You are on page 1of 9

ITSAR DAN UKHUWAH ISLAMIYAH

Mukadimah
Innamal mukminuna ikhwah. Faaslihu baina akhawaikum (QS 49 : 10).
Sesungguhnya mukmin itu bersaudara, maka damaikanlah orang-orang yang
berselisih diantaramu.
Innal muslim akhul muslim (sesungguhnya muslim itu saudara bagi muslim
lainnya).
Ukhuwah Islamiyah atau persaudaraan Islam adalah sarana efektif dalam
dakwah fardhiyah, selain itu ia juga memberikan sekaligus manfaat duniawi,
ukhrawi, dan diniyah.
Persatuan dan persaudaraan yang paling kekal adalah jika didasari kesamaan
dan kesatuan aqidah. Jadi asas pemersatu yang paling kuat dan langsung
adalah kesatuan aqidah.
Dalam QS 3 : 103 nampak jelas bahwa Allah yang mempersatukan hati-hati
manusia dan menjadikan mereka bersaudara. Jadi ukhuwah Islamiyah, taliful
qulub (persatuan hati) adalah kerja Allah dan bukan manusia.
Hanya saja manusia harus berikhtiar lebih dulu dengan sama-sama berpegang
teguh kepada tali Allah (yakni Al Islam) dan berusaha menyelaraskan diri dengan
Islam serta memperbaiki hubungan antar sesama manusia. (QS 8 : 1). Bila
sudah demikian insya Allah ukhuwah Islamiyah akan terwujud dengan
sendirinya.
Dalam harakah dikenal paduan antara iltizam yang sempurna dan ukhuwah
Islamiyah. Bila yang ada hanya disiplin yang sempurna (iltizamul kamil), maka
suasana akan terasa kaku, kering, gersang seperti di markas militer. Sedangkan
bila hanya sibuk dengan masalah ukhuwah tetapi mengabaikan iltizam, disiplin
maka akan seperti sekumpulan orang tanpa arahan dan bimbingan.
Pribadi-pribadi muslim yang shalih/shalihah yang memiliki iltizam yang baik
namun tetap diwarnai ukhuwah, bila bersatu padu dan bekerja sama akan
seperti bangunan yang kokoh.
Ukhuwah Islamiyah dapat sekaligus memberi manfaat duniawiyah, diniyah, dan
ukhrawiyah.
Ditilik dari manfaat duniawiyah, ukhuwah Islamiyah dapat membuat seorang
muslim dapat terkena imbas manfaat rizki dan kedudukan yang dimiliki
saudaranya sepanjang tidak melenceng dari jalur kebenaran. Sikap seorang

