You are on page 1of 56

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Di Indonesia, prevalensi gangguan pendengaran dan ketulian cukup tinggi. Dampak yang
ditimbulkan akibat gangguan ini cukup luas dan berat, yaitu mengganggu perkembangan
kognitif, psikologi dan sosial. Akibatnya, kualitas SDM juga rendah..
Gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan secara parsial atau total untuk
mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga. Saat terjadi gangguan pendengaran,
suara-suara keseharian mulai memudar. Pada kebanyakan orang prosesnya berjalan sedikit
demi sedikit. Biasanya nada tinggi yang terlebih dulu memudar. Karena nada rendah biasanya
terdengar lebih baik dari nada lainnya, bukan hal yang aneh jika seseorang sudah mulai
mengalami gangguan dan masih mengatakan bahwa tidak ada masalah dengan
pendengarannya. Bila kondisi pendengaran memburuk, suara yang diperlukan untuk
memahami percakapan makin tidak jelas. Konsonan dengan frekwensi tinggi tidak lagi
terdengar dan membuat makin sulit membedakan satu suara dengan suara yang lain.
Gangguan pendengaran mempunyai tiga jenis, yaitu bisa berbentuk tuli konduksi
(Conduction Hearing Loss [CHL]), tuli sensorineural (Sensoryneural Hearing Loss [(SNHL]),
dan tuli campur (Mixed Hearing Loss). Penyebab dari ketulian tersebut bermacam-macam,
mulai dari infeksi, kongenital, trauma kepala atau telinga, pajanan suara yang terlalu keras,
dan lain-lain. Jika dibiarkan, infeksi dapat menyebar ke seluruh organ mulai dari jantung
sampai ke otak ataupun sesorang harus memakai ala bantu dengar (ABD) secara permanen.
Mengingat besarnya masalah tersebut dan pentingnya kesehatan indera pendengaran
sebagai salah satu faktor penting dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia, maka
diperlukan adanya perhatian yang lebih terhadap masalah kesehatan indera pendengaran.

BAB II
1

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI PENDENGARAN
a. Telinga Luar

Gambar 2.1 Anatomi telinga luar


Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai
membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan
kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan
pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam
rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 3 cm.
Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak
kelenjar serumen (modifikasi kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar
keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada duapertiga
bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.

Gambar 2.2 Anatomi Telinga


Sendi temporomandibularis dan kelenjar parotis terletak di depan
terhadap liang telinga sementara procesus mastoideus terletak
dibelakangnya. Saraf fasialis meninggalkan foramen stilomastoideus
dan berjalam ke lateral menuju prosesus stilodeus di posteroinferior
liang telinga, dan berjalan dibawah liang telinga untuk memasuki
kelenjar parotis.
2

b. Telinga Tengah
Telinga tengah adalah rongga berisi udara didalam tulang temporalis yang terbuka
melalui tuba auditorius (eustachius) ke nasofaring dan melalui nasofaring keluar. Tuba
biasanya tertutup, tetapi selama mengunyah, menelan, dan menguap saluran ini terbuka,
sehingga tekanan dikedua sisi gendang telinga seimbang.

Gambar 2.3 Membran timpani


Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas luar yaitu
membran timpani, batas depan yaitu tuba eustachius, batas bawah
yaitu vena jugularis (bulbus jugularis), batas belakang yaitu aditus ad
antrum, kanalis facialis pars vertikalis. Batas atas yaitu tegmen timpani
(meningens/otak), dan batas dalam berturut-turut dari atas kebawah
yaitu kanalis semisirkularis horizontal, kanalis facialis, tingkap lonjong
(oval window), tingkap bundar (round window) dan promomtorium.
Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran
yang tersusun dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus dan stapes.
Tulang pendengaran di dalam telinga saling berhubungan. Prosesus
longus maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes.
Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan
koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan
persendian. Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di
tempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang
menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid.
Tuba eustahius termasuk dalam telinga tengah yang
menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah.
c. Telinga Dalam
Labirin (telinga dalam) mengandung organ pendengaran dan keseimbangan,
terletak pada pars petrosa os temporal. Labirin terdiri dari labirin bagian tulang dan
labirin bagian membran. Labirin bagian tulang terdiri dari kanalis semisirkularis,
vestibulum dan koklea. Labirin bagian membran terletak didalam labirin bagian tulang,
3

dan terdiri dari kanalis semisirkularis, utrikulus, sakulus, sakus dan duktus
endolimfatikus serta koklea.
Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh sakulus, utrikulus dan kanalis
semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi oleh sel-sel
rambut. Menutupi sel-sel rambut ini adalah suatu lapisan gelatinosa yang ditembus oleh
silia, dan pada lapisan ini terdapat pula otolit yang mengandung kalsium dan dengan
berat jenis yang lebih besar daripada endolimfe. Karena pengaruh gravitasi, maka gaya
dari otolit akan membengkokkan silia sel-sel rambut dan menimbulkan rangsangan pada
reseptor.

Gambar 2.4 Vestibulum


Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus
sempit yang juga merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus.
Makula utrikulus terletak pada bidang yang tegak lurus terhadap
makula sakulus. Ketiga kanalis semisirkularis bermuara pada utrikulus.
Masing-masing kanalis mempunyai suatu ujung yang melebar
membentuk ampula dan mengandung sel-sel rambut krista. Sel-sel
rambut menonjol pada suatu kupula gelatinosa. Gerakan endolimfe
dalam kanalis semisirkularis akan menggerakkan kupula yang
selanjutnya akan membengkokkan silia sel-sel rambut krista dan
merangsang sel rambut reseptor.

Gambar 2.5 Anatomi telinga dalam


Koklea melingkar seperti rumah siput dengan dua dan satusetengah putaran. Aksis dari spiral tersebut dikenal sebagai modiolus,
berisi berkas saraf dan suplai arteri dari arteri vertebralis. Serabut
saraf kemudian berjalan menerobos suatu lamina tulang yaitu lamina
spiralis oseus untuk mencapai sel-sel sensorik organ corti. Rongga
koklea bertulang dibagi menjadi tiga bagian oleh duktus koklearis yang
panjangnya 35 mm dan berisi endolimfe. Bagian atas adalah skala
vestibuli, berisi perilimfe dan dipisahkan dari duktus koklearis oleh
membrana Reissner yang tipis. Bagian bawah adalah skala timpani
juga mengandung perilimfe dan dipisahkan dari duktus koklearis oleh
lamina spiralis oseus dan membrana basilaris. Perilimfe pada kedua
skala berhubungan pada apeks koklea spiralis tepat setelah ujung
buntu duktus koklearis melalui suatu celah yang dkenal sebagai
helikotrema. Membrana basilaris sempit pada basisnya (nada tinggi)
dan melebar pada apeks (nada rendah).
Organ of corti adalah organ reseptor yang membangkitkan
impuls saraf sebagai respon terhadap getaran membrana basiler.
Organ of corti terletak pada permukaan serat basilar dan membrana
basilar. Terdapat dua tipe sel rambut yang merupakan reseptor
sensorik yang sebenarnya dalam organ corti yaitu baris tunggal sel
rambut interna, berjumlah sekitar 3500 dan dengan diameter
berukuran sekitar 12 mikrometer, dan tiga sampai empat baris rambut
eksterna, berjumlah 12.000 dan mempunyai diameter hanya sekitar 8
mikrometer. Basis dan samping sel rambut bersinaps dengan jaringan
akhir saraf koklearis. Sekitar 90 sampai 95 persen ujung-ujung ini
berakhir di sel-sel rambut bagian dalam, yang memperkuat peran
khusus sel ini untuk mendeteksi suara. Serat-serat saraf dari ujungujung ini mengarah ke ganglion spiralis corti yang terletak didalam
modiolus (pusat) koklea.
B. FISIOLOGI PENDENGARAN
Gelombang suara yang memasuki telinga melalui kanalis auditorius eksterna
menggetarkan membran timpani. Getaran ini akan diteruskan oleh tulang-tulang
5

pendengaran (maleus, incus, dan stapes) di rongga telinga tengah. Selanjutnya akan
diterima oleh "oval window" dan diteruskan ke rongga koklea serta dikeluarkan lagi
melalui "round window". Rongga koklea terbagi oleh dua sera menjadi tiga ruangan,
yaitu skala vestibuli, skala tympani dan skala perilimfe dan endolimfe. Antara skala
tympani dan skala medial terdapat membran basilaris, sel-sel rambut dan serabut afferen
dan efferen nervus cochlearis. Getaran suara tadi akan menggerakkan membrana
basilaris, dimana nada tinggi diterima di bagian basal dan nada rendah diterima di bagian
apeks. Akibat gerakan membrana basilaris maka akan menggerakkan sel-sel rambut
sensitif di dalam organ corti.
Organ corti kemudian merubah getaran mekanis di dalam telinga
dalam menjadi impuls saraf. Impuls ini kemudian dihantar melalui
akson atau cabang saraf sel-sel ganglion pada ganglion spiralis telinga
dalam. Akson dari ganglion spiralis menyatu, membentuk nervus
auditorius atau koklearis yang membawa impuls dari sel-sel di dalam
organ corti telinga dalam ke otak untuk diinterpretasi.
a. Pola Getaran Membran Basiler untuk Frekuensi Suara yang Berbeda

Gambar 2.6 Pola getaran membran basiler untuk frekuensi


suara yang berbeda
Terdapat perbedaan pola tranmisi untuk gelombang suara
dengan frekuensi suara yang berbeda. Setiap gelombang relatif
lemah pada permulaan tetapi menjadi kuat ketika mencapai
bagian membran basilar yang mempunyai keseimbangan
resonansi frekuensi alami terhadap masing-masing frekuensi
suara. Pada titik ini, membran basilar dapat bergetar ke belakang
dan ke depan dengan mudahnya sehingga energi dalam
gelombang dihamburkan. Akibatnya, gelombang berhenti pada
titik ini dan gagal berjalan sepanjang membran basilar yang
tersisa. Jadi gelombang suara frekuensi tinggi hanya berjalan
singkat sepanjang membran basilar sebelum gelombang
mencapai titik resonansinya dan menghilang. Gelombang suara
frekuensi sedang berjalan sekitar setengah perjalanan dan
kemudian menghilang. Dan akhirnya, gelombang suara frekuensi
6

sangat rendah menjalani seluruh jarak sepanjang membran


basiler.
b. Jalur Pendengaran
Gambar 2.7 menggambarkan jaras pendengaran utama.
Jaras ini menunjukkan bahwa serabut dari ganglion spiralis corti
memasuki nukleus koklearis dorsalis dan ventralis yang terletak
pada bagian atas medula. Pada titik ini, semua sinaps serabut
dan neuron berjalan terutama ke sisi yang berlawanan dari
batang otak dan berakhir di nukleus olivarius superior. Beberapa
serat juga berjalan secara ipsilateral ke nukleus olivarius
superior, jaras pendengaran kemudian berjalan ke atas melalui
lemniskus lateral. Beberapa serat berakhir di nukleus leminiskus
lateralis. Banyak yang memintas nukleus ini dan berjalan ke
kolikulus inferior, tempat semua atau hampir semua serat ini
berakhir. Dari sini, jaras berjalan ke nukleus medial thalamus,
tempat semua serabut bersinaps. Dan akhirnya, jaras berlanjut
melalui radiasio auditorius ke korteks auditorius, yang terutama
terletak pada girus superior lobus temporalis.

Gambar 2.7 Jalur pendengaran


c. Aspek Klinis Jalur Pendengaran
Kerusakan pada duktus koklearis atau nervus koklearis dapat
mengakibatkan
menurunya
kemampuan
atau
hilangnya
pendengaran pada telinga pada sisi yang sama. Suatu lesi yang
mengenai satu lemniskus lateralis dapat menimbulkan penurunan
kemampuan pendengaran (tuli parsial) secara bilateral, yang lebih
berat akibatnya pada telinga kontralateral.

Gambar 2.8 Jalur saraf pendengaran


BAB III
PEMBAHASAN
A. Definisi
Gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan secara parsial
atau total medengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga.
Pembagian gangguan pendengaran berdasarkan tingkatan beratnya
gangguan pendengaran, yaitu mulai dari gangguan pendengaran ringan
(20 39 dB), gangguan pendengaran sedang (40 69 dB), dan gangguan
pendengaran berat (70 89 dB). Gangguan pendengaran dapat
diklasifikasikan sebagai:
1. Tuli Konduktif
Disebabkan oleh kondisi patologis kanal telinga eksterna, membran timpani, atau
telinga tengah. Gangguan pendengaran konduktif tidak melebihi 60 dB karena
dihantarkan menuju koklea melalui tulang (hantaran tulang) bila intesitasnya tinggi.
Penyebab tersering gangguan pendengaran jenis ini adalah otitis media dan disfungsi tuba
eustachius akibat otitis media stadium dupurasi (pada anak) dan sumbatan seruman (pada
dewasa).
2. Tuli Sensorineural
Disebabkan oleh kerusakan atau malfungsi koklea, saraf pendengaran, dan batang
otak sehingga bunyi tidak dapat diproses sebagaimana mestinya. Bila kerusakan terbatas
pada rambut di sel koklea, maka sel anglion dapat bertahan dan mengalami degenerasi
transneural. Bila sel ganglion rusak, maka maka nervus VIII akan mengalami degenerasi
Wallerian. Penyebabnya antara lain adalah: kelainan bawaan, genetik, penyakit/kelainan
8

pada saat ana dalam kandungan, proses kelahiran, infeksi virus, pemakaian obat yang
merusak koklea (kina, antibiotik seperti golongan makrolida), radang selaput otak, dan
hiperbilirubinemia.
3. Tuli Campuran
Bila gangguan pendengaran atau tuli kondutif dan sensorineural terjadi
bersamaan.

