You are on page 1of 25

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI FARMASI

PEWARNAAN TAHAN ASAM


Senin, 10 Maret 2015
Kelompok I
Senin, Pukul 13.00 16.00 WIB

Nama

NPM

Popy Sarah Chairunnisa

260110130136

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2015

Nilai

TTD

(Dhiya) (Emanuella) (Puspagita)

I.

Tujuan
Mengamati dua kelompok bakteri, yaitu bakteri tahan asam dan bakteri tak

tahan asam, dengan menggunakan prosedur pewarnaan tahan asam pewarnaan


(Ziehl-Neelsen). Memahami setiap langkah dan reaksi-reaksi kimia yang terjadi
dalam prosedur tersebut.
II. Prinsip
1. Pemanasan

Pemanasan bakteri tahan asam diperlukan untuk memuaikan dinding sel


bakteri agar zat warna dapat masuk ke dalam sel bakteri.
2. Penetrasi Zat Warna

Penembusan zat warna ke dalam sel bakteri.


3. Pewarnaan Tahan Asam

Pewarnaan tahan asam adalah tipe pewarnaan differensial lebih dari satu
pewarna untuk membedakan suatu mikroorganisme dengan kandungan
dinding sel peptidoglikan serta disusun lebih dari 60% lipid kompleks yang
tahan terhadap dekolorisasi dengan alkohol asam.
4. Impermeabilitas Dinding Sel Bakteri Tahan Asam

Dinding sel hidrofobik dan impermeabel terhadap perwarnaan dan bahan


kimia lain pada cairan atau larutan encer. Ketika proses pewarnaan, bakteri
tahan asam ini melawan dekolorisasi dengan asam sehingga bakteri tersebut
disebut bakteri tahan asam.
5. Teknik Aseptis

Teknik aseptis adalah proses tanpa kontaminasi untuk menjamin preparasi


bebas dari mikroba kontaminan. Teknik aseptik digunakan sepanjang
percobaan berlangsung baik alat, bahan, lingkungan sekitar maupun praktikan.
Untuk alat dan bahan dapat diterapkan metode sterilisasi.

III. Teori Dasar


Mikroorganisme yang ada di alam ini mempunyai morfologi, struktur dan
sifat-sifat yang khas begitu pula dengan bakteri. Bakteri yang hidup hampir tidak
berwarna dan kontras dengan air, dimana sel-sel bakteri yang ada di suspensikan.
Salah satu cara unutk mengamati bentuk sel bakteri sehingga mudah di
identifikasi adalah dengan cara metode pengenceran atau pewarnaan. Hal tersebut
berfungsi untuk mengetahuisifat fisiologisnya yaitu mengetahui reaksi dinding
sel bakteri melalui serangkaian pengecetan atau pewarnaan (Dwidjoseputro,
1998).
Melihat dan mengamati bakteri dalam keadaan hidup sangat sulit, karena
selain bakteri itu tidak berwarna juga transparan dan sangat kecil. Unutk
mengatasi hal tersebut maka dikembangkan suatu teknik pewarnaan sel bakteri
sehingga sel dapat terlihat jelas dan mudah diamati. Oleh karena itu teknik
pewarnaan sel bakteri ini merupakan salah satu cara yang paling utama dalam
penelitian-penelitian mikrobiologi (Dwidjoseputro, 1998).
Berbagai macam tipe morfologi bakteri (kokus, basil, spirilum, dan
sebagainya) dapat dibedakan dengan menggunakan pewarna sederhana. Istilah
pewarna sederhana dapat diartikan dalam mewarnai sel-sel bakteri hanya
digunakan satu macam zat warna saja (Gupte, 1990). Kebanyakan bakteri mudah
bereaksi dengan pewarna-pewarna sederhana karena sitoplasmanya bersifat
basofilik (suka akan basa) sedangkan zat-zat warna yang digunakan untuk
pewarnaan sederhana umumnya bersifat alkalin (komponen kromoforiknya
bermuatan positif). Faktor-faktor yang mempengaruhi pewarnaan bakteri yaitu
fiksasi, peluntur warna , substrat, intensifikasi pewarnaan dan penggunaan zat
warna penutup. Suatu preparat yang sudah meresap suatu zat warna, kemudian
dicuci dengan asam encer maka semua zat warna terhapus. sebaliknya terdapat
juga preparat yang tahan terhadap asam encer. Bakteri-bakteri seperti ini
dinamakan bakteri tahan asam, dan hal ini merupakan ciri yang khas bagi suatu
spesies (Dwidjoseputro, 1994).

