You are on page 1of 16

TUGAS INDIVIDU PjBL GASTROENTERITIS BLOK GIT

Oleh
Shinta Ardiana Puspitasari
115070201111021
PSIK REG 1

Jurusan Ilmu Keperawatan


Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Malang
2014

SLO Gastroenteritis

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Definisi
Klasifikasi
Epidemiologi
Etiologi dan factor resiko
Patofisiologi
Manifestasi klinis
Pemeriksaan Diagnostic
Penatalaksanaan Medis
Komplikasi

PEMBAHASAN Gastroenteritis

I.

DEFINISI Gastroenteritis

Gastroenteritis adalah peradangan akut lapisan lambung dan usus, ditandai


dengan anoreksia, rasa mual, diare, nyeri abdomen, dan kelemahan.
Penyebabnya meliputi keracunan makanan, infeksi virus, konsumsi makanan
atau minuman yang iritatif dan terkadang disebabkan oleh faktor psikologis
seperti rasa marah, stress dan takut. Disebut juga enterogastritis. (Dorland,
2010).
Gastroenteritis adalah inflamasi membran mukosa lambung dan usus halus.
Ditandai dengan diare dan beberapa kasus muntah-muntah yang berakibat
kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan gangguan
keseimbangan elektolit (Cecily L. Betz, 2002).
Gastronteritis adalah suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal
yang tidak seperti biasanya ditandai dengan peningkatan volume, keencera
serta frekuensi lebih dari 3 kali dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari
dengan atau tanpa lendir darah (Hidayat, 2006).
II.

KLASIFIKASI GASTROENTERITIS
Terdapat beberapa pembagian diare:
1. Berdasarkan lamanya diare:
a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan
kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to
thrive) selama masa diare tersebut.
(Suraatmaja, 2007).
2. Berdasarkan mekanisme patofisiologik:
a. Diare sekresi (secretory diarrhea)
b. Diare osmotic (osmotic diarrhea)
(Suraatmaja, 2007)

III.

EPIDEMIOLOGI GASTROENTERITIS
Menurut Word Health Organization (WHO) menyatakan bahwa tujuh dari
sepuluh kematian anak di negara berkembang dapat disebabkan oleh lima
penyebab utama yakni salah satunya adalah Gastroenteritis yang masih
merupakan salah satu penyebab utama mortalitas anak-anak di berbagai
negara yang sedang berkembang. Setiap tahunnya lebih dari satu milyar
kasus Gastroenteritis sebanyak 3,3 juta kasus Gastroenteritis pada balita
setiap tahun dengan 2-3 % kemungkinan jatuh kedalam keadaan dehidrasi

Data Departemen Kesehatan RI, menyebutkan bahwa angka penyakit


Gastroenteritis di Indonesia saat ini adalah 230-342 per 1000 penduduk untuk
semua golongan umur dan 60 % kejadian Gastroenteritis tersebut terjadi pada
balita yang sebagian mengakibatkan kematian.
Penyakit Gastroenteritis merupakan salah satu masalah di Indonesia karena
sering menimbulkan wabah. Data Departemen Kesehatan RI menyebutkan
bahwa angka kejadian Gastroenteritis untuk umur anak 230-342 penderita per
1000 penduduk setiap tahunnya sedangkan angka kematian mencapai 4 per
1000 anak, sedangkan untuk daerah ibukota terdapat 15-20 % penderita
Gastroenteritis meninggal.
IV.

ETIOLOGI dan FAKTOR RESIKO GASTROENTERITIS


Etiologi
Faktor-faktor penyebab diare adalah:
1. Faktor infeksi
a.
Infeksi internal/enteral
Infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama
diare pada anak.
Infeksi bakteri : Vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigella, Aeromanas, dsb.
Infeksi virus : enterovirus (v. Echo, coxsackie, poliomyeltis),
adenovirus, Astrovirus, Rotavirus dan Norovirus (sebelumnya dikenal

sebagai Norwalk Like Virus), dll.


