Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 PENGENALAN GUNUNGAPI
Vulkanologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kegunungapian dan
merupakan mata rantai yang tak terpisahkan dengan ilmu geologi.
Gunung api mempunyai pengertian yang cukup kompleks, yaitu :
1. Merupakan bentuk timbulan di permukaan bumi yang dibangun oleh timbunan
rempah gunungapi.
2. Dapat diartikan sebagai jenis atau kegiatan magma yang sedang berlangsung.
3. Atau merupakan tempat munculnya batuan leleran dan rempah lepas gunungapi
yang berasal dari dalam bumi.
Sebuah gunungapi disebut aktif apabila kegiatan magmatisnya dapat dilihat sacra nyata.
Leleran lava dari kawah puncak atau kawah samping, adanya awan panas letusan dan
awan panas guguran, lahar letusan dan lain sebagainya mencirikan bahwa gunung api
tersebut masih aktif. Morfologi gunung api aktif biasanya menampakan bentukan kerucut
sempurna. Apabila gejala kegiatan magmatisnya tidak teramati, suatu gunungapi dapat
dikelompokan menjadi gunung api padam. Tetapi keadaan seperti ini bukan berarti
bahwa gunung api tersebut mati, sebab pada suatu saat gunungapi itu dapat aktif kembali.
Kenampakan gejala panas bumi di permukaan seperti daerah ubahan hidrotermal,
kubangan Lumpur panas, hembusan fumarol dan mata air panas memang sering
dikaitkan dengan gejala padamnya suatu gunungapi. Sebagai contoh kontras, jalur panas
bumi di Indonesia ternyata merupakan tempat kedudukan gunungapi aktif, sebab gas-gas
belerang akan dijumpai melimpah di daerah gunungapi aktif.
1.2 PROSES TERBENTUKNYA GUNUNG API
1. Pemekaran kerak benua, lempeng bergerak saling menjauh sehingga memberikan
kesempatan magma bergerak ke permukaan, kemudian membentuk busur gunung api
tengah samudra.
2. Tumbukan antar, dimana kerak samudra menunjam dibawah kerak benua. Akibat
gesekan antar kerak tersebut terjadi pelebuaran dan batuan.
1
3. Kerak benua menjauh satu sama lain secara horizontal, sehingga menimbulkan rekahan
atau patahan. Patahan atau rekahan tersebut menjadi jalan ke permukaan lelehan
batuan atau magma sehingga membentuk busur gunungapi tengah benua atau banjir
lava sepanjang rekahan.
4. Penipisan kerak samudera akibat pergerakan lempeng memberikan kesempatan bagi
magma menerobos ke dasar samudera, terobosan magma ini merupakan banjir lava
yang membentuk deretan gunungapi perisai.
Gambar 1.2 Di Indonesia (Jawa dan Sumatera) pembentukan gunungapi terjadi akibat tumbukan
kerak Samudera Hindia dengan kerak Benua Asia. Di Sumatra penunjaman lebih kuat
dan dalam sehingga bagian akresi muncul ke permukaan membentuk
pulau-pulau, seperti Nias, Mentawai, dll.
(Modifikasi dari Katili, 1974).
tangan kekuasaan Dewa Pele. Sedangkan Legenda orang Indian di Oregeon Amerika
Serikat mengisahkan adanya konflik antara dewa api yang bermukim di Mount Mazama
dengan dewa salju yang bertempat di Mount Shata. Pertempuran keduanya menyebabkan
hancurnya MountMazama, dan membentuk apa yang sekarang yang disebut Creater
Lake. Cerita Senada juga ditemukan dalam kisah atau legenda orang Yunani dan Romawi
kuno. Penalaran ilmiah tentang gunung api mungkin dimulai oleh Empedocles (492
432), Dimana ia mulai merintis kegunungapian secara jelas. Didekat puncak Mount Etna
ia menghabiskan waktunya selama beberapa tahun untuk mengamati dan meyakini bahwa
di perut bumi terdapat larutan panas pembentuk gunungapi. Setelah Empedocles, muncul
beberapa pengamat seperti Strabo (1600), Martin Lister(1638-1711), Charles Lyell dan
Scrope.
Pada tahun 1827, Scroplah yang meletakan dasar pengertian Vulkanologi modern.
Didalam teorinya, Scrope berpendapat bahwa kegiatan vulkanik adalah arti dan fungsi
gas yang terkandung dalam magma. Dan baru beberapa dekade kemudian,
Vulkanologiwan Frank A. Perret mendukung pendapat Scrope, dimana Perret
berpendapat bahwa adalah gas adalah agen aktif atau motor penggerak magma. Sejak itu
penelitian kegunungapian mengalami perkembangan pesat, dimana banyak muncul
peneliti-peniliti baru. Perkembangan ilmu gunung api abad 20 dirintis oleh Thomas A.
Jaggar, seorang profesor Geologi dari Masschusset Institute of Technology (MIT), dan
Frank A. Perret, seorang insnyur listrik sahabat T.A. Edison. Dan sejarah ilmu gunung
apitidak pernah terpisah dari sejarah kegiatan pengamatan. Pusat pun mulai didirikan
dimana-mana, seperti di Hawaii(Hawaiian Vulcano Observatory) dan negara-negara lain
pun mulai banyak mendirikan pusat-pusat pengamatan gunungapi.
1.4. TEKTONIK DAN VULKANISMA
Berbagai proses geologi, secara fisis maupun kimiawi, antara lain bermula dari
adanya gangguan kesetimbangan sistem yang selanjutnya akan mengarah pada
pemulihan kesetimbangan baru. Adanya gangguan kesetimbangan sistem dan beberapa
kejadian yang diakibatkannya akan membentuk hubungan yang timbal balik cdan saling
pengaruh mempengaruhi. Kesetimbangan sistem isostatik, kesetimbangan gaya tarik
bumi, kesetimbangan panas bumi dan lain sebagainya merupakan beberapa contoh
BAB I
PETROKIMIA BATUAN GUNUNGAPI
1.1 PENDAHULUAN
Analisa petrokimia batuan gunungapi digunakan untuk mengetahui sifat magma,
jenis magma, seri magma, posisi terbentuknya batuan pada jalur tektonik, serta
menafsirkan evolusi magma. Metoda-metoda analisis yang dipergunakan dalam analisis
ini :
1. Metoda Normatif C. I. P. W
2. Metoda Peacock ( 1931 )
3. Metoda Niggli
4. Metoda Rittman ( 1952, 1953 )
5. Metoda Kuno ( 1960, 1966 )
6. Metoda Withford ( 1975 )
7. Metoda - metoda lain
1.2 METODE NORMATIF C.I.P.W
Perhitungan variasi normatif ini pertama kali dikemukakan oleh C.W. Cross, J.P.
Iddings, L.P. Pirson, dan H.S. Washington, sekitar tahun 1930, sehingga dikenal dengan
metode C.I.P.W standar. Berikutnya dilakukan penyempurnaan oleh Johannsen ( 1931),
Kelsey (1965), dan Ch.s Hutchison (1975).
10
gunakan langkah 30
28. Jika D (MgDI + FeDI)
CS = CS + 0,5 D
FO = FO + 0,5 D. PrMg
FA = FA + 0,5 D . PrFe
MgDi (b) = MgDI D . PrMg
FeDI (b) = FeDI D. PrFe
D = 0, lawati langkah 29
Gunakan langkah ke 30
29. Jika D 2 LC
KP = 0,5 D
LC (b) = LC 0,5 D
Mencari harga Indeks Kristalisasi (Thornton & Tuttle, 1985) serta Indeks
Deferensiasi (Poldervaart & Parker, 1964). Sebelumnya harga normal dari unsur unsur
yang telah diketahui dari perhitungan diatas diubah dalam prosentase.