Bakteri tahan asam adalah jenis bakteri yang tidak dapat diwarnai dengan
pewarnaan anilin biasa kecuali dengan menggunakan fenol dan dengan
pemanasan. Bakteri ini memilki dinding sel berlilin karena mengandung sejumlah
besar materi lipoidal oleh karena itu bakteri ini hanya dapat diwarnai dengan
pewarnaan BTA (Acid-Fast Stain). Dinding sel hidrofobik dan impermeabel
terhadap pewarnaan dan bahan kimia lain pada cairan atau larutan encer. Ketika
proses pewarnaan, bakteri tahan asam ini melawan dekolorisasi dengan asam
sehingga bakteri tersebut disebut bakteri tahan asam (Ball, 1997).
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang langsing, lurus atau berbentuk
filamen. Bakteri ini bersifat aerobik, tidak membentuk spora, non motil, tahan
asam, dan merupakan bakteri gram positif. Namun, ketika Mycobacteria diberi
warna oleh pewarnaan gram, maka warna tersebut tidak dapat dihilangkan
dengan asam. Oleh karena itu, maka mycobacteria disebut sebagai Basil Tahan
Asam atau BTA. Beberapa mikroorganisme lain yang juga memiliki sifat tahan
asam, yaitu spesies Nicardia, Rhodococcus, Legionella micdadei, dan protozoa
Isospora dan Cryptosporidium. Pada dinding sel

mycobacteria,

lemak

berhubungan dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan di bawahnya. Struktur ini


menurunkan permeabilitas dinding sel, sehingga mengurangi efektivitas dari
antibiotik. Lipoarabinomannan adalah suatu molekul lain dalam dinding sel
mycobacteria, berperan dalam interaksi antara inang dan patogen, menjadikan M.
tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam makrofaga. Mikobakteria dapat
tumbuh lebih cepat pada pH 6 dan 8 dengan pH optimum sekitar 6.5 - 6.8 untuk
tipe pathogen. Sel mikobakteria terdiri dari tiga lapisan penting yaitu lipid,
protein, dan polisakarida (Thomas, 1999).
Mycobacterium tuberculosis termasuk gram positif, berbentuk batang panjang
atau pendek, tidak berspora, tidak berkapsul, pertumbuhan sangat lambat (2-8
minggu), suhu optimal 37-380C yang merupakan suhu normal manusia.
Pertumbuhannya membutuhkan tambahan makanan seperti darah, egg yolk,
serum, dan bahan kimia tertentu. Dalam jaringan, basil tuberkel adalah bakteri
batang lurus dengan ukuran sekitar 0,4 3 m. Pada media buatan, bentuk

kokoid dan filamentous tampak bervariasi dari satu spesies ke spesies lain. Segera
setelah diwarnai dengan pencelupan dasar mereka tidak dapat didekolorisasi oleh
alkohol, tanpa memperhatikan pengobatan dengan iodine. Basil tuberkel secara
umum dapat diwarnai dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen. Media untuk membiakan
mikobakteria adalah media nonselektif dan media selektif. Media selektif berisi
antibiotik untuk mencegah pertumbuhan kontaminan bakteri dan fungi yang
berlebihan. Ada tiga formulasi umum yang dapat digunakan untuk kedua media
nonselektif dan selektif, yaitu media agar semisintetik (middlebrook 7H10 dan
7H11), media telur inspisasi (Lowenstein-jensen), media kaldu (broth media)
(Jawetz et al., 2001).
Mikobakteria merupakan aerobik obligat yang memperoleh energi dari
oksidasi

beberapa senyawa sederhana. Penambahan CO2 meningkatkan

pertumbuhan. Tidak ada aktivitas biokimia yang menandai. Dan kecepatan


pertumbuhan lebih rendah dari pada sebagian besar bakteri. Waktu untuk
menggandakan basil tuberkel sekitar 18 jam, bentuk saprofit cenderung tumbuh
lebih cepat, poliferasi terjadi pada temperatur 22-23C, untuk menghasilkan
pigmen yang lebih banyak dan mengurangi bentuk cepat asam daripada bentuk
patogenik. Mikobakteria cenderung lebih resisten terhadap agen kimia daripada
bakteri lain karena sifat hidrofobik permukaan sel dan pertumbuhannya. Basil
tuberkel reisten terhadap kekeringan dan bertahan hidup selama periode waktu
yang lama dalam sputum kering. Variasi dapat terjadi dalam koloni, pigmentasi,
virulensi, temperatur petumbuhan yang optimal dan beberapa tanda pertumbuhan
atau seluler lainnya (Fardiaz, 1992).
Bakteri tahan asam dapat diamati dengan teknik pewarnaan Ziehl Neelson,
Kinyoun Gabber, dan Fluorochrom. Pengambilan sputum (sekret paru-paru atau
ludah) untuk analisis tuberculosis dapat dilakukan setiap saat dikenal ada 3 jenis
sputum: Sputum pagi : sputum yang dikeluarkan oleh penderita pada saat bangun
pagi. Spot sputum : sputum yang dikeluarkan pada saat itu. Collection sputum:
sputum yang keluar dan ditampung selama 24 jam Sputum yang telah diperoleh
dapat disimpan dalam lemari es selama satu minggu. Teknik pewarnaan Ziehl-

