Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Hepatitis B kronik (CHB) mempengaruhi 350 juta orang di seluruh dunia.
Penularan secara perinatal merupakan penyebab infeksi dan komplikasi terbanyak,
termasuk sirosis dan karsinoma hepatoseluler (HCC).(1) Infeksi virus hepatitis dapat
menimbulkan masalah baik pada kehamilan, persalinan, maupun pada bayi yang
dilahirkan (vertikel transmission) yang nantinya dapat menjadi pengidap hepatitis
kronis dengan kemungkinan terjadinya kanker hati primer atau sirosis hepatis
setelah dewasa. Sampai saat ini telah diidentifikasi 6 tipe virus hepatitis yaitu virus
hepatitis A, B, C, D, E dan G. Infeksi virus hepatitis yang paling sering
menimbulkan komplikasi dalam kehamilan adalah virus hepatitis B dan E (VHB &
VHE).(2)
Infeksi VHB di Indonesia merupakan masalah kesehatan mesyarakat yang
penting dan ternasuk endemisitas sedang sampai tinggi dengan prevalensi 3-20%.
Menurut Tim Hepatitis Nasional wanita hamil di Indonesia dengan HbsAg positif
terdapat 3,6%. Infeksi VHB pada wanita hamil dapat ditularkan secara
tranplasental dan 20 % dari anak yang terinfeksi melalui jalur ini akan berkembang
menjadi kanker hati primer atau sirosis hepatis pada usia dewasa. Penularan
vertikal VHB di Indonesia sangat tinggi yaitu 45,9%. Di Asia tenggara termasuk
Indonesia, 90% dari bayi yang tertular VHB akan menjadi pengidap VHB kronik.
Diperkirakan 40% diantaranya meninggal karena Sirosis Hati pada saat usia sekitar
40 tahun. (3)
Penularan VHB vertikal ini sebenarnya dapat dicegah dengan vaksinasi
atau pemberian HBIg pada bayi yang dilahirkan. Dengan pencegahan penularan
vertikal ini diharapkan akan menurunkan prevalensi pengidap VHB kronik pada
bayi, menekan penularan VHB horizontal, juga menurunkan prevalensi sirosis hati.
Hal ini sangat sesuai dengan konsep Obstetri saat ini yang tidak hanya mencakup
bagaimana menolong persalinan dengan tujuan melahirkan anak hidup, tetapi juga
menangani masalah kehamilan dan persalinannya sehingga lahir bayi yang sehat.
Dengan demikian berarti menjaga atau meningkatkan kualitas hidup generasi yang
akan datang. (3)
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
I. Sejarah
VHB ditemukan pertama kali tahun 1965 oleh Dr.Blumberg ketika sedang
mempelajari tentang hemophilia. VHB merupakan double stranded DNA a42nm
dari klass Hepadnaviridae. Permukaan paling luar dari membrannya mengandung
antigen yang disebut HBsAg yang bersirkulasi dalam darah sebagai partikel
spheris dan tubuler dengan ukuran 22 nm. Inti paling dalam dari virus mengandung
HBcAg. VHB (partikel dane), antigen inti (HBcAg), dan antigen permukaan
(HBsAg) serta semua jenis antibodi yang bersesuaian dapat dideteksi melalui
berbagai cara pemeriksaan.(4)
II. Penularan dan Gejala Klinik
Masa Inkubasi infeksi hepatitis B adalah 45-180 hari (rata-rata 60-90 hari).
Onset penyakit ini sering tersembunyi dengan gejala klinik yang tergantung usia
penderita. Kasus yang fatal dilaporkan di USA sebesar 0,5-1 %. Sebagian infeksi
akut VHB pada orang dewasa menghasilkan penyembuhan yang sempurna dengan
pengeluaran HBsAg dari darah dan produksi anti HBs yang dapat memberikan
imunitas untuk infeksi berikutnya.