Infeksi parasit : cacing (ascaris, trichuris, oxyguris, strongyloidis),
protozoa

(entamoeba

histolytica,

giardian

lambia,

trichomonas

hominis) dan jamur (candida albicans).


b.

Infeksi parenteral
Infeksi diluar sistem pencernaan yang dapat menimbulkan gastroenterits,
seperti

otitis

media

akut,

tonsilitis,

bronkopneumonis,

ensefalitis,

tonsilofaringitis, dsb. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak
berumur dibawah 2 tahun.
2. Faktor malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat
- Disakarida : intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa
- Monosakarida : intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa

Intoleransi laktosa merupakan penyebab gastroenteritis yang tersering


pada bayi dan anak.
Malabsorbsi lemak : long chain triglyceride
Malabsorbsi protein : asam amino, B-laktoglobulin
3. Faktor makanan
Makanan basi atau beracun, dan alergi terhadap jenis makanan tertentu (milk
alergy, food alergy, cow milk protein sensitive enteropty/CMPSE).
4. Faktor psikologis (rasa takut dan cemas)
Faktor psikologis juga dapat menyebabkan diare karena faktor psikologis
(stres,

marah,

takut)

dapat

merangsang

kelenjar

adenalin

dibawah

pengendalian sistem pernapasan simpats untuk merangsang pengeluaran


hormon yang kerjanya mengatur metabolisme tubuh. Sehingga bila terjadi
stres, maka metabolisme akan terjadi peningkatan dalam bentuk peningkatan
motilitas usus. (Ngastiyah, 2005; Arif Mansjoer, 2000).
Faktor Resiko
Faktor risiko terjadinya diare yang dapat meningkatkan transmisi enteropatogen
adalah:
1. Faktor lingkungan
Air yang tidak memadai atau tercemar
Sarana sanitasi yang kurang baik
Higiene perorangan dan pemukiman yang kurang baik
Penyiapan dan penyimpanan makanan yang kurang baik
Perjalanan ke daerah endemik
Kunjungan ke pelayanan kesehatan (nosokomial)
Misal: Norwalk Like Virus dapat ditularkan melalui muntahan penderita yang
menguap keudara dan tercium orang lain.
2. Faktor pejamu
Usia muda
Campak
Malnutrisi
Defek imun
Penurunan asam lambung
Penurunan motilitas usus
Faktor risiko terjadinya gastroenteritis adalah:
1. Immunodefisiensi
2. Bayi dengan susu formula atau tanpa asi

3. Faktor lingkungan dengan sanitasi buruk memicu perkembangan bakteri


gantroenteritis.
4. Malnitrisi
V.

VI.

PETOFISIOLOGI
Terlampir
MANIFESTASI KLINIS GASTROENTERITIS
1. Mula-mula anak/bayi cengeng gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat,
nafsu makan berkurang.
2. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang
disertai wial dan wiata.
3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
4. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi lebih
asam akibat banyaknya asam laktat.
5. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit
menurun), ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan disertai
penurunan berat badan.
6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun,
denyut jantung cepat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun (apatis,
samnolen, sopora komatus) sebagai akibat hipovokanik.
7. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).
8. Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat dan pernafasan
cepat dan dalam. (Kusmaul).

Menurut Cecily (2002), manifestasi klinis gastroenteritis adalah sebagai berikut:


1. Konsistensi feses cair (diare)
2. Muntah (umumnya tidak lama)
3. Demam (mungkin ada mungkin tidak)
4. Kram abdomen, tenesmus
5. Membran mukosa kering
6. Fontanela cekung (bayi)
7. Berat badan turun
8. Malaise
Berdasarkan banyaknya kehilangan cairan yang hilang dapat dibagi menjadi:
1. Dehidrasi ringan : kehilangan cairan kurang dari 5% berat badan
a. Haus, sadar, gelisah, ubun-ubun normal
b. TD normal, RR normal dan nidi normal, status mental normal
c. Turgor normal
d. Mukosa sedikit kering

