You are on page 1of 22

BAB I

PENDAHULUAN
Hepatitis B kronik (CHB) mempengaruhi 350 juta orang di seluruh dunia.
Penularan secara perinatal merupakan penyebab infeksi dan komplikasi terbanyak,
termasuk sirosis dan karsinoma hepatoseluler (HCC).(1) Infeksi virus hepatitis dapat
menimbulkan masalah baik pada kehamilan, persalinan, maupun pada bayi yang
dilahirkan (vertikel transmission) yang nantinya dapat menjadi pengidap hepatitis
kronis dengan kemungkinan terjadinya kanker hati primer atau sirosis hepatis
setelah dewasa. Sampai saat ini telah diidentifikasi 6 tipe virus hepatitis yaitu virus
hepatitis A, B, C, D, E dan G. Infeksi virus hepatitis yang paling sering
menimbulkan komplikasi dalam kehamilan adalah virus hepatitis B dan E (VHB &
VHE).(2)
Infeksi VHB di Indonesia merupakan masalah kesehatan mesyarakat yang
penting dan ternasuk endemisitas sedang sampai tinggi dengan prevalensi 3-20%.
Menurut Tim Hepatitis Nasional wanita hamil di Indonesia dengan HbsAg positif
terdapat 3,6%. Infeksi VHB pada wanita hamil dapat ditularkan secara
tranplasental dan 20 % dari anak yang terinfeksi melalui jalur ini akan berkembang
menjadi kanker hati primer atau sirosis hepatis pada usia dewasa. Penularan
vertikal VHB di Indonesia sangat tinggi yaitu 45,9%. Di Asia tenggara termasuk
Indonesia, 90% dari bayi yang tertular VHB akan menjadi pengidap VHB kronik.
Diperkirakan 40% diantaranya meninggal karena Sirosis Hati pada saat usia sekitar
40 tahun. (3)
Penularan VHB vertikal ini sebenarnya dapat dicegah dengan vaksinasi
atau pemberian HBIg pada bayi yang dilahirkan. Dengan pencegahan penularan
vertikal ini diharapkan akan menurunkan prevalensi pengidap VHB kronik pada
bayi, menekan penularan VHB horizontal, juga menurunkan prevalensi sirosis hati.
Hal ini sangat sesuai dengan konsep Obstetri saat ini yang tidak hanya mencakup
bagaimana menolong persalinan dengan tujuan melahirkan anak hidup, tetapi juga
menangani masalah kehamilan dan persalinannya sehingga lahir bayi yang sehat.
Dengan demikian berarti menjaga atau meningkatkan kualitas hidup generasi yang
akan datang. (3)

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
I. Sejarah
VHB ditemukan pertama kali tahun 1965 oleh Dr.Blumberg ketika sedang
mempelajari tentang hemophilia. VHB merupakan double stranded DNA a42nm
dari klass Hepadnaviridae. Permukaan paling luar dari membrannya mengandung
antigen yang disebut HBsAg yang bersirkulasi dalam darah sebagai partikel
spheris dan tubuler dengan ukuran 22 nm. Inti paling dalam dari virus mengandung
HBcAg. VHB (partikel dane), antigen inti (HBcAg), dan antigen permukaan
(HBsAg) serta semua jenis antibodi yang bersesuaian dapat dideteksi melalui
berbagai cara pemeriksaan.(4)
II. Penularan dan Gejala Klinik
Masa Inkubasi infeksi hepatitis B adalah 45-180 hari (rata-rata 60-90 hari).
Onset penyakit ini sering tersembunyi dengan gejala klinik yang tergantung usia
penderita. Kasus yang fatal dilaporkan di USA sebesar 0,5-1 %. Sebagian infeksi
akut VHB pada orang dewasa menghasilkan penyembuhan yang sempurna dengan
pengeluaran HBsAg dari darah dan produksi anti HBs yang dapat memberikan
imunitas untuk infeksi berikutnya.
Diperkirakan 2-10 % infeksi VHB menjadi kronis dan sering bersifat
asimptomatik dimana 15-25 % meninggal sebelum munculnya sirosis hepatis atau
kanker hati. Gejala akut dapat berupa mual, muntah, nafsu makan menurun,
demam, nyeri perut dan ikterik.(4)
Gambaran klinis pada hepatitis B kronik dapat bermacam-macam mulai
dari tanpa gejala sampai gejala yang khas. Gejala tersebut secara klinis sering kali
sulit dibedakan apakah seseorang menderita hepatitis kronik persisten (HKP) atau
hepatitis kronik aktif (HKA). Bosch (1980) melaporkan bahwa HKP dan HKA
sangat sulit dibedakan secara klinis. Diagnosis hanya dapat ditegakkan secara
histopatologis.
Dibawah ini grafik gambaran serologik infeksi akut VHB

Gambar 1 Kurva serologik infeksi akut VHB

Konsentrasi VHB dalam berbagai cairan tubuh dapat dibagi dalam 3


kategori yaitu :

konsentrasi tinggi (darah, serum, eksudat luka)

sedang (semen, cairan vagina, saliva)

rendah (urine, feses, keringat, air mata, air susu).


