Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Di Indonesia, prevalensi gangguan pendengaran dan ketulian cukup tinggi. Dampak yang
ditimbulkan akibat gangguan ini cukup luas dan berat, yaitu mengganggu perkembangan
kognitif, psikologi dan sosial. Akibatnya, kualitas SDM juga rendah..
Gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan secara parsial atau total untuk
mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga. Saat terjadi gangguan pendengaran,
suara-suara keseharian mulai memudar. Pada kebanyakan orang prosesnya berjalan sedikit
demi sedikit. Biasanya nada tinggi yang terlebih dulu memudar. Karena nada rendah biasanya
terdengar lebih baik dari nada lainnya, bukan hal yang aneh jika seseorang sudah mulai
mengalami gangguan dan masih mengatakan bahwa tidak ada masalah dengan
pendengarannya. Bila kondisi pendengaran memburuk, suara yang diperlukan untuk
memahami percakapan makin tidak jelas. Konsonan dengan frekwensi tinggi tidak lagi
terdengar dan membuat makin sulit membedakan satu suara dengan suara yang lain.
Gangguan pendengaran mempunyai tiga jenis, yaitu bisa berbentuk tuli konduksi
(Conduction Hearing Loss [CHL]), tuli sensorineural (Sensoryneural Hearing Loss [(SNHL]),
dan tuli campur (Mixed Hearing Loss). Penyebab dari ketulian tersebut bermacam-macam,
mulai dari infeksi, kongenital, trauma kepala atau telinga, pajanan suara yang terlalu keras,
dan lain-lain. Jika dibiarkan, infeksi dapat menyebar ke seluruh organ mulai dari jantung
sampai ke otak ataupun sesorang harus memakai ala bantu dengar (ABD) secara permanen.
Mengingat besarnya masalah tersebut dan pentingnya kesehatan indera pendengaran
sebagai salah satu faktor penting dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia, maka
diperlukan adanya perhatian yang lebih terhadap masalah kesehatan indera pendengaran.
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI PENDENGARAN
a. Telinga Luar
b. Telinga Tengah
Telinga tengah adalah rongga berisi udara didalam tulang temporalis yang terbuka
melalui tuba auditorius (eustachius) ke nasofaring dan melalui nasofaring keluar. Tuba
biasanya tertutup, tetapi selama mengunyah, menelan, dan menguap saluran ini terbuka,
sehingga tekanan dikedua sisi gendang telinga seimbang.
dan terdiri dari kanalis semisirkularis, utrikulus, sakulus, sakus dan duktus
endolimfatikus serta koklea.
Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh sakulus, utrikulus dan kanalis
semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi oleh sel-sel
rambut. Menutupi sel-sel rambut ini adalah suatu lapisan gelatinosa yang ditembus oleh
silia, dan pada lapisan ini terdapat pula otolit yang mengandung kalsium dan dengan
berat jenis yang lebih besar daripada endolimfe. Karena pengaruh gravitasi, maka gaya
dari otolit akan membengkokkan silia sel-sel rambut dan menimbulkan rangsangan pada
reseptor.
pendengaran (maleus, incus, dan stapes) di rongga telinga tengah. Selanjutnya akan
diterima oleh "oval window" dan diteruskan ke rongga koklea serta dikeluarkan lagi
melalui "round window". Rongga koklea terbagi oleh dua sera menjadi tiga ruangan,
yaitu skala vestibuli, skala tympani dan skala perilimfe dan endolimfe. Antara skala
tympani dan skala medial terdapat membran basilaris, sel-sel rambut dan serabut afferen
dan efferen nervus cochlearis. Getaran suara tadi akan menggerakkan membrana
basilaris, dimana nada tinggi diterima di bagian basal dan nada rendah diterima di bagian
apeks. Akibat gerakan membrana basilaris maka akan menggerakkan sel-sel rambut
sensitif di dalam organ corti.
Organ corti kemudian merubah getaran mekanis di dalam telinga
dalam menjadi impuls saraf. Impuls ini kemudian dihantar melalui
akson atau cabang saraf sel-sel ganglion pada ganglion spiralis telinga
dalam. Akson dari ganglion spiralis menyatu, membentuk nervus
auditorius atau koklearis yang membawa impuls dari sel-sel di dalam
organ corti telinga dalam ke otak untuk diinterpretasi.
a. Pola Getaran Membran Basiler untuk Frekuensi Suara yang Berbeda
pada saat ana dalam kandungan, proses kelahiran, infeksi virus, pemakaian obat yang
merusak koklea (kina, antibiotik seperti golongan makrolida), radang selaput otak, dan
hiperbilirubinemia.
3. Tuli Campuran
Bila gangguan pendengaran atau tuli kondutif dan sensorineural terjadi
bersamaan.
B. Faktor Penyebab
Secara garis besar faktor penyebab gangguan pendengaran dapat
berasal dari genetik maupun didapat:
1. Faktor Genetik
Gangguan pendengaran karena faktor genetik pada umumnya berupa gangguan
pendengaran bilateral tetapi dapat pula asimetrik dan mungkin bersifat statis maupun
progresif. Kelainan dapat bersifat dominan, resesif, berhubungan dengan kromosom X
(contoh: Hunters syndrome, Alport syndrome, Norries disease) kelainan mitokondria
(contoh: Kearns-Sayre syndrome), atau merupakan suatu malformasi pada satu atau
beberapa organ telinga (contoh: stenosis atau atresia kanal telinga eksternal sering
dihubungkan dengan malformasi pinna dan rantai osikuler yang menimbulkan tuli
konduktif.)
