You are on page 1of 18

LP TUMOR TULANG

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Benjolan pada seseorang tidak selalu berkonotasi jelek. Bagi wanita, benjolan di bagian
dada boleh jadi bisa menambah seksi, tetapi jika benjolan itu terdapat pada bagian tubuh
yang tak semestinya, tentu harus diwaspadai, jangan-jangan itu merupakan pertanda awal
terjadinya tumor tulang. Ada tiga macam tumor tulang yaitu yang bersifat lunak, ganas dan
yang memiliki lesi di tulang (berlubangnya struktur karena jaringan akibat cedera atau
penyakit). Selain itu ada yang bersifat primer dan skunder. Pada tumor tulang sekunder
misalnya, seseorang terkena tumor payudara, kemudian menjalar ke tulang dan selanjutnya
menggerogoti tulang tersebut. Kanker tulang ini merupakan kelompok tumor tulang yang
ganas.
Keganasan tulang dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu tumor benigna dan maligna.
Klasifikasi yang banyak digunakan untuk kedua jenis tumor ini adalah sebagai berikut :
1. Tumor Tulang Benigna
Kondrogenik: Osteokondroma, Kondroma
Osteogenik : Osteoid osteoma, Osteobalstoma, Tumor sel Giant
2. Tumor Tulang Maligna
Kondrogenik : Kondrosarkoma
Osteogenik : Osteosarkoma
Fibrogenik : Fibrosarkoma
Tidak jelas asalnya : Sarcoma Ewing
Menurut Errol untung hutagalung, seorang guru besar dalam Ilmu Bedah Orthopedy
Universitas Indonesia, dalam kurun waktu 10 tahun (1995-2004) tercatat 455 kasus tumor
tulang yang terdiri dari 327 kasus tumor tulang ganas (72%) dan 128 kasus tumor tulang
jinak (28%). Di RSCM jenis tumor tulang osteosarkoma merupakan tumor ganas yang sering
didapati yakni 22% dari seluruh jenis tumor tulang dan 31 % dari seluruh tumor tulang ganas.
Dari jumlah seluruh kasus tumor tulang 90% kasus datang dalam stadium lanjut. Angka
harapan hidup penderita kanker tulang mencapai 60% jika belum terjadi penyebaran ke paruparu. Sekitar 75% penderita bertahan hidup sampai 5 tahun setelah penyakitnya terdiagnosis.
Sayangnya penderita kanker tulang kerap datang dalam keadaan sudah lanjut sehingga
penanganannya menjadi lebih sulit. Jika tidak segera ditangani maka tumor dapat menyebar
ke organ lain, sementara penyembuhannya sangat menyakitkan karena terkadang
memerlukan pembedahan radikal diikuti kemotherapy.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat secara nyata dalam memberikan asuhan
keperawatan dengan tumor tulang secara komprehensif di ruang Seruni RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo.
2. Tujuan khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian menyeluruh pada pasien tumor tulang
b. Mampu menganalisa dan menentukan masalah keperawatan pada pasien tumor tulang
c. Mampu melakukan intervensi dan implementasi untuk mengatasi masalah keperawatan
yang timbul pada pasien tumor tulang
d. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan pada pasien dengan
tumor tulang

TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Tumor adalah pertumbuhan sel baru, abnormal, progresif dimana sel-selnya tidak pernah
menjadi dewasa. Tumor tulang primer merupakan tumor tulang dimana sel tumornya berasal
dari sel-sel yang membentuk jaringan tulang, sedangkan tumor tulang sekunder adalah anak
sebar tumor ganas organ non tulang yang bermetastasis ke tulang.
Tumor tulang adalah pertumbuhan sel baru, abnormal, progresif, dimana sel-sel tersebut tidak
pernah menjadi dewasa. Dengan istilah lain yang sering digunakan Tumor Tulang, yaitu
pertumbuhan abnormal pada tulang yang bisa jinak atau ganas.
B. ETIOLOGI
Penyebab pasti terjadinya tumor tulang tidak diketahui. Akhir-akhir ini, penelitian
menunjukkan bahwa peningkatan suatu zat dalam tubuh yaitu C-Fos dapat meningkatkan
kejadian tumor tulang.
Radiasi sinar radio aktif dosis tinggi
Keturunan
Beberapa kondisi tulang yang ada sebelumnya seperti penyakit paget (akibat pajanan radiasi
), (Smeltzer. 2001).
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi neoplasma tulang berdasarkan asal sel.
1. Primer
a. Tumor yang membentuk tulang (Osteogenik)
Jinak : - Osteoid Osteoma
Ganas: - Osteosarkoma
- Osteoblastoma
- Parosteal Osteosarkoma, Osteoma
b. Tumor yang membentuk tulang rawan (Kondrogenik)
Jinak : - Kondroblastoma
Ganas : - Kondrosarkoma
- Kondromiksoid Fibroma
- Enkondroma
- Osteokondroma
c. Tumor jaringan ikat (Fibrogenik)
Jinak : - Non Ossifying Fibroma
Ganas : - Fibrosarkoma
d. Tumor sumsum tulang (Myelogenik)
Ganas : - Multiple Myeloma
Sarkoma Ewing
Sarkoma Sel Retikulum