muslim yang baik, ia tidak akan pernah iri ataupun hasad terhadap kelebihankelebihan rezeki, kedudukan, keilmuwan dll yang dimiliki saudaranya. Bahkan
seharusnya ia ikut merasa bersyukur karena ia pun dapat terkena efek positif
dengan segala kelebihan yang dimiliki saudaranya. Kalau perlu dan mampu
sebaiknya bahkan ia turut berpacu dalam kebaikan agar bermanfaat bagi orang
lain.
Imbas manfaat memang tidak boleh menjadi tujuan utama dalam menjalin
ukhuwah, tetapi sekedar efek samping yang harus disyukuri. Misalnya punya
teman, saudara seaqidah yang pandai dalam bidang matematika kita bisa belajar
darinya. Atau punya teman dokter, maka ia bisa menjadi konsultan kesehatan
bagi kita, kapan saja kita butuh pertolongan medis, ia siap sedia menolong kita.
Jika imbas manfaat (intifa) dijadikan tujuan utama, dikhawatirkan kita akan
bersikap memilih-milih dalam berteman dan mendawahi seseorang.
Kemungkinan besar kita hanya mau berteman atau mendawahi orang-orang
yang kira-kira menguntungkan kita.
Manfaat duniawiyah yang kedua adalah kita akan memiliki soliditas dan
kekompakan dalam hal kemaslahatan atau kebaikan. Kita akan tolong-menolong
dalam kebaikan dan takwa serta saling bercermin karena Rasulullah SAW. Juga
besabda sesungguhnya, mukmin cermin bagi saudaranya yang lain kemudian
Umar ra pernah mengatakan pula bahwa kalau bukan karena tiga hal, niscaya ia
tidak akan betah hidup di dunia. Ketiga hal tersebut ialah:
- Memiliki kuda perang terbaik yang digunakan untuk berperang di jalan Allah
Taala.
- Bersusah payah di waktu malam (qiamul lail)
- dan bergaul dengan orang-orang yang sidiq (benar dalam sikap, lisan, dan
perbuatannya).
Ditilik dari manfaat diniyah (dari segi agama) paling tidak ada lima hal yang dapat
diperoleh seseorang bila ia senantiasa menjaga ukhuwah Islamiyah.
1. Saling mencintai di jalan Allah Taala. Orang yang saling mencintai di jalan
Allah Taala akan dapat merasakan manisnya iman, memperoleh naungan di hari
kiamat (hadits 7 golongan, di antara orang-orang yang saling mencintai karena
Allah Taala, menjadi sebaik-baiknya sahabat di sisi Allah Taala dan akhirnya
akan memperoleh mimbar dari cahaya di hari kiamat)
2. Tolong-menolong dalam ketaatan. Orang-orang yang berukhuwah akan selalu
siap tolong-menolong dalam kebaikan dan ketaatan kepada Allah Taala dan
Rasul-Nya. Di jaman Rasulullah hal itu jelas terlihat seperti menolong biaya
orang yang akan menikah, sesama muslimah meminjamkan pakaian bagus agar
saudarinya juga bisa hadir di shalat Idul Fitri atau Idul Adha, meminjamkan uang
tanpa bunga. Jadi bukan menolong orang karena ada maksud-maksud tertentu

atau ingin meraih keuntungan yang lebih besar.


3. Mensucikan, mengagungkan Al haqq atau kebenaran. Dalam QS 103:3
disebutkan bahwa hendaknya kita saling tolong-menolong mengingatkan untuk
menepati kebenaran dan untuk bersabar. Orang yang berukhuwah akan bahu
membahu menegakkan kebenaran. Persahabatan mereka tulus karena samasama mencintai kebenaran.
4. Persamaan dan kesejajaran, Firman Allah Taala QS 49:13 Inna akramakum
indallahu atqaakum benar-benar diwujudkan oleh orang-orang yang
berukhuwah. Mereka benar-benar sadar dan merasa bahwa manusia sama,
sejajar, setara di hadapan Allah Taala. Yang membuat seseorang lebih tinggi
derajatnya di hadapan Allah Taala adalah jika kadar ketakwaannya lebih tinggi.
Dalam hadits di tegaskan bahwa Allah Taala tidak melihat perbedaan fisik atau
atribut-atribut duniawi melainkan langsung ke dalam hati manusia. Karena itu
dalam Islam baik Abu Bakar yang bangsawan Arab berkulit putih maupun Bilal
bekas budak berkulit hitam, kedua-duanya merupakan sahabat-sahabat yang
wajib kita hormati dan kita teladani. Dan kedua-duanya sudah diketahui akan
masuk surga, padahal mereka masih hidup saat itu.
5. Saling menghormati. Sesama muslim yang berukhuwah akan saling
menghormati satu sama lain. Mereka juga saling berlomba memberi salam lebih
dulu. Dalam hadits dikatakan Rasulullah saw., Bukan termasuk golongan kami
orang yang tidak menghormati orang-orang yang lebih tua dan menyayangi
orang-orang yang lebih muda.
6. Itsar: Mementingkan saudara seaqidahnya lebih dari dirinya sendiri. Bisa
dikatakan bahwa itsar adalah puncak ukhuwah Islamiyah. Bila bentuk minimal
ukhuwah adalah Salamatus Shodr, kelapangan dada terhadap saudara seiman
maka Itsar adalah bentuk maksimal ukhuwah itu sendiri.
Dan akhirnya manfaat tertinggi dan hakiki adalah manfaat ukhrawi yakni balasan
optimal yang akan di peroleh di akhirat kelak. Ribathul Ukhuwah (ikatan
ukhuwah) dan Ribathul Jamaah (ikatan jamaah) yang terjalin kuat di dunia insya
Allah akan berlanjut di akhirat nanti.
Yang jelas tiga hal akan diterima orang-orang yang senantiasa menghidupkan
ukhuwah, yakni:
1. Mendapat mimbar dari cahaya pada saat menunggu dihisab.
2. Mendapat pertolongan atau naungan Allah Taala di hari dimana tak ada
pertolongan selain pertolongan-Nya.
3. Mendapat Al-Jannah (surga)
Itsar, puncak ukhuwah