Neelsen, yaitu dengan menggunakan zat warna carbol fuchsin 0,3 %, asam
alkohol 3 %, dan methylen blue 0,3%. Pada pemberian warna pertama, yaitu
carbol fuchsin, BTA bersifat mempertahankannya. Carbol fuchsin merupakan
fuksin basa yang dilarutkan dalam larutan fenol 5 %. Larutan ini memberikan
warna merah pada sediaan dahak. Fenol digunakan sebagai pelarut untuk
membantu pemasukan zat warna ke dalam sel bakteri sewaktu proses pemanasan.
Fungsi pemanasan untuk melebarkan pori-pori lemak BTA sehingga carbol
fuchsin dapat masuk sewaktu BTA dicuci dengan larutan pemucat, yaitu asam
alkohol, maka zat warna pertama tidak mudah dilunturkan. Bakteri kemudian
dicuci dengan air mengalir untuk menutup pori- pori dan menghentikan
pemucatan. BTA akan terlihat berwarna merah, sedangkan bakteri yang tidak
tahan asam akan melarutkan carbol fuchsin dengan cepat sehingga sel bakteri
tidak berwarna. Setelah penambahan zat warna kedua yaitu methylen blue, bakteri
tidak tahan asam akan berwarna biru (Lay, 1994).
IV. Alat dan Bahan
Alat
1. Bak pewarna
2. Cawan petri
3. Kaca obyek
4. Kapas
5. kertas saring
6. Mikroskop majemuk
7. Ose
8. pembakar spirtus
Bahan
1. Suspensi bakteri saprofit.
2. Zat warna karbol fuksin dan biru metilen.
3. Asam alkohol (3% HCL dalam alkohol 95%).
4. Alkohol 70% dan air suling dalam botol semprot.

5. minyak celup.
Gambar Alat
1. Bak Pewarna

2. kaca obyek

3. Kapas

4. Kertas Saring

5. Mikroskop Majemuk

6. Ose

7. Pembakar Spiritus

V. Prosedur
Pertama-tama disediakan alat dan bahan. Diambil kaca obyek yang bersih
dengan menggosok permukaan dengan kapas dan alkohol hingga kesat,
kemudian dibuat olesan dari suspensi bakteri secara aseptis didekat api.
Kemudian ditandai daerah olesan dengan spidol di permukaan bawah preparat.
Olesan bakteri digenangi dengan pewama karbol fuksin selama 5 menit,
sambil dipanaskan di atas penangas air. Namun tidak terlalu panas, mendidih
atau kering. Setelah itu, zat wama yang berlebih dibuang, lalu dibilas dengan
air suling. Dibilas kembali dengan zat pemucat alkohol-asam selama 15 detik
atau sampai latar belakang olesan berwarna merah muda pucat. Digenangi
olesan dengan pewarna tandingan biru metilen selama 2 menit, dibuang zat
warna yang berlebih, dan dibilas dengan air suling, lalu dikeringkan dengan
kertas saring. Diteteskan sedikit minyak imersi pada preparat, lalu diperiksa di
bawah mikroskop. Hasil kemudian digambarkan.
VI. Data Pengamatan

VII.