Nama
Normal
BM
Normal . BM (X)
(X / X) . 100%
11
AP
PR
IL
OR
AB
AN
TN
NT
NE
LC
KS
FO
FA
SP
dst
CI = AN + MgDI + FO + 0.700837 . EN + MgSP
DI = Salic AN
12
13
Tingkat Deferensiasi
Belum terdiferensiasi
30%
Mulai terdiferensiasi
30 % - 50 %
Terdiferensiasi ringan
50 % - 70 %
Terdiferensiasi sedang
> 70 %
Sangat terdiferensiasi
Tabel 1.1. Indeks diferensiasi
Nilai ()
Tipe Suite
14
Alkalic
< 51
Alkalic calcic
51 - 56
Calc alkalic
56 - 61
Calcic
> 61
Atlantic Suite
Pasific Suite
% Berat Oksida
BM Oksida
15
16
17
Diagram binair merupakan sebuah salib sumbu yang terdiri dari sumbu y dan
sumbu x. Selanjutnya pada sumbu-sumbu tersebut diplotkan harga-harga X dan Y,
yang didapatkan dengan rumus-rumus :
Y = C +Al , dan X = C + Alk
Sedangkan diagram ternair mempergunakan 3 sumbu, yang terdiri dari sumbu x,
sumbu y dan sumbu z . Pada sumbu-sumbu tersebut diplotkan harga-harga X, Y dan
Z, yang didapatkan dengan rumus-rumus :
Y = C +Al, X = C + Alk, dan Z = C + Fm
Skala dari diagram-diagram tersebut dibuat dengan skala yang sama besar, baik
sumbu tegak maupun sumbu mendatar.
1.4.5 Pembuatan diagram segitiga Qs-Fs-Ls
Diagram ini dipergunakan dengan syarat, Al > Alk dan C >Al-Alk. Bila
persyaratan tersebut tidak terpenuhi maka diagram ini tidak perlu dipergunakan.
Diagram segitiga Qs-Fs-Ls merupakan diagram segitiga sama sisi. Harga Qs , Fs, dan
Ls ditentukan dengan mempergunakan rumus :
18
Nilai nilai Qs, Fs dan Ls tersebut dirajahkan kedalam diagram segitiga dalam
persen . Oleh karenanya sebelum dilakukan pengeplotan, perlu penyesuaian presentasi
masing-masing nilai yang ada.
Dapat ditafsirkan, bila hasil perajahan menunjukan Qs kearah Fs maka berarti
sifat magma dari calk alkali ke thoelite. Semakin ke Qs sering terjadi fraksinasi sehingga
diferensiasi magma makin besar.
Qs adalah kuarsa, yang pada diagram ini bukan merupakan kuarsa primer tetapi
hanya sebagai kuarsa bebas, yang merupakan hasil dari fragsinasi sehingga diferensiasi
magma makin besar. Fs merupakan Si yang dikombinasikan dengan unsur - unsur mafik
mineral dan membentuk rangkaian inosilikat (piroksen dan amphibole), yang berasal
langsung dari magma, bukan hasil dari fragsinasi. Ls merupakan bagian Si yang
dikombinasikan dengan jumlah normal unsur - unsur leukokrat (feldspatoid dan Leusit).
1.5 METODE RITTMAN (1952, 1953)
Metode Rittman (1952,1953) digunakan untuk menentukan jenis magma dan
sifat magma. Penentuan tersebut dilakukan memperhatikan nilai suite index S dan P serta
hubungan perkembangan K dan Fm masing-masing contoh batuan dengan jenis
magmanya. Metoda ini digunakan untuk magma jenis calc alkali (tipe Pasifik).
1.5.1 Penentuan jenis magma
Penetuan jenis magma dalam metoda ini didasarkan pada nilai suite index S dan P,
dengan mempergunakan tabel yang disusun Rittman. Penentuan nilai S dan P
digunakan rumus-rumus :
19
Nilai nilai S dan P dari masing masing contoh batuan dimasukkan ke dalam tabel,
sehingga jenis magma dapat ditentukan.
S
Jenis Magma
<1,0
>70
1,0 1,8
65 70
1,8 3,0
60 65
3,0 4,0
55 60
Nilai dan Fm mempunyai keterikatan erat dengan sifat magma. Bila nilai K
cenderung naik, magma bersifat alkali. Sebaliknya bila nilai K cenderung menurun, maka
magma akan cenderung bersifat calk alkali. Demikian pula jika nilai Fm cenderung naik
maka magma bersifat calk alkali. Sebaliknya bila nilai Fm cenderung turun maka magma
bersifat alkali.
20
Naik turunnya nilai K dan Fm dari contoh batuan harus selaras, dalam arti bila
nilai K cenderung turun maka nilai Fm harus naik . Bila didalam analisa kasus penurunan
atau naiknya nilai K dan Fm tidak selaras, maka didalam penyelesaiannya dilakukan
prosentase besarnya penurunan atau naiknya nilai K dan Fm.
21
Menurut metode ini, bilamana nilai solidification Index (SI) contoh-contoh batuan
mengecil maka magma akan bersifat alkali, sebaliknya dengan niai SI semakin besar
maka magma akan bersifat calc alkali. Dalam menentukan Soidification Index yang
digunakan adalah persen persen berat unsur, dengan menggunakan rumus berikut :
Gambar 1.2 Klasifikasi seri batuan dan variasi persen berat SiO2 dengan K2O + Na2O
22
23
Gambar 1.3 Klasifikasi kerabat dan jenis batuan gunungapi serta variasi persen berat
SiO2 dengan K2O (menurut Peccerillo & Taylor, 1976)
kedalaman jalur Benioff dirajahkan kedalam gambar, maka akan didapatkan kerabat
batuan volkaniknya yang sesuai dengan jalur penunjamannya.
Nilai SiO2 dan K2O yang dimasukkan ke dalam rumus diatas adalah nilai persen berat
yang berasal dari contoh batuan yang paling basa. Oleh karenanya perlu pendekatan
secara petrografi, yaitu mengenai mineral-mineral penyusun contoh-contoh batuan
tersebut.
24
Gambar 1.4 Hubungan antara kedalaman jalur Beniof dengan kerabat batuan gunungapi
(menurut Withford & Nicholls, 1976)
25
A, F dan M adalah nilai untuk persen berat unsur-unsur yang diwakilinya, yaitu :
A = Na2O + K2O, M = MgO, dan F = FeO* = FeO + 0,8998 Fe2O3.
Total persen berat AFM ( atau jumah % berat) = A + F + M. Sebelum dimasukkan
dalam diagram terebih dahulu masing-masing harga presentasi dari A, F dan M. Yaitu
dengan membagi masing-masing persen berat A, F dan M dengan jumlah % berat
dikalikan 100 persen. Setelah itu didapat harga % A, %F dan %M, maka harga harga
tersebut dimasukkan dalam diagram AFM.
26
Gambar 1.6 Klasifikasi batuan berdasarkan hubungan kandungan alkali total dan silika
(menurut Le Bas 1986 dalam RAF Cas &Wright 1987)
27
Gambar 1.7 Diagram Harker dari beberapa variasi oksida sebagai fungsi dari
Indeks Diferensiasi
BAB II
MORFOLOGI GUNUNGAPI
2.1 PENGELOMPOKKAN MORFOLOGI GUNUNGAPI
Morfologi Gunugapi dapat dikelompokkan menjadi :
1. Morfologi tubuh gunungapi
2. Morfologi diluar / disekitar gunungapi.
2.1.1 Morfologi tubuh gunungapi
Morfologi tubuh gunungapi dapat dibagi antara lain berupa bentuk - bentuk :
1. Kerucut, merupakan bentukan yang umum dijumpai pada gunungapi
piroklastik dan berlapis. Bentukan kerucut yang dibangun oleh bahan lepas
gunungapi dapat berupa kerucut batuapung yang tersusun oleh batuapung,
kerucut scoria yang tersusun oleh scorea dan kerucut sinder yang merupakan
kumpulan sinder dan bahan skorean.
