You are on page 1of 83

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 PENGENALAN GUNUNGAPI
Vulkanologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kegunungapian dan
merupakan mata rantai yang tak terpisahkan dengan ilmu geologi.
Gunung api mempunyai pengertian yang cukup kompleks, yaitu :
1. Merupakan bentuk timbulan di permukaan bumi yang dibangun oleh timbunan
rempah gunungapi.
2. Dapat diartikan sebagai jenis atau kegiatan magma yang sedang berlangsung.
3. Atau merupakan tempat munculnya batuan leleran dan rempah lepas gunungapi
yang berasal dari dalam bumi.
Sebuah gunungapi disebut aktif apabila kegiatan magmatisnya dapat dilihat sacra nyata.
Leleran lava dari kawah puncak atau kawah samping, adanya awan panas letusan dan
awan panas guguran, lahar letusan dan lain sebagainya mencirikan bahwa gunung api
tersebut masih aktif. Morfologi gunung api aktif biasanya menampakan bentukan kerucut
sempurna. Apabila gejala kegiatan magmatisnya tidak teramati, suatu gunungapi dapat
dikelompokan menjadi gunung api padam. Tetapi keadaan seperti ini bukan berarti
bahwa gunung api tersebut mati, sebab pada suatu saat gunungapi itu dapat aktif kembali.
Kenampakan gejala panas bumi di permukaan seperti daerah ubahan hidrotermal,
kubangan Lumpur panas, hembusan fumarol dan mata air panas memang sering
dikaitkan dengan gejala padamnya suatu gunungapi. Sebagai contoh kontras, jalur panas
bumi di Indonesia ternyata merupakan tempat kedudukan gunungapi aktif, sebab gas-gas
belerang akan dijumpai melimpah di daerah gunungapi aktif.
1.2 PROSES TERBENTUKNYA GUNUNG API
1. Pemekaran kerak benua, lempeng bergerak saling menjauh sehingga memberikan
kesempatan magma bergerak ke permukaan, kemudian membentuk busur gunung api
tengah samudra.
2. Tumbukan antar, dimana kerak samudra menunjam dibawah kerak benua. Akibat
gesekan antar kerak tersebut terjadi pelebuaran dan batuan.
1

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

3. Kerak benua menjauh satu sama lain secara horizontal, sehingga menimbulkan rekahan
atau patahan. Patahan atau rekahan tersebut menjadi jalan ke permukaan lelehan
batuan atau magma sehingga membentuk busur gunungapi tengah benua atau banjir
lava sepanjang rekahan.
4. Penipisan kerak samudera akibat pergerakan lempeng memberikan kesempatan bagi
magma menerobos ke dasar samudera, terobosan magma ini merupakan banjir lava
yang membentuk deretan gunungapi perisai.

Gambar 1.1 Penampang diagram yang memperlihatkan bagaimana gunungapi terbentuk


di permukaan melalui kerak benua dan kerak samudera serta mekanisme peleburan
batuan yang menghasilkan busur gunungapi, busur gunungapi tengah samudera,
busur gunungapi tengah benua dan busur gunungapi dasar samudera.
(Modifikasi dari Sigurdsson, 2000)

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Gambar 1.2 Di Indonesia (Jawa dan Sumatera) pembentukan gunungapi terjadi akibat tumbukan
kerak Samudera Hindia dengan kerak Benua Asia. Di Sumatra penunjaman lebih kuat
dan dalam sehingga bagian akresi muncul ke permukaan membentuk
pulau-pulau, seperti Nias, Mentawai, dll.
(Modifikasi dari Katili, 1974).

1.3 SEJARAH GUNUNGAPI


Sejarah perkembangan pengetahuan kegunungapian bermula dari pengertian
manusia terhadap gejala tersebut meskipun terbatas dalam tingkatan yang sangat
sederhana dan bersifat animistic. Peradaban tentang pengetahuan gunungapi berawal dari
perilaku manusia dan manusia purba yang mempunyai hubungan dekat dengan
gunungapi.Itu ditandai dengan adanya penemuan fosil tulang-tulang manusia purba yang
ditemukan di Afrika dan Indonesia. Sebagai contoh banyak ditemukan kerangka manusia
di kota Pompeii dan Herculanum yang terkubur oleh endapan akibat letusan Vesuvius
pada 79 Masehi. Bangsa Poline beranggapan bahwa kegiatan gunungapi berada dibawah

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

tangan kekuasaan Dewa Pele. Sedangkan Legenda orang Indian di Oregeon Amerika
Serikat mengisahkan adanya konflik antara dewa api yang bermukim di Mount Mazama
dengan dewa salju yang bertempat di Mount Shata. Pertempuran keduanya menyebabkan
hancurnya MountMazama, dan membentuk apa yang sekarang yang disebut Creater
Lake. Cerita Senada juga ditemukan dalam kisah atau legenda orang Yunani dan Romawi
kuno. Penalaran ilmiah tentang gunung api mungkin dimulai oleh Empedocles (492
432), Dimana ia mulai merintis kegunungapian secara jelas. Didekat puncak Mount Etna
ia menghabiskan waktunya selama beberapa tahun untuk mengamati dan meyakini bahwa
di perut bumi terdapat larutan panas pembentuk gunungapi. Setelah Empedocles, muncul
beberapa pengamat seperti Strabo (1600), Martin Lister(1638-1711), Charles Lyell dan
Scrope.
Pada tahun 1827, Scroplah yang meletakan dasar pengertian Vulkanologi modern.
Didalam teorinya, Scrope berpendapat bahwa kegiatan vulkanik adalah arti dan fungsi
gas yang terkandung dalam magma. Dan baru beberapa dekade kemudian,
Vulkanologiwan Frank A. Perret mendukung pendapat Scrope, dimana Perret
berpendapat bahwa adalah gas adalah agen aktif atau motor penggerak magma. Sejak itu
penelitian kegunungapian mengalami perkembangan pesat, dimana banyak muncul
peneliti-peniliti baru. Perkembangan ilmu gunung api abad 20 dirintis oleh Thomas A.
Jaggar, seorang profesor Geologi dari Masschusset Institute of Technology (MIT), dan
Frank A. Perret, seorang insnyur listrik sahabat T.A. Edison. Dan sejarah ilmu gunung
apitidak pernah terpisah dari sejarah kegiatan pengamatan. Pusat pun mulai didirikan
dimana-mana, seperti di Hawaii(Hawaiian Vulcano Observatory) dan negara-negara lain
pun mulai banyak mendirikan pusat-pusat pengamatan gunungapi.
1.4. TEKTONIK DAN VULKANISMA
Berbagai proses geologi, secara fisis maupun kimiawi, antara lain bermula dari
adanya gangguan kesetimbangan sistem yang selanjutnya akan mengarah pada
pemulihan kesetimbangan baru. Adanya gangguan kesetimbangan sistem dan beberapa
kejadian yang diakibatkannya akan membentuk hubungan yang timbal balik cdan saling
pengaruh mempengaruhi. Kesetimbangan sistem isostatik, kesetimbangan gaya tarik
bumi, kesetimbangan panas bumi dan lain sebagainya merupakan beberapa contoh

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

kesetimbangan geologi. Kesetimbangan isostatik akan tercapai apabila massa batuan di


atas permukaan bidang kompensasi telah sama dan normal,sehingga tidak ada
penyimpangan regional. Kesetimbangan yang mempengaruhi magma anatar lain
kesetimbangan termal, kesetimbangan hidrostatik, kesetimbangan termodinamika,
kesetimbangan fisika, kimia dan lainya. Selama dapur magma belum membeku maka
senantiasa akan terjadi gangguan kesetimbangan, misal berupa hilangnya panas,
pembentukan kristal, naiknya tekanan gas dan uap, pergerakan magma, letusan dan lain
sebagainya. Sistem hidrostatik dikatakan setimbang apabila berta jenis magma membesar
ke arah dalam. Suatu penyimpangan terhadap berat jenis, biarpun kecil. Gangguan
kesetimbangan pada magma yang berada dibawah permukaan bumi anatara lain akan
menyebabkan terjadinya arus terputar yang segera diikuti proses lanjutan berupa
pembentukan cekungan (geosinklin), tegangan pada kerak benua yang berakhir dengan
pembentukan lurah, retakan dan sesar; orogenesa, tektogenesa dan gejala penerobosan
magma ke permukaan bumi.
Sehingga jelaslah bahwa tektonik dan vulkanisme merupakan ekspresi gaya-gaya
dalam bumi yang dihuibungkan dengan proses pengalihan tenaga ke permukaan.
Sementara tektonik merupakan manisfestasi gejala aspek mekanik yang ditimbulkan ;
maka vulkanisme adalah manisfestasi aspek kimiawi dari proses pemindhan tenaga
tersebut.
Ada tiga lingkungan gunungapi yang dapat dibedakan dengan jelas :

1. Lingkungan tipe busur kepulauan (typical island-arc environment), dimana


gunungapi terdapat di bagian puncak punggungan pegunungan yang membusur.
Magma basalan dari bagian atas selubung bumi yang terletak dibawah suatu
punggungan akan naik sepanjang rekahan yang memotong lapisan granit. Dan
sewaktu magma menerobos lapisan tersebut akan terjadi perubahan
komposisi,disamping proses difrensiasinya sendiri berjalan tanpa halangan
berarti. Di permukaan akan terbentuk gunungapi andesitan.

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

2. Lingkungan tipe samodra (typical ocean environment), di mana gunungapi


muncul dan tersebar berderet di sepanjang puncak punggungan yang mempunyai
sistem reakahan pada kerak samodranya. Melalui rekahan yang memotong
lapisan basalan, magma primer yang basa bergenerasi ke atas dari asalnya yaitu
selubung bumi yang berada di bawah punggungan tersebut. Dan karena hampir
tidak menjumpai lapisan granitan, maka magma yang berdiferensiasi selama
perjalanannya ke atas tidak mengalami perubahan yang bersifat basalan.

3. Lingkungan tipe benua (typical continental envoronment, di mana pada jalur


pegunungan yang tak stabil terdapat lapisan kerak granitan yang tebal. Magma
yang bergenerasi dekat dengan dasar akar p[egunungan, kemudian naik secara
perlahan melalui rekahan pada kerak granitan dan muncul di permukaan sebagai
gunungapi andesitan dan riolitan.

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

BAB I
PETROKIMIA BATUAN GUNUNGAPI

1.1 PENDAHULUAN
Analisa petrokimia batuan gunungapi digunakan untuk mengetahui sifat magma,
jenis magma, seri magma, posisi terbentuknya batuan pada jalur tektonik, serta
menafsirkan evolusi magma. Metoda-metoda analisis yang dipergunakan dalam analisis
ini :
1. Metoda Normatif C. I. P. W
2. Metoda Peacock ( 1931 )
3. Metoda Niggli
4. Metoda Rittman ( 1952, 1953 )
5. Metoda Kuno ( 1960, 1966 )
6. Metoda Withford ( 1975 )
7. Metoda - metoda lain
1.2 METODE NORMATIF C.I.P.W
Perhitungan variasi normatif ini pertama kali dikemukakan oleh C.W. Cross, J.P.
Iddings, L.P. Pirson, dan H.S. Washington, sekitar tahun 1930, sehingga dikenal dengan
metode C.I.P.W standar. Berikutnya dilakukan penyempurnaan oleh Johannsen ( 1931),
Kelsey (1965), dan Ch.s Hutchison (1975).

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Metode ini dapat digunakan untuk mengetahui (1) Indeks Kristalisasi


(Cristalitation Index), (2) Indeks Diferensiasi magma ( Differntiation Index ), dan (3)
tafsiran perkembangan magma.
Perhitungan normatif C.I.P.W standar
Dalam perhitungan normaif C.I.P.W yang digunakan persen berat dari masingmasing unsur - unsur mayor. Metoda/perhitungan normatif C.I.P.W standar dilakukan
dengan mengikuti langkah - langkah aturan baku, sebagai berikut :

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

10

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

gunakan langkah 30
28. Jika D (MgDI + FeDI)
CS = CS + 0,5 D
FO = FO + 0,5 D. PrMg
FA = FA + 0,5 D . PrFe
MgDi (b) = MgDI D . PrMg
FeDI (b) = FeDI D. PrFe
D = 0, lawati langkah 29
Gunakan langkah ke 30
29. Jika D 2 LC
KP = 0,5 D
LC (b) = LC 0,5 D
Mencari harga Indeks Kristalisasi (Thornton & Tuttle, 1985) serta Indeks
Deferensiasi (Poldervaart & Parker, 1964). Sebelumnya harga normal dari unsur unsur
yang telah diketahui dari perhitungan diatas diubah dalam prosentase.
Nama

Normal

BM

Normal . BM (X)

(X / X) . 100%

11

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

AP
PR
IL
OR
AB
AN
TN
NT
NE
LC
KS
FO
FA
SP
dst
CI = AN + MgDI + FO + 0.700837 . EN + MgSP
DI = Salic AN

12

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

1.2.2 Menentukan indeks diferensiasi magma

13

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Indeks diferensiasi magma dapat ditentukan dengan formula % DI = % normative


( AB + NE +LC + OR + KP ). Selanjutnya hasil yang didapatkan dimasukkan
kedalam tabel 1.1
Harga % DI
< 30%

Tingkat Deferensiasi
Belum terdiferensiasi

30%

Mulai terdiferensiasi

30 % - 50 %

Terdiferensiasi ringan

50 % - 70 %

Terdiferensiasi sedang

> 70 %

Sangat terdiferensiasi
Tabel 1.1. Indeks diferensiasi

1.3 METODE PEACOCK ( 1931 )


Metode Peacock dapat digunakan untuk menentukan jenis magma dan tipe suite
berdasarkan nilai Alkali Lime Index (T).
Penentuan dilakukan dengan mempergunakan diagram salib sumbu, dimana
sumbu X (absis) adalah harga-harga SiO2, sumbu Y1 (Ordinat) sebelah kiri untuk harga
-harga ( K2O + Na2O ) dan sumbu Y2 sebelah kanan untuk harga-harga (K2O + Na2O) dan
sumbu Y2 sebelah kanan untuk harga-harga CaO. Harga-harga SiO2, CaO dan (K2O +
Na2O) dari masing-masing contoh batuan diplot kedalam diagram salib sumbu . Dari
hubungan (a) harga SiO2 terhadap ( K2O + Na2O) dan (b) harga SiO2 terhadap CaO
didapatkan titik-titik tertentu. Dengan interpolasi ditarik garis ( K 2O + Na2O) dan garis
CaO.
Dari titik potong kedua garis itu, setelah diproyeksikan ke sumbu X akan terbaca
harga Alkali Lime Index (T) yaitu niai yang ditunjukan oleh nilai SiO2 dalam sumbu X.
Selanjutnya untuk menentukan tipe suite dipergunakan tabel 2.2.
Jenis Magma

Nilai ()

Tipe Suite

14

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Alkalic

< 51

Alkalic calcic

51 - 56

Calc alkalic

56 - 61

Calcic

> 61

Atlantic Suite

Pasific Suite

Tabel 1.2. Jenis Magma dan Tipe Suite

1.4 METODE NIGGLI


Metode Niggli dapat digunakan untuk menentukan jenis dan evolusi magma.
Beberapa langkah yang harus dilakukan adalah (1) menentukan nomor molekul (NM) ,
(2) menentukan harga koefisien magma, (3) menentukan harga koefisien nilai kwarsa
(qz) , (4) pembuatan diagram binair dan ternair, (5) pembuatan diagram segitiga Os-FsLs.