e. Urin sedikit mengurang


2. Dehidrasi sedang : kehilangan cairan antara 5-9% berat badan
a. Haus meningkat
b. Nadi cepat dan lemah, TD normal, RR cepat
c. Turgor kulit menurun
d. Membran mukosa kering
e. Ubun-ubun normal
f. Status mental normal sampai lesu
g. Kekurangan unin mengurang
3. Dehidrasi berat : kehilangan cairan lebih dari 10% brat badan
a. Kesadaran menurun, lemas, takikardi, ekstremitas dingin
b. Nadi cepat dan halus kadang tak traba, TD menurun
c. Haus meningkat
d. Keluaran urin tidak ada
e. Ubun-ubun cekung
(Ngastiyah, 1997; Nelson, 2000)
Karakteristik diare:
KARAKTERISTIK RINGAN

SEDANG

BERAT

BB

6-9

7-10

(%) 4-5

kehilangan
Keadaan umum

Haus,

Haus,

gelisah Mengantuk,

sadar

atau letargi

berkeringat

Air mata

Ada

Tidak ada

Tidak ada

Turgor jaringan

Normal

Tidak ada

Tidak ada

Membran mukosa

Basah

Kering

Sangat kering

Tekanan darah

Normal

Normal/rendah

<90

mmHg,

dingin,

mungkin

tidak bisa diukur


Buang air kecil

Normal

Menurun/ keruh

Oliguria

Nadi

Normal

Cepat

Cepat, lemah, mungkin


tidak teraba

Mata

Normal

Cekung

Sangat cekung

Fontanela anterior Normal

Cekung

Sangat cekung

Defisit

cairan 40-50

60-90

>100

(ml/kg)

VII.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Sebagian besar kasus sembuh sendiri dan tidak membutuhkan pemeriksaan
penunjang. Pada pasien dengan keadaan sakit berat sehingga perlu dirawat
di rumah sakit, harus dipertimbangkan pemeriksaan penunjang, diantaranya:
1. Hematest feses, untuk memeriksa adanya darah (lebih umum pada
gatroenteritis yang disebabkan oleh bakteri)
2. Evaluasi feses terhadap volume, warna, konsistensi, adanya pus
3. Hitung darah lengkap dengan deferensial
4. Uji antigen imunoesai enzim, untuk memastikan rotavirus
5. Kultur feses (jika dihospitalisasi, pus dalam feses atau diare yang
berkepanjangan), untuk menentukan patogen, mengetahui pH dan kadar
gula jika diduga ada intoleransi glukosa.
6. Evaluasi feses terhadap cacing dan parasit
7. Aspiras duodenum (jika diduga G. Lambia)
8. Urinalisis dan kultur (berat jenis bertambah karena dehidrasi; organisme
Shigella keluar melalui urin.
9. Pemeriksaan elektrolit tubuh untuk mengetahui Na, K, Ca dan bikarbonat
(Cecily L. Betz, 2002).

Karakteristik feses:
Karakteristik

Normal

Konsistensi

Bentuk lunak, agak Kesar,


cair,
basah

Abnormal

lembek, atau cair

Penyebab
kering Dehidrasi,
motilitas

penurunan
usus

kekurangan

serat,

kurang
konstipasi,
motilitas

akibat
latihan,

peningkatan
usus

(akibat

iritasi kolon oleh bakteri)

diare,

kekurangan

absorbsi.
Bau

Aromatik,

Tajam, pedas

Sumber bau tidak enak

dipengaruhi

yang keras berasal dari

makanan dan flora

senyawa indale, skatol,

bakteri

hydrogen

sulfide

dan

amine, diproduksi oleh


protein yang dibutuhkan
bakteri
perusak/pembusuk.
Unsur pokok

Sejumlah

kecil Infeksi

bakteri,

bagian

kasar kondisi

makanan

yang peradangan,

tidak

dicerna, perdarahan GI,

patogen
yang

bakteri malabsorbsi,
mati,

sel salah makan.

epitel,

lemak,

protein,

unsur-

unsur kering cairan


pencernaan
(pigmen

empedu,

dll)
Frekuensi

Lebih dari 5 kali Hipomotility, hipermotility


per hari. Kurang
dari seminggu

Bentuk

Silinder,

bentuk Mengecil, bentul Kondisi obsruksi rektum

rectum

pensil

atau

seperti benang
Jumlah

Tergantung

diet

(100-400mg/hari)

Pemeriksaan volume urin (menghitung output urin)


Produksi urin (>0,5-1ml/kgBB/jam)
Standar volume urin:
1.
2.
3.
4.
5.

Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa

: 10-90 ml/kgBB/hari
: 80-90 ml/kgBB/hari
: 50 ml/kgBB/hari
: 40 ml/kgBB/hari
: 30 ml/kgBB/hari

VIII. PENATALAKSANAAN MEDIS GASTROENTERITIS


1. Pencegahan GE:
a. Menggunakan air bersih dan sanitasi yang baik
b. Memasak makanan dan minuman hingga matang
c. Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah makan
d. Menghindari makanan yang dapat menimbulkan diare
e. Menghindari makanan yang telah terkontaminasi oleh lalat
f. Tidak mengkonsumsi makanan basi
g. Makan dan minum secara teratur
2. Pemberian cairan
Berdasarkan penilaian derajat dehidrasi, penatalaksanaan gastroenteritis dibagi
menjadi:
a. Dehidrasi ringan
Memberikan oralit dan makanan cair seperti air tajin, sup, dan kuah sayur,
kebutuhan cairan dan elektrolit pada dehidrasi ringan sebanyak 180ml/kg.
b. Dehidrasi sedang
Berikan oralit sesuai dengan dosis yang dibutuhkan (dianjurkan) kebutuhan
cairan dan elektrolit pada dehidrasi sedang sebanyak 220 ml/kg.
c. Dehidrasi berat
Cairan yang diberikan adalah Ringer Laktat melalui intravea. Bila kesadaran
penderita mulai membaik maka segera berikan oralit. Kebutuhan cairan dan
elektrolit pada dehidrasi sebesar 260 ml/kg.

Cairan per oral


Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral
berupa cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO3 dan glukosa. Untuk
diare akut dan kolera pada anak diatas 6 bulan kadar Natrium 90
mEg/l. Pada anak dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan-

sedang kadar natrium 50-60 mEg/l. Formula lengkap disebut oralit,


sedangkan larutan gula garam dan tajin disebut formula yang tidak
lengkap karena banyak mengandung NaCl dan sukrosa.

Cairan parentral
Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan rincian
sebagai berikut:

Untuk anak umur 1 bl-2 tahun berat badan 3-10 kg

1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infus set


berukuran 1 ml=15 tts atau 13 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20
tetes).

7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infusset


berukuran 1 ml=15 tts atau 4 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20
tetes).

16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit

Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg

1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau


10 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).

Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg

1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau


7 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).

7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau


3 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).

16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.

Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg

Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg/BB/24 jam,


jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO 3 1 %.
Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6 tts/kgBB/menit (1
ml = 15 tts) 8 tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).

Untuk bayi berat badan lahir rendah

Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian


glukosa 10% + 1 bagian NaHCO3 1 %).
3. Dietetik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan BB kurang dari 7
kg jenis makanan:
a. Susu (ASI atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam
lemak tak jenuh)
b. Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim)
c. Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan
Cara memberikannya:
a) Hari pertama: setelah dehidrasi segera diberikan makanan peroral. Bila
diberi ASI atau susu formula tapi masih diare diberikan oralit selangseling
b) Hari kedua-keempat: ASI/ susu formula rendah laktosa penuh
c) Hari kelima: bila tidak ada kelainan pasien dipulangkan. Kembali susu
atau makanan biasa
4. Obat-obatan
Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang melalui tinja
dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan
glikosa atau karbohidrat lain (gula, air tajn, tepung beras dan sebagainya)
medikel obat diare:
a. Obat anti sekresi : asetosal dosisi 25 mg/tahun dengan dosis minimum 30
mg Kopromazin dosisi 0,25-1mg/kg BB/hari
b. Obat spasmolitik dan lain-lain umumnya obat spasmolitik seperti paverin,
ekstra bela dona, opium, loperamid tidak digunakan untuk mengatasi diare
akut lagi. Obat pengeras tinja seperti kaolin, pactin, chercoral, tabonal, tidak
ada manfaatnya untuk mengatasi diare, sehingga tidak diberikan lagi.
c. Antibiotik umumnya tidak diberikan bila ada penyebab yang jelas, bila
penyebabnya kolera diberikan tetrasiklin 25-50 mg/kg BB/hari.

