You are on page 1of 46

MODUL KETERAMPILAN KLINIK

BLOK SISTEM SPECIAL SENSE

PENYUSUN :
Adril Arsyad Hakim
Emir Taris Pasaribu
Ronald Sitohang
Hasanul Arifin
M Fidel Ganis S
Cut Aria Arina
Hidayat S
Yoan Carolina P
Maya Savira
Taufik Sungkar
Devira Zahara
Masitha Dewi Sari
T. Siti Hajar Haryuna

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2014
0

MODUL CLINICAL SKILLS LAB BLOK SISTEM SPECIAL SENSE


I.

PENDAHULUAN
Sesuai dengan pemetaan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi FK USU,
kegiatan Clinical Sklills Lab untuk mahasiswa semester 5 dilaksanakan pada blok
Sistem Genitourinary, Sistem Gastro Intestinal dan Sistem Special Sense.
Salah satu keterampilan klinik yang menjadi kompetensi seorang dokter
sesuai dengan Standar Kompotensi Dokter Indonesia (SKDI) adalah keterampilan
klinik yang akan diajarkan pada blok Sistem Special Sense ini. Kepada mahasiswa
semester 5 akan diajarkan enam (6) jenis keterampilan klinis pada blok Sistem
Special Sense. Keterampilan klinik yang akan diajarkan pada mahasiswa adalah
keterampilan untuk melakukan :
1. History taking Penyakit Mata yang berhubungan dengan penurunan
ketajaman penglihatan.
2. Pemeriksaan Visus
3. History taking Penyakit yang berhubungan dengan THT
4. Pemeriksaan Saraf Kranialis
5. Pemeriksaan fisik telinga, hidung, rongga mulut, faring dan laring
6. Pemeriksaan fisik leher
II. TUJUAN
1.

TUJUAN UMUM
Setelah mengikuti kegiatan skills lab pada blok Sistem Special Sense ini,
mahasiswa dapat terampil melakukan history taking penyakit yang berhubungan
dengan penurunan ketajaman penglihatan, pemeriksaan visus, pemeriksaan saraf
kranialis, history taking penyakit THT, pemeriksaan fisik telinga, hidung, rongga
mulut, faring dan laring dan pemeriksaan fisik leher.
2. TUJUAN KHUSUS
2.1.Mahasiswa mampu melakukan history taking penyakit yang berhubungan
dengan penurunan ketajaman penglihatan.
2.2. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan visus
2.3.Mahasiswa mampu melakukan history taking penyakit yang berhubungan
penyakit THT
2.4. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan saraf kranialis
2.5.Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik telinga, hidung, rongga
mulut, faring dan laring.
2.6 Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik leher.

SL.V. SSS.1- SL 1
KOMUNIKASI DOKTER-PASIEN MENGENAI PENYAKIT MATA
YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENURUNAN TAJAM
PENGLIHATAN
I. PENDAHULUAN
Pada minggu ini mahasiswa dilatih untuk melakukan keterampilan
komunikasi dokter-pasien untuk penyakit mata yang berhubungan dengan
penurunan tajam penglihatan.
Seorang dokter harus mampu mengelaborasi keterangan penderita yang paling
signifikan untuk ditetapkan sebagai keluhan utama.Ada beberapa pertanyaan yang
harus diingat pada komunikasi dokter dan pasien dalam mengelaborasi keluhan
penderita agar hasilnya sesuai dengan yang diharapkan.
Pertanyaan tesebut meliputi :
- Onset
- Location(lokasi)
- Duration(durasi)
- Character(karakter)
- Aggravating/Alleviating Factors(Faktor-faktor yang memperparah atau
mengurangi gejala)
- Radiation(penyebaran)
- Timing(waktu)
Kata-kata tersebut dapat disingkat sehingga mudah dingar yaitu:OLD CARTS
atau:
- Onset
- Palliating/Provokating Factors (Faktor0faktor yang mengurangi atau
memprovokasi gejala)
- Quality(kualitas)
- Radiation(Penyebaran)
- Site(Lokasi)
- Timing(Waktu)
Kata-kata tersebut dapat disingkat menjadi OPQRST
Tujuh pertanyaan yang berkaitan dengan gejala penderita:
1.Lokasi.Dimana lokasinya?Apakah menyebar?
2.Kwalitas.Seperti apa keluhan tersebut?
3.Kwantitas atau Keparahan.Seberapa parah keluhan tersebut?
4.Waktu.Kapan keluhan mulai dirasakan?Berapa lama keluhan tersebut
berlangsung?Seberapa sering keluhan tersebut muncul?
5.Keadaan/situasi saat serangan berlangsung.Termasuk faktor lingkungan,
aktifitas,emosi,atau keadaan lain yang mungkin dapat mempengaruhi
penyakit
6.Faktor-faktor yang menyebabkan remisi atau eksaserbasi.Apakah ada
hal-hal yang membuat gejala membaik atau semakin parah
7.Manifestasi lain yang berhubungan dengan gejala.Apakah penderita
merasakan hal-hal lain yang menyertai serangan?

II. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN


Waktu

Aktifitas Belajar mengajar

Keterangan

20 menit

Introduksi pada kelas besar (tdd 45 mahasiswa)


Narasumber
- Penjelasan narasumber tentang anamnese keluhan
utama & keluhan tambahan pada penderita dengan
penurunan tajam penglihatan (10 menit)
- Pemutaran film tentang cara anamnese penderita
dengan penurunan tajam penglihatan (5 menit)
- Tanya jawab singkat hal yang belum jelas dari
penjelasan dan film yang diputar (5 menit)

10 menit

Demonstrasi pada kelas besar


Narasumber memperlihatkan tata cara komunikasi
dokter pasien pada penderita dengan penurunan
tajam penglihatan

Narasumber

Tahap I : Perkenalan, Anamnesa Pribadi &


Observasi
- Ketika pasien masuk ke ruang periksa, dokter
menyambut dengan ramah dan senyum, kemudian
memperkenalkan diri.
-Menanyakan identitas pasien, nama, umur, alamat,
sambil mencocokkan dengan data rekam medis.
-Perhatikan penampilan wajah, pandangan mata,
komunikasi, cara berbicara & interaksi dengan
lingkungan. Perhatikan pendamping
yang
menyertai pasien, interaksi
pasien dengan
pendamping
Tahap II : Anamnesa penyakit
Menanyakan keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit sebelumnya yang
berhubungan dengan penyakit sekarang, riwayat
penyakit dalam keluarga,riwayat trauma, riwayat,
tempat berobat sebelumnya, riwayat memakai kaca
mata, riwayat pemakaian obat sebelumya, riwayat
trauma (terjatuh atau terbentur).
Tahap III:Menanyakan riwayat sosio-ekonomi,
riwayat nutrisi, riwayat kebiasaan (menonton tv jarak
dekat)
20 menit

Coaching oleh instruktur:


- Mahasiswa dibagi menjadi 5 kelompok kecil (1

Instruktur
Mahasiswa
3

90 menit

kelompok tdd 9 mahasiswa).


- Tiap kelompok kecil memiliki 1 instruktur
- Mahasiswa melakukan simulasi secara bergantian
(2-3 orang mahasiswa) dengan dibimbing oleh
instruktur.
- Kepada mahasiswa diberikan 1 kasus simulasi.
- Pasien simulasi akan diperankan oleh sesama
mahasiswa
Self practice : Mahasiswa melakukan anamnesa Mahasiswa
sendiri secara bergantian masing-masing selama 10 Instruktur
menit. Mahasiswa diberikan 1 kasus dan mencatat
hal-hal yang penting dari anamnesis dan
menyimpulkannya.
Instruktur memberikan penilaian pada lembar
pengamatan.
Diskusi Akhir :
Instruktur memberikan kesimpulan dari kasus
simulasi.

III.TUJUAN KEGIATAN
III.1. TUJUAN UMUM
Setelah selesai latihan ini mahasiswa diharapkan dapat meningkatkan
keterampilan history taking dengan menggunakan tekhnik komunikasi yang benar
pada pasien
III.2. TUJUAN KHUSUS
1. Mahasiswa mampu menemukan keluhan utama dan keluhan tambahan
2. Mahasiswa mampu menguraikan penyakit secara deskriptif dan kronologis
3. Mahasiswa mendapatkan riwayat penyakit yang berhubungan dengan
penyakit dalam keluarga
4. Mahasiswa mengetahui tentang adanya riwayat trauma, riwayat penyakit
sistemik, riwayat kelahiran, nutrisi.
5. Mahasiswa mampu menerapkan dasar tekhnik komunikasi dan berperilaku
yang sesuai dengan sosio-budaya pasien dalam hubungan dokter pasien
IV. Waktu pelaksanaan
- Setiap kegiatan skills lab dilaksanakan selama 150 menit
- Disesuaikan dengan jadwal skills lab blok spesial senses
- Tempat pelaksanaan
- Ruang skills lab FK-USU
Sarana yang diperlukan
Alat audiovisual
Materi audiovisual
Pensil/pulpen
Formulir anamnese
V. RUJUKAN
4

1.Vaughan D, 2000,Oftalmologi Umum ,Edisi 14,hal 30-32


2..Lee A david,1999,Clinical Guide to Comprehensive Ophthalmology,hal1-4
3.American Academy of Ophthalmology,2002-2003,Fundamentals,Section 2
4.Ilyas Sidarta,2001, Dasar Tekhnik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata
VI. KASUS SIMULASI
1. Penglihatan kabur bila melihat jauh
A, laki-laki,16 thn,datang ke poliklinik mata dengan keluhan kabur bila
melihat jauh sejak 6 bulan ini.Sebelumnya A sudah pernah berobat ke
puskesmas dan diberi vit A.
Tugas: lakukan komunikasi dokter-pasien yangberhubungan sesuain
dengan formulir anamnese dan faktor penyebab yang mungkin
berhubungan dengan penglihatan kabur bila melihat jauh.
VI.Lembar Pengamatan Komunikasi dokter dengan pasien pada penyakit
mata yang berhubungan dengan penurunan tajam penglihatan
PENGAMATAN
LANGKAH / TUGAS
1.
-

Ya

Tidak

Menyapa pasien dan keluarga pasien dengan ramah ;


Memberi salam
Mempersilahkan duduk
Mengkondisikan suasana yang menyenangkan sehingga
pasien tidak segan untuk bercerita
Melakukan observasi, seperti ; melihat penampilan wajah,
pandangan mata, cara berbicara, dsb

2. Memperkenalkan diri & berkenalan


- menanyakan identitas pasien
3. Mendengarkan keluhan utama pasien
- Menunjukkan penghargaan pada pasien
- Memberikan waktu yang cukup untuk bercerita
4. Menggali perjalanan penyakit yang ada
(sudah berapa lama, satu mata atau keduanya,sudah berapa
lama, tiba-tiba / perlahan, apakah ada yang memperberat
penyakitnya seperti aktifitas yang banyak, apakah ada
penyebaran misalnya sakit kepala, kapan timbulnya terus
menerus atau sesaat)
6. Menanyakan riwayat pernyakit terdahulu yang berhubungan
dengan sekarang, seperti ; berkacamata, sudah berapa lama,
mendapatnya dari mana (dokter atau langsung ke optical)

6. Menanyakan riwayat penyakit, riwayat obat-obatan


7.

