You are on page 1of 9

Prospek Pengolahan Hasil Samping Buah Kelapa

ZAINAL MAHMUD DAN YULIUS FERRY


Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan
Indonesian Center for Estate Crops and Development
Jalan Tentara Pelajar No.1 Bogor 16111

ABSTRAK and 23%; and coconut water into nata de coco for 5
years was 1.32 and 32%. The industry of coconut by-
Daging buah adalah komponen utama dari buah product processing should be supported by technical
kelapa; sedangkan sabut, tempurung, dan air buah feasibilty, mainly the raw material availability, market,
merupakan hasil samping (by-product). Dengan and appropriate coconut husk machinery. To provide
produksi buah kelapa di Indonesia rata-rata 15,5 milyar sufficient raw material for coconut husk processing, it
butir/tahun, total bahan ikutan yang dapat diperoleh needs about 300 ha of coconut plantation. Furthermore,
3,75 juta ton air, 0,75 juta ton arang tempurung, 1,8 juta to abtain additional farmer’s income the coconut husk
ton serat sabut, dan 3,3 juta ton debu sabut sebagai processing should be integrated with coir dust
hasil samping. Kelayakan usaha pengolahan hasil processing into compost, so that it can earn additional
samping buah kelapa sangat menjanjikan bila income. To produce one ton of coconut fiber will
direncanakan dan dikelola dengan baik. Berdasarkan produce 5 tons of coir dust. It suggested that the
analisis finansial tahun 2004, B/C dan IRR pengolahan location of coconut by-product processing is better
sabut menjadi serat dan debu sabut selama 10 tahun closed to the raw material source, and to secure the
adalah 3,58 dan 76%; tempurung menjadi arang selama continuity of raw material supply and product
5 tahun 1,11 dan 23%; dan air kelapa menjadi nata de marketing the business should be run in the form of
coco selama 5 tahun 1,32 dan 32%. Pengembangan cooperation.
industri pengolahan hasil samping harus ditunjang Key words: Coconut, Cocos nucifera L., processing, by
oleh kelayakan teknis terutama ketersediaan pasokan product
bahan baku dan pemasaran, serta alat pengolahan yang
sesuai untuk pengolahan sabut. Untuk mendapatkan
bahan baku yang cukup bagi pengolahan sabut PENDAHULUAN
diperlukan areal kelapa seluas 300 ha. Pengolahan
sabut ini harus dipadukan dengan pengolahan debu Produksi buah kelapa Indonesia rata-rata
sabut menjadi kompos sehingga diperoleh pendapatan 15,5 milyar butir/tahun atau setara dengan 3,02
tambahan. Untuk memproduksi 1 ton serat sabut juta ton kopra, 3,75 juta ton air, 0,75 juta ton
diperoleh sekitar 5 ton debu sabut. Lokasi pengolahan arang tempurung, 1,8 juta ton serat sabut, dan 3,3
hasil samping sebaiknya di sekitar sumber bahan baku
juta ton debu sabut (Agustian et al., 2003;
dan untuk menjamin kontinuitas pengadaan dan
pemasaran produk disarankan usaha-usaha tersebut Allorerung dan Lay, 1998; Anonim, 2000; Nur et
dalam bentuk usaha bersama. al., 2003; APCC, 2003). Industri pengolahan buah
kelapa umumnya masih terfokus kepada
Kata kunci: Kelapa, Cocos nucifera L., pengolahan, hasil
samping pengolahan hasil daging buah sebagai hasil
utama, sedangkan industri yang mengolah hasil
samping buah (by-product) seperti; air , sabut, dan
ABSTRACT tempurung kelapa masih secara tradisional dan
bersekala kecil, padahal potensi ketersediaan
Prospect of Coconut By-Product Processing
bahan baku untuk membangun industri
Coconut meat is the main component of coconut, while pengolahannya masih sangat besar.
the coconut husk, shell, and water are considered as by- Tidak hanya dari segi jumlah, dari segi jenis
product. With the coconut production in Indonesia at
average of 15.5 billion coconuts per year, the total by-
produk hilirpun, pengolahan hasil buah kelapa
product is accumulated to 3.75 million tons coconut juga masih mempunyai peluang cukup besar.
water, 0.75 million tons shell charcoal, 1.8 million tons Daging buah kelapa yang selama ini hanya diolah
coconut fiber, and 3.3 million tons coir dust. Business in menjadi kopra, crude coconut oil (CCO), dan
coconut by-product processing is condidered to be minyak goreng, mempunyai peluang dikembang-
prospective as long as it is planned and managed kan menjadi industri oleochemical, oleofood,
properly. Based on the financial analysis in 2004, the
desicated coconut, dan lain-lain produk yang
B/C and IRR of coconut husk processing into coconut
fiber and coir dust for 10 years were 3.58 and 76%, memiliki nilai ekonomi tinggi (Rumokoi dan
coconut shell into shell charcoal for 5 years was 1.11 Akuba, 1998; BNI 1946, 1990). Demikian juga