Makna Itsar
Secara bahasa itsar berarti mementingkan orang lain lebih dari diri sendiri. Dari
segi fitrah setiap manusia yang masih terjaga fitrah kemanusiaannya juga dapat
berbuat mulia, mementingkan orang lain dan bukan diri sendiri serta menolong
orang lain tanpa memikirkan diri sendiri. Di Inggris pernah terjadi kasus
penyelamatan seorang anak yang jatuh di rel kereta api oleh seorang laki-laki.
Alhamdulillah anak itu bisa diselamatkan, namun sebelah tangan laki-laki itu
putus tersambar kereta api yang melaju kencang. Mungkin seumur hidupnya
anak tersebut takkan bisa melupakan jasa seseorang yang rela mengorbankan
sebelah tangannya untuk menyelamatkan nyawanya.
Dari segi istilah, itsar adalah salah satu manfaat diniyah (manfaat keagamaan)
yang terwujud bila terjalin ukhuwah di antara orang-orang yang seaqidah. Ia juga
dikatakan wujud maksimal ukhuwah Islamiyah yang dimiliki seseorang. Dalam
rangka menggapai mardhatillah semata, seorang muslim bersedia berkorban
mendahulukan kepentingan orang lain di atas dirinya sendiri.
Urgensi dan keutamaan Itsar
Dalam QS 9:128 digambarkan sifat-sifat Rasulullah saw. yang mudah berempati
pada penderitaan orang lain, senantiasa menginginkan kebaikan bagi orang lain
dan santun serta pengasih dan penyayang terhadap sesama mukmin.
Kehidupan di dunia yang jauh dari sifat-sifat mulia akan dipenuhi keserakahan
dan keegoisan, nafsi-nafsi, lu-lu, gua-gua. Semuanya mementingkan diri dan
keluarganya saja termasuk para pemimpinnya yang mengidap penyakit kronis
berupa KKN. Kehidupan yang individualistis (nafsi-nafsi) egoistis (mementingkan
diri sendiri) dan apatis (masa bodoh terhadap orang lain) adalah cerminan
masyarakat yang tidak menegakkan ukhuwah Islamiyah.
Contohnya kehidupan di masyarakat metropolis atau kosmopolis ada seorang
tunawisma yang meninggal di dekat tempat sampah lalu di bawa ke RSCM
akhirnya dikuburkan tanpa kehadiran sanak saudaranya. Atau orang-orang tua
yang ditaruh di panti-panti jompo. Jarang dijenguk dan menjalani proses
sakaratul maut sendirian tanpa didampingi atau ditalkinkan anak-cucu. Benarbenar mengenaskan. Sulit kita membayangkan keridhaan dan keberkahan Allah
Taala akan tercurah kepada masyarakat yang jauh dari nilai-nilai kebaikan
tersebut.
Rasulullah mengatakan bukan dari golongan kami orang yang tidur dalam
keadaan kenyang sementara tetangganya kelaparan. Begitu pula di hadits lain
Bukan golongan kami orang yang tidak peduli pada urusan orang Islam
Jadi sifat itsar sangat penting untuk memerangi sifat-sifat buruk seperti egois,
kikir, individualis dsb serta menumbuhsuburkan sifat-sifat mulia seperti peduli,

empati, pemurah dll.