Menanyakan riwayat penyakit di lingkungan keluarga,


seperti ;
- Penyakit DM, bila ada, siapa
- Penyakit Hipertensi, bila ada, siapa
- Riwayat berkacamata
- Sudah berapa lama, apakah mendapatkan pengobatan

8. Menanyakan riwayat :
- Nutrisi (sayur-sayuran, buah-buahan)
- Trauma (apakah pernah terjatuh, terbentur di bagian kepala)
- Kebiasaan menonton dekat, membaca sambil tiduran
9. Menuliskan / merangkum data dalam status
10.Menjelaskan kemungkinan penyebab permasalahan sesuai
informasi dan menjelaskan tindakan selanjutnya.
11. Mengucapkan salam dan terima kasih
Note : Ya
: Mahasiswa melakukan
Tidak : Mahasiswa tidak melakukan

FORMULIR ANAMNESE KOMUNIKASI DOKTER PASIEN PADA


PENDERITA PENURUNAN TAJAMPENGLIHATAN
6

MAHASISWA USU SEMESTER V


--------------------------------------------------------------------------------------------------Nama Mahasiswa
:
Grup
:
Tanggal anamnesa
:
Instruktur
:
IDENTITAS PASIEN
Nama pasien :
Umur
:
Alamat
:
Jenis kelamin :
Pekerjaan
:
Status
:
__________________________________________________________________
RIWAYAT PENYAKIT
Keluhan utama :
Riwayat perjalanan penyakit:
sudah berapa lama :
tiba-tiba atau perlahan-lahan:
terus menerus atau sesaat:
satu mata atau kedua mata:
pandangan seperti berasap/berawan:
Riwayat penyakit sebelumnya yang berhubungan dengan penyakit sekarang
Riwayat berkacamata:sudah berapa lama,mendapatkannya dari resep dokter atau
langsung ke optikal
Riwayat sakit kepala:
Riwayat penyakit dalam keluarga:
(penyakit DM,HIpertensi,keluarga yang berkacamata)
Bila ada,sebutkan,sudah berapa lama:
Apakah ada memakai obat-obatan:
Riwayat penyakit lain yang diderita:
Riwayat pemakaian obat-obatan
Riwayat trauma:(apakah ada terbentur atau pernah terjatuh)
Riwayat nutrisi:(sering makan sayur-sayuran atau buah-buahan)
Riwayat kebiasaan sehari-hari :(membaca sambil tiduran,menonton tv terlalu
dekat
SL.V. SSS.1- SL 2
KETERAMPILAN KLINIK
7

PEMERIKSAAN VISUS
I. PENDAHULUAN
Pada skill lab ini mahasiswa diajarkan untuk melakukan pemeriksaan
tajam penglihatan (visus) agar dapat mengetahui fungsi penglihatan setiap mata
secara terpisah.
Dasar:
- Tajam penglihatan diperiksa langsung, dengan memperhatikan seri gambar
simbol dengan ukuran berbeda pada jarak tertentu terhadap pasien,dan
menentukan ukuran huruf terkecil yang dapat dikenali pasien.
- Pada pemeriksaan tajam penglihatan ditentukan huruf terkecil yang masih
dapat dilihat pada kartu baca baku (dalam hal ini kita pakai Snellen Chart)
dengan jarak 6 meter atau 20 kaki.
- Tajam penglihatan diberikan penilaian menurut ukuran baku yang ada.
- Pemeriksaan tajam penglihatan sebaiknya dilakukan pada jarak 5 atau 6
meter,karena pada jarak ini mata akan melihat benda dalam keadaan
beristirahat atau tanpa akomodasi (dalam hal ini kita ambil dengan jarak 6
meter).
- Besar huruf pada kartu Snellen berbeda sehingga setiap huruf tertentu
hanya dapat dibaca pada jarak tertentu (Kartu untuk jarak 6 meter ataupun
5 meter membentuk sudut 5 menit dengan nodal point).
- Tajam penglihatan menentukan berapa jelas pasien dapat melihat
- Pemeriksaan dilakukan tanpa dan dengan kacamata yang sedang
dipergunakan.
Alat:
- Kartu Snellen (snellen Chart)
- Gagang lensa coba
- Lensa coba
Tekhnik Pemeriksaan:
- Pasien duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter
- Dipasang gagang lensa coba
- Mata yang tidak akan diperiksa tajam penglihatan ditutup.biasanya yang
diperiksa lebih dahulu mata kanan sehingga dilakukan penutupan mata kiri
terlebih dahulu
- Pasien diminta untuk membaca huruf yang tretulis pada kartu Snellen yang
dimulai dengan membaca baris atas(huruf yang terbesar) dan bila telah
terbaca pasien diminta untuk membaca baris dibawahnya(huruf yang lebih
kecil)
- Ditentukan letak baris terakhir yang masih dapat dibaca.
Nilai / Hasil Pemeriksaan:
- Tajam penglihatan dinyatakan dnegan suatu angka pembilang/penyebut
dimana pembilang ialah jarak antara orang yang diperiksa dengan karu
Snellen,sedangkan peneyebutnya ialah jarak dimana suatu huruf
seharusnya dapat dibaca.
- Bila huruf yang terbaca tersebut:

Terdapat pada baris dengan tanda 30, dikatakan tajam penglihatan


6/30,ini berarti bahwa pada jarak 6 meter.si penderita hanya dapat
membaca huruf-huruf yang seharusnya dapat dibaca jelas pada jarak
30 meter.
Terdapat pada baris dengan tanda 6,dikatakan tajam penglihatan 6/6,ini
berarti bahwa pada jarak 6 meter si penderita dapat membaca huruf
yang normalnya jelas dibaca pada jarak 6 meter.
Tajam penglihatan seseorang dikatan normal bila tajam penglihatan
adalah 6/6.
Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar terbesar pada kartu
Snellen pada jarak 6 meter maka dilakukan uji hitung jari,dimana
pasien disuruh untuk menghitung jari si pemeriksa yang oleh mata
normal dapat dilihat pada jarak 60 meter, misalnya pada jarak 3 meter
pasien masih dapat menghitung jari si pemeriksa berarti tajam
penglihatannya 3/60,ini berarti pada jarak 3 meter si penderita hanya
dapat menghitung jari pemeriksa yang seharusnya pada orang normal
dapat terlihat pada jarak 60 meter.
bila pasien tidak dapat menghitung jari ,maka pasien disusuh melihat
gerakan tangan si pemeriksa yang oleh mata normal dapat dilihat pada
jarak 300 meter. Biasanya gerakan tangan dilakukan maksimal pada
jarak 1 meter,tajam penglihatanya 1/300
bila gerakan tangan tidak dapat terlihat,maka mempergunakan lampu
sorot,jika pasien dapat melihat lampunya menyala maka tajam
penglihatannya 1/
jika pasien tidak dapat membedakan apakah lampu yang disoroti
kepadanya terang atau tidak,maka tajam penglihatannya adalah 0,yang
berarti tidak dapat diambil tindakan apapun untuk memperoleh
penglihatan kembali.
II. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN
Waktu

Aktifitas Belajar mengajar

Keterangan

20 menit

Introduksi pada kelas besar


- Penjelasan narasumber tentang pemeriksaan visus
(10 menit)
- Pemutaran film tentang cara pemeriksaan visus
(5 menit)
- Tanya jawab singkat hal yang belum jelas dari
penjelasan dan film yang diputar
(5 menit)

Narasumber

10 menit

Demonstrasi pada kelas besar


Narasumber memperlihatkan cara pemeriksaan visus secara
bertahap
Tahap I : Persiapan Alat

Narasumber

Tahap II : Pemeriksaan visus


20 menit

Coaching oleh instruktur:


- Mahasiswa dibagi menjadi 5 kelompok kecil (1 kelompok tdd
9 mahasiswa).
- Mahasiswa melakukan simulasi secara
bergantian (2-3 orang mahasiswa) dengan dibimbing oleh
instruktur.
- Pasien simulasi akan diperankan oleh sesama mahasiswa

Instruktur
Mahasiswa

90 menit

Self practice : Mahasiswa melakukan pemeriksan visus secara Mahasiswa


bergantian masing-masing selama 10 menit.
Instruktur
Instruktur memberikan penilaian pada lembar pengamatan.

III.TUJUAN KEGIATAN
Setelah mahasiwa mengikuti skills lab ini diharapakan mampu melakukan
pemeriksaan tajam penglihatan yang merupakan pemeriksaan dasar yang
sangat berguna untuk kepentingan diagnostik dalam ilmu kesehatan mata.

IV. WAKTU PELAKSANAAN


4.1.Setiap kegiatan skills lab dilaksanakan selam 150 menit
4.2.Disesuaikan dengan jadwal mahasiswa semester 5.
Tempat pelaksanaan
Ruang skills lab lt 3.
V. RUJUKAN
1. American Academy of Ophthalmology,2002-2003,Optic,Refraction
and Contact Lenses,Section 3
2. Vaughan D,2000,Oftalmologi Umum,Edisi 14,hal 32-34
3. Lee a David,1999,Clinical Guide to Comprehensive
Ophthalmology,hal 27-28
4. Ilyas Sidharta,2001,Dasar Tekhnik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit
Mata

10

VI. LEMBAR PENGAMATAN


PENGAMATAN
LANGKAH / TUGAS
Ya

Tidak

Pemeriksaan Visus dengan Snellen Chart


1. Pasien duduk menghadapi kartu Snelen dengan jarak 6 meter
2. Memasang gagang lensa coba
3. Mata yang tidak akan diperiksa ditutup; biasanya yang diperiksa
mata kanan dahulu sehingga melakukan penutupan mata kiri
terlebih dahulu
4. Pasien diminta untuk membaca huruf yang tertulis pada kartu
Snellen yang dimulai dengan membaca baris atas (huruf yang
paling besar) dan bila telah terbaca pasien diminta untuk
membaca baris dibawahnya (huruf yang lebih kecil)
5. Menentukan letak baris terakhir yang masih dapat dibaca
6. Mendokumentasikan hasil pemeriksaan visus dan menjelaskan
tindakan selanjutnya.

Note : Ya
: Mahasiswa melakukan
Tidak : Mahasiswa tidak melakukan

SL.V. SSS.2- SL 1

11

KETERAMPILAN KLINIK
KOMUNIKASI DOKTER-PASIEN MENGENAI PENYAKIT-PENYAKIT
TELINGA, HIDUNG DAN TENGGOROK
I.

