Professional Documents
Culture Documents
Nama
: Inayatul Mukarromah
NIM
131810301052
Kelompok
: 1
Asisten
: Eka Yustiana
2015
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1
Tujuan Percobaan
Percobaan ini mempunyai dua tujuan, yaitu menentukan tetapan
penurunan titik beku molal pelarut dan menentukan berat molekul zat non
volatil yang tidak diketahui.
1.2 Latar Belakang
Terdapat 2 jenis campuran, yakni homogen dan heterogen. Campuran
antara 2 zat yang bercampur secara homogen inilah yang disebut larutan.
Salah satu sifat yang dimiliki larutan adalah sifat koligatif. Sifat koligatif
larutan adalah sifat larutan yang tidak bergantung pada jenis zat terlarut,
namun hanya bergantung pada konsentrasi zat pelarut. Salah satu sifat
koligatif adalah penurunan titik beku. Titik beku sendiri merupakan titik
dimana
suhu
larutan
menjadi
setimbangdengan
pelarut
padatnya.
Penurunan titik beku merupakan selisih antara titik beku pelarut dengan
larutannya.
Fenomena penurunan titik beku ini dapat terjadi apabila sejumlah zat terlarut
dimasukkan kedalam suatu zat pelarut sehingga akan menurunkan titik bekunya. Oleh karena
itu, percobaan ini perlu dilakukan untuk mengetahui penurunan titik beku larutan karena
penambahan zat terlarut yang juga akan menurunkan tekanan uapnya. Sehingga dari
penurunan titik beku kita dapat mengetahui tetepan penurunan titik beku molal pelarut dan
juga dengan variasi rumus yang dihasilkan dapat dihitung berat zat nonvolatile yang tidak
diketahui. Percobaan dapat dilakukan dengan menghitung titik beku pelarut murni dan juga
titik beku pelarut yang sudah dicampur zat tertentu kemudian dihitung selisih titik beku
pelarut murni dan larutan. .
1.3 Tinjauan Pustaka
1.3.1 Material Safety Data Sheet (MSDS)
1.3.1.1. Akuades
Akuades atau air distilasi merupakan bentuk dari air murni.
Wujudnya cair dan stabil, serta tidak berwarna. Titik didih akuades adalah
100oC (212 oF), tekanan uapnya adalah 2,3 kPa, densitas uapnya adalah
0,62 dan memiliki pH 7 (netral). Akuades bukan merupakan bahan yang
berbahaya sehingga tidak menyebabkan korosi, iritasi, dan sensitif pada
kulit. Akuades tidak mengiritasi mata dan kulit serta tidak menyebabkan
gangguan pencernaan dan pernafasan. Akuades tidak akan menyebabkan
gejala kulit yang serius. KUlit yang sensitive mungkin akan mengalami
gejalan apabila terkena akuades. Akuades disimpan dalam wadah tertutup
dan dijaga agar tidak terkontaminasi dengan bahan lain, serta tidak
terkena cahaya matahari langsung (Anonim, 2015).
1.3.1.2. Garam / NaCl (Natrium Klorida)
Garam atau biasa disebut Natrium Klorida (NaCl) merupakan bahan
kimia yang berwujud kristal putih padat. Bau dari NaCl tidak menyengat
namun rasanya asin. NaCl memiliki massa molekul 58,44 g/mol, titik
didihnya 1413oC (2575oC), titik lelehnya 801oC (1473,8oF) serta memiliki pH
7 (netral). NaCl dapat menyebabkan iritasi, gangguan pencernaan dan
pernafasan, serta menimbulkan efek mutagen. Mata yang terkena NaCl
harus dibilas dengan air, terutama air dingin Selama 15 menit. Kulit yang
terkena NaCl dibilas dengan air dan disabun hingga bersih. Korban yang
menghirup NaCl segera dievakuasi ketempat yang berudara segar. Korban
yang tidak bernapas diberi napas buatan atau oksigen. NaCl yang tertelan
tidak boleh dimuntahkan tanpa instruksi tim medis. Segera menghubungi
tim medis untuk mendapat penanganan lebih lanjut. NaCl disimpan
diwadah yang kering dan tertutup rapat, simpan ditempat yang sejuk,
berventilasi baik, dan jauh dari bahan pengoksidasi (Anonim, 2015).
1.3.1.3. Asam Asetat Glasial (CH3COOH)
Asam asetat glasial adalah asam asetat dalam keadaan murni.