Keutamaan orang yang berbuat itsar di dunia ia akan dicintai oleh orang-orang
yang pernah merasakan kebaikannya dan mempererat ukhuwah serta di akhirat
nanti akan mendapatkan mimbar terbuat dari cahaya, naungan dan lindungan
Allah Taala serta Al-Jannah (surga).
Itsar generasi salafus shalih
Rasulullah pernah bersabda, Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan
akhlaq manusia. Dan beliau dengan pujian Allah Taala dalam QS 68:4 dan QS
9:128 yang sudah dicantumkan di bagian terdahulu tulisan ini menggambarkan
sosok beliau yang mudah berempati, peka dan peduli terhadap penderitaan
orang lain. Kemudian selalu menginginkan kebaikan bagi orang lain dan bersifat
santun serta kasih sayang terhadap mukmin.
Bukti kemampuan berempati beliau, terlihat saat beliau segera tahu bahwa Abu
Hurairah kelaparan tanpa harus diberitahu, padahal sebelumnya Abu Bakar dan
Umar pun tak bisa menangkap sinyal-sinyal Abu Hurairah butuh bantuan.
Beliau tidak pernah menolak siapa saja yang minta bantuan dan pertolongan
beliau padahal beliau sendiri sering kelaparan seperti nampak pada kisah beliau,
Abu Bakar dan Umar ra sama-sama lapar dan dijamu makan oleh Abu Ayyub Al
Anshari. Beliau meneteskan air mata kemudian berucap, Kelak kalian akan
ditanya akan nikmat ini, ketika kalian pergi dari rumah dalam keadaan lapar dan
pulang dalam keadaan kenyang.
Beliau hidup sangat sederhana dan tidur di atas tikar jerami sampai Umar
menangis melihatnya dan Fatimah kelak bersyair di tepi kuburan bapaknya, Ya
ayahhandaku punggungnya penuh dengan bilur-bilur tikar. Tetapi beliau tidak
mau tikarnya itu dilipat terlalu banyak di bagian atasnya sebagai bantal karena
takut tidurnya terlalu nyenyak bila terlalu empuk, sehingga khawatir tidak bisa
bangun shalat malam.
Rasulullah juga menegaskan bahwa dunia bukan dari dan untuk keluarga
Muhammad di saat Fatimah mendapat perhiasan, bagian dari rampasan perang
hingga akhirnya putrinya mengembalikannya. Ia juga menasihati Fatimah dan Ali
dengan bacaan-bacaan dzikir pada saat mereka minta khadimah dari tawanan
perang. Rasulullah juga menghukum keras istri-istrinya yang meminta
penghidupan (maisah) yang lebih dan perhiasan dengan cara mengasingkan diri
selama sebulan hingga akhirnya Allah menawarkan opsi dalam wahyu-Nya di
surat At Tahrim. Apakah istri-istri nabi tersebut memilih nabi dan kehidupan
akhirat ataukah dunia. Tentu saja mereka memilih Rasulullah dan surga kelak
walaupun kini hidup prihatin di dunia. Terlihat betapa Rasulullah lebih
mementingkan yang lain ketimbang diri dan keluarganya karena pada saat yang
bersamaan beliau ridha saja para sahabat dan istri-istrinya hidup berkecukupan

dan memakai perhiasan hasil rampasan perang serta memiliki khadimah.