e. Tumor lain-lain
Jinak : - Giant cell tumor
Ganas : - Adamantinoma
- Kordoma
2. Sekunder/Metastatik
3. Neoplasma Simulating Lesions
- Simple bone cyst
- Fibrous dysplasia
- Eosinophilic granuloma
- Brown tumor/hyperparathyroidism
Klasifikasi menurut TNM.
T. Tumor induk
TX tumor tidak dapat dicapai
T0 tidak ditemukan tumor primer
T1 tumor terbatas dalam periost
T2 tumor menembus periost
T3 tumor masuk dalam organ atau struktur sekitar tulang
N Kelenjar limf regional
N0 tidak ditemukan tumor di kelenjar limf
N1 tumor di kelenjar limf regional
M. Metastasis jauh
M1 tidak ditemukan metastasis jauh
M2 ditemukan metastasis jauh
D. FAKTOR RESIKO
Faktor pencetus tumor tulang yaitu factor genetika. Hal ini berdasarkan data dari sejumlah
penelitian.
E. PATHOFISIOLOGI
Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel tumor. Timbul
reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses destruksi atau penghancuran
tulang dan respon osteoblastik atau proses pembentukan tulang. Terjadi destruksi tulang
lokal.. Pada proses osteoblastik, karena adanya sel tumor maka terjadi penimbunan
periosteum tulang yang baru dekat tempat lesi terjadi, sehingga terjadi pertumbuhan tulang
yang abortif.
Adanya tumor tulang
Jaringan lunak di invasi oleh tumor
Reaksi tulang normal
Osteolitik (destruksi tulang) Osteoblastik (pembentukan tulang)
destruksi tulang lokal Periosteum tulang yang baru dapat tertimbun dekat tempat lesi
Pertumbuhan tulang yang abortif
F. TANDA DAN GEJALA
1. Nyeri dan/ atau pembengkakan ekstremitas yang terkena (biasanya menjadi semakin parah
pada malam hari dan meningkat sesuai dengan progresivitas penyakit)

2. Fraktur patologik
3. Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang terbatas
(Gale, 1999)
1. Teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa serta adanya pelebaran vena
2. Gejala-gejala penyakit metastatik meliputi nyeri dada, batuk, demam, berat badan menurun
dan malaise.
(Smeltzer., 2001)
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis didasarkan pada riwayat, pemeriksaan fisik, dan penunjang diagnosis seperti CT,
mielogram, asteriografi, MRI, biopsi, dan pemeriksaan biokimia darah dan urine.
Pemeriksaan foto toraks dilakukan sebagai prosedur rutin serta untuk follow-up adanya stasis
pada paru-paru. Fosfatase alkali biasanya meningkat pada sarkoma osteogenik.
Hiperkalsemia terjadi pada kanker tulang metastasis dari payudara, paru, dan ginjal. Gejala
hiperkalsemia meliputi kelemahan otot, keletihan, anoreksia, mual, muntah, poliuria, kejang
dan koma. Hiperkalsemia harus diidentifikasi dan ditangani segera. Biopsi bedah dilakukan
untuk identifikasi histologik. Biopsi harus dilakukan untuk mencegah terjadinya penyebaran
dan kekambuhan yang terjadi setelah eksesi tumor., (Rasjad, 2003).

