You are on page 1of 16

Hubungan usia ibu dengan kejadian BBLR

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Strategi pembangunan nasional untuk mewujudkan Indonesia sehat tahun 2010 yang merupakan
integral dari pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan mengandung makna bahwa
setiap upaya pembangunan harus berkontribusi terhadap peningkatan derajat kesehatan
masyarakat. Tolak ukur derajat kesehatan masyarakat adalah status kesehatan Ibu dan Anak. Hal
ini karena Ibu dan Anak dalam keluarga merupakan anggota keluarga yang rentan terhadap
masalah kesehatan. Angka kematian bayi (AKB) merupakan indikator yang paling penting untuk
menggambarkan tingkat kesehatan masyarakat dan sangat erat kaitannya dengan status kesehatan
Ibu dan Anak (Depkes RI, 2001).
Meskipun AKB di Indonesia mengalami penurunan namun angka tersebut masih yang paling
tinggi diantara Negara-negara ASEAN. Di bandingkan AKB negara-negara ASEAN pada tahun
2002, AKB di Indonesia masih berada diurutan keenam tertinggi setelah singapura (3 per 1000
kelahiran hidup), Brunai Darussalam (6 per 1000 kelahiran hidup), Malaysia (8 per 1000
kelahiran hidup), Filipina (29 per 1000 kelahiran hidup), Thailand (24 per 1000 kelahiran hidup),
Vietnam (30 per 1000 kelahiran hidup), dan di urutan berikutnya Indonesia (35 per 1000
kelahiran hidup) adalah Myanmar (77 per 1000 kelahiran hidup), Laos (87 per 1000 kelahiran
hidup) dan Kamboja (96 per 1000 kelahiran hidup) (Depkes, 2004).
Program pembangunan kesehatan yang sudah dilaksanakan selama ini telah berhasil menurunkan
AKB di Indonesia. Namun penurunan yang terjadi setelah tahun 70-an berjalan lambat dan
menunjukkan kecenderungan Stagnan. Pada tahun 1960, AKB di Indonesia adalah 128 per 1000

kelahiran hidup. Angka ini turun menjadi 68 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1989, 57 per
1000 kelahiran hidup pada tahun 1992 dan 46 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1995
(Depkes, 2003).
Dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 kematian neonatal sebesar 180
kasus. Kasus lahir mati berjumlah 115 kasus. Jumlah seluruh kematian bayi adalah 466 kasus.
Distribusi kematian neonatal sebagian besar di wilayah Jawa Bali sebesar 66,7%. Menurut umur
kematian 79,4% dari kematian neonatal terjadi pad usia 0-7 hari, dan 20,6% terjadi pada usia 828 hari. Proporsi kematian neonatal sebesar 39% dari seluruh kematian bayi (Djaja, 2003).
Hussaini mengutip Mc Cornick (1985) menyatakan bahwa Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)
mempunyai kemungkinan kematian pada masa neonatal 40 kali lipat lebih besar daripada bayi
dengan berat lahir cukup.Secara umum para ahli menyatakan bahwa proporsi angka BBLR dapat
dipergunakan sebagai prediktor angka kematian neonatal disebabkan oleh BBLR (Hussaini,
1994).
Untuk Provinsi Bengkulu, jumlah bayi lahir mati pada tahun 2004 tercatat sebesar 310 dari
39.579 kelahiran hidup. Artinya Angka Kematian Bayi (AKB) di Provinsi Bengkulu tahun 2004
sebesar 7,83 per 1000 kelahiran hidup. Data yang di peroleh dari Dinas Kesehatan
kabupaten/kota tahun 2004 menunjukkan bahwa ditemukan sebanyak 333 bayi dengan BBLR
dari 39.912 kelahiran (0,83%) (Profil Kesehatan Provinsi Bengkulu, 2004).
Di Kabupaten Rejang Lebong pada tahun 2004 tercatat 4317 kelahiran hidup dan 38 bayi lahir
mati. Sedangkan jumlah kematian bayi baru lahir (0-28 hari) ada 45 kasus, terdiri dari 14 kasus
karena BBLR, 1 kasus karena tetanus neonatorum dan 30 kasus karena sebab lain (Laporan
Kegiatan Kesehatan Maternal Dan Perinatal Kabupaten Rejang Lebong, 2004).
Sedangkan pada tahun 2005 data Kabupaten Rejang Lebong menunjukkan ada 5530 kelahiran
hidup dan 45 kelahiran mati. Jumlah kematian neonatal ada 58 kasus terdiri dari umur <1 minggu
ada 50 kasus, umur 1 minggu1 bulan ada 8 kasus. Berdasarkan sebab kematiannya ada 1 kasus
karena tetanus neonatorum, 27 kasus karena BBLR dan 30 kasus karena sebab lain. Adapun
BBLR yang dirujuk ada 30 kasus dan yang ditangani ada 70 kasus. Dari data BBLR di atas
paling banyak kasus BBLR di Kabupaten Rejang Lebong terdapat di RSUD Curup yaitu 48
kasus (Laporan Kegiatan Kesehatan Maternal Dan Perinatal Kabupaten Rejang Lebong, 2005).

