorium
SETS UNNES, Semarang, 3 Juni 2006.
Binadja, Achmad (2006c). Penerapan Visi SETS Dalam Pengembangan Kurikulum
dan Implikasinya. Makalah. Makalh disajikan pada In House Training, SMA
Negeri 4 Semarang. Semarang 10-11 Juli 2006
Binadja, Achmad (2006d). Optimasi Pembelajaran Sains Bervisi dan Berpendekatan
SETS (Science, Environment, Technology, and Society). Makalah Disajikan
pada Simposium Guru SMP Dalam Rangka Olimpiade Sains Nasional 2006
Semarang 6-7 September 2006.
Indriyanti, Dyah Rini dan Partaya. 2003. Meningkatkan kualitas pembelajaran
Entomologi dengan Pendekatan SETS pada Mahasiswa jurusan Biologi,
FMIPA UNNES. Laporan penelitian . Semarang Lemlit UNNES.
Indriyanti, Dyah Rini; S. Nurwati; K. Wahyuni dan Lisdiana. 2000. Meningkatkan
kualitas belajar peserta didik kelas II SMA N I Semarang pada pokok bahasan
Fisiologi Tubuh Manusia dengan teknik pendekatan SETS. Laporan
penelitian. Semarang Lemlit UNNES.
Indriyanti, Dyah Rini; S. Nurwati; dan E.S. Rahayu. 2002. Memotivasi guru-guru
Biologi SMA menggunakan teknik pendekatan SETS dalam kegiatan belajar
mengajar di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang. Laporan Pengabdian
Semarang LPM UNNES.
Puskur. 2003a. Kurikulum Dan Hasil Belajar. Pusat Kurikulum, Balitbang Departemen
Pendidikan Nasional.
Puskur. 2003b. Kurikulum dan Hasil Belajar (KHB) Rumpun Sains. Pusat Kurikulum,
Balitbang Departemen Pendidikan Nasional.
Puskur. 2003c. Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Biologi Sekolah Menengah Atas dan
Madrasah Aliyah. Pusat Kurikulum, Balitbang Departemen Pendidikan Nasional.
Puskur. 2003d. Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Fisika Sekolah Menengah Atas dan
Madrasah Aliyah . Pusat Kurikulum, Balitbang Departemen Pendidikan Nasional.
17

Puskur. 2002e. Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Kimia Sekolah Menengah Atas dan
Madrasah Aliyah. Pusat Kurikulum, Balitbang Departemen Pendidikan Nasional.
Depdiknas (2003). Contoh Silabus Berdiversifikasi dan Penilaian Berbasis Kelas.
Mata Pelajaran Kimia Layanan Khusus, Sekolah Menengah Atas dan
Madrasah Aliyah. Depdiknas, Jakarta.

18

You might also like