Pembahasan

Pada praktikum pewarnaan tahan asam ini, dilakukan teknik pewarnaan


tahan asam untuk bakteri Mycobacterium tuberculosis yang juga merupakan
bakteri gram positif. Bakteri tahan asam memiliki sel berlilin karena mengandung
sejumlah besar materi lipoidal oleh karena itu bakteri ini hanya dapat diwarnai
dengan pewarnaan BTA (Acid-Fast Stain). Dinding sel hidrofobik dan
impermeabel terhadap pewarnaan dan bahan kimia lain pada cairan atau larutan
encer. Ketika proses pewarnaan, bakteri tahan asam ini melawan dekolorisasi
dengan asam sehingga bakteri tersebut disebut bakteri tahan asam.
Pewarnaan Mycobacteria apabila diberi warna oleh pewarnaan gram,
maka warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan asam. Oleh karena itu, maka
mycobacteria disebut sebagai Basil Tahan Asam atau BTA. Beberapa
mikroorganisme lain yang juga memiliki sifat tahan asam, yaitu spesies Nicardia,
Rhodococcus, Legionella micdadei, dan protozoa Isospora dan Cryptosporidium.
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang langsing, lurus atau berbentuk
filamen. Bakteri ini bersifat aerobik, tidak membentuk spora, non motil, tahan
asam, dan merupakan bakteri gram positif. Pada dinding sel mycobacteria, lemak
berhubungan dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan di bawahnya. Struktur ini
menurunkan permeabilitas dinding sel, sehingga mengurangi efektivitas dari
antibiotik. Lipoarabinomannan adalah suatu molekul lain dalam dinding sel
mycobacteria yang berperan dalam interaksi antara inang dan patogen,
menjadikan Mycobacterium tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam
makrofaga. Mikobakteria dapat tumbuh lebih cepat pada pH 6 dan 8 dengan pH
optimum sekitar 6.5 - 6.8 untuk tipe pathogen. Sel mikobakteria terdiri dari tiga
lapisan penting yaitu lipid, protein, dan polisakarida.
Penderita penyakit tuberkulosis dapat dideteksi dengan pengamatan
bakteri tahan asam dengan teknik pewarnaan Ziehl Neelson, Kinyoun Gabber, dan
Fluorochrom. Dilakukan degan pengambilan sputum (sekret paru-paru atau
ludah). Diambil 3 jenis sputum: Sputum pagi : sputum yang dikeluarkan oleh
penderita pada saat bangun pagi. Spot sputum : sputum yang dikeluarkan pada

saat itu. Collection sputum: sputum yang keluar dan ditampung selama 24 jam
Sputum yang telah diperoleh dapat disimpan dalam lemari es selama satu minggu.
Mikobakteria kaya akan lipid, bahan dari lilin dan fosfatida. Lapisan lilin pada
dinding sel ini menyebabkan bakteri ini tahan terhadap keadaan di luar tubuh induk
semang. Bakteri dapat tahan berbulan-bulan di luar tubuh induk semang, jika
terbungkus eksudat, tinja, dalam cairan atau dalam jaringan organ tubuh yang
membusuk. Dalam sel, lipid secara meluas berikatan dengan protein dan polisakarida.
Muramil dipeptida (dari peptidoglikan) yang diperkaya dengan asam mikolat dapat
menyebabkan nekrosis kaseosa. Lipid pada beberapa perluasan bertanggung jawab
terhadap kecepatan asam, yang terganggu pada integritas dinding sel dan kehadiran
lipid tertentu. Kecepatan asam juga hilang setelah sonikasi sel mikobakteria

Karena bepotensi menularkan penyakit pada praktikan, maka prosedur


pewarnaan tidak dilakukan dan hanya dilakukan pengamatan melalui mikroskop.
Sesuai teori, prosedur dilakukan dengan mengoleskan suspensi bakteri
secara aseptis didekat api. Kemudian olesan bakteri digenangi dengan pewama
karbol fuksin selama 5 menit, sambil dipanaskan di atas penangas air. Namun
tidak terlalu panas, mendidih atau kering. Pada pemberian warna ini, BTA
bersifat mempertahankannya. Carbol fuchsin merupakan fuksin basa yang
dilarutkan dalam larutan fenol 5 %. Zat fenol inilah yang membantu pemasukan
zat warna ke dalam sel bakteri sewaktu proses pemanasan. Fungsi pemanasan
adalah untuk melebarkan pori-pori lemak sehingga carbol fuchsin dapat masuk
sewaktu BTA dicuci dengan larutan pemucat, yaitu asam alkohol, maka zat warna
pertama tidak mudah dilunturkan.
Setelah itu, zat warna yang berlebih dibuang, lalu dibilas dengan air suling.
Dibilas kembali dengan zat pemucat alkohol-asam selama 15 detik atau sampai
latar belakang olesan berwarna merah muda pucat. Digenangi olesan dengan
pewarna tandingan biru metilen selama 2 menit, dibuang zat warna yang berlebih,
dan dibilas dengan air suling, lalu dikeringkan dengan kertas saring. BTA akan
terlihat berwarna merah, sedangkan bakteri yang tidak tahan asam akan
melarutkan carbol fuchsin dengan cepat sehingga sel bakteri tidak berwarna.

Setelah penambahan zat warna kedua yaitu methylen blue, bakteri tidak tahan
asam akan berwarna biru. Sehingga apabila terdapat bakteri lain dalam sampel
akan terlihat di mikroskop dengan perbedaan warna.
Hasil pengamatan menunjukkan adanya bakteri tahan asam, namun tidak
adanya bakteri pembanding tidak tahan asam. Hal ini dapat terjadi karena suspensi
bakteri yang digunakan merupakan suspensi tungga yang hanya berisi bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Namun pada pengamatan juga warna yang terlihat
adalah hijau kecoklatan yang seharusnya bewarna merah. Hal ini mungkin terjadi
apabila pewarna yang digunakan bukan pewarna karbol fuksin sehingga tidak
memantulkan warna merah seperti warna karbol fuksin.
VIII.

