You are on page 1of 8

BERDOA DAN MENGELUH DI MEDIA SOSIAL

Pertanyaan dari :
Wak Basyir (wak.basyir@gmail.com)
Pertanyaan :
Assalamu'alaikum Wr. Wb
Dengan maraknya sosial media yang sedang hangat di
lingkungan kita yaitu Facebook dan Twitter, banyak pula kejadian dan
situasi yang sangat tidak pantas dan terkadang tidak penting
(dibagikan di media sosial). Dengan kondisi itu banyak orang-orang
yang mengeluh dan berdoa di sosial media (Facebook/Twitter).
Pertanyaan saya adalah, apakah hukumnya berdoa di media sosial?
Terimakasih atas perhatiannya dan mohon dijawab, agar mampu
menyelesaikan permasalahan yang ada.
Jawaban :
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Terima kasih atas pertanyaan Anda. Berikut ini adalah jawaban
dari kami.
Pada dasarnya, menggunakan media sosial seperti Facebook
atau Twitter termasuk perkara yang tidak disebutkan hukumnya di
dalam dalil-dalil al-Quran dan Sunnah. Olehnya hukum asal
menggunakan media sosial adalah mubah atau boleh. Hukumnya
kemudian berubah sesuai penggunaan alat-alat tersebut. Hal ini sesuai
dengan kaidah-kaidah di berikut;




Artinya : Hukum asal dari segala sesuatu adalah mubah kecuali
ada dalil yang menunjukan keharamannya. (as-Suyuthi, 1983 : 133)

Artinya: Hukum alat tergantung pada hukum maksud


digunakannya alat tersebut.
Dengan demikian, penggunaan media sosial untuk kebaikan
hukumnya boleh bahkan menjadi dianjurkan. Begitu pula sebaliknya,
apabila media tersebut dipakai untuk hal-hal yang bertentangan
dengan ajaran Islam, maka hukumnya menjadi terlarang, bisa pada
level makruh bahkah haram. Tergantung hukum perbuatan tersebut.
Di dalam pertanyaan saudara disebutkan dua kegiatan yang
dalam pengamatan saudara banyak dilakukan oleh para pengguna

media sosial. Perbuatan tersebut adalah mengeluh dan berdoa. Dua


hal ini sungguh sangat berbeda statusnya dalam pandangan Islam.
Mengeluh, meskipun merupakan sifat bawaan pada diri manusia,
tapi ia merupakan perbuatan yang tercela. Allah berfirman dalam
surah al-Maarij ayat 19-20 ;

Artinya : Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah


lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. (QS. AlMaarij : 19-20)
Syaikh al-Maraghi di dalam tafsirnya menjelaskan bahwa
manusia yang tetap memelihara sifat kikir dan gemar berkeluh kesah
adalah mereka yang tidak dijaga oleh Allah. Adapun mereka yang
masuk alam penjagaan Allah akan mendapatkan petunjuk dan taufiq
dari Allah kepada kebaikan (al-Maraghi, 1946 : 71).
Mengeluh dalam makna mengadukan kesusahan kepada Allah
sebenarnya tidak masuk dalam kategori yang dicela ayat di atas.
Bahkan para Nabi di dalam al-Quran disebutkan banyak yang
mengeluhkan kesusahan hidupnya kepada Allah. Namun perlu dicatat
bahwa keluhan tersebut hanya dialamtkan kepada Allah semata dan
sifatnya intim antara seorang hamba dan Tuhannya. Maka
mempublikasikannya di sosial media yang lalu dibaca oleh banyak
orang tidaklah patut dilakukan. Allah Swt berfirman tentang salah satu
Nabi-Nya, Yaqub AS;

Artinya : Ya'qub menjawab: "Sesungguhnya hanyalah kepada


Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku
mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya." (QS
Yuusuf : 86)
Dalam penjelasannya tentang ayat ini, Syaikh Mutawalli asySyarawi mengutip sebuah riwayat bahwa suatu ketika orang-orang
mengunjungi Ali bin Abi Thalib yang sedang sakit keras dan
menanyakan mengapa beliau tidak mengeluhkan penyakitnya secara
terang-terangan. Ali bin Abi Thalib RA pun menjawab, Aku malu
kepada Allah (asy-Syarawi, 1997 : 7052). Dengan demikian, berkeluh
kesah tentang problema hidup di sosial media merupakan perbuatan
yang harus dihindari.

Perbuatan kedua yang saudara sebutkan adalah amalan yang


mulia, yakni berdoa. Allah dan Rasul-Nya menganjurkan kita untuk
berdoa. Bahkan mereka yang enggan berdoa kepada Allah dipandang
sebagai orang sombong dan mendapatkan murka dari Allah.