B. Faktor Penyebab
Secara garis besar faktor penyebab gangguan pendengaran dapat
berasal dari genetik maupun didapat:
1. Faktor Genetik
Gangguan pendengaran karena faktor genetik pada umumnya berupa gangguan
pendengaran bilateral tetapi dapat pula asimetrik dan mungkin bersifat statis maupun
progresif. Kelainan dapat bersifat dominan, resesif, berhubungan dengan kromosom X
(contoh: Hunters syndrome, Alport syndrome, Norries disease) kelainan mitokondria
(contoh: Kearns-Sayre syndrome), atau merupakan suatu malformasi pada satu atau
beberapa organ telinga (contoh: stenosis atau atresia kanal telinga eksternal sering
dihubungkan dengan malformasi pinna dan rantai osikuler yang menimbulkan tuli
konduktif.)
2. Faktor didapat
Antara lain dapat disebabkan oleh:
a. Infeksi
Antara lain disebabkan oleh otitis media, otitis eksterna sirkumskripta.
b. Kongenital
Contohnya adalah atresia liang telinga,
c. Obat ototoksik
Obat-obatan yang menyebabkan gangguan pendengaran adalah: Golongan
antibiotika: Eritromisin, gentamisin, streptomisin, netilmisin, amikasin, neomisin,
(pada pemakaian eardrop), kanamisin, etiomisin, vankomisin. Golongan diuretik:
furosemid.
9

d. Trauma
Fraktur tulang temporal, perdarahan telinga tengah, hemotimpanum, atau
perdarahan koklea, dislokasi osikular, trauma suara, dislokasi osikula auditorius,
trauma akustik.
e. Neoplasma
Bilateral acoustic neurinoma (neurofibromatosis) cerebellopontine tumor, tumor
telinga tengah (contoh: rhabdomyosarcoma, glomus tumor), osteoma liang telinga.
C. Derajat Ketulian
Berdasarkan ISO derajat tuli terbagi atas:
0-25 dB
: normal
26-40 dB
: tuli ringan
41-55 dB
: tuli sedang
56-70 dB
: tuli sedang berat
71-90 dB
: tuli berat
>90 dB
: tuli sangat berat (profound)
Menurut American
16-25 dB HL
26-40 dB HL
41-70 dB HL
71-95 dB HL
>95 dB HL

National Standard Institute, derajat tuli terbagi atas:


: tuli sangat ringan
: tuli ringan, tidak dapat mendengar bisikan
: tuli sedang, tidak dapat mendengar percakapan
: tuli berat, tidak dapat mendengar teriakan
: tuli sangat berat, tidak dapat mendengar suara yang menyakitkan

bagi pendengaran manusia yang normal. (11)

Tabel 3.1 Klasifikasi derajat gangguan pendengaran

menurut International Standard

Organization (ISO) dan American Standard Association (ASA)


10

Selain klasifikasi di atas, gangguan pendengaran dapat diklasifikasikan sesuai dengan


etiologi, tipe gangguan pendengaran, ataupun letak kelainan secara anatomis. Untuk
pembagian gangguan pendengaran secara etiologi, telah dijelaskan pada bagian faktor
penyebab, sedangkan menurut tipe gangguan pendengaran, adalah:
a. Gangguan pendengaran tipe konduktif
Gangguan pendengaran konduktif terjadi ketika hantaran suara
melalui telinga luar dan/atau telinga tengah mengalami gangguan
yang diantaranya disebabkan oleh:
1. Adanya sumbatan serumen (cerumen plug) atau biasa disebut
kotoran telinga
2. Kelainan kongenital seperti mikrotia dan atresia liang telinga
3. Gendang telinga yang mengalami perforasi akibat penggunaan
cotton bud, benda lain, atau infeksi.
4. Infeksi telinga tengah yang menimbulkan cairan
Ciri dari CHL :
1. Berderajat ringansedang
2. Umumnya mengenai nada/frekuensi rendah
3. Correctable
4. Dengan ABD (hearing aid), keluhan dapat membaik

b. Gangguan pendengaran tipe sensorineural

11

Gangguan pendengaran yang timbul akibat adanya masalah


pada telinga bagian dalam, nervus VII (SNHL tipe koklear) dan sentral
pendengaran korteks serebri, area 39 40 (SNHL tipe retrokoklear)
disebut sebagai gangguan pendengaran tipe sensori neural/tuli saraf.
Diperkirakan 90% dari total kasus gangguan pendengaran yang
terjadi merupakan kasus sensori neural.
Kasus ini paling sering terjadi akibat rusaknya sel-sel rambut
bagian dalam. Dimana jika sel-sel rambut bagian dalam sudah rusak,
sejauh ini sel rambut tidak dapat memperbaiki sendiri ataupun
dengan penangan medis
Penyebab yang sering ditemukan pada gangguan pendengaran tipe
sensorineural:
1. Faktor genetik
2. Sering terpapar bising (trauma akustik)
3. Konsumsi

obat-obat

yang

berbahaya

bagi

telinga

(kinin,

stroptomisin, kanamisin)
4. Tumor yang terjadi pada syaraf pendengaran (neuroma akustik)
5. Infeksi

yang

intrauterine

terjadi
akibat

secara

infeksi

kongenital

rubella

pada

(kerusakan
ibu

yang

embrio
sedang

mengandung) maupun didapat seperti meningitis, parotitis,


lairintitis, mumps, dan sebagainya.
Ciri dari SNHL adalah
1. Berderajat ringan sampai berat
2. Mengenai nada tinggi
3. Umumnya uncorrectable
12

4. ABD (hearing aid) biasanya tidak banyak membantu


Dan pada sebagian besar kasus, penyebabnya masih belum
diketahui atau idiopatik. Gangguan pendengaran tipe sensorineural
dapat menyebabkan kehilangan pendengaran dengan derajat ringan
sampai dengan profound.
Lebih dari 95% kasus gangguan pendengaran sensori neural
dapat dibantu dengan menggunakan Alat Bantu Dengar (ABD) dan
Cochlear Implant.

c. Ganggan pendengaran campur


Gelombang suara dapat menemui hambatan disepanjang jalur pendengaran.
Ketika gangguan pendengaran yang terjadi disebabkan adanya masalah pada telinga
bagian luar/tengah dan telinga bagian dalam sekaligus maka disebut gangguan
pendengaran tipe campur. Misalnya gangguan pendengaran tipe campur dapat terjadi
pada seseorang yang sel-sel rambut bagian dalamnya mengalami kerusakan karena
bertambahnya usia (presbikusis) dan pada saat bersamaan orang tersebut juga
mengalami infeksi pada telinga tengah akibat dari infeksi saluran pernafasan bagian
atas.
D. Gejala
1. Tipe konduktif
Gejala yang ditemui pada gangguan pendengaran jenis ini adalah
seperti berikut:
a. Ada riwayat keluarnya carian dari telinga atau riwayat infeksi
telinga sebelumnya.
13

b. Perasaan seperti ada cairan dalam telinga dan seolah-olah


bergerak dengan perubahan posisi kepala.
c. Dapat

disertai

tinitus

(biasanya

suara

nada

rendah

atau

mendengung).
d. Bila kedua telinga terkena, biasanya penderita berbicara dengan
suara lembut (soft voice) khususnya pada penderita otosklerosis.
e. Kadang-kadang penderita mendengar lebih jelas pada suasana
ramai.
Menurut

Lalwani,

pada

pemeriksaan

fisik

atau

otoskopi,

dijumpai ada sekret dalam kanal telinga luar, perforasi gendang


telinga, ataupun keluarnya cairan dari telinga tengah. Kanal telinga
luar atau selaput gendang telinga tampak normal pada otosklerosis.
Pada

otosklerosis

terdapat

gangguan

pada

rantai

tulang

pendengaran.
Pada tes fungsi pendengaran, yaitu tes bisik, dijumpai penderita
tidak dapat mendengar suara bisik pada jarak 5 meter dan sukar
mendengar kata-kata yang mengandung nada rendah. Melalui tes
garputala dijumpai Rinne negatif. Dengan menggunakan garputala
250 Hz dijumpai hantaran tulang lebih baik dari hantaran udara dan
tes

Weber

didapati

lateralisasi

ke

arah

yang

sakit.

Dengan

menggunakan garputala 512 Hz, tes Scwabach didapati Schwabach


memanjang.

2. Tipe sensori neural

14

Gangguan pendengaran jenis ini umumnya irreversibel. Gejala yang


ditemui pada gangguan pendengaran jenis ini adalah seperti berikut:

Bila gangguan pendengaran bilateral dan sudah diderita lama,


suara percakapan penderita biasanya lebih keras dan memberi
kesan seperti suasana yang tegang dibanding orang normal.
Perbedaan ini lebih jelas bila dibandingkan dengan suara yang
lembut dari penderita gangguan pendengaran jenis hantaran,
khususnya otosklerosis.

Penderita lebih sukar mengartikan atau mendengar suara atau


percakapan dalam suasana gaduh dibanding suasana sunyi.

Terdapat

riwayat

pemakaian

trauma

kepala,

trauma

akustik,

obat-obat

ototoksik,

ataupun

penyakit

Soetirto,

Hendarmin

dan

Bashiruddin,

riwayat
sistemik

sebelumnya.
Menurut

pada

pemeriksaan fisik atau otoskopi, kanal telinga luar maupun selaput


gendang telinga tampak normal. Pada tes fungsi pendengaran, yaitu
tes bisik, dijumpai penderita tidak dapat mendengar percakapan bisik
pada

jarak

lima

meter

dan

sukar

mendengar

kata-kata

yang

mengundang nada tinggi (huruf konsonan).


Pada tes garputala Rinne positif, hantaran udara lebih baik dari
pada hantaran tulang. Tes Weber ada lateralisasi ke arah telinga sehat.
Tes Schwabach ada pemendekan hantaran tulang.

3. Tipe campur

15

Gejala yang timbul juga merupakan kombinasi dari kedua


komponen

gejala

gangguan

pendengaran

jenis

hantaran

dan

sensorineural. Pada pemeriksaan fisik atau otoskopi tanda-tanda yang


dijumpai

sama

sensorineural.

seperti

Pada

tes

pada
bisik

gangguan
dijumpai

pendengaran

penderita

tidak

jenis
dapat

mendengar suara bisik pada jarak lima meter dan sukar mendengar
kata-kata baik yang mengandung nada rendah maupun nada tinggi.
Tes garputala Rinne negatif. Weber lateralisasi ke arah yang sehat.
Schwabach memendek.

E. Pembahasan Penyakit
1. Gangguan pendengaran pada telinga luar
a. Atresia Liang Telinga & Mikrotia
Selain dari liang telinga yang tidak terbentuk juga biasanya disertai dengan
kelainan daun telinga dan tulang pendengaran. Kelainan ini jarang disertai kelainan
telinga dalam karena perkembangan embriologik yang berbeda antara telinga dalam
dengan telingan luar dan telinga tengah. Atresia telingan kongenital merupakan
kelainan yang jarang ditemukan penyebabnya belum diketahui dengan jelas, diduga
oleh faktor genetik seperti infeksi virus atau intoksikasi bahan kimia pada kehamilan
muda, misalnya talidomida.

Gambar 3.1 Mikrotia


Diagnosis hanya dengan melihat daun telingan yang tidak
tumbuh dan liang telinga yang atresia saja, keadaan liang
telinganya tidak mudah dievaluasi. Sebagai indikator untuk
meramalkan keadaan telinga tengah adalah dengan melihat
16

keadaan daun telinganya. Makin buruk keadaan daun telinga makin


buruk pula keadaan telinga tengah.
Pemeriksaan audiometrik dan radiologik (CT-scan tulang
temporal) sangat membantu dalam menentukan kemungkinan
berhasilnya rekonstruksi kelainan di telinga luar dan telinga tengah.
Atresia liang telinga dapat unilateral atau bilateral. Tujuan
operasi rekonstruksi ialah selain memperbaiki fungsi pendengaran
juga untuk kosmetik. Pada atresia liang telinga bilateral masalah
utama adalah gangguan pendengaran. Setelah diagnosis
ditegakkan sbaiknya pada pasien dipasang alat bantu dengar untuk
mencegah keterlambatan perkembangan berbahasa, baru setelah
berumur 5-7 tahun dilakukan operasi pada sebelah telinga. Pada
atresia liang telinga unilateral operasi sebaiknya dilakukan setelah
pasien dewasa, yaitu pada umur 15-17 tahun. Operasi dilakukan
dengan bedah mikro telinga. Lama operasi kira-kira 5-6 jam.
b. Fistula Preaurikular
Fistula preaurikular terjadi ketika pembentukan daun telinga dalam masa
embrio. Kelainan ini berupa gangguan embrional pada arkus brakial 1 & 2.
Merupakan kelainan herediter yang dominan. Fistula dapat ditemukan di depan
tragus atau disekitarnya, dan sering terinfeksi. Dari muara fistula sering keluar sekret
yang berasal dari kelenjar sebasea.

