You are on page 1of 10

BAB 4

PENETAPAN METODE ANALISA


4.1 Penetapan Metode Analisis untuk Kosmetika
Menurut Kepala BPOM RI Nomor HK.03.1.23.08.11.07331 tahun 2011 tentang metode
analisis kosmetika ruang lingkup metode yang ditetapkan dalam Peraturan ini berupa
beberapa Metode Analisis untuk:
1.
Pengujian Cemaran Mikroba
Metode Analisis untuk pengujian cemaran mikroba berupa metode analisis untuk:
1.1 Penetapan Angka Kapang Khamir dan Uji Angka Lempeng Total dalam
Kosmetika
a. Penetapan Angka Kapang dan Khamir
Penetapan angka kapang dan khamir dalam kosmetika dengan cara menghitung
koloni dalam media agar selektif setelah inkubasi secara aerobik. Apabila
diperkirakan contoh dapat menghambat pertumbuhan mikroba maka contoh harus
dinetralkan supaya mikroba yang masih hidup dapat terdeteksi dan prosedur
netralisasi harus divalidasi.
Metode yang digunakan melalui penghitungan lempeng dengan:
Cara tuang atau sebar
Penghitungan angka lempeng dilakukan dengan menginokulasikan secara
langsung sejumlah tertentu dari suspensi awal atau yang telah diencerkan
secara desimal ke dalam media spesifik dengan cara tuang atau sebar, dan
diinkubasi secara aerob pada suhu yang sesuai dalam waktu tertentu. Jumlah
mikroba dinyatakan dalam koloni atau cfu (colony forming units) per mL
atau per g produk.
Penyaringan membran
Penyaringan membran dilakukan dengan cara memindahkan sejumlah contoh
ke dalam peralatan filtrasi yang telah dibasahi dengan sejumlah kecil
pengencer yang steril, segera disaring dan dibilas. Membran penyaring
kemudian diletakkan di atas permukaan media agar spesifik serta diinkubasi
pada suhu yang sesuai dalam waktu tertentu. Jumlah koloni dinyatakan
dalam cfu kapang dan khamir per mL atau per g produk.
Penanganan Produk kosmetika dan contoh Produk yang akan diuji disimpan pada
suhu ruang, tidak diinkubasi, didinginkan atau dibekukan sebelum dan sesudah
analisis.

b. Uji Angka Lempeng Total


Pedoman ini digunakan untuk menetapkan angka bakteri aerob mesofil yang
masih memiliki daya hidup dalam produk kosmetika. Metode ini meliputi
penghitungan koloni bakteri pada media agar non selektif maupun ada atau
tidaknya pertumbuhan bakteri setelah pengkayaan. Apabila diperkirakan contoh
dapat menghambat pertumbuhan mikroba maka contoh harus dinetralkan supaya
mikroba yang masih hidup dapat terdeteksi dan prosedur netralisasi harus
divalidasi.
Metode yang digunakan melalui penghitungan lempeng dengan:
Cara tuang atau sebar
Penghitungan angka lempeng total dilakukan dengan menginokulasikan
secara langsung sejumlah tertentu suspense awal atau yang telah diencerkan
secara desimal ke dalam media spesifik dengan cara tuang atau sebar, dan
diinkubasi secara aerob pada suhu yang sesuai dalam waktu tertentu. Jumlah
mikroba dinyatakan dalam koloni atau cfu per mL atau per g produk.
Cara penyaringan membrane
Penyaringan membran dilakukan dengan cara memindahkan sejumlah contoh
ke dalam peralatan penyaring (filtrasi) yang telah dibasahi dengan pengencer
steril, segera disaring dan dibilas. Membran penyaring kemudian diletakkan
di atas permukaan media agar spesifik dan diinkubasi pada suhu yang sesuai
dalam waktu tertentu. Jumlah mikroba dihitung dan angka lempeng total
dinyatakan dalam koloni atau cfu per mL atau per g produk. (Catatan : Cara
penyaringan membran dilakukan untuk contoh yang mengandung pengawet,
atau bahan antimikroba lain yang dapat larut).
Penanganan kosmetika dan contoh Jika diperlukan, simpan kosmetika yang akan
diuji pada suhu ruang. Jangan diinkubasi, didinginkan atau dibekukan sebelum
atau sesudah analisis.
1.2 Uji Efektivitas Pengawet dalam Kosmetika
Pedoman ini digunakan untuk menetapkan efektivitas antimikroba meliputi
penentuan kesesuaian dan kinerja minimal pengawet dalam kosmetika.
Prinsipnya uji tantang terhadap produk bebas cemaran dengan menggunaka
mikroba baku yang telah ditetapkan, kemudian produk yang telah diinokulasi
tersebut disimpan pada suhu yang telah ditetapkan. Penghitungan jumlah mikroba
baku yang bertahan hidup dalam produk yang diuji, pada interval waktu yang
ditentukan dengan metode angka lempeng. Penentuan produk yang memenuhi