Artinya : Dan Tuhanmu berfirman: Mohonlah (mintalah) kamu kepada-Ku,


pasti Aku perkenankan (permintaan) kamu itu. Sesungguhnya orang-orang yang
menyombongkan diri dari menyembah-Ku (berdoa pada-Ku) akan masuk neraka
)Jahannam dalam keadaan hina dina.(QS. Ghafir : 60
Berdoa secara publik sehingga isi doa kita bisa diketahui oleh orang lain pun pada
dasarnya tidaklah mengapa. Ada banyak hadis yang menunjukan Rasulullah dan para
sahabat memberitahukan isi doanya, atau berdoa di depan umum sehingga isi doanya
tersebut diketahui oleh orang lain. Misalnya riwayat dari Ummu Salamah berikut ini




-









-




- .-




-





.-


-






Artinya : Dari Ummu Salamah Radhiyallahu 'anhuma, ia berkata,
Saya mendengar Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda,

Tidaklah seorang mukmin tertimpa musibah lalu ia membaca apa


yang telah diperintahkan oleh Allah, Sesungguhnya kami adalah milik
Allah dan akan kembali kepada Allah. Ya Allah, berilah kami pahala
karena musibah ini dan gantikanlah bagiku dengan yang lebih baik
daripadanya). melainkan Allah akan mengganti baginya dengan yang
lebih baik. Ummu Salamah Radhiyallahu anha berkata, Ketika Abu
Salamah radhiyallahu anhu telah meninggal, saya bertanya, Orang
muslim manakah yang lebih baik daripada Abu Salamah? Dia adalah
orang-orang yang pertama-tama hijrah kepada Rasulullah shalallahu
'alaihi wasallam. Kemudian aku pun mengucapkan doa tersebut. Lalu
Allah pun menggantikannya bagiku Rasulullah shalallahu 'alaihi
wasallam. Ummu Salamah mengisahkan; Rasulullah shalallahu 'alaihi
wasallam mengutus Hatib bin Abu Baltaah melamarku untuk beliau
sendiri. Lalu saya pun menjawab, Bagaimana mungkin, aku telah
mempunyai seorang anak wanita, dan aku sendiri adalah seorang
pencemburu. Selanjutnya beliau shalallahu 'alaihi wasallam pun
menjawab, Adapun anaknya, maka kita doakan semoga Allah
mencukupkan kebutuhannya, dan aku mendoakan pula semoga Allah
menghilangkan rasa cemburunya itu. (HR. Muslim)
Di dalam hadis di atas, ditunjukan bahwa Ummu Salamah RA
menceritakan isi doanya kepada orang yang mendengarkan hadis ini
dari beliau. Hal yang sama juga pernah dipraktikan oleh Nabi
Muhammad Saw ketika beliau bedoa di depan umum meminta hujan
atas permintaan seorang Badui, dan banyak kejadian lagi dimana
Rasulullah membiarkan isi doanya diketahui oleh orang-orang.
Memposting tulisan berisikan doa di media sosial pun sebenarnya
sama dengan kasus-kasus tersebut, yakni membiarkan orang lain
mengetahui isi dari doa kita. Olehnya kami berpendapat bahwa bolehboleh saja melakukannya.
Namun demikian ada beberapa hal yang sangat perlu
diperhatikan terkait berdoa di sosial media. Pertama, sebaiknya doa
yang diposting adalah doa-doa yang matsur redaksinya di dalam alQuran maupun sunnah. Selain memang lebih utama memakai doa
matsur, postingan berisi doa matsur juga bisa berfungsi dakwah.
Sangat mungkin di antara teman-teman media sosialnya ada yang
belum mengetahui doa-doa tersebut sebelumnya dan baru
mengetahuinya dari tulisan yang mereka lihat di media sosial. Dengan

demikian, ia termasuk menunjukan


Rasulullah Saw bersabda ;

kebaikan

kepada

sesama.