28
2. Kubah, biasanya dijumpai pada tipe gunungapi lava (shield volcano). Kubah
lava merupakan bentukan dari lelehan lava kental yang keluar melalui celah
dan dibatasi oleh sisi curam disekelilingnya.
29
5. Kaldera, merupakan depresi topografi yang besar, berbentuk bundar atau oval.
Ukuran kaldera memang lebih besar dari kawah, meskipun tidak ada batasan
ukuran yang membedakannya hingga mempunyai ukuran berupa kawah dapat
disebut kaldera. H. William (1974), mengklasifikasikan kaldera menjadi
beberapa jenis berdasarkan proses yang membentuknya, yaitu :
a. Kaldera letusan, yang disebabkan oleh letusan gunungapi yang sangat
kuat yang menghancurkan bagian puncak kerucut dan menyemburkan
massa batuan dalam jumlah besar. Contoh yang baik antara lain
Kaldera Bandaisan di Jepang, Kaldera Tarawera di New Zealand.
30
abad tersebut tekanan gas akan semakin meningkat dan menyamai tekanan
beban dari tubuh gunungapi di atas dapur magma. Dan selama periode tenang,
akan terjadi pembentukan generasi baru gunungapi disepanjang daerah kulit
bumi. Generasi baru gunungapi akan cenderung memperlihatkan kegiatan
yang bersifat berulang dan membangun.
Beberapa peristilahan yang sering dijumpai dalam struktur kawah atau
kaldera gunungapi antara lain adalah :
Gunungapi gabungan (composite volcano), yaitu suatu gunungapi yang
terdiri dari beberapa gunungapi lama. Istilah ini kurang lebih sama artinya
dengan multiple volcano.
Kerucut tengah (central cone), yaitu suatu kerucut kecil yang terdapat di
tengah kaldera atau kawah yang mengalami perluasan karena erosi.
Kubah tengah (central dome), merupakan kerucut tengah yang dibentuk
oleh lava.
Dinding pinggiran kawah atau kaldera (soma, crater, rim, caldera rim),
yaitu suatu punggungan terbuka yang berbentuk melingkar, dan
mempunyai bagian yang terjal pada sisi dalamnya.
Gunungapi ganda (double volcano), yaitu suatu gunungapi yang
mempunyai kerucut tengah atau beberapa kerucut pada dasar kawah atau
kaldera. Contoh Doya-ko, Hokkaido, kaldera Aira, Kagoshima di Jepang,
Sekincu di Sumatera Selatan, Krakatau di Selat Sunda, Batur di Bali dan
Rinjani di Lombok.
lekukan atau lembah yang disebabkan oleh menurunnya kerak bumi di daerah
terebut. Kenampakan khas dari kawah Papandayan (Jawa Barat ) ditafsir juga
ada gunungapi tersebut bertumpu. Lekukan berbentuk aneh di Haleakala,
seperti telah disebutkan di atas, di P.Maui (Hawaii) juga lekukan pada tubuh
gunungapi yang pembentukannya lebih gunungapi. Kalau saja gunungapi
tersebut berkesempatan meletus, maka akan terjadi robohan disepanjang jalur
lemah tadi. Pergerakan tektonik disepanjang rekahan pada batuan dasar
gunungapi akan memicu terjadinya letusan gunungapi. Sehingga lebih jelaslah
sekarang kaitan dan hubungan timbal-balik antara gejala tektonik dan
vulkanisme.
Kalau tidak ada gangguan, suatu gunungapi yang tubuh semakin besar
akan mempunyai bentuk yang teratur, baik berupa berupa kerucut maupun
bentuk yang lainnya. Faktor-faktor yang menyebabkan tidak teraturnya bentuk
gunungapi tersebut antara lain :
Kegiatan vulkanisme, seperti misalnya pembentukan kaldera di mana
kegiatan tersebut akan mengganggu perkembangan suatu gunungapi.
Berpindahnya pusat kegiatan gunungapi (pipa kepundan), hal mana
berkaitan erat dengan keaktifan tektonik daerah setempat.
Tekanan arus dari aliran lava yang naik ke atas, yang lama kelamaan
akan merusak dan menghancurkan dinding kepundan.
Adanya kerucut spatter (spatter cone), yaitu suatu kerucut yang bersisi
curam yang tersusun dari batuan bahan lepas yang terendapkan di atas
celah atau pipa kepundan dan umumnya berkomposisi basalan atau
hornito yang juga merupakan kerucut spatter di sekitar ujung aliran
lava.
Adanya gua-gua pada daerah aliran lava.
6. Barangko (barronco), merupakan alur-alur yang kasar dan tak teratur pada
tubuh gunungapi karena sesar dan erosi.
33
7. Parasol ribbing, merupakan alur-alur yang radier dan teratur pada tubuh
gunungapi karena erosi. Contoh yang baik terdapat pada tubuh G. Batok di
Kaldera tengger (Jawa Timur).
34
Galunggung (Jawa barat), sehingga oleh MT Zen (1969) disebut juga sebagai
tipe Galunggung.
3. Antiklinorium Gunungapi merupakan rangkaian perbukitan antiklinorium
yang dijumpai pada kaki gunungapi. Terbentuk oleh gaya kompresi lateral
karena runtuhnya kerucut gunungapi Contoh yang baik terdapat di Bukit
Gendol, lereng G. Merapi (Yogyakarta), sehingga oleh MT Zen (1969) disebut
juga sebagai tipe Gendol.
4.
2.2 ANALISA MORFOLOGI GUNUNGAPI DAN PENGGUNAANNYA
Analisa morfologi gunungapi dilaksanakan untuk memudahkan pekerjaan
pemetaan geovulkanologi, yang dasarnya adalah penafsiran bentuk, pola penyebaran dan
ukuran berbagai aspek struktur dan obyek morfologi gunungapi. Pengenalan langsung di
lapangan ditujukan sebagai pembanding. Sehingga setelah tahapan pekerjaan tersebut
dilakukan, penafsiran dapat langsung dilakukan hanya dengan dengan mempergunakan
peta topografi.
Pengenalan morfologi gunungapi sebenarnya bertujuan untuk melengkapi usaha
penelitian geologis daerah gunungapi, yaitu pemetaan geovulkanologi, terutama di dalam
menentukan perkembangan (evolusi) gunungapi. Ini dirasa perlu sebab melacak batuan
gunungapi di lapangan bukanlah pekerjaan yang mudah.
Sehingga sasaran dari pemahaman morfologi gunungapi antara adalah :
1. Mengenal ragam bentuk morfologi gunungapi, khususnya gunungapi berlapis
2. Mengetahui hubungan antar satuan morfologi gunungapi, baik secara sendiri
maupun berkelompok.
3. Mengetahui jenjang keaktifan gunungapi
4. Menafsirkan perkembangan kegiatan suatu gunungapi.
Jalur-jalur gunungapi cenderung mengikuti pola struktur regional, di mana akan
ditunjukkan oleh berbagai kelurusan gunungapi baik skala besar maupun skala kecil.