Prospek Pengolahan Hasil Samping Buah Kelapa (Zainal Mahmud dan Yulius Ferry) 55
halnya dengan hasil samping buah, sabut menjadi tempurung, serat sabut, cocopeat, nata de coco,
industri serat sabut, cocopeat, tempurung yang dapat dikaitkan dengan industri bertek-
menjadi tepung tempurung, karbon aktif, dan air nologi tinggi untuk selanjutnya diolah sesuai
kelapa menjadi nata de coco. Bahan tersebut dengan mutu dan jenis produk untuk memenuhi
merupakan bahan baku pada industri; matras, pasar internasional serta strategi, bentuk kelem-
kasur, pot, kompos kering, aneka makanan dan bagaan dan implikasi program diversifikasi
lain sebagainya (Richtler dan Knaut, 1984; Istina et produk tersebut.
al., 2003.).
Kalau hanya memfokuskan pengolahan buah Buah Kelapa
kelapa pada daging buah saja menyebabkan
Tanaman kelapa disebut juga tanaman
harga kelapa tertinggi hanya mencapai rata-rata serbaguna, karena dari akar sampai ke daun
Rp 1.500,-/butir, yang artinya pendapatan petani
kelapa bermanfaat, demikian juga dengan
kelapa dengan kepemilikan rata-rata 0,5 ha hanya buahnya. Buah adalah bagian utama dari
mencapai Rp 3.750.000,-/tahun, pendapatan yang
tanaman kelapa yang berperan sebagai bahan
sangat rendah untuk petani dapat hidup layak. baku industri. Buah kelapa terdiri dari beberapa
Salah satu usaha untuk meningkatkan pen- komponen yaitu sabut kelapa, tempurung kelapa,
dapatan petani kelapa adalah dengan mengolah daging buah kelapa dan air kelapa. Daging buah
semua komponen buah menjadi produk yang
adalah komponen utama yang dapat diolah
bernilai tinggi, sehingga nilai buah kelapa akan menjadi berbagai produk bernilai ekonomi tinggi.
meningkat. Sebagai contoh tempurung kelapa,
Sedangkan air, tempurung, dan sabut sebagai
kalau diolah menjadi arang tempurung harganya
hasil samping (by product) dari buah kelapa juga
US$ 175/ton, kalau diolah menjadi arang aktif
dapat diolah menjadi berbagai produk yang nilai
harganya mencapai US$ 742/ton, ini berarti
ekonominya tidak kalah dengan daging buah
peningkatan nilai arang tempurung ke arang
(Lay dan Pasang, 2003; Maurits, 2003; Nur et al.,
aktif sebesar US$ 567/ton atau 324% (PKAO, 2003). Berbagai produk dapat dihasilkan dari
1989). Dengan demikian nilai ekonomi kelapa
buah kelapa (Gambar 1.)
tidak lagi berbasis kopra (daging buah), seperti di
Philipina, dari total ekspornya (US$ 920 juta) 49%
diantaranya berasal bukan dari CCO tetapi dari
hasil olahan lain termasuk pengolahan hasil
samping (Allorerung et al., 1998).
Dari data yang dihimpun oleh Asia Pasific
Coconut Community (APCC, 2001) bahwa
konsumsi kelapa segar dari sekitar 220 juta
penduduk Indonesia mencapai 8,15 milyar butir
(52,6%), dengan konsumsi per kapita per tahun
sebanyak 37 butir. Sisanya sebanyak 7,35 milyar
butir (47,4%) diolah menjadi 1,43 juta ton kopra
(Agustian et al., 2003; Rindengan dan Karaow,
2003). Dari 1,43 juta ton kopra di atas 85-90%
diolah menjadi crude coconut oil (CCO) dan
sisanya (10-15%) untuk olahan lanjutan. Dari
angka-angka ini menunjukkan bahwa kegunaan
buah kelapa beragam dengan pengguna yang
juga tersebar. Hal ini menyebabkan bahan baku
hasil samping kelapa tersebar, sehingga
memerlukan strategi, kelembagaan dan implikasi
yang tepat untuk membangun industri hilir
tersebut.
Tulisan ini bertujuan untuk menggambarkan
beberapa program diversifikasi di pedesaan Gambar 1. Berbagai produk yang dihasilkan dari
untuk menghasilkan produk setengah jadi dari buah kelapa
hasil samping buah kelapa seperti arang