Bentuknya cairan tidak berwara, memiliki bau asam pedas yang kuat dan
rasanya sangat asam. Asam cuka glacial memiliki berat molekul 60,05
g/mol. pH 2, titik didihnya 118,1 oC (255,6 oF), titik lelehnya 16,6 oC (61,9
o
F). Bahan ini mudah larut dalam air, dietil eter, gliserol alkohol, karbon
benzene, tetraklorida, namun tidak larut dalam disulfida karbon. Bahan ini
dapat mengakibatkan kerusakan jaringan terutama pada selaput lendir
dapat
menyebabkan
iritasi
amta
dan
kulit,
gangguan
jumlahnya lebih banyak dari pada zat terlarut. Sedangkan zat terlarut
adalah zat yang konstituennya lebih kecil. Berdasarkan sifat koligatifnya,
larutan memiliki dua sifat, yakni larutan yang bergantung pada jenis dan
konsentrasi zat terlarut dan larutan yang tidak bergantung pada jenis
namun
hanya
bergantung
pada
konsentrasi.
Artinya,
zat
dengan
konsentrasi zat terlarut sama akan memiliki sifat yang sama, yang
kemudian sifat ini dikenal dengan sifat koligatif larutan (Petrucci,1996).
Contoh yang paling erat dari sifat koligatif larutan dalam kehidupan sehari-hari adalah
penurunan titik beku. Titik beku merupakan titik dimana pada suhu tersebut larutan menjadi
setimbang dengan pelarut padatnya. Titik beku air murni pada tekanan 1 atm adalah 0 oC
karena pada saat tersebut tekanan uap air sama dengan tekanan uap es. Larutan akan memiliki
titik beku lebih rendah daripada pelarut murni. Penurunan titik beku dapat terjadi jika terjadi
penambahan zat terlarut kedalamnya sehingga titik bekunya menjadi lebih rendah. Selisih
antara titik beku pelarut dengan larutannya disebut penurunan titik beku (
Tf
). Alat yang
dapat digunakan untuk menentukan perubahan titik beku adalah alat Beckman (Sukardjo,
2002).
Menurut Petrucci (1987), titik beku merupakan perpotongan antara tekanan tetap pada 1
atm dengan kurva peleburannya. Penurunan titik beku sama sebanding dengan konsentrasi
fraksi molnya, dan tidak bergantung pada jenis zat terlarut. Melalui titik beku, dapat diketahui
bobot molekul zat terlarut, aktivitas dan koefisien aktivitas, konstanta disosiasi dari elektrolit
lemah dan vaktor Vant Hoff.
Suatu pelarut yang mengandung zat terlarut yang sukar menguap
(misalnya gula), maka titik bekunya lebih kecil dari 0 oC. Fenomena ini
disebut penurunan titik beku (Tf). Penyimpangan ini dapat dijelaskan
dengan bantuan diagram fasa. Suatu larutan akan membeku jika tekanan
uap air sama dengan tekanan uap es. Namun, penambahan zat terlarut
akan menurunkan tekanan uapnya, sehingga untuk
untuk membeku
dibutuhkan suhu yang lebih rendah. Apabila nilai Tf tidak terlalu besar, maka
larutan tersebut ideal (Syukri, 1999).
T f =m. K f . n
T f =m. K f
untuk larutan
penurunan titik beku dapat diketahui. Tetapan penurunan titik beku molal
merupakan nilai penurunan titik beku jika konsentrasi larutan sebesar 1
molal. Persamaan tersebut tidak hanya berlaku untuk larutan yang
mengandung zat terlarut nonvolatil, tetapi juga berlaku untuk larutan yang
mengandung zat terlarut volatil (Bird, 1987 : 188).
Zat terlarut nonvolatil artinya zat tersebut tidak mudah menguap,
tidak memiliki tekanan uap yang dapat diukur. Larutan selalu memiliki
tekanan uapa lebih kecil daripada pelarut murninya. Tekanan uap larutan
dan pelarut bergantung pada konsentrasi zat terlarut. Hubungan antara
keduanya dijelaskan dengan persamaan hukum Raoult yang menjelaskan
bahwa tekanan parsial pelarut (Pp) adalah tekanan uap pelarut murni (Pi)
dikalikan fraksi mol pelarut dalam larutan, Xi = Pi = XiPi. Dengan
menggunakan persamaan Cousius-Clapeyron, maka terhadap larutan ideal
yang encer berlaku :
ln
Po H f T
=
x
P
R
ToT
P
ln o =X B , sehingga
P
Tf
B=
H f T
x
R
To T
X
adalah penurunan titik beku dan nilai T=To sehingga nilainya (To)2,
Tf=
RT
X
Hf B
R T2 M A
Tf=
m
1000. H f
Untuk mengetahui berat molekul dari zat tersebut dapat diperoleh dengan
variasi persamaan diatas sehingga akan diperoleh persamaan:
Tf=
{( ) ( )}
1000 K f
Wx
W
x
+ 1
W
Mx
M1
Alat
Gelas beker 1, 2, 3
Wadah es
Sensor temperatur
Pengaduk
Pipet mohr
Ball Pipet
Gelas beker
Neraca analitik
2.2
-
Bahan
Asam cuka glasial
Naftalena
Zat X
Akuades
Es batu
Tisu
2.3
Diagram Kerja
Nilai Kf
Dicatat hasilnya.