1.4.1 Penentuan nomor molekul (NM)


Dalam menentukan nomor molekul (NM) dipergunakan rumus Niggli, yaitu :
NM =

% Berat Oksida
BM Oksida

Didalam praktikum, persen berat oksida sudah diketahui, sedangkan BM oksida


dicari terlebih dahulu, yaitu dengan menjumlahkan berat atom (BA) unsur - unsur yang
menyusun oksida oksida tersebut. Berat atom unsur - unsur bisa dilihat dalam tabel
Sistem Periodik Unsur - unsur Mendeleyev. Khusus untuk menentukan NM Fe 2O3
terlebih dahulu dicari NM FeO.
Rumus-rumus untuk menentukan nomor molekul tiap-tiap oksida sebagai berikut :

15

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

1.4.2 Penentuan harga koefesien magma


Harga koefesien magma dari Si, Al, Fm, Alk, Mg, C, Ti dan P dapat ditentukan
dengan mempergunakan rumus-rumus berikut :

16

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

1.4.3 Penentuan harga koefesien nilai kwarsa (qz)


Harga koefesien nilai kuarsa dapat ditentukan dengan memperhatikan beberapa
syarat, Jika Alk < Al digunakan rumus qz = Si (100 + 4Alk), sedangkan jika Alk
>Al digunakan rumus qz = si (100 +3Al + Alk).
Jika didapatkan hasil qz > 0, maka ada kuarsa bebas, berupa magma jenuh, akan
membentuk seri calc alkali. Sebaliknya bila qz < 0, maka tidak mengandung kuarsa
bebas, sebagai magma tidak jenuh, cenderung membentuk seri alkali.
1.4.4 Pembuatan diagram binair dan ternair

17

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Diagram binair merupakan sebuah salib sumbu yang terdiri dari sumbu y dan
sumbu x. Selanjutnya pada sumbu-sumbu tersebut diplotkan harga-harga X dan Y,
yang didapatkan dengan rumus-rumus :
Y = C +Al , dan X = C + Alk
Sedangkan diagram ternair mempergunakan 3 sumbu, yang terdiri dari sumbu x,
sumbu y dan sumbu z . Pada sumbu-sumbu tersebut diplotkan harga-harga X, Y dan
Z, yang didapatkan dengan rumus-rumus :
Y = C +Al, X = C + Alk, dan Z = C + Fm
Skala dari diagram-diagram tersebut dibuat dengan skala yang sama besar, baik
sumbu tegak maupun sumbu mendatar.
1.4.5 Pembuatan diagram segitiga Qs-Fs-Ls
Diagram ini dipergunakan dengan syarat, Al > Alk dan C >Al-Alk. Bila
persyaratan tersebut tidak terpenuhi maka diagram ini tidak perlu dipergunakan.
Diagram segitiga Qs-Fs-Ls merupakan diagram segitiga sama sisi. Harga Qs , Fs, dan
Ls ditentukan dengan mempergunakan rumus :

18

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Gambar 1.1 Diagram Segitiga Qs Fs Ls

Nilai nilai Qs, Fs dan Ls tersebut dirajahkan kedalam diagram segitiga dalam
persen . Oleh karenanya sebelum dilakukan pengeplotan, perlu penyesuaian presentasi
masing-masing nilai yang ada.
Dapat ditafsirkan, bila hasil perajahan menunjukan Qs kearah Fs maka berarti
sifat magma dari calk alkali ke thoelite. Semakin ke Qs sering terjadi fraksinasi sehingga
diferensiasi magma makin besar.
Qs adalah kuarsa, yang pada diagram ini bukan merupakan kuarsa primer tetapi
hanya sebagai kuarsa bebas, yang merupakan hasil dari fragsinasi sehingga diferensiasi
magma makin besar. Fs merupakan Si yang dikombinasikan dengan unsur - unsur mafik
mineral dan membentuk rangkaian inosilikat (piroksen dan amphibole), yang berasal
langsung dari magma, bukan hasil dari fragsinasi. Ls merupakan bagian Si yang
dikombinasikan dengan jumlah normal unsur - unsur leukokrat (feldspatoid dan Leusit).
1.5 METODE RITTMAN (1952, 1953)
Metode Rittman (1952,1953) digunakan untuk menentukan jenis magma dan
sifat magma. Penentuan tersebut dilakukan memperhatikan nilai suite index S dan P serta
hubungan perkembangan K dan Fm masing-masing contoh batuan dengan jenis
magmanya. Metoda ini digunakan untuk magma jenis calc alkali (tipe Pasifik).
1.5.1 Penentuan jenis magma
Penetuan jenis magma dalam metoda ini didasarkan pada nilai suite index S dan P,
dengan mempergunakan tabel yang disusun Rittman. Penentuan nilai S dan P
digunakan rumus-rumus :

19

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Nilai nilai S dan P dari masing masing contoh batuan dimasukkan ke dalam tabel,
sehingga jenis magma dapat ditentukan.
S

Jenis Magma

<1,0

>70

Calc Alkali ekstrim

1,0 1,8

65 70

Calc Alkali kuat

1,8 3,0

60 65

Calc Alkali medium

3,0 4,0

55 60

Calc Alcali lemah

Tabel 1.3 Jenis dan Tipe Magma

1.5.2 Penentuan sifat magma


Sifat magma ditentukan dengan memperhatikan perkembangan nilai-nilai K dan
Fm dari masing-masing contoh batuan. Besar nilai K dan Fm ditentukan oleh rumusrumus berikut :

Nilai dan Fm mempunyai keterikatan erat dengan sifat magma. Bila nilai K
cenderung naik, magma bersifat alkali. Sebaliknya bila nilai K cenderung menurun, maka
magma akan cenderung bersifat calk alkali. Demikian pula jika nilai Fm cenderung naik
maka magma bersifat calk alkali. Sebaliknya bila nilai Fm cenderung turun maka magma
bersifat alkali.

20

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Naik turunnya nilai K dan Fm dari contoh batuan harus selaras, dalam arti bila
nilai K cenderung turun maka nilai Fm harus naik . Bila didalam analisa kasus penurunan
atau naiknya nilai K dan Fm tidak selaras, maka didalam penyelesaiannya dilakukan
prosentase besarnya penurunan atau naiknya nilai K dan Fm.

Disini terlihat bahwa presentasi penurunan nilai K relatif lebih besar


dibandingkan penurunan nilai Fm, sehingga :
1. Karena Presentasi penurunan nilai K besar, maka persen berat unsur K semakin
kecil sehingga magma bersifat calk alkali.
2. Karena presentasi penurunan nilai Fm relatif lebih kecil, maka persen berat Fm
akan tetap besar sehingga magma bersifat calc alkali.
1.6 METODE KUNO (1960,1966)
Metode ini dapat digunakan untuk menentukan sifat magma/jenis magma dengan
didasarkan pada interpretasi kenaikan atau penurunan nilai Solidification Index ( Kuno I,
1960 ), serta untuk menentukan seri batuan dan sekaligus perkembangan magmanya
(Kuno II, 1966)
1.6.1 Metode Kuno I

21

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Menurut metode ini, bilamana nilai solidification Index (SI) contoh-contoh batuan
mengecil maka magma akan bersifat alkali, sebaliknya dengan niai SI semakin besar
maka magma akan bersifat calc alkali. Dalam menentukan Soidification Index yang
digunakan adalah persen persen berat unsur, dengan menggunakan rumus berikut :

1.6.2 Metode Kuno II


Dalam metode ini dipergunakan diagram hubungan antara SiO 2 dengan ( K2O +
Na2O), dan klasifikasi seri batuan yang dikemukakan oleh Kuno. Dari hasil perajahan
harga-harga SiO2 dan (K2O + Na2O) pada diagram tersebut akan terunjukkan seri
batuannya. Kemudian dengan melihat perkembangan seri batuan dari masing-masing
contoh akan bisa pula ditentukan pula perkembangan magmanya. Misal seri batuan
yang berkembang dari high alumina series menjadi thoelitic series akan menunjukan
perkembangan magmanya dari yang jenuh ke kurang jenuh.

Gambar 1.2 Klasifikasi seri batuan dan variasi persen berat SiO2 dengan K2O + Na2O

22

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi


(menurut Kuno, 1966)

1.7 METODE WITHFORD (1975 )


Metode ini dapat digunakan untuk menentukan jenis batuan vulkanik,
perkembangan serta kedalaman jalur Benioff menurut teori tektonik lempeng.
Metode ini mempergunakan diagram-diagram (a) klasifikasi seri batuan yang
dikemukakan berdasarkan variasi hubungan antara SiO2 dengan K2O ( Peccerillo &
Taylor, 1976). (b) gambar yang menunjukan hubungan antara kedalaman zona
Benioff dengan volcanic suite ( Withford & Nichls, 1975). Setelah Harga-harga SiO2
dan K2O masing-masing contoh batuan dirajahkan kedalam diagram akan
tertunjukan jenis-jenis batuan volkaniknya, serta akan terlihat pula perkembangan
batuan volkanik tersebut.

23

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Gambar 1.3 Klasifikasi kerabat dan jenis batuan gunungapi serta variasi persen berat
SiO2 dengan K2O (menurut Peccerillo & Taylor, 1976)

Kedalaman jalur Benioff dapat ditentukan dengan menggunakan rumus : d = [ 397


(5,26 x %SiO2) ]

( 35,04 x %K 2O). Dari gambar tersebut, setelah harga

kedalaman jalur Benioff dirajahkan kedalam gambar, maka akan didapatkan kerabat
batuan volkaniknya yang sesuai dengan jalur penunjamannya.
Nilai SiO2 dan K2O yang dimasukkan ke dalam rumus diatas adalah nilai persen berat
yang berasal dari contoh batuan yang paling basa. Oleh karenanya perlu pendekatan
secara petrografi, yaitu mengenai mineral-mineral penyusun contoh-contoh batuan
tersebut.

24

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Gambar 1.4 Hubungan antara kedalaman jalur Beniof dengan kerabat batuan gunungapi
(menurut Withford & Nicholls, 1976)

1.8 METODE METODE LAIN


Selain metoda-metoda maupun klasifikasi di atas, beberapa ahli lain telah
mengklasifikasikan gunungapi berdasakan unsur kimia yang dikandungnya, serta dapat
memberikan gambaran perkembangan magmanya.
1.8.1 Klasifikasi Irvine & Barragar (1971)
Klasifkasi Irvine & Barragar ( 1971 ) menggunakan diagram segitiga yang lebih
dikenal dengan diagram AFM. Klasifikasi ini menunjukan garis pemisah antara
batuan thoeliitic dan calk alkali sekaligus dapat untuk menafsirkan perkembangan
magma.

25

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi


Gambar 1.5 Diagram AFM serta kurva pemisah kerabat batuan tholeit dan calc alkali
(menurut Irvine & Barragar, 1971 dalam RAF Cas & Wright 1987)

A, F dan M adalah nilai untuk persen berat unsur-unsur yang diwakilinya, yaitu :
A = Na2O + K2O, M = MgO, dan F = FeO* = FeO + 0,8998 Fe2O3.
Total persen berat AFM ( atau jumah % berat) = A + F + M. Sebelum dimasukkan
dalam diagram terebih dahulu masing-masing harga presentasi dari A, F dan M. Yaitu
dengan membagi masing-masing persen berat A, F dan M dengan jumlah % berat
dikalikan 100 persen. Setelah itu didapat harga % A, %F dan %M, maka harga harga
tersebut dimasukkan dalam diagram AFM.

1.8.2 Klasifikasi Le Bas (1986)


Klasifikasi Le Bas (1986) adalah penamaan batuan berdasarkan hubungan antara
kandungan unsur total alkali (Na2O + K2O) dengan silika, yang dinyatakan dalam
persen berat.

26

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Gambar 1.6 Klasifikasi batuan berdasarkan hubungan kandungan alkali total dan silika
(menurut Le Bas 1986 dalam RAF Cas &Wright 1987)

1.8.3 Diagram Harker


Diagram Harker adalah diagram-diagram yang menunjukan variasi hubungan
antara unsur utama dengan indeks differensiasi maupun kandungan kuarsa. Juga
diagram-diagram perbandingan Fe*, TiO2, SiO2 dan Na2O, serta K2O terhadap
FeO*/MgO. Oleh karenanya, dalam penerapannya diagram ini memiliki banyak
ragam. Antara masing-masing unsur utama maupun dengan kandungan silika dan
indeks diferensiasi (ID) memiliki kecenderungan tertentu, maka dari padanya dapat
ditafsirkan evolusi magma yang terjadi.

27

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Gambar 1.7 Diagram Harker dari beberapa variasi oksida sebagai fungsi dari
Indeks Diferensiasi

BAB II
MORFOLOGI GUNUNGAPI
2.1 PENGELOMPOKKAN MORFOLOGI GUNUNGAPI
Morfologi Gunugapi dapat dikelompokkan menjadi :
1. Morfologi tubuh gunungapi
2. Morfologi diluar / disekitar gunungapi.
2.1.1 Morfologi tubuh gunungapi
Morfologi tubuh gunungapi dapat dibagi antara lain berupa bentuk - bentuk :
1. Kerucut, merupakan bentukan yang umum dijumpai pada gunungapi
piroklastik dan berlapis. Bentukan kerucut yang dibangun oleh bahan lepas
gunungapi dapat berupa kerucut batuapung yang tersusun oleh batuapung,
kerucut scoria yang tersusun oleh scorea dan kerucut sinder yang merupakan
kumpulan sinder dan bahan skorean.