Gambar 3.3 Fistula preaurikular (preauricular skin pit)


Biasanya pasien berobat karena terdapat obstruksi dan
infeksi fistula, sehingga terjadi pioderma atau selulitis fasial.
Dengan memasukkan biru metilen kedalam muara fistula dapat
diduga panjang fistula. Cara ini dipakai pada waktu melakukan
operasi. Cara lain adalah dengan fistulografi, yaitu dengan
memasukkan zat kontras kedalam muara fistula, lalu dilakukan
pemeriksaan radiologik. Bila tidak ada keluhan operasi tidak perlu
dilakukan. Akan tetapi bila terdapat abses berulang dan
pembentukan sekret kronik, maka perlu dilakukan pengangkatan
17

fistula itu seluruhnya, karena jika tidak bersih akan menyebabkan


kekambuhan.
c. Hematoma
Hematoma daun telinga disebabkan oleh trauma, sehingga
terdapat penumpukan bekuan darah diantara perikondrium dan
tulang rawan. Bila bekuan darah ini tidak dikeluarkan dapat terjadi
organisasi dari hematoma, sehingga tonjolan menjadi padat dan
permanen.

Gambar 3.4 Hematom aurikula


Cara mengeluarkan bekuan darah itu ialah dengan
melakukan insisi secara steril. Komplikasi yang terjadi, bila tindakan
tidak steril, ialah perikondritis.
d. Perikondritis
Perikondritis (radang pada tulang rawan daun telinga) terjadi
karena trauma, paska-operasi telinga (mastoiditis) dan sebagai
komplikasi pseudokista.

Gambar 3.5 Perikondritis disertai abses preaurikular


e. Pseudokista

18

Pada kelainan ini terdapat cairan kekuningan diantara tulang


rawan daun telinga dan perikondrium. Pasien tidak merasakan
nyeri, dating ke dokter karena ada benjolan di daun telinga yang
tidak diketahui penyebabnya.
Sebagai terapi dilakukan pungsi secar steril, kemudian
dilakukan balut tekan atau dengan gips selama seminggu supaya
perikondrium melekat pada tulang rawan. Apabila perlekatan tidak
sempurna dapat timbul kekambuhan, dan bila pungsi tidak steril,
dapat terjadi perikondritis dan berlanjut menjadi telinga kisut
(cauliflower ear).
f. Cerumen Plug

Serumen merupakan produk glandula seruminosa & glandula


sebasea di pars cartilaginea canalis aurikularis. Glandula
seruminosa adalah glandula sudorifera (kelenjar keringat) yang
mengalami modifikasi. Sifat serumen padat, lunak dengan warna
coklat, hitam. Serumen yang menyumbat canalis auricula disebut
impacted cerumen prop yang dapat mengganggu mengganggu
pendengaran.
Gejala yang timbul dapat berupa telinga terasa penuh,
tinnitus, otofoni (seperti mendengar kata-kata sendiri/bergema),
tak sakit, batuk (terangsangnya nervus vagus).
Terapi
Pengangkatan serumen:
Gunakan serumen hak (untuk serumen yang keras)

Gunakan serumen spoon (untuk serumen yang lunak)

Serumen yg keras dilunakkan dengan karbo gliserin (Natrium


karbonat 0,5 gliserin, aquadest). Lakukan irigasi (namun
kontraindikasi pada Perforasi Membrana timpani) dengan tetes air
hangat,
untuk
menghindari
nistagmus.
Tampon
telinga
menggunakan zalf betadine.
g. Otitis Eksterna Akut
Otitis eksterna adalah radang liang telinga akut maupun
kronis disebabkan oleh bakteri dapat terlogalisir atau difus, telinga
rasa sakit. Faktor ini penyebab timbulnya otitis eksterna ini,
kelembaban, penyumbatan liang telinga, trauma lokal dan alergi.
Faktor ini menyebabkan berkurangnya lapisan protektif yang
menyebabkan edema dari epitel skuamosa. Keadaan ini
menimbulkan trauma local yang mengakibatkan bakteri masuk
melalui kulit, inflasi dan menimbulkan eksudat. Bakteri patogen
pada otitis eksterna akut adalah Pseudomonas sp. (41 %),
Streptococcus sp. (22%), Staphylococcus aureus (15%) dan
Bacteroides (11%). Istilah otitis eksterna akut meliputi adanya
kondisi inflasi kulit dari liang telinga bagian luar.
19

Patofisiologi
Saluran telinga bisa membersihkan dirinya sendiri dengan
cara membuang sel-sel kulit yang mati dari gendang telinga melalui
saluran telinga. Membersihkan saluran telinga dengan cotton bud
(kapas pembersih) bisa mengganggu mekanisme pembersihan ini
dan bisa mendorong sel-sel kulit yang mati ke arah gendang telinga
sehingga kotoran menumpuk disana.
Penimbunan sel-sel kulit yang mati dan serumen akan
menyebabkan penimbunan air yang masuk ke dalam saluran ketika
mandi atau berenang. Kulit yang basah dan lembut pada saluran
telinga lebih mudah terinfeksi oleh bakteri atau jamur.
1.
Otitis Eksterna Sirkumskripta (Furunkel = bisul)
Etiologi : Staphylococcus aureus, Staphylococcus albus
Patofisiologi : Infeksi oleh kuman pada kulit di sepertiga luar liang
telinga yang mengandung adneksa kulit, seperti folikel rambut,
kelenjar sebasea, dan kelenjar serumen sehingga membentuk
furunkel.
Manifestasi
Rasa nyeri yang hebat, apalagi bila daun telinga disentuh
atau dipegang (helix sign dan tragus sign), gangguan pendengaran
bila furunkel besar dan menyumbat liang telinga. Liang telinga
tampak bengkak pada tempat tertentu.

Gambar 3.6 Otitis eksterna sirkumskripta telinga kiri, terlihat


tonjolan pada MAE superior berupa furunkel
Penatalaksanaan
1. Lokal
Pada stadium infiltrat diberikan tampon yang dibasahi dengan 10% iktiol dalam
glycerine, diganti setiap hari selama 2 hari. Pada stadium abses dilakukan insisi
pada abses dan tampon larutan rivanol 0,1%.
2. Sistemik
Antibiotika diberikan dengan pertimbangan infeksi yang cukup berat. Diberikan:

20

Ampisillin (sediaan tablet 125, 250, 500, 1000 mg; Susp. Sir. 125 mg/5 ml,

500 mg /5 ml) selama 10 14 hari.


o Dewasa 2 4 gr/hari dibagi 4 dosis, infeksi berat 4 8 gr/hari dinagi 4 dosis;
o Bayi 7 hari 75 mg/kgBB/hari; dalam 3 dosis;
o Anak dengan berat badan 20 kg 100-200 mg/kgBB/hari IM/IV; berat badan
-

25-50 mg/kgBB/hari.
Eritromisin selama 10 14 hari

o Bayi dan anak-anak:

Oral

Murni (basa): 30 50 mg/kg/hari dalam 2-4 dosis terbagi; tidak lebih dari
2 g/hari.

Estolat: 30 50 mg/kg/hari dalam dosis terbagi 2-4 dosis.

Etilsuksinat: 30 50 mg/kg/hari dalam 2-4 dosis terbagi; tidak lebih dari


3.2 g/hari.

Stearat: 30-50 mg/kg/hari dalam dosis terbagi 2-4 dosis.

Injeksi:

Laktobionat: 15-50 mg/kg/hari terbagi setiap 6 jam; tidak lebih dari 4


g/hari.

o Dewasa
Oral:

Murni (basa): 250 500 mg setiap 6-12 jam.

Etilsuksinat: 400-800 mg setiap 6-12 jam.

Injeksi:

Laktobionat: 15-20 mg/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 6 jam atau 500
mg sampai 1 g setiap 6 jam, atau dapat diberikan dalam infus terusmenerus selama 24 jam. (maksimal 4 g/24 jam).

3. Analgetik
Parasetamol 500 mg qid (dewasa). Anak-anak 3 x 10-15 mg/kgBB
2.
Otitis Eksterna Difus
Dapat terjadi sekunder pada OMSK atau OMA
Etiologi
21

Pseudomonas sp, Staphylococcus albus, E.coli, dan Enterobacter


aerogenes
Manifestasi klinik
Gejala sama denga otitis media sirkumskripta. Tampak 2/3 dalam
liang telinga sempit, hiperemis, dan edema tanpa batas yang
jelas, serta tidak ditemukan furunkel. Kadang terdapat sekret
berbau tidak mengandung lendir. Dapat disertai demam dan
pembesaran kelenjar getah bening regional.
Penatalaksanaan
Masukan tampon yang mengandung antibiotik ke liang telinga
supaya terjadi kontak yang baik antara obat dengan kulit yang
meradang. Dapat diberikan kompres rivanol 1/1000 selama 2 hari.
Dapat digunakan obat tetes telinga yang mengandung:
Polimiksin B, Neomisin (otopraf [fludrokortison asetat 1 mg, polimiksin B
Sulfat 10000 IU, neomisin sulfat 5 mg, lidokain HCl 40 mg]), dewasa 4 x 4 5
tetes/hari; anak-anak 4 x 2 3 tetes/hari.

Kloramfenikol 1% (10 mL), 3 x 2 3 gtt.

Bila kasus berat, diperlukan antibiotik sistemik atau oral. Bila


terjadi akibat infeksi telinga tengah maka penyebabnya yang
harus diobati
3.
Otitis Eksterna Maligna
Adalah tipe khusus dari infeksi akut difus di liang telinga luar.
Etiologi : Pseudomonas sp.
Faktor Predisposisi
Riwayat diabetes mellitus dalam keluarga khususnya orang tua
Patofisiologi
Peradangan yang meluas secara progresif ke lapisan subkutis dan
organ sekitar
Manifestasi klinis
Rasa gatal di liang telinga, unilateral, diikuti nyeri hebat dan
sekret yang banyak serta pembengkakan liang telinga. Nyeri akan
menghebat dan liang telinga tertutup jaringan granulasi yang
subur
Komplikasi
Paresis atau paralisis nervus fasial, kondritis, osteoitis, dan
osteomielitis, hingga kehancuran tulang temporal
Penatalaksanaan
Antibiotik dosis tinggi terhadap Pseudomonas selama 6 minggu, bila perlu
dilakukan debridemen pada jaringan nekrotik di liang telinga dan cavum timpani.
Yang terpenting gula darah harus dikontrol.
22

h. Otomikosis
Etiologi
Jamur di liang telinga yang dipermudah dengan kelembaban
yang tinggi di daerah tersebut. Yang tersering jamur Aspergillus
niger. Dapat juga Pityrosporum, Aktinomises, atau Candida
albicans.
Manifestasi Klinis
Rasa gatal dan tersumbat di liang telinga. Pada pemeriksaan
tampak liang telinga terisi oleh filamen jamur berwarna keputihan.
Seringkali juga terjadi infeksi oleh bakteri akibat trauma mengorek
liang telinga
Penatalaksanaan
Liang telinga dibersihkan secara teratur. Larutan asam asetat
2-5% dalam alkohol yang diteteskan ke liang telinga biasanya
dapat menyembuhkan. Kadang diperlukan obat anti jamur (topikal)
seperti ketokonazol 1 x 1 3 mL selama 1 minggu.
i. Keratosis Obliterans dan Kolesteatoma Eksterna
Keratosis obliterans adalah kelainan yang jarang terjadi.
Biasanya secara kebetulan dijumpai pada pasien dengan rasa
penuh ditelinga. Penyakit ini ditandai dengan penumpukan
deskuamasi epidermis di liang telinga, sehingga membentuk
gumpalan
dan
menimbulkan
rasa
penuh
serta
kurang
pendengaran.
Bila tidak ditanggulangi dengan baik akan terjadi erosi kulit
dan bagian tulang liang telinga (kolesteatoma eksterna) yang
biasanya disertai rasa nyeri hebat akibat peradangan setempat.
Erosi bagian tulang liang telinga dapat sangat progresif memasuki
rongga mastoid dan cavum timpani.
Etiologinya belum diketahui, sering terjadi pada pasien
dengan kelainan paru kronik seperti bronkiektasis, juga pada pasien
sinusitis.