Data tahunan RSUD Curup khususnya pada ruang rawat inap kebidanan dan ruang rawat inap
anak, menunjukkan pada tahun 2002 terdapat 7 kasus BBLR dari 412 kelahiran. Pada tahun 2003
terdapat 30 kasus BBLR dari 401 kelahiran, pada tahun 2004 terdapat 47 kasus BBLR dari 343
kelahiran. Dan pada tahun 2005 terdapat 48 kasus dari 292 kelahiran (Rekam Medik RSUD,
2002, 2003, 2004, 2005)
Resiko terbesar BBLR adalah pada wanita yang melahirkan pada usia remaja/kurang dari 20
tahun dan pada usia lebih 35 tahun kemungkinan dapat melahirkan bayi dengan BBLR yaitu
berat lahir bayi kurang dari 2500 gr atau lahir prematur (bayi lahir kurang dari 37 minggu
kehamilan). Pada penelitian di Canada tahun 2002 ditemukan resiko ini sebesar 40% untuk
BBLR dan 20% lahir prematur (Suara Merdeka, 2003). Menurut penelitian Suradi, dkk (2000)
usia ibu kurang dari 20 tahun mempunyai peluang 1,27 kali untuk melahirkan bayi dengan
BBLR dibandingkan dengan usia ibu 20-35 tahun dan usia ibu lebih dari 35 tahun mempunyai
peluang 2,10 kali untuk melahirkan bayi dengan BBLR dibandingkan dengan usia 20-35 tahun.
Sedangkan menurut penelitian Thaib (1992), diketahui bahwa dari beberapa faktor yang
mempengaruhi BBLR meliputi faktor usia ibu, jumlah anak, usia kehamilan, jenis kelamin, dan
jarak kehamilan. Namun dari hasil kesimpulan peneliti bahwa faktor usia ibu tidak jelas
mempengaruhi berat badan bayi baru lahir. Berat badan bayi kurang 2500 gram sebagian kecil
(3%) pada kelompok usia kurang dari 20 tahun, dan (8%) pada usia Ibu lebih dari 30 tahun.
Tetapi hampir seluruh (89%) pada kelompok ibu dengan usia ideal 20-30 tahun.
Berdasarkan data-data diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan usia
ibu dengan kejadian BBLR di rawat inap bangsal kebidanan RSUD Curup.

1.2.Perumusan Masalah
Perumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara usia Ibu dengan
kejadian BBLR di rawat inap bangsal kebidanan RSUD Curup pada bulan Januari 2005 sampai
bulan Mei 2006

1.3.Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan usia Ibu dengan kejadian
BBLR di rawat inap bangsal kebidanan RSUD Curup bulan Januari 2005 sampai bulan Mei
2006.
1.3.2. Tujuan Khusus
a.

Menggambarkan kejadian BBLR di rawat inap bangsal kebidanan RSUD Curup bulan

Januari 2005 sampai bulan Mei 2006


b.

Mengidentifikasi seberapa jauh hubungan usia Ibu dengan kejadian BBLR di rawat inap

bangsal kebidanan RSUD Curup bulan Januari 2005 sampai bulan Mei 2006
c.

Untuk mengetahui seberapa besar faktor resiko Ibu terhadap kejadian BBLR di rawat inap

bangsal kebidanan RSUD Curup bulan Januari 2005 sampai bulan Mei 2006.