28

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Gambar 2.1 Kerucut gunungapi

2. Kubah, biasanya dijumpai pada tipe gunungapi lava (shield volcano). Kubah
lava merupakan bentukan dari lelehan lava kental yang keluar melalui celah
dan dibatasi oleh sisi curam disekelilingnya.

Gambar 2.2 Kubah Gunung merapi

3. Maar, umumnya dijumpai pada tipe gunungapi gas atau piroklastik.

Gambar 2.3 Maar gunung Lamongan

4. Kawah, merupakan bentuk negatif yang terjadi karena kegiatan gunungapi.


Berdasarkan genetiknya dibedakan kawah letusan dan kawah runtuhan.
Sedangkan berdasarkan letaknya terhadap pusat kegiatan dikelompokkan
kawah kepundan dan kawah samping (kawah parasiter).

29

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Gambar 2.4 kawah gunungapi

5. Kaldera, merupakan depresi topografi yang besar, berbentuk bundar atau oval.
Ukuran kaldera memang lebih besar dari kawah, meskipun tidak ada batasan
ukuran yang membedakannya hingga mempunyai ukuran berupa kawah dapat
disebut kaldera. H. William (1974), mengklasifikasikan kaldera menjadi
beberapa jenis berdasarkan proses yang membentuknya, yaitu :
a. Kaldera letusan, yang disebabkan oleh letusan gunungapi yang sangat
kuat yang menghancurkan bagian puncak kerucut dan menyemburkan
massa batuan dalam jumlah besar. Contoh yang baik antara lain
Kaldera Bandaisan di Jepang, Kaldera Tarawera di New Zealand.

Gambar 2.5 Kaldera gunung Tarawera di New Zealand

b. Kaldera runtuhan, yang terbentuk karena adanya letusan yang berjalan


cepat yang memuntahkan batuapung dalam jumlah banyak, sehingga
menyebabkan kekosongan pada dapur magma. Penurunan permukaan
magma didalam waduk pun akan menyebabkan akan terjadinya
runtuhan pada bagian puncak gunungapi. Contoh yang baik antara lain

30

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Kaldera Toba (Tapanuli Sumatra Utara), Kaldera Tengger


(Probolinggo Jawa Timur).

Gambar 2.6 Kaldera Tengger

c. Kaldera erosi, disebabkan oleh erosi pada bagian puncak kerucut,


dimana erosi akan memperluas daerah lekukan sehingga kaldera
tersebut akan semakin luas.
d. Kaldera resurgent, yang terbentuk karena adanya bongkah lekukan di
bagian tengah kaldera yang terangkat oleh magma yang bergerak naik
ke atas, dan kemudian membentuk suatu kubah.

Hipotesa pembentukan Kaldera menurut Escher (1929)


Gunungapi yang membentuk kaldera membutuhkan sejumlah gas yang
mempunyai tekanan tinggi, yang secara matematis jumlah tersebut akan
terpenuhi apabila dapur magma mempunyai kedalaman yang cukup besar
yaitu antara 15 - 50 km. Selain itu, untuk membentuk kaldera diperlukan
letusan yang bersifat paroksimal, sehingga akan terbentuk teras besar
berbentuk silinder. Tingkat atau derajat kekuatan letusan ini merupakan fungsi
dari kedalaman dan isi dapur magma. Dan untuk peruntuhan yang besar
dibutuhkan bidang lengser silinder letusan yang mempunyai lebar antara 1 - 2
km. Letusan paroksimal yang berulang dan berlangsung singkat dibedakan
dengan letusan paroksimal berikutnya dalam ukuran abad dimana pada kurun
31

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

abad tersebut tekanan gas akan semakin meningkat dan menyamai tekanan
beban dari tubuh gunungapi di atas dapur magma. Dan selama periode tenang,
akan terjadi pembentukan generasi baru gunungapi disepanjang daerah kulit
bumi. Generasi baru gunungapi akan cenderung memperlihatkan kegiatan
yang bersifat berulang dan membangun.
Beberapa peristilahan yang sering dijumpai dalam struktur kawah atau
kaldera gunungapi antara lain adalah :
Gunungapi gabungan (composite volcano), yaitu suatu gunungapi yang
terdiri dari beberapa gunungapi lama. Istilah ini kurang lebih sama artinya
dengan multiple volcano.
Kerucut tengah (central cone), yaitu suatu kerucut kecil yang terdapat di
tengah kaldera atau kawah yang mengalami perluasan karena erosi.
Kubah tengah (central dome), merupakan kerucut tengah yang dibentuk
oleh lava.
Dinding pinggiran kawah atau kaldera (soma, crater, rim, caldera rim),
yaitu suatu punggungan terbuka yang berbentuk melingkar, dan
mempunyai bagian yang terjal pada sisi dalamnya.
Gunungapi ganda (double volcano), yaitu suatu gunungapi yang
mempunyai kerucut tengah atau beberapa kerucut pada dasar kawah atau
kaldera. Contoh Doya-ko, Hokkaido, kaldera Aira, Kagoshima di Jepang,
Sekincu di Sumatera Selatan, Krakatau di Selat Sunda, Batur di Bali dan
Rinjani di Lombok.

Gunungapi bertiga (triple volcano), yaitu suatu gunungapi ganda yang


mempunyai kerucut tengah atau beberapa kerucut pada bekas kerucut
tengah. Sebagai contoh adalah Hakone volcano, Ashima, Asama, Danau
Towada dan sebagainya di Jepang.
Bentuk - bentuk topografi negatif seperti telah disebutkan diatas tidaklah

selamanya berbentuk melingkar atau lonjong, tetapi kadang - kadang


berbentuk segi empat atau bahkan tak beraturan sama sekali. Lembah
Sapikerep di kompleks Tengger (Jawa Timur) merupakan suatu bentuk
32

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

lekukan atau lembah yang disebabkan oleh menurunnya kerak bumi di daerah
terebut. Kenampakan khas dari kawah Papandayan (Jawa Barat ) ditafsir juga
ada gunungapi tersebut bertumpu. Lekukan berbentuk aneh di Haleakala,
seperti telah disebutkan di atas, di P.Maui (Hawaii) juga lekukan pada tubuh
gunungapi yang pembentukannya lebih gunungapi. Kalau saja gunungapi
tersebut berkesempatan meletus, maka akan terjadi robohan disepanjang jalur
lemah tadi. Pergerakan tektonik disepanjang rekahan pada batuan dasar
gunungapi akan memicu terjadinya letusan gunungapi. Sehingga lebih jelaslah
sekarang kaitan dan hubungan timbal-balik antara gejala tektonik dan
vulkanisme.
Kalau tidak ada gangguan, suatu gunungapi yang tubuh semakin besar
akan mempunyai bentuk yang teratur, baik berupa berupa kerucut maupun
bentuk yang lainnya. Faktor-faktor yang menyebabkan tidak teraturnya bentuk
gunungapi tersebut antara lain :
Kegiatan vulkanisme, seperti misalnya pembentukan kaldera di mana
kegiatan tersebut akan mengganggu perkembangan suatu gunungapi.
Berpindahnya pusat kegiatan gunungapi (pipa kepundan), hal mana
berkaitan erat dengan keaktifan tektonik daerah setempat.
Tekanan arus dari aliran lava yang naik ke atas, yang lama kelamaan
akan merusak dan menghancurkan dinding kepundan.
Adanya kerucut spatter (spatter cone), yaitu suatu kerucut yang bersisi
curam yang tersusun dari batuan bahan lepas yang terendapkan di atas
celah atau pipa kepundan dan umumnya berkomposisi basalan atau
hornito yang juga merupakan kerucut spatter di sekitar ujung aliran
lava.
Adanya gua-gua pada daerah aliran lava.
6. Barangko (barronco), merupakan alur-alur yang kasar dan tak teratur pada
tubuh gunungapi karena sesar dan erosi.

33

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Gambar 2.7 Barangko gunungapi

7. Parasol ribbing, merupakan alur-alur yang radier dan teratur pada tubuh
gunungapi karena erosi. Contoh yang baik terdapat pada tubuh G. Batok di
Kaldera tengger (Jawa Timur).

Gambar 2.8 Parasol ribbing Gunung Batok

2.1.2 Morfologi di Sekitar Gunungapi.


Morfologi disekitar gunungapi dapat dibagi antara lain berupa bentuk-bentuk :
1. Kerucut parasiter adalah bentukan kerucut pada kaki gunungapi utama,
terbentuk akibat magma yang terjadi berhubungan langsung dengan kegiatan
gunungapi.
2. Hillocks merupakan bukit - bukit kecil di sekitar kaki gunungapi, dari hasil
endapan lahar dari letusan gunungapi. Contoh yang baik terdapat di kaki G.

34

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Galunggung (Jawa barat), sehingga oleh MT Zen (1969) disebut juga sebagai
tipe Galunggung.
3. Antiklinorium Gunungapi merupakan rangkaian perbukitan antiklinorium
yang dijumpai pada kaki gunungapi. Terbentuk oleh gaya kompresi lateral
karena runtuhnya kerucut gunungapi Contoh yang baik terdapat di Bukit
Gendol, lereng G. Merapi (Yogyakarta), sehingga oleh MT Zen (1969) disebut
juga sebagai tipe Gendol.
4.
2.2 ANALISA MORFOLOGI GUNUNGAPI DAN PENGGUNAANNYA
Analisa morfologi gunungapi dilaksanakan untuk memudahkan pekerjaan
pemetaan geovulkanologi, yang dasarnya adalah penafsiran bentuk, pola penyebaran dan
ukuran berbagai aspek struktur dan obyek morfologi gunungapi. Pengenalan langsung di
lapangan ditujukan sebagai pembanding. Sehingga setelah tahapan pekerjaan tersebut
dilakukan, penafsiran dapat langsung dilakukan hanya dengan dengan mempergunakan
peta topografi.
Pengenalan morfologi gunungapi sebenarnya bertujuan untuk melengkapi usaha
penelitian geologis daerah gunungapi, yaitu pemetaan geovulkanologi, terutama di dalam
menentukan perkembangan (evolusi) gunungapi. Ini dirasa perlu sebab melacak batuan
gunungapi di lapangan bukanlah pekerjaan yang mudah.
Sehingga sasaran dari pemahaman morfologi gunungapi antara adalah :
1. Mengenal ragam bentuk morfologi gunungapi, khususnya gunungapi berlapis
2. Mengetahui hubungan antar satuan morfologi gunungapi, baik secara sendiri
maupun berkelompok.
3. Mengetahui jenjang keaktifan gunungapi
4. Menafsirkan perkembangan kegiatan suatu gunungapi.
Jalur-jalur gunungapi cenderung mengikuti pola struktur regional, di mana akan
ditunjukkan oleh berbagai kelurusan gunungapi baik skala besar maupun skala kecil.
Setelah memahami hubungan struktur regional dengan munculnya jalur gunungapi, maka
pengamatan

ditingkatkan

kepada

jalur

gunungapi

pembanding

yaitu

dengan

memperhatikan aspek morfologinya. Dimana harus diperhatikan ciri - ciri ketakselarasan

35

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

morfologi, yang nantinya berguna untuk menentukan perbedaan umur secara nisbi
satuan-satuan gunungapi terletak berdekatan. Dan untuk ini pula perlu memahami dan
mengenal struktur dan morfologi gunungapi secara umum, khususnya gunungapi
berlapis. Prinsip utama analisa morfologi gunungapi berawal dari pengertian dasar
bahwasanya lava akan mencerminkan morfologi tertentu yang dengan mudah dapat
dibedakan dengan morfologi yang disusun oleh bahan lepas gunungapi. Kuenen (1945)
yang telah mengelompokkan rekahan sayap pada tubuh gunungapi kedalam empat jenis
menjelaskan lebih lanjut bahwasanya apabila rekahan - rekahan tersebut sempat dilalui
oleh magma, dan kemudian terjadi pembekuan, maka akan terbentuk korok dari berbagai
bentuk tergantung pada jenis rekahannya. Apabila 2 korok memencar berkembang
menjadi sistem penyesaran, maka bagian tengah yang dibatasi oleh korok - korok tersebut
akan melengser ke bawah dan berkumpul pada kaki gunungapi. Morfologi ini dikenal
sebagai sector graben yang di lapangan akan membentuk kipas alluvial. Apabila erosi
belum begitu lanjut, sector graben ini dicirikan dengan dinding - dinding tegak dari
korok yang juga merupakan bidang sesar.
Hasil penafsiran morfologi mempunyai kegunaan yang cukup luas, sehingga tidak
hanya untuk kepentingan ilmiah saja tetapi juga aspek-aspek sosial. Penerapan hasil
penafsiran morfologi gunungapi tersebut antara lain untuk :

Menyusun stratigrafi gunungapi berlapis


Membantu penentuan lokasi pengambilan contoh batuan secara
berpola (systematic sampling), terutama contoh batuan untuk analisis
petrokimia guna menentukan perkembangan magma selama waktu geologi
tertentu.

Membantu memecahkan permasalahan tektonik regional, yaitu


menentukan arah gaya tegasan utama yang bekerja di suatu daerah
berdasarkan analisis kelurusan gunungapi.

Memudahkan mempelajari ekosisten gunungapi, yang sangat berguna


untuk dasar perencanaan pengembangan wilayah pemukiman di daerah
gunungapi, penelitian sumber air atau hidrologi gunungapi, daerah pariwisata
dan sebagainya.

Adapun tujuan analisa morfologi Gunungapi dilakukan untuk :


36

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

1. Mengenal macam-macam bentuk Gunungapi


2. Mengetahui hubungan antara satuan morfologi Gunungapi baik secara individu
maupun kelompok.
3. Mengetahui stadia dan jenjang keaktifan Gunungapi
4. Menginterpretasikan evolusi atau perkembangan suatu Gunungapi maupun
kelompok Gunungapi.
Sarana sarana yang dapat dipergunakan berupa :
1. Peta topografi
2. Foto udara
3. Citra satelit yang selanjutnya dilengkapi dengan
4. Pengamatan dilapangan.

37

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Ketidakselarasan morfologi dalam penentuan umur relatif


satuan morfologi gunungapi.
I : endapan rempah gunungapi muda
II : endapan rempah gunungapi tua

Pencerminan morfologi aliran lava

Gambar 2.9 Ketidakselarasan morfologi yang digunakan dalam penentuan umur relatif
dalam satuan morfologi gunungapi.