Gambar 3.7 Kolesteatoma eksterna pada telinga kiri


Penyakit ini biasanya dapat dikontrol dengan melakukan
pembersihan liang telinga secara periodik, misalnya setiap 3 bulan.
Pemberian obat tetes telinga dari campuran alkohol atau gliserin
dalam peroksid 3 %, 3 kali seminggu sering kali dapat menolong.
23

Pada pasien yang telah mengalami erosi tulang liang telinga, sering
kali diperlukan tindakan bedah dengan melakukan tandur jaringan
ke bawah kulit untuk menghilangkan gaung di dinding liang telinga.
Yang penting adalah membuat agar liang telinga berbentuk seperti
corong, sehingga pembersihan liang telinga secara spontan lebih
terjamin.
2. Gangguan Pendengaran pada Telinga Tengah
a. Miringitis
Definsi
Miringitis bulosa merupakan suatu miringitis akut yang
ditandai oleh adanya pembentukan bula pada membran timpani.
Adapun referensi lain menyebutkan bahwa miringitis bulosa adalah
bentuk perandangan virus yang jarang dalam telinga yang
menyertai selesma dan influenza.
Patogenesis
Suatu
infeksi
virus
menyebabkan
gangguan
epitel
pernapasan dan disfungsi tuba Eustachius, yang menyebabkan
tekanan negatif di telinga tengah dan akumulasi sekresi pada
telinga tengah. Disfungsi tuba Eustachius memungkinkan mikroba
pathogen untuk masuk dari nasofaring ke telinga tengah dan
menyebabkan serangan otitis media akut. Telah diperkirakan
adanya lesi bulosa mungkin hanya manifestasi dari cidera mekanik
membran timpani atau reaksi jaringan non-spesifik untuk beberapa
agen infektif. Dalam beberapa kasus iritasi tahap awal otitis media
akut kausa bakteri, dilain kasus mungkin karena agen infeksi virus.
Karelitz merasa bahwa faktanya dalam hampir semua kasus
myringitis, infeksi saluran nafas atas yang ada, menunjukkan
bahwa jalurnya adalah melalui tuba eustachius, pertama
menyebabkan radang telinga tengah dan kemudian secara
sekunder menyebabkan myringitis bulosa.
Middle ear fluid (MEF) telah sering ditemukan pada myringitis
bulosa dan mungkin timbul sebagai akibat dari pecahnya bula ke
telinga tengah atau bula mungkin telah muncul secara sekunder
setelah radang telinga tengah. Pada tulang temporal manusia otitis
media akut telah ditunjukkan bahwa membran timpani lebih tebal
dibandingkan dengan telinga normal. Hal ini sebagian besar
disebabkan oleh pembengkakan lapisan jaringan subepitel dan
submukosa membran timpani. Selain itu, ada banyak kapiler dan
infiltrasi sel inflamasi ke dalam lapisan jaringan subepitel dan
submukosa. Studi histologi pada miringitis bulosa kurang, tetapi
dapat dibayangkan bahwa di awal penyakit reaksi inflamasi yang
kuat diprakarsai oleh paparan patogen yang menyebabkan
akumulasi cairan kotor pada membran timpani.
Manifestasi klinis
24

Miringitis bulosa dianggap sebagai penyakit self limiting


disease, kadang-kadang menjadi rumit oleh infeksi sekunder yang
purulen. Namun komplikasi serius seperti meningoensefalitis telah
dilaporkan dalam beberapa kasus yang langka. Karakteristik
gambaran klinis pasien yaitu tiba-tiba nengalami sakit telinga yang
parah atau otalgia. Pada anak-anak dengan gejala otitis media akut
biasanya tidak spesifik, karena mereka tidak dapat mengungkapkan
gejala atau asal usul rasa sakit. Dalam miringitis akut
otalgia sifatnya berdenyut. Nyeri biasanya terletak di dalam telinga,
tetapi
dapat
menyebar
ke
ujung
mastoid,
tengkuk,
temporomandibula bersama wajah.
Pada kebanyakan pasien nyeri mereda dalam satu atau dua
hari, namun beberapa keluhan biasanya dirasakan selama tiga hari
sampai empat hari. Rasa sakit tidak sepenuhnya hilang setelah
miringotomi atau setelah bula pecah spontan. Membran timpani
kembali ke keadaan normalnya dalam dua atau tiga minggu.
Otoskopi menunjukkan suatu membran timpani meradang dengan
satu atau lebih bula. Bula ini penuh dengan cairan bening, agak
kuning atau perdarahan.
Beberapa bula hampir tidak bisa dibedakan dan beberapa
menempati sebagian besar membran timpani. Bula yang muncul
paling sering pada sisi posterior atau postero inferior membran
timpani atau pada dinding kanalis posterior. Bula ini tampaknya
hanya melibatkan lapisan subepitel dari membran timpani.
Miringitis bulosa sering terdeteksi hanya unilateral sedangkan di
beberapa penelitian proporsi infeksi bilateral tersebut telah 1133%. Jika bula pecah maka debit serosanguineous durasi pendek
muncul di saluran telinga, kecuali keadaannya menjadi rumit oleh
invasi bakteri saat discharge menjadi purulen. Peningkatan suhu
tubuh biasanya terlihat dalam perjalanan awal miringitis tersebut.
Bula paling sering menghilang dengan sendirinya. Dalam sebagian
besar kasus bula berlangsung tiga atau empat hari.

Gambar 3.8 Radang pada membrana timpani (miringitis)


Diagnosis
Anamnesis
Secara umum, keluhan utama pasien yang mengalami miringitis adalah nyeri pada
daerah telinga yang onsetnya 2-3 hari terakhir sebab bulla terbentuk pada area yang
25

kaya akan persarafan pada epitel terluar membran timpani. Keluhan pada telinga dan
gangguan pendengaran. Kemudian dari anamnesis lebih lanjut, bisa kita dapatkan
riwayat demam serta kemungkinan riwayat trauma pada saluran telinga akibat
membersihkan telinga, atau pun akibat penetrasi benda asing. Kadang juga pasien
mengeluhkan adanya cairan yang keluar dari telinga. Adanya riwayat penyakit
saluran pernafasan dan gangguan telinga sebelumnya juga perlu ditanyakan.

Pemeriksaan fisis
Pemeriksaan yang penting untuk mendiagnosis miringitis bulosa adalah otoskopi.
Adapaun beberapa temuan yang bisa didapatkan dari pemeriksaan otoskopi pada
pasien miringitis antara lain:
o Terdapat tanda-tanda inflamasi pada membran timpani, seperti warna membran
terlihat lebih merah, serta tampak mengalami deformasi, dan refleks cahaya
memendek atau bahkan menghilang sama sekali.
o Karakteristik dari miringitis bulosa adalah adanya bula pada membran timpani.
Kita harus dapat membedakan antara bulla yang berasal dari membran timpani
dan bula yang berasal dari saluran telinga luar. Bula ini dapat pecah dan
menimbulkan perdarahan pada membran timpani.
o Pada beberapa kasus dapat ditemukan nyeri ketika pinna ditarik.
o Pneumatik otoskopi, dengan pemeriksaan ini kita dapat menentukan apakah
miringitis bulosa sudah menyebabkan perforasi.
Pemeriksaan lain:
o Pada pemeriksaan kelenjar, terdapat limfadenopati servikal posterior.
o Pada pemeriksaan pendengaran dapat ditemukan adanya penurunan pendengaran.
o Timpanometri: pemeriksaan ini dilakukan untuk menemukan bukti adanya cairan
di belakang membran timpani. Sehingga kita dapat mengetahui adanya otitis
media yang menyertai miringitis bulosa.
o Timpanoparasintesis: pemeriksaan ini dilakukan untuk kultur dan identifikasi agen
penyebab miringitis bulosa.
Diagnosis banding
Diagnosis banding untuk miringitis hemoragik atau bulosa:
26

Otitis eksterna

Herpes zoster otikus (Sindroma Ramsay-Hunt)


Sindrom Ramsay-Hunt ini harus dibedakan dari myringitis akut. Pada sindrom
Ramsay-Hunt, ada paralisis saraf perifer pada wajah, disertai dengan ruam vesikuler
eritematosa di telinga (oticus zooster) atau di dalam mulut, dan lepuh terlihat dalam
banyak kasus di daerah antihelix, fossa dari antihelix dan atau lobulus. Dalam
beberapa kasus lepuhan juga terlihat di dalam liang telinga. Virus Varicella zooster
adalah agen dari sindrom ini.
Penatalaksanaan
Prosedur penatalaksanaan miringitis:

o Pembersihan kanalis auditorius eksterna.


o Irigasi liang telinga untuk membuang debris (kontraindikasi bila status membran
timpani tidak diketahui).
o Timpanosintesis, yaitu pungsi kecil yang dibuat di membran timpani dengan sebuah
jarum untuk jalan masuk ke telinga tengah. Prosedur ini dapat memungkinkan
dilakukan kultur dan identifikasi penyebab inflamasi.
o Miringotomi, dimana pada otitis media akut miringotomi dan pembuangan cairan
mencegah terjadinya pecahnya membran timpani setelah bulging. Tindakan ini
menyembuhkan gejala lebih cepat, dan insisi sembuh dalam waktu lebih cepat.
o Timpanostomi dengan insersi pipa ke telinga tengah memungkinkan drainase.
o Miringitomi atau insisi bulla
Pada beberapa dekade terakhir, telah direkomendasikan untuk dilakukan
insisi bulla sebagai terapi pilihan. Namun beberapa mengatakan bahwa miringotomi
dapat meningkatkan risiko infeksi sekunder pada telinga tengah. Miringotomi ialah
tindakan insisi pada pars tensa membran timpani agar terjadi drainase sekret dari
telinga tengah ke liang telinga luar. Miringotomi ini merupakan indikasi untuk kasus
otitis media supuratif akut dengan eksudasi pada timpani.
Miringotomi merupakan tindakan pembedahan kecil yang dilakukan dengan
syarat tindakan ini harus dilakukan secara a-vue (dilihat langsung), anak harus tenang
dan dapat dikuasai, sehingga membran timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi
miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Untuk tindakan ini haruslah
27

memakai lampu kepala yang mempunyai sinar cukup terang, memakai corong telinga
yang sesuai dengan besar liang telinga, dan pisau khusus (miringotom) yang
digunakan berukuran kecil dan steril.

Medikamentosa
Prinsip pengobatan adalah meredakan nyeri dan mencegah terjadinya infeksi
sekunder. Penanganan miringitis bulosa terdiri dari pemberian analgetika untuk nyeri
dan memelihara kebersihan dan kekeringan telinga. Terapi konservatif ditujukan
untuk mengurangi rasa nyeri. Analgetik, obat anti-inflamasi, antipruritik,
antihistamin, dan antibiotik dapat diberikan. Dalam hal komplikasi supuratif,
membran timpani berlubang, atau kecurigaan dari mastoiditis, dianjurkan konsultasi
pada dokter ahli. Saran dari dokter ahli diperlukan untuk memilih pengobatan yang
sesuai dan untuk memastikan perawatan yang berhasil pada myringitis kronis disertai
dengan perforasi membran timpani. Pengobatan khusus perforasi membran timpani
meliputi:
-Larutan alkohol yang mengandung asam salisilat merangsang pertumbuhan epitel
yang sangat berguna jika tingkat pertumbuhan epithelium berkurang. Namun, ketika
kontak dengan mukosa telinga tengah, alkohol bisa menyebabkan sakit telinga dan
iritasi berlebihan mukosa dengan meningkatnya sekresi lendir berikutnya.
-Larutan burowi dapat membantu menghilangkan peradangan pada mukosa pada
telinga tengah, tetapi dapat menyebabkan maserasi dari epidermis dalam liang
telinga.

Pemberian antibiotik:
Lini I
Amoksisilin

o Dewasa = 3 x 500 mg/hari


o Bayi/anak = 50 mg/kgBB/hari

Eritromisin
Dosis dewasa dan anak sama dengan dosis amoksisilin

Cotrimoksazol

o Dewasa = 2 x 2 tablet
o Anak = TM 40 dan SMZ 200 mg; suspensi 2 x 1 cth
28

Lini II
Bila ditengarai oleh kuman yang sudah resisten (infeksi berulang)

Kombinasikan amoksisilin dan asam klavulanat dengan dosis:

o Dewasa = 3 x 625 mg/hari


o Bayi & anak = disesuaikan dengan BB dan usia

Sefalosporin II/III oral (cefuroksim, cefiksim, cefadroxyl, dan lain-lain)

o Antibiotik diberikan 7-10 hari. Pemberian yang tidak adekuat dapat menyebabkan
kekambuhan.
Pemberian kortikosteroid
Prednison 40-60 mg/hari (single dose) diberikan pada pagi hari selama satu minggu
kemudian dosis diturunkan perlahan.
Pemberian analgetik
Dengan pemberian asetaminofen dengan kodein. Hasil yang baik didapat dari
penggunaan larutan asetil salisilat.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh miringitis bulosa antara lain:

Adanya penurunan pendengaran (bisa tuli konduktif dan sensorineural)

Perforasi membran timpani

Paralisis fasial

Vertigo

Proses supuratif yang berkelanjutan pada struktur disekitarnya yang dapat


mengakibatkan coalescent mastoiditis, meningitis, abses, sigmoid sinus thrombosis.

b. Otosklerosis
Definisi
Otosklerosis adalah suatu penyakit dimana tulang-tulang di
sekitar telinga tengah dan telinga dalam tumbuh secara berlebihan
sehingga menghalangi pergerakan tulang stapes (tulang telinga
tengah yang menempel pada telinga dalam), akibatnya tulang
stapes tidak dapat menghantarkan suara sebagaimana mestinya.