PENDAHULUAN
Keterampilan komunikasi Dokter-Pasien untuk penyakit-penyakit telinga,
hidung dan tenggorok.
Seorang dokter harus mampu mengelaborasi keterangan penderita yang
palingsignifikan untuk ditetapkan sebagai keluhan utama. Ada beberapa
pertanyaan yang harus diingat pada komunikasi dokter dan pasien dalam
mengelaborasi keluhan penderita agar hasilnya sesuai dengan yang diharapkan.
Pertanyaan tesebut meliputi :
- Onset
- Location(lokasi)
- Duration(durasi)
- Character(karakter)
- Aggravating/Alleviating Factors(Faktor-faktor yang memperparah atau
mengurangi gejala)
- Radiation(penyebaran)
- Timing(waktu)
Kata-kata tersebut dapat disingkat sehingga mudah dingar yaitu : OLD CARTS
atau:
- Onset
- Palliating/Provokating Factors (Faktor0faktor yang mengurangi atau
memprovokasi gejala)
- Quality(kualitas)
- Radiation(Penyebaran)
- Site(Lokasi)
- Timing(Waktu)
Kata-kata tersebut dapat disingkat menjadi OPQRST
Tujuh pertanyaan yang berkaitan dengan gejala penderita:
1.Lokasi.Dimana lokasinya?Apakah menyebar?
2.Kwalitas.Seperti apa keluhan tersebut?
3.Kwantitas atau Keparahan.Seberapa parah keluhan tersebut?
4.Waktu.Kapan keluhan mulai dirasakan?Berapa lama keluhan tersebut
berlangsung?Seberapa sering keluhan tersebut muncul?
5.Keadaan/situasi saat serangan berlangsung.Termasuk faktor lingkungan,
aktifitas,emosi,atau keadaan lain yang mungkin dapat mempengaruhi penyakit
6.Faktor-faktor yang menyebabkan remisi atau eksaserbasi.Apakah ada
hal-hal yang membuat gejala membaik atau semakin parah
7.Manifestasi lain yang berhubungan dengan gejala.Apakah penderita
merasakan hal-hal lain yang menyertai serangan?

II.

TUJUAN KEGIATAN
12

II.1. TUJUAN UMUM


Melatih mahasiswa untuk dapat meningkatkan keterampilan history
taking dengan menggunakan teknik komunikasi yang benar pada pasien.
II.2. TUJUAN KHUSUS
1. Mahasiswa mampu melakukan kerangka history taking pada pasien
2. Mahasiswa menemukan keluhan utama dan keluhan tambahan.
3. Mahasiswa mampu menguraikan penyakit secara deskriptif dan
kronologis.
4. Mahasiswa mendapatkan riwayat penyakit yang berhubungan dengan
pekerjaan, iklim, makanan dan obat-obatan.
5. Mahasiswa mengetahui riwayat penyakit keluarga yang mungkin penyakit
keturunan atau keluarga sebagai sumber penularan.
6. Mahasiswa mengetahui riwayat penyakit THT terdahulu yang mungkin
berulang atau penyakit lain yang ada hubungannya dengan penyakit THT
sekarang.
7. Mahasiswa mampu menerapkan dasar teknik komunikasi dan berperilaku
yang sesuai dengan sosio-budaya pasien dalam hubungan dokter-pasien.
III.

RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN


Waktu
20 menit

Aktivitas Belajar Mengajar


Keterangan
Introduksi pada kelas besar (terdiri dari 45 Nara sumber
mahasiswa)
Melakukan penjelasan tentang anamnesis penyakitpenyakit telinga, hidung dan tenggorok dan
memberikan contoh-contoh slide keluhan utama dan
keluhan tambahan pasien.

10 menit

Demonstrasi oleh narasumber


Narasumber
Narasumber memperlihatkan tata cara komunikasi
Dokter-Pasien pada penyakit-penyakit telinga, hidung
dan tenggorok.
Tahap I : Observasi
Ketika pasien masuk ruang periksa, perhatikan cara
berjalan, penampilan wajah, kelainan-kelainan yang
mungkin terlihat pada daerah kepala dan leher
termasuk daun telinga dan hidung, komunikasi, cara
bicara, interaksi dengan lingkungan, perilaku dan lainlain.
Tahap II : Menanyakan keluhan utama yang
menyebabkan penderita datang berobat dan
lokalisasinya. Menanyakan keluhan tambahan.

13

Tahap III : Menanyakan riwayat perjalanan


penyakit ; mulai dari awal/mula-mula timbul sampai
sekarang (secara kronologis). Riwayat perjalanan
penyakit ini berisi uraian tentang lama penyakit,
timbul tiba tiba atau bertahap, terus menerus
atau hilang timbul, lokalisasinya, perjalanan
penyakit (cepat atau lambat), apakah ada
hubungannya dengan keadaan keadaan tertentu
seperti perubahan
posisi tubuh atau kontak
dengan sesuatu zat, sudah diobati atau belum, bila
sudah bagaimana hasilnya.
Hubungannya dengan pekerjaan / kegemaran (bila
ada). Hubungannya dengan iklim (bila ada).
Hubungannya dengan makanan (bila ada).
Hubungannya
dengan
obat-obatan
yang
digunakan.
Tahap IV : Menanyakan riwayat penyakit keluarga :
mungkin penyakit keturunan, atau keluarga / teman
sebagai sumber penularan.
Tahap V : Menanyakan riwayat penyakit terdahulu
seperti riwayat trauma, pemakaian obat obat
ototoksik, atau penyakit lain yang ada hubungannya
dengan penyakit THT yang sekarang.
20 menit

90 menit

IV.

Instruktur,
Coaching : Mahasiswa melakukan simulasi secara Mahasiswa
bergantian dengan dibimbing oleh instruktur. Pada
mahasiswa diberikan 5 kasus simulasi. Pasien simulasi
akan diperankan oleh sesama mahasiswa.
Mahasiswa
Self Practice : Mahasiswa melakukan anamnesis
sendiri secara bergantian masing masing 10 menit,
dengan fokus pada keluhan utama dan riwayat
perjalanan penyakit sesuai dengan formulir anamnesis.
Instruktur memberikan penilaian pada lembar
pengamatan.

WAKTU PELAKSANAAN
Setiap kegiatan skills lab dilaksanakan selama 150 menit
Disesuaikan dengan jadwal di lab blok SPECIAL SENSE
SYSTEM.
Tempat pelaksanaan
Ruang skills lab FK USU (Lt 3)
Sarana yang diperlukan :
Pensil/pulpen
Formulir anamnesis

14

Materi history taking


Penyakit THT dengan diagnosis OTITIS MEDIA AKUT
Penyakit THT dengan diagnosis OTITIS MEDIA
SUPURATIF KRONIS
3.
Penyakit THT dengan diagnosis RINITIS ALERGI
4.
Penyakit THT dengan diagnosis RINOSINUSITIS AKUT
5.
Penyakit THT dengan diagnosis TONSILITIS AKUT
1.
2.

V.

VI.

RUJUKAN
1. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher, Edisi Keenam, Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta, 2007
KASUS SIMULASI KOMUNIKASI DOKTER-PASIEN PADA
PENYAKIT THT.
1. OTITIS MEDIA AKUT
Anak laki-laki, umur 4 tahun dibawa oleh ibu ke Puskesmas dengan
keluhan sakit pada telinga kanan sejak kemarin. Sejak 1 minggu yang lalu
anak menderita batuk, pilek.
Tugas : lakukan komunikasi dokter-pasien / keluarga pasien yang
berhubungan dengan keluhan utama pasien sesuai formulir anamnesis.
2. OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS
Seorang perempuan, umur 20 tahun datang berobat ke Poliklinik THT
dengan keluhan telinga kiri berair. Keluhan ini dialami sejak kecil dan
hilang timbul.
Tugas : lakukan komunikasi dokter-pasien yang berhubungan dengan
keluhan utama pasien sesuai formulir anamnesis.
3. RINITIS ALERGI
Seorang laki - laki, umur 25 tahun datang dengan keluhan sering pilek
pilek. Keluhan ini dialami sejak 1 tahun lalu terutama di pagi hari dan bila
terpapar debu.
Tugas : lakukan komunikasi dokter-pasien yang berhubungan dengan
keluhan utama pasien sesuai formulir anamnesis.
4. RINOSINUSITIS AKUT
Seorang laki-laki, 18 tahun datang ke praktek dokter umum dengan
keluhan hidung tersumbat sejak 1 minggu yang lalu disertai nyeri pada
kedua pipi dan kelopak mata bawah.
Tugas : lakukan komunikasi dokter-pasien yang berhubungan dengan
keluhan utama pasien sesuai formulir anamnesis.

15

5. TONSILITIS AKUT
Seorang perempuan, umur 17 tahun datang berobat ke poliklinik THT
dengan keluhan sakit menelan yang dialami sejak 3 hari lalu. Keluhan ini
disertai demam.
Tugas : lakukan komunikasi dokter-pasien yang berhubungan dengan
keluhan utama pasien sesuai formulir anamnesis.
V.

LEMBAR PENGAMATAN ANAMNESE PENYAKIT TELINGA, HIDUNG


DAN TENGGOROK
LANGKAH / TUGAS

PENGAMATAN
Ya
Tidak

I. PERKENALAN
1. Memberikan salam dan mempersilahkan pasien duduk
2. Memperkenalkan diri dan menanyakan identitas pasien
3. Menanyakan keluhan utama pasien :
II. MENANYAKAN KELUHAN
TELINGA
4. Gangguan pendengaran / pekak (tuli) :
- Apakah keluhan tersebut pada satu atau kedua telinga.
- Timbul tiba-tiba atau bertambah berat secara bertahap dan sudah
berapa lama diderita
- Adakah riwayat trauma kepala, telinga tertampar, trauma, terpajan
bising, pemakaian obat sebelumnya (bila ada ditanyakan obat apa),
menderita penyakit infeks virus seperti influensa berat
- Apakah gangguan pendengaran diderita sejak bayi
5. Suara berdenging/ berdengung (tinitus)
- Apakah keluhan pada satu sisi atau kedua telinga
- Apakah disertai gangguan pendengaran dan keluhan pusing berputar
6. Rasa pusing yang berputar (vertigo)
- Apakah disertai rasa mual, muntah, rasa penuh ditelinga, telinga
berdenging.
- Apakah keluhan berhubungan dengan perubahan posisi
- Apakah ada penyakit sistemik lainnya seperti : DM, hipertensi,
arteriosklerosis, penyakit jantung, anemia, kanker dan sifilis
7. Nyeri didalam telinga (otalgia)
- Lokasi : telinga kiri / kanan atau keduanya dan sudah berapa lama
- Apakah disertai nyeri ditempat lain seperti di geraham atas, sendi
mulut, dasar mulut, tonsil atau tulang leher