2.3 KELURUSAN GUNUNGAPI


Analisa kelurusan gunungapi bertujuan untuk menentukan pola penyebaran
gunungapi, berdasarkan kelurusan-kelurusan yang dibentuknya. Dari arah - arah
38

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

kelurusan gunungapi ini dengan mempergunakan diagram kipas, akan bisa ditafsirkan
sistem rekahan di daerah tersebut. Dari sistem rekahan tersebut selanjutnya digunakan
untuk menafsirkan evolusi atau perkembangan gunungapi yang ada. Gunungapi yang
muncul di permukanan bumi dan membentuk pola kelurusan dengan gunungapi lainnya
bukanlah merupakan suatu kebetulan. Pola-pola ini terjadi akibat adanya celah-celah atau
rekahan-rekahan yang ada didalam kerak bumi yang berhubungan erat dengan struktur
geologi daerah, baik secara lokal maupun regional. Celah - celah ini merupakan bidang
lemah yang mudah diterobos magma. Dalam perkembangan selanjutnya akan membentuk
suatu deretan gunungapi dipermukaan bumi.

Gambar 2.10 Penyebaran gunungapi di Indonesia

Beberapa gunungapi atau kelompok gunungapi kadang-kadang memperlihatkan


gejala kelurusan. Dan kalau diteliti lebih lanjut, pola kelurusan tersebut dibentuk oleh
unsur - unsur gunungapi seperti lubang kawah, kerucut atau kubah lava, kerucut sinder,
daerah-daerah hembusan fumarol atau solfatara dan lain sebagainya.

Kuenen (1945) yang banyak meneliti pola kelurusan gunungapi di Indonesia mempunyai
anggapan bahwa :

39

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

1. Susunan lurus gunungapi tersebut berhubungan erat dengan rekahan-rekahan


tektonik atau disloksi lainnya.
2. Pada tubuh suatu gunungapi, tekanan magmatis yang naik melalui lubang
kepundan akan berkembang memencar.
3. Gunungapi mungkin saja akan menempati perpotongan dua atau lebih rekahan
yang ada, sehingga gunungapi tersebut relatif lebih aktif dibanding dengan
lainnya yang berada dalam satu kelurusan.
4. Pusat-pusat letusan kelompok gunungapi di dunia memperlihatkan jarak (spacing)
yang sistematik.

Gambar 2.11 Tipe tipe rekahan sayap pada kerucut gunungapi


(Menurut Kuenen, 1945)

40

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Gambar 2.12 Diagram balok yang menggambarkan pembentukkan rekahan sayap


(menurut Kuenen, 1945)

Berdasarkan atas hubungannya dengan struktur sesar setempat (regional), pola


kelurusan dibagi menjadi 3, yaitu :
1. Skala kecil, adalah kelurusan yang terbentuk setempat, yaitu pada tubuh
gunungapi itu sendiri dimana rekahan yang ada disebabkan

oleh tekanan

magmatis dari gunungapi tersebut.


2. Skala menengah, adalah kelurusan menengah yang diperlihatkan oleh dua atau
lebih pusat-pusat erupsi yang berlainan, tetapi masih dalam jajaran yang sama.
3. Skala dalam, adalah kelurusan besar yang menghubungkan pusat-pusat erupsi dari
beberapa jajaran gunungapi yang berlainan, jajaran gunungapi yng menempati
daerah pinggiran benua dikelompokkan sebagai kelurusan skala besar.
Transisi antara kelompok diatas dinyatakan sebagai intermediate, yaitu kecil sampai
menengah dan menengah sampai besar. Di dalam analisa penentuan arah dan gaya
utama pembentukannya digunakan diagram Mohr, yaitu antara menentukan shear joint,
extension joint dan realese joint.
Selain melalui morfostratigrafi, evolusi gunungapi secara lokal ditafsirkan dari
perpindahan pusat erupsi gunungapi. Perpindahan pusat erupsi umumnya disebabkan oleh

Sumbat pada lubang kepundan utama.

41

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Terbentuknya pola rekahan pada tubuh gunungapi

atau sekitar gunungapi, sehingga keluarnya magma melalui saluran lain pada kulit
bumi yang merupakan zona lemah dan mudah diterobos.
Kear (1964) menggolongkan kelurusan gunungapi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Garis memencar dari lubang kepundan, yang lebih kurang mencerminkan adanya
tegangan dari dalam bumi.
2. Garis yang melalui pusat gunungapi, ditafsir berhubungan dengan pensesaran di
bagian dalam bumi yang kemudian berkembang menjadi suatu celah.
3. Garis yang melalui pusat gunungapi secara regional, mencerminkan adanya
rekahan besar di dalam bumi, yang berfungsi sebagai saluran magma,yang
kemudian berkembang menjadi sistem pensesaran di dekat permukaan.
Bila pada suatu benda dikenakan gaya, maka pada benda tersebut akan mengalami
rekahan-rekahan yang membentuk pola-pola tertentu, yaitu gaya tegasan utama ( 1), gaya
tegasan menengah (2), gaya tegasan terkecil (3), shear joint orde I (S1), extension joint
(Ex), release joint (R), dan shear joint orde II (S2).
Kuenen (1945) juga mengelompokkan rekahan atau celah yang menyebabkan terjadinya
aktifitas gunungapi menjadi 2, yaitu :
1. Rekahan sayap yang terjadi pada tubuh gunungapi itu sendiri.
2. Rekahan pada batuan dasar (basement) tempat gunungapi tersebut berada.
Rekahan sayap dibagi menjadi 3, yaitu :
1.

Rekahan radial (radial fissures), diartikan sebagai hasil


injeks magma berbentuk siil yang menerobos tubuh gunungapi atau lapisan
batuan di sekitarnya dan diikuti oleh pencungkilan kerak bumi dan berakhir
dengan pembentukan rekahan.

2.

Rekahan

tangensial

(tangensial

fissure),

merupakan

perkembangan suatu sesar atau rekahan tension yang melalui suatu daerah pragunungapi.
3.

Rekahan

konsentris

(concentric

fissure),

merupakan

pencerminan suatu aktivitas dalam bentuk dyke dari suatu pelepasan tekanan
waduk magma.

42

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Pola kelurusan Gunungapi di busur kepulauan Indonesia.


Tjia (1968) telah menganalisis pola kelurusan gunungapi di Indonesia, yang untuk
masing-masing daerah dibuat diagram kipas kelurusannya. Arah-arah orogen atau jajaran
gunungapi untuk tiap daerah ternyata berlainan, sehingga arah tegasan kompresi, yang
dianggap tegak lurus arah orogen, untuk tiap daerah juga berbeda. Garis lurus arah-arah
orogen dianggap sebagai pencerminan dari rekahan-rekahan yang mempunyai
kemiringan dari 70 hingga tegak. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya pelengkungan
busur kepulauan dari Sumatra - Jawa hingga Indonesia Timur, yang merupakan Busur
Banda Dalam yang bergunungapi.
Hudson (1962) menyebutkan bahwa tegasan utama mempunyai arah yang tegak
lurus busur kepulauan Indonesia (Busur Banda Dalam). Sedang menurut Ritsema (1964)
arah tegasan utama tegak lurus setiap bagian dari busur kepulauan.
Sebagai contoh kelurusan gunungapi di Jawa Tengah adalah jajaran lurus relatif
berarah utara - selatan atau utarabaratlaut - selatantenggara dari G.Ungaran - Suropati
Telomoyo Merbabu Merapi - G. Merapi sepertinya menempati 2 perpotongan dua
sistem rekahan disamping seperti disebutkan di atas juga rekahan yang berjurus timurlaut
baratbaratdaya. Sehingga dua rekahan yang berpotongan ini bertanggung jawab
terhadap keaktifan gunungapi tersebut. Pola kelurusan lain misal jajaran G.Slamet Prau
Sindoro - Sumbing, di daerah kompleks Lamongan, Dieng, Ijen dan Halmahera.

Gambar 2.13 Pola kelurusan gunungapi di busur Kepulauan Indonesia


(menurut Tjia, 1968)

43

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

2.4 STADIA GUNUNGAPI


Stadia

keaktifan

gunungapi,

terutama

pada

gunungapi

strato,

dapat

diintrepretasikan dari hubungan antara sudut lereng dengan penyebaran sungai pada
tubuh gunungapi. Pada gunungapi strato, berdasarkan sudut lerengnya secara umum
dapat dibagi menjadi puncak, lereng dan kaki. bagian-bagian tersebut dibatasi oleh tekuk
lereng yang jelas.
Bagian puncak mempunyai kemiringan lereng terjal. Umumnya terdapat abu
gunungapi, lava, aglomerat, atau endapan-endapan melalui media udara. Morfologi
terdiri dari lembah-lembah tajam berbentuk V dengan pola radier murni. Bagian tengah
berlereng lebih landai. Tersusun oleh endapan lahar, abu gunungapi dan sedikit endapan
sungai dari sungai teranyam. Kemiringan lereng umumnya terbentuk oleh kipas alluvial
yang terbentuk didepan muka endapan puncak. Bagian kaki bermorfologi hampir datar,
terdiri dari endapan sungai, dengan sedikit endapan lahar dan abu gunungapi.
Pada gunungapi strato kedewasaan gunungapi dapat teramati dari bentuk dan
morfologinya.Gunungapi yang berstadia muda baru membentuk kerucut sinder yang
terdiri dari abu Gunungapi Kebayangan hanya berlereng satu, yaitu lereng puncak.
Misalnya bentuk G. Bromo dan G. Batok yang terletak di Kaldera Tengger (Jawa Timur).
Proses pembentukan gunungapi berikutnya adalah terjadinya longsoran-longsoran yang
menyertai pengendapan primer. Makin besar gunungapi yang terbentuk, maka longsoran
makin kuat, dan kipas alluvial yang terbentuk makin besar. Proses ini diselingi dengan
hasil letusan yang bersifat effusif. Jika lereng kedua telah terbentuk, maka dapat
dikatakan bahwa gunungapi tersebut berstadia remaja.
Proses berlanjut dalam bentuk pengangkatan endapan gunungapi yang terletak
dibagian atas untuk dibentuk menjadi endapan sungai. Proses ini merupakan proses
pembentukan kaki gunungapi. Gunungapi lengkap yang memiliki lereng kaki, dapat
disebut sebagai gunungapi berstadia dewasa.

44

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Gunungapi yang tidak aktif lagi akan menghentikan proses penimbunan material
dibagian puncak. Proses erosi yang terus menerus akan menyebabkan perlandaian lereng.
Oleh karenanya sungai pada gunungapi yang telah tidak aktif lagi cenderung bergeser
kearah puncak, dan secara umum tidak lagi mempunyai pola radier. Gunungapi yang
mempunyai fenomena demikian dikatakan sebagi gunungapi yang telah berstadia tua.

Gambar 2.14 Hubungan antara stadia Gunungapi dengan morfologi yang terbentuk
dan material yang dihasilkan pada gunungapi strato.
(Modifikasi dari Soejono martodjojo,1980)

45

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

BAB III
VULKANOSTRATIGRAFI
3.1 PENGERTIAN VULKANOSTRATIGRAFI
Vulkanostratigrafi adalah ilmu yang mempelajari urutan dari rekaman kegiatan
volkanik, terutama kegiatan yang tidak disaksikan oleh ahli gunungapi.
Penelitian yang terdiri dari :

Pemetaan, penentuan kejadian dan penyebaran

Genesa produk gunungapi

Umur produk gunungapi

Pemetaan volkanostratigrafi menentukan :

Isopah endapan tephra

Isopleth pecahan batuapung

Analisa besar butir

Warna, terutama yang disebabkan oleh pembakaran

Pengelasan

Bentuk pecahan

Sifat perlapisan, misal massif, berlapis baik, dll.

Struktur pembukaan, antidunes, bomb sags, scouring, baking, dll.

Struktur dalam cross laminasi, struktur aliran.


Satuan volkanostratigrafi adalah satuan-satuan lapisan yang terpetakan yang

terdiri dari batuan volkanik yang terbentuk di darat (subaerially) atau di dalam air
(subaqueously) oleh proses-proses volkanik. Beberapa macam satuan volkanostratigrafi
yang dikenal :

Aliran lava, lava banjir, aliran lava pahoehoe, aliran lava aa, aliran lava bongkah.

Endapan subaqueous dan interglasial (basalt)

Lahar, terbentuk dari breksi tuff, batu breksi lapili, dan tuff lapili dengan berbagai
komposisi

46

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Endapan debris avalanche, endapan bongkah dan abu dengan komposisi mirip
dengan lahar

Aliran piroklastik, mirip dengan endapan aliran Lumpur dan avalanche, tetapi
prosentase fragmen yang lebih kasar berkomposisi silica lebih sedikit.

Endapan jatuhan abu, terdiri dari batuapung, abu, kadang-kadang cinder basalt,
membentuk endapan tephra.

3.2 SATUAN MORFOSTRATIGRAFI


Penggolongan stratigrafi merupakan pengelompokan batuan menurut berbagai
cara untuk mempermudah pemerian dan hubungan lapisan satu terhadap lapisan lainya.
(Soejono Mardjojo, 1978). Oleh karenanya dapat dilakukan penggolongan stratigrafi
berdasarkan kenampakan morfologinya. Satuan morfostratigrafi pertama kali diusulkan
oleh Astadireja (1980), sebagai usaha mengelompokkan batuan secara tersistem
bersendikan bentang alam.
Selanjutnya morfostratigrafi dinyatakan sebagai suatu cara atau system
pengelompokan urutan endapan gunungapi kwarter berdasarkan petunjuk bentang
alamnya. Bentang alam yang berasal dari endapan gunungapi sebagai hasil dari satuan
erupsi atau fase erupsi akan mempunyai ciri tertentu dan dapat dikenali dengan mudah.
Dengan demikian bentang alam endapan gunungapi dari suatu fase erupsi akan
menunjukkan ciri yang berbeda dari bentang alam endapan gunungapi dari erupsi
sebelum atau sesudahnya. Bentang alam dari endapan gunungapi dari berbagai fase
erupsi secara berturut-turut akan saling tindih-menindih, sehingga mempunyai nilai
stratigrafi. Tingkatan dalam satuan morfostratigrafi ditujukan untuk mempermudah
aturan, pemerian dan hubungan antara masing-masing endapan gunungapi. Pengamatan
stratigrafi dapat dikenali dengan analisis bentang alam gunungapi, sehingga selanjutnya
dapat dibuat satu satuan stratigrafi berdasarkan pengamatan bentang alam.
Dasar dalam pemberlakuan satuan stratigrafi tersebut adalah :
1. Endapan gunungapi merupakan hasil satu fase erupsi.
2. Setiap fase erupsi yang kemudian selalu berada diatas fase terdahulu.
3. Tiap fase erupsi mempunyai ciri-ciri tertentu.