Setelah memahami hubungan struktur regional dengan munculnya jalur gunungapi, maka
pengamatan
ditingkatkan
kepada
jalur
gunungapi
pembanding
yaitu
dengan
35
morfologi, yang nantinya berguna untuk menentukan perbedaan umur secara nisbi
satuan-satuan gunungapi terletak berdekatan. Dan untuk ini pula perlu memahami dan
mengenal struktur dan morfologi gunungapi secara umum, khususnya gunungapi
berlapis. Prinsip utama analisa morfologi gunungapi berawal dari pengertian dasar
bahwasanya lava akan mencerminkan morfologi tertentu yang dengan mudah dapat
dibedakan dengan morfologi yang disusun oleh bahan lepas gunungapi. Kuenen (1945)
yang telah mengelompokkan rekahan sayap pada tubuh gunungapi kedalam empat jenis
menjelaskan lebih lanjut bahwasanya apabila rekahan - rekahan tersebut sempat dilalui
oleh magma, dan kemudian terjadi pembekuan, maka akan terbentuk korok dari berbagai
bentuk tergantung pada jenis rekahannya. Apabila 2 korok memencar berkembang
menjadi sistem penyesaran, maka bagian tengah yang dibatasi oleh korok - korok tersebut
akan melengser ke bawah dan berkumpul pada kaki gunungapi. Morfologi ini dikenal
sebagai sector graben yang di lapangan akan membentuk kipas alluvial. Apabila erosi
belum begitu lanjut, sector graben ini dicirikan dengan dinding - dinding tegak dari
korok yang juga merupakan bidang sesar.
Hasil penafsiran morfologi mempunyai kegunaan yang cukup luas, sehingga tidak
hanya untuk kepentingan ilmiah saja tetapi juga aspek-aspek sosial. Penerapan hasil
penafsiran morfologi gunungapi tersebut antara lain untuk :
37
Gambar 2.9 Ketidakselarasan morfologi yang digunakan dalam penentuan umur relatif
dalam satuan morfologi gunungapi.
kelurusan gunungapi ini dengan mempergunakan diagram kipas, akan bisa ditafsirkan
sistem rekahan di daerah tersebut. Dari sistem rekahan tersebut selanjutnya digunakan
untuk menafsirkan evolusi atau perkembangan gunungapi yang ada. Gunungapi yang
muncul di permukanan bumi dan membentuk pola kelurusan dengan gunungapi lainnya
bukanlah merupakan suatu kebetulan. Pola-pola ini terjadi akibat adanya celah-celah atau
rekahan-rekahan yang ada didalam kerak bumi yang berhubungan erat dengan struktur
geologi daerah, baik secara lokal maupun regional. Celah - celah ini merupakan bidang
lemah yang mudah diterobos magma. Dalam perkembangan selanjutnya akan membentuk
suatu deretan gunungapi dipermukaan bumi.
Kuenen (1945) yang banyak meneliti pola kelurusan gunungapi di Indonesia mempunyai
anggapan bahwa :
39
40
oleh tekanan
41
atau sekitar gunungapi, sehingga keluarnya magma melalui saluran lain pada kulit
bumi yang merupakan zona lemah dan mudah diterobos.
Kear (1964) menggolongkan kelurusan gunungapi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Garis memencar dari lubang kepundan, yang lebih kurang mencerminkan adanya
tegangan dari dalam bumi.
2. Garis yang melalui pusat gunungapi, ditafsir berhubungan dengan pensesaran di
bagian dalam bumi yang kemudian berkembang menjadi suatu celah.
3. Garis yang melalui pusat gunungapi secara regional, mencerminkan adanya
rekahan besar di dalam bumi, yang berfungsi sebagai saluran magma,yang
kemudian berkembang menjadi sistem pensesaran di dekat permukaan.
Bila pada suatu benda dikenakan gaya, maka pada benda tersebut akan mengalami
rekahan-rekahan yang membentuk pola-pola tertentu, yaitu gaya tegasan utama ( 1), gaya
tegasan menengah (2), gaya tegasan terkecil (3), shear joint orde I (S1), extension joint
(Ex), release joint (R), dan shear joint orde II (S2).
Kuenen (1945) juga mengelompokkan rekahan atau celah yang menyebabkan terjadinya
aktifitas gunungapi menjadi 2, yaitu :
1. Rekahan sayap yang terjadi pada tubuh gunungapi itu sendiri.
2. Rekahan pada batuan dasar (basement) tempat gunungapi tersebut berada.
Rekahan sayap dibagi menjadi 3, yaitu :
1.
2.
Rekahan
tangensial
(tangensial
fissure),
merupakan
perkembangan suatu sesar atau rekahan tension yang melalui suatu daerah pragunungapi.
3.
Rekahan
konsentris
(concentric
fissure),
merupakan
pencerminan suatu aktivitas dalam bentuk dyke dari suatu pelepasan tekanan
waduk magma.
42
43
keaktifan
gunungapi,
terutama
pada
gunungapi
strato,
dapat
diintrepretasikan dari hubungan antara sudut lereng dengan penyebaran sungai pada
tubuh gunungapi. Pada gunungapi strato, berdasarkan sudut lerengnya secara umum
dapat dibagi menjadi puncak, lereng dan kaki. bagian-bagian tersebut dibatasi oleh tekuk
lereng yang jelas.
Bagian puncak mempunyai kemiringan lereng terjal. Umumnya terdapat abu
gunungapi, lava, aglomerat, atau endapan-endapan melalui media udara. Morfologi
terdiri dari lembah-lembah tajam berbentuk V dengan pola radier murni. Bagian tengah
berlereng lebih landai. Tersusun oleh endapan lahar, abu gunungapi dan sedikit endapan
sungai dari sungai teranyam. Kemiringan lereng umumnya terbentuk oleh kipas alluvial
yang terbentuk didepan muka endapan puncak. Bagian kaki bermorfologi hampir datar,
terdiri dari endapan sungai, dengan sedikit endapan lahar dan abu gunungapi.
Pada gunungapi strato kedewasaan gunungapi dapat teramati dari bentuk dan
morfologinya.Gunungapi yang berstadia muda baru membentuk kerucut sinder yang
terdiri dari abu Gunungapi Kebayangan hanya berlereng satu, yaitu lereng puncak.
Misalnya bentuk G. Bromo dan G. Batok yang terletak di Kaldera Tengger (Jawa Timur).
Proses pembentukan gunungapi berikutnya adalah terjadinya longsoran-longsoran yang
menyertai pengendapan primer. Makin besar gunungapi yang terbentuk, maka longsoran
makin kuat, dan kipas alluvial yang terbentuk makin besar. Proses ini diselingi dengan
hasil letusan yang bersifat effusif. Jika lereng kedua telah terbentuk, maka dapat
dikatakan bahwa gunungapi tersebut berstadia remaja.
Proses berlanjut dalam bentuk pengangkatan endapan gunungapi yang terletak
dibagian atas untuk dibentuk menjadi endapan sungai. Proses ini merupakan proses
pembentukan kaki gunungapi. Gunungapi lengkap yang memiliki lereng kaki, dapat
disebut sebagai gunungapi berstadia dewasa.
44
Gunungapi yang tidak aktif lagi akan menghentikan proses penimbunan material
dibagian puncak. Proses erosi yang terus menerus akan menyebabkan perlandaian lereng.
Oleh karenanya sungai pada gunungapi yang telah tidak aktif lagi cenderung bergeser
kearah puncak, dan secara umum tidak lagi mempunyai pola radier. Gunungapi yang
mempunyai fenomena demikian dikatakan sebagi gunungapi yang telah berstadia tua.
Gambar 2.14 Hubungan antara stadia Gunungapi dengan morfologi yang terbentuk
dan material yang dihasilkan pada gunungapi strato.
(Modifikasi dari Soejono martodjojo,1980)
45
BAB III
VULKANOSTRATIGRAFI
3.1 PENGERTIAN VULKANOSTRATIGRAFI
Vulkanostratigrafi adalah ilmu yang mempelajari urutan dari rekaman kegiatan
volkanik, terutama kegiatan yang tidak disaksikan oleh ahli gunungapi.