16

8. Keluar cairan dari liang telinga (otore)


- Apakah sekret keluar dari satu atau kedua telinga
- Apakah disertai rasa nyeri atau tidak
- Sudah berapa lama
- Jumlah sekret : banyak / sedikit
- Berbau / bercampur darah
HIDUNG
1. Sumbatan hidung :
- Apakah terjadi terus menerus atau hilang timbul
- Pada satu atau kedua lubang hidung atau bergantian
- Riwayat kontak dengan debu, tepung sari, bulu binatang
- Riwayat trauma hidung
- Riwayat pemakaian obat tetes hidung jangka panjang
- Riwayat merokok atau peminum alkohol berat
2. Sekret :
- Pada satu atau kedua rongga hidung
- Konsistensi sekret: encer / kental
- Apakah sekret keluar pada waktu-waktu tertentu
- Warna : jernih, hijau kekuningan, bercampur darah
- Berbau / tidak
- Apakah dijumpai sekret dari hidung yang turun ke tenggorok
3. Bersin
4. Nyeri di daerah muka dan kepala
5. Perdarahan dari hidung
- Berasal dari satu atau kedua lubang hidung
- Apakah mudah dihentikan
- Sudah berapa kali
- Riwayat trauma
- Riwayat penyakit sistemik : kelainan darah, hipertensi
- Pemakaian obat anti koagulansia
6. Gangguan penghidu :
- Sudah berapa lama
- Hilang penciuman (anosmia) atau berkurang (hiposmia)
- Riwayat infeksi hidung dan sinus, trauma kepala
FARING
1. Nyeri tenggorok :
- Hilang timbul atau menetap
- Apakah disertai demam, batuk, suara serak, dan tenggorokan kering
- Riwayat merokok
2. Nyeri menelan (odinofagia) :
- Apakah rasa nyeri dirasakan sampai ketelinga
3. Dahak ditenggorok :
- Apakah dahak bercampur dengan pus atau darah

17

4. Sulit menelan (disfagia)


- Sudah berapa lama
- Apakah timbul bila menelan makanan cair atau padat
- Apakah disertai muntah dan penurunan berat badan yang cepat
5. Rasa sumbatan dileher
- Sudah berapa lama dan lokasinya
HIPOFARING DAN LARING
1. Suara serak (disfoni) atau tidak keluar suara sama sekali (afoni) :
- Sudah berapa lama
- Riwayat infeksi di hidung atau tenggorok
- Apakah disertai batuk, rasa nyeri dan penurunan berat badan
2. Batuk :
- Sudah berapa lama
- Riwayat merokok
- Apakah disertai dahak : bercampur darah dan jumlahnya
3. Rasa ada sesuatu ditenggorok
DOKUMENTASI
- Mendokumentasikan hasil history taking dan tindakan selanjutnya.
Note : Ya
= Mahasiswa melakukan
Tidak = Mahasiswa tidak melakukan

18

Lampiran 1
STATUS ANAMNESIS PENDERITA PENYAKIT THT
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN TELINGA, HIDUNG, TENGGOROK
FAKULTAS KEDOKTERAN USU RSUP. H. ADAM MALIK
MEDAN

I.

Tanggal

:..........................

No. MR

:..........................

IDENTIFIKASI
Nama

Umur

Jenis Kelamin

Status Perkawinan

Bangsa / Suku

Agama

Pekerjaan

Alamat

II.

ANAMNESIS (Auto Anamnesis, Alo Anamnesis)


Keluhan Utama

Keluhan Tambahan

Riwayat Perjalanan Penyakit :


Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat Penyakit Terdahulu

19

SL.V. SSS.2- SL 2
KETERAMPILAN KLINIK
PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS
I. PENDAHULUAN
Seorang dokter harus mampu melakukan pemeriksaan nervus kranialis IXII dengan benar sehingga dapat membantu kita menentukan lokasi lesi dan jenis
penyakit. Ada beberapa persyaratan yang harus diingat dalam melakukan
pemeriksaan nervus kranialis ini. Dimana masing masing nervus kranialis
mempunyai syarat syarat tertentu.
Pada skills lab ini mahasiswa dilatih untuk melakukan keterampilan
pemeriksaan saraf kranialis (I-XII). Pemeriksaan ini meliputi, pemeriksaan
penciuman, pemeriksaan pupil (ukuran dan bentuk), pemeriksaan refleks cahaya,
pemeriksaan mimik wajah, pemeriksaan otot temporal dan masseter, pemeriksaan
sensorik wajah, pemeriksaan motorik wajah, pemeriksaan pendengaran,
pemeriksaan lidah.
NERVUS I (N. OLFAKTORIUS )
Merupakan nervus yang berfungsi sebagai sensorik khusus yaitu
penciuman (menghidu). Kerusakan saraf ini dapat menyebabkan gangguan
penciuman ataupun kehilangan penciuman.
PEMERIKSAAN PENCIUMAN
Tujuan pemeriksaan: untuk mendeteksi adanya gangguan menghidu. Selain itu,
untuk mengetahui apakah gangguan tersebut disebabkan oleh gangguan saraf atau
penyakit hidung lokal.
Alat/ bahan:
1. Meja 1 buah
2. Kursi 2 buah
3. Senter
4. Kopi
5. Teh
6. Jeruk
7. Wadah kecil untuk tempat teh, kopi atau jeruk.
Syarat pemeriksaan:
- Penderita harus compos mentis.
- Zat yang digunakan sebaiknya yang digunakan sehari hari, misalnya
kopi, teh, tembakau, jeruk. Jangan menggunakan zat yang dapat
merangsang mukosa hidung (nervus V) seperti mentol, amoniak, alkohol
dan cuka.

20

Cara pemeriksaan :
- Penderita duduk
- Periksa lubang hidung penderita (dengan menggunakan senter), apakah
ada sumbatan atau kelainan setempat, misalnya ingus atau polip. Hal ini
dapat menganggu ketajaman penciuman.
- Zat pengetes diletakkan dalam wadah.
- Penderita disuruh tutup mata
- Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu secara bergantian, lubang
hidung yang sedang tidak diperiksa, ditutup dengan tangan.
Penilaian:
Normosmia
Hiposmia
Hiperosmia
Parosmia
Kakosmia

: kemampuan menghidu normal, tidak terganggu.


: kemampuan menghidu menurun atau berkurang.
: meningkatnya kemampuan menghidu.
: salah hidu (tidak dapat mengenali bau bauan)
: persepsi adanya bau busuk, padahal tidak ada

NERVUS II (N. OPTIKUS)


Merupakan nervus yang berfungsi sebagai sensorik khusus juga, yaitu
penglihatan.
Adapun pemeriksaan untuk nervus optikus ini meliputi:
1. Ketajaman penglihatan (visus)
2. Lapangan pandang
3. Papil optikus
Yang dipelajari pada skills lab ini adalah lapangan pandang.
PEMERIKSAAN LAPANGAN PANDANG
Metode yang digunakan adalah Metode Konfrontasi oleh Donder
Syarat pemeriksaan : penderita harus compos mentis, lapangan pandang
pemeriksa harus normal.
Cara pemeriksaan:
- Penderita disuruh duduk atau berhadapan dengan pemeriksa dengan jarak
kira kira 60cm -100 cm.
- Jika hendak memeriksa mata kanan, maka mata kiri penderita harus
ditutup dengan tangan, sedangkan pemeriksa harus menutup mata
kanannya.
- Kemudian penderita disuruh melihat terus (memfiksasi matanya) pada
mata kiri pemeriksa dan pemeriksa harus terus melihat ke mata kanan
penderita
- Setelah itu pemeriksa menggerakkan jari tangannya di bidang pertengahan
antara pemeriksa dan penderita. Gerakan dilakukan dari arah luar (lateral)
ke dalam (medial).
- Jika penderita mulai melihat gerakan jari jari pemeriksa, ia harus
memberi tahu, dan hal ini dibandingkan dengan pemeriksa, apakah iapun
telah melihatnya.

21

Gerakan jari tangan ini dilakukan dari semua jurusan dan masing masing
mata harus diperiksa
Bila sekiranya ada gangguan kampus penglihatan, maka pemeriksa akan
lebih dulu melihat gerakan tangan tersebut.

NERVUS III, IV, VI (N. OKULOMOTORIUS, TROKHLEARIS,


ABDUSENS)
Ketiga nervus ini diperiksa bersama sama, karena kesatuan fungsinya yaitu
mensarafi otot otot ekstrinsik dan intrinsik bola mata.
Otot bola mata yang dipersarafi oleh NIII, NIV, NVI:
NIII : menginervasi musc. rektus internus (medialis), musc. rektus superior,
musc. rektus inferior, musc. levator palpebra; serabut visero-motoriknya
mengurus musc. sfincter pupil dan musc. siliare.
NIV : menginervasi musc. obliqus superior.
NVI : menginervasi musc. rektus eksternus (lateralis)
Pemeriksaan nervus III, IV, VI meliputi:
1. Pemeriksaan refleks cahaya
2. Pemeriksaan gerakan bola mata
3. Fenomena dolls eye
4. Deviasi konjugae
Yang dipelajari pada skills lab ini adalah pemeriksaan refleks cahaya dan gerakan
bola mata.
PEMERIKSAAN REFLEKS CAHAYA
Refleks cahaya ini terdiri dari refleks cahaya langsung dan tidak langsung
(konsensual)
Alat: 1. Meja 1 buah
2. Kursi 2 buah
3.
Senter
Cara pemeriksaan:
- Pada pemeriksaan ini pasien disuruh melihat jauh (memfiksasi pada benda
yang jauh letaknya).
- Setelah itu mata pasien kita senter dan dilihat apakah ada reaksi pada
pupil. Pada keadaan normal, pupil mengecil (miosis). Bila demikian
halnya, reaksi cahaya langsung : positif.
- Kemudian, perhatikan pula pupil mata yang satu lagi, apakah pupilnya ikut
mengecil oleh penyinaran mata yang lainnya itu. Bila demikian, disebut
reaksi cahaya tidak langsung (konsensual) : positif.
- Selama pemeriksaan ini harus dicegah agar pasien tidak memfiksasi
matanya pada senter, sebab dengan demikian akan ada pula refleks
akomodasi yang juga menyebabkan pupil mengecil.
- Melakukan pemeriksaan secara bergantian pada oculi dextra dan sinistra.
- Saat melakukan pemeriksaan ini, sekaligus nilai ukuran dan bentuk pupil
Diameter pupil yg normal : 2-3mm. Bentuk pupil yang normal: bulat