VHB 100 kali lebih infeksius daripada HIV dan paling sering mengenai usia
15-39 tahun. Penularan VHB dapat melalui kontak seksual ( 25 %), parenteral
seperti jarum suntik, dan penularan perinatal melalui kontak darah ibu penderita
kronis dengan membran mukus janin.(4) Secara umum penularan VHB melalui 2
jalur sebagai berikut:
1. Penularan Horizontal
a. Penularan perkutan
Kontak darah dengan penderita HbsAg positif seperti; jarum suntik,
tranfusi darah, akupuntur, tato, tindakan bedah, dan sebagainya.
b. Penularan melalui selaput lendir atau mukosa:
Kontak seksual yang tidak aman baik pervaginal ataupun anal dengan
penderita dengan HbsAg positif.
Melalui oral seks dengan penderita HbsAg positif yaitu melalui saliva
yang sama infeksiusnya dengan cairan alat genital.
2. Penularan vertikal
3

Penularan vertikal yaitu penularan yang terjadi dari seorang ibu hamil yang
menderita hepatitis B akut mapupun persisten kepada bayi yang
dikandungnya/ dilahirkannya.
a. Penularan VHB in-utero yaitu penularan yang terjadi ketika bayi masih
didalam uterus.
Mekanisme terjadinya penularan secara ini sampai sekarang belum
diketahui dengan pasti karena salah satu fungsi dari plasenta ada;ah
proteksi terhadap bakteri atau virus. Barir ini rupanya tidak begitu
efektif bahwa robekan plasenta atau terganggunya barir plasenta
menyebabkan darah ibu dengan partikel Dane masuk ke dalam sirkulasi
bayi akibat kontraksi uterus dan pecahnya vili plasenta karena kontraksi
uterus. VHB diperkirakan telah masuk kedalam peredaran darah bayi
lebih dari 1 minggu sebelum terjadinya persalinan yang memungkinkan
VHB telah mengadakan replikasi di dalam sel hati sehingga
menyebabkan tingginya jumlah partikel VHB. Bayi dikatakan infeksi
in-utero jika dalam 1 bulan post partum (yang merupakan masa
inkubasi terpendek dari infeksi HVB) sudah menunjukkan HbsAg
positif.
b. Penularan perinatal yaitu penularan yang terjadi pada saat persalinan.
Faktor utama yang mempengaruhi frekuensi penularan infeksi secara
perinatal adalah jumlah virion yang terdapat di dalam tubuh ibu.
Sebagian besar ibu dengan HBeAg positif akan menularkan infeksi
VHB vertikal sedangkan pada ibu yang anti HBeAg positif tidak akan
menularkannya. Namun penularan perinatal ini sampai sekarang belum
diketahui dengan pasti bagaimana mekanismenya tetapu terdapat
beberapa teori yang menjelaskan kemungkinan terjadinya penularan ini,
yaitu:
- Melalui lesi kulit bayi pada saat persalinan
- Melalui air ketuban yang tertelan oleh bayi
- Melalui darah ibu yang tertelan bayi
- Melalui konjungtiva mata bayi atau selaput lendir yang lain
c. Penularan post natal yaitu penularan yang terjadi setelah bayi lahir
misalnya melalui ASI yang diduga tercemar oleh VHB lewat luka kecil
dalam mulut bayi. Meskipun sebelum berumur 3 bulan sistem imunitas
bayi belum sempurna demikian juga sistem seleksi usus bayi yang
belum baik tetapi pada beberapa penelitian didapatkan bahwa untuk
4

bisa menularkan infeksi VHB diperlukan konsentrasi VHB yang tinggi


dalam ASI. Berdasarkan hal tersebut peran penularan VHB postnatal
tidak begitu besar apalagi bila bayi telah divaksinasi atau mendapat
imunoglobulin hepatitis B segera setelah lahir.(9)

III. Pengaruh Terhadap Kehamilan dan Bayi


Dilaporkan 10-20 % ibu hamil dengan HBsAg positif yang tidak
mendapatkan imunoprofilaksis menularkan virus pada neonatusnya Dan 90 %
wanita hamil dengan seropositif untuk HBsAg dan HBeAg menularkan virus
secara vertikel kepada janinnya dengan insiden 10 % pada trimester I dan 80-90
% pada trimester III. Adapun faktor predisposisi terjadinya transmisi vertikal
adalah(4) :
1. Titer DNA VHB yang tinggi
2. Lama paparan
3. Pada partus memanjang yaitu lebih dari 9 jam
Sedangkan 90 % janin yang terinfeksi akan menjadi kronis dan mempunyai
resiko kematian akibat sirosis atau kanker hati sebesar 15-25 % pada usia dewasa
nantinya.
Infeksi VHB tidak menunjukkan efek teratogenik tapi mengakibatkan
insiden Berat Badan Lahir Rendah ( BBLR ) dan Prematuritas yang lebih tinggi
diantara ibu hamil yang terkena infeksi akut selama kehamilan. Dalam suatu studi
pada infeksi hepatitis akut pada ibu hamil (tipe B atau non B) menunjukkan tidak
ada pengaruh terhadap kejadian malformasi kongenital, lahir mati atau stillbirth,
abortus, ataupun malnutrisi intrauterine. Pada wanita dengan karier VHB tidak
akan mempengaruhi janinnya, tapi bayi dapat terinfeksi pada saat persalinan (baik
pervaginam maupun perabdominan) atau melalui ASI atau kontak dengan karier
pada tahun pertama dan kedua kehidupannya .Pada bayi yang tidak divaksinasi
dengan ibu karier mempunyai kesempatan sampai 40 % terinfeksi VHB selama 18
bulan pertama kehidupannya dan sampai 40 % menjadi karier jangka panjang
dengan resiko sirosis dan kanker hepar dikemudian harinya.(5)
VHB dapat melalui ASI sehingga wanita yang karier dianjurkan mendapat
Imunoglobulin hepatitis B sebelum bayinya disusui.(5) Penelitian yang dilakukan
Hill JB,dkk (dipublikasikan tahun 2002) di USA mengenai resiko transmisi VHB
5