29

Penyakit ini biasanya mulai timbul pada akhir masa remaja atau
dewasa awal.
Penyebab
Otosklerosis merupakan suatu penyakit keturunan dan
merupakan penyebab tersering dari tuli konduktif progresif pada
dewasa yang gendang telinganya normal. Jika pertumbuhan
berlebih ini menjepit dan menyebabkan kerusakan pada saraf-saraf
yang menghubungkan telinga dalam dengan otak, maka bisa
terjadi tuli sensorineural.
Gejala
Tuli dan telinga berdenging (tinnitus).
Diagnosis
Untuk mengetahui beratnya ketulian bisa dilakukan pemeriksaan
audiometri/audiologi. CT scan atau rontgen kepala dilakukan untuk
membedakan otosklerosis dengan penyebab ketulian lainnya.
Pengobatan
Pengangkatan tulang stapes dan menggantinya dengan tulang
buatan bisa mengembalikan pendengaran penderita. Ada 2 pilihan
prosedur, yaitu:
Stapedektomi (pengangkatan tulang stapes dan penggantian dengan protese)

Stapedotomi (pembuatan lubang pada tulang stapes untuk memasukkan protease)


Jika penderita enggan
digunakan alat bantu dengar.

menjalani

pembedahan,

bisa

c. Otitis Media Akut (OMA)


Definisi
Otitis media akut ialah peradangan telinga tengah yang
mengenai sebagian atau seluruh periosteum dan terjadi dalam
waktu kurang dari 3 minggu.
Etiologi
Sumbatan pada tuba eustachius merupakan penyebab utama
dari otitis media. Pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba
Eustachius terganggu, sehingga pencegahan invasi kuman ke
dalam telinga tengah terganggu juga. Selain itu, ISPA juga
merupakan salah satu faktor penyebab yang paling sering.
Kuman penyebab OMA adalah bakteri piogenik, seperti
Streptococcus
hemoliticus,
Haemophilus
Influenzae
(27%),
Staphylococcus aureus (2%), Streptococcus Pneumoniae (38%),
Pneumococcus.
Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin besar
kemungkinan terjadinya otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMA
dipermudah karena tuba Eustachius-nya pendek, lebar, dan
letaknya agak horisontal.
Patogenesis
30

Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas


seperti radang tenggorokan atau flu yang menyebar ke telinga
tengah lewat saluran Eustachius. Saat bakteri melalui saluran
Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut
sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya
saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri.
Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan
diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam
telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran
Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga
tengah terkumpul di belakang gendang telinga.
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat
terganggu

karena

gendang

telinga

dan

tulang-tulang

kecil

penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga


dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang
dialami umumnya sekitar 24 dB (bisikan halus). Namun cairan yang
lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga
45 dB (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan
terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak
tersebut

akhirnya

dapat

merobek

gendang

telinga

karena

tekanannya. OMA dapat berkembang menjadi otitis media supuratif


kronis apabila gejala berlangsung lebih dari 2 bulan, hal ini
berkaitan dengan beberapa faktor antara lain higiene, terapi yang
terlambat, pengobatan yang tidak adekuat, dan daya tahan tubuh
yang kurang baik.
OMA memiliki beberapa stadium klinis antara lain:
1. Stadium oklusi tuba eustachius
a.
Terdapat gambaran retraksi membran timpani (bulging) akibat
tekanan negatif telinga tengah.
b.
Membran timpani berwarna normal atau keruh pucat.
c.
Sukar dibedakan dengan otitis media serosa virus.
31

2. Stadium hiperemis
a.
Pembuluh darah tampak lebar dan edema pada membran
timpani.
b.
Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat
yang serosa sehingga sukar terlihat.
3. Stadium supurasi
a.
Membran timpani menonjol ke arah luar.
b.
Sel epitel superfisila hancur.
c.
Terbentuk eksudat purulen di kavum timpani.
d.
Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta
nyeri di telinga tambah hebat.
4. Stadium perforasi
a.
Membran timpani ruptur.
b.
Keluar nanah dari telinga tengah.
c.
Pasien lebih tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak.
5. Stadium resolusi
a.
Bila membran timpani tetap utuh, maka perlahan-lahan akan
normal kembali.
b.
Bila terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan
mengering.
c.
Resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan bila virulensi rendah
dan daya tahan tubuh baik.
Diagnosis
Pada anak, keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga
dan suhu tubuh tinggi serta ada riwayat batuk pilek sebelumnya.
Anak juga gelisah, sulit tidur, tiba-tiba menjerit waktu tidur, diare,
kejang-kejang, dan kadang-kadang anak memegang telinga yang
sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke
liang telinga, suhu tubuh turun, dan anak tertidur tenang.
Pada anak yang lebih besar atau dewasa, selain rasa nyeri
terdapat pula gangguan pendengaran dan rasa penuh dalam
telinga.
Diagnosis terhadap OMA tidak sulit, dengan melihat gejala
klinis dan keadaan membran timpani biasanya diagnosis sudah
dapat ditegakkan. Penilaian membran timpani dapat dilihat melalui
pemeriksaan lampu kepala dan otoskopi. Perforasi yang terdapat
pada membran timpani bermacam-macam, antara lain perforasi
sentral, marginal, atik, subtotal, dan total.
Penatalaksanaan
Antibiotik yang biasa digunakan adalah yang sensitif
terhadap Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan
Moraxella catarrhalis. Untuk pasien yang alergi penisilin dapat
diberikan:
Levofloksasin 500 mg/hari PO untuk 7-10 hari atau
Moksifloksasin 400 mg/hari PO for 7-10 hari atau
Klindamisin 300 mg PO 3x1 atau 4x1 untuk 7-10 hari
32

Terapi OMA tergantung pada stadiumnya.


a. Pada stadium oklusi, tujuan terapi dikhususkan untuk membuka kembali tuba
eustachius. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan
fisiologik untuk anak <12 tahun dan HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik
untuk anak yang berumur >12 tahun atau dewasa. Selain itu, sumber infeksi
juga harus diobati dengan memberikan antibiotik.
b. Pada stadium pre-supurasi, diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan
analgesik. Bila membran timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan
miringotomi. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin atau eritromisin. Jika
terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavunalat atau
sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin IM agar konsentrasinya
adekuat di dalam darah. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Pada
anak diberikan ampisilin 4 x 50-100 mg/KgBB dibagi dalam 4 dosis,
amoksisilin 4 x 40 mg/KgBB/hari dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin 4 x
40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis.
c. Pengobatan stadium supurasi selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk
dilakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh. Selain itu,
analgesik juga perlu diberikan agar nyeri dapat berkurang.
d. Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga H 2O2 3% selama 3-5 hari.
Bila tidak terjadi resolusi tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui
perforasi di membran timpani, maka antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3
minggu.
e. Stadium resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir keluar. Pada keadaan
ini dapat dilanjutkan antibiotik sampai 3 minggu, namun bila masih keluar
sekret diduga telah terjadi mastoiditis.
Komplikasi
Sebelum ada antibiotik, komplikasi paling sering pada OMA
ialah abses subperiosteal sampai komplikasi yang berat seperti
meningitis dan abses otak. Otitis media yang tidak diatasi juga
dapat menyebabkan kehilangan pendengaran permanen.
Prognosis
- Sembuh setelah stadium resolusi
o Sembuh spontan tanpa perforasi
33

o Sembuh dengan perforasi bila menutup sikatriks


o Sembuh setelah parasentesis
-

Tidak sembuh
o Tanpa perforasi OME sekret kental Glue ear
o Dengan perforasi OMK
Dengan perforasi bila sembuh dan tetap perforasi Dry ear

Pencegahan
Beberapa hal yang tampaknya dapat mengurangi risiko OMA
adalah:
1. Pencegahan ISPA pada bayi dan anak-anak.
2. Pemberian ASI minimal selama 6 bulan.
3. Penghindaran pemberian susu di botol saat anak berbaring.
4. Penghindaran pajanan terhadap asap rokok.
Berenang kemungkinan besar tidak meningkatkan risiko OMA.

d. Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK)


Definisi
Radang telinga tengah menahun atau otitis media supuratif kronik (OMSK),
yang biasa disebut congek adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya
lubang (perforasi) pada gendang telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya
cairan (sekret) dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang
timbul. Sekret mungkin serous, mukous atau purulen. Penyakit ini biasanya diikuti
oleh penurunan pendengaran dalam beberapa tingkatan.
Klasifikasi

34

Tipe klinik OMSK dibagi atas dua, yaitu tipe tubotimpanal


(tipe rinogen, tipe sekunder, OMSK tipe jinak) dan tipe atikoantral
(tipe primer, tipe mastoid, OMSK tipe ganas). OMSK tipe jinak
(benigna) dengan perforasi yang letaknya sentral, biasanya
didahului dengan gangguan fungsi tuba yang menyebabkan
kelainan di kavum timpani. Tipe ini disebut juga dengan tipe
mukosa karena proses peradangannya biasanya hanya pada
mukosa telinga tengah, dan disebut juga tipe aman karena tidak
menimbulkan komplikasi yang berbahaya. OMSK tipe jinak
dibedakan menjadi dua, yaitu tipe aktif dimana pada tipe ini
terdapat sekret yang masih keluar dari telinga, dan yang kedua
adalah tipe tenang, yang pada pemeriksaan telinga akan dijumpai
perforasi total yang kering dengan mukosa telinga tengah yang
pucat disertai gejala lainnya seperti vertigo, tinitus, atau suatu rasa
penuh dalam telinga. Sedangkan OMSK tipe ganas dapat
menimbulkan komplikasi ke dalam tulang temporal dan ke
intrakranial yang dapat berakibat fatal.
Etiologi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut
menjadi otitis media kronis yaitu terapi yang terlambat diberikan,
terapi tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh
yang rendah (gizi buruk) atau hygiene buruk. Proses infeksi pada
OMSK sering disebabkan oleh campuran mikroorganisme aerobik
dan anaerobik yang multiresisten terhadap standar yang ada saat
ini. Kuman penyebab yang sering dijumpai pada OMSK ialah
Pseudomonas aeruginosa sekitar 50%, Proteus sp. 20% dan
Staphylococcus aureus 25%.
Terapi
Terapi OMSK memerlukan waktu lama serta harus berulangulang. Sekret yang keluar tidak langsung cepat kering atau selalu
kambuh lagi. Keadaan ini antara lain disebabkan oleh salah satu
atau beberapa keadaan:
1. Adanya perforasi membran timpani yang permanen sehingga telinga tengah
berhubungan dengan dunia luar.
2. Terdapat sumber infeksi di laring, nasofaring, hidung, dan sinus paranasal.
3. Sudah terbentuk jaringan patologi yang irreversibel dalam rongga mastoid.
4. Gizi dan hygiene yang kurang.
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan
luasnya infeksi, dimana pengobatannya dapt dibagi atas:
1. Konservatif
2. Pembedahan
a) OMSK benigna tipe tenang

35

Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan pasien di edukasi atau


dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, jangan masuk air pada telinga sewaktu
mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran napas
atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi untuk
mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.
b) OMSK benigna tipe aktif
Pada OMSK jinak aktif prinsip terapi yang dianjurkan adalah pembersihan
secara lokal kavum timpani dan liang telinga luar disertai pemberian obat lokal
berupa antibiotik tetes telinga. Pemberian antibiotika topikal jauh lebih baik
dibanding pemberian secara oral karena dalam waktu singkat sudah ditemui dengan
konsentrasi tinggi pada mukus dan debris di telinga tengah. Keluarnya sekret
menandakan adanya perforasi membrana timpani, oleh karena itu penggunaan
antibiotik topikal menjadi praktis dan bermanfaat. Ada beberapa pendapat mengenai
penggunaan antibiotika topikal untuk OMSK.

Pembersihan kavum timpani


Dengan menggunakan cairan pencuci telinga berupa larutan H 2O2 3% selama
3 5 hari. Garam faal agar lingkungan bersifat asam sehingga merupakan media
yang buruk untuk pertumbuhan kuman.

(2)

Riff menganjurkan irigasi dengan garam

faal agar lingkungan bersifat lebih asam dan merupakan media buruk untuk tumbuh
kuman. Selain itu dikatakan bahwa tempat infeksi pada OMSK sulit dicapai oleh
antibiotika topikal. Djaafar dan Gitowirjono menggunakan antibiotika topikal
sesudah irigasi sekret profus dengan hasil yang cukup memuaskan, kecuali kasus
dengan jaringan patologis yang menetap pada telinga tengah dan mastoid. (24)
Supaya didapatkan hasil yang efektif, larutan yang dipergunakan harus
dilarutkan dalam cairan higroskopik; propylene glycol adalah yang terbaik untuk
keperluan ini.