22

PEMERIKSAAN GERAKAN BOLA ATA


Syarat pemeriksaan: penderita harus compos mentis
Cara pemeriksaan:
- Penderita disuruh mengikuti gerakan jari pemeriksa yang digerakkan ke
arah lateral, medial, atas, bawahdan ke arah miring, yaitu: atas-lateral,
bawah- medial, atas-medial, bawah-lateral.
NERVUS V (N. TRIGEMINUS)
Nervus trigeminus memiliki 2 fungsi yaitu motorik dan sensorik. Bagian
motorik mengurus otot otot mengunyah, yaitu musc. masseter, musc.
temporalis, musc. pterigoid medialis yang berfungsi menutup mulut dan musc.
pterigoid lateralis yang berfungsi menggerakkan rahang ke bawah ke samping
(lateral) dan membuka mulut.
Bagian sensorik nervus V mengurus sensibilitas wajah, memiliki 3 cabang, yaitu :
1. Cabang opthalmica, yang mengurus sensibilitas dahi, mata, hidung,
kening, selaput otak, sinus paranasal dan sebagian mukosa hidung.
2. Cabang maksilaris, yang mengurus sensibilitas rahang atas, gigi atas, bibir
atas, pipi, palatum durum, sinus maksilaris dan mukosa hidung.
3. Cabang mandibularis, yang mengurus sensibilitas rahang bawah, gigi
bawah, mukosa pipi, duapertiga bagian depan lidah dan sebagian dari
telinga (eksternal), meatus dan selaput otak.
Pemeriksaan nervus V meliputi:
1. Palpasi otot temporal dan masseter
2. Refleks Jawjerk
3. Pemeriksaan sensasi wajah.
Pada sklills lab ini yang dipelajari adalah palpasi otot masseter dan temporalis
serta pemeriksaan sensasi wajah.
PALPASI OTOT TEMPORAL DAN MASSETER
Syarat pemeriksaan: penderita harus compos mentis.
Cara pemeriksaan:
- Pasien disuruh merapatkan giginya sekuat mungkin, kemudian kita raba
musc. masseter dan musc. temporalisnya.
- Perhatikan besarnya tonus dari otot tersebut.
PEMERIKSAAN SENSORIK WAJAH
Syarat pemeriksaan: penderita harus compos mentis.
Pemeriksaan ini meliputi rasa nyeri, raba dan suhu
Alat :
1. Kapas.
2. Benda yang runcing
3. Tabung reaksi yang berisi air panas
4. Tabung reaksi yang beisi air dingin

23

Cara pemeriksaan:
- Pemeriksa melakukan pemeriksaan sensorik wajah berupa raba dengan
menggunakan kapas dimulai dari daerah ophtalmica, dibandingkan kiri
dan kanan, daerah maksilaris, bandingkan kiri dan kanan, daerah
mandibularis bandingkan kiri dan kanan.
- Kemudian melakukan pemeriksaan nyeri dengan menggunakan benda
yang runcing dimulai dari daerah ophtalmica, dibandingkan kiri dan
kanan, daerah maksilaris, bandingkan kiri dan kanan, daerah mandibularis
bandingkan kiri dan kanan.
- Kemudian melakukan pemeriksaan suhu dengan menggunakan tabung
reksi yang berisi air panas dan air dingin, dimulai dari daerah ophtalmica,
dibandingkan kiri dan kanan, daerah maksilaris, bandingkan kiri dan
kanan, daerah mandibularis bandingkan kiri dan kanan.
NERVUS VII (N. FASCIALIS)
Nervus fascialis terutama merupakan saraf motorik, yang menginervasi otot
otot ekspresi wajah. Di samping itu saraf ini membawa serabut parasimpatis ke
kelenjar ludah dan air mata dan ke selaput mukosa rongga mulut dan hidung, dan
ia juga menghantar berbagai jenis sensasi, termasuk sensasi eksteroseptif, dari
daerah gendang telinga, sensasi pengecapan 2/3 bagian depan lidah, dan sensasi
visceral umum dari kelenjar ludah, mukosa hidung dan faring, dan sensasi
proprioseptif dari otot otot yang disarafinya.
Pemeriksaan nervus VII meliputi:
1. Pemeriksaan motorik wajah
2. Pemeriksaan pengecapan 2/3 depan lidah
Pada skills lab ini yang dipelajari adalah pemeriksaan dan motorik wajah
PEMERIKSAAN MOTORIK WAJAH
Syarat pemeriksaan : penderita harus compos mentis, kecuali untuk inspeksi
mimik wajah
Cara pemeriksaan:
- Perhatikan wajah penderita apakah simetris atau tidak
- Suruh penderita mengangkat alisnya dan mengerutkan dahi
- Suruh penderita memejamkan mata
- Suruh penderita menyeringai
- Suruh penderita menggembungkan pipi

24

NERVUS VIII (N.VESTIBULO-KOKHLEARIS)


Saraf ini terdiri atas 2 bagian yaitu saraf kokhlearis dan saraf vestibularis.
Saraf kokhlearis berfungsi mengurus pendengaran, saraf vestibularis berfungsi
mengurus keseimbangan.
Pemeriksaan saraf kokhlearis meliputi pemeriksaan ketajaman pendengaran
Pemeriksaan saraf vestibularis meliputi test romberg, test stepping, nistagmus,
past pointing, dll.
Pada sklills lab ini yang dipelajari adalah pemeriksaan pendengaran.
PEMERIKSAAN PENDENGARAN
Pemeriksaan pendengaran adalah untuk mengetahui fungsi pendengaran
pada tiap telinga, jenis ketuliannya dan derajat ketuliannya, sehingga keterampilan
pemeriksaan pendengaran ini menjadi kompetensi dasar bagi seorang dokter.
-

Untuk pemeriksaan pendengaran diperlukan pemeriksaan hantaran melalui


udara dan melalui tulang dengan memakai garpu tala ataupun dengan
berbisik.
Kelainan hantaran melalui udara menyebabkan tuli konduktif, berarti ada
kelainan di telinga luar atau telinga tengah, seperti atresia liang telinga,
eksostosis liang telinga, serumen, sumbatan tuba Eustachius serta radang
telinga tengah. Kelainan di telinga dalam menyebabkan tuli saraf koklea
atau retrokoklea (tuli sensorineural).
Pemeriksaan dengan garpu tala merupakan tes kualitatif. Terdapat berbagai
macam tes penala, seperti tes Rinne, tes Weber dan tes Schwabach.
Sedangkan tes Berbisik bersifat semi kuantitatif, untuk menentukan
derajat ketulian secara kasar.

Untuk kegiatan clinical skills lab ini pemeriksaan pendengaran yang dilatih
adalah tes Rinne, tes Weber, tes Schwabach dan tes Berbisik. Sebab tes ini mudah
dilakukan dan hasilnya dapat berguna untuk pemeriksaan pendengaran.
A. PEMERIKSAAN RINNE
Bahan dan alat yang diperlukan :
- Ruangan yang cukup tenang.
- Garpu tala 512, 1024 dan 2048 Hz.
Bila tidak memungkinkan menggunakan ketiga garpu tala itu, maka
diambil 512 Hz karena penggunaan garpu tala ini tidak terlalu
dipengaruhi suara bising disekitarnya.
Cara pemeriksaan :
1. Garpu tala 512 Hz digetarkan dengan jari pemeriksa.
2.
Tangkai garpu tala tersebut diletakkan pada prosessus mastoid telinga yang
diperiksa.
3. Setelah tidak terdengar bunyi lagi, kemudian dipindahkan ke depan
liang telinga yang diperiksa kira-kira 2 cm.

25

4. Bila masih terdengar disebut Rinne positif (+), bila tidak terdengar
disebut Rinne negatif (-)
Interpretasi :
- Rinne positif (+) terdapat pada telinga normal atau telinga dengan tuli
sensorineural.
- Rinne negatif (-) ini menunjukkan adanya tuli konduktif.
B. PEMERIKSAAN WEBER
Bahan dan alat yang diperlukan :
- Ruangan yang cukup tenang.
- Garpu tala 512, 1024 dan 2048 Hz.
Bila tidak memungkinkan menggunakan ketiga garpu tala itu, maka
diambil 512 Hz karena penggunaan garpu tala ini tidak terlalu
dipengaruhi suara bising disekitarnya.
Cara pemeriksaan :
1. Kaki garpu penala yang telah digetarkan diletakkan pada garis tengah
wajah atau kepala (di vertex, dahi dan pangkal hidung).
2. Ditanyakan pada yang diperiksa, telinga mana yang terdengar lebih
keras.
-

Interpretasi :
Apabila bunyi garpu tala terdengar lebih keras pada salah satu telinga
disebut Weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan
ke arah telinga mana bunyi terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada
lateralisasi.
Pada keadaan normal, penderita mendengar suara di tengah atau tidak
dapat membedakan telinga mana yang mendengar lebih keras. Bila satu
telinga menderita tuli sensorineural maka penderita akan mendengar lebih
baik pada telinga yang baik (lateralisasi ke telinga yang baik) dan jika
telinga tersebut menderita tuli konduktif maka telinga tersebut akan
mendengar bunyi lebih keras (lateralisasi ke telinga yang sakit).

C. PEMERIKSAAN SCHWABACH
Bahan dan alat yang diperlukan :
- Ruangan yang cukup tenang.
- Garpu tala 512, 1024 dan 2048 Hz.
Bila tidak memungkinkan menggunakan ketiga garpu tala itu, maka
diambil 512 Hz karena penggunaan garpu tala ini tidak terlalu
dipengaruhi suara bising disekitarnya.
- Syarat pemeriksaan : telinga pemeriksa harus normal
Cara pemeriksaan :
1. Garpu tala digetarkan.
2.
Tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoidius penderita sampai tidak
terdengar bunyi.

26

3. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan ke prosesus mastoidius


telinga pemeriksa yang pendengarannya normal.
Interpretasi :
Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila
pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara
sebaliknya, yaitu penala diletakkan pada prosesus mastoidius pemeriksa lebih
dulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach
memanjang.
Bila pasien dan pemeriksa kira kira sama mendengarnya disebut Schwabach
sama dengan pemeriksa.
Tes Rinne
Positif

Tes Weber
Tidak ada laterasi

Tes Schwabach
Diagnosis
Sama
dengan Normal
Pemeriksa
Negatif
Lateralisasi ke telinga Memanjang
Tuli konduktif
yang sakit
Positif
Lateralisasi ke telinga Memendek
Tuli sensori-neural
yang sehat
Catatan : Pada tuli konduktif < 30 dB, Rinne bisa masih positif.
D. PEMERIKSAAN BERBISIK
Bahan dan alat yang diperlukan :
- Ruangan yang cukup tenang.
- Ruangan cukup besar dengan panjang minimal 6 meter.
Cara pemeriksaan :
1.
Pasien berdiri pada ujung kamar dengan telinga yang akan
diperiksa menghadap pemeriksa pada jarak 6 meter. Telinga yang lainnya
ditutup dengan cara menekan tragus dengan jari pasien sehingga benar
benar tertutup.
2.
Pasien jangan melihat ke pemeriksa.
3.
Pemeriksaan selalu dimulai dengan telinga kanan, baru
telinga kiri.
4.
Pemeriksa berbisik dengan udara yang masih tersisa dalam
paru paru sesudah ekspirasi.
Interpretasi :
- Bila pasien mendengar maka dianggap pendengaran normal, bila tidak
mendengar dalam jarak 6 meter maka pemeriksa maju 1 meter dan berbisik
lagi. Dan bila tidak mendengar juga maju 1 meter lagi, dan seterusnya
sampai pasien dapat mendengar.
- Bila sampai berbisik di dekat telinga pasien, baru didengarnya maka disebut
Ad Concham, bila masih juga tak mendengar berarti tes berbisik = 0.
- Nilai normal tes berbisik 5 6 meter, artinya pasien dapat mendengar pada
jarak 5 6 meter dari pemeriksa.
- Jika pasien hanya bisa mendengar pada jarak 3 meter, disebut tes berbisik =
3 meter
27

