Professional Documents
Culture Documents
membingkai kerangka teori untuk menjelaskan suatu fenomena. Paper ini akan
terdiri delapan bagian yaitu Pengantar, Implementasi Kebijakan: Sebuah Konsep,
Tiga Generasi Studi Bidang Implementasi, Perspektif
dalam Perspektif
yang kesemuanya
fokus pada area antara tujuan kebijakan dengan hasil kebijakan seperti
dikemukakan oleh Mazmanian and Sabatier (1983), Ferman (1990), and OToole
(1995). Anderson (dalam Tachan, 2008: 30) mengungkapkan bahwa dalam proses
kebijakan publik,
praktis dan dibedakan dari formulasi kebijakan yang dapat dipandang sebagai
tahapan yang bersifat teoritis. Kemudian Edward III (dalam Tachan, 2008: 30)
mengemukakakan bahwa :Policy implementation, is the stage of policy making
between the establishment of a policy and the consequences of the policy for the
people
whom
it
affects.
Sedangkan
Grindle
(dalam
Tachan,
2008:
30)
lalu
diikuti
dengan
pencarian
dan
pemilihan
alternatif
cara
Kebijakan Publik
Kebijakan
Publik
Penjelas
Program
Proyek
Kegiatan
Pemanfatan
(beneficiarie
s)
Kebijakan publik dalam bentuk undang-undang atau peraturan daerah adalah
jenis kebijakan publik yang memerlukan kebijakan penjelas atau yang sering
diistilahkan dengan peraturan pelaksanan. Kebijakan publik yang bisa langsung
operasional antara lain Keppres, Inpres, Kepmen, Keputusan Kepala Daerah,
Keputusan Kepala Dinas.
Studi implementasi dimulai dari fakta bahwa adopsi formal tujuan kebijakan tidak
secara otomatis menyediakan arahan apa yang harus dilakukan untuk mencapai
tujuan. Seperti menurut Mazmanian dan Sabatier, 2009, Knowing the [policy]
objectives . . . [gives] only a general hint of what will actually be done by the agency
responsible for carrying out the program and how successful it will be at winning the
cooperation and compliance of the persons affected by it (1983, 45).
Tujuan
kebijakan hanya memberi arahan umum apa yang sesungguhnya dilakukan oleh
instansi yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan program dan kesuksesan
adalah
bagaimana
memenangkan
kerjasama
dan
kepatuhan
pelaksana.
Pertanyaan kunci studi implementasi yang diajukan oleh Mazmanian dan Sabatier
cenderung mirip dengan perhatian pada proses evaluasi yaitu Apakah outcome
dapat berbeda? Dapatkah kita belajar dari pengalaman dan menghindari problem
yang sama dalam mendesain program publik yang akan datang?
Implementasi kebijakan menghubungkan antara tujuan kebijakan dan realisasinya
dengan hasil kegiatan pemerintah. Hal ini sesuai dengan pandangan Van Meter
dan Horn (Grindle, 1980: 6) bahwa tugas implementasi adalah membangun
jaringan yang memungkinkan tujuan kebijakan publik direalisasikan melalui
secara
natural.
Memahami
persis
apa
yang
telah
dilakukan
akan
tidak dapat) tercapai adalah sangat penting. Jika kebijakan berhasil akan
direplikasikan
ditinggalkan. Implementasi kebijakan adalah hal yang paling berat, karena dalam
implementasi akan ditemukan banyak permasalahan yang tidak dijumpai dalam
konsep.
rintangan utama untuk implementasi yang efektif. Hanya karena semua pihak
mendukung tujuan kebijakan yang sama, tidak berarti bahwa mereka menyepakati
cara terbaik untuk mencapai tujuan tersebut.
Secara umum dalam generasi pertama ini mengemukaan mengenai: (1) mengelola
pergeseran fokus dari sebuah rencana menjadi suatu aturan dan bagaimana
aturan menjadi program; (2) menggambarkan kompleksitas dan dinamika sifat dari
mengenai
kecenderungan,
dan
telentatalenta,
hubungan/
motivasimotivasi,
relasi
antar
personal
kecenderungan
termasuk
pola
komunikasinya.