Kesimpulan
Dua kelompok bakteri, yaitu bakteri tahan asam dan bakteri tak tahan

asam, dengan menggunakan prosedur pewarnaan tahan asam pewarnaan (ZiehlNeelsen) dapat diamati serta setiap langkah dan reaksi-reaksi kimia yang terjadi
dalam prosedur tersebut dapat diamati.

IX.

DAFTAR PUSTAKA

Ball, A.S. 1997. Bacterial Cell Culture : Essential Data. John Wiley & Sons,
New York.
Dwidjoseputro. 2005.Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta:PT Gramedia
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Jawetz M; Adelbergs. 2005. Mikrobiologi Kedokteran edisi 23. Jakarta, Penerbit
Buku Kedokteran ECG.
Lay. 1994. Mikrobiologi Umum. Jakarta: Erlangga.
Thomas Dormandy (1999). The White Death: A History of Tuberculosis. Tersedia
online di http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1044719/

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI FARMASI

PEWARNAAN SPORA
Senin, 10 Maret 2015
Kelompok I
Senin, Pukul 13.00 16.00 WIB

Nama

NPM

Popy Sarah Chairunnisa

260110130136

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2015

Nilai

TTD

(Dhiya) (Emanuella) (Puspagita)

X. Tujuan
Mengamati endospora bakteri dengan menggunakan prosedur pewarnaan
spora (pewarnaan Klein). Memahami setiap langkah dan reaksi-reaksi kimia yang
terjadi daam prosedur tersebut.
XI. Prinsip
6. Pewarnaan Spora

Suatu metode pewarnaan deng


7. Zat pewarna

Pewarnaan sederhana didasarkan pada zat warna yang digunakan hanya


terdiri dari satu zat yang dilarutkan dalam bahan pelarut ya
XII. Teori Dasar
Mikroorganisme yag ada di alam ini mempunyai morfologi, struktur dan
sifat-sifat yang khas, begitu juga dengan bakteri. Bakteri yang hidup hampir tidak
berwarna dan kontras dengan air, dimana sel-sel bakteri tersebut disuspensikan.
Salah satu untuk mengamati bentuk sel bakteri sehingga mudah untuk
diidentifikasikan ialah dengan metode pengecatan atau pewarnaan. Hal tersebut
juga berfungsi untuk mengetahui sifat fisiologisnya yaitu mengetahui reaksi
dinding sel bakteri melalui serangkaian pengecatan (Volt, 1989).
Melihat dan mengamati bakteri dalam keadaan hidup sangat sulit, karena
selain bakteri itu tidak berwarna juga transparan dan sangat kecil. Unutk
mengatasi hal tersebut maka dikembangkan suatu teknik pewarnaan sel bakteri
sehingga sel dapat terlihat jelas dan mudah diamati. Oleh karena itu teknik
pewarnaan sel bakteri ini merupakan salah satu cara yang paling utama dalam
penelitian-penelitian mikrobiologi (Dwidjoseputro, 2001).
Berbagai macam tipe morfologi bakteri (kokus, basil, spirilum, dan
sebagainya) dapat dibedakan dengan menggunakan pewarna sederhana. Istilah

pewarna sederhana dapat diartikan dalam mewarnai sel-sel bakteri hanya


digunakan satu macam zat warna saja (Gupte, 1990).
Kebanyakan bakteri mudah bereaksi dengan pewarna-pewarna sederhana
karena sitoplasmanya bersifat basofilik (suka akan basa) sedangkan zat-zat warna
yang digunakan untuk pewarnaan sederhana umumnya bersifat alkalin (komponen
kromoforiknya bermuatan positif). Faktor-faktor yang mempengaruhi pewarnaan
bakteri yaitu fiksasi, peluntur warna , substrat, intensifikasi pewarnaan dan
penggunaan zat warna penutup. Suatu preparat yang sudah meresap suatu zat
warna, kemudian dicuci dengan asam encer maka semua zat warna terhapus.
sebaliknya terdapat juga preparat yang tahan terhadap asam encer. Bakteri-bakteri
seperti ini dinamakan bakteri tahan asam, dan hal ini merupakan ciri yang khas
bagi suatu spesies (Dwidjoseputro, 2001)
Spora bakteri adalah bentuk bekteri yang sedang dalam usaha mengamankan
diri terhadap pengaruh buruk dari luar. Spora bakteri mempunyai fungsi yang
sama seperti kista amoeba, sebab bakteri dalam bentuk spora dan amoeba dalam
bentuk kista merupakan suatu fase dimana kedua mikroorganisme itu berubah
bentuk untuk melindungi diri terhadap faktor luar yang tidak menguntungkan
(Dwidjoseputro, 2001).
Sepanjang pengetahuan yang kita miliki sekarang, hanya golongan basillah
yang dapat membentuk spora, akan tetapi tidak semua basil mampu berbuat
demikian. Beberapa spesies Bacillus yang aerob dan beberapa spesies Clostridium
yang anaerob dapat membentuk spora. Spora ini lazim disebut endospora,
dikarenakan spora itu dibentuk di dalam sel (Dwidjoseputro, 2001).
Endospora hanya terdapat pada bakteri. Merupakan tubuh berdinding tebal,
sangat refraktif, dan sangat resisten, dihasilkan oleh semua spesies Bacillus,
Clostridium dan Sporosarcina. Bakteri yang mampu membentuk endospora dapat
tumbuh dan bereproduksi selama banyak generasi sebagai sel vegetatif. Namun
pada beberapa tahapan di dalam pertumbuhannya, terjadi sintesis protoplasma
baru dalam sitoplasma vegetatifnya yang dimaksudkan untuk menjadi spora.