NERVUS IX, NX (N. GLOSSOFARINGEUS DAN N VAGUS)


Kedua nervus ini diperiksa bersamaan, karena kedua saraf ini berhubungan erat
satu sama lain, sehingga gangguan fungsinya jarang tersendiri, kecuali pada
bagian yang perifer sekali.
N IX berfungsi :
- Sensorik: 1/3 belakang lidah, faring dan telinga tengah
- motorik : stylopharyngeus
- otonom : kelenjar ludah
NX berfungsi :
-Sensorik: membran timpani, canalis auditorius eksternal, telinga luar
-Motorik: otot palatum, faring, laring
-Otonom: afferent dari baroreseptor karotis, parasimpatis dari dan ke
thorax dan abdomen
Pemeriksaan kedua saraf ini meliputi:
1. Refleks muntah
2. Pemeriksaan palatum molle dan uvula
3. Pengecapan 1/3 belakang lidah
Pada sklills lab ini pemeriksaan yang dipelajari adalah pemeriksaan palatum molle
dan uvula.
PEMERIKSAAN PALATUM MOLLE DAN UVULA
Cara pemeriksaan:
- Penderita disuruh membuka mulut
- Perhatikan palatum molle, uvula dan faring pada keadaan istirahat
- Kemudian suruh penderita menyebutkan aaaaa...
- Perhatikan palatum molle, uvula dan faring pada saat itu.
- Bila ada parese otot faring dan palatum molle, maka palatum molle, uvula dan
arkus faring yang lumpuh letaknya lebih rendah dari pada yang sehat.
NERVUS XI (N.AKSESORIUS)
Nervus ini hanya terdiri dari serabut motorik, menginervasi otot
sternokleidomastoideus dan otot trapezius.
Pemeriksaan untuksaraf ini meliputi:
1. Pemeriksaan otot sternokleidomastoideus
2. Pemeriksaan otot trapezius
Pada sklills lab ini kedua pemeriksaan tersebut dipelajari.

28

PEMERIKSAAN OTOT STERNOKLEIDOMASTOIDEUS


Cara pemeriksaan:
1. Penderita disuruh menolehkan kepala dan pemeriksaa menahannya untuk
menilai tenaganya
2. Dilakukan bergantian saat menoleh ke arah kanan dan ke kiri
PEMERIKSAAN OTOT TRAPEZIUZ
Cara pemeriksaan:
1. Penderita disuruh mengangkat bahu dan pemeriksa menahannya untuk
menilai tenaganya.
2. Bandingkan kanan dan kiri.
NERVUS XII (N.HIPOGLOSSUS)
Nervus ini mengandung serabut somato-motorik yang menginervasi otot
ekstrinsik dan intrinsik lidah. Fungsi otot ekstrinsik lidah adalah untuk
menggerakkan lidah dan otot intrindik untukmengubah ubah bentuk lidah.
Pemeriksaan untuk nervus ini meliputi:
1. Inspeksi lidah ( apakah atrofi, termor, fasikulasi)
2. Pemeriksaan lidah saat dijulurkan (apakah ada deviasi atau tidak)
Pada skills lab ini kedua pemeriksaan tersebut dipelajari.
Syarat pemeriksaan: penderita harus compos mentis khusus untuk pemeriksaan
lidah saat dijulurkan
Cara pemeriksaan:
- Suruh penderita buka mulut, perhatikan lidah dalam keadaan istirahat, apakah
ada atrofi, fasikulasi ataupun tremor
- Kemudian suruh penderita menjulurkan lidahnya, perhatikan apakah ada
deviasi atau tidak
- Untuk menilai tenaga lidah, suruh penderita untuk menekankan lidahnya pada
pipinya. Kita nilai daya tekannya ini dengan jalan menekankan jari kita pada
pipi sebelah luar
II. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN
Waktu

Aktifitas Belajar mengajar

Keterangan

20 menit

Introduksi pada kelas besar


- Penjelasan narasumber tentang pemeriksaan saraf kranialis
(10 menit)
- Pemutaran film tentang cara pemeriksaan saraf kranialis
(5 menit)
- Tanya jawab singkat hal yang belum jelas dari

Narasumber

29

penjelasan dan film yang diputar (5 menit)


10 menit

20 menit

90 menit

Demonstrasi pada kelas besar


Narasumber memperlihatkan cara pemeriksaan saraf kranialis
secara bertahap
Tahap I : Persiapan Alat
Tahap II : Pemeriksaan saraf kranialis

Narasumber

Coaching oleh instruktur:


- Mahasiswa dibagi menjadi 5 kelompok kecil (1 kelompok tdd
9 mahasiswa).
- Mahasiswa melakukan simulasi secara bergantian (2-3 orang
mahasiswa), dibimbing oleh instruktur.
- Pasien simulasi akan diperankan oleh sesama mahasiswa

Instruktur
Mahasiswa

Self practice : Mahasiswa melakukan pemeriksan saraf Mahasiswa


kranialis secara bergantian masing-masing selama 10 menit.
Instruktur
Instruktur memberikan penilaian pada lembar pengamatan.

III.TUJUANKEGIATAN
Setelah mahasiwa mengikuti skills lab ini diharapakan dapat melakukan
pemeriksaan saraf kranialis yang merupakan pemeriksaan dasar yang sangat
berguna untuk kepentingan diagnostik dalam ilmu penyakit saraf.

IV. WAKTU PELAKSANAAN


4.1.Setiap kegiatan skills lab dilaksanakan selam 150 menit
4.2.Disesuaikan dengan jadwal mahasiswa semester 5.
Tempat pelaksanaan
Ruang skills lab lantai 3.
V. RUJUKAN
1. DeJONGS, The Neurologic Examination, 5th edition, Philadelphia: JB.
Lippincott; 1992
2. Fuller G, Neurological Examination Made Easy, London: Churchill
Livingstone; 1993
3. Gilman S, Clinical Examination of The Nervous System, Philadelphia:
McGraw Hill; 2000
4. Ford MJ, Clinical Examination, 8th edition, Philadelphia: Elsevier; 2005
5. Lumbantobing SM, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental,
Jakarta: FK UI;2000

30

VI. LEMBAR PENGAMATAN


LANGKAH / TUGAS
PENGAMATAN
PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS

YA

TIDAK

1. Menyapa dan memberi salam kepada penderita


2. Mempersilahkan penderita duduk
3. Memberitahukan kepada penderita apa yang akan dilakukan
Nervus I (N. OLFAKTORIUS)
Pemeriksaan Penciuman
1. Mempersiapkan alat / bahan
2. Periksa lubang hidung (dengan menggunakan senter), apakah ada
sumbatan atau kelainan setempat, misalnya ingus atau polip. Hal
ini dapat menganggu ketajaman penciuman.
3. Penderita disuruh tutup mata
4. Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu secara bergantian,
lubang hidung yang sedang tidak diperiksa, ditutup dengan
tangan.
Nervus II (N.OPTIKUS)
Pemeriksaan Lapangan Pandang
1. Penderita disuruh duduk atau berhadapan dengan pemeriksa
dengan jarak kira kira 60cm -100 cm.
2. Jika hendak memeriksa mata kanan, maka mata kiri penderita
harus ditutup, dengan tangan, sedangkan pemeriksa harus
menutup mata kanannya.
3. Kemudian penderita disuruh melihat terus (memfiksasi matanya)
pada mata kiri pemeriksa dan pemeriksa harus terus melihat ke
mata kanan penderita
4. Setelah itu pemeriksa menggerakkan jari tangannya di bidang
pertengahan antara pemeriksa dan penderita. Gerakan dilakukan
dari arah luar (lateral) ke arah dalam (medial).
5. Jika penderita mulai melihat gerakan jari jari pemeriksa, ia
harus memberi tahu, dan hal ini dibandingkan dengan pemeriksa,
apakah iapun telah melihatnya.
6. Gerakan jari tangan ini dilakukan dari semua jurusan dan masing
masing mata harus diperiksa.
31

Nervus III, IV, VI (N.OKULOMOTORIUS, TROKHLEARIS, ABDUSENS)


Pemeriksaan Refleks Cahaya
1. Pada pemeriksaan ini penderita disuruh melihat jauh (memfiksasi
pada benda yang jauh letaknya).
2. Senter mata penderita (gerakkan senter dari arah lateral ke medial)
dan lihat apakah ada reaksi pada pupil. Pada keadaan normal,
pupil mengecil (miosis).
3. Perhatikan pula pupil mata yang satu lagi, apakah pupilnya ikut
mengecil oleh penyinaran mata yang lainnya itu.
4. Melakukan pemeriksaan secara bergantian pada oculi dextra dan
sinistra.
5. Saat melakukan pemeriksaan ini, sekaligus nilai ukuran dan
bentuk pupil.
Pemeriksaan Otot Penggerak Bola Mata
1. Penderita disuruh melihat ke jari pemeriksa, kemudian mengikuti
gerakan jari pemeriksa.
2. Pemeriksa menggerakkan jarinya dari arah:
- Medial ke lateral kanan, lateral kiri
- Medial ke atas, bawah
- Medial ke lateral atas kanan, lateral bawah kiri
- Medial ke lateral atas kiri, lateral bawah kanan.
Nervus V (N. TRIGEMINUS)
Palpasi Otot Temporal Dan Masseter
1. Pasien disuruh merapatkan giginya sekuat mungkin, kemudian
kita raba musc. masseter dan musc. temporalisnya.
2. Bandingkan kekuatan tonus otot tersebut (antara kiri dan kanan).
Pemeriksaan Sensorik Wajah
1. Lakukan pemeriksaan sensorik wajah berupa rasa raba dengan
menggunakan kapas / bulu halus yg ada di ujung reflex hammer.
2. Goreskan kapas tersebut mulai dari daerah ophtalmica,
dibandingkan kiri dan kanan, daerah maksilaris, bandingkan kiri
dan kanan, daerah mandibularis bandingkan kiri dan kanan.
3. Lakukan pemeriksaan nyeri dengan menggunakan benda yang
agak runcing (ada pada ujung reflex hammer).
4. Sentuhkan (tekan sedikit) bagian yang runcing tersebut ke daerah
ophtalmica, dibandingkan kiri dan kanan, daerah maksilaris,
bandingkan kiri dan kanan, daerah mandibularis bandingkan kiri
dan kanan.
5. Lakukan pemeriksaan suhu dengan menggunakan tabung reaksi
32

6.

yang berisi air panas dan air dingin.


Sentuhkan bagian tabung reaksi yang berisii air tersebut ke
daerah ophtalmica, dibandingkan kiri dan kanan, daerah
maksilaris, bandingkan kiri dan kanan, daerah mandibularis
bandingkan kiri dan kanan.