Mr zat X
Mr zat X
186,42
gram/mol
3.2 Pembahasan
Praktikum pertama ini membahas tentang titik beku larutan. Tujuan dari
dilaksanakannya praktikum ini adalah untuk menentukan tetapan penurunan
titik beku molal pelarut dan menentukan berat molekul zat non volatil yang
tidak diketahui. Titik beku molal pelarut merupakan titik dimana pada suhu
tersebut larutan menjadi setimbang dengan pelarut padatnya. Bahan utama yang digunakan
pada praktikum ini adalah asam cuka glasial sebagai pelarut, naftalena, dan zat x. Dalam
percobaan ini penambahan naftalena dan zat x (zat nonvolatil) kedalam pelarut
akanmenyebabkan terjadiya penurunan titik beku. Pelarut akan membeku namun zat
terlarutnya tidak akan membeku ketika larutan tersebut mengalami pembekuan.
Langkah pertama yang dilakukan adalah menyiapkan semua alat dan bahan yang
dibutuhkan. Sejumlah es dan garam dimasukkan pada gelas beker A (paling besar) kemudian
dimasukkan gelas beker B sebagai tempat air. Suhu larutan diturunkan dengan bantuan es batu
dan garam yang diletakkan didalam gelas beker A dan disekeliling gelas beker B. Es
digunakan untuk menurunkan suhu karena es akan menyerap kalor dari dinding-dinding gelas.
Penambahan garam pada es batu bertujuan untuk menurunkan titik beku es batu sehingga es
batu tidak cepat mencair. Apabila tidak ada penambahan garam akan menyebabkan suhu es
batu lebih tinggi dari 0oC saat es batu menjadi cair. Penambahan es dan garam ini
memanfaatkan sifat koligatif dari larutan. Gelas beker B diisi dengan air untuk mempermudah
penempatan tabung C yang akan diisi asam cuka glasial. Tujuan penggunaan air adalah karena
air merupakan larutan yang baik dalam proses kesetimbangan suhu dengan lingkungannya,
sehingga air dapat menjadi penghantar suhu yang baik sehingga suhu larutan dapat turun
dengan cepat. Hal ini terbukti dengan membekunya sebagian air membentuk kristal es saat
proses penentuan titik beku larutan. Tabung C diisi dengan asam cuka glasial. Asam cuka
glasial digunakan karena dapat melarutkan berbagai senyawa dengan baik. Asam cuka diukur
titik bekunya menggunakan alat pengukur titik beku sehingga diperoleh titik beku asam cuka.
Didapatkan data bahwa titik beku asam cuka glasial adalah 6 oC. Penentuan titik beku ini
didasarkan saat suhu sudah konstan. Kemudian asam cuka dicairkan dan diukur kembali titik
bekunya sehingga diperoleh titik beku 4oC. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan
bahwa titik beku asam asetat sebesar 16,7oC. Hal ini dimungkinkan kesalahan teknis saat
melakukan praktikum, salah satunya dimungkinkan karena terlalu banyaknya es dan garam
sehingga temperatur larutan menjadi cepat turun dan membeku. Berikut grafik dari hasil
percobaan penentuan titik beku asam cuka glasial.
Linear ()
10
0
0
10
15
20
25
Waktu (menit)
menit ke 14, 15 dan 16 pada suhu 6 oC sehingga titik tersebut dapat ditentukan sebagai titik
beku asam cuka glasial.
Kemudian percobaan dilanjutkan dengan menentukan tetapan titik beku asam asetat
melalui penambahan zat terlarut naftalena. Setelah asam cuka dicairkan kembali, ditambahkan
naftalena sebanyak 1 gram. Naftalena yang dicampurkan pada asam asetat berfungsi sebagai
zat terlarut yang akan diuji titik bekunya. Naftalena adalah zat volatil yang berfungsi
menurunkan energi bebas dari pelarut sehingga kemampuan pelarut untuk berubah menjadi
fase uapnya akan menurun. Hal ini menyebabkan tekanan uap pelarut dalam larutan akan lebih
rendah bila dibandingkan dengan takanan uap pelarut yang sama dalam keadaan murni.