melalui ASI pada ibu penderita kronis-karier menghasilkan kesimpulan dengan


imunoprofilaksis yang tepat termasuk Ig hepatitis B dengan vaksin VHB akan
menurunkan

resiko

penularan(6).

Sedangkan

penelitian

Wang

JS,

dkk

(dipublikasikan 2003) mengenai resiko dan kegagalan imunoprofilaksis pada


wanita karier yang menyusui bayinya menghasilkan kesimpulan tidak terdapat
perbedaan yang bermakna antara ASI dengan susu botol. Hal ini mengindikasikan
bahwa ASI tidak mempunyai pengaruh negatif dalam merespon anti HBs. (7)
Sedangkan transmisi VHB dari bayi ke bayi selama perawatan sangat rendah.(5)
Ibu hamil yang karier VHB dianjurkan untuk memberikan bayinya
Imunoglobulin Hepatitis B (HBIg) sesegera mungkin setelah lahir dalam waktu 12
jam sebelum disusui untuk pertama kalinya dan sebaiknya vaksinasi VHB
diberikan dalam 7 hari setelah lahir. Imunoglobulin merupakan produk darah yang
diambil dari darah donor yang memberikan imunitas sementara terhadap VHB
sampai vaksinasi VHB memberikan efek. Vaksin hepatitis B kedua diberikan
sekitar 1 bulan kemudian dan vaksinasi ketiga setelah 6 bulan dari vaksinasi
pertama.(5) Penelitian yang dilakukan Lee SD, dkk (dipublikasikan 1988) mengenai
peranan Seksio Sesarea dalam mencegah transmisi VHB dari ibu kejanin
menghasilkan kesimpulan bahwa SC yang dikombinasikan dengan imunisasi
Hepatitis B dianjurkan pada bayi yang ibunya penderita kronis-karier HbsAg
dengan level atau titer DNA-VHB serum yang tinggi.(7)
Tes hepatitis B terhadap HBsAg dianjurkan pada semua wanita hamil pada
saat kunjungan antenatal pertama atau pada wanita yang akan melahirkan tapi
belum pernah diperiksa HbsAg-nya. Lebih dari 90 % wanita ditemukan HbsAg
positif pada skreening rutin yang menjadi karier VHB. Tetapi pemeriksaan rutin
wanita hamil tua untuk skreening tidak dianjurkan kecuali pada kasus-kasus
tertentu seperti pernah menderita hepatitis akut, riwayat tereksposure dengan
hepatitis, atau mempunyai kebiasaan yang beresiko tinggi untuk tertular seperti
penyalahgunaan obat-obatan parenteral selama hamil, maka test HbsAg dapat
dilakukan pada trimester III kehamilan. HbsAg yang positif tanpa IgM anti HBc
menunjukkan infeksi kronis sehingga bayinya harus mendapat HBIg dan vaksin
VHB.(4)
IV. Diagnosis
1. Gejala Klinis
6

Hepatitis kronis umumnya tidak menimbulkan gejala atau tidak menunjukkan


gejala yang khas berupa tidak ada nafsu makan, kelelahan, mual, muntah, nyeri
perut dan ikterus. Bagaimanapun juga anamnesis yang teliti seperti lahir dan
hidup di daerah endemis, keluarganya ada yang sakit hepatitis B akan
membantu dalan penegakan diagnosis hepatitis B kronis.
2. Laboratorium Klinik
Pemeriksaan fungsi hati seperti SGOT dan SGPT akan meningkat yang
menunjukkan terjadi kerusakan dan nekrosis sel hati. Pada kerusakan hepatosit
juga didapatkan Gamma GT meningkat disamping peningkatan bilirubin.
3. Marker serologi Hepatitis B
Marker serology merupakan kunci dalam menegakkan diagnosis hepatitis B.
Marker serologyinfeksi : HBsAg adalah sebagai tanda ada infeksi hepatitis B
dan bila dalam 6 bulan tidak hilang berarti menjadi kronis. IgM anti HBc
adalah salah satu antibodi yang terlihat selama masa akut, sedangkan IgG anti
HBc tetap positif seumur hidup. Marker serologyReplikasi : HBeAg dan HBV
DNA.(8)
4. Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG akan tampak pembesaran hati serta bertambah
densitas gema dari parenkim hati pada hepatitis akut-kronis.