Keperawatan
Masalah klien diare yang perlu diperhatikan ialah resiko terjadinya
gangguan sirkulasi darah, kebutuhan nutrisi, resiko komplikasi, gangguan rasa

aman dan nyaman, kurangnya pengetahuan orang tua mengenai proses


penyakit.
Mengingat diare sebagian besar menular, maka perlu dilakukan penataan
lingkungan sehingga tidak terjadi penularan pada klien lain.
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah
LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter
Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk
mengatasi

diare

tetapi

memperbaiki

kondisi

usus

serta

mempercepat

penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat diare


juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS DIARE yaitu:
1. Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. Teruskan pemberian ASI dan Makanan
4. Antibiotik Selektif
5. Nasihat kepada orang tua/pengasuh

1. Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah
tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia
berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit
saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas
yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit
merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan
yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke sarana
kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus. Pemberian oralit
didasarkan pada derajat dehidrasi (Kemenkes RI, 2011).
a.

Diare tanpa dehidrasi


Umur < 1 tahun : - gelas setiap kali anak mencret
Umur 1 4 tahun : - 1 gelas setiap kali anak mencret
Umur diatas 5 Tahun : 1 1 gelas setiap kali anak mencret

b.

Diare dengan dehidrasi ringan sedang


Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan
selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa
dehidrasi.

c.

Diare dengan dehidrasi berat


Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke
Puskesmas untuk di infus.

2. Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc
dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana
ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi
epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang
mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare.
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat
keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume
tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.
Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak
mengalami diare.
Dosis pemberian Zinc pada balita:
a. Umur < 6 bulan : tablet (10 mg) per hari selama 10 hari
b. Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara
pemberian tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang
atau ASI, sesudah larut berikan pada anak diare (Kemenkes RI, 2011).
3. Pemberian ASI/makanan

Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada


penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering di
beri ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari
biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah
mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna
dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti,
pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu
pemulihan berat badan.
4. Pemberian antibiotika hanya atas indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare
pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada
penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek
kolera (Kemenkes RI, 2011).
Obat-obatan anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita
diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak dianjurkan
kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun
meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek
samping yang berbahaya dan bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa
digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit (amuba, giardia)
(Kemenkes RI, 2011).
5. Pemberian Nasihat
Menurut Kemenkes RI (2011), ibu atau pengasuh yang berhubungan erat
dengan balita harus diberi nasehat tentang:
1. Cara memberikan cairan dan obat di rumah
2. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
a. Diare lebih sering
b. Muntah berulang
c. Sangat haus

d. Makan/minum sedikit
e. Timbul demam
f. Tinja berdarah
g. Tidak membaik dalam 3 hari.
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, Richard E. (Ed), et.al. 2000. Ilmu kesehatan Anak Nelson. Cetakan I.
Ed.15. Vol.2. Jakarta: EGC.

Betz, Cecily Lynn. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Ed.5. Jakarta: EGC.

Betz, Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik . Edisi 3. Jakarta:
EGC.

Corwin,E.J.2008. Hanbook of Pathophysiology, 3rd Edition. Lippicott Williams &


Wilkins

Hidayat, Alimul Aziz A. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta :


Salemba Medika

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selecta Kedokteran. Ed.3. Jakarta: Aesculapiur FKUI

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Ed.2. Jakarta: EGC

Syaifudin. 2001. Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat. Ed.2. Jakarta: EGC

Schwartz, M. William. 2004. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC.

Wong,DL.1999. Nursing care of infant and children .Philadelpia: Mosby.

You might also like