Penurunan tekanan uap sebanding dengan penurunan titik beku. Jadi, apabila tekanan uapnya
turun , maka titik bekunya juga akan turun. Berikut grafik penurunan titik bekunya:
10
Linear ()
0
0
Waktu (menit)
beku
larutan
cenderung
meningkat
dibandingkan
sebelum
cenderung
meningkat,
seharusnya
menurun.
K f =5,383
Berdasarkan
untuk mengetahui berat molekul dari zat x sehingga dapat ditentukan jenis
zat x yang ditambahkan. Diukur titik beku larutan setelah ditembahkan zat
x menggunakan prosedur yang sama dengan naftalena. Dilakukan 2 kali
pengulangan dan hasilnya didapat larutan membeku pada suhu 2,5 oC dan
2oC. Berikut adalah grafiknya.
15
Linear ()
10
5
0
0
Waktu (menit)
15
Linear ()
10
5
0
0
Waktu (menit)
karena Kf bernilai negative. Dari berat molekul yang didapatkan dapat diketahui
bahwa zat x yang digunakan meruapak molekul kompleks. Padahal zat x yang
digunakan
adalah
NaCl
yang
memiliki
berat
molekul
58,44
gram/mol.
Ketidaksesuaian ini dikarenakan titik beku yang dihasilkan tidak sesuai dengan
kenyataan.
Berdasarkan semua grafik dapat disimpulkan bahwa titik beku larutan lebih
rendah dari pada pelarut murni, meskipun ada penyimpangan pada naftalena. Hal
ini disebabkan karena semakin banyak partikel dalam suatu larutan daripada
pelarut murni, sehingga partikel yang bekerja juga semakin banyak. Ketika
pelarut murni membeku, kemudian zat-zat terlarutnya juga baru akan membeku.
Itulah kenapa titik bekunya lebih rendah dari pada pelarut murninya.
Nilai regresi dari ketiga grafik adalah 0,116; 0,831; dan 0,841. Hal ini
menunjukkan bahwa grafik yang didapat kurang linier. Terjadi penurunan suhu
yang signigikan dari meit pertama hingga menit kedua. Perbedaan titik beku
T f ).
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
3.1.1 Tetapan penurunan titik beku molal pelarut (Kf) adalah sebesar
-5,383
3.1.2 Berat molekul zat x diperoleh sebesar 186,42 gram/mol
3.2 Saran
Praktikum penentuan titik beku larutan ini merupakan praktikum yang
berhubungan dengan suhu. Adapun saran yang dapat diberikan pada
percobaan ketiga ini yaitu diharapkan agar praktikan dapat menjaga suhu
agar tidak terlalu dingin sehingga menggaggu dalam penentuan titik
bekunya. Dan juga praktikan harus lebih cermat dalam melakukan
percobaan agar tidak terjadi penyimpangan data yang terlalu jauh
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2015.
MSDS
Akuades.
http://www.sciencelab.com/msds.php?
2015.
MSDS
Asam
cuka
Glasial.
2015.
MSDS
NaCl.
http://www.sciencelab.com/msds.php?
Lembar Perhitungan
1. Penentuan nilai Kf
Tf asam cuka = 6oC dan 4 oC , jadi Tf rata-ratanya adalah 5oC = 278 K
Tf naftalena = 6oC dan 8 oC , jadi Tf rata-ratanya adalah 7 oC = 280 K
T f 1= T f asamcuka T f naftalena
T f 1=278 K 280 K=2 K
asam cuka=
W asam cuka
V asamcuka
Kf =
W asamcuka x Mr naftalena x T f
1000 x W naftalena
gram
x2 K
mol
1000 x 1 gram
21 gram x 128,17
Kf =
K f =5,383
gram
K
mol
2. Penentuan Mr zat X
Tf asam cuka = 6oC dan 4 oC , jadi Tf rata-ratanya adalah 5oC = 278 K
Tf zat x
= 2,5oC dan 2 oC , jadi Tf rata-ratanya adalah 2,25 oC = 275.25
T f 2= T f asamcuka T f zat x
T f 2=278 K 275.25
K = 2,75 K
T f total= T f 1+ T f 2
= -2
T f total
1000 x K f
W asam cuka
){(
K + 2,75 K = 0,75 K
W zat x
W naftalena
+
Mr zat x
Mr naftalena
)(
)}
0,75 K
0,75
K=
0,75 K=
256,3
g
K)
mol
21 gram
){(
2 gram
1 gram
+
x
128,17 gram/mol
)(
K 2 gram
+ 0,0078 mol
mol
x
512,66 gram
K 2 K
x
mol
0,75+2 K=
x=
1000 x (5,383
512,66 gram
K
x
mol
512,66 gram
gram
K=186,42
2,75 K mol
mol
186,42
gram
mol
)}