Tabel 1. Pendekatan diagnostik yang disederhanakan pada pasien dengan hepatitis

V. Tatalaksana
Penanganan untuk hepatitis B pada kehamilan adalah sama dengan pada
wanita yang tidak hamil yaitu cukup istirahat, diet tinggi protein dan karbohidrat.
Tetapi bila gejalanya berat maka jumlah protein harus dibatas. Sebagian besar dari
mereka tidak memerlukan perawatan di rumah sakit kecuali terjadi muntah yang
hebat, tidak dapat makan atau menunjukkan tanda-tanda ke arah hepatitis yang
berat. Keadaan yang tidak memerlukan perawatan dirumah sakit perlu diberikan
penjelasan khusus baik ibu maupun bayi yang akan dilahirkan. Hal ini penting
ditekankan karena kehamilan dengan infeksi VHB adalah juga dengan kehamilan
resiko tinggi. Pada saat persalinannya, dibutuhkan kerjasama dengan dokter anak
agar penularan vertikal VHB dapat dicegah dengan pemberian vaksinasi yang
efektif.(9)(10)
Terapi infeksi akut VHB adalah supportif. Terdapat 4 jenis obat dalm
mengobati hepatitis B kronik yaitu interferon (IFN), Pegylated-interferon,
Lamivudin (3TC) dan Adefovir. Obat-obatan ini efektif pada 40-45 % pasien. Jika
infeksi terjadi dalam fase inisial dapat diberikan Imunoglobulin hepatitis B sebagai
profilaksis post-eksposure. Interferon tidak diketahui mempunyai efek samping
terhadap embrio atau fetus. Data yang ada sangat terbatas tapi penggunaan
interferon dalam kehamilan mempunyai resiko yang lebih berat.
Tidak ada data yang mendukung fakta efek teratogenik lamivudin.
Lamivudin telah digunakan pada kehamilan lanjut sebagai usaha mencegah
transmisi perinatal VHB.(1)
8

VI. Pencegahan
Pencegahan infeksi VHB pada kehamilan dan persalinan dibagi menjadi
dua yaitu(9):

a. Pada ibu:
Dari segi kesehatan masyarakat adalah penting bahwa semua wanita
hamil dilakukan skrining HbsAg terutama pada ibu yang beresiko
tinggi mengidap VHB. Wanita hamil dengan HbsAg positif tidak perlu
diberikan vaksinasi karena tidak berguna tetapi rekam medik mereka
9

harus ditandai sehingga dapat dilakukan pencegahan terhadap penularan


horizontal maupun vertikalnya.
Pada wanita hamil yang pasti terpapar VHB harus diberikan HBIg
dengan dosis 0,06 ml/kgBB IM pada lengan kontralateral dosis tunggal
sesegera mungkin dalam jangka waktu 7 hari setelah terpapar kemudian
dilanjutkan dengan serial vaksinasi HB : 7 hari, 1 bulan dan 6 bulan.
b. Pada Bayi
Pencegahan infeksi VHB pada bayi bisa dengan imunisasi aktif,
imunisasi pasif dan gabungan pasif dan aktif.
- Imunisasi aktif
Dilakukan penyuntikan vaksin hepatitis B yang terbuat dari partikel
HbsAg untuk merangsang timbulnya anti-HBs. Dosis yang
dianjurkan adalah 1 ml IM segera setelah lahir, diikuti 0,5 ml IM
-

saat bayi berumur 7 hari kemudian umur 1 bulan dan 6 bulan.


Imunisasi pasif
Dilakukan penyuntikan HBIg 0,5 ml IM segera setelah lahir dan

diulang lagi pada umur 3 bulan dan 6 bulan.


Imunisasi gabungan aktif dan pasif
Dilakukan penyuntikan HBIg 0,5 ml IM dalam 12 jam setelah lahir
kemudian diberi suntikan vaksin hepatitis B 0,5 ml IM pada saat
bayi berumur 7 hari, 1 bulan dan 6 bulan.

Wanita hamil dengan karier VHB dianjurkan memperhatikan hal-hal


sebagai berikut :

Tidak mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan hepatotoksik seperti


asetaminophen

Jangan mendonorkan darah, organ tubuh, jaringan tubuh lain atau semen

Tidak memakai bersama alat-alat yang dapat terkontaminasi darah seperti


sikat gigi,dan sebagainya.

Memberikan informasi pada ahli anak, kebidanan dan laboratorium bahwa


dirinya penderita hepatitis B carier.

Pastikan bayinya mendapatkan HBIg saat lahir, vaksin hepatitis B dalam 1


minggu setelah lahir, 1 bulan dan 6 bulan kemudian.

Konsul teratur kedokter

Periksa fungsi hati.

10

Rekomendasi dari SOGC (The Society Obstetric and Gynaecologic of Canada)


mengenai amniosintesis sebagai berikut(4):

Resiko infeksi VHB pada bayi melalui amniosintesis adalah rendah.


Pengetahuan tentang status antigen HBc pada ibu sangat berharga dalam
konseling tentang resiko penularan melalui amniosintesis.

Untuk wanita yang terinnfeksi dengan VHB, VHC dan HIV yang
memerlukan amniosintesis diusahakan setiap langkah-langkah yang
dilakukan jangan sampai jarumnya mengenai plasenta.