56 – Volume 4 Nomor 2, Desember 2005 : 55 - 63


Mutu bahan baku dari buah kelapa PRODUK HASIL SAMPING BUAH
dipengaruhi oleh karakter fisiko-kimia komponen KELAPA
buah kelapa, yang secara langsung dipengaruhi
Produk dari Sabut
oleh jenis dan umur buah kelapa; secara tidak
langsung oleh lingkungan tumbuh dan Sabut kelapa merupakan bagian terluar buah
pemeliharaan. Lingkungan tumbuh yang sesuai kelapa yang membungkus tempurung kelapa.
dan pemeliharaan yang baik akan menghasilkan Ketebalan sabut kelapa berkisar 5-6 cm yang
bahan baku bermutu untuk diolah lebih lanjut terdiri atas lapisan terluar (exocarpium) dan
(Rindengan et al., 1995; Tenda et al., 1999). lapisan dalam (endocarpium). Endocarpium
Secara umum, kelapa terdiri atas tiga jenis, mengandung serat-serat halus yang dapat
yaitu kelapa Dalam, kelapa Genjah, dan kelapa digunakan sebagai bahan pembuat tali, karung,
Hibrida. Ketiga jenis kelapa ini berbeda saat pulp, karpet, sikat, keset, isolator panas dan
mulai berbuah, jumlah produksi buah, dan suara, filter, bahan pengisi jok kursi/mobil dan
komposisi kimia buah. Faktor yang sangat papan hardboard. Satu butir buah kelapa
mempengaruhi mutu bahan baku hasil samping menghasilkan 0,4 kg sabut yang mengandung
kelapa adalah komposisi kimia buah. Kelapa 30% serat. Komposisi kimia sabut kelapa terdiri
Dalam kandungan selulosa, pentosa, lignin, dan atas selulosa, lignin, pyroligneous acid, gas,
arang, pada tempurung serta sabut lebih tinggi arang, ter, tannin, dan potasium (Rindengan et al.,
dari pada kelapa Genjah dan Hibrida, sedangkan 1995)
kelapa Genjah dan Hibrida kadar abunya yang India dan Sri Lanka adalah produsen
lebih tinggi. Kondisi ini menyebabkan untuk terbesar produk-produk dari sabut dengan
industri arang dan serat sabut mutu buah kelapa volume ekspor tahun 2000 masing-masing 55.352
Dalam lebih baik dibandingkan dengan buah ton dan 127.296 ton dan masing-masing terdiri
atas 6 dan 7 macam produk seperti terlihat pada
kelapa Genjah dan Hibrida. Untuk industri air
Gambar 2. Pada saat yang sama, Indonesia hanya
kelapa ke tiga jenis kelapa ini tidak jauh berbeda.
mengekspor satu jenis produk (berupa serat
Umur buah menunjukkan tingkat
mentah) dengan volume 102 ton. Angka ini
pertumbuhan buah kelapa, dimulai pada bulan
menurun tajam dibandingkan ekspor tertinggi
ketiga, berat buah maksimum dicapai pada bulan
pada tahun 1996 yang mencapai 866 ton
ke tujuh, sedangkan volume pada bulan ke
(Ditjenbun, 2002; BPS, 2002).
delapan. Tempurung terbentuk pada bulan ke
Serat
tiga dan mencapai maksimum pada bulan ke Berkaret
sembilan. Daging buah mulai terlihat pada bulan
ketujuh dan mencapai berat maksimum pada Matras
bulan ke duabelas. Pada bulan ke tujuh pada saat
berat buah maksimum proporsi komponen buah Serat Kerajinan
terdiri atas 62% sabut, 7% tempurung, 1% daging Panjang -Keset
-Karpet
buah, sisanya adalah air. Pada saat panen (12 -Tali, dll
bulan), proporsi berat basah sabut 56%,
Geotekstil
tempurung 17%, daging buah 27%; proporsi berat
kering sabut 42%, tempurung 28%, dan daging
buah 30% (Rindengan et al.,1995). Sabut Genteng
Serat
Mutu tertinggi dari produk hasil samping Pendek Hardboard
akan tercapai pada saat umur buah 13 bulan
terkecuali untuk nata de coco, pada umur Cocopeat
demikian pertumbuhan buah sudah berhenti, Debu
Sabut Kompos
kadar air pada sabut sudah turun dan kandungan
abu juga rendah. Sedangkan untuk nata de coco
Hardboard
pada umur 13 bulan kandungan minyak pada air
kelapa mulai meningkat yang menyebabkan
Isolator
rendahnya mutu nata de coco. listrik

Gambar 2. Produk turunan dari pengolahan sabut


kelapa

Prospek Pengolahan Hasil Samping Buah Kelapa (Zainal Mahmud dan Yulius Ferry) 57
Produk primer dari pengolahan sabut aktif (APCC, 2000; APCC, 2001; APCC, 2003).
kelapa terdiri atas serat (serat panjang), bristle Peningkatan ekspor arang tempurung dan arang
(serat halus dan pendek), dan debu abut. Serat aktif dalam kurun waktu 10 tahun terakhir
dapat diproses menjadi serat berkaret, matras, masing-masing 13,86% untuk arang tempurung
geotextile, karpet, dan produk-produk kerajinan/ dan 6,1% untuk arang aktif. Jumlah ekspor saat
industri rumah tangga. Matras dan serat berkaret ini untuk arang tempurung dan arang aktif
banyak digunakan dalam industri jok, kasur, dan masing-masing 29.493 ton dan 11.553 ton.
pelapis panas. Debu sabut dapat diproses jadi
Produk dari Air Kelapa
kompos dan cocopeat, dan particle board/hardboard.
Cocopeat digunakan sebagai substitusi gambut Volume air yang terdapat pada kelapa
alam untuk industri bunga dan pelapis lapangan Dalam sekitar 300 ml, kelapa Hibrida 230 ml, dan
golf. Di samping itu, bersama bristle dapat diolah kelapa Genjah 150 ml. Air kelapa dimanfaatkan
menjadi hardboard (Nur et al., 2003; Allorerung et untuk pembuatan minuman ringan, jelly, ragi,
al., 1998). Permintaan cocopeat diperkirakan akan alkohol, nata de coco, dextran, anggur, cuka, ethyl
meningkat tajam karena di samping tekanan isu acetat, dan sebagainya. Komposisi kimia air
lingkungan yang berkait dengan penggunaan kelapa adalah; specific grafity 1,02%, bahan padat
gambut alam juga karena mutu produk yang 4,71%, gula 2,56%, abu 0,46%, minyak 0,74%,
ternyata lebih baik daripada gambut alam. Ekspor protein 0,55%, dan senyawa khlorida 0,17%.
serat sabut Indonesia pernah mencapai 866 ton, Air kelapa yang dapat diolah untuk
sedangkan 2 tahun terakhir hanya mencapai 191
menghasilkan beberapa produk bernilai ekonomi
ton/tahun. Sedangkan cocopeat datanya belum
seperti minuman ringan, cuka, dan nata de coco.
tersedia, namun sebagai gambaran, setiap
Nata de coco sendiri selain sebagai makanan
memproduksi serat sabut sebanyak 1 ton
berserat, juga dapat digunakan dalam industri
bersamaan dengan itu dihasilkan 1,8 cocopeat.
akustik. Saat ini baru nata de coco yang telah
Harga cocopeat Rp. 400,-/kg.
berkembang mulai dari skala industri rumah
Produk dari Tempurung tangga hingga industri besar (Tenda et al., 1999).