Nervus VII (N. FASCIALIS)


Pemeriksaan Motorik Wajah
1. Perhatikan wajah penderita apakah simetris atau tidak
2. Suruh penderita mengangkat alisnya sekaligus mengerutkan dahi.
Lihat apakah alis / kerutan dahi simetris atau tidak
3. Suruh penderita memejamkan mata. Pemeriksa mencoba
membuka mata penderita, nilai kekuatan otot nya, apakah sama
kiri dan kanan.
4. Suruh penderita menyeringai, lihat simetris atau tidak
5. Suruh penderita menggembungkan pipi, lihat apakah ada
kebocoran udara / simetris atau tidak.
Nervus VIII (N.VESTIBULO-KOKHLEARIS)
Pemeriksaan Pendengaran
Pemeriksaan Rinne
1. Getarkan ujung garpu tala 512 Hz, (dengan jari atau mengetukkannya
pada siku atau lutut pemeriksa).
2. Letakkan tangkai garpu tala tersebut pada prosessus mastoid telinga
yang diperiksa.
3. Setelah tidak terdengar bunyi lagi, kemudian dipindahkan ujung
garpu tala ke depan liang telinga yang diperiksa, dengan jarak kirakira 2 cm, normalnya pasien masih dapat mendengar suara getaran
garputala tersebut.
Pemeriksaan Weber
1. Getarkan ujung garpu tala 512 Hz
2. Letakkan tangkai garpu tala tersebut pada garis tengah wajah atau
kepala (di vertex, dahi dan pangkal hidung).
3. Tanyakan pada yang pasien, telinga mana yang terdengar lebih keras
atau sama kiri dan kanan.
Pemeriksaan Schwabach
1. Getarkan ujung garpu tala 512 Hz.
2. Letakkan tangkai garpu tala tersebut pada prosesus mastoid penderita

33

sampai tidak terdengar bunyi.


3. Segera pindahkan tangkai garpu tala tersebut ke prosesus mastoideus
telinga pemeriksa yang pendengarannya normal.
Pemeriksaan Berbisik
1. Pemeriksaan selalu dimulai dengan telinga kanan, baru telinga kiri.
2. Pasien berdiri pada ujung kamar dengan telinga yang akan diperiksa
menghadap pemeriksa pada jarak 6 meter. Telinga yang lainnya
ditutup dengan cara menekan tragus dengan jari pasien sehingga
benar benar tertutup.
3. Pasien jangan melihat ke pemeriksa, telinga yang akan diperiksa yang
mengarah pada pemeriksa
4. Pemeriksa berbisik dengan udara yang masih tersisa dalam paru
paru sesudah ekspirasi. Kata-kata yang mengandung banyak huruf s
(contoh sisir, selesai, susu)
Nervus IX, NX (N. GLOSSOFARINGEUS DAN N VAGUS)
Pemeriksaan Palatum Molle dan Uvula
1. Penderita disuruh membuka mulut
2. Perhatikan palatum molle, uvula dan faring pada keadaan istirahat
3. Kemudian suruh penderita menyebutkan aaaaa..., perhatikan
palatum molle, uvula dan faring. (apakah simetris atau tidak)
Nervus XI (N.AKSESORIUS)
PEMERIKSAAN OTOT STERNOKLEIDOMASTOIDEUS
1. Penderita disuruh menolehkan kepala dan pemeriksa menahannya
untuk menilai tenaganya
2. Dilakukan bergantian saat menoleh ke arah kanan dan ke kiri
PEMERIKSAAN OTOT TRAPEZIUS
1. Penderita disuruh mengangkat bahu dan pemeriksa menahannya
untuk menilai tenaganya.
2. Bandingkan kanan dan kiri.
Nervus XII (N.HIPOGLOSSUS)
Pemeriksaan Lidah
1. Suruh penderita buka mulut, perhatikan lidah dalam keadaan
istirahat, apakah ada atrofi, fasikulasi ataupun tremor
(pemeriksaan ini boleh menggunakan senter)
2. Kemudian suruh penderita menjulurkan lidahnya, perhatikan

34

apakah ada deviasi atau tidak


3. Untuk menilai tenaga lidah, suruh penderita untuk menekankan
lidahnya pada pipinya. Kita nilai daya tekannya ini dengan jalan
menekankan jari kita pada pipi sebelah luar

Note : Ya
: Mahasiswa melakukan
Tidak : Mahasiswa tidak melakukan

35

SL.V. SSS.2- SL 3
KETERAMPILAN KLINIK
PEMERIKSAAN FISIK TELINGA, HIDUNG, RONGGA MULUT,
FARING & LARING
I. PENDAHULUAN
Keterampilan klinik pemeriksaan fisik telinga, hidung, rongga mulut,
faring danlaring untuk mengenali gejala dan tanda yang terdapat pada pasien agar
mampu menegakkan diagnosis penyakit-penyakit THT sesuai dengan kompetensi
dasar seorang Dokter.
A. PEMERIKSAAN TELINGA
A.1. Alat yang diperlukan :
- Lampu kepala
- Corong telinga
- Otoskop
A.2. Cara pemeriksaan telinga :
- Pasien duduk dengan posisi badan condong sedikit ke depan dan kepala
pasien lebih tinggi sedikit dari kepala pemeriksa.
- Pasang lampu kepala dan diarahkan ke daun telinga dan
liang telinga.
- Melihat keadaan dan bentuk daun telinga serta daerah belakang daun
telinga (retroaurikuler).
- Menarik daun telinga ke atas dan ke belakang untuk memeriksa liang
telinga. Jika kesulitan, gunakan corong telinga untuk memperluas
pandangan ke dalam liang telinga.
- Otoskop digunakan untuk memeriksa membran timpani.
- Otoskop dipegang dengan tangan kanan untuk memeriksa membran
timpani kanan dan tangan kiri untuk memeriksa membran timpani kiri,
dengan posisi jari kelingking tangan yang memegang otoskop ditekankan
pada pipi pasien yang diperiksa.
B. PEMERIKSAAN HIDUNG
B.1. Alat yang diperlukan :
- Lampu kepala
- Spekulum hidung
- Kaca nasofaring dan tangkainya
- Spatula lidah
B.2. Cara pemeriksaan hidung : .
1. Memperhatikan bentuk luar hidung.
2. Palpasi daerah tulang hidung dan sinus paranasal.
3. Pasang lampu kepala dan diarahkan ke rongga hidung.
4. Rinoskopi Anterior :
- Spekulum hidung dipegang dengan tangan kiri dalam keadaan tertutup.
- Masukkan spekulum ke dalam lubang hidung dengan hati-hati dan
dibuka setelah spekulum berada di dalam rongga hidung.

36

- Nilai vestibulum, septum, konka, meatus dan mukosa.


- Keluarkan spekulum dalam keadaan terbuka untuk menghindari
terjepitnya bulu hidung pasien.
5. Rinoskopi Posterior :
- Kaca nasofaring dipegang dengan tangan kanan
- Hangatkan kaca nasofaring dengan api lampu spiritus.
- Sebelum kaca dimasukkan ke rongga mulut, suhu kaca di tes dulu dengan
menempelkannya pada kulit belakang tangan kiri pemeriksa.
- Pegang spatula lidah dengan tangan kiri dan pasien di minta membuka
mulut.
-Tekan 2/3 anterior lidah dengan spatula lalu pasien disuruh bernafas
seperti biasa dan jangan menahan nafas.
- Masukkan kaca nasofaring yang menghadap ke atas melalui mulut,
melewati bagian bawah uvula hingga ke orofaring.
- Lihat keadaan koana dan septum nasi posterior.
- Kaca tersebut diputar sedikit ke lateral untuk melihat keadaan konka
inferior, media, superior, serta meatus nasi inferior dan media.
- Kaca diputar lebih ke lateral lagi untuk memeriksa torus tubarius dan
fossa rosenmuller.
- Hal yang sama dilakukan untuk melihat sisi yang berlawanan.
- Keluarkan kaca nasofaring dan spatula lidah secara bersamaan dari
rongga mulut.
C. PERIKSAAN FARING DAN RONGGA MULUT
C.1. Alat yang dierlukan :
- Lampu kepala
- Spatula lidah
C.2. Cara pemeriksaan faring dan rongga mulut :
- Pasang lampu kepala dan diarahkan k rongga mulut
- Nilai keadaan bibir, mukosa ronga mulut, lidaxh dan gerakan ,lidah
- Pegang spatula lidah dengasn tangan kiri
- Tekan bagian tengah lidah dengan memakai spatula lidah
- Nilai rongga mulut, dinding belakang faring, uvula, arkus faring, tonsil,
mukosa pipi, gusi dan gigi
- Keluarkan spatula lidah dari rongga mulut
- Palpasi daerah rongga mulut untuk menilai apakah ada massa tumor,
kista,dll.
D. PEMERIKSAAN HIPOFARING DAN LARING
D.1. Alat yang diperlukan :
- Lampu kepala
- Kaca laring dan tangkainya
- Lampu Spiritus
- Kain kasa
D.2. Cara pemeriksaan hipofaring dan laring :
- Pasang lampu kepala dan arahkan ke rongga mulut
- Pasien duduk lurus agak condong ke depan dengan leher agak fleksi

37

- Pegang kaca laring dengan tangan kanan lalu hangatkan dengan api
lampu spiritus
- Sebelum kaca dimasukkan, suhu kaca ditest dulu dengan menempelkan
pada kulit belakang tangan kiri pemeriksa
- Pasien diminta membuka mulut dan menjulurkan lidahnya sejauh
mungkin
- Lidah dipegang dengan tangan kiri dengan memakai kain kasa dan
ditarik keluar dengan hati-hati
- Kaca laring dimasukkan ke dalam mulut menggunakan tangan kanan
dengan arah kaca ke bawah, bersandar pada uvula dan palatum molle
- Pasien disuruh menyuarakan i...
- Nilai gerakan pita suara abduksi dan daerah subglotik dengan menyuruh
pasien untuk inspirasi dalam
E. PEMERIKSAAN KELENJAR LIMFA LEHER
Cara Pemeriksaan
- pemeriksa beridiri di belakang pasien
- pemeriksa meraba dengan kedua belah tangan seluruh daerah leher dari
atas kebawah.
- Nilai ukuran, bentuk, konsistensi dan perlekatan dengan jaringan
sekitarnya, bila terdapat pembesaran kelenjar limfa.
II. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN
Waktu
20 menit

Aktivitas Belajar Mengajar


Introduksi pada kelas besar (terdiri dari 45 orang mahasiswa)
Pemutaran film tentang pemeriksaan fisik teling, hidung,
rongga mulut,faring,dan laring.

Keterangan
Nara sumber

10 menit

Demonstrasi oleh narasumber


Instruktur memperlihatkan cara pemeriksaan fisik telinga,
hidung, rongga mulut, faring dan laring.