H. PATHWAY
Faktor resiko, keturunan, radiasi, tidak diketahui pasti
Etologi
Tumor tulang
Osteolitik Osteoblastik
Osteoporosis Pembedahan Penambahan massa tulang
Fraktur Nyeri Resiko infeksi Gangguan harga diri
Kerusakan mobilitas fisik Kurang pengetahuan

Sindrom deficit perawatan diri

I. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan tergantung pada tipe dan fase dari tumor tersebut saat didiagnosis. Tujuan
penatalaksanaan secara umum meliputi pengangkatan tumor, pencegahan amputasi jika
memungkinkan dan pemeliharaan fungsi secara maksimal dari anggota tubuh atau
ekstremitas yang sakit. Penatalaksanaan meliputi pembedahan, kemoterapi, radioterapi, atau
terapi kombinasi.
Osteosarkoma biasanya ditangani dengan pembedahan dan / atau radiasi dan kemoterapi.
Protokol kemoterapi yang digunakan biasanya meliputi adriamycin (doksorubisin) cytoksan
dosis tinggi (siklofosfamid) atau metrotexate dosis tinggi (MTX) dengan leukovorin. Agen ini
mungkin digunakan secara tersendiri atau dalam kombinasi.
Bila terdapat hiperkalsemia, penanganan meliputi hidrasi dengan pemberian cairan normal
intravena, diurelika, mobilisasi dan obat-obatan seperti fosfat, mitramisin, kalsitonin atau
kortikosteroid, (Gale, 1999).
2. Tindakan keperawatan
a. Manajemen nyeri
Teknik manajemen nyeri secara psikologik (teknik relaksasi napas dalam, visualisasi, dan
bimbingan imajinasi ) dan farmakologi ( pemberian analgetika ).
b. Mengajarkan mekanisme koping yang efektif
Motivasi klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan mereka, dan berikan dukungan
secara moril serta anjurkan keluarga untuk berkonsultasi ke ahli psikologi atau rohaniawan.
c. Memberikan nutrisi yang adekuat
Berkurangnya nafsu makan, mual, muntah sering terjadi sebagai efek samping kemoterapi
dan radiasi, sehingga perlu diberikan nutrisi yang adekuat. Antiemetika dan teknik relaksasi
dapat mengurangi reaksi gastrointestinal. Pemberian nutrisi parenteral dapat dilakukan sesuai
dengan indikasi dokter.
d. Pendidikan kesehatan
Pasien dan keluarga diberikan pendidikan kesehatan tentang kemungkinan terjadinya
komplikasi, program terapi, dan teknik perawatan luka di rumah.
(Smeltzer. 2001)
J. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Wawancara
Dapatkan riwayat kesehatan, proses penyakit, bagaimana keluarga dan pasien mengatasi
masalahnya dan bagaimana pasien mengatasi nyeri yang dideritanya. Berikan perhatian
khusus pada keluhan misalnya : keletihan, nyeri pada ekstremitas, berkeringat pada malam
hari, kurang nafsu makan, sakit kepala, dan malaise.
b. Pemeriksaan fisik

Teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa serta adanya pelebaran vena
Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang terbatas
Nyeri tekan / nyeri lokal pada sisi yang sakit
mungkin hebat atau dangkal
sering hilang dengan posisi flexi
anak berjalan pincang, keterbatasan dalam melakukan aktifitas, tidak mampu menahan
objek berat
Kaji status fungsional pada area yang sakit, tanda-tanda inflamasi, nodus limfe regional
c. Pemeriksaan Diagnostik
Radiografi, tomografi, pemindaian tulang, radisotop, atau biopsi tulang bedah, tomografi
paru, tes lain untuk diagnosis banding, aspirasi sumsum tulang (sarkoma ewing).
(Wong, 2003)
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi
2. Koping tidak efektif berhubungan dengan rasa takut tentang ketidak tahuan, persepsi
tentang proses penyakit, dan sistem pendukung tidak adekuat
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik berkenaan
dengan kanker.
4. Gangguan harga diri karena hilangnya bagian tubuh atau perubahan kinerja peran
(Doengesm 1999)
Berduka berhubungan dengan kemungkinan kehilangan alat gerak
(Wong, 2003)
L. RENCANA INTERVENSI
Dx 1
Tujuan: klien mengalami pengurangan nyeri
KH :
Mengikuti aturan farmakologi yang ditentukan
Mendemontrasikan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktifitas hiburan sesuai indikasi
situasi individu.
Intervensi :
Kaji status nyeri ( lokasi, frekuensi, durasi, dan intensitas nyeri )
R/ memberikan data dasar untuk menentukan dan mengevaluasi intervensi yang diberikan.
Berikan lingkungan yang nyaman, dan aktivitas hiburan ( misalnya : musik, televisi )
R/ meningkatkan relaksasi klien.
Ajarkan teknik manajemen nyeri seperti teknik relaksasi napas dalam, visualisasi, dan
bimbingan imajinasi.
R/ meningkatkan relaksasi yang dapat menurunkan rasa nyeri klien
Kolaborasi :
Berikan analgesik sesuai kebutuhan untuk nyeri.
R/ mengurangi nyeri dan spasme otot
(Doenges, 1999)
Dx 2
Tujuan : Mendemonstrasikan penggunaan mekanisme koping efektif dan partisipasi aktif
dalam aturan pengobatan
KH :