Penelitian yang terdiri dari :
Pengelasan
Bentuk pecahan
terdiri dari batuan volkanik yang terbentuk di darat (subaerially) atau di dalam air
(subaqueously) oleh proses-proses volkanik. Beberapa macam satuan volkanostratigrafi
yang dikenal :
Aliran lava, lava banjir, aliran lava pahoehoe, aliran lava aa, aliran lava bongkah.
Lahar, terbentuk dari breksi tuff, batu breksi lapili, dan tuff lapili dengan berbagai
komposisi
46
Endapan debris avalanche, endapan bongkah dan abu dengan komposisi mirip
dengan lahar
Aliran piroklastik, mirip dengan endapan aliran Lumpur dan avalanche, tetapi
prosentase fragmen yang lebih kasar berkomposisi silica lebih sedikit.
Endapan jatuhan abu, terdiri dari batuapung, abu, kadang-kadang cinder basalt,
membentuk endapan tephra.
47
48
49
strato
dapat
diketahui
dengan
pendekatan
morfologis,
dan
dapat
disusun
morfostratigrafinya.
3.3 LAVA
Istilah lava diperuntukkan bagi magma yang telah berhasil mencapai permukaan
bumi. Melalui retakan kulit bumi atau pipa kepundan gunungapi, magma yang berasal
dari kedalaman bergerak keatas karena adanya dorongan gas yang terlarut dalam cairan
magma tersebut. Sehingga fungsi utama dari gas adalah sebagai penggerak magma.
50
51
dan gelasan. Kearah bawah, di beberapa tempat lava pahoehoe akan berubah secara
berangsur menjadi lava. Lingkungan pengendapan lava dapat daratan atau laut. Aliran
lava yang masuk kedalam lingkungan berair (subaqueous environment) akan membentuk
struktur bantal. Struktur ini dicirikan dengan bentuk-bentuk bantal yang tak menerus,
berukuran dari beberapa meter (rata-rata 30 60 cm) . Hubungan antar bentuk bantal
bersifat menutup, dan kalaupun ada rongga di antaranya akan diisi oleh sedimen klastik
atau bahan skoreaan.
Ukuran butir dalam struktur bantal umumnya akan menghalus ke arah luar. Dan
lava bantal biasanya berkomposisi basalt atau andesitan dianggap sebagai aliran lava
yang terjadi dilaut , berasosiasi dengan endapan laut dalam. Didalam suatu aliran lava,
kadang kadang dijumpai saluran lava (lava tunnel ,lava tube) yang merupakan lubang
pada tubuh lava yang terjadi karena pergerakkan lava bagian tengah, sementara bagian
permukaannya mulai membeku. Saluran lava banyak dijumpai di G. Fuji ( Jepang ), atau
di G. Slamet (Jawa Tengah ).
3.4 PIROKLASTIK
Suatu erupsi gunung api yang eksplosif akan menghasilkan tiga macam endapan
piroklastik yaitu piroklastik jatuhan, piroklastik aliran, dan piroklastik surge. Mekanisme
erupsi eksplosif yang terjadi bisa disebabkan oleh erupsi magmatis, preato magmatis dan
preatik.
3.4.1 Piroklastik Jatuhan
Geometri dan ukuran pengendapan jatuhan piroklastik menunjukan tinggi pipa
kawah erupsi, kecepatan dan arah angin. Terjadi akibat letusan gunung api eksplosif,
pada erupsi preatik abu gunung api tidak sebanyak fase erupsi yang magmatis.
Endapan jatuhan piroklastik ketebalannya relatif seragam, dengan pemilahan baik,
akibat proses fraksinasi oleh angin pada saat pengendapannya. Struktur sedimen
perlapisan kadang - kadang teramati, disebabkan oleh kelakuan kolom erupsi yang
berbeda. Pada bagian bawah lapisan jatuhan piroklastik, tidak pernah ada struktur
perlapisan silang, atau bidang erosional. Sebagian endapan jatuhan piroklastik didekat
lubang kepundan, terelaskan demikian juga kita dapat menjumpai kayu yang terbakar
52
menjadi karbon. Longsoran dan guguran lava pijar dapat menyebabkan hujan abu,
seperti yang terjadi pada erupsi Gunung Galunggung dan Gunung merapi.
3.4.2 Piroklastik Aliran, Debris Avalanches
Abu panas, fragmen batuan dan gas yang bergerak kebawah dari pusat erupsi
eksplosif sebagai longsor berkecepatan tinggi atau terjadi ketika ada bagian kubah
lereng gunung api yang roboh, menghasilkan aliran piroklastik yang suhunya bisa
mencapai 815 C dan bergerak dengan kecepatan 65 100 Km/jam, sehingga bisa
menghancurkan dan membakar jalan yang dilewati.
3.3.3 Piroklastik Surge
Endapan piroklastik surge hanya ada tiga jenis yaitu base surge (surge dasar ),
ground Surge ( surge tanah ) dan ash cloud surge ( surge awan abu ). Umumnya
berasosiasi dengan erupsi preatomagmatik dan preatik, aliran piroklastik dan jatuhan
piroklastik. Istilah surge dasar pertama kali diperkenalkan oleh Moore Et.al pada
tahun 1966 berdasarkan hasil studi kegiatan erupsi preatomagmatik G. Taal di
Fillipina pada tanggal 28 - 30 September tahun 1965.
Base surges
Berlapis, kadang kadang massif, fragmen batuan klastik vesikuler / non
vesikuler, abu dengan diameter 10 cm, terbentuk kristal dan sedikit fragmen
batuan. Bom sags yang dilemparkan ke udara berada dekat dengan kepundan.
Untuk magma dengan erupsi preatomagmatik, dimana terjadi interaksi antara air
dengan magma yang cukup banyak, endapan piroklastik disekitar kepundan bisa
mencapai lebih dari 100 m. Pada gunung api strato endapannya biasanya tipis,
bisa lebih kecil dari 5 cm atau lebih kecil dari 5 m. Struktur sedimen
memperlihatkan pengarahan bentuk perlapisan dan bentuk dune. Disekitar
kepundan sangat sulit membedakan endapan surge perlapisan planar dengan
perlapisan akibat jatuhan piroklastik . Endapan surge biasanya terpotong dengan
sudut rendah, kadang kadang menunjukan kondisi yang basah dan lengket saat
diendapkan. Penggumpalan lapili menjadi nodule nodule kecil berukuran
kurang dari 2 cm umum dijumpai.
53
Ground surge
Memperlihatkan perlapisan dengan arah tertentu dan ketebalannya kurang
dari 1 m, biasanya merupakan dasar dari aliran piroklastik. Endapannya terdiri
dari abu gunung api, fragmen vesikuler, batuan dan kristal. Terdapat juga kayu
yang terbakar dan bekas saluran/pipa gas.
Ash Cloud Surge
Endapan ini terletak diatas jatuhan piroklastik dengan ketebalan kurang
dari 1m, bentuk lapisan terpancung, kadang kadang terpisah ebagai lensa.
Ukuran butir tergantung dari komposisi lava aliran piroklastik. Seperti halnya
ground surge teramati juga adanya bekas saluran/pipa gas.
54
Gambar 3.3 (1) Hubungan geometris tiga tipe utama endapan piroklastik terhadap topografi,
(2) karekteristik besar butir dari tiga tiputama endapan piroklastik (3) penampang
Penampang yang diidealisasikan dari endapan (a) endapan block and ash-flow,
(b) endapan scoria flow, (c) endapan ignimbrite atau pumice flow.
(RAF Cas & JV Wright, 1980)
3.5 LAHAR
Di Indonesia, breksi gunungapi diangkut oleh air dikenal sebagai lahar
(Bemmelen, 1949), yang artinya sama dengan aliran rombakan gunungapi ( Vulcanic
debris flow ) atau massa campuran rombakan bahan gunungapi dan air yang mengalir.