Generasi kedua studi implementasi, memahami bahwa implementasi adalah hal
yang
kompleks,
berkembang
pada
tahun
1980an
adalah
generasi
yang
downer perspective). Perspektif ini lebih fokus pada tugas birokrasi untuk
melaksanakan kebijakan yang telah diputuskan secara politik. Para ilmuwan sosial
yang mengembangkan pendekatan ini antara lain adalah Daniel Mazmanian dan
Paul Sabatier (1983). Pada saat yang sama juga muncul pendekatan bottom
upper yang dikembangkan oleh Michael Lipsky (1971, 1980) dan Benny Hjern
(1982, 1983).
Generation.
Dalam
generasi
ketiga
terebut
lebih
ditekankan
pada
pendekatan
metode
penelitian
dengan
adanya
variabel
birokrasi atau pelaksana dan struktur organisasi, termasuk tata aliran kerja
birokrasi. Empat faktor tersebut menjadi kriteria penting dalam implementasi
suatu kebijakan.
Komunikasi suatu program hanya dapat dilaksanakan dengan baik apabila jelas
bagi para pelaksana. Hal ini menyangkut proses penyampaian informasi, kejelasan
informasi dan konsistensi informasi yang disampaikan. Sumber daya, meliputi
empat komponen yaitu staf yang cukup (jumlah dan mutu), informasi yang
dibutuhkan guna
yang
cukup guna
melaksanakan tugas atau tanggung jawab dan fasilitas yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan. Disposisi atau sikap pelaksana merupakan komitmen pelaksana
terhadap program. Struktur birokrasi didasarkan pada
standard operating
kabijakan
(Ripley
&
Franklin,
1986:
11).
Pendekatan
ini
yang dalam
kondisi awal dapat dipenuhi, akan tetapi implementasi bukan dimaksudkan untuk
menciptakan kondisikondisi awal tersebut. Legislasi harus memiliki komitmen
dalam
memberikan
persetujuan
dan
pendanaan
sebelum
pelaksanaan
tersebut.
Fase
Keputusan
Fase
Pelaksanaan
Sukses dilaksanakan
Keputusa
n
kebijakan
Isu
Dalam
Perkuat
Agend
a
Institusi
Kebijakan
Tidak ada
kebijakan
Gagal
Tidak
Tingkatkan
kemauan
politik
ketika
kebijakan
publik
dianggap
kurang
memenuhi
harapan
dipaparkan
mengenai
fenomena
terkait
dengan
program
Bantuan
kepada
kabupaten/kota.
Tentang Program BPPMDGS
Pada Tahun 2010, Pemerintah Propinsi Jawa Timur meluncurkan program
Bantuan Penyelenggaraan Pendidikan Madrasah Diniyah dan Guru Swasta
10
wustho. Alokasinya, setiap siswa Madrasah Diniyah Ula (jenjang dasar) menerima
bantuan sebesar Rp 15.000/bulan, sedang Madrasah Diniyah Wustho (jenjang
menengah) setiap siswa menerima Rp 25.000/bulan, sementara guru madrasah
diniyah menerima Rp 300.000/bulan.
mendapatkan
sorotan
media.
Harian
Bhirawa
(Februari
2011),
Sementara itu
(BOSDA)
dari
perintah
Provinsi
Kabupaten
Jawa
Timur
yang
11
pendamping
dari
alokasi
anggaran
untuk
pendidikan
formal.
Dari
sisi
12
karitatif
menunjukkan bahwa
adalah siswa sekolah formal, yang sebagian besar berasal dari jenjang
SD/MI.
Berangkat
dari
kondisi
faktual
yang
terjadi
di
lapangan
dan
persepsi
fenomena
yang
ada
dengan
bingkai
konsep
dan
teori-teori
implementasi kebijakan.