Berat dan tebal tempurung sangat ditentu- KELAYAKAN USAHA HASIL SAMPING
kan oleh jenis tanaman kelapa. Kelapa Dalam BUAH KELAPA
mempunyai tempurung yang lebih berat dan
tebal daripada kelapa Hibrida dan kelapa Genjah. Untuk mengetahui kelayakan usaha secara
Tempurung beratnya sekitar 15-19% bobot buah teknis dan finansial pengolahan hasil samping
kelapa dengan ketebalan 3-5 mm. Komposisi buah kelapa (sabut, tempurung, dan air kelapa)
kimia tempurung terdiri atas; Selulosa 26,60%, telah dilakukan pengkajian pemanfaatan industri
Pentosan 27,70%, Lignin 29,40%, Abu 0,60%, produk samping hasil perkebunan (kelapa) di
Solvent ekstraktif 4,20%, Uronat anhidrat 3,50%, Provinsi Lampung, Jawa Barat, dan Sulawesi
Nitrogen 0,11%, dan air 8,00% (Ibnusantoso, Utara pada tahun 2004; kerjasama antara Bagian
2001). Proyek Pengembangan Pengolahan dan Pema-
Tempurung kelapa yang dulu hanya saran Hasil Perkebunan dengan Koperasi
digunakan sebagai bahan bakar, sekarang sudah Pegawai Republik Indonesia Tantri Bogor
merupakan bahan baku industri cukup penting. (Mahmud et al., 2004). Tingkat teknologi agro-
Produk yang dihasilkan dari pengolahan industri dalam analisis ini merupakan teknologi
tempurung adalah arang, arang aktif, tepung sederhana yang dapat diusahakan oleh pekebun
tempurung dan barang kerajinan. Arang aktif dari kelapa.
tempurung kelapa memiliki daya saing yang kuat
karena mutunya tinggi dan tergolong sumber Pengolahan Sabut
daya yang terbarukan. Analisis finansial agroindustri rakyat sabut
Selain digunakan dalam industri farmasi, kelapa dilakukan dengan asumsi sebagai berikut:
pertambangan, dan penjernihan, arang aktif juga
digunakan untuk penyaring atau penjernih a. Kapasitas terpasang alat olah sabut kelapa
ruangan untuk menyerap polusi dan bau tidak 1.500 butir sabut/hari
sedap dalam ruangan. Berdasarkan data ekspor b. Produksi yang dihasilkan adalah sabut kelapa
tahun 2003, Indonesia ternyata lebih banyak dan debu (cocopeat). Setiap 1 kg sabut
mengekspor dalam bentuk arang tempurung membutuhkan 5 butir sabut, dan setiap 1 kg
(56%), sedangkan negara lain dalam bentuk arang debu sabut membutuhkan 16 butir sabut.

58 – Volume 4 Nomor 2, Desember 2005 : 55 - 63


c. Umur usaha dihitung selama 10 tahun sesuai tanaman kelapa menghasilkan, atau sekitar 54,5
dengan umur ekonomis mesin dan peralatan ha tanaman kelapa.
pabrik.
Pengolahan Tempurung
d. Penyusutan dihitung per tahun berdasarkan
estimasi umur ekonomis aset yang digunakan Analisis finansial pengolahan tempurung
dengan metode garis lurus menjadi arang tempurung dilakukan dengan
e. Modal investasi, harga faktor produksi dan asumsi sebagai berikut:
harga jual produk berdasarkan estimasi harga a. Analisis dihitung untuk memproses hasil 1 ha
jangka panjang. kelapa atau sekitar 6.000 butir tempurung
f. Discount rate yang digunakan sebesar 18% kelapa/ tahun.
sesuai dengan estimasi tingkat suku bunga b. Produksi yang dihasilkan adalah arang
bank jangka panjang tempurung. Setiap 1 kg arang tempurung
g. Pengadaan alat olah sabut melalui modal membutuhkan 24 butir tempurung kelapa.
pinjaman dengan bunga pinjaman sebesar c. Umur usaha dihitung selama 5 tahun sesuai
16% dan konstant selama jangka waktu dengan umur ekonomis tempat pembakaran.
pengembalian 10 tahun.
d. Penyusutan dihitung per tahun berdasarkan
Hasil analisis menunjukkan bahwa dengan estimasi umur ekonomis aset yang digunakan
harga bahan baku Rp 50,-/butir sabut dan harga dengan metode garis lurus
produk sabut Rp 900,- /kg serta harga debu sabut
e. Modal investasi, harga faktor produksi dan
Rp 400,- /kg memberikan B/C ratio 3,58; NPV
harga jual produk berdasarkan estimasi harga
sebesar Rp 50.408.605,-; dan IRR 76% (Tabel 1).
jangka panjang.
Tabel 1. Analisis finansial pengolahan sabut tahun
f. Discount rate yang digunakan sebesar 18%
2004 (10 tahun).
sesuai dengan estimasi tingkat suku bunga
Uraian Aktual bank jangka panjang
Kapasitas berjalan alat (butir sabut/hari)
(maks 1500 btr) 1500 Perhitungan analisis finansial agroindustri
Harga Bahan Baku Sabut Kelapa (Rp/Butir) 50 arang tempurung rakyat menunjukkan bahwa
Harga Sabut Kelapa (Rp/kg) 900 dengan harga produk arang tempurung Rp 500,-/
Harga Coco Peat (Rp/kg) 400 kg memberikan B/C ratio 1,11; NPV sebesar
Discount Faktor 18% Rp 69.249,-; dan IRR 23% (Tabel 2).
NPV (Rp) 50.406.605
B/C Ratio 3,58 Tabel 2. Analisis finansial pengolahan arang
IRR 76% tempurung tahun 2004 (5 tahun)
Sensitivitas:*) Uraian Aktual
Kapasitas berjalan minimal (butir/hari) 1090 Luas Lahan Kelapa Bahan Baku (ha) 1
Harga maksimal bahan baku (Rp/kg) 75 Harga Arang Tempurung (Rp/kg) 500
Harga Minimal sabut (Rp/kg) 750 Discount Faktor 18%
NPV (Rp) 69.249
Sumber: Mahmud et al. ( 2004)
B/C Ratio 1,11
Keterangan : *) Setiap perubahan satu variabel, variabel IRR 23%
lain tetap. Sensitivitas:*)
Luas lahan kelapa minimal (ha) 0,8
Harga Minimal Arang Tempurung (Rp/kg) 410