(Pelczar,1986)
Bentuk spora ada yang bulat, ada pula yang bulat panjang, hal ini bergantung pada
spesies. Endospora ada yang lebih kecil dan ada pula yang lebih besar daripada
diameter sel induk (Dwidjoseputro, 2001).
Letak endospora di dalam sel serta ukurannya selama pembentukannya
tidaklah sama bagi semua spesies. Sebagai contoh, beberapa spora adalah sentral
yaitu dibentuk di tengah-tengah sel, yang lain terminal yaitu dibentuk di ujung;
dan yang lain lagi subterminal yaitu di dekat ujung (Pelczar,1986).
Pada umumnya sporulasi itu mudah terjadi, jika keadaan medium memburuk,
zat-zat yang timbul sebagai pertukaran zat bertimbun-timbun dan faktor-faktor
luar lainnya merugikan. Tetapi pada beberapa spesies mampu membentuk spora
meskipun tidak terganggu oleh faktor luar. Sporulasi dapat dicegah, jika selalu
diadakan pemindahan piaraan ke medium yang baru. Beberapa spesies bakteri
dapat kehilangan kemampuannya untuk membentuk spora. Spora dapat tumbuh
lagi menjadi bakteri biasa apabila keaadaan di luar menguntungkan. Mula-mula
air meresap ke dalam spora, kemudian spora mengembang dan kulit spora
menjadi retak karenanya. Keretakan ini dapat terjadi pada salah satu ujung, tetapi
juga dapat terjadi pada tengah-tengah atau dekat tengah-tengah spora. Hal ini
merupakan ciri khas bagi beberapa spesies Bacillus. Jika kulit spora pecah di
tengah-tengah, maka masing-masing pecahan akan merupakan suatu tutup pada
kedua ujung bakteri. (Dwidjoseputro, 2001).
Spora

dibentuk

oleh

jenis

bakteri

tertentu

terutama

genus bacillus dan costridium. Pada umumnya spora terdapat pada endospora
dengan letak dan ukuran yang berbeda. Spora pada bakteri dibentuk pada
kondisi secara kimiawi dan kondisi kimiawi yang kurang menguntungkan
misalnya nutrisi, sinar panas dan kering. Macam-macam metode yang digunakan
untuk melihat spora, yaitu Schaefferfulton, Bartolomew- Mitter, Klein dan
Donner. Pewarnaan spora dapat digunakan untuk membantu identifikasi bakteri.
Letak spora ada tiga macam, yaitu sentral ( letak spora berada ditengah- tengah

sel), terminal ( letak spora ada diujung sel) dan sub terminal ( letak spora diantara
ujung-ujung dan ditngah-tengah terminal) ( Dwidjoseputro, 2001).
Proses pewarnaan endospora dilakukan setelah fiksasi dan setelah dibuat
apusan preparat. Kemudian preparat diberikan malakit hujau yang berfungsi
sebagai pewarna primer yang digunakan untuk melumuri fiksasi panas. Preparat
diuapkan diatas air mendidih dengan tujuan untuk memperbesar pori-pori bakteri
agar pada saat pewarnaan dapat menembus dinding endospora dan dijaga jangan
sampai pewarna kering. Kemudian dicuci dengan air dialirkan dari atas, yang
bertujuanuntuk menghilangkan malacite green dari seluruh bagian sel endospora.
Pewarnaan safranin bertujuan untuk counterstein yang digunakan untuk melumuri
bagian warna dari sel yang lain dari pada endospora. Hasil uji bakteri Bacillus
spmenghasilkan bakteri gram positif. Prinsip pewarnaan spora didasarkan pada
penggunaan zat warna malachite green dan safranin dimana pada hasil pewarnaan
akan menghasilkan warna hijau pada spora dan warna merah pada sel vegatitifnya
(Lay, 1994).