1.4.Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi Peneliti
Masukan dan pengalaman bagi peneliti tentang cara atau prosedur pelaksanaan penelitian secara
terlaksana dan sistematis
1.4.2. Bagi Responden
Memberi masukan mengenai usia Ibu hamil yang beresiko tinggi dengan kejadian BBLR
1.4.3. Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi tempat pelayanan kesehatan guna
meningkatkan pelayanan
1.4.4. Bagi Dinas Kesehatan

Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menurunkan angka kematian bayi
1.4.5. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai informasi awal dan masukan pengembangan penelitian selanjutnya

1.5.Ruang Lingkup Penelitian


Dengan desain penelitian cross sectional, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
usia Ibu dengan kejadian BBLR di rawat inap bangsal kebidanan RSUD Curup bulan Januari
2005 sampai bulan Mei 2006, sebagai sampel dalam penelitian ini adalah seluruh status ibu dan
bayi yang baru lahir dan di rawat inap di bangsal kebidanan. Uji statistik yang digunakan untuk
membuktikan hubungan adalahChi-square, dan besarnya hubungan dilihat dari Rasio
Prevalens (RP).

1.6.Keaslian Penelitian
Sejauh yang peneliti ketahui, penelitian tentang Hubungan usia Ibu dengan kejadian BBLR di
rawat inap bangsal kebidanan RSUD Curupbelum pernah diteliti.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Konsep Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)


2.1.1.

Definisi BBLR

BBLR adalah neonatus dengan berat badan saat lahir < 2500 gram (Ilyas, 1991), menurut
Manuaba (1998) BBLR adalah bayi baru lahir dengan berat badan < 2.500 gram, sedangkan
menurut WHO (1999) BBLR adalah semua bayi baru lahir dengan berat badannya <2.500 gram
disebut Low Birth Weight Infant. Dari ketiga pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
BBLR adalah bayi baru lahir dengan berat badan saat lahir < 2.500 gram.

2.1.2.

Etiologi BBLR

Menurut Manuaba IBG (1998), BBLR disebabkan beberapa faktor yaitu sebagai berikut
diantaranya:
1.

Faktor Ibu

a.

Gizi saat hamil yang kurang

Gizi saat hamil yang kurang dapat menyebabkan anemia pada ibu hamil yang akan mengurangi
kemampuan metabolisme tubuh sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin
dalam rahim.
b.

Umur < 20 tahun atau > 35 tahun

Menurut penelitian Suradi, dkk (2000) usia ibu kurang dari 20 tahun mempunyai peluang 1,27
kali untuk melahirkan bayi dengan BBLR dibandingkan dengan usia ibu 20-35 tahun dan usia
ibu lebih dari 35 tahun mempunyai peluang 2,10 kali untuk melahirkan bayi dengan BBLR

dibandingkan dengan usia 20-35 tahun. Meningkatnya kelahiran bayi pada ibu dengan umur
muda atau kurang dari 20 tahun berhubungan dengan tingkat pendidikan yang rendah primipara
dan perawatan antenatal sedangkan umur tua berhubungan dengan kurangnya potensial tumbuh
janin akibat usia jaringan biologis dan adanya penyakit. Sedangkan menurut penelitian Thaib
(1992), diketahui bahwa dari beberapa faktor yang mempengaruhi BBLR meliputi faktor usia
ibu, jumlah anak, usia kehamilan, jenis kelamin, dan jarak kehamilan. Namun dari hasil
kesimpulan peneliti bahwa faktor usia ibu tidak jelas mempengaruhi berat badan bayi baru lahir.
Berat badan bayi kurang 2500 gram sebagian kecil (3%) pada kelompok usia kurang dari 20
tahun, dan (8%) pada usia Ibu lebih dari 30 tahun. Tetapi hampir seluruh (89%) pada kelompok
ibu dengan usia ideal 20-30 tahun.
c.

Jarak kehamilan dan bersalin terlalu dekat

Penelitian Thaib tahun 1992 yang mengemukakan jarak kehamilan < 2 tahun berpengaruh
terhadap berat bayi lahir rendah, karena masa persalinan yang < 2 tahun mempengaruhi kapasitas
tropik uterus yang belum pulih benar.
Kehamilan kedua atau ketiga terlampau dekat jaraknya memiliki resiko bagi ibu dan janin. Bagi
ibu sendiri, secara fisik alat-alat reproduksi belum kembali normal sehingga ada kemungkinan
pada kehamilan tersebut ibu mengalami gangguan. Seperti adanya komplikasi diabetes
gestasional (gula darah yang muncul saat kehamilan), pre eklamsia (keracunan karena protein
yang meningkat), atau anemia (Mila, 2003).
d.