Diperkirakan 2-10 % infeksi VHB menjadi kronis dan sering bersifat
asimptomatik dimana 15-25 % meninggal sebelum munculnya sirosis hepatis atau
kanker hati. Gejala akut dapat berupa mual, muntah, nafsu makan menurun,
demam, nyeri perut dan ikterik.(4)
Gambaran klinis pada hepatitis B kronik dapat bermacam-macam mulai
dari tanpa gejala sampai gejala yang khas. Gejala tersebut secara klinis sering kali
sulit dibedakan apakah seseorang menderita hepatitis kronik persisten (HKP) atau
hepatitis kronik aktif (HKA). Bosch (1980) melaporkan bahwa HKP dan HKA
sangat sulit dibedakan secara klinis. Diagnosis hanya dapat ditegakkan secara
histopatologis.
Dibawah ini grafik gambaran serologik infeksi akut VHB
Penularan vertikal yaitu penularan yang terjadi dari seorang ibu hamil yang
menderita hepatitis B akut mapupun persisten kepada bayi yang
dikandungnya/ dilahirkannya.
a. Penularan VHB in-utero yaitu penularan yang terjadi ketika bayi masih
didalam uterus.
Mekanisme terjadinya penularan secara ini sampai sekarang belum
diketahui dengan pasti karena salah satu fungsi dari plasenta ada;ah
proteksi terhadap bakteri atau virus. Barir ini rupanya tidak begitu
efektif bahwa robekan plasenta atau terganggunya barir plasenta
menyebabkan darah ibu dengan partikel Dane masuk ke dalam sirkulasi
bayi akibat kontraksi uterus dan pecahnya vili plasenta karena kontraksi
uterus. VHB diperkirakan telah masuk kedalam peredaran darah bayi
lebih dari 1 minggu sebelum terjadinya persalinan yang memungkinkan
VHB telah mengadakan replikasi di dalam sel hati sehingga
menyebabkan tingginya jumlah partikel VHB. Bayi dikatakan infeksi
in-utero jika dalam 1 bulan post partum (yang merupakan masa
inkubasi terpendek dari infeksi HVB) sudah menunjukkan HbsAg
positif.
b. Penularan perinatal yaitu penularan yang terjadi pada saat persalinan.
Faktor utama yang mempengaruhi frekuensi penularan infeksi secara
perinatal adalah jumlah virion yang terdapat di dalam tubuh ibu.
Sebagian besar ibu dengan HBeAg positif akan menularkan infeksi
VHB vertikal sedangkan pada ibu yang anti HBeAg positif tidak akan
menularkannya. Namun penularan perinatal ini sampai sekarang belum
diketahui dengan pasti bagaimana mekanismenya tetapu terdapat
beberapa teori yang menjelaskan kemungkinan terjadinya penularan ini,
yaitu:
- Melalui lesi kulit bayi pada saat persalinan
- Melalui air ketuban yang tertelan oleh bayi
- Melalui darah ibu yang tertelan bayi
- Melalui konjungtiva mata bayi atau selaput lendir yang lain
c. Penularan post natal yaitu penularan yang terjadi setelah bayi lahir
misalnya melalui ASI yang diduga tercemar oleh VHB lewat luka kecil
dalam mulut bayi. Meskipun sebelum berumur 3 bulan sistem imunitas
bayi belum sempurna demikian juga sistem seleksi usus bayi yang
belum baik tetapi pada beberapa penelitian didapatkan bahwa untuk
4
resiko
penularan(6).
Sedangkan
penelitian
Wang
JS,
dkk
V. Tatalaksana
Penanganan untuk hepatitis B pada kehamilan adalah sama dengan pada
wanita yang tidak hamil yaitu cukup istirahat, diet tinggi protein dan karbohidrat.
Tetapi bila gejalanya berat maka jumlah protein harus dibatas. Sebagian besar dari
mereka tidak memerlukan perawatan di rumah sakit kecuali terjadi muntah yang
hebat, tidak dapat makan atau menunjukkan tanda-tanda ke arah hepatitis yang
berat. Keadaan yang tidak memerlukan perawatan dirumah sakit perlu diberikan
penjelasan khusus baik ibu maupun bayi yang akan dilahirkan. Hal ini penting
ditekankan karena kehamilan dengan infeksi VHB adalah juga dengan kehamilan
resiko tinggi. Pada saat persalinannya, dibutuhkan kerjasama dengan dokter anak
agar penularan vertikal VHB dapat dicegah dengan pemberian vaksinasi yang
efektif.(9)(10)
Terapi infeksi akut VHB adalah supportif. Terdapat 4 jenis obat dalm
mengobati hepatitis B kronik yaitu interferon (IFN), Pegylated-interferon,
Lamivudin (3TC) dan Adefovir. Obat-obatan ini efektif pada 40-45 % pasien. Jika
infeksi terjadi dalam fase inisial dapat diberikan Imunoglobulin hepatitis B sebagai
profilaksis post-eksposure. Interferon tidak diketahui mempunyai efek samping
terhadap embrio atau fetus. Data yang ada sangat terbatas tapi penggunaan
interferon dalam kehamilan mempunyai resiko yang lebih berat.