Pasien tampak rileks


Melaporkan berkurangnya ansietas
Mengungkapkan perasaan mengenai perubahan yang terjadi pada diri klien
Intervensi :
Motivasi pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan.
R/ memberikan kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa takut serta kesalahan
konsep tentang diagnosis
Berikan lingkungan yang nyaman dimana pasien dan keluarga merasa aman untuk
mendiskusikan perasaan atau menolak untuk berbicara.
R/ membina hubungan saling percaya dan membantu pasien untuk merasa diterima dengan
kondisi apa adanya
Pertahankan kontak sering dengan pasien dan bicara dengan menyentuh pasien.
R/ memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri atau ditolak.
Berikan informasi akurat, konsisten mengenai prognosis.
R/ dapat menurunkan ansietas dan memungkinkan pasien membuat keputusan atau pilihan
sesuai realita.
(Doenges, 1999)
Dx 3
Tujuan : mengalami peningkatan asupan nutrisi yang adekuat
KH : penambahan berat badan, bebas tanda malnutrisi, nilai albumin dalam batas normal
( 3,5 5,5 g% )
Intervensi :
Catat asupan makanan setiap hari
R/ mengidentifikasi kekuatan atau defisiensi nutrisi.
Ukur tinggi, berat badan, ketebalan kulit trisep setiap hari.
R/ mengidentifikasi keadaan malnutrisi protein kalori khususnya bila berat badan dan
pengukuran antropometrik kurang dari normal
Berikan diet TKTP dan asupan cairan adekuat.
R/ memenuhi kebutuhan metabolik jaringan. Asupan cairan adekuat untuk menghilangkan
produk sisa.
Kolaborasi :
Pantau hasil pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi.
R/ membantu mengidentifikasi derajat malnutrisi
(Doenges, 1999)
Dx 4
Tujuan : mengungkapan perubahan pemahaman dalam gaya hidup tentang tubuh, perasaan
tidak berdaya, putus asa dan tidak mampu.
KH :
Mulai mengembangkan mekanisme koping untuk menghadapi masalah secara efektif.
Intervensi :
Diskusikan dengan orang terdekat pengaruh diagnosis dan pengobatan terhadap kehidupan
pribadi pasien dan keluarga.
R/ membantu dalam memastikan masalah untuk memulai proses pemecahan masalah.
Motivasi pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan tentang efek kanker atau
pengobatan.
R/ membantu dalam pemecahan masalah
Pertahankan kontak mata selama interaksi dengan pasien dan keluarga dan bicara dengan
menyentuh pasien

R/ menunjukkan rasa empati dan menjaga hubungan saling percaya dengan pasien dan
keluarga. (Doenges, 1999)
Dx. 5
Tujuan : Keluarga dan klien siap menghadapi kemungkinan kehilangan anggota gerak.
KH : Pasien menyesuaikan diri terhadap kehilangan anggota gerak
Mengalami peninggkatan mobilitas
Intervensi :
Lakukan pendekatan langsung dengan klien.
R/ meningkatkan rasa percaya dengan klien.
Diskusikan kurangnya alternatif pengobatan.
R/ memberikan dukungan moril kepada klien untuk menerima pembedahan.
Ajarkan penggunaan alat bantu seperti kursi roda atau kruk sesegera mungkin sesuai dengan
kemampuan pasien.
R/ membantu dalam melakukan mobilitas dan meningkatkan kemandirian pasien.
Motivasi dan libatkan pasien dalam aktifitas bermain
R/ secara tidak langgsung memberikan latihan mobilisasi
(Wong, 2003)
M. EVALUASI
1. Pasien mampu mengontrol nyeri
a. Melakukan teknik manajemen nyeri,
b. Patuh dalam pemakaian obat yang diresepkan.
c. Tidak mengalami nyeri atau mengalami pengurangan nyeri saat istirahat, selama
menjalankan aktifitas hidup sehari-hari
2. Memperlihatkan pola penyelesaian masalah yang efektif.
a. Mengemukakan perasaanya dengan kata-kata
b. Mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki pasien
c. Keluarga mampu membuat keputusan tentang pengobatan pasien
3. Masukan nutrisi yang adekuat
a. Mengalami peningkatan berat badan
b. Menghabiskan makanan satu porsi setiap makan
c. Tidak ada tanda tanda kekurangan nutrisi
4. Memperlihatkan konsep diri yang positif
a. Memperlihatkan kepercayaan diri pada kemampuan yang dimiliki pasien
b. Memperlihatkan penerimaan perubahan citra diri
5. Klien dan keluarga siap intuk menghadapi kemungkinan amputasi