XIII.

Alat dan Bahan

Alat
1. Bak pewarna
2. Cawan petri
3. Kaca obyek
4. Kapas
5. kertas saring
6. Mikroskop majemuk
7. Ose
8. pembakar spirtus
Bahan
1. Biakan bakteri Bacillus subtilis.

2. NaCl fisiologis.
3. Zat warna karbol fiuksin dan biru metilen.
4.

H2S04 1%

5. Alkohol 70 % dan air suling dalam botol semprot.


6. minyak celup
Gambar Alat

XIV. Prosedur
Pertama-tama disiapkan alat dan bahan. Dibuat suspensi bakteri yang
terdiri dari biakan bakteri dan NaCl fisiologis di tabung reaksi. ditambahkan
korbol fuksin sebanyak 1:1 ke dalam suspensi tersebut. Dipanaskan campuran
tersebut dalam pemanas air bersuhu 800C selama 10 menit. Kemudian disediakan

kaca obyek yang telah dibersihkan dengan alkohol hingga kesat dan dibuat olesan
dari campuran tersebut, setelah itu ditandai dengan spidol di permukaan bawah
preparat. Digenangi olesan dengan H2S04 1% selama 2 detik, lalu cuci dengan air
suling. Kemudian digenangi lagi olesan dengan pewarna tandingan biru metilen
selama 5 menit, dibuang zat warna yang berlebih, dan dibilas dengan air suling,
lalu dikeringkan dengan kertas saring. Diteteskan sedikit minyak imersi pada
preparat, lalu diperiksa di bawah mikroskop. Kemudian hasilnya diamati dan
digambarkan.
XV.

Data Pengamatan

XVI. Pembahasan
pada praktikum kali ini dilakukan pewarnaan spora pada bakteri
Bacillus subtilis. Spora bakteri adalah bentuk bekteri yang sedang dalam
usaha mengamankan diri terhadap pengaruh buruk dari luar. Spora bakteri
mempunyai fungsi yang sama seperti kista amoeba, sebab bakteri dalam
bentuk spora dan amoeba dalam bentuk kista merupakan suatu fase dimana
kedua mikroorganisme itu berubah bentuk untuk melindungi diri terhadap
faktor luar yang tidak menguntungkan
Bacillus memiliki bentuk batang Gram positif pada kultur muda, motil
(reaksi nonmotil kadang terjadi), membentuk spora yang biasanya tahan
panas, aerob

(beberapa spesies anaerob fakultatif), katalase positif dan

oksidasi bervariasi (Cowan, 1974). Bacillus dapat menjadi gram negatif


ketika memasuki fase

pertumbuhan stasioner. Sebagian besar Bacillus

merupakan bakteri mesofil yang tumbuh dengan suhu optimal antara

C, meskipun ada beberapa yang termasuk golongan termo il dengan

suhu optimal pada suhu

Sporulasi adalah suatu respon terhadap penurunan kadar nutrisi dalam


medium khususnya sumber karbon dan nitrogen. Pengaturan pembentukan
spora bersifat negatif karena sel membuat repressor dari senyawa yang
terkandung dalam medium untuk mencegah mulainya sporulasi. proses
pembentukan endospora pada B. subtilis membutuhkan beberapa jam. Pada
tahap I, terjadi perkembangan sel vegetatif yang ditandai dengan perubahan
struktur morfologi sel. Sel terbagi secara asimetris (tahap II) dan
menghasilkan dua bagian yaitu sel induk dan pre-spore. Kedua bagian ini
memiliki perkembangan yang berbeda. Tahap III dari sporulasi, peptidoglikan
pada septum terdegradasi dan pre-sporeditelan oleh sel induk, sehingga
membentuk sel dalam sel. Aktivitas sel induk dapat mempermudah sintesis
endospora dan membentuk korteks yang merupakan endapan dari suatu
lapisan (tahap VI+V). Hal ini diikuti oleh berakhirnya dehidrasi dan
pematangan endospora (tahap VI+VII). Akhirnya sel induk hancur pada saat
program sel mati, dan endospora terbebas ke lingkungan. Endospora akan
tetap dorman sampai berkecambah kembali pada kondisi yang sesuai
Praktikum dilakukan dengan metode pewarnaan klein dimana
dilakukan pewarnaan dengan karbol fuksin dan pewarna tandingan metilen
blue. Pertama-tama dibuat suspensi bakteri yang terdiri dari biakan bakteri
dan NaCl fisiologis di tabung reaksi. ditambahkan korbol fuksin sebanyak 1:1
ke dalam suspensi tersebut. Dipanaskan campuran tersebut dalam pemanas air
bersuhu 800C selama 10 menit. Kemudian disediakan kaca obyek yang telah
dibersihkan dengan alkohol hingga kesat dan dibuat olesan dari campuran
tersebut,. Digenangi olesan dengan H2S04 1% selama 2 detik, lalu cuci
dengan air suling. Kemudian digenangi lagi olesan dengan pewarna tandingan
biru metilen selama 5 menit, dibuang zat warna yang berlebih, dan dibilas
dengan air suling, lalu dikeringkan dengan kertas saring. Diteteskan sedikit