Penyakit menahun Ibu seperti: hipertensi, gangguan pembuluh darah (perokok)

Tekanan darah yang tinggi akan menyebabkan gangguan uteroplasenta dan berkurangnya perpusi
plasenta. Sedangkan pada ibu yang merokok diperkirakan penurunan berat lahir pada bayi yang
dilahirkan oleh ibu yang merokok selama kehamilan berkaitan dengan hipoksia pada ibu dan
janin yang disebabkan oleh kenaikan kadar karboksihemoglobin (Klaus dkk, 1998).
e.

Faktor pekerja

Status pekerjaan secara langsung akan mempengaruhi ketersedian bahan pangan dalam keluarga.
Ibu yang bekerja akan dapat menyediakan makanan terutama yang mengandung sumber zat gizi
dalam jumlah yang cukup dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja (Khumadi, 1989).

2.

Faktor kehamilan

a.

Hamil ganda

Pertumbuhan janin ganda lebih sering mengalami gangguan dibandingkan janin tunggal yang
tanpa pada ukuran sonografi dan berat lahir. Semakin banyak jumlah bayi semakin besar derajat
retardasi pertumbuhan (Klaus, 1998).
b.

Perdarahan antepartum

Perdarahan antepartum dapat menyebabkan anemia pada ibu hamil yang akan mengurangi
kemampuan metabolisme tubuh sehingga akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan
janin dalam rahim.
c.

Komplikasi hamil seperti: pre eklamsia/eklamsia, ketuban pecah dini

Pada kasus pre eklamsi plasenta sering nampak infark, hematoma atau gambaran histopatologi
sesuai dengan pre eklamsi. Barangkali hasil pengamatan yang lebih mudah dipahami adalah
plasenta bayi-bayi yang mengalami keterlambatan pertumbuhan memiliki fili avaskular yang
berlebihan dan rerata atau luas permukaan serta jumlah kapiler dipermukaan plasenta berkurang.
Masing-masing sifat tersebut dapat mudah dikaitkan dengan berkurangnya fungsi plasenta
(pengurangan nutrisi janin) (Klaus, 1998). Sedangkan ketuban pecah dini akan menyebabkan
uterus tidak dapat mempertahankan janin sehingga mencetus kelahiran prematur (Suradi dkk,
2000).
3.

Faktor Janin

a.

Cacat bawaan

b.

Infeksi dalam rahim

Infeksi-infeksi

virus

tertentu

berhubungan

dengan

janin.

2.1.3.

Penggolongan BBLR Dan Gambaran Klink/Karakteristik

retardasi

pertumbuhan

Menurut JNPKKR POGI (2001), berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya, baik berat
lahir rendah dibedakan dalam:
1.

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dengan berat lahir 1.500-2.55 gram

2.

Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) dengan berat lahir 1.000-1.500 gram

3.

Bayi Berat Lahir Ekstrim Rendah (BBLER) dengan berat lahir < 1000 gram

Selanjutnya menurut Ilyas (1991), menggolongkan berat bayi lahir rendah dalam kelompok:
1.

Prematuria Murni

Prematuria murni adalah bayi yang lahir dengan kehamilan < 37 minggu dan mempunyai berat
badan sesuai dengan berat badan sesuai masa kehamilan atau biasa disebut neonatus kurang
bulan sesuai masa kehamilannya (NKB-SMK)
Gambaran klinik (karakteristik) yang dijumpai:
a.

Berat lahir 2.500 gram, panjang badan 45 cm, lingkaran dada

< 30 cm, lingkaran

kepala < 33 cm
b.

Masa gestasi < 37 minggu

c.

Kepala relatif besar dari badannya

d.

Kulit tipis, transparan, tampak mengkilat dan licin

e.

Lanugonya banyak terutama pada dahi, pelipis, telinga dan lengan

f.

Lemak subkutan kurang sehingga suhu tubuh mudah menjadi hipotermi

g.