2. Faktor didapat
Antara lain dapat disebabkan oleh:
a. Infeksi
Antara lain disebabkan oleh otitis media, otitis eksterna sirkumskripta.
b. Kongenital
Contohnya adalah atresia liang telinga,
c. Obat ototoksik
Obat-obatan yang menyebabkan gangguan pendengaran adalah: Golongan
antibiotika: Eritromisin, gentamisin, streptomisin, netilmisin, amikasin, neomisin,
(pada pemakaian eardrop), kanamisin, etiomisin, vankomisin. Golongan diuretik:
furosemid.
9
d. Trauma
Fraktur tulang temporal, perdarahan telinga tengah, hemotimpanum, atau
perdarahan koklea, dislokasi osikular, trauma suara, dislokasi osikula auditorius,
trauma akustik.
e. Neoplasma
Bilateral acoustic neurinoma (neurofibromatosis) cerebellopontine tumor, tumor
telinga tengah (contoh: rhabdomyosarcoma, glomus tumor), osteoma liang telinga.
C. Derajat Ketulian
Berdasarkan ISO derajat tuli terbagi atas:
0-25 dB
: normal
26-40 dB
: tuli ringan
41-55 dB
: tuli sedang
56-70 dB
: tuli sedang berat
71-90 dB
: tuli berat
>90 dB
: tuli sangat berat (profound)
Menurut American
16-25 dB HL
26-40 dB HL
41-70 dB HL
71-95 dB HL
>95 dB HL
11
obat-obat
yang
berbahaya
bagi
telinga
(kinin,
stroptomisin, kanamisin)
4. Tumor yang terjadi pada syaraf pendengaran (neuroma akustik)
5. Infeksi
yang
intrauterine
terjadi
akibat
secara
infeksi
kongenital
rubella
pada
(kerusakan
ibu
yang
embrio
sedang
disertai
tinitus
(biasanya
suara
nada
rendah
atau
mendengung).
d. Bila kedua telinga terkena, biasanya penderita berbicara dengan
suara lembut (soft voice) khususnya pada penderita otosklerosis.
e. Kadang-kadang penderita mendengar lebih jelas pada suasana
ramai.
Menurut
Lalwani,
pada
pemeriksaan
fisik
atau
otoskopi,
otosklerosis
terdapat
gangguan
pada
rantai
tulang
pendengaran.
Pada tes fungsi pendengaran, yaitu tes bisik, dijumpai penderita
tidak dapat mendengar suara bisik pada jarak 5 meter dan sukar
mendengar kata-kata yang mengandung nada rendah. Melalui tes
garputala dijumpai Rinne negatif. Dengan menggunakan garputala
250 Hz dijumpai hantaran tulang lebih baik dari hantaran udara dan
tes
Weber
didapati
lateralisasi
ke
arah
yang
sakit.
Dengan
14
Terdapat
riwayat
pemakaian
trauma
kepala,
trauma
akustik,
obat-obat
ototoksik,
ataupun
penyakit
Soetirto,
Hendarmin
dan
Bashiruddin,
riwayat
sistemik
sebelumnya.
Menurut
pada
jarak
lima
meter
dan
sukar
mendengar
kata-kata
yang
3. Tipe campur
15
gejala
gangguan
pendengaran
jenis
hantaran
dan
sama
sensorineural.
seperti
Pada
tes
pada
bisik
gangguan
dijumpai
pendengaran
penderita
tidak
jenis
dapat
mendengar suara bisik pada jarak lima meter dan sukar mendengar
kata-kata baik yang mengandung nada rendah maupun nada tinggi.
Tes garputala Rinne negatif. Weber lateralisasi ke arah yang sehat.
Schwabach memendek.
E. Pembahasan Penyakit
1. Gangguan pendengaran pada telinga luar
a. Atresia Liang Telinga & Mikrotia
Selain dari liang telinga yang tidak terbentuk juga biasanya disertai dengan
kelainan daun telinga dan tulang pendengaran. Kelainan ini jarang disertai kelainan
telinga dalam karena perkembangan embriologik yang berbeda antara telinga dalam
dengan telingan luar dan telinga tengah. Atresia telingan kongenital merupakan
kelainan yang jarang ditemukan penyebabnya belum diketahui dengan jelas, diduga
oleh faktor genetik seperti infeksi virus atau intoksikasi bahan kimia pada kehamilan
muda, misalnya talidomida.
18
Patofisiologi
Saluran telinga bisa membersihkan dirinya sendiri dengan
cara membuang sel-sel kulit yang mati dari gendang telinga melalui
saluran telinga. Membersihkan saluran telinga dengan cotton bud
(kapas pembersih) bisa mengganggu mekanisme pembersihan ini
dan bisa mendorong sel-sel kulit yang mati ke arah gendang telinga
sehingga kotoran menumpuk disana.
Penimbunan sel-sel kulit yang mati dan serumen akan
menyebabkan penimbunan air yang masuk ke dalam saluran ketika
mandi atau berenang. Kulit yang basah dan lembut pada saluran
telinga lebih mudah terinfeksi oleh bakteri atau jamur.
1.