Analisis sensitivitas agroindustri ini Sumber: Mahmud et al. ( 2004).


menunjukkan bahwa dengan asumsi variabel Keterangan : *) Setiap perubahan satu variabel, variabel lain
yang lain tetap, harga minimal sabut agar usaha tetap

ini tetap layak adalah Rp 750,- /kg. Analisis ini


juga menunjukkan bahwa dengan asumsi variabel
lain tetap maka kapasitas berjalan minimal Analisis sensitivitas agroindustri ini menun-
sebesar 1.090 butir sabut/hari agar usaha tetap jukkan bahwa dengan asumsi variabel yang lain
layak. tetap, harga minimal arang tempurung Rp 352,5 /
Dengan asumsi hari kerja selama 25 hari/ kg agar usaha tetap layak. Analisis ini juga
bulan dan 12 bulan/tahun, maka dalam satu menunjukkan bahwa dengan asumsi variabel lain
tahun diperlukan minimal 327.000 butir sabut. tetap maka luas areal tanaman kelapa minimal
Bahan baku ini dapat dipasok oleh sekitar 5.450 yang diperlukan sebagai pendukung bahan baku

Prospek Pengolahan Hasil Samping Buah Kelapa (Zainal Mahmud dan Yulius Ferry) 59
sebesar 0,8 ha yang setara dengan 80 tanaman rakyat dapat memasok produk lembaran nata
kelapa agar usaha tetap layak. yang selanjutnya diolah oleh pengusaha besar
Kendala yang ada dalam pengembangan atau menengah.
industri arang tempurung rakyat adalah masih
Tabel 3. Analisis finansial pengolahan nata de
kecilnya pasar produk arang tempurung ini
coco tahun 2004 (5 tahun)
sehingga jaminan pemasarannya sukar didapat.
Uraian Aktual
Pengolahan Air Kelapa Harga Nata de coco (Rp/kg) 2.000
Analisis finansial pengolahan air kelapa Discount Faktor 18%
NPV (Rp) 953.960
menjadi nata de coco dilakukan dengan asumsi
B/C Ratio 1,32
sebagai berikut:
IRR 32%
a. Analisis dihitung untuk memproses hasil 1 ha Sensitivitas:*)
kelapa atau sekitar 6.000 butir/tahun yang Harga Minimal Nata de coco (Rp/kg) 1.475
berisi sekitar 996 liter air kelapa. Sumber: Mahmud et al. ( 2004)
b. Produksi yang dihasilkan adalah nata de Keterangan: *) Setiap perubahan satu variabel, variabel lain tetap
coco. Setiap 10 liter air kelapa dapat
menghasilkan 6 kg nata de coco. PENGEMBANGAN USAHA HASIL
c. Umur usaha dihitung selama 5 tahun sesuai SAMPING BUAH KELAPA
dengan umur ekonomis peralatan pembuat
nata de coco. Rendahnya pendapatan petani kelapa selama
d. Penyusutan dihitung per tahun berdasarkan ini disebabkan produk yang dihasilkan hanya
estimasi umur ekonomis aset yang digunakan merupakan produk utama seperti kopra dan
dengan metode garis lurus kelapa butir. Sementara sebagian besar kopra
e. Modal investasi, harga faktor produksi dan digunakan untuk kebutuhan bahan baku
harga jual produk berdasarkan estimasi harga pengolahan minyak kelapa (CCO) dalam negeri
jangka panjang. yang perkembangannya tidak pesat; dan kelapa
f. Discount rate yang digunakan sebesar 18% butir untuk memenuhi permintaan konsumsi
sesuai dengan estimasi tingkat suku bunga rumah tangga dan industri lain yang
bank jangka panjang. peningkatannya juga tidak terlalu besar. Minyak
kelapa sebagian besar di ekspor, tetapi
Perhitungan analisis finansial agroindustri peningkatan permintaan dunia tidak terlalu
nata de coco rakyat menunjukkan bahwa dengan tinggi, malah sepuluh tahun terakhir stok minyak
harga produk nata de coco Rp 2.000 per kg kelapa dunia mencapai 13,0% - 15,90% atau
memberikan B/C ratio 1,32; NPV sebesar Rp 386.100–508.100 ton/tahun. Hal ini merupakan
953.950; dan IRR 32% (Tabel 3). salah satu alasan betapa sulitnya industri kelapa
Analisis sensitivitas agroindustri ini untuk berkembang, kalau hanya mengandalkan
menunjukkan bahwa dengan asumsi variabel kopra dan minyak kelapa saja.
yang lain tetap, harga minimal nata de coco Philippina, Srilanka, dan India adalah
Rp 1.475 / kg agar usaha tetap layak. negara-negara yang sudah mengolah lebih hilir
Kendala dalam pengembangan agroindustri produk kelapa, baik produk utamanya (kopra,
nata de coco rakyat ini adalah dalam pemasaran minyak kelapa, dan kelapa parut kering) maupun
retail produk nata yang memerlukan kepercayaan hasil samping (sabut tempurung dan air).
konsumen terhadap produk dan merek dagang Indonesia juga sudah mengolahnya, namun
produk yang dihasilkan serta keterandalan sebatas produk hasil samping yang masih berupa
jaringan pemasaran mengingat konsumen nata de produk ”intermediate” seperti serat, arang dan
coco ini adalah konsumen akhir. Agroindustri nata de coco.
nata de coco rakyat yang ada umumnya hanya Untuk mengembangkan usaha hasil samping
skala kecil dengan pasar lokal disekitar lokasi buah kelapa di Indonesia, diperlukan strategi,
usaha. Untuk itu pengembangan agroindustri kelembagaan dan implementasi berbagai faktor
nata de coco rakyat ini perlu diiringi dengan penunjangnya.
perjanjian kerjasama dengan pengusaha besar
atau menengah yang telah memiliki merek Pengolahan Sabut
dagang yang dipercaya konsumen dan jaringan Di dalam pengolahan serat sabut, pengem-
pemasaran yang baik. Agroindustri nata de coco bangan industri ini haruslah ditunjang dengan