Narasumber

30 menit

Coaching : Mahasiswa melakukan simulasi secara bergantian


dibimbing oleh instruktur. Pasien simulasi akan diperankan
oleh sesama mahasiswa

Instruktur,
Mahasiswa

90 menit

Self Practice :
Mahasiswa melakukan sendiri pemeriksaan fisik teling,
hidung, rongga mulut, faring dan laring secara bergantian.
Total waktu yang dibutuhkan + 90 menit (tergantung jumlah
mahasiswa)

Mahasiswa

38

III. TUJUAN KEGIATAN


III.1. TUJUAN UMUM
Melatih mahasiswa untuk dapat melakukan pemeriksaan fisik teling,
hidung, rongga mulut, faring dan laring secara mandiri.
III.2. TUJUAN KHUSUS
Setelah mahasiswa mengikuti skills lab ini diharapkan dapat melakukan :
- Pemeriksaan fisik telinga dan mampu mengenali tanda-tanda fisiologis
serta patologis telinga.
- Pemeriksaan fisik hidung dan mampu mengenali tanda-tanda fisiologis
serta patologis hidung.
- Pemeriksaan fisik rongga mulut dan mampu mengenali tanda-tanda
fisiologis serta patologis rongga mulut.
- Pemeriksaan fisik faring dan mampu mengenali tanda-tanda fisiologis
serta patologis faring.
- Pemeriksaan fisik laring dan mampu mengenali tanda-tanda fisiologis
serta patologis laring.
IV. WAKTU PELAKSANAAN
- Setiap kegiatan skills lab dilaksanakan selama 150 menit.
- Disesuaikan dengan jadwal skills lab blok Sistem Special Sense.
- Tempat pelaksanaan :
- Ruang skills lab FKUSU (lantai 3)
- Sarana yang diperlukan :
- Lampu kepala
- Otoskop
- Corong telinga
- Spekulum hidung
- Kaca nasofaring dan tangkainya
- Kaca laring dan tangkainya
- Spatula lidah
- Lampu spiritus
- Kain Kassa
- Korek api
- Baskom berisi air bersih
- Dettol
- Kain lap (Handuk good morning)
V. RUJUKAN
1. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher, Edisi Keenam, Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta, 2007

39

VI. LEMBAR PENGAMATAN


LANGKAH TUGAS

PENGAMATAN
Ya
Tidak

PEMERIKSAAN FISIK TELINGA DAN HIDUNG


PEMERIKSAAN TELINGA :
1. Mempersilahkan pasien duduk dengan posisi badan
condong sedikit ke depan dan kepala pasien lebih tinggi
sedikit dari kepala pemeriksa.
2. Pasang lampu kepala dan diarahkan ke daun telinga dan
liang telinga.
3. Melihat keadaan dan bentuk daun telinga serta daerah
belakang daun telinga (retroaurikuler).
PEMERIKSAAN HIDUNG :
1. Memperhatikan bentuk luar hidung.
2. Palpasi daerah tulang hidung dan sinus paranasal.
3. Pasang lampu kepala dan diarahkan ke rongga hidung.
4. Rinoskopi Anterior :
- Spekulum hidung dipegang dengan tangan kiri dalam
keadaan tertutup.
- Masukkan spekulum ke dalam lubang hidung dengan
hati-hati dan dibuka setelah spekulum berada di dalam
rongga hidung.
- Nilai vestibulum, septum, konka, meatus dan mukosa.
- Keluarkan spekulum dalam keadaan terbuka untuk
menghindari terjepitnya bulu hidung pasien.
PEMERIKSAAN RONGGA MULUT, FARING & LARING
1. Pemeriksaan faring dan rongga mulut
2. Pasang lampu kepala dan diarahkan ke rongga mulut
3. Nilai keadaan bibir, mukosa rongga mulut, lidah dan gerakan
lidah
4. Pegang spatula lidah dengan tangan kiri
5. Tekan bagian tengah lidah dengan memakai spatula lidah
6. Nilai rongga mulut, dinding belakang faring, uvula, arkus
faring,tonsil, mukosa pipi, gusi dan gigi
7. Keluarkan spatula lidah dari rongga mulut
PEMERIKSAAN KELENJAR LIMFA LEHER
1. Pemeriksa berdiri di belakang pasien
2. Pemeriksa meraba dengan kedua belah tangan seluruh daerah
leher dari atas kebawah.
3. Nilai ukuran, bentuk, konsistensi dan perlekatan dengan
jaringan sekitarnya, bila terdapat pembesaran kelenjar limfa.
Note : Ya
= Mahasiswa melakukan.
Tidak = Mahasiswa tidak melakukan

40

SL.V. SSS.2- SL 4
KETERAMPILAN KLINIK
PEMERIKSAAN FISIK LEHER
Emir Taris Pasaribu
I. PENDAHULUAN
Pemeriksaan fisik leher merupakan pemeriksaan fisik standar yang harus
dapat dilakukan dengan benar oleh seorang dokter. Kelainan di leher dapat berupa
kelainan bawaan, infeksi, neoplasma dan metabolisme.
Benjolan di leher dapat disebabkan oleh :
Di bagian tengah : - goiter
- thyroglossal cyst
- submental limph nodes
- parathyroid gland
Lateral : -

lymph nodes
salivary glands
skin, sebaceous cyst or lipoma
lymphatics, cystic hygroma
carotid artery, aneurysma, tumours
pharynx, branchiogenic cleft cyst.

41

II. TUJUAN
II.1.TUJUAN UMUM
Setelah selesai latihan ini mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik
leher dan mengetahui beberapa kelainan berupa benjolan di leher bagian
depan.
II.2.TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa mampu:
1. Menemukan pembesaran kelenjar tiroid.
2. Mengenal pembesaran kelenjar getah bening.
3. Mengenal kelainan di kulit dan bawah kulit
4. Mengetahui kelainan bawaan.
5. Dapat membuat dokumentasi / deskripsi hasil pemeriksaan.

42

III. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN


Waktu (menit)
20 menit

Aktivitas Belajar Mengajar


Keterangan
Introduksi pada kelas besar (terdiri dari 45 Nara sumber
mahasiswa). Nara sumber menjelaskan beberapa
kelainan yang sering ditemukan dileher, insiden,
lokasi dan karakteristik.

10 menit

Demonstrasi pada kelas besar oleh nara sumber. Nara sumber


Dengan simulasi pasien.
Nara sumber memperlihatkan tata cara
pemeriksaan fisik leher yang benar.
Tahap I.
Perkenalan dengan pasien.
Menerangkan pemeriksaan yang akan dilakukan.
Tahap II.
Posisi pasien
Posisi pemeriksa
Cara pemeriksaan
Hal hal yang diamati
Dokumentasi

10 menit

Setelah mahasiswa dibagi kelas kecil yang terdiri Instruktur


dari 9 orang
Instruktur
memperlihatkan
tata
cara
pemeriksaan fisik leher yang benar.

20 menit

Coaching : Mahasiswa melakukan simulasi Instruktur


secara bergantian (2-3 orang) dengan dibimbing /Mahasiswa
oleh instruktur / mahasiswa pada kelas kecil
menggunakan lembar pengamatan.

90 menit

Self Practice : Mahasiswa melakukan sendiri Mahasiswa


secara bergantian.
Sehingga total waktu yang dibutuhkan 90
menit (tergantung jumlah mahasiswa)

IV. PEDOMAN INSTRUKTUR


IV.1.PELAKSANAAN
1. Mahasiswa dibagi dalam kelompok besar 45 mahasiswa dan kecil 9
orang. Kelompok besar dipimpin nara sumber dan kelompok kecil
dipimpin instruktur.
2. Cara pelaksanaan kegiatan:
Instruktur melakukan choacing selama 20 - 30 menit, beberapa mahasiswa
melakukan pemeriksaan simulasi dibimbing instruktur dan peserta lain
dapat melakukan pengamatan.
Menggunakan pasien simulasi , mahasiswa.
43

Ditunjuk seorang mahasiswa untuk melakukan pemeriksaan. Mahasiswa


lainnya bertugas sebagai pengamat.
Setiap mahasiswa harus mendapat kesempatan melakukan.
3. Waktu pelaksanaan
- Setiap kegiatan skills lab dilaksanakan selama 150 menit.
- Disesuaikan dengan jadwal mahasiswa semester V.
4. Tempat pelaksanaan
Ruang skills lab lantai 3
IV.2. SARANA YANG DIBUTUHKAN:
- meja 1 buah
- kursi 3 buah
- alat tulis
- pasien simulasi ( mahasiswa )
- segelas air
- jangka sorong
V. RUJUKAN
1. Bickley LS, Szilagyi PG. Guide to Physical Examination and History Taking.
9th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins ; 2007
2. Talley NJ, OConnor S, Clinical Examination, A Systematic Guide to physical
diagnosis, 2 Ed, APAC Asian Edition, Singapore ; 1992
VI. KASUS SIMULASI / MAHASISWA
VII. LEMBAR PENGAMATAN
LANGKAH/TUGAS

PENGAMATAN
Ya
Tidak

I. PERKENALAN
1. Menyapa pasien dan memperkenalkan diri.
2. Mempersilahkan pasien duduk
3. Menanyakan nama, umur, pekerjaan, alamat.
4. Menanyakan tindakan yang akan dilakukan dan tujuan
pemeriksaan.
5. Meminta persetujuan
II. PERSIAPAN
1. penderita dalam posisi duduk.
2. pemeriksa sudah melakukan cuci tangan
3. tersedia segelas air.
III. INSPEKSI
1. penderita duduk dan posisi kepala sedikit ekstensi
2. pemeriksa berada didepan penderita.
3. Memperhatikan apakah ada perubahan warna kulit
4. Memperhatikan apakah ada ulkus, fistel, sekret dan
44

tentukan lokasi.
5. Memperhatikan apakah ada benjolan, bila ada tentukan
lokasi, jumlah dan bentuk.
6. Bila lokasi benjolan di bagian tengah, penderita disuruh
meneguk air dan perhatikan apakah benjolan bergerak
keatas.
IV. PALPASI
1. Penderita duduk dan posisi kepala sedikit ekstensi
2. Pemeriksa berada dibelakang penderita
3. Palpasi mengunakan kedua tangan, bagian volar distal
digiti 2,3 dan 4.
Tiroid :
1. Lokasi dibagian tengah leher, dibawah kartilago tiroidea
2. Bila ada benjolan, perhatikan : lokasi, jumlah , konsistensi,
permukaan, batas, pergerakan, nyeri dan ukuran (mm)
3. Penderita disuruh meneguk air dan teraba benjolan bergerak
keatas.
Kelenjar getah bening :
1. Dimulai dari, daerah sub mental, sub mandibular, rantai
yugular bagian atas, tengah , bawah, supra klavikula dan
trigonum posterior leher.
2. Bila ditemukan benjolan, perhatikan lokasi, jumlah, nyeri,
permukaan, konsistensi, konglumerasi, batas, pergerakan
dan ukuran (mm)
V. DOKUMENTASI
1. Mencatat data data yang didapat/ditemukan
2. Mencatat tanggal pemeriksaan
3. Membuat tanda tangan pemeriksa
4. Menginformasikan dan menjelaskan tindakan selanjutnya.
Note : Ya = Mahasiswa melakukan.
Tidak = Mahasiswa tidak melakukan

45

You might also like