47

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Sebagai satuan dasar konsep satuan morfostratigrafi adalah Morfoset (morphocet :


morfological dan facet). Morfoset adalah suatu bentang alam yang tersusun dari suatu
endapan atau komplek endapan gunungapi hasil dari erupsi atu fase erupsi, yang
mempunyai ciri-ciri bentang alam tertentu, yang dapat dibedakan dengan bentang alam
yang tersusun dari suatu endapan atau komplek endapan gunungapi hasil erupsi atau fase
erupsi sebelumnya, sesudahnya atau sistem gunungapi lainya. Morfoset harus dapat
dikenali dengan baik dengan foto udara maupun dilapangan, serta dapat dipetakan dengan
skala 1 : 25.000.
Jika suatu morfoset tersusun dari suatu komplek batuan seperti lava, breksi atau
tuff, dan apabila setiap bataun tersebut secara sendiri memiliki bentang alam tertentu
yang bias dibedakan satu dengan lainnya, maka bentang alam dari setiap batuan tersebut
dinamai Morfonit (morphonit : morfological unit). Jadi morfonit merupakan bagian dari
morfoset, yaitu suatu bentang alam yang mencirikan suatu batuan tertentu dan biasanya
dibedakan satu dengan yang lainya.
Gabungan dari beberapa morfoset yang membentuk bentang alam tertentu
dinamakan Morfotem (morphotem : morphological sistem). Morfotem adalah suatu
bentang alam yang dihasilkan oleh suatu rangkaian proses atau sistem gunungapi.
Dalam penamaannya, satuan morfostratigrafi mengikuti sistem binomial. Untuk morfonit,
karena dibentuk oleh satu batuan, maka sebaiknya diikuti dengan nama batuan. Contoh
penerapannya untuk morfostratigrafi kawasan komplek G. Bromo Tengger Semeru,
sebagai berikut :
Morfotem G. Jambangan :
Morfoset Jambangan
Morfoset Ajak-ajak
Morfoset Semeru
Morfonit Lava
Morfonit Piroklastik
Morfoset Tengger
Morfonit Piroklastik

48

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Gambar 3.1 Peta sebaran batuan komplek G Jambangan


(E. T Paripurno, 1993)

Batas-batas antara satuan morfostratigrafi dapat dikenali dengan mudah sebagai


ketidakselarasan morfologi. Hasil endapan yang lebih muda selalu menimbuni lapisan
sebelumnya.dalam peta topografi diekspresikan melalui pola kontur. Pola kontur yang
dibentuk oleh endapan yang lebih muda akan memotong pola kontur endapan yang lebih
tua, begitu seterusnya. Oleh karenanya umur relatif batuan pembentuk tubuh gunungapi

49

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

strato

dapat

diketahui

dengan

pendekatan

morfologis,

dan

dapat

disusun

morfostratigrafinya.

Gambar 3.2 Morfostratigrafi Komplek G. Dieng


(oleh NS Sumartadipura, 1980)

3.3 LAVA
Istilah lava diperuntukkan bagi magma yang telah berhasil mencapai permukaan
bumi. Melalui retakan kulit bumi atau pipa kepundan gunungapi, magma yang berasal
dari kedalaman bergerak keatas karena adanya dorongan gas yang terlarut dalam cairan
magma tersebut. Sehingga fungsi utama dari gas adalah sebagai penggerak magma.

50

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

O. Hirokawa (1980) mendefinisikan lava sebagai suatu massa cair yang


dikeluarkan dari dalam bumi, maupun batuan yang berasal dari pembekuannya. Lava
basalan mempunyai suhu antara 1.100 - 1.200 C, relatif lebih tinggi dari suhu lava
andesitan atau dasitan yang berkisar antara 900 1.000 C. Viskositas lava yang
menyertai suatu letusan gunungapi, khususnya lava basalan, adalah sekitar 10 - 10
poise. Dan didalam suatu kolom lava, bagian bawah umumnya terdiri dari lava basalan
yang berwarna gelap, yang semakin ke atas makin berwarna terang dan terdiri lava
dasitan atau riolitan.
Pada tubuh aliran lava sering dijumpai sejumlah lubang yang beragam bentuk dan
ukurannya. Lubang-lubang tersebut adalah bekas gas yang terlarut dalam magma (lava)
yang kemudian menguap bersamaan dengan membekunya cairan tersebut. Lubang yang
disebut vesikel (vesicle) ini akan banyak ditemukan di bagian permukaan, sementara
kearah lebih dalam jumlahnya menjadi berkurang. Struktur vesikuler ini akan juga
banyak membantu dalam menentukan batas antar aliran lava, yaitu apabila pada suatu
daerah ditemukan lapisan-lapisan lava yang dihasilkan dari waktu yang berbeda.
Sesuai dengan komposisinya, aliran lava dipermukaan bumi akan membentuk
stuktur permukaan yang khas. Lava basalan yang mempunyai permukaan kasar dan
terkeratkan (fragmental) dikenal sebagai lava aa. Sedang lava andesitan yang mempunyai
permukaan terbongkah-bongkah menyudut (angular block) disebut dengan lava bongkah.
Dalam aliran lava bongkah, bagian tengahnya akan membentuk kekar melembar (platy
joint, platy structure, linear flow structure, planar flow structure). Kekar-kekar tersebut
sejajar dengan permukaan aliran, baik yang di atas maupun di bawah, atau sejajar dengan
permukaan pembekuan. Kekar yang terjadi akibat konsentrasi selama proses pembekuan
ini akan banyak didapatkan di dekat permukaan tubuh lava.
Jenis kekar lainnya yang sering dijumpai dalam aliran lava adalah kekar
mengolom (columnar joint, columnar structure, prismatic joint, prismatic structure)
dimana kekar-kekar tersebut akan memecah batuan menjadi kolom-kolom prismatik segi
enam (hexagonal). Sedangkan kekar-kekar tak beraturan (irregular joint) akan
menghancurkan batuan menjadi bongkah-bongkah bersegi banyak (polygonal block).
Lava yang berbentuk seperti tali disebut dengan lava tali (ropy lava), sedang lava
pahoehoe adalah aliran lava basalan yang mempunyai permukaan bergelombang, halus

51

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

dan gelasan. Kearah bawah, di beberapa tempat lava pahoehoe akan berubah secara
berangsur menjadi lava. Lingkungan pengendapan lava dapat daratan atau laut. Aliran
lava yang masuk kedalam lingkungan berair (subaqueous environment) akan membentuk
struktur bantal. Struktur ini dicirikan dengan bentuk-bentuk bantal yang tak menerus,
berukuran dari beberapa meter (rata-rata 30 60 cm) . Hubungan antar bentuk bantal
bersifat menutup, dan kalaupun ada rongga di antaranya akan diisi oleh sedimen klastik
atau bahan skoreaan.
Ukuran butir dalam struktur bantal umumnya akan menghalus ke arah luar. Dan
lava bantal biasanya berkomposisi basalt atau andesitan dianggap sebagai aliran lava
yang terjadi dilaut , berasosiasi dengan endapan laut dalam. Didalam suatu aliran lava,
kadang kadang dijumpai saluran lava (lava tunnel ,lava tube) yang merupakan lubang
pada tubuh lava yang terjadi karena pergerakkan lava bagian tengah, sementara bagian
permukaannya mulai membeku. Saluran lava banyak dijumpai di G. Fuji ( Jepang ), atau
di G. Slamet (Jawa Tengah ).
3.4 PIROKLASTIK
Suatu erupsi gunung api yang eksplosif akan menghasilkan tiga macam endapan
piroklastik yaitu piroklastik jatuhan, piroklastik aliran, dan piroklastik surge. Mekanisme
erupsi eksplosif yang terjadi bisa disebabkan oleh erupsi magmatis, preato magmatis dan
preatik.
3.4.1 Piroklastik Jatuhan
Geometri dan ukuran pengendapan jatuhan piroklastik menunjukan tinggi pipa
kawah erupsi, kecepatan dan arah angin. Terjadi akibat letusan gunung api eksplosif,
pada erupsi preatik abu gunung api tidak sebanyak fase erupsi yang magmatis.
Endapan jatuhan piroklastik ketebalannya relatif seragam, dengan pemilahan baik,
akibat proses fraksinasi oleh angin pada saat pengendapannya. Struktur sedimen
perlapisan kadang - kadang teramati, disebabkan oleh kelakuan kolom erupsi yang
berbeda. Pada bagian bawah lapisan jatuhan piroklastik, tidak pernah ada struktur
perlapisan silang, atau bidang erosional. Sebagian endapan jatuhan piroklastik didekat
lubang kepundan, terelaskan demikian juga kita dapat menjumpai kayu yang terbakar

52

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

menjadi karbon. Longsoran dan guguran lava pijar dapat menyebabkan hujan abu,
seperti yang terjadi pada erupsi Gunung Galunggung dan Gunung merapi.
3.4.2 Piroklastik Aliran, Debris Avalanches
Abu panas, fragmen batuan dan gas yang bergerak kebawah dari pusat erupsi
eksplosif sebagai longsor berkecepatan tinggi atau terjadi ketika ada bagian kubah
lereng gunung api yang roboh, menghasilkan aliran piroklastik yang suhunya bisa
mencapai 815 C dan bergerak dengan kecepatan 65 100 Km/jam, sehingga bisa
menghancurkan dan membakar jalan yang dilewati.
3.3.3 Piroklastik Surge
Endapan piroklastik surge hanya ada tiga jenis yaitu base surge (surge dasar ),
ground Surge ( surge tanah ) dan ash cloud surge ( surge awan abu ). Umumnya
berasosiasi dengan erupsi preatomagmatik dan preatik, aliran piroklastik dan jatuhan
piroklastik. Istilah surge dasar pertama kali diperkenalkan oleh Moore Et.al pada
tahun 1966 berdasarkan hasil studi kegiatan erupsi preatomagmatik G. Taal di
Fillipina pada tanggal 28 - 30 September tahun 1965.
Base surges
Berlapis, kadang kadang massif, fragmen batuan klastik vesikuler / non
vesikuler, abu dengan diameter 10 cm, terbentuk kristal dan sedikit fragmen
batuan. Bom sags yang dilemparkan ke udara berada dekat dengan kepundan.
Untuk magma dengan erupsi preatomagmatik, dimana terjadi interaksi antara air
dengan magma yang cukup banyak, endapan piroklastik disekitar kepundan bisa
mencapai lebih dari 100 m. Pada gunung api strato endapannya biasanya tipis,
bisa lebih kecil dari 5 cm atau lebih kecil dari 5 m. Struktur sedimen
memperlihatkan pengarahan bentuk perlapisan dan bentuk dune. Disekitar
kepundan sangat sulit membedakan endapan surge perlapisan planar dengan
perlapisan akibat jatuhan piroklastik . Endapan surge biasanya terpotong dengan
sudut rendah, kadang kadang menunjukan kondisi yang basah dan lengket saat
diendapkan. Penggumpalan lapili menjadi nodule nodule kecil berukuran
kurang dari 2 cm umum dijumpai.

53

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Ground surge
Memperlihatkan perlapisan dengan arah tertentu dan ketebalannya kurang
dari 1 m, biasanya merupakan dasar dari aliran piroklastik. Endapannya terdiri
dari abu gunung api, fragmen vesikuler, batuan dan kristal. Terdapat juga kayu
yang terbakar dan bekas saluran/pipa gas.
Ash Cloud Surge
Endapan ini terletak diatas jatuhan piroklastik dengan ketebalan kurang
dari 1m, bentuk lapisan terpancung, kadang kadang terpisah ebagai lensa.
Ukuran butir tergantung dari komposisi lava aliran piroklastik. Seperti halnya
ground surge teramati juga adanya bekas saluran/pipa gas.

54

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Gambar 3.3 (1) Hubungan geometris tiga tipe utama endapan piroklastik terhadap topografi,
(2) karekteristik besar butir dari tiga tiputama endapan piroklastik (3) penampang
Penampang yang diidealisasikan dari endapan (a) endapan block and ash-flow,
(b) endapan scoria flow, (c) endapan ignimbrite atau pumice flow.
(RAF Cas & JV Wright, 1980)

3.5 LAHAR
Di Indonesia, breksi gunungapi diangkut oleh air dikenal sebagai lahar
(Bemmelen, 1949), yang artinya sama dengan aliran rombakan gunungapi ( Vulcanic
debris flow ) atau massa campuran rombakan bahan gunungapi dan air yang mengalir.
Lahar umumnya berserikat dengan gunungapi yang berlapis yang berkomposisi andesitan
hingga dasit. Sehingga mempunyai penyebaran tertentu saja yaitu didaerah gunungapi
berlapis seperti Indonesia, jalur gunungapi cascade ( Amerika barat ), Jepang New
Zealand. Tetapi meskipun demikian dijumpai juga lahar yang berserikat dengan
gunungapi berlapis yang berkomposisi lain, sebagai mana halnya di Vesuvius ( Italia )
dan Hekla ( Iceland ). Dalam skala kecil, lahar juga dihasilkan

oleh letusan

Freomagmatik yang mempunyai berbagai macam komposisi kimiawi.


Meskipun pembentukan lahar umumnya berkaitan dengan letusan gunungapi,
diketahui pula adanya lahar yang pembentukannya hampir mirip dengan aliran bahan
rombakan non gunungapi (non Vulkanic debris Flow). Dan antara lahar dengan endapan
aliran piroklastika memang sangat sulit dibedakan, sebab keduanya mempunyai ciri
umum yang sama. Sedang perbedaan antara lahar dengan endapan sungai vulkaniklastik
terdapat pada kandungan batuan, sifat fisik dan pemilahannya, di mana lahar umumnya
mempunyai kandungan lempung melimpah. Lahar jarang sekali membentuk perlapisan
dalam (internal layering) dan pengkanalan. Endapan akan melimpah keluar lembah,
mempunyai ketebalan besar dan endapan lahar mempunyai bentuk permukaan datar.
Endapan lahar juga jarang sekali memperlihatkan sifat mengerosi batuan dasarnya. Sifat
khas lainnya dari endapan lahar, sehingga dapat digunakan sebagai dasar pembedaan
dengan endapan berbutir kasar lainnya, selain bongkah-bongkah batuan yang melimpah
dan pemilahan yang buruk adalah sering dijumpainya kayu pada endapan tersebut.
Kehadiran batuapung yang melimpah juga dapat digunakan untuk membedakan lahar

55

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

dengan aliran piroklastika yang tak terlaksanakan, tetapi lahar yang berasal dari aliran
piroklastika panas (hot pyroclastic flow) yang masuk ke dalam sungai sehingga terjadi
percampuran dengan air, akan menyebabkan sulitnya pembedaan. Namun, butiran di
dalam lahar umumnya akan memperlihatkan arah medan magnit secara acak (Aramaki &
Akimoto, 1957; Crandell, 1971; Crandell & Mullineaux, 1973; Hoblitt & Kellogg, 1979).
Tergantung dari asalnya, endapan lahar dapat tersusun dari butiran batuan sejenis maupun
tak sejenis. Lahar yang mempunyai batuan sejenis berasal dari letusan langsung
gunungapi; sedang apabila batuannya tak sejenis diduga lahar tersebut berasal dari
peruntuhan dinding kawah atau pelongsoran bahan rombakan gunungapi pada lereng
gunung api yang curam yang telah terjenuhi oleh air hujan.