Ubun-ubun dan sutura lebar

h.

Genetalia belum sempurna, labio minora belum tetutup oleh labia mayora (pada wanita),

pada laki-laki testis belum turun.


i.

Pembuluh darah kulit banyak terlihat sehingga peristaltik usus dapat terlihat.

j.

Rambut tipis, halus dan teranyam.

k.

Tulang rawan dan daun telinga immature (elastisitas daun telinga masih kurang sempurna).

l.

Puting susu belum terbentuk dengan baik.

m.

Pergerakan kurang dan lemah.

n.

Banyak tidur, tangisnya lemah dan jarang, pernafasan tidak teratur dan sering timbul apnoe.

o.

Otot-otot masih hipotonik, sehingga sikap selalu dalam keadaan kedua paha abduksi, sendi

lutut dan pergelangan kaki dalam keadaan fleksi atau lurus dan kepala mengarah ke satu sisi.
p.

Reflek tonik-neck lemah.

q.

Reflek menghisap dan menelan serta reflek batuk belum sempurna.

2.

Dismaturitas

Dismaturitas adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya
untuk masa kehamilan. Hal ini karena mengalami gangguan pertumbuhan dalam kandungan
Dismaturitas dapat disebut juga cukup bulan kecil untuk masa kehamilan (NCB-KMK), dismatur
dapat terjadi dalam pre-term, term dan post term
Gambaran klinik/karakteristik yang dijumpai:
a.

Pre-term sama dengan bayi prematuritas murni

b.

Term dan post term:

1)

Kulit berselubung vernix caseosa tipis/tidak ada

2)

Kulit pucat/bernoda mekonium, kering, keriput, tipis

3)

Jaringan lemak dibawah kulit tipis

4)

Bayi tampak gesit, aktif dan kuat

5)

Tali pusat berwarna kuning kehijauan

2.1.4.

Penyulit Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Menurut Manuaba, IBG (1998) ada beberapa faktor penyulit bayi dengan Berat Badan Lahir
Rendah:
1.

Umur hamil saat persalinan

Makin muda kehamilan semakin sulit beradaptasi dengan keadaan luar rahim sehingga terjadi
komplikasi yang makin besar
2.

Asfiksia/Iskemia otak

Dapat terjadi nekrosis dan perdarahan


3.

Gangguan metabolisme

Menimbulkan asidosis, hipoglikemia dan hiperbilirubinemia


4.

Mudah terinfeksi

Mudah menjadi sepsis dan meningitis


5.

Bila bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah dapat mengatasi, masih perlu dipertimbangkan

kelanjutan penyulit, yaitu gangguan panca indra, gangguan sistem motorik syaraf pusat, dapat
terjadi Hidrosefalus, Cerebral Palsy

2.1.5.
1.

Upaya Mencegah Terjadinya BBLR


Upayakan agar melakukan antenatal care yang baik, segera melakukan konsultasi, merujuk

penderita bila terdapat kelainan


2.

Meningkatkan gizi masyarakat sehingga dapat mencegah terjadinya persalinan dengan

Berat Badan Lahir Rendah


3.

Tingkatkan penerimaan gerakan keluarga berencana

4.

Anjurkan lebih banyak istirahat, bila kehamilan mendekati aterm atau istirahat bila terjadi

keadaan menyimpang dari partus normal


5.

2.1.6.

Tingkatkan kerjasama dengan dukun beranak yang masih mendapat kepercayan masyarakat

Penatalaksanaan Keperawatan BBLR

Manajemen penatalaksanaan pada bayi dengan berat lahir rendah ini difokuskan dalam 4 hal
pokok yaitu peningkatkan upaya nafas, mempetahankan suhu tubuh, pemberian dan pengawasan
nutrisi yang adekuat dan pencegahan terhadap infeksi (Wong, 1986).
1.

Peningkatan upaya nafas

Karena kurangh sempurnanya alat-alat pernafasan baik anatomi maupun fisiologi, maka tindakan
yang dapat dilakukan dengan membantu upaya nafas untuk mengurangi resiko terjadi komplikasi
perdarahan intraventikuler dan kerusakan otak permanen maksimal dapat dilakukan:
a.