Lahar umumnya berserikat dengan gunungapi yang berlapis yang berkomposisi andesitan
hingga dasit. Sehingga mempunyai penyebaran tertentu saja yaitu didaerah gunungapi
berlapis seperti Indonesia, jalur gunungapi cascade ( Amerika barat ), Jepang New
Zealand. Tetapi meskipun demikian dijumpai juga lahar yang berserikat dengan
gunungapi berlapis yang berkomposisi lain, sebagai mana halnya di Vesuvius ( Italia )
dan Hekla ( Iceland ). Dalam skala kecil, lahar juga dihasilkan
oleh letusan
55
dengan aliran piroklastika yang tak terlaksanakan, tetapi lahar yang berasal dari aliran
piroklastika panas (hot pyroclastic flow) yang masuk ke dalam sungai sehingga terjadi
percampuran dengan air, akan menyebabkan sulitnya pembedaan. Namun, butiran di
dalam lahar umumnya akan memperlihatkan arah medan magnit secara acak (Aramaki &
Akimoto, 1957; Crandell, 1971; Crandell & Mullineaux, 1973; Hoblitt & Kellogg, 1979).
Tergantung dari asalnya, endapan lahar dapat tersusun dari butiran batuan sejenis maupun
tak sejenis. Lahar yang mempunyai batuan sejenis berasal dari letusan langsung
gunungapi; sedang apabila batuannya tak sejenis diduga lahar tersebut berasal dari
peruntuhan dinding kawah atau pelongsoran bahan rombakan gunungapi pada lereng
gunung api yang curam yang telah terjenuhi oleh air hujan.
SATUAN BATUAN
CIRI
Aliran Piroklastik
KETERANGAN
56
Aliran Lava
- Pahoehoe basalt
- Pahoehoe lava
(basalt, andesit)
- Aa lava
- Bongkah lava
Endapan Subaqueous
Lahar
57
dalam orde tahunan. Beberapa tipe erupsi yang dikenal akan akan dibahas secara singkat
yaitu :
1. Tipe Merapi
Gunungapi ini terletak di Jawa Tengah, kawah tersumbat oleh kubah lava yang
dihasilkan oleh erupsi efusif, sedangkan awan panas berasal dari lava pijar yang
longsor atau langsung dari pusat erupsi. Sifat khusus yang dimiliki oleh tipe Merapi
menurut MT. Zen et.al. (1980), bersifat periodik dan mempunyai siklus tertentu,
gunungapi ini aktif dalam jangka waktu 2 sampai 3 tahun satu kali, bisa berlangsung
sampai dengan 7 tahun dan kemudian istirahat selama 6 sampai dengan 12 tahun.
Terdapat 4 macam erupsi :
Tipe A, magma naik melalui pipa kepundan dan memecahkan kubah yang
lama dan membentuk kubah baru atau lidah lava. Pada fase ini, mulai ada
letusan kecil tidak terlalu berbahaya yang menghasilkan awan panas/nue
ardentes (istilah orang sekitar G. Merapi wedus gembel).
Tipe B, fase ini sangat umum dan dimulai dengan naiknya magma melalui
pipa kepundan dan memecahkan penutup diatasnya dengan letusan-letusan
kecil dan keluarnya lava. Fase utama menghancurkan sebagian puncak
gunungapi. Pada fase akhir, lava membentuk kubah atau lidah yang berasal
dari lava dengan viskositas tinggi. Awan panas bisa mencapai jarak yang jauh
dari pusat erupsi yaitu sekitar 12-14 km.
Tipe C, erupsi dimulai dengan naiknya magma dengan kandungan gas yang
cukup tinggi. Letusan yang terjadi memecahkan penutup di atasnya dan
melepaskan gas yang terkandung, tidak ada aliran lava yang terbentuk.
Biasanya erupsi berlangsung singkat, setelah tekanan gas berkurang, kubah
atau lidah lava terbentuk
Tipe D, merupakan erupsi yang paling berbahaya, tanpa aliran lava puncak
gunungapi dihancurkan, kaldera terbentuk, banyak sekali awan panas/wedus
gembel.
2. Tipe Pele
Terletak di Amerika Tengah dan Hindia Barat, tepatnya di kota St. Piere
Karibia. Letusan gunungapi sangat ekstrim, pertama kali dikenal setelah erupsi G.
58
Pelee tahun 1902 yang menewaskan 29.000 orang, diawali dengan adanya
penguapan fumarol dan jatuhan debu dengan bau sulfur yang menyengat. Erupsi
yang terjadi adalah :
Awan Panas erupsi terarah mendatar disebabkan penghancuran sumbat kawah
bagian bawah
Kubah lava tidak longsor, sehingga menjadi beban yang menahan tekanan gas.
3. Tipe St. Vincent
Terletak di Hindia Barat mempunyai ciri khas, yaitu awan panas menyebar
kesemua arah akibat erupsi letusan, pada umumnya gunungapi dengan tipe erupsi
St. Vincent memiliki danau kawah. Di Indonesia antara lain : G. Kelud di Jawa
Timur, G. Awu di P. Sangir Besar, G. Kie Besi di P. Makian Maluku Utara. Nama
lain dari tipe ini adalah Surtseyan, istilah ini diambil dari gunungapi Surtsey yang
memiliki kegiatan preato magmatik yang menghasilkan jatuhan piroklastik yang
penyebarannya tidak begitu luas, seperti halnya dalam erupsi yang preato plinian.
Pada tipe ini, erupsi bisa terjadi di danau ataupun di laut.
4. Tipe Preatoplinian
Erupsi yang terjadi pada proses preato magmatik yang diikuti oleh erupsi
lebih besar yang berasal dari magma dengan komposis riolit. Endapannya adalah
lapili berbutir halus, walaupun dekat dengan kepundan sumbernya. Struktur
perlapisan dijumpai, endapan jatuhan piroklastiknya relatif terpilah buruk. Contoh
yang terkenal adalah G. Vesuvius.
5. Tipe Plini/Peret
Awan panasnya sangat berbahaya karena menuju kearah tertentu. Erupsi
menghancurkan sebagian puncak kerucut gunungapi, mirip dengan tipe volcano
tetapi letusannya lebih dasyat. Di Indonesia contohnya adalah G. Krakatau (pada
tahun 1983, menewaskan 36.000 orang) G. Tambora (pada tanuh 1815,
Menewaskan 92.000 orang).
59
6. Tipe Volkano
Gunungapi volkano terletak di Itali Tengah, tipe volcano merupakan yang
terbanyak di dunia, ciri khasnya adalah hembusan awan panas yang bentuknya
menyerupai jamur, gunungapi ini memiliki pipa kawah terbuka. Intensitas
erupsinya bisa lemah, kuat dan sangat kuat. Pada Fase awalnya mirip dengan tipe
pelee, tetapi ciri khas awan panas dalam tipe erupsi ini, awan berwarna
gelap/hitam akibat kandungan debu yang tinggi. Di Indonesia antara lain G.
Raung dan G. Bromo di Jawa Timur, G. Slamet di Jawa Tengah. G. Lokon di
Minahasa (Sulawesi Utara).
7. Tipe Stromboli
Terletak di Laut Tengah, Itali, Semburan lava pijar dengan sela waktu 2-10
detik, letusannya berkekuatan sedang. Fragmen lava dilemparkan bersamaan
dengan awan erupsi. Ciri khas lainnya awan berwarna putih karena sedikit
mengandung debu, berbeda dengan tipe volcano yang gelap dan hitam. Di
Indonesia contohnya antara lain adalah G. Batur di P. Bali, G. Anak Krakatau di
Selat Sunda.