kriteria, merupakan produk yang menggunakan pengawet yang sesuai, baik untuk
proses pembuatan maupun penggunaan oleh konsumen. Penentuan produk yang
tidak memenuhi kriteria, merupakan produk yang tidak menggunakan pengawet
yang sesuai.
2. Pengujian Logam Berat
Metode Analisis untuk pengujian logam berat berupa Metode Analisis Penetapan Kadar
Logam Berat (Arsen, Kadmium, Timbal, dan Merkuri) dalam Kosmetika. Prinsipnya
contoh didigesti dengan cara digesti basah atau digesti kering atau digesti gelombang
mikro bertekanan tinggi (High Pressure Microwave Digestion) dan ditetapkan kadar
logam berat seperti arsen (As), cadmium (Cd), timbal (Pb) dan merkuri (Hg)
menggunakan Graphite Furnace Atomic Absorption Spectrophotometer (GF-AAS) dan
Flow Injection Analysis System-Atomic Absorption Spectrophotometer (FIAS-AAS).
3. Pengujian Beberapa Bahan yang Dilarang Digunakan dalam Kosmetika
Metode Analisis untuk pengujian beberapa bahan yang dilarang digunakan dalam
Kosmetika berupa Metode Analisis untuk:
a. Identifikasi asam retinoat dalam kosmetika secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).
Secara KCKT Asam retinoat diidentifikasi secara kromatografi cair fase balik
dengan deteksi ultra violet.
b. Identifikasi bahan pewarna yang dilarang dalam kosmetika secara Kromatografi
Lapis Tipis (KLT) dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).
Metode ini menguraikan prosedur untuk identifikasi bahan pewarna yang dilarang
dalam kosmetika, yaitu tertera pada tabel dibawah ini:

Identifikasi secara KLT dengan cara bahan pewarna yang dilarang dalam
kosmetika diekstraksi terlebih dahulu kemudian diidentifikasi secara KLT.
Dibawah ini tabel mengenai batas deteksi:

Identifikasi secara KCKT dengan cara bahan pewarna yang dilarang dalam
kosmetika diidentifikasi secara kromatografi cair fase balik dengan deteksi
cahaya tampak. Dibawah ini tabel mengenai batas deteksi:

c. Identifikasi dan penetapan kadar hidrokinon dalam kosmetika secara Kromatografi


Lapis Tipis (KLT) dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).
Identifikasi secara KCKT fyaitu Hidrokuinon diidentifikasi secara KCKT fase
balik dengan deteksi sinar UV.
d. Identifikasi senyawa kortikosteroid dalam kosmetika secara Kromatografi Lapis
Tipis (KLT) dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Identifikasi secara KLT
Metode ini menguraikan prosedur untuk identifikasi senyawa kortikosteroid:
hidrokortison asetat, deksametason, betametason, betametason 17-valerat dan
triamsinolon asetonida dalam kosmetika. Prinsipnya senyawa kortikosteroid
dalam contoh diekstraksi dan diidentifikasi secara KLT.
Identifikasi secara KCKT
Metode ini menjelaskan prosedur lebih lanjut untuk identifikasi senyawa
kortikosteroid: hidrokortison asetat, deksametason, betametason, betametason
17-valerat dan triamsinolon asetonida dalam kosmetika. Prinsipnya metode ini
menjelaskan prosedur lebih lanjut untuk identifikasi senyawa kortikosteroid:
hidrokortison asetat, deksametason, betametason, betametason 17-valerat dan
triamsinolon asetonida dalam kosmetika.
Batas deteksi dan batas kuantitasi dapat dilihat dari tabel di bawah ini:

4. Pengujian beberapa bahan pengawet yang digunakan dalam kosmetika


Metode analisis untuk pengujian beberapa bahan pengawet yang digunakan
dalam kosmetika berupa metode analisis identifikasi dan penetapan kadar pengawet
dalam kosmetika secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi (KCKT).
Identifikasi secara KLT
Metode ini menjelaskan prosedur untuk identifikasi pengawet: 2-fenoksietanol,
metil 4-hidroksibenzoat, etil 4-hidroksibenzoat, propil 4-hidroksibenzoat dan butil
4-hidroksibenzoat dalam kosmetika. Prinsipnya pengawet dalam contoh diekstraksi
dan diidentifikasi secara KLT.
Identifikasi dan penetapan kadar secara KCKT
Metode ini menjelaskan prosedur untuk identifikasi dan penetapan kadar pengawet:
2-fenoksietanol, metil 4-hidroksibenzoat, etil 4-hidroksibenzoat, propil 4hidroksibenzoat dan butil 4-hidroksibenzoat dalam kosmetika. Prinsipnya
pengawet dalam contoh diekstraksi dan diidentifikasi serta ditetapkan kadarnya
secara KCKT fase balik menggunakan isopropil 4-hidroksibenzoat atau
benzofenon sebagai baku internal.
4.2 Penetapan Metode Analisis untuk Makanan
Metode analisis yang digunakan untuk makanan sebagai berikut:
1.
Metode Gravimetri
Gravimetri merupakan cara pemeriksaan kumlah zat yang paling tua dan
yang paling sederhana dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya.
Analisis gravimetri merupakan cara analisis kuantitatif berdasarkan berat tetap
(berat konstant)-nya. Dalam analisis ini, unsur atau senyawa yang dianalisis
dipisahkan dari sejumlah bahan yang dianalisis. Bagian terbesar analisis gravimetri
menyangkut perubahan unsur atau gugus dari senyawa yang dianalisis menjadi

senyawa lain yang murni dan stabil sehingga dapat diketahui berat tetapnya. Berat
unsure atau gugus yang dianalisis selanjutnya dihitung dari rumus senyawa serta
berat atom penyusunnya. Supaya analisis gravimetri berhasil, maka persyaratan
berikut harus dipenuhi, yakni:
Proses pemisahan analit yang dituju harus berlangsung secara sempurna
sehingga banyaknya analit yang tidak terendapkan secara analitis tidak

terdeteksi
Zat yang akan ditimbang harus murni atau mendekati murni dan mempunyai
susunan yang pasti. Jika syarat ini tidak terpenuhi maka akan menimbulkan

kesalahan yang besar.


Kelebihan cara analisis gravimetri dibanding volumetri adalah bahwa penyusun
yang dicari dapat diketahui pengotornya jika ada; dan bila diperlukan dapat
dilakukan pembetulan (koreksi). Kekurangan atau kejelekan dari metode
gravimetri adalah cara ini sangat memakan waktu (time consuming) (Gandjar,
2007).
2.

Metode Volumetri
Volumetri atau titrimetri merupakan suatu metode analisis kuantitatif
didasarkan pada pengukuran volume titran yang bereaksi sempurna dengan analit.
Titran merupakan zat yang digunakan untuk mentitrasi. Analit adalah zat yang
akan ditentukan konsentrasi/kadarnya. Penggolongan volumetri :
Berdasarkan reaksi kimia (reaksi asam-basa, reaksi redoks, reaksi

pengendapan, reaksi pembentukan kompleks)


Berdasarkan cara titrasi (titrasi langsung, titrasi kembali)
Berdasarkan jumlah sampel (titrasi makro, titrasi semi mikro, titrasi mikro)

Untuk dapat dilakukan analisis volumetri harus dipenuhi syarat-syarat sebagai


berikut;
a) Reaksinya harus berlangsung sangat cepat. Kebanyakan reaksi ion
memenuhi syarat ini.
b) Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi
c) Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekivalen tercapai, baik

3.

secara kimia atau fisika


d) Harus ada indikator jika syarat 3 tidak dipenuhi.
(Gandjar, 2007).
Metode Instrumentasi
Merupakan metode analisis yang menggunakan

instumen

seperti

spektrofotometri ultraviolet dan visibel (Uv-Vis) dan spektrofotometri serapan


atom (AAS). Metode ini menggunakan prinsip emisi dan absorpsi pada atom dan
molekul yang akan diuji.

4.