Atur posisi kepala dalam posisi netral atau ekstensi dan kepala lebih tinggi untuk

mengoptimalkan pertukaran udara serta untuk melancarkan aliran balik vena dari kepala
b.

Pertahankan kebersihan jalan nafas, lakukan section bila perlu untuk mengeluarkan mucus

dari nasofaring dan trakea


c.

Observasi dalam upaya nafas atau terjadi sindrom gangguan pernafasan: etraksi dinding

dada, nafas cuping hidung, penurunan ekspansi dada dan apnoe


d.

Beri O2 yang cukup (2 liter/menit) untuk membantu bila cyanosis, jangan lebih dari 40%

untuk mencegah terjadinya retro leatal fibroblasia


2.

Mempertahankan suhu tubuh

Bayi Berat Lahir Rendah ini mudah sekali terjadi hipotermi perlu diusahakan lingkungan yang
cukup untuk bayi:
a.

Bila bayi dirawat di dalam inkubator, maka suhunya untuk bayi dengan berat badan <

2.000 gram adalah 35C dan untuk bayi dengan berat badan 2.000-2.500 gram adalah 34C, agar

ia dapat mempertahankan suhu tubuh sekitar 37C kelembaban inkubator diperlukan antara 5060%. Kelembaban yang tinggi diperlukan bayi dengan sindrom gangguan pernafasan suhu
inkubator dapat diturunkan 1C perminggu untuk bayi yang berat badan 2.000 gram dan secara
berangsur-angsur ia dapat diletakkan didalam tempat tidur bayi dengan suhu lingkungan 27C
-29C. Pemanasan juga dapat dilakukan dengan membungkus bayi dan meletakkan botol-botol
hangat disekitarnya atau dengan memasang lampu petromak ditempat tidur bayi
b.

Cara lain untuk mempertahankan suhu tubuh bayi sekitar 36C-37C adalah dengan

memakai alat perspekheat shield yang diselimutkan pada bayi dalam inkubator. Alat ini berguna
untuk mengurangi penghilangan panas karena radiasi akhir-akhir ini telah mulai digunakan
inkubator yang dilengkapi dengan alat temperatur sensor (thermistor probe) alat ini ditempelkan
di kulit bayi, suhu inkubator dikontrol oleh alat servome chanisme. Dengan cara ini suhu kulit
bayi dapat dipertahankan pada derajat yang telah ditetapkan sebelumnya (Prawiroharjo, 1999).
3.

Pemberian dan pengawasan nutrisi yang akurat

Refleks menelan BBLR belum sempurna, oleh sebab itu pemberian nutrisi harus dilakukan
dengan cermat. Penimbangan berat badan dilakukan setiap hari dengan ketat, perubahan berat
badan mencerminkan gizi atau nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh.
Kebutuhan cairan untuk BBLR dengan dismaturitas adalah 120-150 ml/Kg BB per hari atau 100120 ml/Kg BB per hari. Pemberian dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan bayi
untuk segera mungkin mencukupi kebutuhan cairan/kalori, kapasitas lambung BBLR sangat
kecil sehingga minum harus diberikan tiap jam (JNPKKR POGI, 2001).
a.

Bayi sebelum diberi susu, teteskan dulu di punggung tangan untuk merasakan apakah susu

cukup hangat dan apakah keluarnya susu pertetes dalam setiap detik
b.

Untuk mencegah perut kembung, bayi diberi minum sedikit-sedikit dengan perlahan dan

hati-hati. Penambahan susu setiap kali, minum tidk boleh lebih banyak. Penambahan setiap kali
minum tidak boleh lebih 30 ml sehari atau lebih 5 ml tiap kali
Apabila bayi menunjukkan tanda-tanda sukar bernafas pada waktu minum, segera lakukan:
a.

Letakkan kepala bayi < 30 hisap cairan yang ada di mulut dan faring

b.

Apabila bayi tetap biru atau tidak bernafas, beri oksigen dan nafas buatan (Prawiraharjo,

1999).
4.

Pencegahan terhadap infeksi

Bayi BBLR mempunyai daya tahan tubuh yang lemah terhadap infeksi untuk mencegahnya
maka perlu dilakukan
a.

Pemisahan dari bayi lainnya yang terkena infeksi

b.

Mencuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi

c.