60 – Volume 4 Nomor 2, Desember 2005 : 55 - 63


kelayakan teknis terutama ketersediaan pasokan dilaksanakan. Dari sisi harga produk, tingkat
bahan baku sabut kelapa. Setiap satu alat harga minimal yang masih layak untuk industri
pengolah sabut sederhana ini haruslah ditunjang sabut adalah Rp 750,-/kg. Rendahnya akses pasar
oleh minimal 54,5 ha tanaman kelapa yang setara yang menyebabkan biaya transportasi relatif
dengan 5.450 pohon kelapa. tinggi sering menyebabkan tingkat harga yang
Mendapatkan areal kelapa seluas tersebut di diterima petani jauh di bawah harga pasar,
atas dalam satu hamparan sangat sulit, sehingga merupakan disinsentif bagi pelaku industri ini.
bahan baku harus dikumpulkan dari areal yang Aspek teknis alat pengolah sangat
terpencar-pencar dan memerlukan biaya dalam menentukan kualitas hasil olahan. Yang banyak
pengumpulannya. Keadaan ini makin sulit terjadi, kualitas serat sabut yang dihasilkan oleh
dengan beragamnya produk yang dihasilkan industri rakyat tidak sesuai dengan standar
petani. Petani yang menghasilkan kopra sebagai kualitas yang diminta oleh konsumen, dan hal ini
produk utamanya tidak akan menyisakan sabut dijadikan alasan oleh calon pembeli untuk
dan tempurung karena digunakan untuk menentukan harga dan bahkan menolak membeli
pengasapan kelapa; sehingga yang tersisa hanya produk yang sudah dihasilkan petani. Oleh
air kelapa. Selain itu infrastruktur yang belum karena itu pembinaan dan pengawasan terhadap
baik di setiap lokasi juga merupakan faktor produsen alat pengolah juga mutlak perlu
kesulitan dalam pengembangan usaha hasil mendapat perhatian dinas perindustrian
samping. setempat.
Bahan baku sabut kelapa diharapkan pada Untuk pengolahan sabut pengembangannya
petani yang menjadikan butiran kelapa sebagai diarahkan kepada petani yang memproduksi
produk utamanya, karena kelapa dijual dalam kelapa butiran sebagai hasil utamanya, dengan
bentuk kelapa tanpa sabut, di mana sabutnya luasan wilayah tidak kurang dari 300 ha, dengan
tinggal di areal. Keterangan ini memberi indikasi infrastruktur yang baik untuk menunjang
bahwa luas areal kelapa yang diperlukan untuk kelancaran transportasi bahan baku.
memenuhi bahan baku satu unit alat pengolah Di dalam pengolahan sabut, kegiatan ini
sabut dari 5.450 pohon kelapa dapat tersebar harus dipadukan dengan pengolahan debu sabut
pada luas wilayah 300 ha (jumlah petani kelapa menjadi kompos yang teknologinya sederhana,
80%, dan yang menjadikan kelapa butiran sebagai sehingga diperoleh pendapatan tambahan.
produk utamanya 44%). Sebagai gambaran satu ton serat sabut yang
Faktor lain yang sangat penting dalam dihasilkan, terdapat lebih kurang 1,8 ton debu
pengembangan industri sabut rakyat ini adalah sabut. Harga debu sabut Rp. 400,-
jaminan pemasaran produk sabut yang dihasilkan
Pengolahan Tempurung
mengingat pada umumnya tidak ada pasar lokal
atau konsumen sabut kelapa yang dekat dengan Hampir 60% butir kelapa yang dihasilkan
lokasi industri ini. dikonsumsi dalam bentuk kelapa segar, di mana
Hasil kajian mengenai industri pengolahan sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan
produk samping kelapa menunjukkan bahwa rumah tangga. Ini berarti tempurung sisa berada
industri sabut, arang, dan nata de coco yang telah di sekitar pasar sebagai limbah pasar. Untuk
dilakukan oleh petani dengan penerapan memproduksi 1 kg arang dari tempurung
teknologi sederhana, layak secara finansial, diperlukan tempurung dari 10 butir kelapa. Kalau
dengan B/C ratio 1,11 – 3,58 dan IRR 23 – 76%. satu drum untuk pengolahan tempurung
Hasil analisis sensitivitas industri sabut kapasitasnya 100 pasang tempurung (100 butir)
menunjukkan kapasitas berjalan minimal 1.090 kelapa. Maka untuk membakar tempurung yang
butir/hari, yang berarti untuk menjalankan satu berasal dari penduduk sekitar pasar sebanyak
unit pengolahan sabut diperlukan bahan baku 200.000 penduduk, sejumlah 1.200.000 butir
sebanyak 1.090 butir/hari. Oleh karena itu (konsumsi 6 butir/kapita), diperlukan drum
penempatan industri pengolahan sabut perlu pembakar sebanyak 144 buah/tahun. Jumlah ini
mempertimbangkan ketersediaan kebun kelapa akan menghasilkan 120 ton arang per tahun.
yang mampu menyediakan bahan baku tersebut Seperti halnya industri sabut, industri arang
secara kontinu. Kontinuitas ketersediaan bahan tempurung yang ada di daerah sentra produksi
baku tersebut juga berpengaruh terhadap harga kelapa juga layak secara finansial. Hasil analisis
bahan baku. Harga maksimal untuk dapat sensitivitas industri ini menunjukkan harga
menjalankan industri sabut secara kontinu adalah minimal arang Rp 352,5/kg dan dibutuhkan
Rp 75,-/kg. Pada tingkat harga di atas harga kebun kelapa penyedia bahan baku seluas
tersebut, industri pengolahan sabut tidak layak minimal 0,8 ha atau setara dengan 80 tanaman