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda juall. 2001. Dokumentasi Asuhan Keperawatan Edisi 8. Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Doenges, E, Marilyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan
keperawatan pasien. Edisi 3 . Jakarta : EGC.
Gole, Danielle & Jane Chorette. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. Jakarta :
EGC.
Otto, Shirley E. 2003. Buku Saku Keperawatan Onkologi. Jakarta : EGC.
Price, Sylvia & Loiraine M. Wilson. 1998. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi
4. Jakarta : EGC.
Rasjad, Choiruddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makasar : Bintang Lamimpatue.
Sjamjuhidayat & Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Smeltzer & Brenda G. bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Vol III. Edisi 8.
Jakarta : EGC.
Wong, Donna. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.
Diposkan oleh Y.D. Hartanto S.Kep., Ns di 19:08

Bila kita ingin mengetahui tentang GCT (Giant Cell Tumor) atau tumor tulang dalam bahasa
Indonesia, maka siap-siaplah untuk kecewa, karena sangat sedikit referensi yang menjelaskan
mengenai tumor satu ini. Referensi yang ada lebih banyak menggunakan bahasa asing
(Inggris), selain itu penulisannya lebih bersifat akademis dibanding penulisan populer.
Sehingga wajar bila pembaca semakin dibuat pusing kepala, karena istilah-istilah kedokteran
tidak bisa diterjemahkan hanya dengan kamus-kamus yang ada.
Untuk itulah artikel ini berupa menjelaskan mengenai jenis tumor ini, tentunya dengan segala
keterbatasan pengetahuan yang saya miliki. Artikel ini juga sebagai sharing atas penyakit
yang diderita isteri saya. Semoga bermanfaat bagi yang membutuhkan.
1. Giant Cell Tumor (GCT) sering disebut juga dengan istilah Giant Cell Myeloma atau
Osteoclastoma. Di Indonesia jenis tumor ini disebut dengan Tumor Tulang.
2. GCT biasanya ditemukan pada tulang panjang, yang paling sering femur distal, tibia
proksimal, dan radius distal. Giant cell tumor adalah salah satu lesi primer tulang
yang paling umum di falang distal.
3. Tumor ini adalah tumor tulang yang paling umum pada orang dewasa muda berusia
25-40 tahun.
4. GCT lebih sering ditemukan pada wanita di bandingkan laki-laki.

5. GCT di Eropa dan Amerika menempati 5% dari jumlah keseluruhan tumor tulang
primer, di China tercatat berjumlah 20%. Sedangkan di Indonesia tidak ada catatan
resmi mengenai jumlah penderita tumor ini.
6. GCT sebagian besar merupakan jenis tumor jinak, hanya 5-10% saja yang masuk
kategori malignant (tumor ganas).
7. Pengobatan GCT dilakukan 2 tahapan, yaitu: operasi pengangkatan tumor dan
dilanjutkan dengan penyinaran, baik menggunakan Cobalt T? atau Linex.
durung rampung
Referensi:
http://en.wikipedia.org/wiki/Giant_cell_tumor#cite_note-pmid16162299-0
http://www.bonetumor.org/tumors/pages/page106.html
http://emedicine.medscape.com/article/1255364-overview
Pendahuluan
Keganasan tulang dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu tumor benigna dan
maligna. Klasifikasi yang banyak digunakan untuk kedua jenis tumor ini adalah
sebagai berikut :
Tumor Tulang Benigna
Kondrogenik : Osteokondroma, Kondroma
Osteogenik : Osteoid osteoma, Osteobalstoma, Tumor sel Giant
Tumor Tulang Maligna
Kondrogenik : Kondrosarkoma
Osteogenik : Osteosarkoma
Fibrogenik : Fibrosarkoma
Tidak jelas asalnya : Sarcoma Ewing
Osteokondorma
Patofisiologi/Etiologi. Tumor tulang yang paling umum ditemukan adalah
osteokondroma. Meskipun awitannya biasanya dimulai pada masa anak, tumor
ini berkembang sampai maturitas skeletal dan mungkin tidak terdiagnosa sampai
masa dewasa. Tumor ini mungkin tumbuh tunggal ataupun multiple dan dapat
terjadi pada tulang manapun. Femur dan tibia adalah yang paling sering terkena.
Pada tampilan makro, tumor mempunyai tudung kartilagenus dengan tunas
tulang menembus dari tulang. Seiring perkembangan tudung, tumor menulang
dan mungkin menjadi maligna. Kira-kira 10% osteokondroma berkembang
menjadi sarkoma.
Insidens/Prevalensi. Osteokondroma terjadi kira-klira 40% dari semua tumor
benigna dan cenderung terjadi pada pria.
Kondroma