Antibiotika topikal
Setelah sekret berkurang, terapi dilanjutkan dengan
memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotika dan
kortikosteroid, hal ini dikarenakan biasanya ada gangguan
36

vaskularisasi di telingah tengah sehingga antibiotika oral sulit


mencapai sasaran optimal.
Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk
sampai ke telinga tengah, maka tidak dianjurkan menggunakan
antibiotika yang ototoksik dan lamanya tidak lebih dari satu
minggu. Cara pemilihan antibiotika yang paling baik ialah
berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi.
Mikrooganisme penyebab terbanyak OMSK seperti Proteus
aeroginosa, P. Mirabilis, dan S. Aureus, yang tidak sensitif lagi
dengan pemberian kloramfenikol dan gentamisin tetes telinga.
Preparat yang baru yang banyak digunakan sebagi pengganti
adalah ofloksasin 0,3%.
Preparat antibiotika topikal untuk infeksi telinga tersedia
dalam bentuk tetes telinga dan mengandung antibiotika tunggal
atau antibiotika dalam kombinasi, jika perlu ditambahkan
kortikosteroid untuk mengatasi manifestasi alergi lokal. Banyak ahli
berpendapat, bahwa semua obat tetes yang dijual di pasaran saat
ini banyak mengandung antibiotika yang bersifat ototoksik. Oleh
sebab itu, jangan diberikan secara terus menerus lebih dari 1 atau
2 minggu atau pada OMSK yang sudah tenang.
Adapun dasar pemilihan antibiotika topikal pada OMSK:
1) Dapat terdistribusi dengan baik pada jaringan yang terinfeksi
(telinga tengah).
2) Spektrum yang luas meliputi organisme yang ditemuai pada infeksi
telinga.
Jenis-jenis pembedahan pada OMSK
Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang
dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronik baik tipe
aman atau bahaya, antara lain:
1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan
pengobatan konservatif tidak sembuh. Tindakan operasi ini
dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik.
Tujuannya ialah supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi.
Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
2. Mastoidektomi radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe ganas dengan
kolesteatoma atau infeksi yang sudah meluas.
Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani
dibersihkan dari semua jaringan patologik dan mencegah
komplikasi ke intrakranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
Kerugian operasi ini ialah pasien tidak diperbolehkan
berenang seumur hidupnya. Pasien harus datang dengan teratur
untuk kontrol, supaya tidak terjadi infeksi kembali. Pendengaran

37

berkurang sekali, sehingga dapat menghambat pendidikan atau


karier pasien.
Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur (graft)
pada rongga operasi serta membuat meatoplasti yang lebar,
sehingga rongga operasi kering permanen, tetapi terdapat cacat
anatomi, yaitu meatus akustikus eksternus melebar.
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolestetoma di
daerah atik, tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga
dibersihkan dan dinding posterior liang telinga tengah direndahkan.
Tujuan operasi ialah untuk membuang jaringan patologik
pada rongga mastoid, dan mempertahankan pendengaran yang
masih ada.
4. Timpanoplasti
Timpanoplasti adalah prosedur menghilangkan proses
patologik di dalam telinga tengah dan diikuti rekonstruksi sistem
konduksi suara pada telinga tengah.
Timpanoplasti diajukan pertama kali oleh Wullstein tahun
1953 yang kemudian membagi timpanoplasti menjadi V tipe pada
tahun 1956.
Tujuan dari timpanoplasti adalah mengembalikan fungsi
telinga tengah, menutup lubang perforasi telinga tengah,
mencegah infeksi berulang, membersihkan semua jaringan
patologis, dan memperbaiki pendengaran.
Indikasi timpanoplasti dilakukan pada OMSK tipe aman
dengan kerusakan yang lebih berat atau OMSK tipe aman yang
tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa.
Berikut adalah tipe-tipe timpanoplasti:
Tipe I
Disebut juga dengan miringoplasti. Operasi ini merupakan
timpanoplasti yang paling ringan, dengan melakukan rekonstruksi
hanya pada membran timpani dan cangkokan bersandar pada
maleus.
Indikasi operasi ini dilakukan pada OMSK tipe benigna yang
sudah tenang dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh
perforasi membran timpani.
Tujuannya adalah untuk mencegah berulangnya infeksi
telinga tengah pada OMSK tipe aman dengan perforasi yang
menetap.
Pada tipe I ini seharusnya dapat memulihkan pendengaran
konduktif sampai normal atau hampir normal.

38

Gambar 3. 9 Timpanoplasti tipe I


Tipe II sampai tipe V dilakukan rekonstruksi membran timpani
dan rekonstruksi tulang pendengaran.
Jenis Timpanoplasti
Keterangan
Tipe II
Diindikasikan pada perforasi
membran timpani dengan erosi
maleus. Cangkokan bersandar
pada inkus
Tipe III
Diindikasi bila terjadi destruksi
pada dua tulang pendengaran
dengan stapes masih intak dan
mobile. Cangkokan menempel
pada kaput stapes
Tipe IV
Cangkokan menempel pada
basis stapes
Tipe Va
Fenestrasi
pada
kanalis
semisirkularis lateralis
Tipe Vb
Stapedektomi
Tabel 3.3 Tipe-tipe Timpanoplasti

39

Gambar 3. 10.
Tipe III (c), Tipe

Timpanoplasti Tipe II (b),


IV (d)

Gambar 3. 11 Timpanoplasti Tipe Va (e), Tipe Vb (f)


5. Pendekatan
ganda
timpanoplasti
(combined
approach
tympanoplasty)
Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang
dikerjakan pada kasus OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe aman
dengan jaringan granulasi yang luas.
Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta
memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi
radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior liang telinga).
Membersihkan kolesteatoma dan jaringan granulasi di kavum
timpani, dikerjakan melalui dua jalan (combined approach) yaitu
melalui liang telinga dan rongga mastoid dengan melakukan
timpanotomi posterior. Teknik operasi ini pada OMSK tipe bahaya
belum disepakati oleh para ahli, oleh karena sering terjadi
kambuhnya kolesteatoma kembali.
3. Gangguan pendengaran pada telinga dalam
a. Noise Induction Hearing Loss (NIHL)
Baku Tingkat Kebisingan
Baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang
diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak
menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Baku
40

tingkat kebisingan (Nilai Ambang Batas, NAB) peruntukan kawasan/lingkungan


dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Peruntukan kawasan /
Tingkat
lingkungan kegiatan
kebisingan (dB)
Peruntukan Kawasan
1. Perumahan dan pemukiman
55
2. Perdagangan dan jasa
70
3. Perkantoran dan perdagangan
65
4. Ruang terbuka hijau
50
5. Industri
70
6. Pemerintahan dan fasilitas
60
umum
7. Rekreasi
70
8. Khusus: bandar udara, stasiun
kereta api, pelabuhan laut,
70
cagar budaya
Lingkungan Kegiatan
1. Rumah Sakit atau sejenisnya
55
2. Sekolah dan sejenisnya
55
3. Tempat ibadah dan sejenisnya
55
Tabel 3.3 Baku tingkat kebisingan (Nilai Ambang Batas, NAB) peruntukan
kawasan/lingkungan
Definisi
Noise Induction Hearing Loss (NIHL) atau tuli akibat bising
(TAB) adalah tuli sensorineural yang terjadi akibat terpapar oleh
bising yang cukup keras dan dalam jangka waktu yang cukup lama.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemaparan kebisingan
yaitu intensitas kebisingan, frekwensi kebisingan, lamanya waktu
pemaparan bising, kerentanan individu, jenis kelamin, usia dan
kelainan di telinga tengah. Tuli sensorineural dapat disebabkan oleh
toksin (seperti arsen dan quinine) dan antibiotika seperti
streptomisin yang dapat merusak koklea.
Patogenesis
Tuli akibat bising mempengaruhi organ of Corti di koklea
terutama sel-sel rambut. Daerah yang pertama terkena adalah selsel rambut luar yang menunjukkan adanya degenerasi yang
meningkat sesuai dengan intensitas dan lama paparan. Stereosilia
pada sel-sel rambut luar menjadi kurang kaku sehingga
mengurangi respon terhadap stimulasi. Dengan bertambahnya
intensitas dan durasi paparan akan dijumpai lebih banyak
kerusakan seperti hilangnya stereosilia. Daerah yang pertama kali
terkena adalah daerah basal. Dengan hilangnya stereosilia, sel-sel
41

rambut mati dan digantikan oleh jaringan parut. Semakin tinggi


intensitas paparan bunyi, sel-sel rambut dalam dan sel-sel
penunjang juga rusak. Dengan semakin luasnya kerusakan pada
sel-sel rambut, dapat timbul degenerasi pada saraf yang juga dapat
dijumpai di nukleus pendengaran pada batang otak.
Gambaran Klinis
Tuli akibat bising dapat mempengaruhi diskriminasi dalam
berbicara (speech discrimination) dan fungsi sosial. Gangguan pada
frekwensi tinggi dapat menyebabkan kesulitan dalam menerima
dan membedakan bunyi konsonan. Bunyi dengan nada tinggi,
seperti suara bayi menangis atau deringan telepon dapat tidak
didengar sama sekali. Ketulian biasanya bilateral. Selain itu tinitus
merupakan gejala yang sering dikeluhkan dan akhirnya dapat
mengganggu ketajaman pendengaran dan konsentrasi.
Secara umum gambaran ketulian pada tuli akibat bising
(noise induced hearing loss) adalah bersifat sensorineural, hampir
selalu bilateral, jarang menyebabkan tuli derajat sangat berat
(profound hearing loss).
Secara klinis pajanan bising pada organ pendengaran dapat
menimbulkan reaksi adaptasi, peningkatan ambang dengar
sementara (temporary threshold shift) dan peningkatan ambang
dengar menetap (permanent threshold shift). Reaksi adaptasi
merupakan respons kelelahan akibat rangsangan oleh bunyi
dengan intensitas 70 dB SPL atau kurang, keadaan ini merupakan
fenomena fisiologis pada saraf telinga yang terpajan bising.
Peningkatan ambang dengar sementara, merupakan keadaan
terdapatnya peningkatan ambang dengar akibat pajanan bising
dengan intensitas yang cukup tinggi. Pemulihan dapat terjadi
dalam beberapa menit atau jam. Jarang terjadi pemulihan dalam
satuan hari. Peningkatan ambang dengar menetap, merupakan
keadaan dimana terjadi peningkatan ambang dengar menetap
akibat pajanan bising dengan intensitas sangat tinggi (explosif)
atau berlangsung lama yang menyebabkan kerusakan pada
berbagai struktur koklea, antara lain kerusakan organ Corti, sel-sel
rambut, stria vaskularis, dan lainnya.
Derajat ketulian berkisar antara 40 s/d 75 dB. Apabila
paparan bising dihentikan, tidak dijumpai lagi penurunan
pendengaran yang signifikan, kerusakan telinga dalam mula-mula
terjadi pada frekwensi 3000, 4000 dan 6000 Hz, dimana kerusakan
yang paling berat terjadi pada frekwensi 4000 Hz, dengan paparan
bising yang konstan, ketulian pada frekwensi 3000, 4000 dan 6000
Hz akan mencapai tingkat yang maksimal dalam 10 15 tahun.
Selain pengaruh terhadap pendengaran (auditory), bising
yang berlebihan juga mempunyai pengaruh non auditory seperti
pengaruh terhadap komunikasi wicara, gangguan konsentrasi,
42

gangguan tidur sampai memicu stress akibat gangguan


pendengaran yang terjadi.
Diagnosis
Gangguan pendengaran yang terjadi akibat bising ini berupa
tuli saraf koklea dan biasanya mengenai kedua telinga. Pada
anamnesis biasanya mula-mula pekerja mengalami kesulitan
berbicara di lingkungan yang bising, jika berbicara biasanya
mendekatkan telinga ke orang yang berbicara, berbicara dengan
suara menggumam, biasanya marah atau merasa keberatan jika
orang berbicara tidak jelas, dan sering timbul tinitus. Biasanya
pada proses yang berlangsung perlahan-lahan ini, kesulitan
komunikasi kurang dirasakan oleh pekerja bersangkutan; untuk itu
informasi mengenai kendala komunikasi perlu juga ditanyakan pada
pekerja lain atau pada pihak keluarga.
Pada pemeriksaan fisik, tidak tampak kelainan anatomis
telinga luar sampai gendang telinga. Pemeriksaan telinga, hidung,
dan tenggorokan perlu dilakukan secara lengkap dan seksama
untuk
menyingkirkan
penyebab
kelainan
organik
yang
menimbulkan gangguan pendengaran seperti infeksi telinga,
trauma telinga karena agen fisik lainnya, gangguan telinga karena
agen toksik dan alergi. Selain itu pemeriksaan saraf pusat perlu
dilakukan untuk menyingkirkan adanya masalah di susunan saraf
pusat yang (dapat) menggangggu pendengaran.
Prognosis
Tuli akibat terpapar bising adalah tuli sensorineural koklea
yang sifatnya menetap, dan tidak dapat diobati dengan obat
maupun pembedahan. Penggunaan alat bantu dengar hanya sedikit
manfaatnya bagi pasien, bahkan alat tersebut hanya memberikan
rangsangan vibrotaktil dan bukannya perbaikan diskriminasi bicara
pada pasien tersebut. Untuk sebagian pasien dianjurkan pemakaian
implan koklearis. Implan koklearis dirancang untuk pasien-pasien
dengan tuli sensorineural.
Penatalaksanaan
Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya
dipindahkan kerjanya dari lingkungan bising. Bila tidak mungkin
dipindahkan dapt dipergunakan alat pelindung telinga terhadap
bising, seperti sumbat telinga (ear plug), tutup telinga (ear muf)
dan pelindung kepala (helmet).
Oleh karena itu akibat bising adalah tuli sensorineural yang
bersifat
menetap,
bila
gangguan
pendengaran
sudah
mengakibatkan
kesulitan
berkomunikasi
dengan
volume
percakapan biasa, dapat dicoba pemsangan hearing aid/alat bantu
dengar (ABD). Apabila pendengaran sudah sedemikian buruk,
sehingga dengan memakai ABD pun tidak dapat berkomunikasi
denga adekuat perlu dilakukan psikoterapiagar dapat menerima
keadaannya. Latihan pendengaran (auditory training) agar dapat
43

menggunakan sisa pendengara dengan ABD secara efisien dibantu


dengan membaca ucapan bibir (lip reading), mimik dan gerakan
anggota badan, serta bahasa isyarat untuk dapat berkomunikasi. Di
samping itu, oleh karena pasien mendengar suaranya sendiri
sangat lemah, rehabilitasi suara juga diperlukan agar dapat
mengendalikan volume, tinggi rendah dan irama percakapan. Pada
pasien yang telah mengalami tuli total bilateral dapat
dipertimbangkan untuk pemasangan implan koklea (cochlear
implant).
Pencegahan
Tujuan utama perlindungan terhadap pendengaran adalah
untuk mencegah terjadinya NIHL yang disebabkan oleh kebisingan
di lingkungan kerja. Program ini terdiri dari 3 bagian yaitu:
1. Pengukuran pendengaran. Test pendengaran yang harus
dilakukan ada 2 macam, yaitu pengukuran pendengaran
sebelum diterima bekerja dan pengukuran pendengaran secara
periodik.
2. Pengendalian suara bising
3. Analisa bising
Analisa bising ini dikerjakan dengan jalan menilai intensitas
bising, frekwensi bising, lama dan distribusi pemaparan serta waktu
total pemaparan bising. Alat utama dalam pengukuran kebisingan
adalah sound level meter (SLM). SLM adalah suatu alat yang
digunakan untuk mengukur tingkat kebisingan, yang terdiri dari
mikrofon, amplifier, sirkuit attenuator dan beberapa alat lainnya.
Alat ini mengukur kebisingan antara 30 130 dB dan dari frekwensi
20 20.000 Hz. SLM dibuat berdasarkan standar ANSI (American
National Standard Institute) tahun 1977 dan dilengkapi dengan alat
pengukur 3 macam frekwensi yaitu A, B dan C yang menentukan
secara kasar frekwensi bising tersebut.
b. Tuli Akibat Obat Ototoksik
Definisi
Kerusakan karena efek toksik obat di telinga dalam, koklea, dan/atau
vestibuler.