Tidak ada data yang mendukung fakta efek teratogenik lamivudin.
Lamivudin telah digunakan pada kehamilan lanjut sebagai usaha mencegah
transmisi perinatal VHB.(1)
8
VI. Pencegahan
Pencegahan infeksi VHB pada kehamilan dan persalinan dibagi menjadi
dua yaitu(9):
a. Pada ibu:
Dari segi kesehatan masyarakat adalah penting bahwa semua wanita
hamil dilakukan skrining HbsAg terutama pada ibu yang beresiko
tinggi mengidap VHB. Wanita hamil dengan HbsAg positif tidak perlu
diberikan vaksinasi karena tidak berguna tetapi rekam medik mereka
9
Jangan mendonorkan darah, organ tubuh, jaringan tubuh lain atau semen
10
Untuk wanita yang terinnfeksi dengan VHB, VHC dan HIV yang
memerlukan amniosintesis diusahakan setiap langkah-langkah yang
dilakukan jangan sampai jarumnya mengenai plasenta.
Pilihan persalinan
Cara persalinan juga dapat berpotensi mempengaruhi risiko penularan HBV
perinatal, meskipun penelitian yang berbeda dapat
yang tinggi dapat ditemukan pada ibu dengan HBV DNA yang tinggi di serum, hal
ini menunjukkan bahwa ASI merupakan kendaraan yang penting untuk terjadinya
proses transmisi. Namun, dalam studi populasi dari 69 bayi yang divaksinasi yang
lahir dari ibu carrier, prevalensi HBsAg pada bayi yang diberi ASI adalah 0/101
(0%) dibandingkan 9/268 (3%) yang diberi susu formula khusus untuk bayi.
Meskipun perbedaan ini tidak signifikan, hal ini menyarankan bahwa ASI mungkin
memiliki sifat antivirus karena ditemukannya imunoglobulin dan protein lain
seperti laktoferin didalam ASI, yang mungkin dapat menjelaskan terjadinya
prevalensi HBsAg yang lebih rendah pada bayi yang diberi ASI. Penelitian
sebelumnya juga telah menunjukkan tidak ada peningkatan risiko penularan dalam
hal
menyusui.
Mengingat
beberapa
keuntungan
menyusui,
WHO
signifikan pada pasien karier kronik yang tidak hamil, infeksi HBV tidak
meningkatkan angka kejadian mortalitas dan morbiditas pada ibu dan janin. Suatu
penelitian besar yang membandingkan 824 ibu yang terkena HBsAg positif
dibandingkan dengan 628 ibu yang HbsAgnya negatif didapatkan tidak adanya
perbedaan persalinan prematur, berat lahir, neonatal jaundice, kelainan kongenital,
12
begitu pula halnya dengan mortalitas selama masa perinatal. (1) Namun, beberapa
case tercontrol terbaru meneliti perbandingan hasil dari 253 ibu hamil pembawa
HbsAg dibandingkan dengan 253 kontrol yang sesuai. Dalam analisis
multivarietas, carier HbsAg memiliki kenaikan resiko daripada DM gestasional,
perdarahan antepartum,dan ancaman akan terjadinya kelahiran prematur. Hal ini
dapat dijelaskan oleh penyakit hati aktif yang berhubungan dengan infeksi HBV
yang terjadi selama kehamilan dalam proporsi pasien yang dilibatkan, yang
mungkin memiliki kecenderungan untuk berkembang menjadi komplikasi dari