Patofisiologi/Prevalensi. Kondroma atau endokondroma, secara histologis sangat


erat kaitannya dengan presentasi osteokondroma. Kondroma adalah lesi pada
kartilago hialin matur yang terutama mengenai tangan dan kaki. Iga, sternum,
spinal, dan tulang panjang juga mungkin terkena. Kondroma lambat berkembang
dan sering mengakibatkan fraktur patologis setelah cedera ringan.
Insiden/Prevalensi. Kondroma ditemukan pada semua usia, terjadi pada pria dan
wanita serta dapat mengnai semua tualng.
Osteoid Osteoma
Patofisiologi/Etiologi. Osteosid osteoma dibedakan melalui tampilannya yang
bergranular bersemu merah jambu, yang dihasilkan dari proliferasi osteoblas.
Tidak seperti tumor lainnya, lesi tunggalnya berdiameter kurang dari 0,4 inci (1
cm). Setiap tulang dapat terkena, tapi femur dan tibia adalah yang paling sering.
Bila osteoid osteoma terjadi pada kolumna spinalis dan sakrum, manisfestasi
klinis yang muncul menyerupai sindrom diskus lumbalis. Klien mengeluhkan
nyeri yang terputus-putus, mungkin disertai oleh peningkatan kadar
prostaglandin yang diasosiasikan dengan tumor.
Insidens/Prevalensi. Kira-kira 10% dari semua tumor benigna adalah osteoid
osteoma. Lesi terjadi pada anak dan dewasa muda dengan predominan pada
pria.
Osteoblastoma
Patofisiologi/Etiologi. Sering disebut juga osteoid osteoma raksasa,
osteoblastoma yang menyerang vertebra dan tulang panjang. Tumor ini lebih
besar daripada osteoid osteoma dan terletak pada tulang berongga. Tumor ini
berwarna kemerahan, dan tampakan yang granular memfasilitasi diagnosis.
Insidens/Prevalensi. Lesi yang terjadi kurang dari 1% dan menyerang remaja pria
serta dewasa muda pada kedua jenis kelamin.
Tumor Sel Raksasa
Patofisiologi/Prevalensi. Asal tumor sel raksasa masih belum bisa ditentukan.
Lesi ini agresif dan dapat meluas. Pada pemeriksaan makro lesi tampak kelabu
sampai coklat kemerahan dan mungkin melibatkan jaringan lunak sekiarnya.
Meskipun diklasifikasikan sebagai tumor benigna, tumor ini dapat bermetastasis
ke jaringan paru.
Insiden/Prevalensi. Tidak seperti kembanyakan tumor benigna lainnya, tumor ini
menyerang wanita yang berumur lebih dari 20 tahun dengan puncak insiden
pada klien usia 30-an. Kira-kir 18% dari seluruh tumor benigna adalah tumor ini.
Tumor Tulang Maligna
Tumor tulang maligna dapat berupa tumor primer atau sekunder (yang berasal
dari jaringan lain dan bermetastasis ke tulang). Tumor primer terjadi lebih sering
pada usia 10-30 tahun. Seperti juga kanker tulang lainnya, penyebab pasti tidak
diketahui. Lesi metastatik paling sering terjadi pada usia yang lebih lanjut dan
terjadi pada kebanyakan kanker tulang.
Tumor Primer