Etiologi
Agen-agen

ototoksik,

antibiotik

(aminoglikosida,

streptomisin,

dihidrostreptomisin, neomisin, gentamisin), diuretik (furosemid, asam etakrinat,


bumetamid, manitol), analgetik dan antipiretik (salisilat, kinin, klorokuin),
antineoplastik (bleomisin, nitrogen mustard, cis-platinum), lain-lain (pentobarbital,
44

keksadin,

mandelamin,

praktolol),

zat

kimia

(karbon

monoksida,

minak

chenopodium, nikotin, alkohol, kalium bromat), logam berat (air raksa, emas,
timbale, arsenik).
Hampir seluruh obat tersebut dibuang dari tubuh melalui ginjal. Karena itu
setiap kelainan fungsi ginjal akan meningkatkan kemungkinan penimbunan obat di
dalam darah dan mencapai kadar yang bisa menyebabkan kerusakan.
Dari semua jenis antibiotik, neomisin memiliki efek yang paling berbahaya
terhadap pendengaran, diikuti oleh kanamisin dan amikasin.Viomisin, gentamisin
dan tobramisin bisa mempengaruhi pendengaran dan keseimbangan.
Antibiotik streptomisin lebih banyak mempengaruhi keseimbangan. Vertigo
(perasaan berputar) dan gangguan keseimbangan akibat streptomisin cenderung
bersifat sementara. Tetapi kadang bisa terjadi sindroma Dandy, dimana gangguan
keseimbangan bersifat menetap dan berat sehingga penderita mengalami kesulitan
jika berjalan dalam ruangan yang gelap.
Jika diberikan suntikan asam etakrinat dan furosemid kepada penderita gagal
ginjal yang juga menjalani pengobatan dengan antibiotik, akan terjadi tuli permanen
atau tuli sementara.
Aspirin dalam dosis yang sangat tinggi yang digunakan dalam jangka panjang
bisa menyebabkan tuli dan tinnitus (telinga berdenging), yang biasanya bersifat
sementara. Kuinin bisa menyebabkan tuli permanen.
Jika terjadi perforasi gendang telinga, obat-obat yang bisa menyebabkan
kerusakan telinga tidak dioleskan/diteteskan langsung ke dalam telinga karena bisa
diserap ke dalam cairan di telinga dalam.
Antibiotik yang bisa menyebabkan gangguan pendengaran tidak diberikan
kepada wanita hamil, usia lanjut, dan orang yang sebelumnya telah menderita
ketulian. Kepekaan setiap orang terhadap obat-obat tersebut bervarisi, tetapi biasanya
ketulian bisa dihindari jika kadar obat dalam darah berada dalam kisaran yang
dianjurkan. Karena itu biasanya dilakukan pemantauan terhadap kadar obat dalam
darah. Jika memungkinkan, sebelum dan selama menjalani pengobatan dilakukan tes
pendengaran.
Biasanya tanda awal dari kerusakan adalah ketidakmampuan untuk
mendengarkan suara dengan nada tinggi.
Gejala Klinis
Tinnitus, ketulian, dan vertigo
45

Penatalaksanaan
Tuli yang diakibatkan oleh obat-obat ototoksik tidak dapat
diobati. Bila pada waktu pemberian obat-obat ototoksik terjadi pada
gangguan telinga dalam (dapat diketahui secara audiometrik),
maka pengobatan dengan obat-obatan tersebut harus segera
dihentikan. Berat ringannya ketulian yang terjadi tergantung
kepada jenis obat, jumlah dan lamanya pengobatan. Kerentanan
pasien termasuk yang menderita insufisiensi ginjal dan sifat obat
itu sendiri. Apabila ketulian sudah terjadi dapat dicoba melakukan
rehabilitasi antara lain dengan alat bantu dengar (ABD),
psikoterapi, auditory trainining, termasuk cara menggunakan sisa
pendengaran dengan alat bantu dengar, belajar komunikasi total
dengan belajar membaca bahasa isyarat. Pada tuli total biilateral
mungkin dapat dipertimbangkan pemasangan implan koklea
(cochlear implant).
Prognosis
Sangat tergantung kepada jenis obat, jumlah dan lamanya pengobatan,
kerentanan pasien. Pada umumnya prognois tidak begitu baik malah mungkin buruk.
c. Menieres Disease
Definisi
Adalah kelainan telinga dalam yang mempunyai gejala
pusing, vertigo, tinnitus, telinga yang berdengung, dan sensasi
seperti di tekan. Biasanya terjadi pada telinga unilateral. Penyakit
ini disebut juga hidrops endolimfatik.
Etiologi
Gejala penyakit Meniere berhubungan dengan perubahan
volume cairan di labirin. Labirin telinga mempunyai dua bagian,
pars osea dan pars membranosa. Pars membranosa penting untuk
pendengaran dan keseimbangan dan terisi oleh cairan endolimfatik.
Ketika cairan endolmfatik bergerak, reseptor sensoris pada pars
membranosa akan mengirim sinyal ke otak terkait dengan
pergerakan
tubuh.
Kenaikan
volume
endolimfatik
akan
menyebabkan pars membranosa dilatasi, kondisi yang dikenal
sebagai hidrops endolimfatik.
Peneliti Menieres Disease berpendapat bahwa ruptur labirin
pars membranosa menyebabkan cairan endolimfe bergabung
dengan perilimfe, sebuah cairan yang ada di antara labirin pars
ossea dan membranosa. Campuran kedua cairan tersebut lah yang
menyebabkan penyakit Meniere.
Gejala Klinis

46

Gejala klinis penyakit Meniere disebabkan oleh adanya


hidrops endolimfe pada koklea dan vestibulum. Hidrops yang terjadi
mendadak dan hilang timbul diduga disebabkan oleh:
1) Meningkatnya tekanan hidrostatik pada ujung arteri.
2) Berkurangnya tekanan osmotik di dalam kapiler.
3) Meningkatnya tekanan osmotik ruang ekstrakapiler.
4) Jalan keluar sakus endolimfatikus tersumbat, sehingga terjadi
penimbunan cairan endolimfa.

Gambar 3.12 Perbedaan vestibulum normal dan vestibulum


penderita penyakit Meniere
Gejala
Sindrom Meniere terdiri dari:
1) Tinitus
a) Definisi
Tinitus adalah suatu gangguan pendengaran dengan keluhan
perasaan mendengar bunyi tanpa ada rangsang bunyi dari
luar. Keluhan ini dapat berupa bunyi mendenging, menderu,
mendesis atau berbagai macam bunyi lain.
b) Pembagian
Tinitus dapat dibagi atas tinitus objektif, bila suara tersebut
dapat didengar juga oleh pemeriksa atau dengan auskultasi
disekitar telinga. Tinitus objektif bersifat vibratorik, berasal
dari transmisi vibrasi sistem muskuler atau kardiovaskuler di
sekitar telinga. Tinitus subjektif bersifat nonfibratorik,
disebabkan oleh proses iritatid atau perubahan degeneratif
traktus auditorius mulai dari sel-sel rambut getar koklea
sampai pusat saraf pendengar.
Pada tinitus terjadi aktifitas elektrik pada area auditorius yang
menimbulkan perasan adanya bunyi, namun impuls yang ada
bukan berasal dari bunyi eksternal yang ditransformasikan,
melainkan berasal dari sumber impuls abnormal di dalam
tubuh pasien itu sendiri. Tinitus dapat terjadi dalam berbagai
intensitas. Tinitus dengan nada rendah, seperti bergemuruh
atau nada tinggi, seperti berdengung. Tinitus dapat terus
47

menerus atau hilang timbul terdengar. Tinitus biasanya


dihubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat juga terjadi
pada tuli konduktif.
Pada tuli sensorinerural biasanya timbul tinitus sebjektif nada
tinggi (4000 Hz). Pada hipertensi endolimfatik seperti pada
penyakit Meniere dapat terjadi pada nada rendah atau tinggi,
sehingga terdengar bergemuruh atau berdengung.
c) Diagnosa
Pemeriksaan fisik THT dan otoskopi harus secara rutin
dilakukan, pemeriksaan garputala, audiometri nada murni,
serta pemeriksaan laboratorium. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam anamnesis adalah: lama serangan tinitus,
bila berlangsung dalam waktu 1 menit biasanya akan hilang
sendiri, hal ini bukan keadaan patologik. Bila berlangsung
dalam 5 menit merupakan keadaan patologik. Tinitus subjektif
unilateral disertai gangguan pendengaran perlu dicurigai
kemungkinan tumor neuroma akustik atau trauma kepala. Bila
tinitus bilateral kemungkinan terjadi pada intoksikasi obat,
presbiskusis, trauma bising dan penyakit sistem lain. Apabila
pasien sulit mengidentifikasi kanan atau kiri kemungkinan di
saraf pusat. Kualitas tinitus, bila tinitus bernada tinggi
biasanya kelainannya pada daerah basal koklea, saraf
pendengara perifer dan sentral. Tinitus bernada rendah seperti
gemuruh ombak khas untuk kelainan koklea seperti hidrops
endolimfa.
d) Pengobatan
Pada umumnya pengobatan gejala tinitus dibagi menjadi 4 cara:
Elektrofisiologik yaitu memberi stimulus elektro akustik dengan
intensitas suara yang lebih keras dari tinitusnya, dapat dengan
alat bantu dengar atau tinitus masker.
Psikologik, dengan memberikan konsultasi psikologis bahwa
tinitus tidak membahayakan dan mengajarkan relaksasi setiap
hari.
Terapi medika mentosa sampai saat ini belum ada kesepakatan
yang jelas diantaranya untuk meningkatkan aliran darah
koklea, tranquilizer, anti depresan, sedatif, neurotonik, vitamin
dan mineral.
Tindakan bedah dilakukan pada trauma akustik neuroma
2) Vertigo
a) Definisi
Vertigo adalah perasaan berputar. Vertigo ialah adanya sensasi
gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti rotasi (memutar)
tanpa
sensasi
perputaran
yang
sebenarnya,
dapat
sekelilingnya terasa berputar (vertigo objektif) atau badan
yang berputar (vertigo subjektif). Vertigo berasal dari bahasa
48

latin "vertere" = memutar. Vertigo termasuk kedalam


gangguan keseimbangan yang dinyatakan sebagai pusing,
pening, sempoyangan, rasa seperti melayang atau dunia
seperti berjungkir balik.
b) Pembagian
Vertigo spontan bila timbul tanpa pemberian rangsang
(penyakit Meniere oleh karena tekanan endolimfa yang
meninggi).
Vertigo posisi vertigo timbul disebabkan oleh perubahan
posisi kepala. Vertigo timbul karena perangsangan kupula kss
oleh debris (kotoran yang menempel pada kupula) atau pada
kelainan servikal.
Vertigo kalori vertigo yang timbul saat pemeriksaan kalori.
Pasien disuruh membandingkan vertigo yang dirasakan saat
pemeriksaan dengan vertigo yang pernah dialaminya. Bila
sama, maka keluhan vertigo sebelumnya adalah betul,
sedangkan bila berbeda, maka keluhan vertigo sebelumnya
patut diragukan.
Secara tidak tepat diagnosa penyakit Meniere dibuat untuk
setiap jenis vertigo yang timbul secara berkala. Dalam praktek
lebih sering dijumpai neuritis vestibularis atau vertigo posisional
benigna daripada penyakit Meniere. Ciri banding yang pokok
ialah, pada neuritis vestibularis dan vertigo posisional benigna
daya pendengaran tidak terganggu, sebaliknya pada penyakit
Mnire pendengaran selalu terganggu pada waktu serangan
vertigo berlangsung. Jika serangan vertigo kerap kali timbul,
daya pendengaran bisa mundur secara mantap dan akhirnya
menjadi tuli mutlak. Setelah itu tidak akan bangkit serangan
vertigo lagi.
Dari keluhan vertigonya kita sudah dapat membedakan
dengan penyakit yang lainnya yang juga mempunyai gejala
vertigo seperti tumor N.VIII, sklerosis multipel, neuritis vestibuler
atau vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ).
Pada tumor N.VIII serangan vertigo periodik, mula-mula
lemah dan makin lama makin kuat. Pada sklerosis multipel,
vertigo periodik, tetapi intensitas serangan sama pada tiap
serangan. Pada neuritis vestibuler serangan vertigo tidak
periodik dan makin lama makin menghilang. Penyakit ini diduga
disebabkan virus. Biasanya penyakit ini timbul setelah menderita
influenza. Vertigo hanya didapatkan pada permulaan penyakit.
Penyakit ini akan sembuh total bila tidak disertai dengan
komplikasi. Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ), keluhan
vertigo datang secara tiba-tiba terutama pada perubahan posisi
kepala dan keluhan vertigonya terasa sangat berat, kadangkadang disertai rasa mual sampai muntah, berlangsung tidak
lama.
49