SATUAN BATUAN

CIRI

Aliran Piroklastik

Mirip dengan endapan avalanche,


dibedakan dengan kehalusan dan
bongkah yang tersebar. Terbatas pada
lereng dan topografi rendah, bentuk
lobote

Distal, proksimal; 1 s/d


1000 km , tebal 10 s/d
200 m

KETERANGAN

Ignimbrites, Aliran Debu

Semburan gas panas, campuran


bongkah, lapili, batuapung, banyak
endapan debu berlapis. Berasal dari
pusat gunungapi, kerucut parasiter, atau
rekahan. Dapat diremas samapai sangat
keras, kompak, massif. Perlapisan
dihasilkan oleh perbedaan pengelasan
dan zona kristalin. Permukaan halus,
tertutup debu dan batuapung. Terbatas
pada daerah topografi rendah.

Distal, Proksimal; 100s/d


100000 km, tebal 10 s/d
100 m

Endapan Jatuhan Debu

Tutupan debu, berasal dari kawah atau


kerucut
parasit,
dapat
diremas,
terkompaksi oleh penimbunan dan
sementasi. Berlapis berdasarkan ukuran
fragmen, komposisi, warna, dan
volume erupsi yang dikeluarkan.
Permukaan halus menutupi topografi

Distal, proksimal, pusat ;


basaltic cinder pusat 11000 km, 1000-1000000
km, tebal 0.1 s/d 10 m

56

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Aliran Lava
- Pahoehoe basalt

- Pahoehoe lava
(basalt, andesit)
- Aa lava

Lava cair dalam volume besar keluar


dengan kecepatan yang tinggi dari
rekahan
sepanjang
0,5-10
km,
menempati topografi yang rendah.

Distal; 100 s/d 100.000


km, tebal antara < 10 s/d
100 m

Volume lava cair lebih sedikit di


banding pahoehoe basalt, keluar dari
rekahan atau pusat erupsi.

Distal, proksimal; 1 s/d


1000 km, tebal < 10 m

Cairan lava dalam jumlah sedikit,


umumnya keluar dari pusat erupsi atau
rekahan. Perlapisan larutan teramati.

Proksimal; 1 s/d 100 km,


tebal < 10 m

Volume lava sedikit, keluar dari pusat


membentuk
pola
lobate
pada
kemiringan lereng. Permukaan tidak
teratur, rekahan memanjang. Perlapisan
larutan teramati dengan jelas.

- Bongkah lava

Endapan Subaqueous
Lahar

Endapan Debris Avalanche

Pusat; 1 s/d 10 km, tebal


10 m s/d 100m

Terendapkan didalam air, membentuk


lava bantal/mahkota atau endapan tuya.

Pusat; 1 s/d 100 km, tebal


10 m s/d 50 m

Diendapkan secara fluvial, batuan


tufaan,
batuapung,
breksi
dan
konglomerat kaya dengan fragmen
batuan. Berasal dari pusat gunungapi
atau lereng gunungapi, terkompaksi
dengan baik, massif, berlapis buruk.
Terbatas pada daerah topografi rendah,
umum dijumpai struktur aliran fluvial
disepanjang sisi dan ujung-ujungnya.

Distal, proksimal; 1 s/d


1000 km, tebal 10-100 m

Semburan gas panas, campuran


bongkah, lapili, batuapung, debu.
Berasal dari pusat gunungapi, kawah
atau kerucut parasit. Dapat diremas,
kompaksi sedang, terlihat masif.
Berlapis tidak menerus dengan
batuapung batuan atau lensa debu volk.
Permukaan irregular, paralel flute cast.
Terbatas pada lereng gunungapi dan
tekuk lereng/dasar gunungapi.

Pusat; 1 s/d 100 km, tebal


10 m s/d 50 m

Tabel 4.1 Satuan Batuan Untuk Volkanostratigrafi

3.6 TIPE ERUPSI


Tipe erupsi suatu gunung api bisa terdiri dari lebih 1 macam, karena erupsi magmatik
bisa berlangsung dalam beberapa jam, hari, minggu bahkan ada juga yang berlangsung

57

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

dalam orde tahunan. Beberapa tipe erupsi yang dikenal akan akan dibahas secara singkat
yaitu :
1. Tipe Merapi
Gunungapi ini terletak di Jawa Tengah, kawah tersumbat oleh kubah lava yang
dihasilkan oleh erupsi efusif, sedangkan awan panas berasal dari lava pijar yang
longsor atau langsung dari pusat erupsi. Sifat khusus yang dimiliki oleh tipe Merapi
menurut MT. Zen et.al. (1980), bersifat periodik dan mempunyai siklus tertentu,
gunungapi ini aktif dalam jangka waktu 2 sampai 3 tahun satu kali, bisa berlangsung
sampai dengan 7 tahun dan kemudian istirahat selama 6 sampai dengan 12 tahun.
Terdapat 4 macam erupsi :
Tipe A, magma naik melalui pipa kepundan dan memecahkan kubah yang
lama dan membentuk kubah baru atau lidah lava. Pada fase ini, mulai ada
letusan kecil tidak terlalu berbahaya yang menghasilkan awan panas/nue
ardentes (istilah orang sekitar G. Merapi wedus gembel).
Tipe B, fase ini sangat umum dan dimulai dengan naiknya magma melalui
pipa kepundan dan memecahkan penutup diatasnya dengan letusan-letusan
kecil dan keluarnya lava. Fase utama menghancurkan sebagian puncak
gunungapi. Pada fase akhir, lava membentuk kubah atau lidah yang berasal
dari lava dengan viskositas tinggi. Awan panas bisa mencapai jarak yang jauh
dari pusat erupsi yaitu sekitar 12-14 km.
Tipe C, erupsi dimulai dengan naiknya magma dengan kandungan gas yang
cukup tinggi. Letusan yang terjadi memecahkan penutup di atasnya dan
melepaskan gas yang terkandung, tidak ada aliran lava yang terbentuk.
Biasanya erupsi berlangsung singkat, setelah tekanan gas berkurang, kubah
atau lidah lava terbentuk
Tipe D, merupakan erupsi yang paling berbahaya, tanpa aliran lava puncak
gunungapi dihancurkan, kaldera terbentuk, banyak sekali awan panas/wedus
gembel.
2. Tipe Pele
Terletak di Amerika Tengah dan Hindia Barat, tepatnya di kota St. Piere
Karibia. Letusan gunungapi sangat ekstrim, pertama kali dikenal setelah erupsi G.
58

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Pelee tahun 1902 yang menewaskan 29.000 orang, diawali dengan adanya
penguapan fumarol dan jatuhan debu dengan bau sulfur yang menyengat. Erupsi
yang terjadi adalah :
Awan Panas erupsi terarah mendatar disebabkan penghancuran sumbat kawah
bagian bawah
Kubah lava tidak longsor, sehingga menjadi beban yang menahan tekanan gas.
3. Tipe St. Vincent
Terletak di Hindia Barat mempunyai ciri khas, yaitu awan panas menyebar
kesemua arah akibat erupsi letusan, pada umumnya gunungapi dengan tipe erupsi
St. Vincent memiliki danau kawah. Di Indonesia antara lain : G. Kelud di Jawa
Timur, G. Awu di P. Sangir Besar, G. Kie Besi di P. Makian Maluku Utara. Nama
lain dari tipe ini adalah Surtseyan, istilah ini diambil dari gunungapi Surtsey yang
memiliki kegiatan preato magmatik yang menghasilkan jatuhan piroklastik yang
penyebarannya tidak begitu luas, seperti halnya dalam erupsi yang preato plinian.
Pada tipe ini, erupsi bisa terjadi di danau ataupun di laut.
4. Tipe Preatoplinian
Erupsi yang terjadi pada proses preato magmatik yang diikuti oleh erupsi
lebih besar yang berasal dari magma dengan komposis riolit. Endapannya adalah
lapili berbutir halus, walaupun dekat dengan kepundan sumbernya. Struktur
perlapisan dijumpai, endapan jatuhan piroklastiknya relatif terpilah buruk. Contoh
yang terkenal adalah G. Vesuvius.
5. Tipe Plini/Peret
Awan panasnya sangat berbahaya karena menuju kearah tertentu. Erupsi
menghancurkan sebagian puncak kerucut gunungapi, mirip dengan tipe volcano
tetapi letusannya lebih dasyat. Di Indonesia contohnya adalah G. Krakatau (pada
tahun 1983, menewaskan 36.000 orang) G. Tambora (pada tanuh 1815,
Menewaskan 92.000 orang).

59

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

6. Tipe Volkano
Gunungapi volkano terletak di Itali Tengah, tipe volcano merupakan yang
terbanyak di dunia, ciri khasnya adalah hembusan awan panas yang bentuknya
menyerupai jamur, gunungapi ini memiliki pipa kawah terbuka. Intensitas
erupsinya bisa lemah, kuat dan sangat kuat. Pada Fase awalnya mirip dengan tipe
pelee, tetapi ciri khas awan panas dalam tipe erupsi ini, awan berwarna
gelap/hitam akibat kandungan debu yang tinggi. Di Indonesia antara lain G.
Raung dan G. Bromo di Jawa Timur, G. Slamet di Jawa Tengah. G. Lokon di
Minahasa (Sulawesi Utara).

7. Tipe Stromboli
Terletak di Laut Tengah, Itali, Semburan lava pijar dengan sela waktu 2-10
detik, letusannya berkekuatan sedang. Fragmen lava dilemparkan bersamaan
dengan awan erupsi. Ciri khas lainnya awan berwarna putih karena sedikit
mengandung debu, berbeda dengan tipe volcano yang gelap dan hitam. Di
Indonesia contohnya antara lain adalah G. Batur di P. Bali, G. Anak Krakatau di
Selat Sunda.
8. Tipe Hawaii
Terletak di sekitar kepulauan Hawaii, membentuk danau lava pijar
kadang-kadang muncrat seperti air mancur (lava Fountein). Kepulauan Hawaii
adalah rangkaian gunungapi uang dibangun oleh ribuan aliran lava yang berasal
dari dasar samudra, dan muncul dipermukaan dengan ketinggian rata-rata sekitar
5 km dari dasar. Daerah yang tertinggi naik sekitar 10 km dari dasarnya. Jarak
antara pusat erupsi sekitar 40 km. Gunungapi di daerah ini terus tumbuh
bersamaan dengan erupsi lava yang terjadi.
9. Tipe Kombinasi

60

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Erupsi terdiri lebih dari satu, misalnya Volkano-Strombali atauVolkanoMerapi. Di Indonesia contohnya G. Semeru yang pada periode tahun 1958-1968
erupsinya volcano-merapi, tetapi pada periode sesudahnya 1968-1981 dan pada
sampai saat ini erupsi adalah Volkano-Stromboli.

61

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Gambar 3. 4 Tipe letusan gunungapi berdasarkan derajad kecairan magma,


tekanan gas, dan kedalaman dapur magma (menurut Escher, 1952).

BAB IV

62

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

PEMANTAUAN GUNUNGAPI
4.1 SEJARAH PEMANTAUAN GUNUNGAPI
Stasiun pengamat kegiatan gunungapi yang pertama didirikan di Gunung Etna dan
Vesivius, Italia ; sekitar permulaan abad 20. Setelah itu baru Jepang dan Hawaii. Pada
1935 di Uni Soviet dibangun sebuah stasiun pengamat pada lereng Gunung Klyucevkaya,
yang merupakan gunung api terbesar di Asia.
Sedang di Indonesia pengamatan gunungapi baru dimulai pada 1920, dimana
tahun tahun sebelumnya pengamatan hanya ditujukan untuk sekedar mengetahui gejala
peningkatan kegiatan gunungapi tanpa diikuti usaha untuk memperkecil pengaruh negatif
dari letusan gunungapi. Sehingga dapat dimengerti bahwa letusan Gunung Tambora pada
1815 menelan korban begitu banyak hingga 96 ribu orang. Letusan Krakatau pada 1883
sebanyak 36 ribu jiwa dan Gunung Kelud yang meletus pada 1919 sebanyak 5 ribu orang.
Dan sejak 1912 korban letusan gunungapi dapat diperkecil, karena orang mulai
mengamati kegiatan gunungapi sejak dini sehingga bahaya yang ditimbulkannya dapat
dihindari atau diperkecil. Usaha pengamatan tersebut mulai dibantu dengan peralatan
geofisika dan serangkaian penelitian kegunungapian lainnya, sehingga pengamatan lebih
membuahkan hasil nyata.
Peter Francis (1956) pernah menulis cara memantau kegiatan gunungapi secara
umum, yaitu dengan :
1. Mempelajari model letusan gunungapi, yang meliputi aspek kegiatan letusan, sifat
letusan, menerus dan tidaknya kegiatan letusan tersebut dan sebagainya.
2. Meneliti sifat sifat kemagnetan dan suhu gunungapi.
3. Melakukan pemetaan gunung geologi gunungapi.
4. Memantau setiap denyut gempa gunungapi melalui seismograf.
Dasar pemantauan yang dilakukan adalah asumsi bahwa pada waktu magma naik
ke permukaan akan menyebabkan berbagai akibat, antara lain :
1. Magma mendesak batuan di sekitarnya akan menyebabkan retakan.
Kejadian tersebut akan tercatat sebagai gempa vulkanik.