Otitis Eksterna Sirkumskripta (Furunkel = bisul)
Etiologi : Staphylococcus aureus, Staphylococcus albus
Patofisiologi : Infeksi oleh kuman pada kulit di sepertiga luar liang
telinga yang mengandung adneksa kulit, seperti folikel rambut,
kelenjar sebasea, dan kelenjar serumen sehingga membentuk
furunkel.
Manifestasi
Rasa nyeri yang hebat, apalagi bila daun telinga disentuh
atau dipegang (helix sign dan tragus sign), gangguan pendengaran
bila furunkel besar dan menyumbat liang telinga. Liang telinga
tampak bengkak pada tempat tertentu.
20
Ampisillin (sediaan tablet 125, 250, 500, 1000 mg; Susp. Sir. 125 mg/5 ml,
25-50 mg/kgBB/hari.
Eritromisin selama 10 14 hari
Oral
Murni (basa): 30 50 mg/kg/hari dalam 2-4 dosis terbagi; tidak lebih dari
2 g/hari.
Injeksi:
o Dewasa
Oral:
Injeksi:
Laktobionat: 15-20 mg/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 6 jam atau 500
mg sampai 1 g setiap 6 jam, atau dapat diberikan dalam infus terusmenerus selama 24 jam. (maksimal 4 g/24 jam).
3. Analgetik
Parasetamol 500 mg qid (dewasa). Anak-anak 3 x 10-15 mg/kgBB
2.
Otitis Eksterna Difus
Dapat terjadi sekunder pada OMSK atau OMA
Etiologi
21
h. Otomikosis
Etiologi
Jamur di liang telinga yang dipermudah dengan kelembaban
yang tinggi di daerah tersebut. Yang tersering jamur Aspergillus
niger. Dapat juga Pityrosporum, Aktinomises, atau Candida
albicans.
Manifestasi Klinis
Rasa gatal dan tersumbat di liang telinga. Pada pemeriksaan
tampak liang telinga terisi oleh filamen jamur berwarna keputihan.
Seringkali juga terjadi infeksi oleh bakteri akibat trauma mengorek
liang telinga
Penatalaksanaan
Liang telinga dibersihkan secara teratur. Larutan asam asetat
2-5% dalam alkohol yang diteteskan ke liang telinga biasanya
dapat menyembuhkan. Kadang diperlukan obat anti jamur (topikal)
seperti ketokonazol 1 x 1 3 mL selama 1 minggu.
i. Keratosis Obliterans dan Kolesteatoma Eksterna
Keratosis obliterans adalah kelainan yang jarang terjadi.
Biasanya secara kebetulan dijumpai pada pasien dengan rasa
penuh ditelinga. Penyakit ini ditandai dengan penumpukan
deskuamasi epidermis di liang telinga, sehingga membentuk
gumpalan
dan
menimbulkan
rasa
penuh
serta
kurang
pendengaran.
Bila tidak ditanggulangi dengan baik akan terjadi erosi kulit
dan bagian tulang liang telinga (kolesteatoma eksterna) yang
biasanya disertai rasa nyeri hebat akibat peradangan setempat.
Erosi bagian tulang liang telinga dapat sangat progresif memasuki
rongga mastoid dan cavum timpani.
Etiologinya belum diketahui, sering terjadi pada pasien
dengan kelainan paru kronik seperti bronkiektasis, juga pada pasien
sinusitis.
Pada pasien yang telah mengalami erosi tulang liang telinga, sering
kali diperlukan tindakan bedah dengan melakukan tandur jaringan
ke bawah kulit untuk menghilangkan gaung di dinding liang telinga.
Yang penting adalah membuat agar liang telinga berbentuk seperti
corong, sehingga pembersihan liang telinga secara spontan lebih
terjamin.
2. Gangguan Pendengaran pada Telinga Tengah
a. Miringitis
Definsi
Miringitis bulosa merupakan suatu miringitis akut yang
ditandai oleh adanya pembentukan bula pada membran timpani.
Adapun referensi lain menyebutkan bahwa miringitis bulosa adalah
bentuk perandangan virus yang jarang dalam telinga yang
menyertai selesma dan influenza.
Patogenesis
Suatu
infeksi
virus
menyebabkan
gangguan
epitel
pernapasan dan disfungsi tuba Eustachius, yang menyebabkan
tekanan negatif di telinga tengah dan akumulasi sekresi pada
telinga tengah. Disfungsi tuba Eustachius memungkinkan mikroba
pathogen untuk masuk dari nasofaring ke telinga tengah dan
menyebabkan serangan otitis media akut. Telah diperkirakan
adanya lesi bulosa mungkin hanya manifestasi dari cidera mekanik
membran timpani atau reaksi jaringan non-spesifik untuk beberapa
agen infektif. Dalam beberapa kasus iritasi tahap awal otitis media
akut kausa bakteri, dilain kasus mungkin karena agen infeksi virus.
Karelitz merasa bahwa faktanya dalam hampir semua kasus
myringitis, infeksi saluran nafas atas yang ada, menunjukkan
bahwa jalurnya adalah melalui tuba eustachius, pertama
menyebabkan radang telinga tengah dan kemudian secara
sekunder menyebabkan myringitis bulosa.