8. Tipe Hawaii
Terletak di sekitar kepulauan Hawaii, membentuk danau lava pijar
kadang-kadang muncrat seperti air mancur (lava Fountein). Kepulauan Hawaii
adalah rangkaian gunungapi uang dibangun oleh ribuan aliran lava yang berasal
dari dasar samudra, dan muncul dipermukaan dengan ketinggian rata-rata sekitar
5 km dari dasar. Daerah yang tertinggi naik sekitar 10 km dari dasarnya. Jarak
antara pusat erupsi sekitar 40 km. Gunungapi di daerah ini terus tumbuh
bersamaan dengan erupsi lava yang terjadi.
9. Tipe Kombinasi
60
Erupsi terdiri lebih dari satu, misalnya Volkano-Strombali atauVolkanoMerapi. Di Indonesia contohnya G. Semeru yang pada periode tahun 1958-1968
erupsinya volcano-merapi, tetapi pada periode sesudahnya 1968-1981 dan pada
sampai saat ini erupsi adalah Volkano-Stromboli.
61
BAB IV
62
PEMANTAUAN GUNUNGAPI
4.1 SEJARAH PEMANTAUAN GUNUNGAPI
Stasiun pengamat kegiatan gunungapi yang pertama didirikan di Gunung Etna dan
Vesivius, Italia ; sekitar permulaan abad 20. Setelah itu baru Jepang dan Hawaii. Pada
1935 di Uni Soviet dibangun sebuah stasiun pengamat pada lereng Gunung Klyucevkaya,
yang merupakan gunung api terbesar di Asia.
Sedang di Indonesia pengamatan gunungapi baru dimulai pada 1920, dimana
tahun tahun sebelumnya pengamatan hanya ditujukan untuk sekedar mengetahui gejala
peningkatan kegiatan gunungapi tanpa diikuti usaha untuk memperkecil pengaruh negatif
dari letusan gunungapi. Sehingga dapat dimengerti bahwa letusan Gunung Tambora pada
1815 menelan korban begitu banyak hingga 96 ribu orang. Letusan Krakatau pada 1883
sebanyak 36 ribu jiwa dan Gunung Kelud yang meletus pada 1919 sebanyak 5 ribu orang.
Dan sejak 1912 korban letusan gunungapi dapat diperkecil, karena orang mulai
mengamati kegiatan gunungapi sejak dini sehingga bahaya yang ditimbulkannya dapat
dihindari atau diperkecil. Usaha pengamatan tersebut mulai dibantu dengan peralatan
geofisika dan serangkaian penelitian kegunungapian lainnya, sehingga pengamatan lebih
membuahkan hasil nyata.
Peter Francis (1956) pernah menulis cara memantau kegiatan gunungapi secara
umum, yaitu dengan :
1. Mempelajari model letusan gunungapi, yang meliputi aspek kegiatan letusan, sifat
letusan, menerus dan tidaknya kegiatan letusan tersebut dan sebagainya.
2. Meneliti sifat sifat kemagnetan dan suhu gunungapi.
3. Melakukan pemetaan gunung geologi gunungapi.
4. Memantau setiap denyut gempa gunungapi melalui seismograf.
Dasar pemantauan yang dilakukan adalah asumsi bahwa pada waktu magma naik
ke permukaan akan menyebabkan berbagai akibat, antara lain :
1. Magma mendesak batuan di sekitarnya akan menyebabkan retakan.
Kejadian tersebut akan tercatat sebagai gempa vulkanik.
63
Nue ardente, awan panas yang biasanya bersamaan dengan aliran piroklastik,
yang mengalir pada saat erupsi menuju daerah yang lebih rendah dengan
kecepatan sekitar 100 km/jam.
64
Bongkah dan bom vulkanik, merupakan hasil lemparan material yang menyumbat
lubang kawah, berupa kubah lava dan lemparan bom yang langsung berasal dari
magma pijar.
Hujan abu, partikel halus abu gunung api yang terbawa angin sejauh ratusan km.
Aliran lava, pergerakan lava tergantung dari viskositasnya, di Indonesia umumnya
lava mengalir lambat.
gunung yang akan datang akan mirip dengan yang telah tejadi. Data yang sudah ada
dikompilasi dan dianalisa kembali untuk memperkirakan daerah utama yang akan
mengalami kerusakan, sebagai berikut :
Daerah terlarang, daerah dekat kawah yang sama sekali tidak boleh dijadikan
tempat tinggal.
Daerah bahaya I, daerah yang kemungkinan dilewati oleh nue ardante / awan
panas dan bom vulkanik, penduduk di sekitarnya harus segera mengungsi begitu
tanda tanda kegiatan erupsi muncul.
Daerah bahaya II, terletak di daerah lembah dekat puncak yang kemungkinan
dilewati oleh aliran lahar, yang terdiri dari :
Daerah siaga, berada di lokasi dengan topografi yang tinggi.
Daerah bebas, lokasi ini kemungkinan lolos dari pengaruh aliran lahar.
65
Beberapa erupsi eksplosif terjadi tanpa adanya tanda khusus, tetapi beberapa
kejadian setelah letusan awal memberikan peringatan khusus. Dalam melaksanakan
pemantauan gunung api, menggunakan beberapa macam teknik pengamatan / pengukuran
sifat fisika dan kimia gunung api. Hasil analisa pemantauan dapat memperkirakan
kemungkinan letusan suatu gunung api. Walaupun demikian, kita tidak sampai dapat
menentukan jam, hari, tanggal gunung api akan meletus. Karena teknologi yang ada
sekarang belum sampai kesana. Hal yang harus diperhatikan adalah :
Erupsi letusan uap, hampir tidak ada peringatan sebelumnya
Erupsi magmatik, melibatkan proses naiknya magma ke permukaan
menyebabkan perubahan permukaan tanah. Adanya anomali aliran panas
serata perubahan suhu dan kimia permukaan tanah dan mata air.
Frekuensi kejadian dan tingkat gempa biasanya meningkat pada saat
erupsi akan terjadi. Erupsi diawali oleh kegiatan fumarol didaerah yang
baru atau daerah kegiatan fumarol yang menjadi lebih luas.
4.2.2 Pemantauan Visual
Warna asap, semakin banyak zat padat maka warnanya menjadi gelap.
Suara gemuruh dari kawah, naiknya tekanan gas dan suhu yang besar
menyebabkan suara yang bergemuruh bersamaan dengan keluarnya gas atau uap
Mengukur suhu kawah jika dimungkinkan, suhu bisa diukur jarak jauh,
dan datanya dikirim melalui transfer data satelit. Suhu akan semakin tinggi jika
kegiatan gunung api menjelang erupsi meningkat.
66
Gambar 4.1 Pengamatan visual Kubah Lava Gunung Merapi tahun 2006
67
Pengamatan Geodinamika
Untuk pengamatan ini diperlukan peralatan geofisika dan geodesi hal yang
dilakukan adalah :
68
MT
(magnetotelurik),
LOTEM
(long
offset
EM),
terjadi
gempa
yang
dapat
kita
deteksi
dengan
mikroseismometer.
69
Pengamatan Geokimia
Analisa geokimia batuan dan gas suatu gunung api, bertujuan untuk
mengetahui evolusi magma berdasarkan komposisi kimia batuan. Erupsi yang
terjadi biasnya berubah dari eksplosif menjadi efusif yang mengakhiri suatu
periode letusan. Pada saat kegiatan gunung api meningkat perbandingan CO 2 +
CO dan H2S semakin besar, pengukuran dilakukan dengan cara spektrometri
ultraviolet, dimana kepekatan gas diketahui berdasarkan jumlah sinar ultraviolet
yang dapat menembusnya. Demikian juga saat kegiatan erupsi meningkat
keluarnya gas CO2, SO2, dan radioaktif menjadi juga semakin tinggi.