Membersihkan tempat tidur bayi segera setelah tidak dipakai lagi

d.

Setiap bayi mempunyai perlengkapan sendiri

e.

Cegah orang yang infeksi kontak langsung dengan bayi

(Direktorat Bina Kesehatan keluarga Depkes RI, 1991)

2.2.Usia Ibu
2.2.1.

Definisi Usia

Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1999) usia adalah lama waktu hidup atau ada
(sejak dilahirkan atau diadakan), menurut Hazin, Nur Kholif (1994) usia adalah lama waktu
hidup atau ada sejak dilahirkan atau diadakan hidup

2.2.2.

Penggolongan Usia

Menurut Vaughan (1983) penggolongan usia terdiri dari:


1.

Tahap Intra Utero (prenatal)

a. Masa mudigah : konsepsi sampai 9 minggu

b. Masa janin
2.

: 9 minggu sampai lahir

Tahap Setelah Lahir (pasca natal)

a. Masa Neonatus : 0-28 hari


b. Masa Bayi
3.

: 1 bulan-12 bulan

Masa Anak-anak

a. Pra sekolah

: 1-6 tahun

b. Sekolah
4.

: 6-10 tahun

Masa Remaja (pubertas/akil balig)

a. Perempuan

: 8-10-18 tahun

b. Laki-laki
5.

: 10-12-20 tahun

Masa Dewasa

a. Dewasa Awal

: 19-30 tahun

b. Dewasa Akhir : 31-39 tahun


6.

Masa Tua

: 40-59 tahun

7.

Masa Manula

: 60 tahun keatas

2.3.Hubungan Usia Ibu dengan BBLR


Menurut Anwar (2003) usia Ibu < 20 tahun dan > 35 tahun termasuk dalam rawan hamil dengan
kehamilan beresiko tinggi. Usia Ibu hamil di bawah 20 tahun beresiko melahirkan bayi dengan
BBLR. Disebabkan karena organ reproduksi di usia tersebut seperti rahim belum cukup matang
untuk menganggung beban kehamilan dan kemungkinan komplikasi seperti terjadinya keracunan
kehamilan atau preeklamsi dan plasenta previa yang dapat menyebabkan perdarahan selama
persalinan selain itu pada usia ini biasanya karena belum siap ibu secara psikis maupun fisik.

Resiko kehamilan pada Ibu usia > 35 disebabkan pada usia tersebut menurunnya kemampuan
organ reproduksi sehingga bisa mengakibatkan perdarahan pada proses persalinan dan
preeklamsi. Pengaruh usia terhadap penurunan tingkat kesuburan memang ada hubungan
misalnya berkurangnya frekuensi ovulasi atau mengarah ke masalah seperti adanya penyakit
endometriosis yang menghambat uterus untuk mengangkat sel telur melalui tuba fallopii yang
berpengaruh terhadap proses konsepsi.
Menurut penelitian Suradi, dkk (2000) usia ibu kurang dari 20 tahun mempunyai peluang 1,27
kali untuk melahirkan bayi dengan BBLR dibandingkan dengan usia ibu 20-35 tahun dan usia
ibu lebih dari 35 tahun mempunyai peluang 2,10 kali untuk melahirkan bayi dengan BBLR
dibandingkan dengan usia 20-35 tahun. Meningkatnya kelahiran bayi pada ibu dengan umur
muda atau kurang dari 20 tahun berhubungan dengan tingkat pendidikan yang rendah primipara
dan perawatan antenatal sedangkan umur tua berhubungan dengan kurangnya potensial tumbuh
janin akibat usia jaringan biologis dan adanya penyakit. Sedangkan menurut penelitian Thaib
(1992), diketahui bahwa dari beberapa faktor yang mempengaruhi BBLR meliputi faktor usia
ibu, jumlah anak, usia kehamilan, jenis kelamin, dan jarak kehamilan. Namun dari hasil
kesimpulan peneliti bahwa faktor usia ibu tidak jelas mempengaruhi berat badan bayi baru lahir.
Berat badan bayi kurang 2500 gram sebagian kecil (3%) pada kelompok usia kurang dari 20
tahun, dan (8%) pada usia Ibu lebih dari 30 tahun. Tetapi hampir seluruh (89%) pada kelompok
ibu dengan usia ideal 20-30 tahun.

You might also like