63

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

2. Desakan magma juga akan menyebabkan pembubungan lereng. Gejala ini


tersebut diamati sebagai anomaly deformasi.
3. Desakan magma tersebut dapat pula dapat merubah arah magnet batuan.
Suhu yang meningkat yang dilepaskan oleh magma juga menyebabkan
menurunnya intensitas kemagnetan bumi di gunungapi itu.
4. Desakan magma dapat pula merubah gejala gravitasi di tubuh gunungapi
itu. Gejala tersebut akan sepadan dengan perubahan deformasi. Dengan
pengukuran gaya berat atau gravitasi penyebab perubahan dapat diketahui,
apakan magma, air atau hanya gas.
5. Magma yang menuju permukaan akan mengalami penuruna suhu dan
terjadi proses pembekuan. Preses tersebut akan melepaskan berbagai
macam gas, diantaranya gas CO2, SO2. Gejala ini dapat diamati dengan
peralatan Geokimia.
6. Gas tersebut juga dapat mempengaruhi geolistrik di sekitar kawah. Gejala
ini dapat diamati dengan melakukan pengukuran potensial diri ( self
potensial ).
7. Pelepasan dari massa magma dapat menyebabkab kenaikan suhu solfatara.
8. Proses tersebut juga dapat menyebabkan perubahan pada kenampakan
permukaan ( visual atau audio ).
9. Mungkin pula magma menyebabkan gempa dan meningkatnya suhu tanah
akan menyebabkan perubahan tingkah laku binatang tertentu.
4.2 MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI
Indonesia mempunyai 129 gunung api aktif. Sekitar 10 15 gunungapi yang ada
dalam keadaan sangat potensial untuk meletus. Bentuk ancaman dari bencana alam ini
berupa korban jiwa dan kerusakan pemukiman/harta/benda, akibat aliran lava, lemparan
batu, abu, awan panas, gas gas beracun dll. Frekuensi letusan gunungapi di Indonesia
tercatat 3 5 kali pertahun. Bencana yang ditimbulkan oleh erupsi gunungapi akibat :

Nue ardente, awan panas yang biasanya bersamaan dengan aliran piroklastik,
yang mengalir pada saat erupsi menuju daerah yang lebih rendah dengan
kecepatan sekitar 100 km/jam.

64

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Bongkah dan bom vulkanik, merupakan hasil lemparan material yang menyumbat
lubang kawah, berupa kubah lava dan lemparan bom yang langsung berasal dari
magma pijar.

Hujan abu, partikel halus abu gunung api yang terbawa angin sejauh ratusan km.
Aliran lava, pergerakan lava tergantung dari viskositasnya, di Indonesia umumnya
lava mengalir lambat.

Tsunami, terjadi di laut, contoh letusan G. Krakatau (1883) dan G. Tambora


(1815).

Gas beracun, akumulasi gas beracun, contoh di Dieng, tragedi Sinila.


Batas daerah bahaya dibuat berdasarkan asumsi bahwasannya kegiatan erupsi

gunung yang akan datang akan mirip dengan yang telah tejadi. Data yang sudah ada
dikompilasi dan dianalisa kembali untuk memperkirakan daerah utama yang akan
mengalami kerusakan, sebagai berikut :

Erupsi akan terjadi pada kawah utama

Erupsi yang langsung bergerak secara vertikal

Bentuk morfologi gunungapi tidak banyak berubah


Peta bahaya gunungapi, dibuat dengan tujuan dapat mengurangi korban bencana

gunung api terdiri dari pembuatan peta yang menginformasikan :

Daerah terlarang, daerah dekat kawah yang sama sekali tidak boleh dijadikan
tempat tinggal.

Daerah bahaya I, daerah yang kemungkinan dilewati oleh nue ardante / awan
panas dan bom vulkanik, penduduk di sekitarnya harus segera mengungsi begitu
tanda tanda kegiatan erupsi muncul.

Daerah bahaya II, terletak di daerah lembah dekat puncak yang kemungkinan
dilewati oleh aliran lahar, yang terdiri dari :
Daerah siaga, berada di lokasi dengan topografi yang tinggi.
Daerah bebas, lokasi ini kemungkinan lolos dari pengaruh aliran lahar.

4.2.1 Peringatan Awal Letusan gunungapi

65

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Beberapa erupsi eksplosif terjadi tanpa adanya tanda khusus, tetapi beberapa
kejadian setelah letusan awal memberikan peringatan khusus. Dalam melaksanakan
pemantauan gunung api, menggunakan beberapa macam teknik pengamatan / pengukuran
sifat fisika dan kimia gunung api. Hasil analisa pemantauan dapat memperkirakan
kemungkinan letusan suatu gunung api. Walaupun demikian, kita tidak sampai dapat
menentukan jam, hari, tanggal gunung api akan meletus. Karena teknologi yang ada
sekarang belum sampai kesana. Hal yang harus diperhatikan adalah :
Erupsi letusan uap, hampir tidak ada peringatan sebelumnya
Erupsi magmatik, melibatkan proses naiknya magma ke permukaan
menyebabkan perubahan permukaan tanah. Adanya anomali aliran panas
serata perubahan suhu dan kimia permukaan tanah dan mata air.
Frekuensi kejadian dan tingkat gempa biasanya meningkat pada saat
erupsi akan terjadi. Erupsi diawali oleh kegiatan fumarol didaerah yang
baru atau daerah kegiatan fumarol yang menjadi lebih luas.
4.2.2 Pemantauan Visual

Warna asap, semakin banyak zat padat maka warnanya menjadi gelap.

Suara gemuruh dari kawah, naiknya tekanan gas dan suhu yang besar
menyebabkan suara yang bergemuruh bersamaan dengan keluarnya gas atau uap

Mengukur suhu kawah jika dimungkinkan, suhu bisa diukur jarak jauh,
dan datanya dikirim melalui transfer data satelit. Suhu akan semakin tinggi jika
kegiatan gunung api menjelang erupsi meningkat.

Perkembangan kubah lava yang ada

Lingkungan di sekitar gunung api (tumbuh tumbuhan dan hewan)

Pengamatan cuaca, pengamatan cuaca sangat penting dilakukan, terutama


berkaitan dengan kemungkinan terjadinya bahaya longsor. Hujan yang sangat
lebat dan petir bisa menjadi faktor utama yang menyebabkan tumpukan abu
vulkanik yang terkumpul di puncak lereng gunung api meluncur ke bawah dan
menyapu infrastruktur yang dilewatinya.

66

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Gambar 4.1 Pengamatan visual Kubah Lava Gunung Merapi tahun 2006

67

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

4.2.3 Pemantauan Instrumental

Pengamatan Geodinamika
Untuk pengamatan ini diperlukan peralatan geofisika dan geodesi hal yang
dilakukan adalah :

Mengukurnya besarnya deformasi di daerah sekitar kawah gunung api


dengan alat alat ukur geodesi yang dipasang dekat dengan lubang
kepundan misalnya : tiltmeter, seismograf / microseismometer, GPS, EDM
(electronic distance measurement).

Gambar 4.2 microseismometer

Gambar 4.3 EDM (electronic distance measurement)

68

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi


Gambar 4.4 tiltmeter

Gambar 4.5 GPS (Global Positioning Satellites)

Mengukur sifat kemagnetan, bisa dilakukan dengan alat geofisika.


Misalnya

MT

(magnetotelurik),

LOTEM

(long

offset

EM),

magnetometer. Magma akan berkurang sifat kemagnetannya, jika suhunya


semakin tinggi dan akan hilang sama sekali jika telah berada diatas suhu
Curie (463 580 0C untuk granit, untuk hematit 650 680 0C). Naiknya
tingkat oksidasi mengurangi tingkat magnetisasi. Perubahan fisik magma
yang dicerminkan oleh suhu dan tekanan diinterpretasikan dari data
pengamatan. Pengukuran lainnya yang mirip dan sangat mendukung untuk
mengetahui suhu adalah dengan menggunakan resistivitymeter. Perbedaan
harga tahanan jenis yang diukur pada waktu yang berbeda merefleksikan
perubahaan suhu.

Mengukur gaya berat, menggunakan alat gravitimeter untuk mengetahui


kondisi bawah permukaan berdasarkan kontras densitas. Magma akan
mudah dikenali karena mempunyai kontras densitas yang besar dengan
batuan disekelilingnya. Misalnya untuk magma yang menembus lapisan
batuan sediment.

Mengukur kegempaan, dengan menggunakan seismometer kita mengamati


gempa yang umumnya dangkal. Pada saat menjelang erupsi yang
eksplosif, aktifitas getaran gempa akan meningkat. Saat magma naik,
umumnya

terjadi

gempa

yang

dapat

kita

deteksi

dengan

mikroseismometer.

69

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Gambar 4.6 Pengamatan Geodinamika

Pengamatan Geokimia
Analisa geokimia batuan dan gas suatu gunung api, bertujuan untuk
mengetahui evolusi magma berdasarkan komposisi kimia batuan. Erupsi yang
terjadi biasnya berubah dari eksplosif menjadi efusif yang mengakhiri suatu
periode letusan. Pada saat kegiatan gunung api meningkat perbandingan CO 2 +
CO dan H2S semakin besar, pengukuran dilakukan dengan cara spektrometri
ultraviolet, dimana kepekatan gas diketahui berdasarkan jumlah sinar ultraviolet
yang dapat menembusnya. Demikian juga saat kegiatan erupsi meningkat
keluarnya gas CO2, SO2, dan radioaktif menjadi juga semakin tinggi.

Gambar 4.7 Sampling Gas Gunungapi

Pengamatan fotografi inframerah


Apabila magma telah berhasil mencapai permukaan maka akan terjadi
pancaran gelombang inframerah. Dengan menggunakan film tertentu pancaran
tersebut dapat direkam dari ketinggian baik oleh pesawat terbang maupun satelit.
70

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Cara ini sangat tepat unutk memantau perkembangan kegiatan gunung api tipe
vulcano yang senantiasa merusak, dimana tidak terdapat petunjuk bahaya yang
mengancam karena peletusan melainkan kenaikan suhu saja.

Pengamatan satelit
Pada saat ini pemantauan yang lebih cangih dengan menggunakan satelit
telah dilakukan seperti G. Merapi (Jawa Tengah), G. Lokon (Sulawesi Utara), G.
Semeru (Jawa Timur).

4.2.4 Bahaya Letusan Gunungapi


Produk suatu erupsi atau letusan magmatik bervariasi, sangat tergantung pada
tingkat viskositas magmanya. Produk tersebut dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Letusan Efusif, terjadi pada gunungapi yang viskositasnya magma rendah.
Hasil letusan berupa lelehan lava.
2. Letusan Eksplosif, terjadi pada gunungapi yang berviskositas magma tinggi.
Hasil letusan berupa aliran piroklastik dan tefra.
3. Letusan Campuran, terjadi pada gunungapi yang viskositasnya magma
menengah. Hasil letusan berupa lelehan lava, tefra, kadang-kadang disertai
aliran piroklastik.
Bahaya letusan gunungapi adalah bahaya lingkungan, yang dapat dibedakan
menjadi 3 macam, yaitu bahaya primer, bahaya sekunder dan bahaya tidak langsung.
1. Bahaya primer, disebabkan oleh aliran lava, aliran piroklastik atau awan panas,
rempah jatuh ( dari bom sampai abu gunungapi ), lahar letusan dan gas. Bahaya
yang terjadi selama letusan gunungapi masih berlangsung. Daerah yang teramcam
disekitar gunungapi atau sektor tertentu saja, yang dicapai oleh jatuhan bahan
letusan dan semburan aliran piroklastik. Jarak sangat terbatas.
2. Bahaya sekunder, disebabkan olen aliran lahar hujan. Ancaman bahaya tedak
terbatas waktunya, dapat berlangsung bertahun-tahun bahkan puluhan tahun.,
selama endapan bahan letusan masih dapat tererosi oleh air hujan. Padahal
letusannya mungkin hanya berlangsung selam beberapa hari saja. Daerah yang

71

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

terancam hanya disepanjang sungai yang hulunya dilerenga atas gunungapi tetapi
dapat mencapai puluhan kilometer jauhnya dari gunungapi itu.
3. Bahaya tidak langsung, merupakan bencana susulan akibat adanya bahaya primer
maupun bahaya sekunder. Bahaya sekunder berupa semburan abu dapat
menyebabkan pencemaran, gangguan kesehatan penduduk, lalu lintas udara
khususnya serta udara dan iklim. Bahaya sekunder dapat menyebabkan bencana
susulan berupa banjir atau akibat lainnya.

4.2.5 Usaha Penanggulangan


Usaha penanggulangan akibat bahaya gunungapi ( bahaya primer ) adalah :

Menentukan kapan letusan terjadi. Meramalkan dengan tepat dan pasti kapan
gunungapi akan meletus, suatu hal yang mustahil. Karena banyak factor yang
tidak diketahui, bahkan sulit diketahui. Usaha yang dilakukan adalah melakukan
pendekatan dari berbagai disiplin ilmu untuk mengetahui tingkat kegiatan suatu
gunungapi. Caranya yaitu dengan melakukan pengamatan berbagai gejala yang
ada hubungannya dengan magma. Dari pendekatan tersebut diharapkan dapat
diketahui kapan gunungapi dalam keadaan kritis dan kapan mulai mereda. Usaha
yang lain adalah menduga daerah yang aman, waspada dan daerah yang sangat
bahaya bila letusan terjadi.

Usaha yang tidak kurang pentingnya (sekunder) adalah melakukan


penyuluhan kepada penduduk disekitar gunungapi, agar mereka sadar akan
bahaya yang mungkin terjadi dan usaha untuk menghindari akan bahaya sekunder
atau bahaya susulan.

Usaha penanggulangan akibat bahaya sekunder yaitu :

Menyingkir dari daerah bahaya yang mungkin terancam bahaya.

Usaha memperkecil bencana yang disebabkan oleh aliran lahar juga dilakukan
dengan membangun :
Bronjong, merupakan untaian kawat berisi batu dan pasir dalam kantong,
terutama ditujukan untuk membelokkan arah aliran lahar supaya jangan
72

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

menyeleweng dan menghancurkan pemukiman penduduk yang ada di sepanjang


jalur sungai.
Terowongan, adalah salah satu cara untuk mengaasi tipe gunung api yang
mempunyai danau kawah. Pada puncaknya diusahakan beragam cara untuk
mengeringkannya. Usaha tersebut lebih menekankan pada cara menghadapi
bahaya lahar letusan dari gunung api tersebut.
Contoh pada G. Kelut (Jawa Timur). Pengerjaan pengeringan air pada danau
kawah dilakukan dengan sistem penerowongan dan sifon (1919 1926). Pada
akhir penyifonan isi air 1,8 juta m 3. Pada 1875, 78 juta m3 dan dimuntahkan
sekitar 40 juta m3 air. Pada 1919, 38,5 juta m3. Penyempurnaan terowongan
diselesaikan tahun 1966 (terowongan Ampera) dengan volume air sekitar 4,3 juta
m3.
Sabo, merupakan bangunan sipil yang dibangun melintang aliran sungai,
berfungsi untuk menahan material lahar yang terdiri dari berbagai ukuran batuan
agar jangan terangkut lebih jauh lagi. Apabila check-dam dan sabo-dam sudah
tidak mampu lagi menampung material lahar bahan bahan tersebut akan
melimpah ke daerah hilir yang disinipun akan tertahan oleh bangunan sejenis. Jadi
bangunan sipil tersebut umumnya dibuat bertingkatdari hulu hingga nilir sungai
terutama didaerah aliran sungai yang berdekatan dengan pemukiman penduduk.
Di G. Merapi (Tawa Tengah) di bangun pada daerah K. Putih.
Kantong lahar, merupakan daerah yang sengaja dikorbankan untuk memperkecil
kekuatan aliran lahar. Contohnya daerah Salam (Jawa Tengah) G. Merapi.