Prospek Pengolahan Hasil Samping Buah Kelapa (Zainal Mahmud dan Yulius Ferry) 61
kelapa. Skala tersebut nampaknya tidak terlalu Dalam pengembangan industri nata de coco
sulit dicapai, akan tetapi peluang pasar produk di tingkat petani, di samping kelayakan finansial,
arang tempurung relatif kecil, sehingga untuk hal yang perlu lebih dipertimbangkan adalah
pengembangan industri ini perlu memperhatikan kepercayaan konsumen dan keterandalan
keseimbangan penawaran dan permintaan pasar jaringan pemasaran produk yang dihasilkan.
secara cermat. Industri nata de coco yang ada di tingkat petani
Pengembangan pengolahan arang dari umumnya dalam skala kecil dengan jangkauan
tempurung lokasinya harus berada di sekitar pasar lokal di sekitar lokasi usaha. Mengingat
pasar tradisional, agar tidak jauh dari sumber konsumen nata de coco adalah konsumen akhir,
bahan baku. Kendala dalam pengolahan arang maka kepercayaan konsumen terhadap merk
tempurung dari limbah pasar ini adalah kondisi dagang sangat menentukan keberhasilan
tempurung yang tidak utuh. Kebiasan penjualan produk yang dihasilkan. Oleh karena
masyarakat terutama di Jawa, memarut kelapa itu perlu dipertimbangkan pembinaan kemitraan
dilakukan setelah daging buah dipisah dengan antara petani dengan pengusaha besar atau
tempurungnya. Cara pengupasan daging buah menengah yang telah memiliki merk dagang
dengan tempurung adalah dengan melepas terpercaya untuk memasarkan produk petani.
tempurung sedikit demi sedikit, sehingga Untuk pengolahan air kelapa, pembinaan
tempurung menjadi kepingan-kepingan kecil. sebaiknya dilakukan melalui pelatihan-pelatihan
Bentuk ini kurang memenuhi syarat untuk untuk mendapatkan nata de coco yang sehat dan
pembuatan arang. Kebiasan ini perlu diubah higienis. Nata de coco yang diproduksi petani
dengan cara pemarutan kelapa seperti di dijual ke pabrik menengah atau besar untuk
Sumatera, dimana pemarutan daging kelapa mengolahnya dan memackingnya menjadi bentuk
dilakukan pada kondisi daging dan tempurung yang menarik. Dapat juga dalam pemasarannya,
masih bersatu, cara ini menyisakan tempurung nata de coco dicampur dengan bahan atau
yang utuh. makanan lain. Hal ini hanya dapat dilakukan oleh
Selama ini industri pengolahan arang aktif di pengusaha menengah dan besar.
dalam negeri kurang berkembang. Ekspor
dilakukan dalam bentuk arang tempurung oleh
KESIMPULAN
pengusaha menengah dengan melakukan sortasi
arang yang diperoleh dari masyarakat. Hal ini
Pengolahan hasil samping buah kelapa harus
menyebabkan nilai tambah yang diperoleh sangat
memperhitungkan ketersediaan pasokan bahan
rendah, dibandingkan jika mengolah arang
baku dan kesesuaian jenis agroindustri yang
sampai menjadi arang aktif; nilai tambahnya
dikembangkan. Pengolahan sabut kelapa dapat
dapat mencapai lebih dari 300%.
diikuti dengan pengolahan arang tempurung,
sedangkan pengolahan nata de coco dapat diikuti
Pengolahan Air Kelapa
dengan pengolahan kopra. Hal ini karena
Sekitar 40% butir kelapa yang dihasilkan umumnya bahan bakar pada pengolahan kopra
diolah menjadi kopra (5 milyar butir/tahun), dan memakai sabut dan tempurung kelapa untuk
hasil samping yang tersisa dari pengolahan kopra mengurangi biaya.
adalah air kelapa, karena sabut dan Pengolahan sabut dan arang tempurung
tempurungnya dibakar untuk pengasapan kopra. harus disesuaikan dengan luasan lahan kelapa.
Banyaknya jumlah air kelapa yang didapat, Untuk kapasitas alat 1.500 butir kelapa minimal
barangkali tidak perlu diolah semua. Jumlah pasokan bahan baku berasal dari kebun kelapa
pengolahan air kelapa menjadi nata de coco seluas 55 ha/unit pengolahan sabut atau sekitar
sangat ditentukan oleh perkembangan jumlah 5.500 tanaman menghasilkan, sedangkan
konsumsi yang mungkin terjadi. pengolahan kopra dan nata de coco harus
Persaingan di segmen minuman ini sangat dibarengi dengan luasan lahan kelapa minimal 5
tinggi, karena banyaknya macam dan merek yang ha atau sekitar 500 tanaman menghasilkan, per
beredar saat ini. Sementara penampilan nata de unit pengolahan kopra kapasitas satu kwintal.
coco sejak awal sampai sekarang tidak mengalami Untuk menjamin pemasaran produk perlu
perubahan. Oleh sebab itu di daerah yang akan dibangun kerjasama pemasaran antara agro-
dikembangkan pengolahan nata de coco perlu industri rakyat dengan industri sedang atau besar
dilakukan survei pasar terlebih dahulu. Hal ini dalam menunjang pembangunan agroin-dustri
hanya dapat dilakukan oleh perusahaan kelapa, sedangkan untuk meminimalisasi biaya
menengah dan besar. produksi dari produk yang dikembangkan, lokasi