Bahkan sampai di saat-saat terakhir kehidupannya pun beliau tetap memikirkan
umatnya dan bukan dirinya dan keluarganya sehingga ia tidak mewariskan apaapa bagi keluarganya. Ucapan yang keluar dari mulut beliau di akhir
kehidupannya adalah, Ummati.Ummati. (UmatkuUmatku)
Keteladanan Rasulullah saw. dalam hal tersebut ternyata membias pula pada
sahabat-sahabat yang utama seperti Abu Bakar, Abu Thalhah atau istri-istri
beliau seperti Khadijah, Aisyah dan Zainab binti Jahsy serta Saudah binti
Zumah.
Suatu saat ketika terjadi pengumpulan dana untuk berjihad fisabilillah semua
sahabat berlomba-lomba untuk menginfaqkan segala yang dimilikinya.Termasuk
sahabat-sahabat yang utama seperti Abu Bakar, Umar dan Utsman. Kemudian
Rasulullah bertanya kepada Umar, Bagitu banyak yang kau infaqkan Umar,
adakah yang tersisa untuk keluargamu? Umar pun lalu menjawab, Sebanyak
itu pula ya Rasulullah. Jadi istilahnya fifty-fifty, atau separuh-separuh. Jawaban
seperti itu pun meluncur pula dari lidah Utsman ketika ditanya juga oleh
Rasulullah dengan pertanyaan yang sama. Namun tatkala pertanyaan tersebut
diajukan kepada Abu Bakar As shidiq ra, jawabannya sungguh mencengangkan
dan menimbulkan decak kagum.
Untuk keluargaku kutinggalkan Allah dan Rasulnya Artinya keseluruhannya
(100%) diinfaqannya di jalan Allah, sedangkan urusan keluarganya ia pasrahkan
kepada Allah. Umar sampai berucap, Sungguh aku tak akan bisa mengalahkan
Abu Bakar selama-lamanya.
Begitu pula, pada saat Abu Bakar pergi hijrah mendampingi Rasulullah. Dananya
dihabiskan untuk membiayai kepergiannya hijrah bersama Rasulullah. Namun
istri dan putri-putrinya memang luar biasa pula. Ketika kakek Asma atau ayah
Abu Bakar yakni Abu Quhafah marah-marah kepada Abu Bakar yang
dianggapnya tidak bertanggung jawab meninggalkan keluarganya begitu saja,
maka Asma menenangkan kakeknya yang buta itu dengan memperdengarkan
bunyi kerikil-kerikil seolah itu kepingan dirham yang banyak. Tenang saja kek,
ayah tidak menyia-nyiakan kami, ujar Asma. Barulah Abu Quhafah menjadi
tenang.
Ada lagi kisah itsar yang sangat indah dan diabadikan oleh Allah dalam QS AlHasyr ayat 8 dan 9. Dalam terjemah singkat tafsir Ibnu Katsier jilid 8 diungkap
tentang itsar yang ditunjukkan orang-orang Anshar terhadap saudara-saudara
mereka kaum muhajirin (QS 59:8)
Demi iman dan pembuktiannya kaum muhajirin meninggalkan sanak
saudaranya, harta benda, dan kampung halamannya. Seperti Shuaib bin Sinan
Ar Rumy yang dihadang dan dipaksa menyerahkan seluruh harta bendanya, dan

Rasulullah saw. bersabda : Beruntunglah Abu Yahya (Shuaib) dengan


perniagaannya (artinya rela melepas harta benda dunia dengan keridhoan Allah
da Rasul-Nya).
Ukhuwah Islamiyah yang dilandasi iman membuat suku Aus dan Khazraj di
Yatsrib (kemudian menjadi Madinah) yang dahulunya bertikai menjadi damai dan
bersaudara (QS 3:103) Kemudian, membuat kaum muhajirin yang datang dari
Mekkah bersatu dengan kaum Anshar (penduduk asli Yatsrib) yang bersedia
menolong dan menampung saudara-saudara seiman tersebut.
Ketika sahabat-sahabat Nabi saw. kaum muhajirin tiba di Yatsrib (Madinah),
mereka segera dipersaudarakan dengan orang-orang Anshar. Di antaranya
Abdurrahman bin Auf dengan Saad bin Raby yang kemudian menawarkan
separuh hartanya dan 1 dari 2 istrinya untuk Abdurrahman bin Auf. Jika Saad
memiliki sifat itsar, maka kebalikannya Abdurrahman bin Auf memiliki sifat iffah
(memelihara diri dari meminta-minta). Ia menolak halus tawaran Saad bin Raby
dan hanya minta ditunjukkan pasar. Ia pun berusaha sampai berhasil dalam
perniagaannya bahkan merintis dan membangun pasar Ukaz yang menandingi
pasarnya Yahudi.
Di ayat kesembilannya disebutkan ada orang Anshar yang tulus mencintai, tanpa
pamrih dan dan mengutamakan kawan lebih dari diri sendiri, meskipun mereka
merasa lapar. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, merekalah orang
yang berbahagia dan beruntung.
Dalam hadits riwayat muslim dari Abu Hurairah, sepasang suami istri yang
memenuhi perintah Rasulullah untuk memberi makan musafir yang kelaparan itu
adalah Abu Thalhah dan Ummu Sulaim/ Rumaisha binti Milhan. Mereka sendiri
malam itu segera menidurkan anak-anak mereka yang lapar dan berpura-pura
makan agar tamu mereka makan dengan tenang.
Padahal yang sedang disantap oleh tamu mereka itu adalah saru porsi terakhir
yang mereka miliki hari itu.
Di ayat 9 tersebut Allah menegaskan Wa yu tsiruuna alaa anfusihim walau kana
bihim khashanshah (mereka itsar terhadap orang lain dibanding ke diri mereka
sendiri walaupun mereka sendiri kelaparan).
Ketika keesokan hari Rasulullah berjumpa dengan Abu Thalhah, beliau
bersabda, Sungguh Allah sangat gembira (tersenyum) menyaksikan perbuatan
Anda berdua.
Hampir kesemua istri Nabi saw. menunjukkan sifat pemurah dan itsarnya. Istri
pertama yang paling dicintainya, dan tak pernah dapat dilupakannya: Khadijah
menunjukkan itsar saat Rasulullah meminta pembantu Kahdijah: Zaid bin
Haritsah untuk menjadi pembantunya. Beliau juga menginfqkan seluruh harta