Pilihan persalinan
Cara persalinan juga dapat berpotensi mempengaruhi risiko penularan HBV
perinatal, meskipun penelitian yang berbeda dapat

menghasilkan data yang

berbeda. Suatu penelitian di Cina membandingkan kelahiran spontan vaginam,


ekstraksi vakum atau forseps, dan Caesar bagian dalam hal risiko penularan HBV.
Di total, 301 bayi dari ibu HBsAg-positif dilibatkan dan semua bayi menerima
HBIG pada saat kelahiran dan vaksin hepatitis B segera setelah lahir. Tidak ada
perbedaan dalam tingkat HBsAg positif saat lahir antara 3 kelompok: 8,1%, 7,7%,
dan 9,7% bayi, masing-masing. Sebaliknya, meta-analisis yang termasuk empat
percobaan acak menemukan bahwa operasi Caesar dibandingkan dengan spontan
pervaginam resiko penularan HBV lebih berkurang dari ibu-ke-bayi (10,5% vs
28%).(1)
Pilihan persalinan dengan Seksio sesaria telah diusulkan dalam
menurunkan resiko transmisi VHB dari ibu kejanin. Walaupun dari penelitian para
ahli cara persalinan tidak menunjukkan pengaruh yang bermakna dalam transmisi
VHB dari ibu ke janin yang mendapatkan imunoprofilaksis. ACOG tidak
merekomendasikan SC untuk menurunkan transmisi VHB dari ibu ke janin. Pada
persalinan ibu hamil dengan titer VHB tinggi (> 3,5 pg/ml atau HbeAg positif)
lebih baik SC sebagai pilihan cara persalinan (Surya,1997).(4)
Menyusui
Penularan HBV melalui ASI sering menjadi keprihatinan lain dalam
menghadapi ibu yang HBsAgnya positif. Penelitian sebelumnya melaporkan
HBsAg, HBeAg dan HBV DNA terdeteksi di kolostrum. Titer HBsAg dan HBeAg
11

yang tinggi dapat ditemukan pada ibu dengan HBV DNA yang tinggi di serum, hal
ini menunjukkan bahwa ASI merupakan kendaraan yang penting untuk terjadinya
proses transmisi. Namun, dalam studi populasi dari 69 bayi yang divaksinasi yang
lahir dari ibu carrier, prevalensi HBsAg pada bayi yang diberi ASI adalah 0/101
(0%) dibandingkan 9/268 (3%) yang diberi susu formula khusus untuk bayi.
Meskipun perbedaan ini tidak signifikan, hal ini menyarankan bahwa ASI mungkin
memiliki sifat antivirus karena ditemukannya imunoglobulin dan protein lain
seperti laktoferin didalam ASI, yang mungkin dapat menjelaskan terjadinya
prevalensi HBsAg yang lebih rendah pada bayi yang diberi ASI. Penelitian
sebelumnya juga telah menunjukkan tidak ada peningkatan risiko penularan dalam
hal

menyusui.

Mengingat

beberapa

keuntungan

menyusui,

WHO

merekomendasikan menyusui bayi dari ibu HBsAg-positif bahkan di daerah


endemik dimana vaksinasi HBV mungkin tidak mudah didapatkan. Namun,
masalah ini masih kontroversial dan organisasi seperti American Academy of
Pediatrics menunjukkan bahwa menyusui tidak dihentikan, asalkan bahwa bayi
menerima vaksin HBV dan HBIG. (1)
Terapi Nucleostide selama menyusui tidak direkomendasikan. Tidak
didapatkan data mengenai antivirus lamivudine dan agen lainnya dalam infeksi
HBV mono-infeksi. Satu studi yang membandingkan hematologi bayi dan
toksisitas hati pada ibu yang menggunakan terapi antiretroviral untuk infeksi HIV
melalui ASI tidak menemukan perbedaan signifikan antara ASI dan bayi yang
diberi susu formula. Namun, hingga ada data klinis lebih lanjut tentang keamanan
dari tenofovir dan agen antivirus lainnya selama masa menyusui tersedia,
pegobatan antivirus pada infeksi HBV selama masa menyusui tetap menjadi suatu
kontraindikasi.

VII. Angka Kematian Ibu dan Janin


Meskipun CHB mungkin berhubungan

dengan angka kematian yang

signifikan pada pasien karier kronik yang tidak hamil, infeksi HBV tidak
meningkatkan angka kejadian mortalitas dan morbiditas pada ibu dan janin. Suatu
penelitian besar yang membandingkan 824 ibu yang terkena HBsAg positif
dibandingkan dengan 628 ibu yang HbsAgnya negatif didapatkan tidak adanya
perbedaan persalinan prematur, berat lahir, neonatal jaundice, kelainan kongenital,
12

begitu pula halnya dengan mortalitas selama masa perinatal. (1) Namun, beberapa
case tercontrol terbaru meneliti perbandingan hasil dari 253 ibu hamil pembawa
HbsAg dibandingkan dengan 253 kontrol yang sesuai. Dalam analisis
multivarietas, carier HbsAg memiliki kenaikan resiko daripada DM gestasional,
perdarahan antepartum,dan ancaman akan terjadinya kelahiran prematur. Hal ini
dapat dijelaskan oleh penyakit hati aktif yang berhubungan dengan infeksi HBV
yang terjadi selama kehamilan dalam proporsi pasien yang dilibatkan, yang
mungkin memiliki kecenderungan untuk berkembang menjadi komplikasi dari
obstetrik. Namun, angka kematian tidak berbeda nyata antara kelompok dan studi
lebih lanjut diperlukan untuk menentukan hubungan antara komplikasi CHB dan
ibu dan janin. (1)