obstetrik. Namun, angka kematian tidak berbeda nyata antara kelompok dan studi
lebih lanjut diperlukan untuk menentukan hubungan antara komplikasi CHB dan
ibu dan janin. (1)
13
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama
: Indrayanti
Umur
: 33 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
No. CM
: 1-05-43-36
Alamat `
: Pidie
Pekerjaan
Tanggal Pemeriksaan
: 03-06-2015
3.2 Anamnesa
Keluhan Utama :
Pasien hamil cukup bulan
Keluhan Tambahan :
Pasien memiliki riwayat hepatitis B
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengaku hamil cukup bulan, HPHT tanggal 9 September 2014
dengan TTP 16 Juni 2015. Usia kehamilan 38-39 minggu. Pasien juga mengaku
memiliki riwayat hepatitis B sejak 4 tahun yang lalu (tahun 2011). Sebelum di
diagnosa hepatitis, pasien mengaku tidak ada gejala yang khas seperti keluhan
mual muntah, riwayat mata berwarna kuning, maupun nyeri perut. Namun pasien
mengaku mengalami demam yang tidak turun selama 1 minggu. Setelah itu pasien
memeriksakan dirinya ke dokter ahli penyakit dalam dan pasien diberikan obat dan
mengaku kontrol teratur. Pasien juga kontrol teratur saat hamil ke dokter. Gerak
janin dirasakan pasien aktif (+), keputihan (+), berbau (-), gatal (-), kontraksi (-),
BAB dan BAK dalam batas normal. Tidak terdapat riwayat berganti-ganti
pasangan dan penggunaan jarum suntik.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku menderita penyakit hepatitis B sejak 4 tahun yang lalu.
Pasien sudah berobat kedokter ahli untuk hepatitisnya. DM(-), Hipertensi(-), asma
(-), alergi (-).
14
: 28 hari
Lamanya : 7 hari
Banyaknya : 3 pembalut per hari
Dismenore : Ada
Riwayat Perkawinan
1 kali perkawinan usia 26 tahun
Riwayat Persalinan
1. Anak ke 1, perempuan, usia 6 tahun, BBL 3800 gram, SC letak lintang,
vaksinasi hepatitis B (+).
2. Anak ke 2, hamil saat ini.
3.3 Pemeriksaan Umum dan Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
: Kompos mentis
Pemeriksaan Umum
Tekanan Darah :130/80 mmHg
Nadi
: 84 x/menit
Suhu
: 36,8 C
Pernafasan
: 20 x/menit
15
Kepala
Leher : Fraktur servikal (-), massa (-), pemb. kelenjar getah bening (-),
TVJ R-2 cmH2O
Thoraks
Paru-paru
Jantung
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Tidak dilakukan
Auskultasi
: tidak dilakukan.
Superior
Inferior
16
3.4
Pemeriksaan Penunjang
Hasil
Nilai Rujukan
Satuan
12,3
36
4,0
210
17,6
4
8
(+)
12,0-15,0
37-47
42-54
150-450
4,5-10,5
1-7
5-15
(-)
g/dL
%
106/mm
10/mm
10/mm
Menit
Menit
0,51
0,28
0,23
18
10
6,7
3,48
3,22
0,3-1,2
<0,52
<31
<34
6,4-8,3
3,5-5,2
mg/dL
mg/dL
mg/dL
U/L
U/L
g/dL
g/dL
g/dL
140
3,7
106
135-145
3,5-4,5
90-110
mmol/L
mmol/L
mmol/L
15
0,41
13-43
0,51-0,95
mg/dL
mg/dL
68
147
60-110
100-140
mg/dL
mg/dL
3.5 Diagnosis
G2P1A0, hamil aterm 38-39 minggu, janin presentasi kepala tunggal hidup
+ BSC 1x a/i letak lintang + Hepatitis B kronik.