kekayaannya untuk perjuangan fisabilillah menyebarkan agama Islam.


Istri Rasulullah seperti Zainab binti Jahsy yang pandai berwiraniaga juga terkenal
dermawan dan suka membantu orang lain. Saudah bunti Zumah istri Rasulullah
yang walaupun hanya berjualan roti kuah ala Thaif pun ikut berinfaq dengan hasil
dagangannya.
Ummul mukminin Aisyah ra yang terkenal kepandaiannya sekaligus juga
kedermawanannya pernah mendapat uang 40.000 dirham dari baitul mal. Oleh
Aisyah harta itu segera di bagi-bagikan kepada fakir miskin sampai-sampai lupa
menyisihkan sedikit saja untuk dirinya. Sampai ditegur Ummu Burdah yang
membantunya, Ya Ummul mukminin kenapa tak kau sisihkan sedikit saja untuk
membeli makanan berbuka, bukankah engkau sedang berpuasa, Ya Ummu
Burdah, kenapa tadi tak kau ingatkan, jawab Aisyah tenang.
Kisah itsar yang sangat heroik terjadi pada saat perang Yarmuk. Ikrimah bin Abu
Jahl seorang mujahid bersama dua sahabat yang lain terbaring dengan luka-luka
sangat parah. Ketika seorang sahabat hendak memberinya minum, ia menolak
dan menyuruh air itu diberikan ke teman di sebelahnya. Ketika air itu akan
diberikan kesebelahnya, orang tersebut juga menyuruh diberikan lagi ke
sebelahnya pula. Ia memilih mengalah pula pada saat-saat yang penting
tersebut. Namun orang ketiga yang dimaksud sudah meninggal, ketika kembali
lagi si pemberi minum ke sahabat yang tengah, ternyata ia sudah syahid juga.
Dan ketika beranjak ke Ikrimah, ia pun telah syahid. Subhanallah dalam detikdetik terakhir kehidupan atau di saat-saat kritis sekalipun mereka tetap menjaga
itsar mereka.
Penutup
Hal yang sangat kontras terjadi pada kita, saat kita menoleh ke kondisi umat
Islam saat ini yang terpecah-pecah, tercabik-cabik dan terkotak-kotak.
Doa Nabi saw. yang dikabulkan saat meminta umatnya diselamatkan dari
bahaya banjir dan kelaparan dan tidak dikabulkan saat meminta umatnya
diselamatkan dari bahaya perpecahan, seyogianya membuat kita berfikir bahwa
kerja mempersatukan umat adalah kerja besar yang harus diikhtiarkan secara
maksimal baru kemudian Allah berkenan membantu (QS 13:11)
Bila kita melihat QS 3:103, nyata jelas bahwa hanya dengan sama-sama Itisham
bi hablillah (berpegang teguh di jalan Allah) sajalah, persatuan hati dan
persaudaraan akan terwujud.
Maraji
Fiqhul Ukhuwah Islamiyah, Dr Abdul Halim Mahmud; Risalatul Usrah; Imam As

Syahid Hasan Al-Bana; Khuluq Al muslim; Muhammad Al Ghozali; Mensucikan


jiwa; Said Hawa; Ihya Ulumuddin; Imam Al Ghazali; Mamarratul Ukhuwatul
Islamiyah; Abdullah Nashih Ulwan.
Wallahu alam. [Tim kaderisasi]

You might also like