13

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama

: Indrayanti

Umur

: 33 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

No. CM

: 1-05-43-36

Alamat `

: Pidie

Pekerjaan

: Pegawai Negeri Sipil

Tanggal Pemeriksaan

: 03-06-2015

3.2 Anamnesa
Keluhan Utama :
Pasien hamil cukup bulan
Keluhan Tambahan :
Pasien memiliki riwayat hepatitis B
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengaku hamil cukup bulan, HPHT tanggal 9 September 2014
dengan TTP 16 Juni 2015. Usia kehamilan 38-39 minggu. Pasien juga mengaku
memiliki riwayat hepatitis B sejak 4 tahun yang lalu (tahun 2011). Sebelum di
diagnosa hepatitis, pasien mengaku tidak ada gejala yang khas seperti keluhan
mual muntah, riwayat mata berwarna kuning, maupun nyeri perut. Namun pasien
mengaku mengalami demam yang tidak turun selama 1 minggu. Setelah itu pasien
memeriksakan dirinya ke dokter ahli penyakit dalam dan pasien diberikan obat dan
mengaku kontrol teratur. Pasien juga kontrol teratur saat hamil ke dokter. Gerak
janin dirasakan pasien aktif (+), keputihan (+), berbau (-), gatal (-), kontraksi (-),
BAB dan BAK dalam batas normal. Tidak terdapat riwayat berganti-ganti
pasangan dan penggunaan jarum suntik.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku menderita penyakit hepatitis B sejak 4 tahun yang lalu.
Pasien sudah berobat kedokter ahli untuk hepatitisnya. DM(-), Hipertensi(-), asma
(-), alergi (-).
14

Riwayat Penyakit Keluarga


Abang kandung pasien menderita hepatitis B. Suami dan anak pertama
pasien sudah memeriksakan diri ke dokter dan hasilnya negatif, riwayat imunisasi/
vaksin (+).
Riwayat Penggunaan Obat
Pasien sering kontrol ANC ke dokter ahli kandungan dan dokter ahli
penyakit dalam untuk hepatitis B. Mengaku sudah mendapatkan obat injeksi dan
tablet dari dokter ahli penyakit dalam untuk hepatitis B namun pasien tidak ingat
nama obatnya.
Riwayat Kontrasepsi :
Pasien menggunakan pil KB
Riwayat Menstruasi
Menarche : usia 14 tahun
Siklus

: 28 hari

Lamanya : 7 hari
Banyaknya : 3 pembalut per hari
Dismenore : Ada
Riwayat Perkawinan
1 kali perkawinan usia 26 tahun
Riwayat Persalinan
1. Anak ke 1, perempuan, usia 6 tahun, BBL 3800 gram, SC letak lintang,
vaksinasi hepatitis B (+).
2. Anak ke 2, hamil saat ini.
3.3 Pemeriksaan Umum dan Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum

: Kompos mentis

Pemeriksaan Umum
Tekanan Darah :130/80 mmHg
Nadi

: 84 x/menit

Suhu

: 36,8 C

Pernafasan

: 20 x/menit

15

Kepala

Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)

Telinga : dalam batas normal

Hidung: Konka nasi inferior dalam batas normal

Mulut : swelling (-), stomatitis (-), leukoplakia (-),

Leher : Fraktur servikal (-), massa (-), pemb. kelenjar getah bening (-),
TVJ R-2 cmH2O

Thoraks
Paru-paru

: simetris, Sf kanan = Sf kiri, sonor (+/+), vesikuler (-/-), ronki (-/-),


wheezing (-/-)

Jantung

:BJ I> BJ II, reguler, bising (-)

Abdomen
Inspeksi

: distensi (-), striae alba(+), spider nevy (-)

Palpasi

: nyeri tekan (-),


leopold 1 TFU=36 cm,
leopold 2 punggung kiri,
leopold 3 presentasi kepala,
leopold 4 belum masuk pintu atas panggul

Perkusi

: Tidak dilakukan

Auskultasi

: tidak dilakukan.

Pemeriksaan dalam : tidak dilakukan


Ekstremitas

Superior
Inferior

: Edema (-), sianosis (-)


: Edema (-), sianosis (-)

16

3.4

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium (3 Juni 2015)


Jenis Pemeriksaan
Darah Lengkap
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Trombosit
Leukosit
Waktu perdarahan
Waktu pembekuan
HBsAg
Hati dan empedu
Bilirubin total
Bilirubin direct
Bilirubin indirect
AST/SGOT
ALT/SGPT
Protein total
Albumin
Globulin
Elektrolit
Natrium(Na)
Kalium (K)
Clorida (Cl)
Ginjal
Ureum
Creatinin
Diabetes
Glukosa Darah Puasa
Glukosa Darah 2Jam PP

Hasil

Nilai Rujukan

Satuan

12,3
36
4,0
210
17,6
4
8
(+)

12,0-15,0
37-47
42-54
150-450
4,5-10,5
1-7
5-15
(-)

g/dL
%
106/mm
10/mm
10/mm
Menit
Menit

0,51
0,28
0,23
18
10
6,7
3,48
3,22

0,3-1,2
<0,52
<31
<34
6,4-8,3
3,5-5,2

mg/dL
mg/dL
mg/dL
U/L
U/L
g/dL
g/dL
g/dL

140
3,7
106

135-145
3,5-4,5
90-110

mmol/L
mmol/L
mmol/L

15
0,41

13-43
0,51-0,95

mg/dL
mg/dL

68
147

60-110
100-140

mg/dL
mg/dL

3.5 Diagnosis
G2P1A0, hamil aterm 38-39 minggu, janin presentasi kepala tunggal hidup
+ BSC 1x a/i letak lintang + Hepatitis B kronik.
3.6 Rencana Tindakan
1. Sectio Caesarea
2. Vaksinasi hepatitis B pada bayi pasca kelahiran <12 jam
4.7 Laporan Pembedahan
Tindakan Sectio Cesarea tanggal 4 Juni 2015
17