3) Tuli saraf
Tuli saraf atau tuli sensorineural (perseptif) dibagi dalam tuli
sensorineural koklea dan retrokoklea.
Tuli sensorineural koklea bisa disebabkan oleh aplasia,
labirinitis, intoksikasi obat. Selain itu juga dapat disebabkan oleh
tuli mendadak, trauma akustik, trauma kapitis dan pajanan bising.
Tuli sensorineural retrokoklea disebabkan oleh neuroma
akustik, tumor sudut pons serebelum, mieloma multipel, cedera
otak, perdarahan otak dan kelainan otak lainnya.
Pemeriksaan Tes Penala
Pada tes penala, tuli sensorineural akan terdapat kesimpulan:
Tes Rinne (+)
Tes Weber: lateralisasi kearah yang sehat.
Tes Schwabach memendek.
Diagnosis
Diagnosis
dipermudah
dengan
dibakukannya
kriteria
diagnosis, yaitu:
1)
Vertigo hilang timbul.
2)
Fluktuasi gangguan pendengaran berupa tuli saraf.
3)
Menyingkirkan kemungkinan penyebab sentral, misalnya
tumor N.VIII.
Pemeriksaan fisik diperlukan hanya untuk menguatkan diagnosis penyakit ini.
Bila dalam anamnesis terdapat riwayat fluktuasi pendengaran, sedangkan pada
pemeriksaan ternyata terdapat tuli saraf, maka kita sudah dapat mendiagnosis
penyakit Meniere, sebab tidak ada penyakti lain yang bisa menyebabkan adanya
perbaikan dalam tuli saraf, kecuali pada penyakit Meniere.
Pemeriksaan Fungsi Keseimbangan
o Tes Romberg
Pasien diinstruksikan untuk berdiri dan membuka mata.
Kemudian pasien diinstruksikan untuk menutup mata (pastikan
anda dapat menopang pasien jika dia jatuh). Perhatikan apakah
pasien terlalu banyak bergoyang atau kehilangan keseimbangan.
Indikasi: jika pasien menutup mata kemudian jatuh, hal ini
mengindikasikan adanya kelemahan pada proprioseptif atau
vestibular.
Dengan gangguan sensorius atau vestibular, keadaan tidak
stabil meningkat dan dapat mengakibatkan pasien jatuh (tanda
Romberg). Dengan lesi vestibular, kecenderungan untuk jatuh kesisi
lesi.
o Tes Kalori Sederhana
Ada beberapa tes yang dapat digunakan dalam menilai fungsi
keseimbangan. Salah satu tes yang biasa digunakan di Klinik
50

adalah Tes Kalori Sederhana. Tes ini selain mudah dilakukan, tidak
rumit, cepat, alat yang dibutuhkan sederhana juga memberikan
informasi
yang
terpercaya
mengenai
jenis
gangguan
keseimbangan. Sebelum dilakukan tes, sebaiknya penderita tidak
mengkonsumsikan obat-obatan minimal 4 hari.
Alat yang dibutuhkan:
Air masak
Es batu
Termometer
Spoit 50 cc
Stopwatch
Pasien dalam posisi baring dengan kepala dielevasi 30 derajat
di atas bidang horizontal. Air steril sebanyak 20 cc dengan suhu 20
derajat dimasukkan ke dalam liang telinga selama 5 detik. Setelah
itu penderita menghadap ke atas dan diinstruksikan untuk tetap
membuka mata selama tes dilakukan. Nistagmus yang terjadi
diamati. Catat jumlah, lama, arah dan keluhan yang menyertai
nistagmus (mis: vertigo, mual, muntah dll). Normal akan
didapatkan nistagmus selama lebih dari 2 menit dan selisih waktu
nistagmus pada kedua labirin tidak lebih dari 20 detik. Tes ini
bermakna bila diidapatkan nistagmus kurang dari 90 detik. Hal ini
didapatkan pada moderat hipoexcitability (canal paresis) labirin.
Bila dengan suhu 20 derajat tidak didapatkan respon maka tes ini
dilanjutkan dengan air suhu 10 derajat atau 0 derajat. Bila pada
suhu ini tidak didapatkan respon, ini menandakan adanya komplit
kanal paresis atau kanal paresis berat.

o Tes posisi
Saat pasien menunjukkan bahwa vertigo terjadi dengan
perubahan posisi, manuver Nylen-Brny atau Dix-Hallpike
digunakan untuk mencoba memancarkan kembali keadaan sekitar.
Kepala diputar ke kanan, dengan cepat direndahkan 30 horisontal
kebawah sambil pandangan dipertahankan pada sisi kanan. Proses
ini diulangi dengan kepala dan mata dibelokkan ke kiri dan
kemudian diluruskan kedepan. Mata diobservasi untuk terjadinya
nistagmus, dan pasien ditanyai untuk mencatat onset, keparahan
dan berhentinya vertigo.

51

Gambar 3.13 Tes posisi pada penderita vertigo.(36)


Nistagmus posisi dan vertigo biasanya dihubungkan
dengan lesi vestibular perifer dan paling sering gambaran vertigo
positional benign. Ini adalah karateristik khas distress berat, latensi
beberapa detik antara asumsi posisi dan onset vertigo dan
nystagmus, tendensi respon untuk remisi spontan (fatigue) saat
posisi dipertahankan, dan pelemahan dari respon (habituasi)
sebagai posisi yang terganggu diperkirakan secara berulang.
Vertigo posisi dapat juga terjadi pada penyakit vestibular sentral.
Mengenai manifestasi vestibularnya dapat diketengahkan
bahwa diantara serangan vertigo tidak terdapat nistagmus, baik
yang bersifat posisional maupun yang berjenis spontan.
o Tes Hallpike
Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaringkan
ke belakang dengan cepat, sehingga kepalanya menggantung 45
di bawah garis horizontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45 ke
kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan
nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer
atau sentral.

Gambar 3.14 Maneuver Hallpike.


Perifer (benign positional vertigo): vertigo dan nistagmus
timbul setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang
52

d.

dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulangulang beberapa kali (fatigue). Sentral: tidak ada periode laten,
nistagmus dan vertigo ber-langsung lebih dari 1 menit, bila diulangulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).
Penatalaksanaan
Medikasi: Diuretik seperti triamteren atau hidroklorotiazid
kombinasi dengan diet rendah garam (< 2 gr/hari), merupakan
terapi utama pada penyakit Meniere. Anti-vertigo sepert meclizine
atau diazepam dapat mengatasi vertigo secara sementara. Antinausea seperti prometazine kadang juga diberikan. Anti-vertigo dan
anti-nausea bersifat sedatif.
Bedah: Jika vertigo tidak bisa dikontrol oleh medikasi, salah satu
dari teknik bedah ini dilakukan sesuai dari kondisi pasien:
o Endolymphatic shunt, yaitu peletakkan tube pada sakkus
endolimfatik untuk mengeluarkan cairan yang berlebih.
o Neurektomi vestibular selektif.
o Labirintektomi dan pemotongan N. VIII.

Presbikusis
Definisi
Presbikusis adalah tuli sensorineural frekuensi tinggi, umumnya pada usia 65
tahun, simetris pada telinga kiri dan kanan, terjadi pada frekuensi 1000 Hz atau lebih.
Etiologi
Presbikusis merupakan akibat proses degenerasi yang memiliki hubungan
dengan faktor-faktor herediter, pola makanan, arterioskerosis, infeksi, bising, gaya
hidup atau bersifat multifaktor. Progresifitas penurunan pendengaran dipengaruhi
oleh usia dan jenis kelamin, laki-laki lebih cepat dibandingkan perempuan.
Patologi
Proses degenerasi menyebabkan perubahan struktur koklea dan N.VIII. Pada
koklea perubahan yang mencolok ialah atrofi dan degenerasi sel-sel rambut
penunjang pada organ Corti. Proses atrofi disertai dengan perubahan vaskular juga
terjadi pada stria vaskularis. Ukuran sel-sel ganglion, saraf, dan myelin akson saraf
juga mengalami penurunan jumlah.
Klasifikasi

53

Berdasrkan

perubahan

patologik

yang

terjadi,

Schuknecht

dkk

menggolongkan presbikusis menjadi 4 jenis yaitu:


No
.
1.

Jenis

2.

Neural

3.

Metabolik
(Strial
presbycu
sis)
Mekanik
(Cochlear
presbycu
sis)
Tabel 3.3

4.

Sensorik

Patologi
Lesi terbatas pada koklea. Atrofi organ Corti,
jumlah sel-sel rambut dan sel-sel penunjang
berkurang.
Sel-sel neuron pada koklea dan jaras auditorik
berurang.
Atrofi stria vaskularis. Potensial mikrofonik
menurun.
Fungsi sel dan keseimbangan biokimia/bioelektrik koklea berkurang.
Terjadi perubahan gerakan mekanik duktus
koklearis.
Atrofi ligamentum spiralis.
Membran basilaris lebih kaku.
Klasifikasi presbikusis menurut Schuknecht

Gejala Klinik
Keluhan
utama
presbukusis
berupa
berkurangnya
pendengaran secara perlahan-lahan dan progresif, simetris pada
kedua telinag. Kapan berkurangnya pendenngan tidak diketahui
pasti.
Keluhan lainnya adalah telinga berdenging (tinitus nada
tinggi). Pasien dapat mendengar suara percakapan, tapi sulit untuk
memahaminya, terutama bila diucapkan dengan cepat di tempat
dengan latar belakang bising (cocktail party deafness). Bila
intensitas suara ditinggikan akan timbul rasa nyeri di telinga, hal ini
disebabkan oleh faktor kelelahan saraf (recruitment).
Diagnosis
Dengan pemeriksaan otoskopik, tampak membran timpani
suram, mobilitasnya berkurang. Pada tes penala didapatkan tuli
sensorineural. Pemeriksaan audiometrik nada murni menunjukkan
suatu tuli saraf nada tinggi, bilateral, dan simetris.
Pada tahap awal terdapat penurunan tajam (sloping) setelah
frekuensi 2000 Hz. Ini khas pada presbikusis jenis sensorik dan
neural.
Garis ambang dengar pada audiogram jenis metabolik dan
mekanik lebih mendatar, kemudian pada tahap berikutnya
berangsur-angsur terjadi penurunan. Pada tahap lanjut terjadi
penurunan pada frekuensi yang lebih rendah.
54

Pemeriksaan audiometrik tutur menunjukkan adanya


gangguan diskriminasi wicara (speech discrimination). Tampak
pada presbikusis neural dan koklear.
Penatalaksanaan
Rehabilitasi untuk mengembalikan fungsi pendengaran dilakukan dengan
pemasangan alat bantu dengar (hearing aid). Perlu dikombinasikan dengan latihan
membaca ujaran (speech reading) dan latihan mendengar (audiotory training).

BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan secara parsial
atau total medengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga.
Gangguan pendengaran dapat diklasifikasikan sebagai tuli konduktif
(kelainan pada telinga luar dan tengah), tuli sensorineural (kelainan pada
telinga dalam), dan tuli campur (gangguan pada telinga luar atau telinga
tengah dan telinga dalam). Faktor penyebabnya bisa dari faktor genetik
dan faktor didapat. Derajat ketulian menurut ISO terbagi atas: normal (025 dB), tuli ringan (26 40 dB), tuli sedang (41-55 dB), tuli sedang berat
(56-70 dB), tuli berat (71-90 dB), tuli sangat berat (> 90 dB).
Gangguan pada telinga luar dapat berupa atresia liang telinga &
mikrotia, fistula preaurikular, hematoma aurikular, perikondritis,
pseudokista, cerumen plug, otitis eksterna akut, otomikosis, keratosis
obliterans & kolesteatoma eksterna.
Gangguan pada telinga tengah berupa miringits, otosklerosis, otitis
media akut, dan otitis media kronis.
Gangguan pada telinga dalam berupa SNHL, akibat penggunaan
ototoksik, penyakit Meniere, dan presbikusis.

55

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.

3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Bashiruddin, J., Soetirto, I., 2006. Gangguan Pendengaran Akibat Bising


(Noise Induced Hearing Loss). Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung
Tenggorokan. Edisi VI. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Soetirto, I., Hendarmin, H., Bashiruddin, J., 2007. Gangguan
Pendengaran dan Kelainan Telinga. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher Edisi VI. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Adams L, George dkk. 1997. Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: EGC.
Ganong WF. 1983. Fisiologi Kedokteran (Review of Medical Physiology)
Edisi 10. Jakarta: EGC.
Ballenger John, Jacob. 1997. Peradangan Akut Telinga Tengah. Dalam:
Buku Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Jilid dua. Edisi
13. Jakarta: Binarupa aksara.
M. Michael, et al. 1997. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid. Dalam:
BOIES, Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Alih bahasa: Wijaya C. Jakarta: EGC.
hal. 30-1, 89
Yunita Andrina. 2003. Gangguan Pendengaran Akibat Bising. Bagian
Bedah Fakultas Kedokteran Umum Universitas Sumatera Utara.
Japardi Iskandar. 2003. Nervus Vestibulocochlearis . Bagian Bedah
Fakultas Kedokteran Umum Universitas Sumatera Utara.
Swartz, Mark.H. 1995. Textbook of Physical Diagnosis Cetakan I.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. hal. 123-137

56

You might also like