minyak imersi pada preparat, lalu diperiksa di bawah mikroskop. Kemudian


hasilnya diamati dan digambarkan
Namun karena alasan singkatnya waktu, prosedur yang dilakukan
praktikan dimulai setelah pemanasan bakteri dengan karbol fuksin selesai,
dan prosedur sebelumnya telah dibantu oleh asisten.
Masuknya zat warna karbol fuksin dalam spora diakibatkan oleh
pemanasan yang berlangsung sehingga melonggarnya pori-pori sehingga zat
warna dapat masuk. Adanya molekul RNA dalam spora juga mengakibatkan
zat warna tidak keluar karena adanya ikatan kompleks zat warna RNA,
ditambah lagi dengan adanya penambahan asam yang menutup kembali poripori.

Penambahan

pewarna

tandingan

metilen

blue

mengakibatkan

terperangkapnya zat warna dalam sel bakteri sehingga perbedaan kontras


antara warna badan sel bakteri dengan sporanya dapat diamati.
Hasil pengamatan menunjukkan adanya bakteri Bacillus subtilisdengan
badan sel berbentuk basil bewarna biru dan adanya spora bewarna merah
didalam sel dengan posisi terminal. Namun tidak banyak bakteri yang
mengalami sporulasi sehingga tidak banyak spora yang dapat diamati.
Banyak faktor pembentukan spora pada bakteri yang sebelumnya telah
dituliskan. Pada umumnya sporulasi itu mudah terjadi, jika keadaan medium
memburuk, zat-zat yang timbul sebagai pertukaran zat bertimbun-timbun dan
faktor-faktor luar lainnya merugikan. Tetapi pada beberapa spesies mampu
membentuk spora meskipun tidak terganggu oleh faktor luar seperti kondisi
kimiawi yang kurang menguntungkan misalnya nutrisi, sinar panas dan
kering. Kondisi-kondisi yang telah diberikan pada bakteri mungkin belum
menciptakan kondisi yang buruk bagi bakteri atau proses sporulasi yang
belum berjalan secara sempurna. Spora yang terbentuk telah membentuk
bakteri kembali dapat juga menjadi kemungkinan tidak tampaknya spora pada
bakteri karena kondisi pada tabung yang telah aman bagi bakteri tersebut.

Selain metode Klein, juga dapat dilakukan metode pewarnaan Wirtz dengan
pewarna Malachite green. Malachite green merupakan pewarna yang kuat yang
dapat berpenetrasi ke dalam endospora. Semua spora bakteri mengandung asam
dupikolinat, yang mana subtansi ini tidak dapat ditemui pada sel vegetatif bakteri,
atau dapat dikatakan, senyawa ini khas dimiliki oleh spora. Dalam proses
pewarnaan, sifat senyawa inilah (asam dupikolinat) yang kemudian dimanfaatkan
untuk diwarnai menggunakan pewarna tertentu, dalam hal ini larutan hijau
malakit. Sedangkan menurut Pelczar (1986), selain subtansi di atas, dalam spora
bakteri juga terdapat kompleks Ca2+ dan asam dipikolinan peptidoglikan

XVII. Kesimpulan
Endospora bakteri dapat diamati dengan menggunakan prosedur pewarnaan
spora (pewarnaan Klein) dan setiap langkah dan reaksi-reaksi kimia yang terjadi
daam prosedur tersebut dapat dipahami

DAFTAR PUSTAKA
Dwidjoseputro. 2001.Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta:PT Gramedia.
Gupte. 1990. Mikrobiologi Dasar.Jakarta : Penerbit Bina Rupa Aksara.
Karmana.2007.Biologi.Jakarta:PT Grafindo Media Pratama.
Lay. 1994. Mikrobiologi Umum. Jakarta: Erlangga.
Margareth F. W. 1989. Mikrobiologi Dasar Jilid 1. Jakarta : Erlangga
Pelezar chan. 2008. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI Press: Jakarta.

You might also like