13
bantuan biaya
kebijakan
14
pada akhirnya hasil tidak jelas. moving money somehow, somewhere, and fast,
even at the price of programmatic objectives, is the characteristic strategy of virtually
every government agency that channels grants to other levels of government or to
nonprofit institutions (1977, 72). ..adalah katrakteristik strategi dihampir semua
instansi pemerintah yang menyalurkan hibah ke instansi pemerintah yang lebih
rendah atau ke lembaga non profit. Penyelenggara madrasah diniyah, dalam hal ini
adalah konstituen yang mendapatkan janji politik gubernur pada saat kampanye
paling tidak melihat realisasi janji tersebut. Bahwa mungkin hasil akhir tidak jelas,
tidak menjadi permasalahan. Ketidakjelasan tujuan juga muncul dari hasil FGD
yang telah dijelaskan. Diatas sudah dibahas bahwa tujuan utama bantuan adalah
untuk menyetarakan mutu madrasah diniyah dengan mutu pendidikan umum.
Dalam konteks bahwa 98% murid madrasah diniyah sudah bersekolah formal,
muncul pertanyaan besar, perlukan penyetaraan madrasah diniyah dengan
pendidikan umum?
Disamping Bardach, fenomena bahwa kebijakan lebih banyak mempertimbangkan
kepentingan politik juga dapat dijelaskan oleh perpsektik ilmu politik disamping
administrasi publik yang dikemukakan oleh Mazmanian dan Sabatier (1983: 5).
Dijelaskan bahwa agen administrasi publik tidak hanya dipengaruhi oleh mandat
resmi, tetapi juga oleh tekanan dari kelompok kepentingan, anggota lembaga
legislatif dan berbagai faktor dalam lingkungan politis. Hal ini juga dapat
digunakna untukmenjelaskan mengapa terdapat kabupaten/kota yang terkesan
lamban dalam merespon bantuan dari pemerintah yang lebih tinggi ini, semisal
Kabupaten Tuban. Faktor politik pula yang menyebabkan Bupati Tuban, yang
mempunyai afiliasi politik berbeda dengan gubernur,
menolak
bantuan
provinsi.
Menggunakan
pendekatan
kepatuhan
dan
apa yang diperintahkan oleh atasan atau dalam hal ini pemerintah yang lebih
15
model
linier
di
tingkat
organisasi
hanya
bertugas
untuk
melaksanakan
proses
untuk
dana
pendamping,
keterbatasan
staf
operasional
untuk
optimal. Kondisi ini lah yang kemudian meunculkan berbagai persepsi negatif
16
tentang BPPMDGS seperti tertuang dalam hasil diskusi kelompok terfokus seperti
telah dibahas di dalam bab sebelumnya.
Hasil studi Pressman dan Wildavsky (1973) menguatkan hal ini, bahwa masingmasing agen pemerintah mempunyai perspektif masing-masing, bukan hanya pada
bagaimana
sesuatu
harus
berjalan,
tetapi
juga
pada
siapa
yang
harus
dan
Kemenag
Kabupaten/Kota)
meskipun
masih
dijenjang
pemerintahan yang sama mungkin juga memiliki prioritas yang berbeda. Ketika
secara umum mereka menyetujujui manfaat dari tujuan kebijakan, mungkin
mereka mempunyai prioritas tujuan yang berbeda. Dinas Pendidikan, dalam hal
ini tentunya mempunyai fokus dan prioritas pada sekolah yang menjadi
kewenangannya. Ketika harus mengalokasikan dana pendamping untuk BPPMDGS
yang targetnya adalah madrasah (non formal) diniyah, yang notabene di bawah
Kemenag, disini mulai terjadi tarik ulur kepentingan yang tidak mudah.
Penutup
Dalam proses kebijakan publik, implementasi kebijakan merupakan hal yang
krusial. Berbagai pendekatan, model dan teori implementasi kebijakan telah
dikembangkan, diharapkan dapat menjadi arahan baik bagi perumus kebijakan
maupun implementator kebijakan. Kerangka teori yang ada saat ini juga dapat
digunakan untuk menjelaskan fenomena yang ada, dalam hal ini kendala yang
ditemui dalam implementasi BPPMDGS. Dengan menggunakan kerangka teori
yang ada, terlihat bahwa perlu pembenahan dalam implementasi kebijakan
BPPMDGS. Karena menyangkut banyak instansi yang terlibat, pendekatan model
interaktif lebih tepat untuk dilakukan karena memungkinkan keterlibatan dari
pihak-pihak yang terkait, mulai dari perumusan sampai dengan implementasi
program.
Daftar Rujukan
17
18