Osteosarkoma
Patofisiologi/Etiologi. Osteosarkoma atau osteogenik sarkoma adalah tipe tumor
maligna primer yang paling banyak ditemukan. Lebih dari 50% terjadi pada
femur distal dan disusul oleh tibia proksimal dan humerus. Tulang pipih dan
tulang panjang mempunyai insiden yang hampir sama pada usia lebih dari 25
tahun.
Osteosarkoma adalah lesi yang relatif besar, menyebabkan nyeri dan
pembengkakan dalam durasi singkat. Area yang terkena biasanya hangat karena
vaskularisasi pada area tersebut meningkat. Bagian pusat massa berupa
sklerotik meningkatkan aktivitas osteoblastik; bagian perifernya lembut, meluas
melalui korteks tulang dengan tampakan seperti sinar matahari yang klasik,
yang diasosiasikan dengn neoplasma. Ekpansi ke dalam kanalis medularis juga
umum terjadi.
Osteosarkoma mungkin osteoblastik, kondroblastik, atau fibroblastik, tergantung
asal jaringannya. Apapun sumbernya lesinya biasanya bermetastasi ke perifer
paru dalam 2 tahun setelah tindakan, dan biasanya berakhir dengan kematian.
Insidens/Prevalensi. Osteosarkoma terjadi lebih sering pada pria dibandingkan
wanita (2:1), antara usai 10-30 tahun. Dan pada usia yang lebih tua pada klien
dengan penyakit Paget. Klien yang menerima radiasi untuk kanker jenis lain atau
klien yang mempunyai lesi benigna juga mempunyai resiko yang tinggi.
Sarkoma Ewing
Patofisiologi/Etiologi. Meskipun sarkoma Ewing tidak seumum tumor tulang
lainnya, tumor ini yang paling maligna. Seperti tumor lainnya, tumor ini juga
menyebabkan nyeri dan pembengkakan. Sebagi tambahan manifestasi klinis;
demam derajat rendah tertentu, leukositosis, dan anemia; membeikan karakter
pada lesi ini. Pelvis dan ektremitas bawah adaah yang paling sering diserang.
Serangan pada pelvis memberikan tanda prognosa yang buruk.
Pada tingkat selular tumor ini serupa dengan limfoma tulang. Pada hasil Rontgen
karakteistiknya berbintik pola destruktif dan tampakan kulit bawang pada
permukaan tulang membedakan neoplasma sarkoma Ewing. Seperti tumor
maligna lainnya tumor ini juga tidak mempunyai tudung dan sering meluas ke
jaringan lunak. Kematian terjadi karena metastasis ke paru atau tulang lainnya.
Insidens/Prevalensi. 5% dari seluruh tumor tulang maligna adalah sarkoma
Ewing. Meskipun tumor ini dapat dilihat pada klien berbagai usia, biasanya
terjadi pada anak dan dewasa muda pada usia 20-an. Pria mempunyai
kecenderungan yang lebih besar.
Kondrosarkoma
Patofisiologi/Etiologi. Kebalikan dari ostosrakoma, klien dengan kondrosarkoma
mengalami nyeri tumpul dan pembengkakan dalam waktu yang lama. Tumor
umumnya menyerang pelvis dan femur proksimal dekat diafisis. Timbul dari
jaringan kartilago, lesi ini merusak tulang dan sering mengkalsifikasinya. Klien
dengan kondrosarkoma mempunyai prognosis yang lebih baik dar pada sarkoma
osteogenik.
Insidens/Prevalensi. Kondrosarkoma terjadi pada usia paruh baya dan usia yang

lebih tua, dengan predominansi ringan pada pria dan terjadi kurang dari 10%
dari seluruh tumor tulang maligna.
Fibrosarkoma
Patofisiologi/Etiologi. Muncul dari jaringa fibrosa, fibrosakoma dapat dibagi
menjadi beberapa subtipe. Subtipe yang paling maligna adalah histiositoma
fibrosa maligna (MFH). Kebanyakan presentasi klinisnya rendah dan insidious,
tanpa manifestasi spesifik. Nyeri lokal, dengan atau tanpa masa teraba, terjadi
pada tulang panjang ekstremitas bawah. Seperti kanker tulang lainnya, lesi
dapat bermetastasis ke paru.
Insidens/Prevalensi. Meskipun MFH menyerang pada semua usia, umumnya
terjadi pada pria usia paruh baya. Untungnya lesi ini tidak umum.
Penyaki Tulang Metastatik
Tumor primer pada prostat, payudara, ginjal, tiroid dan paru disebut sebagai
kanker pencari tulang karena bermetastasi ke tulang lebih sering daripada
tumor lain. Vertebra, pelvis, femur dan iga adalah lokasi yang umum diserang.
Secara sederhana, tumor primer dibawa melalui aliran darah. Hampir semua lesi
metastastatik berasal dari epitel dan berawal dari sumsusm tulang.
Fraktur patologis yang terjadi dalam 10-15% kasus, merupakan pertimbangan
utama dalam penatalaksanaan. Area yang paling seing terserang adalah
asetabulum dan femur proksimal.
Insidens/Prevalensi. Penyakit ini terutama menyerang orang yang berusia lebih
dari 40 tahun. Pada klien dengan wiwayat kanker dan nyeri lokal, perlu diduga
adanya metastasis. Insiden metastasis tulang berentang dari 20-70% tergantung
dari sumber laporan statistik. Diduga insiden yang dilaporkan jauh dibawah nilai
yang sebenarnya.
Adanya tumor di tulang menyebabkan reaksi tulang normal dengan respons
osteolitik (destruksi tulang) atau osteoblastik (pembentukan tulang). Beberapa
tumor tulang sering terjadi dan lainnya justru sangat jarang. Beberapa tidak
menimbulkan masalah besar, sedangkan yang lainnya segera mengancam jiwa.
Pasien dengan tumor tulang daang dengan masalah yang berhubungan dengan
tumor tulang yang sangat bervariasi. Dapat tanpa gejala atau dapat juga nyeri
(ringan dan kadang sampai konstan dan berat), kecacatan yang bervariasi, dan
mungkin adanya pertumbuhan tulang yang jelas terlihat. Kehilangan berat
badan, malaise, dan demam dapat terjadi. Tumor kadang baru terdiagnosis saat
terjadi patah tulang patoogik.
Bila terjadi kompresi korda spinalis, dapat berkembang lambat atau cepat. Defisit
neurologik (misalnya nyeri progresif, kelemahan, parasetesia, paraplegia, retensi
urin) harus diidentifiaksi awal dan ditangani dengan laminektomi dekompresi
untuk mencegah cedera korda spinalis permanen.
Ditulis oleh Irman Somantri di Thursday, December 04, 2008