Middle ear fluid (MEF) telah sering ditemukan pada myringitis
bulosa dan mungkin timbul sebagai akibat dari pecahnya bula ke
telinga tengah atau bula mungkin telah muncul secara sekunder
setelah radang telinga tengah. Pada tulang temporal manusia otitis
media akut telah ditunjukkan bahwa membran timpani lebih tebal
dibandingkan dengan telinga normal. Hal ini sebagian besar
disebabkan oleh pembengkakan lapisan jaringan subepitel dan
submukosa membran timpani. Selain itu, ada banyak kapiler dan
infiltrasi sel inflamasi ke dalam lapisan jaringan subepitel dan
submukosa. Studi histologi pada miringitis bulosa kurang, tetapi
dapat dibayangkan bahwa di awal penyakit reaksi inflamasi yang
kuat diprakarsai oleh paparan patogen yang menyebabkan
akumulasi cairan kotor pada membran timpani.
Manifestasi klinis
24
kaya akan persarafan pada epitel terluar membran timpani. Keluhan pada telinga dan
gangguan pendengaran. Kemudian dari anamnesis lebih lanjut, bisa kita dapatkan
riwayat demam serta kemungkinan riwayat trauma pada saluran telinga akibat
membersihkan telinga, atau pun akibat penetrasi benda asing. Kadang juga pasien
mengeluhkan adanya cairan yang keluar dari telinga. Adanya riwayat penyakit
saluran pernafasan dan gangguan telinga sebelumnya juga perlu ditanyakan.
Pemeriksaan fisis
Pemeriksaan yang penting untuk mendiagnosis miringitis bulosa adalah otoskopi.
Adapaun beberapa temuan yang bisa didapatkan dari pemeriksaan otoskopi pada
pasien miringitis antara lain:
o Terdapat tanda-tanda inflamasi pada membran timpani, seperti warna membran
terlihat lebih merah, serta tampak mengalami deformasi, dan refleks cahaya
memendek atau bahkan menghilang sama sekali.
o Karakteristik dari miringitis bulosa adalah adanya bula pada membran timpani.
Kita harus dapat membedakan antara bulla yang berasal dari membran timpani
dan bula yang berasal dari saluran telinga luar. Bula ini dapat pecah dan
menimbulkan perdarahan pada membran timpani.
o Pada beberapa kasus dapat ditemukan nyeri ketika pinna ditarik.
o Pneumatik otoskopi, dengan pemeriksaan ini kita dapat menentukan apakah
miringitis bulosa sudah menyebabkan perforasi.
Pemeriksaan lain:
o Pada pemeriksaan kelenjar, terdapat limfadenopati servikal posterior.
o Pada pemeriksaan pendengaran dapat ditemukan adanya penurunan pendengaran.
o Timpanometri: pemeriksaan ini dilakukan untuk menemukan bukti adanya cairan
di belakang membran timpani. Sehingga kita dapat mengetahui adanya otitis
media yang menyertai miringitis bulosa.
o Timpanoparasintesis: pemeriksaan ini dilakukan untuk kultur dan identifikasi agen
penyebab miringitis bulosa.
Diagnosis banding
Diagnosis banding untuk miringitis hemoragik atau bulosa:
26
Otitis eksterna
memakai lampu kepala yang mempunyai sinar cukup terang, memakai corong telinga
yang sesuai dengan besar liang telinga, dan pisau khusus (miringotom) yang
digunakan berukuran kecil dan steril.
Medikamentosa
Prinsip pengobatan adalah meredakan nyeri dan mencegah terjadinya infeksi
sekunder. Penanganan miringitis bulosa terdiri dari pemberian analgetika untuk nyeri
dan memelihara kebersihan dan kekeringan telinga. Terapi konservatif ditujukan
untuk mengurangi rasa nyeri. Analgetik, obat anti-inflamasi, antipruritik,
antihistamin, dan antibiotik dapat diberikan. Dalam hal komplikasi supuratif,
membran timpani berlubang, atau kecurigaan dari mastoiditis, dianjurkan konsultasi
pada dokter ahli. Saran dari dokter ahli diperlukan untuk memilih pengobatan yang
sesuai dan untuk memastikan perawatan yang berhasil pada myringitis kronis disertai
dengan perforasi membran timpani. Pengobatan khusus perforasi membran timpani
meliputi:
-Larutan alkohol yang mengandung asam salisilat merangsang pertumbuhan epitel
yang sangat berguna jika tingkat pertumbuhan epithelium berkurang. Namun, ketika
kontak dengan mukosa telinga tengah, alkohol bisa menyebabkan sakit telinga dan
iritasi berlebihan mukosa dengan meningkatnya sekresi lendir berikutnya.
-Larutan burowi dapat membantu menghilangkan peradangan pada mukosa pada
telinga tengah, tetapi dapat menyebabkan maserasi dari epidermis dalam liang
telinga.
Pemberian antibiotik:
Lini I
Amoksisilin
Eritromisin
Dosis dewasa dan anak sama dengan dosis amoksisilin
Cotrimoksazol
o Dewasa = 2 x 2 tablet
o Anak = TM 40 dan SMZ 200 mg; suspensi 2 x 1 cth
28
Lini II
Bila ditengarai oleh kuman yang sudah resisten (infeksi berulang)
o Antibiotik diberikan 7-10 hari. Pemberian yang tidak adekuat dapat menyebabkan
kekambuhan.
Pemberian kortikosteroid
Prednison 40-60 mg/hari (single dose) diberikan pada pagi hari selama satu minggu
kemudian dosis diturunkan perlahan.