Cara ini sangat tepat unutk memantau perkembangan kegiatan gunung api tipe
vulcano yang senantiasa merusak, dimana tidak terdapat petunjuk bahaya yang
mengancam karena peletusan melainkan kenaikan suhu saja.
Pengamatan satelit
Pada saat ini pemantauan yang lebih cangih dengan menggunakan satelit
telah dilakukan seperti G. Merapi (Jawa Tengah), G. Lokon (Sulawesi Utara), G.
Semeru (Jawa Timur).
71
terancam hanya disepanjang sungai yang hulunya dilerenga atas gunungapi tetapi
dapat mencapai puluhan kilometer jauhnya dari gunungapi itu.
3. Bahaya tidak langsung, merupakan bencana susulan akibat adanya bahaya primer
maupun bahaya sekunder. Bahaya sekunder berupa semburan abu dapat
menyebabkan pencemaran, gangguan kesehatan penduduk, lalu lintas udara
khususnya serta udara dan iklim. Bahaya sekunder dapat menyebabkan bencana
susulan berupa banjir atau akibat lainnya.
Menentukan kapan letusan terjadi. Meramalkan dengan tepat dan pasti kapan
gunungapi akan meletus, suatu hal yang mustahil. Karena banyak factor yang
tidak diketahui, bahkan sulit diketahui. Usaha yang dilakukan adalah melakukan
pendekatan dari berbagai disiplin ilmu untuk mengetahui tingkat kegiatan suatu
gunungapi. Caranya yaitu dengan melakukan pengamatan berbagai gejala yang
ada hubungannya dengan magma. Dari pendekatan tersebut diharapkan dapat
diketahui kapan gunungapi dalam keadaan kritis dan kapan mulai mereda. Usaha
yang lain adalah menduga daerah yang aman, waspada dan daerah yang sangat
bahaya bila letusan terjadi.
Usaha memperkecil bencana yang disebabkan oleh aliran lahar juga dilakukan
dengan membangun :
Bronjong, merupakan untaian kawat berisi batu dan pasir dalam kantong,
terutama ditujukan untuk membelokkan arah aliran lahar supaya jangan
72
Menduga intensitas aliran lahar yang mungkin terjadi ditiap sungai dan
menentukan daerah yang mungkin dilanda aliran lahar.
Usaha penanggulangan bahaya letusan gunungapi yang dilakukan selam ini
tampak memberikan hasil yang baik. Sebagai bukti dapat dilihat pada tabel 4.1 dan
4.2 korban akibat letusan makin berkurang dengan efektifnya sistem pengamatan
gunungapi.
SEBELUM ADA PENGAMATAN
73
Gunungapi
Tahun
Korban
Gunungapi
Tahun
Korban
Papandayan
1772
2.951
Kelud
1951
Tambora
1815
92.000
Merapi
1954
Galunggung
1822
4.000
Merapi
1961
Krakatua
1883
36.000
Kelud
1966
210
Kelud
1901
Banyak
Merapi
1969
Kelud
1901
5.160
Sinila
1979
149
Merapi
1930
1.369
Agung
1963
1.148
GUNUNGAPI
TAHUN
PENGUNGSI
KORBAN
Gamalama
1980
52.555
1990
1.092
Gamkonora
1981
2.000
Galunggung
1982 / 83
72.000
Colo
1983
7.000
Merapi
1984
680
Karangetang
1984
3.000
Sangeangapi
1985
1.295
Banda Api
1988
1.600
Makian
1988
12.932
Kelud
1990
19.855
35
Tabel 4. 2 Usaha pengamatan penduduk dari bahaya letusan gunungapi tahun 1980 - 1990.
74
75
panas yang disebabkan oleh letugan gunungapi atau awan panas tipe St.Vincent menurut
Escher, atau awan panas gunungapai menurut Lacroix.
Tubuh awan panas yang meluncur kearah bawah sepanjang jurang atau lereng
bagian bawahnya mengandung guguran berbentuk pijar ( ladu ), sedangkan pada bagian
atasnya merupakan awan gas panas yang bercampur dengan abu halus. Dan karena
letusan tersebut menggerakan lereng dan puncak gunungapai, maka hujan lebat akan
menghanyutkan abu dan bahan lepas lainnya yang bertumpuk dilereng, membentuk aliran
lahar hujan yang meluap dari sungai yang ada. Bencna yang ditimbulkan oleh lahar hujan
ini dikelompokan dalam bahaya sekunder gunung merapi.
Peta daerah bahaya gunung Merapi pertama kala disusun oleh Stehn ( 1935 ),
kemudian disempurnakan oleh Suryo ( 1956 ). Suryo membagi daerah bahaya tersebut
menjadi :
1. Daerah Terlarang, yaitu daerah yang tertutup dan kemungkinan besar dilanda oleh
awan panas.
2. Daerah Bahaya 1, merupakan daerah yang dipengaruhi oleh nahaya primer
( letusan ).
3. Daerah Bahaya 2, merupakan daerah yang dipengaruhi oleh bahaya sekunder
Selelah gunung merapi 1961, 1967, 1968, dan 1969 merubah sebagian besar
topografi daerah bahaya 2, Reksoprawiro (1972 ) menyempurnakan kembali peta daerah
bahaya tersebut.
76
77
78
.
2
3
.
Daur kegiatan
NILAI
a. Magmatik
100
b. Preatik
75
50
100
b. Tipe St.Vincent
90
80
dahsyat
70
d. Tipe Merapi
60
e. Tipe Strombolin
50
40
g. Tidak diketahui
a. lebih dari 100 tahun
100
b. 50 99 tahun
90
c. 20 49 tahun
80
d. 10 19 tahun
70
e. 5 9 tahun
60
f. 1 4 tahun
50
79
40
100
b. Kelas B
75
50
c. Kelas C
a. Daerah Terlarang
- Lebih dari 10.000 orang
100
75
50
b. Daerah Bahaya 1
- Lebih dari 10.000 orang
75
50
25
c. Daerah Bahaya 2
- Lebih dari 10.000 orang
50
35
20
X 100
75 100
Sangat rawan
50 74
Rawan
< 50
Cukup rawan
80
81
BAB V
SABO
5.1 PENGERTIAN SABO
Sabo dam adalah bangunan teknik (dam) yang didirikan di daerah hulu sungai
pada sungai-sungai yang terdapat di daerah pegunungan.Fungsi utama sabo adalah untuk
menampung material sedimen serta menekan jumlah dan aliran dari sedimen
tersebut.Bangunan ini didirikan pada tengah lembah sebagai sarana penahan secara
langsug dari debris flow hasil vulkanisme. Debris flow yang di maksud disini adalah
sedimen yang berasal dari material vulkanik (volcanic ash), dimana material vulkanik
yang masih lepas setelah terjadi erupsi terkena air hujan akan bergerak menuruni lereng,
selama pergerakannya debris flow dapat juga membawa massa batuan yang berukuran
sangat besar. Volcanic Mudflow adalah material vulkanik yang terbentuk bersamaan
dengan erupsi gunungapi, sedangkan Debris Flow diakibatkan oleh air hujan, atau bisa
juga dikatakan bahwa debris flow adalah mudflow skunder (lahar)
Macam macam SABO :
1. SABO penyearah
3. SABO penahan
2. SABO penyaring
4. SABO penampung
Sabo dirancang mempunyai celah atau lubang karena sangat efektif untuk
menahan lahar karena dalam kondisi dibawah normal biasanya lahar mempunyai
kapasitas material berukuran pasir yang sangat besar.
Gambar 5. 1 SABO
82
Vpj
Vair
Vpj
Vair
: Volume air
83