1. Pasien dalam posisi supine dengan spinal anastesi


2. Dilakukan tindakan asepsis dengan povidon iodin dan drapping area steril
3. Insisi Pfannenstiel disekitar scar
4. Dinding abdomen di buka lapisan perlapisan
5. Tampak gravid uterus, bebaskan perlengketan
6. Identifikasi bagian bawah uterus
7. Insisi LUS perlahan, tembus perlahan identifikasi bayi
8. Kelahiran bayi perempuan BW 3.800 gram, 48cm, AS 9/10
9. Cairan ketuban bersih
10. Plasenta Implantasi pada posterior corpus. Oleh traksi lembut, plasenta
lahir benar
11. Tidak ada perdarahan dari situs tempat plasenta
12. Kedua tabung dan ovarium dalam batas yang normal
13. Rongga perut dicuci dengan NaCl 0,9% 500 cc
14. Pada eksplorasi, kedua ovarium normal
15. Dinding abdomen ditutup lapis demi lapis
16. Operasi selesai
3.8 Prognosis
Quo Ad Vitam

: dubia ad bonam

Quo Ad Fungsionam : dubia bonam


Quo Ad Sanationam : dubia

18

BAB IV
ANALISA KASUS
Pasien wanita 33 tahun, hamil aterm 38-39 minggu. Pasien mengaku
gerak janin masih dirasakan aktif, kontraksi tidak dikeluhkan oleh pasien. Pasien
memiliki anak pertama perempuan yang lahir dengan operasi sectio cesarea karena
letak lingtang, keputihan dikeluhkan oleh pasien. Pasien memilki riwayat Hepatitis
B sejak 4 tahun yang lalu yang lalu saat abang kandung pasien juga terdiagnosa
hepatitis B. Sebelum didiagnosa hepatitis, tidak ada gejala yang khas seperti
keluhan mual muntah, riwayat mata berwarna kuning, maupun nyeri perut. Namun
pasien mengaku mengalami demam yang tidak turun selama 1 minggu. Tidak
terdapat riwayat berganti-ganti pasangan dan penggunaan jarum suntik. Pasien
sudah melakukan pemeriksaan serologi hepatitis B (HbsAg-positif) serta
mendapatkan injeksi dan obat tablet dari dokter ahli penyakit dalam dan ahli
kandungan kebidanan untuk terapi hepatitis selama kehamilannya. Pemeriksaan
fisik didapatkan leopold 1 36 cm, leopold 2 punggung kiri, leopold 3 presentasi
kepala, leopold 4 belum masuk pintu atas panggul. Pemeriksaan laboratorium
didapatkan HB 12,3 g/dL, HT 36%, leukosit 17,6x103/mm3, trombosit 210, HbsAgpositif, Bilirubin total 0,51 mg/dL, SGOT/SGPT 18/10 U/L.
Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan tanda-tanda kelainan yang
mengarah pada kerusakan hati akibat hepatitis, pemeriksaan leopold menunjukkan
janin sesai dengan usia kehamilan. Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien
adalah dengan dilakukannya operasi Sectio Cesarea. Setelah dilakukan operasi
lahir bayi perempuan dengan Berat badan lahir 3.800 gram dan apgar score 9/10.
Untuk bayi pasien mendapatkan imunisasi pasca kelahiran. Pasien telah
mendapatkan profilaksi obat anti viral hepatitis dari dokter ahli untuk menurunkan
resiko transmisi vertikal. Proses persalinan juga dilakukan dengan cara sectio
cesarea dan bayi mendapatkan vaksin hepatitis B pasca lahir (<12 jam). Tindakan
yang dilakukan pada pasien dan bayi sesuai dengan tahapan persiapan persalinan
pada ibu dengan hepatitis B.
Berdasarkan teori, skrining HBV selama perinatal telah menjadi standar
dalam ANC (perawatan antenatal) untuk mempersiapkan proses kelahiran bayi
dalam mencegah transmisi vertikal kepada bayi yang lahir. Pada ibu dengan HBV,
direkomendasikan terapi antivirus. Lamivudine, telah signifikan mengurangi risiko
19