3.6 Rencana Tindakan
1. Sectio Caesarea
2. Vaksinasi hepatitis B pada bayi pasca kelahiran <12 jam
4.7 Laporan Pembedahan
Tindakan Sectio Cesarea tanggal 4 Juni 2015
17
: dubia ad bonam
18
BAB IV
ANALISA KASUS
Pasien wanita 33 tahun, hamil aterm 38-39 minggu. Pasien mengaku
gerak janin masih dirasakan aktif, kontraksi tidak dikeluhkan oleh pasien. Pasien
memiliki anak pertama perempuan yang lahir dengan operasi sectio cesarea karena
letak lingtang, keputihan dikeluhkan oleh pasien. Pasien memilki riwayat Hepatitis
B sejak 4 tahun yang lalu yang lalu saat abang kandung pasien juga terdiagnosa
hepatitis B. Sebelum didiagnosa hepatitis, tidak ada gejala yang khas seperti
keluhan mual muntah, riwayat mata berwarna kuning, maupun nyeri perut. Namun
pasien mengaku mengalami demam yang tidak turun selama 1 minggu. Tidak
terdapat riwayat berganti-ganti pasangan dan penggunaan jarum suntik. Pasien
sudah melakukan pemeriksaan serologi hepatitis B (HbsAg-positif) serta
mendapatkan injeksi dan obat tablet dari dokter ahli penyakit dalam dan ahli
kandungan kebidanan untuk terapi hepatitis selama kehamilannya. Pemeriksaan
fisik didapatkan leopold 1 36 cm, leopold 2 punggung kiri, leopold 3 presentasi
kepala, leopold 4 belum masuk pintu atas panggul. Pemeriksaan laboratorium
didapatkan HB 12,3 g/dL, HT 36%, leukosit 17,6x103/mm3, trombosit 210, HbsAgpositif, Bilirubin total 0,51 mg/dL, SGOT/SGPT 18/10 U/L.
Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan tanda-tanda kelainan yang
mengarah pada kerusakan hati akibat hepatitis, pemeriksaan leopold menunjukkan
janin sesai dengan usia kehamilan. Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien
adalah dengan dilakukannya operasi Sectio Cesarea. Setelah dilakukan operasi
lahir bayi perempuan dengan Berat badan lahir 3.800 gram dan apgar score 9/10.
Untuk bayi pasien mendapatkan imunisasi pasca kelahiran. Pasien telah
mendapatkan profilaksi obat anti viral hepatitis dari dokter ahli untuk menurunkan
resiko transmisi vertikal. Proses persalinan juga dilakukan dengan cara sectio
cesarea dan bayi mendapatkan vaksin hepatitis B pasca lahir (<12 jam). Tindakan
yang dilakukan pada pasien dan bayi sesuai dengan tahapan persiapan persalinan
pada ibu dengan hepatitis B.
Berdasarkan teori, skrining HBV selama perinatal telah menjadi standar
dalam ANC (perawatan antenatal) untuk mempersiapkan proses kelahiran bayi
dalam mencegah transmisi vertikal kepada bayi yang lahir. Pada ibu dengan HBV,
direkomendasikan terapi antivirus. Lamivudine, telah signifikan mengurangi risiko
19
yang fetal HBV infeksi pada perempuan dengan viral load HBV yang tinggi.
Lamivudin telah digunakan pada kehamilan lanjut sebagai usaha mencegah
transmisi perinatal VHB.
Pilihan persalinan berpotensi mempengaruhi risiko penularan HBV
perinatal, meskipun penelitian yang berbeda dapat menghasilkan data yang
berbeda. Suatu penelitian di Cina membandingkan kelahiran spontan vaginam,
ekstraksi vakum atau forseps, dan Caesar bagian dalam hal risiko penularan HBV.
Total, 301 bayi dari ibu HBsAg-positif dilibatkan dan semua bayi menerima HBIG
pada saat kelahiran dan vaksin hepatitis B segera setelah lahir. Tidak ada perbedaan
dalam tingkat HBsAg positif saat lahir antara 3 kelompok: 8,1%, 7,7%, dan 9,7%
bayi, masing-masing. Sebaliknya, meta-analisis yang termasuk empat percobaan
acak menemukan bahwa operasi Caesar dibandingkan dengan spontan pervaginam
resiko penularan HBV lebih berkurang dari ibu-ke-bayi (10,5% vs 28%). Sampai
saat ini pemahaman yang dipakai adalah mengurangi paparan bayi pada darah
kontaminasi ibu, lapisan ketuban yang pecah dan lamanya bayi tertahan jika proses
pervaginam dilakukan.