Reaction
s:
1 komentar:

Anonymous said...

Pak mantri, tolong jangan ganggu aku dengan kebahagiaan kenangan antara aku dan
dihah. Tolong menyingkir dari peta politik Partai Dihah. Atau ku suntik dirimu
dengan sejuta kenangan gaib bersama hening.
December 4, 2008 11:55 AM

Post a Comment
Link ke posting ini

Create a Link
Newer Post Older Post Home
Subscribe to: Post Comments (Atom)

Video Keperawatan

powered by

Si Cantik

2 Orang Cewek Tercinta

Tentang Saya

Irman Somantri
Bandung, West Java, Indonesia
Ganteng, Pinter, Sifatnya Bisa Diconto he...he...he... Bumi di Buah Batu ari
damel mah janten tukang nyanyi di Unpad
View my complete profile

My Lovely Daughter

Arsip Materi

2010 (1)

04/18 - 04/25 (1)

2009 (1)
o

06/14 - 06/21 (1)

Wanita Berbusana Minim = Benda Bukan Manusia

2008 (10)
o

12/07 - 12/14 (1)

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan TBC Paru

04/27 - 05/04 (2)

Diagnosa Keperawatan Pada Sistem Pernafasan

Pengkajian Sistem Nafas

04/06 - 04/13 (1)

Benarkah Perawat Indonesia Sekarang Profesional ??...

05/25 - 06/01 (1)

Protap Perawatan Luka

06/01 - 06/08 (1)

DIAGNOSA NANDA (2005)

08/03 - 08/10 (1)

Tumor Tulang

10/26 - 11/02 (1)

Asuhan Keperawatan Pada Tumor Tulang

11/30 - 12/07 (1)

Askep DM

01/06 - 01/13 (1)

Januari - Maret 2010

2007 (15)

Keadilan

12/09 - 12/16 (1)

10/14 - 10/21 (1)

TEORI EVOLUSI DAN KEIMANAN

07/15 - 07/22 (8)

SIMETRI POLA 10 : MEMASTIKAN ALLAH HARUS ADA

KEJADIAN MENCIUTNYA ALAM RAYA

MENCARI MASSA YANG HILANG

TIPE DIAGNOSA KEPERAWATAN

DIAGNOSA KEPERAWATAN

PARADIGMA KEPERAWATAN

PERAWATAN LUKA

PENANGANAN NYERI

03/04 - 03/11 (1)

Prinsip-prinsip Etika Penelitian Ilmiah

07/22 - 07/29 (1)

Konsep Nyeri

09/09 - 09/16 (1)

Dimensi Waktu Menurut Al-Qur'an

The Relationships Between Leaderships Style and Pe...

02/18 - 02/25 (2)

Perencanaan (1)

Perencanaan Keperawatan

Adakah Pesan............???
<a href="http://www2.shoutmix.com/?irmanthea"> View shoutbox</a>

Web saya di Word Press

Koran Pe Er

webna Jalmi Ganteng Oge

Komunitas Bobotoh Sa-Alam Dunya

Karya Ilmiah

Buku Terbitan Karya Saya

Askep Sistem Nafas (Terbitan Salemba Medika)

Konsep Dasar Keperawatan Terbitan Stikes Press


Askep Sistem
Pernafasan

You might also like