yang fetal HBV infeksi pada perempuan dengan viral load HBV yang tinggi.
Lamivudin telah digunakan pada kehamilan lanjut sebagai usaha mencegah
transmisi perinatal VHB.
Pilihan persalinan berpotensi mempengaruhi risiko penularan HBV
perinatal, meskipun penelitian yang berbeda dapat menghasilkan data yang
berbeda. Suatu penelitian di Cina membandingkan kelahiran spontan vaginam,
ekstraksi vakum atau forseps, dan Caesar bagian dalam hal risiko penularan HBV.
Total, 301 bayi dari ibu HBsAg-positif dilibatkan dan semua bayi menerima HBIG
pada saat kelahiran dan vaksin hepatitis B segera setelah lahir. Tidak ada perbedaan
dalam tingkat HBsAg positif saat lahir antara 3 kelompok: 8,1%, 7,7%, dan 9,7%
bayi, masing-masing. Sebaliknya, meta-analisis yang termasuk empat percobaan
acak menemukan bahwa operasi Caesar dibandingkan dengan spontan pervaginam
resiko penularan HBV lebih berkurang dari ibu-ke-bayi (10,5% vs 28%). Sampai
saat ini pemahaman yang dipakai adalah mengurangi paparan bayi pada darah
kontaminasi ibu, lapisan ketuban yang pecah dan lamanya bayi tertahan jika proses
pervaginam dilakukan.
Penatalaksanaan post partum pada ibu hamil dengan VHB dianjurkan untuk
memberikan bayinya Imunoglobulin Hepatitis B (HBIg) sesegera mungkin setelah
lahir dalam waktu 12 jam sebelum disusui untuk pertama kalinya dan sebaiknya
vaksinasi VHB diberikan dalam 7 hari setelah lahir. Imunoglobulin merupakan
produk darah yang diambil dari darah donor yang memberikan imunitas sementara
terhadap VHB sampai vaksinasi VHB memberikan efek. Vaksin hepatitis B kedua
diberikan sekitar 1 bulan kemudian dan vaksinasi ketiga setelah 6 bulan dari
vaksinasi pertama.(10) Pemberian vaksin dan imunoproflaksi pada bayi post partum
tidak hanya menurunkan resiko transmisi vertikal, namun menurunkan resiko
perinatal transmisi yang terjadi pada bayi yang mendapatkan ASI. Meskipun HBV
hadir dalam ASI, WHO merekomendasikan menyusui bayi dari ibu HBsAg-positif
bahkan di daerah endemik dimana vaksinasi HBV mungkin tidak mudah
didapatkan. Namun, masalah ini masih kontroversial dan organisasi seperti
American Academy of Pediatrics menunjukkan bahwa menyusui tidak dihentikan,
asalkan bahwa bayi menerima vaksin HBV dan HBIG.

20

BAB V
KESIMPULAN
1. Infeksi VHB dalam kehamilan tidak bersifat teratogenik tapi mempunyai
resiko transmisi vertikal yang nantinya dapat menjadi pengidap hepatitis
kronis dengan kemungkinan terjadinya kanker hati primer atau sirosis
hepatis setelah dewasa.
2. Pada kasus pasien dengan infeksi hepatitis B yang kronis sebenarnya tidak
disarankan untuk melahirkan secara pervaginam. Pilihan persalinan dengan
Seksio sesaria telah diusulkan dalam menurunkan resiko transmisi VHB
dari ibu kejanin meskipun penelitian yang berbeda dapat menghasilkan data
yang berbeda.
3. Ibu hamil yang karier VHB dianjurkan untuk memberikan bayinya
Imunoglobulin Hepatitis B (HBIg) sesegera mungkin setelah lahir dalam
waktu 12 jam sebelum disusui untuk pertama kalinya dan sebaiknya
vaksinasi VHB diberikan dalam 7 hari setelah lahir.
4. Sampai saat ini belum ada penelitian yang mendukung VHB dapat
ditularkan melalui ASI.

21

DAFTAR PUSTAKA
1. Yogeswaran K and Fung SK. 2011. Chronic hepatitis B in pregnancy:
unique challenges and opportunities. The Korean Journal of Hepatology
Vol. 17(1):1-8.
2. Putu Surya IG. Infeksi Virus Heptitis Pada Kehamilan. Ilmu Kedokteran
Fetomaternal.

Ed.perdana.

Himpunan

Kedokteran

Fetomaternal

POGI.2004.
3. Surya IGP. 1999. Penularan Virus Hepatitis B vertikal. In : Pelatihan
pencegahan infeksi virus hepatitis B. Denpasar : SMF Obstetri dan
Ginekologi FK Unud.
4. National Centre For Infectious Disease. Hepatitis B Virus. Division of Viral
Hepatitis. Last update June 9,2015. diakses dari http://www.CDC.com.
5. Birth Net Australia 2. Hepatitis During Pregnancy;2004. diakses dari
http://www. Birth.com.au
6. Hill JB, Sheffeld JS. Risk of Hepatitis B Transmission in Breast-Fed Infants
of Chronic Hepatitis B Carriers. in Obstetric and Gynecologic Journal.2002
Juni;99(6):1049-52. diakses dari http://www.green journal.org.
7. Wang JS, Zhu QR, Wang XH. Breast Feeding Does not Pose Any
Additional Risk of Imunoprophylaxis Failure on Infants of HBV Carriers
Mothers. Int J Clin Pract.2003 March;57(2):100-2. diakses dari http://www.
Pub.Med.gov.
8. World Health Organization. Guidelines for the prevention, care and
treatment of person with chronic hepatitis B infection. World Health
Organization. 2015 March.
9. Surya IGP. Pencegahan penularan vertikal virus hepatitis B sebagai upaya
partisipatif meningkatkan kualitas hidup generasi yang akan datang. Maj
Obstetri Ginekologi Indonesia. 1999;23:13-22
10. Cohen M. Viral Hepatitis. In : Quenan JT. Ed. Management of high risk
pregnancy. New York: Blackwell Scientific Publ; 1994.p.334-43

22

You might also like