Metode Kromatografi
Metode analisis ini (kromatografi) merupakan teknik pemisahan yang
menggunakan fase diam (stationary phase) dan fase gerak, (mobile phase) dapat
dimanfaatkan untuk analisis baik analisis kualitatif, kuantitatif maupun preparative.
Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam tergantung pada
pengelompokannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi
dibedakan menjadi: (a) kromatografi adsorbsi; (b) kromatografi partisi; (c)
kromatografi pasangan ion; (d) kromatografi penukar ion; (e) kromatografi ekslusi
ukuran; dan (f) kromatografi afinita.
Berdasarkan pada alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas: (a)
kromatografi kertas; (b) kromatografi lapis tipis, yang keduanya sering disebut
kromatografi planar; (c) kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT); dan (d)
kromatografi gas (KG) (Gandjar, 2007).

4.3 Penetapan Metode Analisis untuk Produk Steril


Dalam pengertian mutlak, steril berarti bebas dari mikroorganisme baik bentuk
vegetatif, nonvegetatif (spora), patogen maupun nonpatogen. Produk steril hendaklah
dibuat dengan persyaratan khusus dengan tujuan memperkecil risiko pencemaran
mikroba, partikulat dan pirogen, yang sangat tergantung dari keterampilan, pelatihan
dan sikap dari personil yang terlibat.
Mutu setiap sediaan farmasi (steril) tidak dapat dihasilkan hanya dengan cara
pengontrolan, tetapi mutu tersebut harus ditangani sejak dini, termasuk sterilitas. Mulai
dari penggunaan bahan awal yang baik dan memenuhi spesifikasi tertentu yang sudah
ditetapkan, menggunakan peralatan yang memenuhi persyaratan, teknik pembuatan
yang digunakan, persyaratan ruangan, dan personal yang bekerja harus betul-betul
memahami dengan baik betapa pentingnya mutu (sterilitas).
Uji sterilitas digunakan untuk menetapkan apakah bahan atau produk farmasi
yang harus steril memenuhi syarat berkenaan dengan uji sterilitas seperti yang tertera
pada masing-masing monografi bahan atau produk. Untuk penggunaan prosedur uji
sterilitas sebagai bagian dari pengawasan mutu di industri, tertera pada <1371>
Sterilisasi dan Jaminan Sterilitas Bahan Kompendia. Mengingat kemungkinan hasil
positif dapat disebabkan oleh pengerjaan yang salah atau kontaminasi lingkungan,
diberlakukan pengujian 2 tahap seperti yang tertera pada bagian:
Penafsiran Hasil Uji Sterilitas

Tahap pertama
Pada interval waktu tertentu dan pada akhir periode inkubasi, amati isi
semua wadah akan adanya pertumbuhan mikroba seperti kekeruhan dan/atau
pertumbuhan pada permukaan. Jika tidak terjadi pertumbuhan, maka bahan uji
memenuhi syarat. Jika ditemukan pertumbuhan mikroba, tetapi peninjauan dalam
pemantauan fasilitas pengujian sterilitas, bahan yang digunakan, prosedur
pengujian, dan kontrol negatif menunjukkan tidak memadai atau teknik aseptik
yang salah digunakan dalam pengujian, tahap pertama dinyatakan tidak absah dan
dapat diulang. Jika pertumbuhan mikroba teramati tetapi tidak terbukti uji tahap
pertama tidak absah, lakukan tahap kedua.
Tahap kedua
Jumlah spesimen uji yang diseleksi minimum dua kali jumlah tahap
pertama. Volume minimum tiap spesimen yang diuji, media, dan periode inkubasi
sama seperti yang tertera pada tahap pertama. Jika tidak ditemukan pertumbuhan
mikroba, bahan yang diuji memenuhi syarat. Jika ditemukan pertumbuhan, hasil
yang diperoleh membuktikan bahwa bahan uji tidak memenuhi sayarat. Jika dapat
dibuktikan bahwa uji pada tahap kedua tidak absah karena kesalahan atau teknik
aseptik tidak memadai, maka tahap kedua dapat diulang.
Untuk produk parenteral, sediaan obat mata, termasuk larutan lensa kontak, dan
produk-produk yang diberikan pada luka terbuka atau untuk proses irigasi rongga
tubuh. Uji sterilitas perlu dilakukan :
Syarat steril : Sterility Assurance Level dengan probabilitas sama atau lebih baik dari