Pemberian analgetik
Dengan pemberian asetaminofen dengan kodein. Hasil yang baik didapat dari
penggunaan larutan asetil salisilat.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh miringitis bulosa antara lain:
Paralisis fasial
Vertigo
b. Otosklerosis
Definisi
Otosklerosis adalah suatu penyakit dimana tulang-tulang di
sekitar telinga tengah dan telinga dalam tumbuh secara berlebihan
sehingga menghalangi pergerakan tulang stapes (tulang telinga
tengah yang menempel pada telinga dalam), akibatnya tulang
stapes tidak dapat menghantarkan suara sebagaimana mestinya.
29
Penyakit ini biasanya mulai timbul pada akhir masa remaja atau
dewasa awal.
Penyebab
Otosklerosis merupakan suatu penyakit keturunan dan
merupakan penyebab tersering dari tuli konduktif progresif pada
dewasa yang gendang telinganya normal. Jika pertumbuhan
berlebih ini menjepit dan menyebabkan kerusakan pada saraf-saraf
yang menghubungkan telinga dalam dengan otak, maka bisa
terjadi tuli sensorineural.
Gejala
Tuli dan telinga berdenging (tinnitus).
Diagnosis
Untuk mengetahui beratnya ketulian bisa dilakukan pemeriksaan
audiometri/audiologi. CT scan atau rontgen kepala dilakukan untuk
membedakan otosklerosis dengan penyebab ketulian lainnya.
Pengobatan
Pengangkatan tulang stapes dan menggantinya dengan tulang
buatan bisa mengembalikan pendengaran penderita. Ada 2 pilihan
prosedur, yaitu:
Stapedektomi (pengangkatan tulang stapes dan penggantian dengan protese)
menjalani
pembedahan,
bisa
karena
gendang
telinga
dan
tulang-tulang
kecil
akhirnya
dapat
merobek
gendang
telinga
karena
2. Stadium hiperemis
a.
Pembuluh darah tampak lebar dan edema pada membran
timpani.
b.
Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat
yang serosa sehingga sukar terlihat.
3. Stadium supurasi
a.
Membran timpani menonjol ke arah luar.
b.
Sel epitel superfisila hancur.
c.
Terbentuk eksudat purulen di kavum timpani.
d.
Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta
nyeri di telinga tambah hebat.
4. Stadium perforasi
a.
Membran timpani ruptur.
b.
Keluar nanah dari telinga tengah.
c.
Pasien lebih tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak.
5. Stadium resolusi
a.
Bila membran timpani tetap utuh, maka perlahan-lahan akan
normal kembali.
b.
Bila terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan
mengering.
c.
Resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan bila virulensi rendah
dan daya tahan tubuh baik.
Diagnosis
Pada anak, keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga
dan suhu tubuh tinggi serta ada riwayat batuk pilek sebelumnya.
Anak juga gelisah, sulit tidur, tiba-tiba menjerit waktu tidur, diare,
kejang-kejang, dan kadang-kadang anak memegang telinga yang
sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke
liang telinga, suhu tubuh turun, dan anak tertidur tenang.
Pada anak yang lebih besar atau dewasa, selain rasa nyeri
terdapat pula gangguan pendengaran dan rasa penuh dalam
telinga.
Diagnosis terhadap OMA tidak sulit, dengan melihat gejala
klinis dan keadaan membran timpani biasanya diagnosis sudah
dapat ditegakkan. Penilaian membran timpani dapat dilihat melalui
pemeriksaan lampu kepala dan otoskopi. Perforasi yang terdapat
pada membran timpani bermacam-macam, antara lain perforasi
sentral, marginal, atik, subtotal, dan total.
Penatalaksanaan
Antibiotik yang biasa digunakan adalah yang sensitif
terhadap Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan
Moraxella catarrhalis. Untuk pasien yang alergi penisilin dapat
diberikan:
Levofloksasin 500 mg/hari PO untuk 7-10 hari atau
Moksifloksasin 400 mg/hari PO for 7-10 hari atau
Klindamisin 300 mg PO 3x1 atau 4x1 untuk 7-10 hari
32
Tidak sembuh
o Tanpa perforasi OME sekret kental Glue ear
o Dengan perforasi OMK
Dengan perforasi bila sembuh dan tetap perforasi Dry ear
Pencegahan
Beberapa hal yang tampaknya dapat mengurangi risiko OMA
adalah:
1. Pencegahan ISPA pada bayi dan anak-anak.
2. Pemberian ASI minimal selama 6 bulan.
3. Penghindaran pemberian susu di botol saat anak berbaring.
4. Penghindaran pajanan terhadap asap rokok.
Berenang kemungkinan besar tidak meningkatkan risiko OMA.
34
35
(2)
faal agar lingkungan bersifat lebih asam dan merupakan media buruk untuk tumbuh
kuman. Selain itu dikatakan bahwa tempat infeksi pada OMSK sulit dicapai oleh
antibiotika topikal. Djaafar dan Gitowirjono menggunakan antibiotika topikal
sesudah irigasi sekret profus dengan hasil yang cukup memuaskan, kecuali kasus
dengan jaringan patologis yang menetap pada telinga tengah dan mastoid. (24)
Supaya didapatkan hasil yang efektif, larutan yang dipergunakan harus
dilarutkan dalam cairan higroskopik; propylene glycol adalah yang terbaik untuk
keperluan ini.
