You are on page 1of 3

ANTIEMETIK

Fisiologi Muntah
Mual dan muntah sering merupakan manifestasi dari berbagai keadaan, termasuk
kehamilan, mabuk perjalanan, obstruksi saluran cerna, ulkus peptikum, keracunan, efek
samping penggunaan kemoterapi Ca, infrak miokard, gagal ginjal, dan hepatitis.
Tujuan fisiologik mual adalah untuk menghalangi masuknya makanan, dan muntah
berarti mengeluarkan makanan atau zat-zat toksik lain yang ada di saluran makanan bagian
atas.

Obat obat antiemetic


Antihistamin Antiemetik
Obat yang termasuk antihistamin anitemetik adalah difenhidramin hidroklorid,
buklizin hidroklorid, siklizin hidroklorid, hidroksizin hidroklorid, hidroksizin pamoat,
meklizin hidrokloroid, ondransetron, dan trimetobenzamid hidroklorid.
Farmakodinamik
Mekanisme kerja yang sesungguhnya untuk menghasilkan efek antiemetic
antihistamin masih belum diketahui dengan jelas. Telah terbukti bahwa antihistamin
memblok stimulasi perifer (yang berasal dari perifer) pusat muntah.
Oleh karena itu ,antihistamin ini paling efektif untuk pengobatan dan pencegahan
muntah pada mabuk perjalanan ( motion sickness) dan disfungsi telinga bagian dalam
seperti terlihat pada sindrom meniere, labirintitis, dan ototoksisitas strepomisin.
Dimehidrinat, difenhidramin, dan meklizin hidroklorid adalah 3 anihistamin utama
yang digunakan untuk pencegahan mual akibat stimulasi telinga dalam. Tiap obat
menimbulkan berbagai derajat kantuk. Karena mulai kerjanya lebih lambat, meklizin
harus diberikan paling lambat 1 jam sebelum efek yang diharapkan ( sebelum
keberangkatan). Selain mengantuk, meklizin juga dapat menimbulkan efek samping
pandangan kabur, mulut kering an kelelahan (fatique).
Farmakokinetik
Antiemetik antihistamin yang diberikan per oral diabsorpsi dengan baik melalui
saluran cerna, dimetabolis, terutama oleh hati. Metabolit yang inaktif diekskresi ke
dalam urine. Obat ini mulai bekerja biasanya dalam 40 menit setelah pemberian per oral.
Ondasetron mulai bekerja pada pemberian IV dan mempunyai mulai kerja yang cepat,
sedangkan terimetobenzamid mulai bekerja setelah 15 35 menit pada pemeberian IM.
Efek puncak obat ini dicapai dalam 1-2 jam dan berakhir setelah 6 jam. Beberapa
antihistamin antiemetic memiliki masa kerja yang lebih lama, misalnya hidroksizin dan
meklizin memiliki masa kerja sampai 24 jam.

Interaksi obat
Antiemetik dapat menghasilkan efek adiktif jika berinteraksi dengan obat-obat lain
yang juga mempunyai efek antikolinergik.
Efek Samping
Efek samping antiemetic dapat berupa mengantuk. Kegelisahan, insomnia, eforia
sampai tremor, bahkan dapat terjadi kejang. Efek samping antiemetic antihistamin lain
pada SSP adalah pusing, sakit kepala, dan kelesuan/kelemahan.
Efek samping yang berkaitan dengan antiemetic fenotiazin adalah konfusi, ansietas,
eforia, agitasi, depresi, sakit kepala, imsomnia, gelisah, dan kelelahan ( weakness).
Efek antikolinergik dalam antiemetic dapat menimbulkan konstipasi mulut dan
tenggorokan kering, disuria, retensi urine, impoten, gangguan pendengaran, dan
penglihatan.
Antiemetik antihistamin sendiri dapat menyebabkan mual ringan, rasa tidak enak di
ulu hati ( epigastric distress ) , atau anoreksia. Hipotensi dan hipotensi ortostatik dengan
takikardi, sinkop,dan mengantuk sering ditemukan sebagai efek samping antiemetic
fenotiazin
Fenotiazin
Golongan

fenotiazin

seperti

proklorperazim,

prometazim,

tietilperazin

dan

trimetobenzamid bekerja pada CTZ dengan cara menghambat transmisi dopaminergik di


SSP. Obat-obat ini juga mengurangi muntah yang disebabkan iritan-iritan lambung, dan
menunjukkan bahwa obat-obat ini menghambat stimulasi pagal perifer dan aperen
siimpatetik
Efek Samping
Sedasi akan sering di temukan pada pemakaian obat ini, hipotensi ortostatik, hepatitis
kolestatik dan diskrasia darah.
Obat Lain dengan Efek Antiemetik
Kortikosteroid, seperti deksametason dan metilprednisolon dapat menghambat
muntah yang disebabkan oleh penggunaan kemoterapi kanker. Mekanisme efek ini tidak
diketahui. Pasien yang menggunakan kortikosteroid dapat mengalami efek samping
berupa letargi, kelemahan, retensi cairan, dan ruam pada daerah muka.
Haloporidol dan Droperidol memblok stimulasi CTZ. Kedua obat ini dapat lebih
efektif dari penotiazin dalam pengobatan mual yang disebabkan kemoterapi.
Efek samping utama: reaksi ektrapiramidal, sedasi, dan hipotensi.
ANTIDIARE, ADSORBEN, DIGESTAN, DAN OBAT SALURAN CERNA LAINNYA
Obat obat Antidiare
Dua macam antidiare yang paling sering diresepkan adalah difenoksilat ( dengan
atropine ), analog lemak dari niperidin dan noperamid, yang secara kimia berhubungan

dengan haloperidol. Difenoksin adalah metabolit aktif difenoksilat dan tersedia sebagai obat
yang diresepkan. Mekanisme kerjanya pada usus mirip dengan opioid, yaitu bekerja dengan
menghambat pembebasan asetilkolin melalui reseptor prasinaktif dalam system saraf enteric.
Loperamid tidak dapat melalui sawar darah otak sehingga efek sedasinya lemah dan kurang
menimbulkan adiksi dibandingkan fenoksilad. Adsorben, seperti kaolin dan Pektin digunakan
secara luas kerjanya adalah melalui kemampuannya untuk mengabsorpsi senyawa dalam
larutan yang agaknya potensial berikatan dengan toksin
Adsorben dan Protektif Gastrointestinal
Protektif gastrointestinal dan Adsorben yang utama adalah Magnesium trisilikat, alumunium
hidroksid, karbon aktif, kaolin dan pectin. Penggunaan obat ini per oral dapat menyerap
bakteri, toksin dan gas, namun adsorbs ini tidak spesifik sehingga juga dapat mengadsorpsi
obat,nutrient, dan enzim dalam saluran cerna.

Magnesium trisilikat adalah antacid yang relatif lemah dan efektif sebagai intestinal

adsorben.
Beberapa senyawa alumunium, seperti alumunium hidroksid gel, dried alumunium

hydroxide gel dan alumunium fosfat gel digunakan sebagai adsorben.


Karbon aktif berupa zat tidak berbau dan tidak berasa, merupakan residu dari distilasi

destruktif berbagai bahan organic untuk meningkatkan kekuatan adsorpsinya.

You might also like