10-6, artinya dalam satu juta sediaan steril hanya boleh maksimum 1 yang tidak steril.
Analisis sterilitas adalah berdasarkan tidak adanya pertumbuhan mikroba pada media
Fluid Thioglycollate (FTM) dan Soyabean Casein Digest (SCD) pada 30-35 oC
(bakteri) dan 20-25oC (fungi) selama 7 dan 14 hari.
Sterilisasi dapat dicapai dengan penggunaan panas basah atau panas kering,
dengan radiasi pengionan (tapi tidak dengan radiasi ultraviolet kecuali proses ini
divalidasi secara menyeluruh), dengan etilen oksida (atau gas lain yang sesuai) atau
dengan filtrasi yang dilanjutkan dengan pengisian secara aseptik ke dalam wadah akhir
yang steril. Semua proses sterilisasi hendaklah divalidasi. Perhatian khusus hendaklah
diberikan bila metode sterilisasi yang digunakan tidak sesuai dengan standar farmakope
atau standar nasional lain, atau bila digunakan untuk produk yang bukan merupakan
larutan sederhana dalam air atau minyak.

Sebelum proses sterilisasi digunakan, ketepatan untuk produk terkait dan


efikasinya untuk mencapai kondisi sterilisasi yang diinginkan pada semua bagian dari
tiap jenis beban yang harus diproses, hendaklah dibuktikan dengan pengukuran fisis
dan bila diperlukan menggunakan indikator biologis. Keabsahan proses hendaklah
diverifikasi pada interval yang dijadwalkan, minimal sekali setahun, dan bilamana ada
modifikasi yang signifikan pada peralatan.
Untuk mendapatkan sterilisasi yang efektif, semua bahan harus dicakup dalam
penanganan yang dipersyaratkan dan proses hendaklah didesain untuk memastikan hal
ini dapat dicapai. Pola muatan yang tervalidasi hendaklah ditetapkan untuk semua
proses sterilisasi. Indikator biologis hendaklah dipertimbangkan sebagai metode
tambahan untuk memantau proses sterilisasi. Catatan sterilisasi atau salinannya
hendaklah tersedia untuk tiap siklus sterilisasi. Catatan ini hendaklah disetujui sebagai
bagian dari prosedur pelulusan bets.
Produk yang ditujukan untuk menjadi steril, bilamana memungkinkan,
hendaklah diutamakan disterilisasi akhir dengan carapanas dalam wadah akhir. Bila
sterilisasi cara panas tidak memungkinkan karena stabilitas dari formula produk
hendaklah dipakai metode sterilisasi akhir yang lain setelah dilakukan filtrasi dan/atau
proses aseptik (BPOM RI Nomor Hk.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012).
a
b
c
d
e

Sterilisasi Cara Panas


Sterilisasi Cara Panas Basah
Sterilisasi Cara Panas Kering
Sterilisasi Radiasi
Sterilisasi dengan Etilen Oksida
Kepastian sterilitas dari produk jadi diperoleh melalui validasi siklus sterilisasi

untuk produk yang disterilisasi akhir, dan melalui media fill untuk produk yang
diproses secara aseptik. Catatan pengolahan bets dan, dalam hal proses aseptik, catatan
mutu lingkungan, hendaklah diperiksa sejalan dengan hasil uji sterilitas. Prosedur
pengujian sterilitas hendaklah divalidasi untuk produk yang berkaitan. Metode
farmakope harus digunakan untuk validasi dan kinerja pengujian sterilitas. Untuk
produk injeksi, Air untuk Injeksi, produk antara dan produk jadi hendaklah dipantau
terhadap endotoksin dengan menggunakan metode farmakope yang diakui dan
tervalidasi untuk tiap jenis produk. Untuk larutan infus-volume-besar, pemantauan air
atau produk antara hendaklah selalu dilakukan sebagai pengujian tambahan terhadap
pengujian yang dipersyaratkan dalam monografi produk jadi yang disetujui. Bila
terdapat kegagalan uji sampel, penyebab kegagalan hendaklah diinvestigasi dan

dilakukan tindakan perbaikan bila diperlukan (POPP-Aneks 1-Ped-04/CPOB/2013) dan


(BPOM RI Nomor Hk.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012).

DAPUS
BPOM RI Petunjuk Operasional Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik Aneks
1 Pembuatan Produk Steril Edisi 2013 (POPP-Aneks 1-Ped-04/CPOB/2013).
Gandjar, IG., Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar.Yogyakarta

Peraturan Kepala BPOM RI Nomor HK.03.1.23.08.11.07331 tahun 2011 tentang Metode


Analisis Kosmetika
Peraturan Kepala BPOM RI Nomor Hk.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 Tentang Penerapan
Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik.

You might also like