Antibiotika topikal
Setelah sekret berkurang, terapi dilanjutkan dengan
memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotika dan
kortikosteroid, hal ini dikarenakan biasanya ada gangguan
36
37
38
39
Gambar 3. 10.
Tipe III (c), Tipe
Etiologi
Agen-agen
ototoksik,
antibiotik
(aminoglikosida,
streptomisin,
keksadin,
mandelamin,
praktolol),
zat
kimia
(karbon
monoksida,
minak
chenopodium, nikotin, alkohol, kalium bromat), logam berat (air raksa, emas,
timbale, arsenik).
Hampir seluruh obat tersebut dibuang dari tubuh melalui ginjal. Karena itu
setiap kelainan fungsi ginjal akan meningkatkan kemungkinan penimbunan obat di
dalam darah dan mencapai kadar yang bisa menyebabkan kerusakan.
Dari semua jenis antibiotik, neomisin memiliki efek yang paling berbahaya
terhadap pendengaran, diikuti oleh kanamisin dan amikasin.Viomisin, gentamisin
dan tobramisin bisa mempengaruhi pendengaran dan keseimbangan.
Antibiotik streptomisin lebih banyak mempengaruhi keseimbangan. Vertigo
(perasaan berputar) dan gangguan keseimbangan akibat streptomisin cenderung
bersifat sementara. Tetapi kadang bisa terjadi sindroma Dandy, dimana gangguan
keseimbangan bersifat menetap dan berat sehingga penderita mengalami kesulitan
jika berjalan dalam ruangan yang gelap.
Jika diberikan suntikan asam etakrinat dan furosemid kepada penderita gagal
ginjal yang juga menjalani pengobatan dengan antibiotik, akan terjadi tuli permanen
atau tuli sementara.
Aspirin dalam dosis yang sangat tinggi yang digunakan dalam jangka panjang
bisa menyebabkan tuli dan tinnitus (telinga berdenging), yang biasanya bersifat
sementara. Kuinin bisa menyebabkan tuli permanen.
Jika terjadi perforasi gendang telinga, obat-obat yang bisa menyebabkan
kerusakan telinga tidak dioleskan/diteteskan langsung ke dalam telinga karena bisa
diserap ke dalam cairan di telinga dalam.
Antibiotik yang bisa menyebabkan gangguan pendengaran tidak diberikan
kepada wanita hamil, usia lanjut, dan orang yang sebelumnya telah menderita
ketulian. Kepekaan setiap orang terhadap obat-obat tersebut bervarisi, tetapi biasanya
ketulian bisa dihindari jika kadar obat dalam darah berada dalam kisaran yang
dianjurkan. Karena itu biasanya dilakukan pemantauan terhadap kadar obat dalam
darah. Jika memungkinkan, sebelum dan selama menjalani pengobatan dilakukan tes
pendengaran.
Biasanya tanda awal dari kerusakan adalah ketidakmampuan untuk
mendengarkan suara dengan nada tinggi.
Gejala Klinis
Tinnitus, ketulian, dan vertigo
45
Penatalaksanaan
Tuli yang diakibatkan oleh obat-obat ototoksik tidak dapat
diobati. Bila pada waktu pemberian obat-obat ototoksik terjadi pada
gangguan telinga dalam (dapat diketahui secara audiometrik),
maka pengobatan dengan obat-obatan tersebut harus segera
dihentikan. Berat ringannya ketulian yang terjadi tergantung
kepada jenis obat, jumlah dan lamanya pengobatan. Kerentanan
pasien termasuk yang menderita insufisiensi ginjal dan sifat obat
itu sendiri. Apabila ketulian sudah terjadi dapat dicoba melakukan
rehabilitasi antara lain dengan alat bantu dengar (ABD),
psikoterapi, auditory trainining, termasuk cara menggunakan sisa
pendengaran dengan alat bantu dengar, belajar komunikasi total
dengan belajar membaca bahasa isyarat. Pada tuli total biilateral
mungkin dapat dipertimbangkan pemasangan implan koklea
(cochlear implant).
Prognosis
Sangat tergantung kepada jenis obat, jumlah dan lamanya pengobatan,
kerentanan pasien. Pada umumnya prognois tidak begitu baik malah mungkin buruk.
c. Menieres Disease
Definisi
Adalah kelainan telinga dalam yang mempunyai gejala
pusing, vertigo, tinnitus, telinga yang berdengung, dan sensasi
seperti di tekan. Biasanya terjadi pada telinga unilateral. Penyakit
ini disebut juga hidrops endolimfatik.
Etiologi
Gejala penyakit Meniere berhubungan dengan perubahan
volume cairan di labirin. Labirin telinga mempunyai dua bagian,
pars osea dan pars membranosa. Pars membranosa penting untuk
pendengaran dan keseimbangan dan terisi oleh cairan endolimfatik.
Ketika cairan endolmfatik bergerak, reseptor sensoris pada pars
membranosa akan mengirim sinyal ke otak terkait dengan
pergerakan
tubuh.
Kenaikan
volume
endolimfatik
akan
menyebabkan pars membranosa dilatasi, kondisi yang dikenal
sebagai hidrops endolimfatik.