Penatalaksanaan post partum pada ibu hamil dengan VHB dianjurkan untuk
memberikan bayinya Imunoglobulin Hepatitis B (HBIg) sesegera mungkin setelah
lahir dalam waktu 12 jam sebelum disusui untuk pertama kalinya dan sebaiknya
vaksinasi VHB diberikan dalam 7 hari setelah lahir. Imunoglobulin merupakan
produk darah yang diambil dari darah donor yang memberikan imunitas sementara
terhadap VHB sampai vaksinasi VHB memberikan efek. Vaksin hepatitis B kedua
diberikan sekitar 1 bulan kemudian dan vaksinasi ketiga setelah 6 bulan dari
vaksinasi pertama.(10) Pemberian vaksin dan imunoproflaksi pada bayi post partum
tidak hanya menurunkan resiko transmisi vertikal, namun menurunkan resiko
perinatal transmisi yang terjadi pada bayi yang mendapatkan ASI. Meskipun HBV
hadir dalam ASI, WHO merekomendasikan menyusui bayi dari ibu HBsAg-positif
bahkan di daerah endemik dimana vaksinasi HBV mungkin tidak mudah
didapatkan. Namun, masalah ini masih kontroversial dan organisasi seperti
American Academy of Pediatrics menunjukkan bahwa menyusui tidak dihentikan,
asalkan bahwa bayi menerima vaksin HBV dan HBIG.
20
BAB V
KESIMPULAN
1. Infeksi VHB dalam kehamilan tidak bersifat teratogenik tapi mempunyai
resiko transmisi vertikal yang nantinya dapat menjadi pengidap hepatitis
kronis dengan kemungkinan terjadinya kanker hati primer atau sirosis
hepatis setelah dewasa.
2. Pada kasus pasien dengan infeksi hepatitis B yang kronis sebenarnya tidak
disarankan untuk melahirkan secara pervaginam. Pilihan persalinan dengan
Seksio sesaria telah diusulkan dalam menurunkan resiko transmisi VHB
dari ibu kejanin meskipun penelitian yang berbeda dapat menghasilkan data
yang berbeda.
3. Ibu hamil yang karier VHB dianjurkan untuk memberikan bayinya
Imunoglobulin Hepatitis B (HBIg) sesegera mungkin setelah lahir dalam
waktu 12 jam sebelum disusui untuk pertama kalinya dan sebaiknya
vaksinasi VHB diberikan dalam 7 hari setelah lahir.
4. Sampai saat ini belum ada penelitian yang mendukung VHB dapat
ditularkan melalui ASI.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Yogeswaran K and Fung SK. 2011. Chronic hepatitis B in pregnancy:
unique challenges and opportunities. The Korean Journal of Hepatology
Vol. 17(1):1-8.
2. Putu Surya IG. Infeksi Virus Heptitis Pada Kehamilan. Ilmu Kedokteran
Fetomaternal.
Ed.perdana.
Himpunan
Kedokteran
Fetomaternal
POGI.2004.
3. Surya IGP. 1999. Penularan Virus Hepatitis B vertikal. In : Pelatihan
pencegahan infeksi virus hepatitis B. Denpasar : SMF Obstetri dan
Ginekologi FK Unud.
4. National Centre For Infectious Disease. Hepatitis B Virus. Division of Viral
Hepatitis. Last update June 9,2015. diakses dari http://www.CDC.com.
5. Birth Net Australia 2. Hepatitis During Pregnancy;2004. diakses dari
http://www. Birth.com.au
6. Hill JB, Sheffeld JS. Risk of Hepatitis B Transmission in Breast-Fed Infants
of Chronic Hepatitis B Carriers. in Obstetric and Gynecologic Journal.2002
Juni;99(6):1049-52. diakses dari http://www.green journal.org.
7. Wang JS, Zhu QR, Wang XH. Breast Feeding Does not Pose Any
Additional Risk of Imunoprophylaxis Failure on Infants of HBV Carriers
Mothers. Int J Clin Pract.2003 March;57(2):100-2. diakses dari http://www.
Pub.Med.gov.
8. World Health Organization. Guidelines for the prevention, care and
treatment of person with chronic hepatitis B infection. World Health
Organization. 2015 March.
9. Surya IGP. Pencegahan penularan vertikal virus hepatitis B sebagai upaya
partisipatif meningkatkan kualitas hidup generasi yang akan datang. Maj
Obstetri Ginekologi Indonesia. 1999;23:13-22
10. Cohen M. Viral Hepatitis. In : Quenan JT. Ed. Management of high risk
pregnancy. New York: Blackwell Scientific Publ; 1994.p.334-43
22