Artinya : Siapa yang menunjukkan kebaikan, dia akan mendapatkan pahala
seperti pahala pelakunya (orang yang mengikutinya). (HR. Muslim).
Kedua, di dalam doa, biasanya seorang hamba mengakui dosa-dosanya kepada
Allah sebelum meminta pengampunan. Doa semacam ini tidak seharusnya disampaikan
di media sosial. Rasulullah Saw memperingatkan umatnya agar tidak menjadi almujahirin, yakni mereka yang menngungkap ke publik secara detail maksiat-maksiat
yang telah lakukannya. Beliau bersabda ;


Artinya : Setiap umatku dimaafkan (kesalahannya) kecuali orang-orang
melakukan mujaharah (terang-terangan bermaksiat), dan termasuk sikap mujaharah
adalah seseorang melakukan sebuah perbuatan dosa di malam hari, kemudian pagi
harinya dia membuka rahasianya dan mengatakan, Wahai fulan, tadi malam aku
melakukan seperti ini, seperti ini, padahal Allah telah menutupi dosanya. Di malam
hari, Allah tutupi dosanya, namun di pagi hari, dia singkap tabir Allah pada dirinya.
(HR. Bukhari).
Ketiga, apabila mereka yang berdoa di media sosial memang benar-benar berniat
berdoa, maka hendaklah bahasa yang digunakan lugas, umum dan tidak terlalu dibuat
bersajak-sajak. Rasulullah Saw bersabda ;

Artinya ; Dari Aisyah Radiyallahu anha, ia berkata bahwa


Rasulullah saw menyukai berdoa dengan kata-kata yang singkat dan
padat makna dalam doanya dan meninggalkan yang selainnya. (HR.
Abu Dawud). Syaikh Syuaib al-Arnauth dalam catatan tahqiqnya
terhadap kitab Sunan Abu Dawud menyatakan bahwa sanad hadis ini
sahih.


...



Artinya :Dari Ibnu Abbas.. jauhilah as-saja dalam berdoa, karena sesungguhnya
aku mendapati Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- dan para sahabatnya tidak
melakukan kecuali itu -yakni: Mereka tidak melakukan kecuali menjauhi hal itu.
(HR. Bukhari)
Ibnu Hajar al-Asqalani di dalam Fathul Bari, menjelaskan makna
as-saja sebagai untaian kalimat yang dibuat berima. Alasan
dilarangnya menggunakan kalimat semacam itu di dalam doa adalah
agar pikiran seseorang yang berdoa bisa lebih khusyuk. Jika seseorang
terlalu fokus pada penggubahan kata-kata indah maka ia tidak bisa lagi
khusyuk meminta kepada Allah. Padahal khusyuk adalah salah satu
syarat penting dalam doa. (al-Asqalani, tt : 139). Jadi apabila maksud
seseorang berdoa di media sosial memang hendak meminta kepada
Allah, atau mengajak orang lain turut berdoa, maka hendaknya ia tidak
memakai kalimat-kalimat yang dibuat indah sehingga fokus orang pun
pada nilai sajaknya, bukan pada esensi permintaannya.
Keempat, dalam melakukan doa di media sosial adab-adab
berdoa secara umum pun perlu diperhatikan. Menurut Imam anNawawi dalam kitab al-Adzkar menyebutkan adab-adab doa antara
lain; 1) kehadiran dan kesungguhan hati; 2) bertepatan dengan saatsaat yang mulia seperti ketika sujud, ketika shalat dan setelahnya; 3)
menghadap kiblat, mengangkat dua tangan, mengusap wajah ketika
selesai; 4) merendahkan suara dengan penuh ketundukan; 5) khusyuk;
6) tidak berhenti berdoa dan yakin bahwa doanya pasti diijabah oleh
Allah; 7) betul-betul memohon, mengulangi hingga tiga kali tapi tidak
meminta agar ijabahnya ditunda; 8) membuka doa dengan memuji dan

berdzikir pada Allah; 9) senantiasa bertaubat atas dosa-dosa yang


dilakukan, membersihkan diri dari maksiat, mengembalikan hak-hak
orang lain yang diambil secara zhalim serta memenuhi perintah Allah.
Poin terakhir inilah yang paling penting menurut Imam an-Nawawi. Di
antara adab-adab ini ada yang sesuai dengan doa di media sosial, ada
pula yang tidak. Kualitas doa tentu terletak pada penjagaan atas adabadab ini.

Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat kami simpulkan bahwa media
sosial hanyalah alat sehingga hukum memakainya tergantung maksud
pemakaian. Apabila digunakan untuk mengeluhkan hidup tentu tidak
baik. Bila digunakan untuk berdoa maka boleh saja sebab ada riwayat
yang menunjukan Rasulullah Saw dan para sahabat menunjukan isi
doanya kepada orang lain seperti yang terjadi ketika seseorang
memposting doa di media sosial. Namun ketika seseorang hendak
memposting doa di media sosial maka sebisa mungkin ia
menggunakan doa matsur, tidak terlalu dibuat-buat sebagai syair
yang
lebih
mengutamakan
keindahan
ketimbang
esensi
permohonannya, dan tidak berisi pembeberan terhadap maksiat yang
dilakukannya. Selebihnya berdoa di media sosial juga terikat adabadab doa secara umum.

You might also like