Peneliti Menieres Disease berpendapat bahwa ruptur labirin
pars membranosa menyebabkan cairan endolimfe bergabung
dengan perilimfe, sebuah cairan yang ada di antara labirin pars
ossea dan membranosa. Campuran kedua cairan tersebut lah yang
menyebabkan penyakit Meniere.
Gejala Klinis
46
3) Tuli saraf
Tuli saraf atau tuli sensorineural (perseptif) dibagi dalam tuli
sensorineural koklea dan retrokoklea.
Tuli sensorineural koklea bisa disebabkan oleh aplasia,
labirinitis, intoksikasi obat. Selain itu juga dapat disebabkan oleh
tuli mendadak, trauma akustik, trauma kapitis dan pajanan bising.
Tuli sensorineural retrokoklea disebabkan oleh neuroma
akustik, tumor sudut pons serebelum, mieloma multipel, cedera
otak, perdarahan otak dan kelainan otak lainnya.
Pemeriksaan Tes Penala
Pada tes penala, tuli sensorineural akan terdapat kesimpulan:
Tes Rinne (+)
Tes Weber: lateralisasi kearah yang sehat.
Tes Schwabach memendek.
Diagnosis
Diagnosis
dipermudah
dengan
dibakukannya
kriteria
diagnosis, yaitu:
1)
Vertigo hilang timbul.
2)
Fluktuasi gangguan pendengaran berupa tuli saraf.
3)
Menyingkirkan kemungkinan penyebab sentral, misalnya
tumor N.VIII.
Pemeriksaan fisik diperlukan hanya untuk menguatkan diagnosis penyakit ini.
Bila dalam anamnesis terdapat riwayat fluktuasi pendengaran, sedangkan pada
pemeriksaan ternyata terdapat tuli saraf, maka kita sudah dapat mendiagnosis
penyakit Meniere, sebab tidak ada penyakti lain yang bisa menyebabkan adanya
perbaikan dalam tuli saraf, kecuali pada penyakit Meniere.
Pemeriksaan Fungsi Keseimbangan
o Tes Romberg
Pasien diinstruksikan untuk berdiri dan membuka mata.
Kemudian pasien diinstruksikan untuk menutup mata (pastikan
anda dapat menopang pasien jika dia jatuh). Perhatikan apakah
pasien terlalu banyak bergoyang atau kehilangan keseimbangan.
Indikasi: jika pasien menutup mata kemudian jatuh, hal ini
mengindikasikan adanya kelemahan pada proprioseptif atau
vestibular.
Dengan gangguan sensorius atau vestibular, keadaan tidak
stabil meningkat dan dapat mengakibatkan pasien jatuh (tanda
Romberg). Dengan lesi vestibular, kecenderungan untuk jatuh kesisi
lesi.
o Tes Kalori Sederhana
Ada beberapa tes yang dapat digunakan dalam menilai fungsi
keseimbangan. Salah satu tes yang biasa digunakan di Klinik
50
adalah Tes Kalori Sederhana. Tes ini selain mudah dilakukan, tidak
rumit, cepat, alat yang dibutuhkan sederhana juga memberikan
informasi
yang
terpercaya
mengenai
jenis
gangguan
keseimbangan. Sebelum dilakukan tes, sebaiknya penderita tidak
mengkonsumsikan obat-obatan minimal 4 hari.
Alat yang dibutuhkan:
Air masak
Es batu
Termometer
Spoit 50 cc
Stopwatch
Pasien dalam posisi baring dengan kepala dielevasi 30 derajat
di atas bidang horizontal. Air steril sebanyak 20 cc dengan suhu 20
derajat dimasukkan ke dalam liang telinga selama 5 detik. Setelah
itu penderita menghadap ke atas dan diinstruksikan untuk tetap
membuka mata selama tes dilakukan. Nistagmus yang terjadi
diamati. Catat jumlah, lama, arah dan keluhan yang menyertai
nistagmus (mis: vertigo, mual, muntah dll). Normal akan
didapatkan nistagmus selama lebih dari 2 menit dan selisih waktu
nistagmus pada kedua labirin tidak lebih dari 20 detik. Tes ini
bermakna bila diidapatkan nistagmus kurang dari 90 detik. Hal ini
didapatkan pada moderat hipoexcitability (canal paresis) labirin.
Bila dengan suhu 20 derajat tidak didapatkan respon maka tes ini
dilanjutkan dengan air suhu 10 derajat atau 0 derajat. Bila pada
suhu ini tidak didapatkan respon, ini menandakan adanya komplit
kanal paresis atau kanal paresis berat.
o Tes posisi
Saat pasien menunjukkan bahwa vertigo terjadi dengan
perubahan posisi, manuver Nylen-Brny atau Dix-Hallpike
digunakan untuk mencoba memancarkan kembali keadaan sekitar.
Kepala diputar ke kanan, dengan cepat direndahkan 30 horisontal
kebawah sambil pandangan dipertahankan pada sisi kanan. Proses
ini diulangi dengan kepala dan mata dibelokkan ke kiri dan
kemudian diluruskan kedepan. Mata diobservasi untuk terjadinya
nistagmus, dan pasien ditanyai untuk mencatat onset, keparahan
dan berhentinya vertigo.
51
d.
dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulangulang beberapa kali (fatigue). Sentral: tidak ada periode laten,
nistagmus dan vertigo ber-langsung lebih dari 1 menit, bila diulangulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).