Menduga intensitas aliran lahar yang mungkin terjadi ditiap sungai dan
menentukan daerah yang mungkin dilanda aliran lahar.
Usaha penanggulangan bahaya letusan gunungapi yang dilakukan selam ini

tampak memberikan hasil yang baik. Sebagai bukti dapat dilihat pada tabel 4.1 dan
4.2 korban akibat letusan makin berkurang dengan efektifnya sistem pengamatan
gunungapi.
SEBELUM ADA PENGAMATAN

SESUDAH ADA PENGAMATAN

73

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Gunungapi

Tahun

Korban

Gunungapi

Tahun

Korban

Papandayan

1772

2.951

Kelud

1951

Tambora

1815

92.000

Merapi

1954

Galunggung

1822

4.000

Merapi

1961

Krakatua

1883

36.000

Kelud

1966

210

Kelud

1901

Banyak

Merapi

1969

Kelud

1901

5.160

Sinila

1979

149

Merapi

1930

1.369

Agung

1963

1.148

Tabel 4. 1 Korban akibat letusan gunungapi yang diketahui di Indonesia.

GUNUNGAPI

TAHUN

PENGUNGSI

KORBAN

Gamalama

1980

52.555

1990

1.092

Gamkonora

1981

2.000

Galunggung

1982 / 83

72.000

Colo

1983

7.000

Merapi

1984

680

Karangetang

1984

3.000

Sangeangapi

1985

1.295

Banda Api

1988

1.600

Makian

1988

12.932

Kelud

1990

19.855

35

Tabel 4. 2 Usaha pengamatan penduduk dari bahaya letusan gunungapi tahun 1980 - 1990.

4.3 PETA DAERAH BAHAYA GUNUNGAPI


Salah satu usaha untuk memperkecil bahaya letusan, korban serta kerugian yang
diakibatkan oleh kegiatan gunungapi adalah dengan membuat peta daerah bahaya
gunungapi. Hanya saat ini, semua gunungapi aktif di Indonesia telah dilengkapi dengan
peta daerah bahaya, dimana peta tersebut dapat dijadikan pedoman sementara bagi

74

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

pemerintah daerah setempat untuk mengungsikan penduduk yang terancam bahaya


kedaerah yang lebih aman.
Penyusun peta daerah bahaya gunungapi dilakukan dengan cara :
1. Melakukan pemetaan dan pengamatan morfologi gunungapi terutama bagiab
puncak.
2. Mengumpul data-data berupa sejarah gunungapi yang bersangkutan, sifat letusan
termasuk bahan yang dihasilkan ( piroklastik, lava dan awan panas ) dan akibat
kegiatan tersebut terhadap daerah sekitar.
Didalam peta daerah bahaya gunungapi terdapat unsur - unsur peta seperti :
1. Daerah terlarang, yaitu daerah yang langsung tertimpa bencana apabila terjadi
letusan.
2. Daerah bahaya, yaitu daerah disekitar gunungapi yang mungkin masih dicapai
oleh jatuhan bahan lepas seperti bom, lapilli dan sebagainya.
3. Daerah waspada, yaitu daerah yang senantiasa siap dikosongkan apabila tiba-tiba
terjadi letusan.
Sebagai contoh adalah gunung Merapi ( yogyakarta ) yang merupakan gunungapi
tipe berlapis dengan kubah lava. Beberapa kawah dari gunungapi ini dikenal sebagai
kawah Pasarbubar, Pusung London, kawah 48 dan 56. gunungapi yang sangat aktif ini
terletak pada titik potong antara dua rekahan regional, yaitu rekahan transversal yang
memisahkan jawa tengah dengan jawa timur dan rekahan longitudinal yang melewati
pulau jawa (menurut Neumann van Padang, 1951 ). Pada juli 1883 hingga November
1884, lava kental yang naik hingga mencapai permukaan membentuk kubah lava, yang
dikenal denga kubah lava timur. Letusan 1888 menghancurkan sebagian kubah dan pada
tahun 1911 terbentuk kubah lava barat yang menjulang hingga 2.963 meter diatas
permukaan air laut.
Desember 1930 sebuah letusan besar menghancurkan kubah lava tersebut, sebagian
hancur kareka letusan tersebut dan sebagian lagi runtuh karena pembentukan kawah
dibagian puncak. Letusan yang menghancurkan kubah membentuk awan panas yang
bergerak sepanjang lereng dan menghancurkan hingga jarak 3-13 km. Di gunung merapi
ada dua jenis awan panas, yaitu awan panas yang terbentuk akibat guguran kubah lava
atau menurut peristilahan Lacroix sebagai awan panas guguran dan yang kedua awan

75

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

panas yang disebabkan oleh letugan gunungapi atau awan panas tipe St.Vincent menurut
Escher, atau awan panas gunungapai menurut Lacroix.
Tubuh awan panas yang meluncur kearah bawah sepanjang jurang atau lereng
bagian bawahnya mengandung guguran berbentuk pijar ( ladu ), sedangkan pada bagian
atasnya merupakan awan gas panas yang bercampur dengan abu halus. Dan karena
letusan tersebut menggerakan lereng dan puncak gunungapai, maka hujan lebat akan
menghanyutkan abu dan bahan lepas lainnya yang bertumpuk dilereng, membentuk aliran
lahar hujan yang meluap dari sungai yang ada. Bencna yang ditimbulkan oleh lahar hujan
ini dikelompokan dalam bahaya sekunder gunung merapi.
Peta daerah bahaya gunung Merapi pertama kala disusun oleh Stehn ( 1935 ),
kemudian disempurnakan oleh Suryo ( 1956 ). Suryo membagi daerah bahaya tersebut
menjadi :
1. Daerah Terlarang, yaitu daerah yang tertutup dan kemungkinan besar dilanda oleh
awan panas.
2. Daerah Bahaya 1, merupakan daerah yang dipengaruhi oleh nahaya primer
( letusan ).
3. Daerah Bahaya 2, merupakan daerah yang dipengaruhi oleh bahaya sekunder
Selelah gunung merapi 1961, 1967, 1968, dan 1969 merubah sebagian besar
topografi daerah bahaya 2, Reksoprawiro (1972 ) menyempurnakan kembali peta daerah
bahaya tersebut.

76

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

77

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Gambar 4.1 Peta daerah bahaya G. Merapi Jawa Tengah


(menurut K. Koesoemadinata, 1979)

78

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

4.4 TINGKAT ATAU DERAJAT BAHAYA GUNUNGAPI


Dibawah ini merupakan alternatif lain untuk penilain derajad bahaya gunungapi di
Indonesia, dikemukakan oleh J Matahelumuan ( 1980 ). Didasarkan pada sifat erupsi
yang sering terjadi, tipe erupsi, daur kegiatan, kelas gunungapi aktif dan jumlah
penduduk yang bermukim didaerah sekitar gunungapi. Penggolongan yang selama ini
dilakukan berdasarkan sejarah letusannya, yang dibagi dalam 3 tipe, yaitu tipe A, B dan
C. Tipe A adalah gunungapi yang sekurang-kurangnya telah meletus sekali sejak tahun
1600 M. Tipe B adalah gunungapi yang sejak tahun 1600 M belum meletus, namun
menunjukan gejala kegiatannya, antara lain solfatara. Tipe C adalah gunungapi yang
tidak termasuk tipe A dan B, namun masih menunjukan gejala kegiatannya berupa
lapangan fumarola atau solfatara. Gampangnya gunungapi tipe C adalah gunungapi tipe
B yang sudah tidak memiliki kerucut sebagaimana lazimnya gunungapi.
N TOLAK UKUR
o
1

Sifat erupsi yang sering terjadi

.
2

Tipe erupsi yang sering terjadi

3
.

Daur kegiatan

NILAI
a. Magmatik

100

b. Preatik

75

c. Tidak jelas diketahui


a. Tipe Plini

50
100

b. Tipe St.Vincent

90

c. Tipe Vulkano kuat atau

80

dahsyat

70

d. Tipe Merapi

60

e. Tipe Strombolin

50

f. Tipe Vulkano lemah

40

g. Tidak diketahui
a. lebih dari 100 tahun

100

b. 50 99 tahun

90

c. 20 49 tahun

80

d. 10 19 tahun

70

e. 5 9 tahun

60

f. 1 4 tahun

50

79

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

g. Tidak jelas diketahui


a. Kelas A

40
100

b. Kelas B

75
50

c. Kelas C
a. Daerah Terlarang
- Lebih dari 10.000 orang

100

- 1000 9999 orang

75

- kurang dari 1000 orang

50

Kelas gunungapi aktif

Jumlah penduduk yang bermukim

b. Daerah Bahaya 1
- Lebih dari 10.000 orang

75

- 1000 9999 orang

50

- kurang dari 1000 orang

25

c. Daerah Bahaya 2
- Lebih dari 10.000 orang

50

- 1000 9999 orang

35

- kurang dari 1000 orang

20

Tabel 4. 3 Penilaian derajat bahaya gunungapi

Penentuan derajat bahaya gunungapi ( DB ) dilakukan dengan menggunakan tabel


4. 4 yang sebelumnya menggunakan rumus :
Derajat Bahaya = Jumlah nilai dari tolak ukur
--------------------------------625

X 100

NILAI DERAJAT BAHAYA

DERAJAT / TINGKAT BAHAYA ( DB )

75 100

Sangat rawan

50 74

Rawan

< 50

Cukup rawan

Tabel 4. 4 Tingkat derajat bahaya gunungapi berdasarkan nilai tolak ukur

80

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Sebagai contoh, perhitungan tingkat / derajat bahaya gunung Lokon Empung,


bersifat erupsi yang sering terjadi bernilai 100, tipe erupsi bernilai 65, daur kegiatan
bernilai 60, kelas gunungapi bernilai 100, jumlah penduduk yang bermukim bernilai 125.
Tolal nilai berdasarkan tolak ukur adalah 450, sehingga nilai derajatbahaya adalah :
450
DB = ----- X 100 = 72
625
Maka berdasarkan tabel 4.4 Gunung Lokon Empung termasuk gunungapi rawan.
Sebagai contoh lain, perhitungan tingkat / derajat bahaya Gunung Kelud Jawa
Timur, sifat erupsi yang sering terjadi bernilai 100, tipe erupsi ( St.Vincent ) bernilai 90,
daur kegiatan ( 20 - 49 tahun ) bernilai 80, kelas gunungapi ( Aktif ) bernilai 100, jumlah
penduduk yang bermukim bernilai 125. Total nilai berdasarkan tolak ukur adalah 495,
sehingga nilai derajat bahaya adalah :
495
DB = ----- X 100 = 79,2
625
Maka berdasarkan tabel 4.4 Gunung Kelud termasuk gunungapi sangat rawan.

81

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

BAB V
SABO
5.1 PENGERTIAN SABO
Sabo dam adalah bangunan teknik (dam) yang didirikan di daerah hulu sungai
pada sungai-sungai yang terdapat di daerah pegunungan.Fungsi utama sabo adalah untuk
menampung material sedimen serta menekan jumlah dan aliran dari sedimen
tersebut.Bangunan ini didirikan pada tengah lembah sebagai sarana penahan secara
langsug dari debris flow hasil vulkanisme. Debris flow yang di maksud disini adalah
sedimen yang berasal dari material vulkanik (volcanic ash), dimana material vulkanik
yang masih lepas setelah terjadi erupsi terkena air hujan akan bergerak menuruni lereng,
selama pergerakannya debris flow dapat juga membawa massa batuan yang berukuran
sangat besar. Volcanic Mudflow adalah material vulkanik yang terbentuk bersamaan
dengan erupsi gunungapi, sedangkan Debris Flow diakibatkan oleh air hujan, atau bisa
juga dikatakan bahwa debris flow adalah mudflow skunder (lahar)
Macam macam SABO :
1. SABO penyearah

3. SABO penahan

2. SABO penyaring

4. SABO penampung

Sabo dirancang mempunyai celah atau lubang karena sangat efektif untuk
menahan lahar karena dalam kondisi dibawah normal biasanya lahar mempunyai
kapasitas material berukuran pasir yang sangat besar.

Gambar 5. 1 SABO

82

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Fungsi sabo yang mempunyai lubang atau celah :


1. Meloloskan sedimen dengan volume yang menurun ke arah hilir
2. Menahan sedimen yang volumenya besar sehingga dalam sementara waktu dapat
mencegah bahaya pada daerah hilir
Bahaya gunungapi dapat menyebar sangat luas mengakibatkan kerugian berupa
harta benda bahkan jiwa. Sebagai pencegah utama, maka kita perlu mengetahui usahausaha pencegahan terhadap bencana gunungapi baik yang berupa struktural atau nonstruktural. Secara struktural yaitu sengan membangun sabo, bungker dan lain-lain,
sedangkan yang non-struktural yaitu seperti memberi peringatan bila terjadi erupsi
gunungapi dan sistem evakuasi yang benar.
5.2. RUMUS SABO (SABO Kali Boyong)
Pada acara SABO ini menggunakan acuan SABO kali Boyong. Dimana luas
SABO memakai rumus bidang datar.
Rumus volume piroklastik :
Vpa

= panjang sungai x lebar sungai x tebalpa

Vpj

= luas DAS x tebalpj

Vair

= luas DAS x tinggi curah hujan (mm/s)

Vsabo = luas SABO x panjang sungai


Setelah didapatkan Volume SABO kemudian mencari nila C (konstanta), dimana :
Vpa + Vpj + Vair
C=
Vsabo
C > 1, bahaya ; C < 1, aman
Keterangan :
Vpa

: Volume piroklastik aliran

Vpj

: Volume piroklastik jatuhan

Vair

: Volume air

83

You might also like