62 – Volume 4 Nomor 2, Desember 2005 : 55 - 63


pengembangan sebaiknya diarahkan mendekati Perkelapaan di Era Otanomi Daerah.
sumber bahan baku, namun demikian harus Prosiding Konferensi Nasional Kelapa V.
dipilih lokasi yang sudah ditunjang oleh Tembilahan 22 – 24 Oktoner 2002. Pp.154
infrastruktur yang memadai. – 159.
---------, P. M. Pasang. 2003. Teknologi pengolahan
dan strategi pengembangan unit
DAFTAR PUSTAKA pengolahan kelapa komersil di tingkat
pedesaan. Kelembagaan Perkelapaan di
Agustian, A., S. Friyatno, Supadi dan A. Askin. Era Otanomi Daerah. Prosiding Konfere-
2003. Analisis pengembangan agro- nsi Nasional Kelapa V. Tembilahan 22 –
industri komoditas perkebunan rakyat 24 Oktoner 2002. Pp. 170 – 1181.
(kopi dan kelapa) dalam mendukung Mahmud, Z., Y. Ferry., C. Indrawanto., dan I.
peningkatan daya saing sektor pertanian. Ketut A. 2004. Pengkajian pemanfaatan
Makalah Seminar Hasil Penelitian Pusat hasil samping produk kelapa. Kerjasama
Penelitian dan Pengembangan Sosial Koperasi Tantri dengan BP2HP. 53p.
Ekonomi Pertanian Bogor. T.A. 2003. 38 Maurits, S. 2003. pemanfaatan serat sabut kelapa
hal berkaret menjadi jok kursi. Kelembagaan
Allorerung, D., dan A. Lay. 1998. Kemungkinan Perkelapaan di Era Otanomi Daerah.
pengembangan pengolahan buah kelapa Prosiding Konferensi Nasional Kelapa V.
secara terpadu skala pedesaan. Prosiding Tembilahan 22 – 24 Oktoner 2002. Pp. 139
Konperensi Nasional Kelapa IV. Bandar – 145.
Lampung 21 – 23 April 1998 Pp.327 – 340. Nur, I.I, Kardiyono, Umar, dan A. Aris. 2003.
Anonim. 2000. Hasil pengkajian sabut kelapa Pemanfaatan limbah debu sabut kelapa
sebagai hasil samping. Bank Indonesia dalam usahatani padi pasang surut.
Jakarta. 15 hal. Kelembagaan Perkelapaan di Era Otano-
APCC. 2000. Coconut statistical yearbook 1999. mi Daerah. Prosiding Konferensi Nasio-
Asia Pacific Coconut Community. nal Kelapa V. Tembilahan 22 – 24 Oktoner
2002. Pp.160– 165.
_____. 2001. Coconut statistical yearbook 2000.
PKAO, 1989. Basic Data. Pilipinas KAO Inc.
Asia Pacipic Coconut Community.
Richtler, H.J and J. Knaut, 1984. Challenges to
_____. 2003. Coconut statistical yearbook 2002.
mature industri, marketing and
Asia Pacipic Coconut Community.
economics of oleochemicals in western
BNI 1946. 1990. Kebutuhan oleokimia dunia.
europe. JAOC. 61 (2).
Majalah Tinjauan Ekonomi 151.
Rindengan, B., A. Lay., H. Novarianto., H.
BPS. 2002. Statistik industri besar dan sedang.
Kembuan dan Z. Mahmud. 1995.
Badan Pusat Statistik. Jakarta.
Karakterisasi daging buah kelapa hibrida
Ditjenbun. 2002. Statistik perkebunan indonesia
untuk bahan baku industri makanan.
2000 – 2002. Kelapa. Direktorat Jenderal
Laporan Hasil Penelitian. Kerjasama
Bina Produksi Perkebunan. Jakarta. 57
Proyek Pembinaan Kembagaan Penelitian
hal.
Pertanian Nasional. Badan Litbang 49p.
Ibnusantoso, G. 2001. Prospek dan potensi kelapa
---------, dan S. Karaow. 2003. Peluang pengem-
rakyat dalam meningkatkan ekonomi
bangan minyak kelapa murni. Prosiding
petani Indonesia. Dirjen Industri Agro
Konferensi Nasional Kelapa V. Tem-
dan Hasil Hutan. Dept. Perindag.
bilahan, 22 – 24 Oktober 2002. Pp.146 –
Disampaikan pada Pekan Perkelapaan
153.
Rakyat. 5 Nopember 2001 di Riau.
Rumokoi, M. M.M, dan R.H. Akuba. 1998. Minyak
Istina. I.N., Kardiyono, Umar, dan A. Aris. 2003.
kelapa abad 21: Pangan atau oleokimia.
Pemanfaatan limbah sabut kelapa dalam
Prosiding Konperensi Nasional Kelapa
usahatani padi pasang surut. Kelem-
IV. Bandar Lampung 21 – 23 April 1998.
bagaan Perkelapaan di Era Otanomi
Puslitbangtri. Pp.302 – 341.
Daerah. Prosiding Konferensi Nasional
Tenda, E. T., H. G. Lengkey, Miftahorrachman
Kelapa V. Tembilahan 22 – 24 Oktoner
dan H. Tampake. 1999. Produktivitas sifat
2002. Pp.160 – 165.
kimia daging dan air buah enam jenis
Lay, A. dan P. M. Pasang. 2003. Alat penyerat
kelapa hibrida. J. Penelitian Tanaman
sabut kelapa tipe balitka. Kelembagaan
Industri. 5 (2): 39 – 45.

Prospek Pengolahan Hasil Samping Buah Kelapa (Zainal Mahmud dan Yulius Ferry) 63

You might also like