Penatalaksanaan
Medikasi: Diuretik seperti triamteren atau hidroklorotiazid
kombinasi dengan diet rendah garam (< 2 gr/hari), merupakan
terapi utama pada penyakit Meniere. Anti-vertigo sepert meclizine
atau diazepam dapat mengatasi vertigo secara sementara. Antinausea seperti prometazine kadang juga diberikan. Anti-vertigo dan
anti-nausea bersifat sedatif.
Bedah: Jika vertigo tidak bisa dikontrol oleh medikasi, salah satu
dari teknik bedah ini dilakukan sesuai dari kondisi pasien:
o Endolymphatic shunt, yaitu peletakkan tube pada sakkus
endolimfatik untuk mengeluarkan cairan yang berlebih.
o Neurektomi vestibular selektif.
o Labirintektomi dan pemotongan N. VIII.
Presbikusis
Definisi
Presbikusis adalah tuli sensorineural frekuensi tinggi, umumnya pada usia 65
tahun, simetris pada telinga kiri dan kanan, terjadi pada frekuensi 1000 Hz atau lebih.
Etiologi
Presbikusis merupakan akibat proses degenerasi yang memiliki hubungan
dengan faktor-faktor herediter, pola makanan, arterioskerosis, infeksi, bising, gaya
hidup atau bersifat multifaktor. Progresifitas penurunan pendengaran dipengaruhi
oleh usia dan jenis kelamin, laki-laki lebih cepat dibandingkan perempuan.
Patologi
Proses degenerasi menyebabkan perubahan struktur koklea dan N.VIII. Pada
koklea perubahan yang mencolok ialah atrofi dan degenerasi sel-sel rambut
penunjang pada organ Corti. Proses atrofi disertai dengan perubahan vaskular juga
terjadi pada stria vaskularis. Ukuran sel-sel ganglion, saraf, dan myelin akson saraf
juga mengalami penurunan jumlah.
Klasifikasi
53
Berdasrkan
perubahan
patologik
yang
terjadi,
Schuknecht
dkk
Jenis
2.
Neural
3.
Metabolik
(Strial
presbycu
sis)
Mekanik
(Cochlear
presbycu
sis)
Tabel 3.3
4.
Sensorik
Patologi
Lesi terbatas pada koklea. Atrofi organ Corti,
jumlah sel-sel rambut dan sel-sel penunjang
berkurang.
Sel-sel neuron pada koklea dan jaras auditorik
berurang.
Atrofi stria vaskularis. Potensial mikrofonik
menurun.
Fungsi sel dan keseimbangan biokimia/bioelektrik koklea berkurang.
Terjadi perubahan gerakan mekanik duktus
koklearis.
Atrofi ligamentum spiralis.
Membran basilaris lebih kaku.
Klasifikasi presbikusis menurut Schuknecht
Gejala Klinik
Keluhan
utama
presbukusis
berupa
berkurangnya
pendengaran secara perlahan-lahan dan progresif, simetris pada
kedua telinag. Kapan berkurangnya pendenngan tidak diketahui
pasti.
Keluhan lainnya adalah telinga berdenging (tinitus nada
tinggi). Pasien dapat mendengar suara percakapan, tapi sulit untuk
memahaminya, terutama bila diucapkan dengan cepat di tempat
dengan latar belakang bising (cocktail party deafness). Bila
intensitas suara ditinggikan akan timbul rasa nyeri di telinga, hal ini
disebabkan oleh faktor kelelahan saraf (recruitment).
Diagnosis
Dengan pemeriksaan otoskopik, tampak membran timpani
suram, mobilitasnya berkurang. Pada tes penala didapatkan tuli
sensorineural. Pemeriksaan audiometrik nada murni menunjukkan
suatu tuli saraf nada tinggi, bilateral, dan simetris.
Pada tahap awal terdapat penurunan tajam (sloping) setelah
frekuensi 2000 Hz. Ini khas pada presbikusis jenis sensorik dan
neural.
Garis ambang dengar pada audiogram jenis metabolik dan
mekanik lebih mendatar, kemudian pada tahap berikutnya
berangsur-angsur terjadi penurunan. Pada tahap lanjut terjadi
penurunan pada frekuensi yang lebih rendah.
54
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan secara parsial
atau total medengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga.
Gangguan pendengaran dapat diklasifikasikan sebagai tuli konduktif
(kelainan pada telinga luar dan tengah), tuli sensorineural (kelainan pada
telinga dalam), dan tuli campur (gangguan pada telinga luar atau telinga
tengah dan telinga dalam). Faktor penyebabnya bisa dari faktor genetik
dan faktor didapat. Derajat ketulian menurut ISO terbagi atas: normal (025 dB), tuli ringan (26 40 dB), tuli sedang (41-55 dB), tuli sedang berat
(56-70 dB), tuli berat (71-90 dB), tuli sangat berat (> 90 dB).
Gangguan pada telinga luar dapat berupa atresia liang telinga &
mikrotia, fistula preaurikular, hematoma aurikular, perikondritis,
pseudokista, cerumen plug, otitis eksterna akut, otomikosis, keratosis
obliterans & kolesteatoma eksterna.
Gangguan pada telinga tengah berupa miringits, otosklerosis, otitis
media akut, dan otitis media kronis.
Gangguan pada telinga dalam berupa SNHL, akibat penggunaan
ototoksik, penyakit Meniere, dan presbikusis.
55
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
56